Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN POST PARTUM SPONTAN ATAS INDIKASI SUSP BAYI


BESAR DAN INRESIA UTERUS HIPOTENIK (IUH)
DI RUANG JADE RSUD Dr. SLAMET GARUT

Diajukan Untuk Memenuhuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Maternitas


Program Studi Profesi Ners

Disusun Oleh :
ANJAS BAHTIAR
KHGD22052

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES KARSA HUSADA GARUT
T.A 2022-2023
I. KONSEP DASAR POST PARTUM
A. DEFINISI
Post partum merupakan masa pemulihan yang dimulai ketika selesai
persalinan sampai alat-alat kandungan kembali sebelum hamil, lama masa
nifas sekitar 6-8 minggu (Zubaidah et al, 2021).
Post partum adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali pada keadaan sebelum hamil, masa post partum
berlangsung selama 6 minggu (Wahyuningsih, 2019).
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul
dengan pengeluaran plasenta dan selaput dari tubuh ibu. Bila persalinan ini
berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir disebut
persalinan spontan atau persalinan normal (Wirakusumah 2016)
Persalinan normal adalah suatu proses pengeluaran bayi yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan ( 37 - 42 minggu ) melalui jalan lahir dan
berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
B. ETIOLOGI
Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun menurut
Wiknjosastro (2017), ada beberapa teori yang menghubungkan dengan
faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim dan pengaruh tekanan
pada saraf serta nutrisi.
1. Teori penurunan hormon
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormon
progesteron dan estrogen. Fungsi progesteron sebagai penenang otototot
polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah
sehingga timbul his bila progesteron turun.
2. Teori plasenta menjadi tua
Turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
3. Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-
otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi uteroplasenta.
4. Teori iritasi mekanik
Di belakang serviks terlihat ganglion servikale (fleksus franterrhauss).
Bila ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan
timbul kontraksi uterus.
5. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan
dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus
frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban). Oksitosin drip, yaitu
pemberian oksitosin menurut tetesan per infus.

C. MANIFESTASI KLINIS
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum
hamil. Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester
keempat kehamilan (Wiknjosastro, 2017).
1. Sistem reproduksi
a. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot
polos uterus. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat
sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr dua minggu setelah lahir. Seminggu setelah
melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam,
beratnya menjadi 50- 60gr. Pada masa pasca partum penurunan kadar
hormone menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk
selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih
besar setelah hamil (Wiknjosastro, 2017).
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat
dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan
membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk
mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena
atau intramuskular diberikan segera setelah plasenta lahir (Wiknjosastro,
2017).
c. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan
trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan
bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan
pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut
yang menjadi karakteristik penyembuha luka. Regenerasi endometrum,
selesai pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas
tempat plasenta (Wiknjosastro, 2017).
d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah,
kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra terutama
mengandung darah dan debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran
menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari
darah lama, serum, leukosit dan denrus jaringan. Sekitar 10 hari setelah
bayi lahir, cairan berwarna kuning atau putih. Lochea alba mengandung
leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa
bertahan 2-6 minggu setelah bayi lahir (Wiknjosastro, 2017).
e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca
partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap
edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan
(Wiknjosastro, 2017).
f. Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke
ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali
terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol
pada wanita multipara (Wiknjosastro, 2017).
2. Sistem Endokrin
a. Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental laktogen, esterogen dan kortisol,
serta plasental enzime insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan.
Sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa
puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun secara mencolok
setelah plasenta keluar, penurunan kadar esterogen berkaitan dengan
pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang
terakumulasi selama masa hamil (Wiknjosastro, 2017)
b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan
tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita
menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar
follikel-stimulating hormon terbukti sama pada wanita menyusui dan
tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi
FSH ketika kadar prolaktin meningkat (Wiknjosastro, 2017).
3. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomen nya
akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.
Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan
sebelum hamil (Wiknjosastro, 2017).
4. Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia
pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan
sebelum hamil (Wiknjosastro, 2017).
5. Sistem cerna
a. Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan, ibu
merasa sangat lapar (Wiknjosastro, 2017).
b. Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selam waktu yang singkat setelah bayi lahir (Wiknjosastro, 2017).
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan (Wiknjosastro, 2017).
6. Payudara Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan
payudara selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionic
gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat
setelah bayi lahir (Wiknjosastro, 2017).
a. Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak
menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi
dilakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat
pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara teregang keras, nyeri
bila ditekan dan hangat jika di raba (Wiknjosastro, 2017).
b. Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan
kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba
hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar
48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu
(Wiknjosastro, 2017).
7. Sistem Perkemihan
Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses
melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung
kemih dapat mengalami hiperemis dan edema, seringkali disertai daerah-
daerah kecil hemoragi (Wiknjosastro, 2017).
8. Sistem Integumentasi
Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya
setelah bayi lahir. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha
dan panggul mungkin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya
(Wiknjosastro, 2017).

D. PATOFISIOLOGI
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna
maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam
keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan-
perubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang
terakhir ini karena pengaruh lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis
terhadap kelenjar-kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-
pembuluh darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit.
Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post partum
bentuk serviks agak menganga seperticorong, bentuk ini disebabkan oleh
korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan-perubahan yang
terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan
nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium
yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar
akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi
dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu.
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang merenggang
sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur kembali
seperti sedia kala (Nitasari, 2015).

E. PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan darah lengkap (Hb, Ht, Leukosit dan Trombosit) dan
pemeriksaan urine lengkap.
2. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan).
3. 6-8 jam pasca persalinan: istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan
kiri. Hari ke 1: memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar
dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas
serta pemberian informasi tentang senam nifas. Hari ke 2: mulai latihan
duduk.
4. Hari ke 3: diperkenankan latihan berdiri dan berjalan (Wiknjosastro, 2017)
F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan post partum meliputi :
1. Pemerikasaan umum: tensi, nadi, keluhan dan sebagainya
2. Keadaan umum: TTV, selera makan, dll
3. Payudara: air susu, putting
4. Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum
5. Sekret yang keluar atau lochea
6. Keadaan alat kandungan
7. Ultra sosografi untuk melihat sisa plasenta
8. Pemeriksaan darah lengkap (Hb, Ht, Leukosit dan Trombosit).
9. Cairan elektrolit sesuai indikasi (Hafifah, 2018).
G. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebab kematian terbanyak pada wanita selama periode
post partum. Perdarahan post partum adalah: kehilangan darah lebih dari 500 cc
setelah kelahiran. Kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-
tanda sebagai berikut, yaitu:
a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc.
b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg.
c. Hb turun sampai 3 gr % (Wiknjosastro, 2017).

Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya perdarahan


dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam
setelah melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan menjadi kasus
lainnya. Tiga penyebab utama perdarahan antara lain, yaitu:

a. Atonia uteri: pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan
baik dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum. Uterus
yang sangat teregang (hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan
dengan janin besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan
predisposisi untuk terjadinya atonia uteri (Wiknjosastro, 2017).
b. Laserasi jalan lahir: perlukan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera
(Wiknjosastro, 2017).
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Retensio plasenta adalah
tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit setelah bayi lahir
(Wiknjosastro, 2017).
d. Lain-lain
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus
sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka.
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut
pada uterus setelah jalan lahir hidup.
3) Inversio uteri (Wiknjosastro, 2017).
2. Infeksi puerperalis
Didefinisikan sebagai infeksi saluran reproduksi selama masa post partum.
Insiden infeksi puerperalis ini 1 %-8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38oC
dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum. Penyebab klasik adalah
streptococus dan staphylococus aureus dan organisasi lainnya.
3. Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak yang disebabkan oleh infeksi
puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran memiliki
resiko tinggi terjadinya endometritis (Wiknjosastro, 2017).
4. Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting
susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan, mastitis
umumnya di awali pada bulan pertama post partum (Wiknjosastro, 2017).
5. Infeksi saluran kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan resiko
infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan bakteri
gram negatif lainnya.
6. Tromboplebitis dan thrombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan meningkatnya
status vena menyebabkan relaksasi sistem vaskular, akibatnya terjadi
tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh darah yang dihasilkan dari
dinding pembuluh darah) dan thrombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis
superfisial terjadi 1 kasus dari 500-750 kelahiran pada 3 hari pertama post
partum (Wiknjosastro, 2017).
7. Emboli
Yaitu: partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil yang
menyebabkan kematian terbanyak di Amerika (Wiknjosastro, 2017).
8. Post partum depresi
Kasus ini kejadian nya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai beberapa
minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya.
Tanda-tanda nya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian, tidak aman, perasaan
obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung,
nyeri kepala, ganguan makan, dismenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada
sex dan kehilanagan semangat (Wiknjosastro, 2017).

H. PENATALAKSANAAN
1. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam
pasca persalian. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan kiri untuk
mencegah terjadinya trombosis dan tromboembloli. Pada hari ke 2
diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-jalan dan hari ke 4 sampai sudah
diperbolehkan pulang.
2. Diet
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori, sebaiknya makan makanan
yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan
3. Miksi
Hendaknya kencing akan dilakukan sendiri akan secepatnya. Bila kandung
kemih panuh dan sulit tenang, sebaiknya dilakukan katerisasi. Dengan
melakukan mobilisasi secepatnya tak jarang kesulitan miksi dapat diatasi.
4. Defekasi
Buang air besar harus dilakukan 3 sampai 4 hari pasca persalinan. Bila terjadi
opstipasi dan timbul koprostase hingga skibala tertimbun di rectum, mungkin
terjadi febris. Lakukan klisma atau berikan laksan per oral atatupun per rektal.
Dengan melakukan mobilisasi sedini mungkin tidak jarang kesulitan defekasi
dapat diatasi.
5. Perawatan payudara
a. Dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras dan
kering sebagai persiapan untuk menyusui bayi.
b. Jika puting rata sejak hamil ibu dapat menarik-narik puting susu. Ibu harus
tetap menyusui agar puting selalu sering tertarik.
6. Puting lecet
Dapat disebabkan cara menyusui atau perawatan payudara tidak benar dan
infeksi monilia. Penatalaksanaan dengan tekhnik menyusui yang benar, puting
harus kering saat menyusui, puting diberi lanolin. Monilia diterapi dengan
menyusui pada payudara yang tidak lecet. Bila lecetnya luas menyusuinya
ditunda 24 jam sampai 48 jam air susu ibu dikeluarkan dengan atau pompa.
7. Payudara bengkak
Payudara bengkak disebabkan pengeluaran air susu yang tidak lancar karena
bayi tidak cukup sering menyusui atau terlalu cepat disapih. Penatalaksanaan
dengan menyusui lebih sering dan kompres hangat. Susu dikeluarkan dengan
pompa dan pemberian analgesi.
8. Mastitis
Payudara tampak edema, kemerahan dan nyeri yang biasanya terjadi beberapa
minggu setelah melahirkan. Penatalaksanaan dengan kompres hangat atau
dingin, pemberian antibiotik dan analgesic, menyusui tidak dihentikan.
9. Abses payudara
Pada payudara dengan abses air susu ibu dipompa, abses dinsisi, diberikan
antibiotik dan analgesic
10. Laktasi
Umumnya produksi air susu ibu berlansung betul pada hari kedua dan ketiga
pasca persalinan. Pada hari pertama air susu mengandung kolostrum yang
merupakan cairan kuning lebih kental daripada susu, mengandung banyak
protein dan globulin (Hafifah, 2018).
II. KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI
Inersia uterus hipotenik adalah kontraksi uterus kurang dari normal, lemah
dan duris yang pendek.
B. ETIOLOGI
Hingga saat ini masih belum diketahui, akan tetapi terdapat beberapa
factor yang dapat mempengaruhi
a. Faktor umum
1) Primigravida terutama pada usia tua
2) Anemia dan asthenia
3) Perasaan tegang dan emosional
4) Pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin
5) Ketidaktepatan penggunaan analgetik
b. Faktor local
1) Overdistensi uterus
2) Perkembangan anomali uterus misal hypoplasia
3) Mioma uterus
4) Malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik
5) Kandung kemih dan rektum penuh

Tipe

1) Inersia Primer: Kontraksi uterus lemah sejak awal


2) Inersia Sekunder : Inersia berkembang setelah terdapat kontraksi uterus
yang sebelumnya baik
C. MANIFESTASI
1) Waktu persalinan memanjang
2) Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah atau dalam jangka waktu
pendek
3) Dilatasi serviks lambat
4) Membran biasanya masih utuh
5) Lebih rentan terdapatnya placenta yang tertinggal dan perdarahan paska
6) persalinan karena intarsia persisten 6. Tokografi Gelombang kontraksi
kurang dari normal dengan amplitude pendek
D. PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan umum :
a. Pemeriksaan untuk menentukan disproporsi, malresentasi atau
malposisi dan tetalaksana sesuai dengan kasus
b. Penatalaksaan kala 1 yang baik
c. Pemberian antiobiotik pada proses persalinan yang memanjang
terutama pada kasus dengan membrane plasenta telah pecah
2. Amniotomi
a. Bila cervik telah berdilatasi > 3 cm
b. Bila presentasi bagian terbawah janin telah berada pada bagian bawah
uterus
c. Ruptur membrane buatan (artificial) yang dapat menyebabkan
augmentasi kontraksi uterus. Hal ini terjadi karena pelepasan
prostaglandin, dan terdapatnya reflex stimulasi kontraksi uterus ketika
bagian presentasi bayi semakin mendekati bagian bawah uterus.
3. Oksitosin
5 unit oksitosin (syntocinon) dalam 500 cc glukosa 5% diberikan IV.
Tetesan infuse mulai dari 10 tetes/menit, dan kemudian meningkat secara
bertahap sehingga mendapatkan kontraksi uterus rata-rata 3x dalam 10
menit.
4. Metode persalinan
a. Persalinan per vaginam: Dengan menggunakan forceps, vakum atau
ekstraksi. Hal ini bergantung kepada bagian presentasi bayi, cerviks
telah pembukaan lengkap.
b. Operasi cesar sesario diindikasi pada: (1) Kegagalan denga metode
tersebut, (2) Kontraindikasi terhadap infuse oksitosin, missal pada
kasus disproporsi, (3) Distres fetal sebelum terjadi dilatasi cervical.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur ibu, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,
alamat, status perkawinan, rang rawat, nomor medical record, diagnosa
medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum, tanda vital
2. Keluhan utama
Nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, bengkak pada ekstremitas atau
tubuh, sering buang air kecil.
3. Data Riwayat penyakit
a) Riwayat keschatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan pasien. Pada PEB mcliputi
pusing, nycri kepala, nycri epigastrium, bengkak dan sering buang air kccil.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sckarang,
misalnya gizi kurang pada ibu, DM, jantung, hipertensi, masalah
ginckologi/urinary, penyakit endokrin, HIV/AIDS, dll
c) Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan meliputi pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas
sebelumnya bagi klien multipara. Jumlah kehamilan (GPA) jumlah anak
hidup, jumlah kelahiran premature, jumlah keguguran, jumlah persalinan
dengan tindakan, riwayat perdarahan, riwayat kehamilan dengan hipertensi,
berat badan bayi lahir
d) Riwayat Pekawinan:
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia 21 tahun atau di
atas 35 tahun (Bayitun, 2017).
4. Pemeriksaan Fisik.
a. Tanda Tanda Vital
Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu pada Ibu. Periksa tanda-tanda
vital tersebut setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah melahirkan
atau sampai stabil, kemudian periksa setiap 30 menit untuk jam-jam
berikutnya. Nadi dan suhu diatas normal dapat menunjukan kemungkinan
adanya infeksi. Tekanan darah mungkin sedikit meningkat karena upaya
untuk persalinan dan keletihan. Tekanan darah yang menurun perlu
diwaspadai kemungkinan adanya perdarahan post partum.
b. Kepala dan wajah
1) Rambut : melihat kebersihan rambut, warna rambut, dan kerontokan
rambut.
2) Wajah : adanya edema pada wajah atau tidak. Kaji adanya flek hitam.
3) Mata : konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemia kerena
perdarahan saat persalinan.
4) Hidung : kaji dan tanyakan pada ibu, apakah ibu menderita pilek atau
sinusitis.
5) Mulut dan gigi : tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami stomatitis, atau
gigi yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat menjadi pintu masuk bagi
mikroorganisme dan bisa beredar secara sistemik.
6) Leher, kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran kelenjar
tiroid. Kelenjar limfe yang membesar dapat menunjukan adanya infeksi,
ditunjang dengan adanya data yang lain seperti hipertermi, nyeri, dan
bengkak.
7) Telinga, kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada peradangan pada
telinga (Bayitun, 2017).
c. Pemeriksaan thorak
1) Inspeksi payudara
Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh terhadap produksi asi, perlu
diperhatikan bila ada kelainan, seperti pembesaran masif, gerakan yang
tidak simetris pada perubahan posisi kontur atau permukaan. Kaji kondisi
permukaan, permukaan yang tidak rata seperti adanya retraksi atau ada
luka pada kulit payudara perlu dipikirkan kemungkinan adanya tumor.
Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat menunjukan
adanya peradangan (Icemi & Wahyu, 2013).
2) Palpasi Payudara
Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi inspeksi ukuran,
bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi apakah ada nyeri tekan guna
menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari pertama post partum,
payudara tidak banyak berubah kecil kecuali sekresi kolostrum yang
banyak. Ketika menyusui, perawat mengamati perubahan payudara,
menginspeksi puting dan areola apakah ada tanda tanda kemerahan dan
pecah, serta menanyakan ke ibu apakah ada nyeri tekan. Payudara yang
penuh dan bengkak akan menjadi lembut dan lebih nyaman setelah
menyusui (Icemi & Wahyu, 2013).
d. Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi Abdomen
Kaji adakah striae dan linea alba. Kaji keadaan abdomen, apakah lembek
atau keras. Abdomen yang keras menunjukan kontraksi uterus bagus
sehingga perdarahan dapat diminimalkan. Abdomen yang lembek
menunjukan sebaliknya dan dapat dimasase untuk merangsang kontraksi.
2) Palpasi Abdomen
a) Tinggi Fundus Uteri: Segera setelah persalinan TFU 2 cm dibawah
pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun kira-
kira 1 cm setiap hari.
1. Hari kedua post partum TFU 1 cm dibawah pusat
2. Hari ke 3 - 4 post partum TFU 2 cm dibawah pusat
3. Hari ke 5 - 7 post partum TFU pertengahan pusatsymfisis
4. Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba lagi.
b) Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan
konteraksi uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan
terjadinya perdarahan.
c) Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi ateral biasanya
terdorong oleh bladder yang penuh.
d) Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan
yang hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal
saling menutup, yang menyebabkan rongga bagian tengah merata.
Ukuran uterus akan tetap sama selama 2 hari pertama setelah
pelahiran, namun kemudian secara cepat ukurannya berkurang oleh
involusi.
e) Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus
abdominis akibat pembesaran uterus jika dipalpasi.
e. Genetalia
Pengeluaran darah campur lender, memeriksa lochea, oliguria,
Proteinuria
f. Anus Kadang-kadang pada pasien nifas ada luka pada anus karena rupture
g. Ekstremitas atas dan bawah
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karena precklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal. Edema
pada kaki, tangan, dan jari. Pemeriksaan horman sign dilakukan untuk
mengetahui nycri pada betis setelah melahirkan cara pemeriksaan dengan
memposisikan ibu terlentang dengan tungkai ekstensi kemudian
didorsofleksikan.
h. Musculoskeletal
Pada pasien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena adanya
luka episiotomy (Icemi & Wahyu, 2013).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri melahirkan
2. Gangguan eliminasi urine
3. Resiko infeksi
4. Ketidakefektifan menyusui
5. Resiko kekurangan volume cairan
6. Gangguann pola tidur

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI KEPERAWATAN


KEPERAWATAN (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. D.0079. Nyeri Melahirkan Setelahdilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
Penyebab keperawatan selama waktu Observasi
1. Dilatasi serviks yang telah ditentukan - Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan tingkat nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
2. Pengeluaran janin menurun. Dengan kriteria nyeri
Gejala & Tanda Mayor: hasil: - Identifikasi skala nyeri
Subjektif 1. Keluhan nyeri menurun. - Identifikasi pengaruh nyeri pada
1. Mengeluh nyeri 2. Meringis menurun kualitas hidup
2. Perineum terasa tertekan 3. Gelisah menurun. - Monitor keberhasilan terapi
Objektif 4. Kesulitan tidur menurun. komplementer yang sudah diberikan
1. Ekspresi wajah meringis 5. Frekuensi nadi embaik - Monitor efek samping penggunaan
6. Tekanan darah membaik analgetik
2. Berposisi meringankan
nyeri Terapeutik
3. Uterus teraba membulat - Kontrol lingkungan yang
Gejala & Tanda Minor: memperberat rasa nyeri (mis.suhu
Subjektif ruangan, pencahayaan, kebisingan)
1. Mual - Fasilitasi istirahat dan tidur
2. Nafsu makan menurun/ Edukasi
meningkat - Jelaskan penyebab, periode, dan
Objektif pemicu nyeri
- Anjurkan menggunakan analgetik
1. Tekanan darah meningkat
secara tepat
2. Frekuensi nadi meningkat
Kolaborasi
3. Ketegangan otot menigkat
- Kolaborasi pemberian Analgetik
4. Pola tidur berubah
Perawatan pasca persalinan (I.07225)
5. Fungsi berkemih berubah
Observasi
6. Diaforesis
1. Monitor TTV
7. Gangguan perilaku
2. Periksa perineum (kemerahan,
8. Prilaku ekspresif
edema, ekimosis)
9. Pupil dilatasi
3. Monitor nyeri
10. Muntah
Terapeutik
11. Fokus pada diri sendiri
1. Kosongkan kandung kemih sebelum
Kondisi Klinis Terkait pemeriksaan
1. Proses persalinan 2. Bantu ibu melakukan ambulasi dini
3. Berikan kenyaman pada ibu
4. Fasilitasi ibu berkemih secara
normal
Edukasi
1. Ajarkan ibu mengatasi nyeri secara
nonfarmakologis (relaksasi nafas
dalam)
Terapi Relaksasi (I.09326)
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi penurunan tingkat
energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain
yang mengganggu kemampuan
kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang
pernah efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan,
dan penggunaan teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi
nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
5. Monitor respon terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan
tanpa gangguan dengan pencahayaan
dan suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan
irama lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan,
dan jenis relaksasi yang tersedia
(mis. musik, meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau
melatih teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi (mis. napas dalam,
peregangan, atau imajinasi
terbimbing)

2 D.0040. Gangguan Setelah diakukan tindakan Manajemen Eliminasi Urine (I.04152)


Eliminasi Urin keperawatan selama waktu Tindakan
Gejala & Tanda Mayor: yang telah ditentukan Observasi
Subjektif diharapkan Eliminasi Urine 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi
1. Desakan berkemih membaik dengan kriterian hasil atau inkontinensia urine
(urgensi) 1. Sensasi berkemih 2. Identifikasi faktor yang
2. Urin menetes (dribbling) menyebabkan retensi atau
meningkat
3. Sering buang air kecil inkontinensia urin
2. Desakan berkemih 3. Monitor eliminasi urin (mis.
4. Nokturia
5. Mengompol menurun frekuensi, konsistensi, aroma,
6. Enuresis 3. Distensi kandung kemih volume dan warna)
Objektif menurun Terapeutik
1. Distensi kandung kemih 4. Frekuensi BAK membaik 1. Catat waktu-waktu dan haluaran
2. Berkemih tidak tuntas 5. Karakteristik urine berkemih
(hesitancy) membaik 2. Batasi asupan cairan, jika perlu
3. Volume residu urin 3. Ambil sampel urine tengah
meningkat (midstream) atau kultur
Gejala & Tanda Minor: Edukasi
Subjektif 1. Ajarkan tanda gejala infeksi saluran
(tidak tersedia) kemih
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan
Objektif
haluaran urine
(tidak tersedia) 3. Ajarkan mengambil spesimen urine
Kondisi Klinis Terkait midstream
1. Infeksi ginjal dan saluran 4. Ajarkan mengenali tanda berkemih
kemih dan waktu yang tepat untuk
2. Hiperglikemi berkemih
3. Trauma 5. Ajarkan terapi modalitas, penguatan
4. Kanker otot-otot panggul atau berkemih
5. Cedera/tumor/infeksi 6. Anjurkan minum yang cukup, jika
medula spinalis tidak ada kontraindikasi
6. Neuropati diabetikum 7. Anjurkan mengurangi minum
7. Neuropati alkoholik menjelang tidur
8. Stroke Kolaborasi
9. Parkinson 1. Kolaborasi pemberian obat
10. Skeloris multiple supositoria uretra, Jika perlu
11. Obat alpha adrenergic
3 D.0029. Menyusui Tidak Setelah dilakukan Konseling Laktasi (I.03093)
Efektif tindakan keperawatan selama Tindakan
Penyebab waktu yang telah dotentukan Observasi
diharapkan status
1. Ketidakadekuatan suplai 1. Identifikasi keadaan emosional ibu
menyusui membaik. Dengan
ASI saat akan melakukan konseling
kriteria hasil:
2. Hambatan pada neonatus menyusui
1. Berat badan bayi
(mis. prematuritas, 2. Identifikasi keinginan dan tujuan
meningkat.
sumbing) menyusui
2. Miksi bayi lebih dari 8
3. Anomaly payudara (mis. 3. Identifikasi permasalahan yang Ibu
kali/24 jam.
puting yang masuk alami selama proses menyusui
3. Tetesan atau pancaran ASI
kedalam) Terapeutik
meningkat.
4. Ketidakadekuatan refleks 1. Gunakan teknik mendengarkan aktif
4. Suplai ASI adekuat.
oksitosin (mis. duduk sama tinggi, dengarkan
5. Ketidakadekuatan refleks permasalahan Ibu)
menghisap bayi 2. Berikan pujian terhadap perilaku ibu
6. Payudara bengkak yang benar
7. Riwayat operasi payudara Edukasi
8. Kelahiran kembar 1. Ajarkan teknik menyusui yang tepat
Situasional sesuai kebutuhan ibu
9. Tidak rawat gabung Edukasi Menyusui (I.12393)
10. Kurang terpapar informasi
Tindakan
tentang pentingnya
menyusui dan/atau metode Observasi
menyusui 1. Identifikasi kesiapan dan
11. Kurangnya dukungan kemampuan menerima informasi
keluarga 2. Identifikasi tujuan atau keinginan
12. Faktor budaya menyusui
Gejala & Tanda Mayor: Terapeutik
Subjektif 1. Sediakan materi dan media
1. Kelelahan maternal pendidikan kesehatan
2. Kecemasan maternal 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan
Objektif sesuai kesepakatan
1. Bayi tidak mampu 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
melekat pada payudara ibu 4. Dukung ibu mengingatkan
2. ASI tidak kepercayaan diri dalam menyusui
menetes/memancar 5. Libatkan sistem pendukung: suami,
3. BAK bayi kurang dari 8 keluarga, tenaga kesehatan dan
kali dalam 24 jam masyarakat
4. Nyeri dan atau lecet terus Edukasi
menerus setelah minggu 1. Berikan konseling menyusui
kedua 2. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu
dan bayi
Gejala & Tanda Minor: 3. Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui
Subjektif dan peletakan (lacth on) dengan
(tidak tersedia) benar
4. Ajarkan perawatan payudara
Objektif
antepartum dengan mengkompres
1. Intake bayi tidak adekuat dengan kapas yang telah diberikan
2. Bayi menghisap tidak minyak kelapa
terus menerus 5. Ajarkan perawatan payudara
3. Bayi menangis saat postpartum (mis. memerah ASI, pijat
disusui payudara, pijat oksitosin)
4. Bayi rewel dan menangis
dalam jam-jam pertama
setelah menyusui
5. Menolak untuk menghisap
Kondisi Klinis Terkait
1. Abses payudara
2. Mastitis
3. Carpal tunnel syndrome

4 D.0142 Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)


Berisiko mengalami tindakan keperawatan selama Tindakan
waktu yang telah ditentukan Observasi
peningkatan terserang diharapkan tingkat infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
organisme patogenik. menurun. Dengan kriteria hasil: lokal dan sistemik.
1. Kebersihan tangan Terapeutik
Faktor Risiko meningkat. 1. Batasi jumlah pengunjung.
- Penyakit kronis (miss 2. Kebersihan badan 2. Berikan perawatan kulit pada area
meningkat. edema.
diabetes melitus) 3. Demam menurun. 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
- Efek prosedur 4. Kemerahan menurun. kontak dengan klien dan lingkungan
5. Nyeri menurun. klien.
pembedahan 6. Bengkak menurun 4. Pertahankan teknik aseptik pada
- Malnutrisi 7. Kadar sel darah putih klien berisiko tinggi.
membaik. Edukasi
- Peningkatan paparan 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
organisme patogen 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
lingkungan
- Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer
- Gangguan peristaltic
- Kerusakan integritas kulit
- Perubahan sekresi pH
- Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
sekunder: Penurunan
hemoglobin
Kondisi Klinis Terkait
- AIDS
- Luka bakar
- Penyakit paru obstruktif
kronis
- Diabetes melitus
- Tindakan invasive
- Penyalahgunaan Obat
- Gagal ginjal
- Gangguan fungsi hati

Anda mungkin juga menyukai