DISUSUN OLEH:
A. LATAR BELAKANG
Hospitalisasi adalah pengalaman penuh cemas baik bagi anak maupun
keluarganya. Kecemasan utama yang dialami dapat berupa perpisahan dengan
keluarga, kehilangan kontrol, lingkungan yang asing, kehilangan kemandirian dan
kebebasan. Reaksi anak dapat dipengaruhi oleh perkembangan usia anak,
pengalaman terhadap sakit, diagnosa penyakit, sistem dukungan dan koping
terhadap cemas (Nursalam, 2013).
Kecemasan hospitalisasi pada anak dapat membuat anak menjadi susah
makan, tidak tenang, takut, gelisah, cemas, tidak mau bekerja sama dalam
tindakan medikasi sehingga mengganggu proses penyembuhan anak, masa
hospitalisasi pada anak prasekolah juga dapat menyebabkan post traumatic stres
disorder (PSTD) yang dapat menyebabkan trauma hospitalisasi berkepanjangan
bahkan setelah anak beranjak dewasa (Perkin, 2013).
Untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh anak dapat diberikan
terapi bermain. Bermain dapat dilakukan oleh anak yang sehat maupun sakit.
Walaupun anak sedang mengalami sakit, tetapi kebutuhan akan bermain tetap ada
(Katinawati, 2011). Bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang natural
bagi anak-anak. Bermain merupakan dasar pendidikan dan aplikasi terapeutik
yang membutuhkan pengembangan pada pendidikan anak usia dini (Suryanti,
2011).
Bermain dan anak sangat erat kaitannya dan menjadi kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Aktivitas bermain pada anak menggunakan seluruh emosi,
perasaan, dan pikirannya, melalui kegiatan bermain semua aspek perkembangan
anak ditumbuhkan sehingga anak bisa menjadi lebih sehat dan cerdas
(Adriana,2013).
Tujuan menerapkan terapi bermain pada anak di rumah sakit adalah agar
anak dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama perawatan, agar
dapat mengekspresikan pikiran dan fantasi anak, agar anak dapat
mengembangkan kreatifitas melalui pengalaman bermain yang tepat dan agar
anak dapat beradaptasi secara efektif dengan lingkungan yang baru yaitu
rumah sakit sehingga kecemasan anak karena hospitalisasi dapat berkurang
karena terapi bermain tersebut (Adriana, 2011).
Salah satu upaya untuk menurunkan kecemasan yaitu melalui kegiatan
terapi bermain. Permainan adalah satu dari aspek yang paling penting dalam
kehidupan seorang anak, dan merupakan salah satu cara yang paling efektif
untuk menghadapi dan mengatasi stres. Berdasarkan hal tersebut, walaupun
anak dalam kondisi sakit dan dirawat di rumah sakit, tetapi bermain perlu
dilaksanakan agar anak tidak merasa cemas. Untuk itu perlu diperhatikan
permainan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. salah satunya
terapi memperkenalkan warna.
Warna merupakan unsur-unsur keindahan, karena dengan warna semua
akan menjadi indah. Menurut Sulasmi Darma Prawira dalam warna sebagai
salah satu unsur seni dan desain, (1989) mengemukakan warna adalah
“Salah satu keindahan dan desain selain unsur visual seperti garis, bidang,
bentuk nilai dan ukuran”. Teori warna menurut ilmu alam dan pigmen
dijelaskan bahwa warna dan ilmu alam terdiri dari dua unsur spectrum
(cahaya). Warna ada tiga spectrum yang mempunyai panjang yang sama
yaitu sinar merah, sinar kuning dan sinar biru. Tanggapan psikologis untuk
warna termasuk perubahan suasana hati dan perhatian (Engelbrecht &
Shabha dalam Nicola J. Pitchford and Kathy T. Mullen 2001). Otak
melepaskan hormon yang mempengaruhi suasana hati, kejernihan mental,
dan tingkat energi ketika warna ditularkan melalui mata (Engelbrecht, dalam
Kristi S. Gaines, Zane D. Curry, 2011). Baldwin (1989) menemukan bahwa,
pada anak-anak berusia 2 tahun lebih mungkin untuk mencocokkan benda
atas dasar bentuk (Kristi S. Gaines, Zane D. Curry, 2011).
Mengenalkan warna dan gambar dapat menjadi salah satu media bagi
perawat untuk mampu mengenali tingkat perkembangan anak. Kemampuan
mengenal warna dan gambar melalui proses pembelajaran ini dimaksudkan
untuk melihat kemampuan kognitif pada anak dalam hal mengenali warna
dan gambar.
Dalam proses pembelajaran anak akan dikenalkan pada warna dan
gambar diharapkan anak dapat mengetahui warna dan gambar melalui
pengalaman belajarnya. Pemberian intervensi ini akan memberikan efek
relaksasi pada tubuh serta dapat memberikan rangsang emosi pada system
limbic, sehingga terjadi pengontrolan perilaku maladatif di hipotalamus
(Wong, Donna L. 2003). Oleh karena itu, sangat pentingnya kegiatan
bermain terhadap tumbuh kembang anak dan untuk mengurangi kecemasan
akibat hospitalisai, maka akan dilaksanakan terapi bermain pada anak usia
toddler dengan cara mengenal warna dan gambar.
B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Meminimalkan dampak hospitalisasi pada anak
2. TUJUAN KHUSUS
a. Untuk mengurangi kejenuhan anak pada saat menjalani perawatan.
b. Untuk meningkatkan adaptasi efektif pada anak terhadap stress karena
penyakit dan dirawat
c. Untuk meningkatkan kemampuan daya tangkap atau konsentrasi anak.
d. Untuk meningkatkan koping yang efektif untuk mempercepat
penyembuhan.
e. Untuk menambah pengetahuan mengenali warna dan gambar.
f. Untuk mengembangkan imajinasi pada anak
A. Konsep Bermain
1. Pengertian Bermain
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan
sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan
diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal
waktu, jarak serta suara (Wong, 2010).
Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi perkembangan dan
pertumbuhan anak. Bermain harus dilakukan atas inisiatif anak dan atas
keputusan anak itu sendiri. Bermain harus dilakukan dengan rasa senang,
sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan proses
belajar pada anak (Diana, 2010).
Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak, baik fisik,
emosi mental, intelektual, kreativitas maupun sosial (Soetjiningsih, 2014). Terapi
merupakan penerapan sistematis dari sekumpulan prinsip belajar terhadap suatu
kondisi atau tingkah laku yang dianggap menyimpang dengan tujuan melakukan
perubahan.
2. Fungsi Bermain
Fungsi bermain menurut Adriana (2011) berfungsi untuk merangsang
perkembangan sensorimotor, perkembangan intelektual, sosialisasi, kreativitas,
kesadaran diri, nilai moral dan manfaat terapeutik.
a. Perkembangan sensorimotor : aktivitas sensorimotor adalah komponen utama
bermain pada semua usia. Permainan aktif penting untuk perkembangan otot
dan bermanfaat untuk melepaskan kelebihan energi. Melalui stimulasi taktil,
auditorius, visual dan kinestetik, bayi memperoleh kesan. Todler dan
prasekolah sangat menyukai gerakan tubuh dan mengeksplorasi segala
sesuatu di ruangan.
b. Perkembangan intelektual : melalui eksplorasi dan manipulasi, anak-anak
belajar mengenal warna, bentuk, ukuran, tesktur dan fungsi objek-objek.
Ketersediaan materi permainan dan kualitas keterlibatan orang tua adalah dua
variabel terpenting yang terkait dengan perkembangan kognitif selama masa
bayi dan prasekolah.
c. Sosialisasi : perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi
dengan lingkungannya. Anak dapat belajar membentuk hubungan sosial dan
menyelesaikan masalah, belajar pola perilaku dan sikap yang diterima
masyarakat dengan melalui bermain.
d. Kreativitas : anak-anak bereksperimen dan mencoba ide mereka dalam
bermain. Kreativitas terutama merupakan hasil aktivitas tunggal, meskipun
berpikir kreatif sering kali ditingkatkan dalam kelompok. Anak merasa puas
ketika menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
e. Kesadaran diri : melaui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya
dalam mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuan
diri dan membandingkannya dengan orang lain. Bermain juga dapat menguji
kemampuan anak dengan mencoba berbagai peran serta mempelajari dampak
dari perilaku mereka terhadap orang lain.
f. Nilai moral : anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya
terutama dari lingkungan. Anak yang bermain dapat memperoleh kesempatan
untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya. Anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar
membedakan sesuatu dan bertanggung jawab.
g. Manfaat terapeutik : bermain bersifat terapeutik pada berbagai usia. Bermain
memberikan sarana untuk melepaskan diri dari ketegangan dan stress yang
dihadapi di lingkungan. Anak dapat mengekspresikan emosi dan melepaskan
impuls yang tidak dapat diterima dalam bermain dengan cara yang dapat
diterima masyarakat. Anak-anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan,
rasa takut, kecemasan dan keinginan mereka kepada pengamat yang tidak
dapat mereka ekspresikan melalui bermain.
d. Melatih bersosialisasi
Bermain juga penting dilakukan untuk melatih bersosialisasi anak sejak dini.
Kebanyakan orang tua selama ini mendidik anaknya agar menjadi anak yang
berprestasi akademik. Hal tersebut memang bukan hal yang salah, namun
ketika anaknya hanya dituntut belajar sepanjang waktunya, kemampuan
bersosialisasi anak dengan banyak orang dan lingkungan akan berkurang.
Bermain sangat penting dilakukan, untuk itu berilah waktu anak untuk
bermain dan biarkan anak bermain dengan teman sebayanya. Pentingnya
bermain yaitu agar ia dapat bersosialisasi dengan teman dan lingkungan.
e. Mengajarkan berbagi
Ketika anak bermain bersama, biarkan anak membagikan mainannya dengan
teman bermainnya, sehingga akan mengurangi sikap egois dalam diri anak,
dan menanamkan sikap berbagi sejak kecil. Bermain merupakan salah satu
cara penanaman nilai moral sejak dini. Anak yang suka menyendiri,
cenderung memiliki sikap individualis dan egois dibandingkan anak yang
suka bermain bersama teman-temannya, karena dengan bermain bersama,
mereka akan saling berbagi dan menghargai.
f. Melatih beradaptasi dan berkomunikasi
Ketika bermain, khususnya ketika ia bermain diluar rumah, maka ia akan
mengenal lingkungan dan berusaha bergaul dengan anak-anak lain. Ini dapat
menjadi ajang untuk melatih anak beradaotasi dan berkomunikasi dengan
teman-temannya. Melalui permainan, mereka akan saling bertanya dan
mengobrol yang dapat melatihnya kemampuan berbicara.
c. Puzzle
Puzzle akan membantu anak usia prasekolah dalam mengembangkan
koordinasi dan ketangkasan, serta mengajarinya mengenai hubungan spasial
(dimana satu hal berkaitan dengan lainnya) dan berpikir logis.
d. Bermain peran
Anak usia prasekolah sudah mulai mengidentifikasi peran gender tertentu.
Anak perempuan mungkin akan bermain rumah-rumahan menggunakan
boneka, sementara anak laki-laki mulai berperan sebagai mekanik dengan
menggunakan mainan seperti obeng plastik. Anak laki-laki mungkin akan
berpura-pura memperbaki peralatan yang rusak, sementara anak perempuan
berpura-pura memasak.
B. Konsep Hospitalisasi
1. Definisi Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama proses tersebut,
anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa
penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh
stress (Supartini, 2009).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap orang.
Khususnya hospitalisasi pada anak merupakan stressor baik terhadap anak itu
sendiri maupun terhadap keluarga. Stres pada anak disebabkan karena mereka
tidak mengerti mengapa mereka dirawat atau mengapa mereka
terluka.Lingkungan yang asing, kebiasaan-kebiasaan yang berbeda, perpisahan
dengan keluarga merupakan pengalaman yang dapat mempengaruhi
perkembangan anak. Stres akibat Hospitalisasi akan menimbulkan perasaan tidak
nyaman baik pada anak maupun pada keluarga, hal ini akan memacu anak untuk
menggunakan mekanisme koping dalam menangani stress. Jika anak tidak
mampu menangani stress dapat berkembang menjadi krisis.
5. Reaksi Keluarga Terhadap Anak Yang Sakit Dan Dirawat Dirumah Sakit
Seriusnya penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap anggota dalam
keluarga :
a. Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan dirawat dirumah
sakit. Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang informasi tentang
prosedur dan pengobatan anak serta dampaknya terhadap masa depan anak.
Orang tua bereaksi dengan tidak percaya terutama jika penyakit ananknya
secara tiba-tiba dan serius.
Setelah menyadari tentang keadaan anak, maka mereka akan bereaksi dengan
marah dan merasa bersalah, sering menyalahkan diri karena tidak mampu
merawat anak sehingga anak menjadi sakit.
b. Reaksi Sibling
Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit adalah
marah, cemburu, benci dan bersalah.Orang tua seringkali mencurahkan
perhatiannya lebih besar terhadap anak yang sakit dibandingkan dengan anak
yang sehat. Hal ini akan menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang
sehat dan anak merasa ditolak.
a. Perkembangan Biologis
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan
berikutnya. Pertumbuhan tubuh yang meningkat baik menyangkut
pertumbuhan berat dan tinggi maupun kekuatannya memungkinkan anak
untuk dapat lebih mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi
terhadap lingkungannya dengan tanpa bantuan orangtuanya (Yusuf, 2005).
Pada anak usia prasekolah, pertumbuhan fisik melambat dan stabil, dengan
penambahan berat rata-rata 2-3 kg pertahun, dan tinggi badan rata-rata 6,5-9
cm pertahun serta bagian perut anak menjadi rata dan tubuh menjadi
langsung, tetapi kuat (Hockenberry & Wilson, 2007).
Perkembangan motorik kekuatan anak meningkat dan mengalami perbaikan
yang merupakan persiapan kemampuan belajar, seperti berjalan, berlari dan
melompat. Kemampuan motorik anak prasekolah menurut Yusuf (2005)
dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Usia 3-4 tahun
Kemampuan motorik kasar yang dimiliki anak berupa : naik dan turun
tanggam meloncat dengan dua kaki, dan melempar bola, sedangkan
kemampuan motorik halus yang dimiliki anak berupa menggunakan
krayon, menggunakan benda/alat, dan meniru bentuk (meniru gerakan
orang lain).
2) Usia 4-6 tahun
Kemampuan motorik kasar yang dimiliki anak berupa meloncat,
mengendarai sepeda, menangkap bola, dan bermain olahraga, sedangkan
kemampuan motorik halus yang dimiliki anak berupa menggunakan
pensil, menggambar memotong dengan gunting, dan menulis huruf cetak.
b. Perkembangan Psikososial
Perkembangan psikososial anak usia prasekolah menurut Erikson berada pada
fase sense initiative, dimana anak pada tahap ini giat belajar, mereka bermain,
bekerja dan hidup, dan merasa mampu menyelesaikan dan puas terhadap
aktivitas mereka (Hockenberry & Wilson, 2007). Konflik muncul ketika anak
melampaui keterbatasan kemampuan mereka dan anak mengembangkan
perasaan bersalah dan selanjutnya timbul kecemasan dan ketakutan ketika
orangtua membuat mereka merasa bahwa imajinasi dan aktivitasnya tidak
dapat diterima atau tidak sesuai dengan harapan orangtua (Hockenberry &
Wilson, 2007; Muscari, 2005).
Orangtua dapat menggunakan cerita untuk membantu imajinasi yang
menyenangkan, meningkatkan keahlian berbahasa, mendorong anak untuk
mengungkapkan perasaan dan mengekspresikan emosinya, dan menggunakan
bermain sebagai wahana yang terbaik dalam menyalurkan marah atau
frustrasi (Hockenberry & Wilson, 2007). Beberapa jenis emosi yang
berkembang pada masa usia prasekolah, yaitu :
1) Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap
membahayakan (Yusuf, 2005). Pengalaman anak selama periode usia
prasekolah umumnya perasaan takut lebih dominan dibandingkan dengan
periode usia lain, dimana rasa takut ini mudah muncul dan berasal dari
tindakan dan penilaian orangtua, namun pada umumnya rasa takut terjadi
pada kondisi seperti kegelapan, ditinggal sendiri, terutama pada saat
menjelang tidur, binatang terutama binatang yang besar, hantu, mutilasi
tubuh, nyeri, dan objek serta orang-orang yang berhubungan dengan
pengalaman yang menyakitkan (Muscari, 2005). Reaksi anak terhadap rasa
takut adalah panik, kemudian menjadi lebih khusus seperti lari,
menghindar, dan bersembunyi, menangis dan menghindari situasi yang
menakutkan (Hurlock, 1998).
Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalu tahapan sebagai berikut:
mula-mulai tidak takut karena anak belum sanggup melihat kemungkinan
bahaya yang terdapat dalam objek, timbul rasa takut seteah mengenal
adanya bahaya, dan rasa takut bisa hilang kembali setelah mengetahui
cara-cara menghindar dari bahaya (Yusuf, 2005).
2) Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada
objeknya, dan muncul dari situasi-situasi yang dikhayalkan, berdasarkan
penglaman yang diperoleh, buku-buku bacaan/komik, radio atau film
(Yusuf, 2005).
3) Marah, merupakan perasaan tidak senang atau benci terhadap orang lain,
diri sendiri atau objek tertentu, yang merupakan reasksi terhadap situasi
frustasi yang dialami sebagai akibat dari kekecewaan atau perasaan tidak
senang karena adanya hambatan dalam pemenuhan keinginan yang
diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata kasar) atau nonverbal (seperti
mencubit, memukul, menendang, dan merusak) (Yusuf, 2005).
4) Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang
telah merebut kasih sayang daru seseorang yang telah mencurahkan kasih
sayang kepadanya. Perasaan ini biasanya diikuti dengan ketegangan yang
dapat diredakan dengan reaksi-reaksi berikut : agresif atau permusuhan
terhadap saingan, regresif yaitu perilaku kekanak-kanakan seperti
mengompol atau menghisap jempol, sikap tidak peduli, dan menjauhkan
diri dari saingan (Yusuf, 2005).
5) Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, yaitu perasaan yang positif,
nyaman, karena terpenuhinya keinginan dan anak mengungkapkannya
dengan tersenyum, tertawa, bertepuk tangan, melompat-lompat, atau
memeluk benda atau orang yang membuatnya bahagia (Hurlock, 1998;
Yusuf, 2005).
6) Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian atau
perlindungan terhadap orang lain, hewan atau benda, dimana perasaan ini
berkembang berdasarkan pengalamannya yang menyenangkan (Yusuf,
2005).
7) Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya,
dimana hal ini terjadi akibat perlakuan orangtua yang menakut-nakuti
sebagai cara orangtua menghukum atau menghentikan perilaku anak yang
tidak disukai (Yusuf, 2005).
8) Ingin tahu (curiosity), yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala
sesuatu atau objek-objek, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik. Reaksi
anak terhadap keingintahuan adalah dalam bentuk penjelajahan
sensomotorik, kemudian sebagai akibat tekanan sosial atau hukuman ia
bereaksi dengan bertanya, dimana masa bertanya ini dimulai pada usia 3
tahun dan mencapai puncaknya pada usia sekita 6 tahun.
c. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif anak usia prasekolah menurut Piaget berada pada fase
praoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menyelesaikan
kegiatan-kegiatan secara mental yang logis, mereka hanya dapat berpikir satu
ide pada satu waktu dan tidak dapat berpikir untuk semua bagian pada waktu
yang menyeluruh. Fase ini ditandai dnegan berkembangnya representaional
atau “symbolic function”, yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk
mempresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol
(kata-kata, gesture/bahasa gerak, dan benda) (Yusuf, 2005). Berpikir secara
simbolik dipandang lebih maju dari berpikir pada fase sensorimotor. Namun
kemampuan berpikir ini masih mengalami keterbatasan. Yusuf (2005)
mengemukakan keterbatasan yang menandai fase praoperasional ini sebagai
berikut :
1) Egosentrisme, yang maksudnya bukan selfisness (egois) atau arogan
(sombong), namun merujuk kepada deferensiasi diri, lingkungan orang
lain yang tidak sempurna dan kecnderungan untuk mempersepsi,
memahami, dan menafsirkan sesuatu berdasarkan sudut pandang sendiri.
Salah satu implikasinya, anak tidak dapat memahami persepsi konseptual
orang lain seprti anak sedang memegang sebuah buku secara tegak dan
menunjuk dalam satu gambar yang ada di dalamnya sambil bertanya ke
ibunya “gambar apa ini?” Dia tidak menyadari bahwa ibunya yang
menghadap kepadanya tidak bisa melihat gambar tersebut dari arah
belakang buku tersebut.
2) Kaku dalam berpikir (rigidity of thought). Salah satu karalteristik berpikir
praoperasional adalah kaku (frozen). Salah satu contohnya, berpikir itu
bersifat centration (memusat), yaitu kecenderungan berpikir atas dasar
satu dimensi, baik mengenai objek maupun peristiwam dan tidak menolak
dimensi-dimensi lainnya. Piaget memperlihatkan dua gelas yang berisi
cairan yang sama tingginya, lalu pada anak ditanyakan apakah kedua gelas
berisi jumlah cairan yang sama, dengan mudahnya anak menjawab. Anak
berikutnya diminta untuk menuangkan sendiri salah satu isi dari kedua
gelas itu ke gelas lain yang lebih pendek dan lebih besar. Kepada anak
ditanyakan ulang, mana yang lebih banyak isinya, gelas yang semula atau
gelas yang baru. Anak menjawab bahwa jumlah cairan di gelas yang
semula lebih banyak karena permukaan cairannya lebih tinggi.
Kemampuan anak disini dapat terlihat yang terpusat hanya pada satu
dimensi persepsi, yaitu tinggi.
3) Semilogical reasoning. Anak-anak mencoba untuk menjelaskan peristiwa-
peristiwa alam yang misterius, yang dialaminya dalam kehidupan sehari-
hari. Salah satu pemecahannya dalam menjelaskannya itu dianalogikan
dengan tingkah laku manusia.
d. Perkembangan Moral
Teori perkembangan moral menurut Kohelberg disebutkan bahwa
perkembangan moral didasarkan pada perkembangan kognitif dan meliputi 3
tahapan besar, yaitu prekonvensional, konvensional, dan postkonvensional.
Yusuf (2005) juga membahas tentang perkembangan moral pada anak usia
prasekolah sebagai berikut:
1) Pada periode usia prasekolah ini anak telah memiliki dasar tentang sikap
moralitas terhadap kelompok sosialnya yang diperoleh dari penglaman
berinteraksi dengan orang lain, sehingga anak belajar memahami konsep-
konsep baik buru dan benar salah. Berdasarkan pengalaman ini maka anak
harus dilatih mengenaik bagaimana mereka harus bertingkah laku dengan
memberikan penjelasan tentang alasannya.
2) Penanaman disiplin dengan disertai alasan diharapkan self-control atau
self-discipline (kemampuan mengendalikan diri atau mendisiplinkan diri
berdasarkan kesadaran diri) dapat berkembang pada anak.
3) Perkembangan kesadaran sosial pada anak usia prasekolah juga meliputi
sikap simpati, murah hati, atau kepedulian terhadap kesejahteraan orang
lain.
e. Perkembangan Spiritual
Perkembangan spiritual pada anak-anak dipengaruhi oleh tingkat kognitif
mereka yang terungkap dalam kemampuan berbahasa. Menurut Hockenberry
& Wilson (2007) bahwa pengetahuan anak tentang kepercayaan dan
ketuhanan dipelajari dari kenyataan yang ada di lingkungan mereka. Biasanya
kepercayaan dan prakteknya terbentuk dari orangtua. Perkembangan dari
suara hati adalah sangat kuat untuk perkembangan spiritual. Anak pada usia
ini mempelajari benar dari kesalahan dan pembenaran untuk menghindari
hukuman. Perbuatan salah mendukung perasaan bersalah dan anak prasekolah
biasanya salah mengartikan bahwa sakit adalah hukuman. Mengobservasi
tradisi religius dan berpartisipasi dalam masyarakat religius dapat membantu
anak terindungi dari periode penuh stress seperti dirawat di rumah sakit dan
kejadian trauma lainnya (Hockenberry & Wilson, 2007). Menurut Yusuf
(2005), kesadaran beragama pada anak usia prasekolah ditandai dengan ciri-
ciri sebagai berikut :
1) Sifat keagamaannya bersifat reseptif (menerima) meskipun banyak
bertanya.
2) Pandangan ketuhanannya bersifat anthropormoph (dipersonifikasikan).
3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam)
meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai
kegiatan ritual.
4) Hal ketuhanan dipahamkan secara idiosyncritic (menurut khayalan
pribadinya) sesuai dengan taraf berpikirnya yang masih bersifat egosentrik
(memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
g. Perkembangan Seksual
Perkembangan seksual selama usia prasekolah adalah penting untuk identitas
seksual (Hockenberry & Wilson, 2007). Hockenberry dan Wilson (2007) juga
mengatakan bahwa perkembangan identitas jenis kelamin diakui, kesopanan
dan ketakutan terhadap mutilasi menjadi suatu perhatian. Anak prasekolah
mengidentifikasi jenis kelamin yang sama dengan orangtua serta
mempraktekkan dan mencontoh orangtua seperti cara berpakaian, mengasuh,
perawatan, disiplin, dan berjalan yang penekanannya pada beberapa aspek
perilaku berorientasi jenis kelamin. Anak prasekolah memiliki kemampuan
berbahasa dan kognitif yang lebih baik daripada anak usia todler sehingga
mereka mampu meneliti identitas jenis kelamin. Meningkatnya penelitian
menunjukkan bahwa identifikasi gender tidak semata-mata faktor biologi atau
genetik tetapi utamanya akibat faktor psikologi postnatal yang kompleks.
h. Perkembangan Sosial
Yusuf (2005) menyebutkan bahwa anak usia prasekolah khususnya sejak
mereka berusia 4 tahu, perkembangan sosialnya sudah tampak jelas karena
mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-
tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah :
1) Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga
maupun dalam lingkungan bermain.
2) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada aturan.
3) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
4) Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain atau teman-teman
sebaya.
b. Uraian Tugas
1) Leader
Menjelaskan tujuan bermain
Mengarahkan proses kegiatan pada anak
Menjelaskan aturan bermain pada anak
Mengevaluasi perasaan anak setelah bermain
2) Fasilitator
Menyiapkan alat-alat permainan
Memberi motivasi kepada anak untuk mendengarkan apa
yang sedang dijelaskan
Mempertahankan kehadiran anak
Mencegah gangguan/hambatan terhadap anak baik luar
maupun dalam
3) Observer
Mencatat dan mengamati respon anak selama terapi
bermain baik verbal maupun nonverbal
Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan
perilaku anak selama terapi bermain
Mencatat dan mengamati anak aktif dari program terapi
bermain
Terapis Waktu Subjek Terapi
Persiapan (Pra Interaksi) 5 menit Ruangan, alat-alat
Persiapan Pasien permainan, anak dan
A. Anak dan orang tua diberitahu keluarga sudah siap
tujuan bermain.
b. Melakukan kontrak waktu dan
tempat pelaksanaan.
c. Mengecek kesiapan dan
kondisi anak untuk bermain (anak
tidak mengantuk, anak tidak
rewel, kondisi anak
memungkinkan untuk diajak
bermain, keadaan umum anak
membaik).
d. Bermain dapat dilakukan di
tempat tidur anak atau
duduk/disesuaikan dengan kondisi
anak.
Persiapan Peralatan
a. Menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan seperti kertas
bergambar buah-buahan yang
memiliki warna dan kertas
berwarna.
b. Mencek kembali kelengkapan
peralatan yang akan dipergunakan.
Pembukaan (Orientasi) 5 menit Anak dan keluarga
a. Mengucapkan salam. menjawab salam, anak
b. Memperkenalkan diri. saling berkenalan, anak
c. Anak yang akan bermain saling dan keluarga
berkenalan. memperhatikan terapis
d. Memanggil anak dengan nama
panggilan yang dia senangi.
e. Menjelaskan tujuan dan langkah-
langkah pelaksanaan kegiatan
terapi bermain dengan bercerita
pada orang tua/anak.
f. Memberi kesempatan pada anak
dan orang tua untuk bertanya
kalau ada hal yang belum jelas.
g. Menanyakan kesiapan anak
sebelum kegiatan dilakukan.
h. Meminta persetujuan (informed
consent) orang tua responden.
Tahap Kerja 15 menit Anak dan keluarga
a. Memberi petunjuk pada anak memperhatikan
tentang prosedur bermain. penjelasan terapis, anak
b. Memotivasi keterlibatan anak dan melakukan kegiatan yang
orang tua. diberikan oleh terapis,
c. Mempersilahkan anak untuk anak dan keluarga
memilih tempat duduk yang memberikan respon yang
disenangi. baik.
d. Anak mulai menebak warna
didampingi oleh orang tua anak,
leader dan fasilitator selama 10
menit.
e. Mengobservasi emosi dan
hubungan interpersonal anak.
f. Menanyakan perasaan anak
apakah sudah merasa bosan.
g. Memberi pujian ketika anak
berhasil mengikuti cerita sampai
akhir.
h. Meminta anak menunujukkan
wana apa yang diminta leader.
i. Memberikan Reward kepada anak.
j. Mengakhiri permainan.
8. Antisipasi Masalah
1. Penanganan Anak-anak yang tidak aktif selama Terapi Bermain :
a. Memanggil nama anak.
b. Memberi kesempatan kepada anak untuk memberikan respon
positifnya.
2. Anak yang meninggalkan acara kegiatan Terapi Bermain :
a. Memanggil nama anak.
b. Menanyakan alasan meninggalkan kegiatan.
c. Memberikan penjelasan tujuan kegiatan dan anjurkan anak balik
keruangan setelah acara berakhir.
3. Bila Anak di luar kelompok ingin ikut kegiatan :
a. Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini dilakukan untuk anak-anak
yang mengikuti terapi aktivitas bermain. Katakan pada Anak bahwa
kegiatan lain yang mungkin dapat diikuti oleh anak tersebut.
b. Jika Anak memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak
memberi peran pada kegiatan tersebut.
Jakarta: EGC.
Wong, W. (2000). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik Edisi 2.
Supartini. (2004). Buku Ajar Konsep Jakarta : EGC.
Dasar Keperawatan Anak, Jakarta
:
EGC. Wong, D. L. (2004). Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik Alih Bahasa.
Jakarta : EGC.
Suryanti. (2011). Pengaruh Terapi
Bermain Mewarnai Dan Origami
Terhadap Tingkat Kecemasan
Sebagai
Efek Hospitalisasi Pada Anak
Usia Pra
Sekolah di RSUD dr. R. Goetheng
Tarunadibrata Purbalingga. Jurnal
Kesehatan Samodra Ilmu
Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 69
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
menimbulkan perawatan di upaya yang dapat Cara menurunkan
dampak negatif rumah dilakukan untuk kecemasan ada
yang sakitmengalami menurunkan beberapa yaitu
mengganggu dampak kecemasan adalah dengan therapeutic
perkembangan hospitalisasi melalui kegiatan peer play, art play,
anak. sedangdan berat. terapi bermain, bermain puzzle dan
Lingkungan salah satu mewarnai salah
Hasil survei
rumah sakit upayanya terapi satunya.
UNICEF tahun
dapat bermain mewarnai Menggambar atau
2013, prevalensi
merupakan yang dilakukan mewarnai
anak yang
penyebab oleh Alkhusari merupakan salah
menjalani
stress dan (2013) dengan satu permainan
perawatan di
kecemasan dilakukannya yang memberikan
rumah sakit sekitar
pada anak penelitian terapi kesempatan anak
84%. Hasil survei
(Utami, 2014). bermain mewarnai untuk bebas
Riset Kesehatan
efektif untuk berekspresi dan
Berdasarkan survei Dasar
menurunkan sangat terapeutik
World Health (RISKESDAS)
kecemasan. Terapi (sebagai permainan
Organiation tahun 2013
bermain adalah penyembuh).Denga
(WHO) pada tahun didapatkan data
suatu aktivitas n menggambar atau
2008, hampir 80% rata-rata anak yang
bermain yang dapat mewarnai gambar
anakmengalami menjalani rawat
mengubah tingkah juga dapat
perawatan dirumah inap di rumah sakit
laku bermasalah, memberikan rasa
sakit. Sedangkan di seluruh
untuk menstimulasi senang karena pada
diIndonesia Indonesia adalah
perkembangan dasarnya anak usia
berdasarkan survei 2,8% dari total
anak, membantu prasekolah sudah
kesehatan ibu dan jumlah anak
anak lebih sangat aktif dan
anaktahun 2010 82.666 orang.
kooperatif, dan imajinatif selain itu
didapatkan hasil Berdasarkan
mendukung proses anak masih tetap
bahwa dari 1.425 penelitan yang
penyembuhan. dapat melanjutkan
anak mengalami dilakukan di
Bermain perkembangan
dampak Rumah Sakit Amal
merupakan kemampuan
hospitalisasi dan Sehat Wonogiri
kegiatan yang motorik halus
33,2% di tahun 2017 anak
sering dilakukan dengan
antaranyamengala yang mengalami
anak-anak, karena menggambar
mi dampak kecemasan
bermain media meskipun masih
hospitalisasi berat sebanyak 57,6%
yang baik bagi menjalani
41,6% dampak sebelum dilakukan
anak untuk belajar perawatan di
hospitalisasi terapi bermain dan
berkomunikasi, rumah sakit
sedang, dan25,2% mengalami
mengenal dunia (Fricilia, 2013).
dampak penurunan anak
sekitarnya dan Berdasarkan hasil
hospitalisasi ringan yang mengalami
dapat penelitian yang
(Wicaksane, 2014). kecemasan
meningkatkan dilakukan
Hal sebanyak
kesejahteraan Januarsih (2014)
tersebutmenunjukk
51,5% setelah mental serta sosial sebelum
an bahwa banyak
dilakukan terapi anak. melakukan terapi
anak
bermain. Salah satu bermain origami
yangmenjalani
Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 70
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
yaitu cemas berat mengalami menggunakan jenis observasi.
sebanyak 11 kecemasan berat penelitian Quasy Instrumen yang
responden (55,0%) dan 40% berada Experimental digunakan adalah
dan cemas sedang pada tingkat design dengan kuesioner, lembar
9 responden kecemasan sedang, rancangan observasi, kertas
(45,0%), 5% berada pada penelitian One bergambar, pensil
sedangkan setelah tingkat kecemasan Grup Pre test-Post warna, dan alat
terapi bermain panik. Kecemasan test Design dengan tulis.
menunjukkan dari responden setelah jumlah populasi
Metode analisa
20 responden melakukan sebanyak 30
data diolah
frekuensi tertinggi program mewarnai responden anak
menggunakan
anak dengan yaitu 12 responden usia prasekolah.
sistem
tingkat kecemasan (60%) mengalami Variabel penelitian
komputerisasi.
berat, yaitu kecemasan ringan ini meliputi
sebanyak 14 dan 8 responden variable Penelitian ini
responden (70%) (40%) mengalami independent dan dilakukan uji
dan frekuensi kecemasan sedang. variable dependent. terhadap data
terendah anak Variabel sebelum dan
Berdasarkan
dengan tingkat independent dalam sesudah diberikan
observasi yang
kecemasan sedang, penelitan ini adalah terapi bermain
dilakukan peneliti
yaitu sebanyak 6 terapi bermain dengan uji
pada tanggal 18
responden (30%). mewarnai, statistika non
november 2017
Penelitian serupa sedangkan terapi parametrik
sebagai studi
dilakukan oleh dependent dalam Wilcoxon Signed
pendahuluan,
Pravitasari (2012) penelitian ini Rank Testyaitu
peneliti mengambil
dengan judul adalah penurunan untuk mengetahui
5 responden anak
“perbedaan tingkat kecemasan. Teknik apakah terapi
dan dari 5
kecemasan anak sampling yang bermain mewarnai
responden tersebut
usia prasekolah digunakan adalah dapat menurunkan
menunjukkan
sebelum dan Non Probability kecemasanPenelitia
bahwa terapi
sesudah program Purposive n ini menekankan
bermain mewarnai
mewarnai” hasil Sampling sesuai pada etika yang
yaitu 60% anak
penelitian dengan kriteria meliputi Informed
yang menyukai
menunjukkan inklusi dan Consent (lembar
terapi bermain
sebelum eksklusi. Penelitian persetujuan
mewarnai dengan 3
diberikannya terapi dilakukan di TK menjadi
responden dan 40%
mewarnai tingkat Negeri Pembina responden),
tidak menyukai
kecemasan anak Sidoharjo pada Anatomy (tanpa
terapi bermain
lebih tinggi dari bulan April 2018. nama),
mewarnai dengan 2
pada tingkat Teknik Confidentiality
responden.
kecemasan sesudah pengumpulan data (kerahasiaan).
diberikan terapi pada penelitian ini
HASIL
mewarnai tingkat METODE menggunakan Tabel
kecemasan Penelitian ini Kuesioner 1Karakterisktik
sebelum diberikan merupakan Hamilton Rating Responden
intervensi penelitian Scale for Anxiety Berdasar
menunjukan 55% kuantitatif dengan (HARS) dan lembar kan
Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 71
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
Jenis sebanyak 60% (18 responden (2127)
Kelami anak). mengalami 4 Berat (28-41) 1
n Jenis kecemasan ringan. Berat sekali (42-
Hal ini 5 56) 0
NO Kelamin Tabel 3 Tingkat Total 30 1
Jumlah % menggambarkan
Kecemasan pada
1 Laki-laki bahwa responden
Anak Usia
15 mengalami
50% Prasekolah kecemasan yang Berdasarkan
2 Perempuan Sebelum dibuktikan dengan tabel4 dapat dilihat
15 diberika tingkat kecemasan dari 30 responden
50% n Terapi berat dikarenakan didapatkan tingkat
Total 30 anak takut dengan
Bermain kecemasan anak
100%
Mewarn orang atau usia prasekolah
ai lingkungan asing, sesudah diberikan
Berdasarkan tabel perawat berbaju terapi bermain
Tingkat
1 dapat dilihat putih dan belum mewarnai yaitu 1
NO Kecemasan Jumlah
bahwa karakteristik bisa berpisah (3%) responden
Tidak Ada
responden dengan orang tua. mengalami
1 Kecemasan(<14)
berdasarkan jenis 2 Ringan (14-20) Tingkat kecemasan kecemasan berat,
kelamin laki-laki 3 Sedang (21-27) berat ditandai 10 (33%)
sebanyak 15 anak 4 Berat (28-41) dengan muka responden
(50%) dan jenis Berat Sekali tegang, menangis, mengalami
kelamin 5 (4256) takut, dan gelisah. kecemasan sedang,
Total 18 (60%)
perempuan
sebanyak 15 anak responden
Tabel 4 Tingkat
(50%). mengalami
Berdasarkan Kecemasan pada
kecemasan ringan,
Tabel 2. tabel 3 dapat Anak Usia
dan 1 (3%)
Karakteristik dilihat dari 30 Prasekolah
responden tidak
Responden responden Sesudah diberikan
mengalami
Berdasarkan Usia didapatkan tingkat Terapi
kecemasan.
kecemasan anak
No Usia Jumlah Bermain Mewarnai Dunia anak adalah
usia prasekolah
1 5 tahun 12 dunia bermain.
sebelum diberikan Tingkat
NO Dengan
2 6 tahun 18 terapi bermain
dilakukannya
Total 30 mewarnai yaitu 1 Kecemasa terapi bermain
(3%) responden n
maka dapat
mengalami
Berdasarkan Jumlah meminimalkan
kecemasan berat %
tabel 2 dapat atau menurunkan
sekali, 15 (50%) Tidak ada
dilihat bahwa stres pada anak.
responden
karakteristik 1 kecemasan Karena bermain
mengalami
responden 1 3% merupakan
kecemasan berat,
berdasarkan usia 5 aktivitas yang
13 (43%)
tahun sebanyak (<14) menyenangkan
responden
40% (12 anak) dan bagi anakanak
mengalami Ringan
usia 6 tahun (Adriana, 2013).
kecemasan sedang, 2 (1420)
dan 1 (3%) 3 Sedang
Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 72
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
Oleh karena itu maximum 42. mewarnai pada tidak ada
mengurangi Sedangkan skor anak usia kecemasan. Dan
kecemasan pada kecemasan sesudah prasekolah. disajikan dalam
anak sangat diberikan terapi bentuk tingkat
diperlukan, karena bermain mewarnai kecemasan nilai
Pembahasan
selain membuat dengan nilai rata- Berdasarkan pada terendah atau
anak menjadi lebih rata 20,1, nilai hasil penelitian minimum, nilai
kooperatif juga terendah atau yang dilakukan, tertinggi atau nilai
menjadikan anak minimum 13, dan respon yang maximum, dan
lebih sehat dan nilai tertinggi atau muncul saat rata-rata atau mean.
cerdas. maximum 34. dilakukan Hasil penelitian
penelitian yaitu yang dilakukan
Tabel 5 Data Tabel 6 Hasil Uji
anak cenderung pada bulan April
kuesioner Statistika
diam ketika diajak 2018 menunjukkan
Hamilton Rating Non
bicara, tegang, bahwa tingkat
Scale for Anxiety Parametrik
takut/menangis kecemasan pada
(HARS) Perbedaan Wilcoxon
ketika didekati oleh anak usia
Score Signed Rank
orang yang belum prasekolah
Test
Kecemasan Anak dikenal. Respon sebelum diberikan
Usia Prasekolah Test Statisticsb
tersebut di terapi bermain
Sebelum dan Post terapi
pengaruhi oleh mewarnai menurut
Sesudah mewarnaibeberapa faktor hasil kuesioner
diberikan Terapi – pre terapi
yaitu ketakutan Hamilton Rating
Bermain mewarnai
akan orang atau Scale for Anxiety
Mewarnai Z lingkungan asing, (HARS) didapatkan
Pre Terapi Asymp. Sig. perawat berbaju hasil bahwa
(2tailed) putih, perpisahan responden
RATA- dengan orang tua mengalami
28,66667
RATA Berdasarkan serta hilangnya kecemasan berat
MIN 15 tabel diatas dari kebebasan bermain sekali 3% (1 anak),
MAX 42 hasil uji statistika membuat mereka kecemasan berat
non parametrik mengalami 50% (15 anak),
Berdasarkan tabel dengan kecemasan kecemasan sedang
5 diatas menggunakan uji (Pravitasari, 2012). 43% (13 anak), dan
menunjukkan Wilcoxon Signed Mengenai tingkat kecemasan ringan
bahwa skor Rank kecemasan pada 3% (1 anak).
kecemasan pada anak usia Dengan skor
Test diperoleh nilai
anak usia prasekolah di TK kecemasan
signifikansi
prasekolah Negeri Pembina terendah atau nilai
Asymp. Sig. (2-
sebelum diberikan Sidoharjo sebelum minimum adalah
tailed) 0.000 < 0,05
terapi bermain diberikan terapi 15 dan tertinggi
maka Ho ditolak
mewarnai dengan bermain mewarnai atau nilai
dan Hipotesis (Ha)
nilai rata-rata dibedakan dengan maximum adalah
diterima yang
28,66667, nilai karakteristik 42. Selanjutnya
berarti ada
terendah atau tingkat kecemasan memiliki nilai rata-
penurunan
minimum 15, dan berat sekali, berat, rata atau mean skor
kecemasan dengan
nilai tertinggi atau sedang, ringan dan kecemasan sebesar
terapi bermain
Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 73
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
28,66667 yang terapi bermain penurunan Pravitasari (2012)
dikategorikan mewarnai terhadap kecemasan anak kondisi anak yang
sebagai kecemasan penurunan setelah diberikan mengalami
berat. kecemasan akibat terapi bermain kecemasan
hospitalisasi pada mewarnai dari nilai berlebihan seperti
Sedangkan
anak usia rata-rata (mean) tidak mau makan,
hasil dari penelitian
prasekolah (3-6 28,66667 menjadi sulit tidur, sering
yang dilakukan
tahun) di ruang 20,1. Hal ini menangis,
pada bulan April
anak RSUD membuktikan ketakutan akan
2018 tingkat
Sobirin Lubuk terapi bermain lingkungan atau
kecemasan pada
Linggau dari hasil mewarnai orang yang belum
anak usia
yang menunjukkan membantu dikenal serta
prasekolah di TK
bahwa nilai rata- mengurangi hilangnya
Negeri Pembina
rata skor ketegangan atau kebebasan bermain
Sidoharjo sesudah
kecemasan kecemasan, sudah tidak muncul
diberikan terapi
sebelum diberikan menyebabkan efek lagi setelah
bermain mewarnai
terapi bermain rileks pada anak diberikan kegiatan
dapat dilihat pada
mewarnai dengan dan menjadi alat mewarnai.
tabel 4 yaitu 3% (1
nilai mean 24,44, distraksi pada saat
anak) mengalami Dan setelah
median 24,00 dan orang tua tidak
kecemasan berat, dilakukan uji
standar deviasi menemani anak,
33% (10 anak) statistik non
8,426, sedangkan distraksi terhadap
mengalami parametrik
nilai rata-rata skor lingkungan/orang
kecemasan sedang, Wilcoxon Signed
kecemasan sesudah asing. Hasil
60% (18 anak) Rank Test pada
diberikan terapi penelitian ini
mengalami program
bermain mewarnai dikuatkan oleh
kecemasan ringan, komputerisasi
dengan nilai mean penelitian
dan 3% (1 anak ) dengan tingkat
20,94, median sebelumnya yang
tidak mengalami kepercayaan 95%
21,50 dan standar dilakukan oleh
kecemasan. (p value ≤ 0,05)
deviasi 6,887. Agustina dan
Dengan skor yang dilakukan
Hasil uji statistik Puspita (2010)
kecemasan untuk mengetahui
menggunakan yang menyatakan
terendah atau nilai ada tidaknya
paired sample T- bahwa ada
minimum adalah pengaruh
test diperoleh nilai pengaruh
13 dan tertinggi pemberian terapi
P value 0,000 < α pemberian terapi
atau nilai bermain mewarnai
0,05. Maka dapat bermain mewarnai
maximum adalah terhadap
disimpulkan bahwa gambar terhadap
34. Dan memiliki penurunan
terapi bermain penurunan tingkat
nilai rata-rata atau kecemasan pada
efektif untuk kecemasan anak
mean sebesar 20,1 anak usia
menurunkan prasekolah yang
yang dikategorikan prasekolah
kecemasan akibat rawat inap di
sebagai kecemasan diperoleh nilai
hospitalisasi pada Ruang Nusa Indah
sedang. Hasil negative ranks 30,
anak usia RSUD
penelitian ini juga positif ranks 0, ties
prasekolah. Hasil
didukung dengan Pare.Hasil (sama) 0 dan nilai
penelitian
penelitian penelitian ini juga Asymp. Sig (2-
menunjukkan
Alkhusari (2013) sesuai dengan tailed) atau nilai p
terjadinya
tentang analisis pernyataan = 0,000 < 0,05
Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 74
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
artinya Ho ditolak prasekolah dengan anak prasekolah terapi bermain
dan nilai p value 0,000 (Oktavia, 2016). mewarnai gambar.
< 0,05. Rendahnya Hal itu dapat
Ha diterima. Maka
Perbedaannya kemampuan dilihat dari tidak
dengan demikian
adalah Aini (2016) mewarnai pada ada atau hilangnya
sebanyak 30
menggunakan anak hal ini gejala kecemasan
responden anak
media terapi teridentifikasi dari yang diperlihatkan
yang diberikan
bermain walkie hasil gambaran responden sesudah
terapi bermain
talkie dan mereka adalah diberikan
mewarnai efektif
Januarsih (2014) coretan, goresan perlakuan. Gejala
terhadap
menggunakan krayon yang tidak yang hilang antara
penurunan
media terapi penuh dan lain : denyut
kecemasan pada
bermain origami. cenderung keluar jantung normal,
anak usia
dari batas dan anak tidak
prasekolah di Dunia anak adalah
terdapat pula yang takut/menangis lagi
TK dunia bermain.
masih belum ketika didekati oleh
Negeri Bermain
mampu memegang orang lain, dan
Pembina merupakan
krayon atau pensil mau berbicara
cerminan
Sidoharjo.Hasil warna dengan baik. ketika ditanya.
kemampuan fisik,
penelitian ini Sebagai salah satu Melihat hal
intelektual,
sesuai dengan cara dan inovasi tersebut, dapat
emosional, dan
penelitian Putri guru dalam proses dilihat bahwa
sosial. Bermain
(2017) dengan pembelajaran di perubahan tingkat
juga bersifat
adanya perbedaan Taman kanak- kecemasan anak
terapeutik pada
yang signifikan kanak melalui yang ditunjukkan
berbagai usia,
antara tingkat latihan motorik dengan hilangnya
melalui bermain
kecemasan anak halus (Laili, 2012). beberapa gejala
anak-anak mampu
akibat hospitalisasi kecemasan
mengkomunikasika Untuk membina
sebelum dan dikarenakan
n kebutuhan, rasa rasa saling percaya
sesudah diberikan perasaan nyaman
takut, dan antara anak dan
terapi bermain anak setelah
keinginan mereka peneliti awalnya
dengan didapatkan melakukan
kepada pengamat sangat sulit namun
nilai P= 0,000 (< kegiatan bermain
yang tidak dapat berkat bantuan
0,05). Hasil mewarnai. Jadi
diekspresikan orang terdekat dan
penelitian ini efek dari terapi
karena ketika anak
sejalan dengan mewarnai dalam
keterampilan ditunjukkan
hasil penelitian penelitian ini
bahasa mereka mengenai media
Aini (2016) dan memberikan
(Adriana, 2013). yang mendukung
Januarsih (2014) dampak positif
Terapi bermain terapi ini yaitu
yang juga pada anak usia
mewarnai pensil warna dan
menemukan prasekolah di TK
adalahterapi yang gambar yang akan
adanya pengaruh Negeri Pembina
murah, mudah, dan diwarnai, sebagian
terapi bermain Sidoharjo.
komprehensif besar anak mulai
dalam menurunkan
untuk mengurangi menunjukkan
tingkat kecemasan KESIMPULAN
kecemasan saat respon yang baik
akibat hospitalisasi Dari penelitian
dirawat di rumah kepada peneliti dan
pada anak usia tersebut mengenai
sakit pada anak- mau melakukan
Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 75
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
penurunan jugabahwa skor diperhatikan. Bagi terapi bermain
kecemasan dengan kecemasan petugas kesehatan mewarnai dengan
terapi bermain terendah atau nilai diharapkan memberikan
mewarnai pada minimum sesudah agarmengembangk pendidikan
anak usia diberikan terapi an atau kesehatan terlebih
prasekolah di TK bermain mewarnai meningkatkan dahulu, setelah itu
Negeri Pembina dengan skor 13 dan pelayanan baru dilakukan
Sidoharjo skor kecemasan kesehatan dalam penelitian terapi
didapatkan hasil tertinggi atau pemberian terapi bermain mewarnai
dari 30 responden maximum dengan bermain pada anak untuk menurunkan
anak usia skor 34. usia prasekolah kecemasan anak.
prasekolah untuk
Adanya perbedaan
sebelum diberikan meminimalkan
yang bermakna DAFTAR PUSTAKA
terapi bermain kecemasan atau
antara skor Adriana, D. 2013.
mewarnai, rata-rata atraumatic care.
kecemasan Tumbuh
(mean) memiliki
sebelum dan Bagi Kembang
skor kecemasan
sesudah diberikan masyarakat dan Terapi
sebesar 28,66667
terapi bermain penelitian ini Bermain
dikategorikan
mewarnai dilihat diharapkan mampu pada anak.
kecemasan berat.
dari hasil uji memotivasi orang Edisi Revisi.
Selanjutnya terlihat
statistik non tua untuk Salemba
bahwa skor
parametrik memberikan Medika.
kecemasan
Wilcoxon Signed intervensi Jakarta.
terendah atau nilai
Rank Test mewarnai untuk
minimum anak usia Agustina. E.,
diperoleh nilai menurunkan atau
prasekolah Puspita. A., 2010,
Asymp. Sig (2- meminimalkan
sebelum diberikan Pengaruh
tailed) atau nilai p kecemasan anak.
terapi bermain
= 0,000< 0,05 Pemberian
mewarnai dengan Sedangkan bagi
maka Ho ditolak Terapi
skor 15 dan skor peneliti selanjutnya
dan Hipotesa (Ha) Bermain
kecemasan sebaiknya dapat
diterima. Maka
tertinggi atau nilai menggunakan Mewarnai
dapat disimpulkan
maximum dengan sampel dengan Gambar
terapi bermain
skor 42. jumlah lebih terhadap
mewarnai efektif
banyak, metode
Skor kecemasan untuk menurunkan Penurunan
penelitian yang
pada anak usia kecemasan pada Tingkat
berbeda, desain
prasekolah sesudah anak usia Kecemasan
serta rancangan
diberikan terapi prasekolah di TK Anak
penelitian yang
bermain mewarnai Negeri Pembina Prasekolah
berbeda pula dan
dari 30 responden, Sidoharjo. yang Rawat
diharapkan juga
rata-rata (mean) Inap, Jurnal
untuk dilakukan
memiliki skor AKP, Vol. 1,
SARAN peningkatan
kecemasan sebesar Berdasarkan dari No. 2.
pengetahuan orang
20,1 dikategorikan kesimpulan diatas tua mengenai Aini, P. A. 2016.
dalam kecemasan maka ada beberapa kebutuhan bermain Pengaruh
sedang. upaya yang pada anak tentang Terapi
Selanjutnya terlihat
Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 76
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
Bermain Salemba Sekolah
Walkie Medika. Tinggi Ilmu Gambar
Talkie Fricilia, Amatus, Kesehatan Terhadap
Terhadap Abraham. (STIKES)
Tingkat 2013. „Aisyiyah. Tingkat
Kecemasan Pengaruh
Akibat Terapi Laili, N. R. (2012). Kecemasa
Bermain Pengaruh Latihan n Anak
Hospitalisai Usia
Terhadap Motorik
Pada Anak Prasekolah
Tingkat Halus
Usia yang di
Prasekolah Kecemasan Terhadap Hopsitalis
Di RSUD Pada Anak asi Di
Usia Pra Keterampila
Dr.
Moewardi Sekolah n RSKIA
Surakarta. Akibat MewarnaiB
Surakarta Hospitalisasi agi Anak PKU
: Di Ruangan Kelompok A Muhamma
Universitas Irina E. Blu Di TK diyah
Muhammadi RSUP. Prof. Aisyiyah 17
yah Dr. R. D. Surabaya. KOTAGE
Surakarta. Vol.01 DE
Kandou
No.01, 0 – Yogyakart
Alkhusari, 2013. Manado.
216. a.
Analisis Skripsi.
terapi Manado Surabaya Yogyakarta
bermain :Universitas : :
mewarnai Sam Universitas Universitas
terhadap Ratulangi Negeri Aisyiyah
penurunan Manado. Surabaya. Yogyakarta.
kecemasan Januarsih, T. 2014. Putri, K. D. 2017.
Nursalam, 2008. Pengaruh
akibat Pengaruh Konsep Terapi
hospitalisasi. terapi dan
Jurnal bermain Bermain
Penerapan
Harapan (origami) Metodolog Terhadap
Bangsa. dalam i Tingkat
Vol.1. mengurangi Kecemasan
No.2.Palemb tingkat Penelitian Anak Akibat
ang. kecemasan Ilmu Hospitalisasi
akibat Keperawat Pada Anak
Asmadi, an. Jakarta: Usia
2009. Hospitalisasi
Salemba Prasekolah
Teknik pada Anak Medika. Di Bangsal
Prosedural Usia Oktavia, G. S.
Keperawata Prasekolah Melati
2016. RSUD Dr.
n Konsep di RSUD Pengaruh
dan Aplikasi Soedirman
Terapi
kebutuhan Karanganya Kebumen.
Bermain
Dasar Klien. r.Skripsi.Sur Gombong :
Jakarta : akarta: Mewarnai Sekolah
Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 77
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
Tinggi Ilmu Supartini, Y. 2012. Rawat Inap NgudiWaluy
Kesehatan Buku Ajar Anak Rsud o.
Muhammadi Konsep Di Wilayah
Dasar (Online).
yah Kabupaten
Keperawata (perpusnwu.
Gombong. n Anak. Semarang.
web.id/kary
Jakarta : Artikel ailmiah/doc
Pravitasari, A.
EGC. Penelitian.Pr uments/384
2012. Unicef. United ogram Studi 4.pdf,
Perbedaan Nations Keperawatan diakses pada
Tingkat Children‟s STIKes 28
Kecemasan
pasien anak Fund.
(http://www. November 2014.
usia
prasekolah unicef.org/d
sebelum dan prk/un icef-
factsheet201
sesudah
3 , diakses
progam
18 Februari
mewarnai.Ju 2014).
rnal Nursing Utami, Y. (2014).
Studies, Dampak
Vol.1, No.1 ; Hospitalisasi
Hal. 16 – terhadap
21.http://ejo Anak.Jurnal
urnals1.undi Ilmiah
p.ac.id/index WISYA
.php/jnursin
g. vol.2
No.2; (9-
Riset Kesehatan 20).http://ejo
Dasar urnal.jurwid
(RISKESDAS). yakop3.com/
index.php
2013. /journal-
Jakarta: ilmiah/article
Riskesdas, /view/177.
2013. Wirakse,
Wicaksane
Sugiyono.
P. 2014.
MetodePene Hubungan
litianKuantit Komunikasi
atif, Terapeutik
Kualitatifda Perawat
n Dengan
R&D. Respon
Bandung: Hospitalisasi
Anak Usia
Alfabeta.
Toddler Di
Ruang
Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 78