Anda di halaman 1dari 56

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS BERMAIN ANAK


MENGENAL WARNA DAN GAMBAR
DI RUMAH NY.F

DISUSUN OLEH:

1. AMRIL SANI (21220136)


2. DINI PRATIWI (21220140)
3. EDWAR RUSDIANTO (21220141)
4. EKA AGUSTINA (21220142)
5. FRISKA OKTARIANA (21210145)
6. NIRMALA SARI (21220150)
7. SRI LUCIANI (21220153)
8. SUSI HERYANI (21220155)
9. ASEP NATAWIJAYA (21221022)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
2021
BAB I
LATAR BELAKANG

A. LATAR BELAKANG
Hospitalisasi adalah pengalaman penuh cemas baik bagi anak maupun
keluarganya. Kecemasan utama yang dialami dapat berupa perpisahan dengan
keluarga, kehilangan kontrol, lingkungan yang asing, kehilangan kemandirian dan
kebebasan. Reaksi anak dapat dipengaruhi oleh perkembangan usia anak,
pengalaman terhadap sakit, diagnosa penyakit, sistem dukungan dan koping
terhadap cemas (Nursalam, 2013).
Kecemasan hospitalisasi pada anak dapat membuat anak menjadi susah
makan, tidak tenang, takut, gelisah, cemas, tidak mau bekerja sama dalam
tindakan medikasi sehingga mengganggu proses penyembuhan anak, masa
hospitalisasi pada anak prasekolah juga dapat menyebabkan post traumatic stres
disorder (PSTD) yang dapat menyebabkan trauma hospitalisasi berkepanjangan
bahkan setelah anak beranjak dewasa (Perkin, 2013).
Untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh anak dapat diberikan
terapi bermain. Bermain dapat dilakukan oleh anak yang sehat maupun sakit.
Walaupun anak sedang mengalami sakit, tetapi kebutuhan akan bermain tetap ada
(Katinawati, 2011). Bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang natural
bagi anak-anak. Bermain merupakan dasar pendidikan dan aplikasi terapeutik
yang membutuhkan pengembangan pada pendidikan anak usia dini (Suryanti,
2011).
Bermain dan anak sangat erat kaitannya dan menjadi kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Aktivitas bermain pada anak menggunakan seluruh emosi,
perasaan, dan pikirannya, melalui kegiatan bermain semua aspek perkembangan
anak ditumbuhkan sehingga anak bisa menjadi lebih sehat dan cerdas
(Adriana,2013).
Tujuan menerapkan terapi bermain pada anak di rumah sakit adalah agar
anak dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama perawatan, agar
dapat mengekspresikan pikiran dan fantasi anak, agar anak dapat
mengembangkan kreatifitas melalui pengalaman bermain yang tepat dan agar
anak dapat beradaptasi secara efektif dengan lingkungan yang baru yaitu
rumah sakit sehingga kecemasan anak karena hospitalisasi dapat berkurang
karena terapi bermain tersebut (Adriana, 2011).
Salah satu upaya untuk menurunkan kecemasan yaitu melalui kegiatan
terapi bermain. Permainan adalah satu dari aspek yang paling penting dalam
kehidupan seorang anak, dan merupakan salah satu cara yang paling efektif
untuk menghadapi dan mengatasi stres. Berdasarkan hal tersebut, walaupun
anak dalam kondisi sakit dan dirawat di rumah sakit, tetapi bermain perlu
dilaksanakan agar anak tidak merasa cemas. Untuk itu perlu diperhatikan
permainan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. salah satunya
terapi memperkenalkan warna.
Warna merupakan unsur-unsur keindahan, karena dengan warna semua
akan menjadi indah. Menurut Sulasmi Darma Prawira dalam warna sebagai
salah satu  unsur seni dan desain, (1989) mengemukakan  warna adalah
“Salah satu keindahan dan desain selain unsur visual seperti garis, bidang,
bentuk nilai dan ukuran”. Teori warna menurut ilmu alam dan pigmen
dijelaskan bahwa warna dan ilmu alam terdiri dari dua unsur spectrum
(cahaya). Warna ada tiga spectrum yang mempunyai panjang yang sama
yaitu sinar merah, sinar kuning dan sinar biru. Tanggapan psikologis untuk
warna termasuk perubahan suasana hati dan perhatian (Engelbrecht &
Shabha dalam Nicola J. Pitchford and Kathy T. Mullen 2001). Otak
melepaskan hormon yang mempengaruhi suasana hati, kejernihan mental,
dan tingkat energi ketika warna ditularkan melalui mata (Engelbrecht, dalam
Kristi S. Gaines, Zane D. Curry, 2011). Baldwin (1989) menemukan bahwa,
pada anak-anak berusia 2 tahun lebih mungkin untuk mencocokkan benda
atas dasar bentuk (Kristi S. Gaines, Zane D. Curry, 2011).
Mengenalkan warna dan gambar dapat menjadi salah satu media bagi
perawat untuk mampu mengenali tingkat perkembangan anak. Kemampuan
mengenal warna dan gambar melalui proses pembelajaran ini dimaksudkan
untuk melihat kemampuan kognitif pada anak dalam hal mengenali warna
dan gambar.
Dalam proses pembelajaran anak akan dikenalkan pada warna dan
gambar diharapkan anak dapat mengetahui warna dan gambar melalui
pengalaman belajarnya. Pemberian intervensi ini akan memberikan efek
relaksasi pada tubuh serta dapat memberikan rangsang emosi pada system
limbic, sehingga terjadi pengontrolan perilaku maladatif di hipotalamus
(Wong, Donna L. 2003). Oleh karena itu, sangat pentingnya kegiatan
bermain terhadap tumbuh kembang anak dan untuk mengurangi kecemasan
akibat hospitalisai, maka akan dilaksanakan terapi bermain pada anak usia
toddler dengan cara mengenal warna dan gambar.

B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Meminimalkan dampak hospitalisasi pada anak
2. TUJUAN KHUSUS
a. Untuk mengurangi kejenuhan anak pada saat menjalani perawatan.
b. Untuk meningkatkan adaptasi efektif pada anak terhadap stress karena
penyakit dan dirawat
c. Untuk meningkatkan kemampuan daya tangkap atau konsentrasi anak.
d. Untuk meningkatkan koping yang efektif untuk mempercepat
penyembuhan.
e. Untuk menambah pengetahuan mengenali warna dan gambar.
f. Untuk mengembangkan imajinasi pada anak

C. MANFAAT TERAPI BERMAIN


1. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar
2. Membantu untuk mengurangi stress terhadap perpisahan
3. Memberi tempat distraksi dan relaksasi
4. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing
5. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk
mengekspresikan perasaan
6. Menganjurkan anak untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap
yang positif terhadap orang lain
7. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
8. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik
BAB II
KONSEP TEORI

A. Konsep Bermain
1. Pengertian Bermain
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan
sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan
diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal
waktu, jarak serta suara (Wong, 2010).
Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi perkembangan dan
pertumbuhan anak. Bermain harus dilakukan atas inisiatif anak dan atas
keputusan anak itu sendiri. Bermain harus dilakukan dengan rasa senang,
sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan proses
belajar pada anak (Diana, 2010).
Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak, baik fisik,
emosi mental, intelektual, kreativitas maupun sosial (Soetjiningsih, 2014). Terapi
merupakan penerapan sistematis dari sekumpulan prinsip belajar terhadap suatu
kondisi atau tingkah laku yang dianggap menyimpang dengan tujuan melakukan
perubahan.

2. Fungsi Bermain
Fungsi bermain menurut Adriana (2011) berfungsi untuk merangsang
perkembangan sensorimotor, perkembangan intelektual, sosialisasi, kreativitas,
kesadaran diri, nilai moral dan manfaat terapeutik.
a. Perkembangan sensorimotor : aktivitas sensorimotor adalah komponen utama
bermain pada semua usia. Permainan aktif penting untuk perkembangan otot
dan bermanfaat untuk melepaskan kelebihan energi. Melalui stimulasi taktil,
auditorius, visual dan kinestetik, bayi memperoleh kesan. Todler dan
prasekolah sangat menyukai gerakan tubuh dan mengeksplorasi segala
sesuatu di ruangan.
b. Perkembangan intelektual : melalui eksplorasi dan manipulasi, anak-anak
belajar mengenal warna, bentuk, ukuran, tesktur dan fungsi objek-objek.
Ketersediaan materi permainan dan kualitas keterlibatan orang tua adalah dua
variabel terpenting yang terkait dengan perkembangan kognitif selama masa
bayi dan prasekolah.
c. Sosialisasi : perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi
dengan lingkungannya. Anak dapat belajar membentuk hubungan sosial dan
menyelesaikan masalah, belajar pola perilaku dan sikap yang diterima
masyarakat dengan melalui bermain.
d. Kreativitas : anak-anak bereksperimen dan mencoba ide mereka dalam
bermain. Kreativitas terutama merupakan hasil aktivitas tunggal, meskipun
berpikir kreatif sering kali ditingkatkan dalam kelompok. Anak merasa puas
ketika menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
e. Kesadaran diri : melaui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya
dalam mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuan
diri dan membandingkannya dengan orang lain. Bermain juga dapat menguji
kemampuan anak dengan mencoba berbagai peran serta mempelajari dampak
dari perilaku mereka terhadap orang lain.
f. Nilai moral : anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya
terutama dari lingkungan. Anak yang bermain dapat memperoleh kesempatan
untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya. Anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar
membedakan sesuatu dan bertanggung jawab.
g. Manfaat terapeutik : bermain bersifat terapeutik pada berbagai usia. Bermain
memberikan sarana untuk melepaskan diri dari ketegangan dan stress yang
dihadapi di lingkungan. Anak dapat mengekspresikan emosi dan melepaskan
impuls yang tidak dapat diterima dalam bermain dengan cara yang dapat
diterima masyarakat. Anak-anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan,
rasa takut, kecemasan dan keinginan mereka kepada pengamat yang tidak
dapat mereka ekspresikan melalui bermain.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bermain


Menurut Supartini (2009), ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak dalam
bermain yaitu :
a. Tahap perkembangan anak. Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak
yaitu harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak,
karena pada dasarnya permainan merupakan salah satu alat stimulasi untuk
merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Status kesehatan anak. Permainan memerlukan energi, namun bukan berarti
anak tidak perlu bermain pada saat anak sedang sakit.
c. Jenis kelamin anak. Semua jenis alat permainan dapat digunakan oleh anak
lakilaki maupun anak perempuan untuk mengembangkan daya pikir,
imajinasi, kreativitas, dan kemampuan sosial anak. Permainan dapat dijadikan
salah satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri (laki-laki atau
perempuan).
d. Lingkungan yang mendukung. Lingkungan yang mendukung dapat
menstimulasi imajinasi anak dan kreativitas anak dalam bermain.
e. Alat dan jenis permainan. Alat dan jenis permainan harus sesuai dengan tahap
tumbuh kembang anak agar apa yang didapat anak dari kegiatan bermain
tersebut dapat diaplikasikan ke dalam dirinya.

4. Manfaat Dari Program Bermain Pada Anak Usia Dini/ Balita


a. Mengembangkan kreativitas anak
Manfaat bermain bagi anak balita yaitu mengasah otak kanannya, yang dapat
meningkatkan kreativitas, untuk mencoba hal-hal baru. Melalui permainan,
kemampuan berimajinasi anak akan terus berkembang. Anak yang dapat
melakukan hal-hal yang baru dengan sendirinya, berarti kreativitasnya mulai
berkembang.
b. Mengenal diri sendiri
Sejak dini anakpun harus dilatih untuk mengenal dirinya sendiri yang salah
satunya dapat dilakukan melalui bermain. Berdasarkan permainan yang anak
lakukan, anak akan mengenal permainan apa yang ia sukai dan tidak sukai.
Anak akan mulai tahu apa saja hal-hal yang disukai dan tidak disukai.
c. Meningkatkan rasa percaya diri
Jagan melarang anak untuk bermain selama permainan yang dilakukan tidak
berbahaya. Bermain dapat meningkatkan rasa kepercayaan diri pada diri
anak, karena mereka memutuskan sendiri apa yang akan dilakukan.

d. Melatih bersosialisasi
Bermain juga penting dilakukan untuk melatih bersosialisasi anak sejak dini.
Kebanyakan orang tua selama ini mendidik anaknya agar menjadi anak yang
berprestasi akademik. Hal tersebut memang bukan hal yang salah, namun
ketika anaknya hanya dituntut belajar sepanjang waktunya, kemampuan
bersosialisasi anak dengan banyak orang dan lingkungan akan berkurang.
Bermain sangat penting dilakukan, untuk itu berilah waktu anak untuk
bermain dan biarkan anak bermain dengan teman sebayanya. Pentingnya
bermain yaitu agar ia dapat bersosialisasi dengan teman dan lingkungan.
e. Mengajarkan berbagi
Ketika anak bermain bersama, biarkan anak membagikan mainannya dengan
teman bermainnya, sehingga akan mengurangi sikap egois dalam diri anak,
dan menanamkan sikap berbagi sejak kecil. Bermain merupakan salah satu
cara penanaman nilai moral sejak dini. Anak yang suka menyendiri,
cenderung memiliki sikap individualis dan egois dibandingkan anak yang
suka bermain bersama teman-temannya, karena dengan bermain bersama,
mereka akan saling berbagi dan menghargai.
f. Melatih beradaptasi dan berkomunikasi
Ketika bermain, khususnya ketika ia bermain diluar rumah, maka ia akan
mengenal lingkungan dan berusaha bergaul dengan anak-anak lain. Ini dapat
menjadi ajang untuk melatih anak beradaotasi dan berkomunikasi dengan
teman-temannya. Melalui permainan, mereka akan saling bertanya dan
mengobrol yang dapat melatihnya kemampuan berbicara.

5. Prinsip Bermain Dirumah Sakit


a. Tidak boleh bertentangan dengan terapis dan perawatan yang sedang di
jalankan
b. Tidak banyak energi, singkat dan sederhana
c. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang
d. Kelompok umur sama
e. Melibatkan keluarga atau orang tua.

6. Jenis-Jenis Permainan Pada Anak Usia Prasekolah


Ada berberapa jenis permainan yang sesuai dengan usia anak prasekolah, yaitu :
a. Kegiatan seni dan kerajinan
Keterampilan motorik halus anak yang semakin berkembang dan butuh
stimulasi membuat anak usia prasekolah cocok dengan permainan yang
membuatnya aktif melibatkan keterampilan motorik halus. Beberapa kegiatan,
yaitu memegang krayon, membuat gambar keluarga, menggunakan gunting
untuk memotong dan memperkuat koordinasi motorik, melatih kreativitas, dan
mengangkat rasa percaya diri.

b. Balok dan lego


Membangun menara dan memahami bagaimana cara menghadapi bangunannya
ketika jatuh, dapat mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah dan
koordinasi tangan dan mata. Anak usia prasekolah akan menggunakan
imajinasi mereka untuk membuat bangunan, kendaraan, binatang, dan bentuk
sederhana lainnya.

c. Puzzle
Puzzle akan membantu anak usia prasekolah dalam mengembangkan
koordinasi dan ketangkasan, serta mengajarinya mengenai hubungan spasial
(dimana satu hal berkaitan dengan lainnya) dan berpikir logis.

d. Bermain peran
Anak usia prasekolah sudah mulai mengidentifikasi peran gender tertentu.
Anak perempuan mungkin akan bermain rumah-rumahan menggunakan
boneka, sementara anak laki-laki mulai berperan sebagai mekanik dengan
menggunakan mainan seperti obeng plastik. Anak laki-laki mungkin akan
berpura-pura memperbaki peralatan yang rusak, sementara anak perempuan
berpura-pura memasak.
B. Konsep Hospitalisasi
1. Definisi Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama proses tersebut,
anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa
penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh
stress (Supartini, 2009).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap orang.
Khususnya hospitalisasi pada anak merupakan stressor baik terhadap anak itu
sendiri maupun terhadap keluarga. Stres pada anak disebabkan karena mereka
tidak mengerti mengapa mereka dirawat atau mengapa mereka
terluka.Lingkungan yang asing, kebiasaan-kebiasaan yang berbeda, perpisahan
dengan keluarga merupakan pengalaman yang dapat mempengaruhi
perkembangan anak. Stres akibat Hospitalisasi akan menimbulkan perasaan tidak
nyaman baik pada anak maupun pada keluarga, hal ini akan memacu anak untuk
menggunakan mekanisme koping dalam menangani stress. Jika anak tidak
mampu menangani stress dapat berkembang menjadi krisis.

2. Faktor-Faktor Penyebab Hospitalisasi Pada Anak


Beberapa faktor yang menyebabkan stres akibat hospitalisasi pada anak adalah :
a. Lingkungan
Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan yang baru
bagi dirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak.
b. Berpisah dengan Keluarga
Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan kesepian, jauh
dari keluarga dan suasana rumah yang akrab dan harmonis.
c. Kurang Informasi
Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh
perawat atau dokter. Anak tidak tahu tentang penyakitnya dan kuatir akan
akibat yang mungkin timbul karena penyakitnya.
d. Masalah Pengobatan
Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena anak
merasa bahwa pengobatan yang akan diberikan itu akan menyakitkan.
Dengan mengerti kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya dan
mampu memenuhi kebutuhan tersebut, perawat dapat mengurangi stress akibat
hospitalisasi dan dapat meningkatkan perkembangan anak kearah yang normal
(Whaley & Wong’s, 2008).

3. Faktor Resiko Yang Meningkatkan Anak Lekas Tersinggung Pada Stres


Hospitalisasi
a. Temperamen yang sulit
b. Ketidakcocokan antara anak dengan orang tua
c. Usia antara 6 bulan – 5 tahun
d. Anak dengan jenis kelamin laki-laki
e. Intelegensi dibawah rata-rata
f. Stres yang berkali-kali dan terus-manerus.

4. Reaksi-Reaksi Saat Hospitalisasi Sesuai Dengan Perkembangan Anak


a. Bayi (0-1 tahun)
Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan
pembinaan kasih sayangnya terganggu.
Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal bagaimana
reaksi bayi bila dirawat, Karena bayi belum dapat mengungkapkan apa yang
dirasakannya. Sedangkan pada bayi dengan usia yang lebih dari 6 bulan, akan
banyak menunjukkan perubahan.
Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang yang
berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger Anxiety”
(cemas pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi akan menolak orang
baru yang belum dikenal. Kecemasan ini dimanifestasikan dengan meanagis,
marah dan pergerakan yang berlebihan.Disamping itu bayi juga telah merasa
memiliki ibunya ibunya, sehingga jika berpisah dengan ibunya akan
menimbulkan “Separation Anxiety” (cemas akan berpisah). Hal ini akan
kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka akan menangis sejadi-
jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.
b. Toddler (1-3 tahun)
Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunkan bahasa yang
memadai dan pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak dengan ibu
sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa
kehilangan orang yang terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal
serta akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas. Disebutkan
bahwa sumber stress utama pada anak yaitu akibat perpisahan (usia 15-30
bulan). Anxietas perpisahan disebut juga “Analitic Depression”. Respon
perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
1) Tahap Protes (Protest)
Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit dan
memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang
lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak
perhatian orang lain.
2) Tahap Putus Asa (Despair)
Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis berkurang, tidak aktif,
kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, menarik diri, sedih dan
apatis.
3) Tahap menolak (Denial/Detachment)
Pada tahap ini secara samar-samar anak menerima perpisahan,
membina hubungan dangkal dengan orang lain serta kelihatan mulai
menyukai lingkungan.
Toddler telah mampu menunjukkan kestabilan dalam mengontrol
dirinya dengan mempertahankan kegiatan rutin seperti makan, tidur,
mandi, toileting dan bermain. Akibat sakit dan dirawat di Rumah Sakit,
anak akan kehilangan kebebasan dan pandangan egosentrisnya dalam
mengembangkan otonominya. Hal ini akan menimbulkan regresi.
Ketergantungan merupakan karakteristik dari peran sakit. Anak akan
bereaksi terhadap ketergantungan dengan negatifistik dan agresif. Jika
terjadi ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit
kronik) maka anak akan berespon dengan menarik diri dari hubungan
interpersonal.

c. Pra Sekolah (3-6 tahun)


Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan dengan orang
tuannya dan anak juga dapat membentuk rasa percaya dengan orang lain.
Walaupun demikian anak tetap membutuhkan perlindungan dari keluarganya.
Akibat perpisahan akan menimbulkan reaksi seperti : menolak makan,
menangis pelan-pelan, sering bertanya misalnya : kapan orang tuanya
berkunjung, tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari.
Kehilangan kontrol terjadi karena adanya pembatasan aktifitas sehari-hari dan
karena kehilangan kekuatan diri.Anak pra sekolah membayangkan bahwa
dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak
aman dan kemandiriannya dihambat. Anak akan berespon dengan perasaan
malu, bersalah dan takut.
Anak usia pra sekolah sangat memperhatikan penampilan dan fungsi tubuh.
Mereka menjadi ingin tahu dan bingung melihat seseorang dengan gangguan
penglihatan atau keadaan tidak normal.
Pada usia ini anak merasa takut bila mengalami perlukaan, anak memgangap
bahwa tindakan dan prosedur mengancam integritas tubuhnya. Anak akan
bereaksi dengan agresif, ekspresif verbal dan depandensi. Disamping itu anak
juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar darah dari tubuhnya.
Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa infeksi, mengukur tekanan darah,
mengukur suhu perrektal dan prosedur tindakan lainnya tidak akan
menimbulkan perlukaan.
d. Sekolah (6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa khawatir akan
perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut kehilangan
ketrampilan, merasa kesepian dan sendiri. Anak membutuhkan rasa aman dan
perlindungan dari orang tua namun tidak memerlukan selalu ditemani oleh
orang tuanya.
Pada usia ini anak berusaha independen dan produktif. Akibat dirawat di
rumah sakit menyebabkan perasaan kehilangan kontrol dan kekuatan. Hal ini
terjadi karena adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik, takut mati
dan kehilangan kegiatan dalam kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah
sakit seperti bedrest, penggunaan pispot, kurangnya privacy, pemakaian kursi
roda.
Anak telah dapat mengekpresikan perasaannya dan mampu bertoleransi
terhadap rasa nyeri. Anak akaqn berusaha mengontrol tingkah laku pada
waktu merasa nyeri atau sakit denga cara menggigit bibir atau menggengam
sesuatu dengan erat.
Anak ingin tahu alas an tindakan yang dilakukan pada dirinya, sehingga anak
selalu mengamati apa yang dikatakan perawat. Anak akan merasa takut
terhadap mati pada waktu tidur.
e. Remaja (12-18 tahun)
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah sakit adalah
akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya dan kelompok. Anak tidak
merasa takut berpisah dengan orang tua akan tetapi takut kehilangan status
dan hubungan dengan teman sekelompok. Kecemasan lain disebabkan oleh
akibat yang ditimbulkan oleh akibat penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya
“privacy”.
Sakit dan dirawat merupakan ancaman terhadap identitas diri, perkembangan
dan kemampuan anak. Reaksi yang timbul bila anak remaja dirawat, ia akan
merasa kebebasannya terancam sehingga anak tidak kooperatif, menarik diri,
marah atau frustasi.
Remaja sangat cepat mengalami perubahan body image selama
perkembangannya. Adanya perubahan dalam body image akibat penyakit atau
pembedahan dapat menimbulkan stress atau perasaan tidak aman. Remaja
akan berespon dengan banyak bertanya, menarik diri dan menolak orang lain.

5. Reaksi Keluarga Terhadap Anak Yang Sakit Dan Dirawat Dirumah Sakit
Seriusnya penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap anggota dalam
keluarga :
a. Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan dirawat dirumah
sakit. Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang informasi tentang
prosedur dan pengobatan anak serta dampaknya terhadap masa depan anak.
Orang tua bereaksi dengan tidak percaya terutama jika penyakit ananknya
secara tiba-tiba dan serius.
Setelah menyadari tentang keadaan anak, maka mereka akan bereaksi dengan
marah dan merasa bersalah, sering menyalahkan diri karena tidak mampu
merawat anak sehingga anak menjadi sakit.
b. Reaksi Sibling
Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit adalah
marah, cemburu, benci dan bersalah.Orang tua seringkali mencurahkan
perhatiannya lebih besar terhadap anak yang sakit dibandingkan dengan anak
yang sehat. Hal ini akan menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang
sehat dan anak merasa ditolak.

6. Peran Perawat Dalam Mengurangi Stres Akibat Hospitalisasi


Anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk
meminimalkan efek negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi keperawatan
adalah meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan
tubuh atau rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada keluarga seperti
membantu perkembangan hubungan dalam keluarga dan memberikan informasi :
a. Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan, terutama pada anak
usia kurang dari 5 tahun.
1) Rooming In yaitu orang tua dan anak tinggal bersama. Jika tidak bisa,
sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat untuk mempertahankan
kontak tau komunikasi antar orang tua dan anak.
2) Partisipasi Orang tua
3) Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit
terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan misal : memberikan
kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan makanan pada anak atau
memandikan. Perawat berperan sebagai Health Educator terhadap
keluarga.
4) Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah dengan mendekorasi
dinding memakai poster atau kartu bergambar sehingga anak merasa aman
jika berada diruang tersebut.
5) Membantu anak mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah dengan
mendatangkan tutor khusus atau melalui kunjungan teman-teman sekolah,
surat menyurat atau melalui telepon.

b. Mencegah perasaan kehilangan kontrol


1) Physical Restriction (Pembatasan Fisik)
Pembatasan fisik atau imobilisasi pada ekstremitas untuk mempertahankan
aliran infus dapat dicegah jika anak kooperatif. Untuk bayi dan toddler,
kontak orang tua – anak mempunyai arti penting untuk mengurangi stress
akibat restrain. Pada tindakan atau prosedur yang menimbulkan nyeri,
orang tua dipersiapkan untuk membantu, mengobsevasi atau menunggu
diluar ruangan. Pada beberapa kasus pasien yang diisolasi, misal luka
bakar berat, dengan menempatkan tempat tidur didekat pintu atau jendela,
memberi musik.
2) Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari
Respon anak terhadap kehilangan, kegiatan rutinitas dapat dilihat dengan
adanya masalah dalam makan, tidur, berpakaian, mandi, toileting dan
interaksi social. Teknik untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari yaitu dengan “Time Structuring”.
Pendekatan ini sesuai untuk anak usia sekolah dan remaja yang telah
mempunyai konsep waktu. Hal ini meliputi pembuatan jadual kegiatan
penting bagi perawat dan anak, misal: prosedur pengobatan, latihan,
nonton TV, waktu bermain. Jadwal tersebut dibuat dengan kesepakatan
antara perawat, orang tua dan anak.

c. Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa nyeri


Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa nyeri adalah
penting untuk mengurangi ketakutan. Perawat menjelaskan apa yang akan
dilakukan, siapa yang dapat ditemui oleh anak jika dia merasa takut.
Memanipulasi prosedur juga dapat mengurangi ketakutan akibat perlukaan
tubuh, misal : jika anak takut diukur temperaturnya melalui anus, maka dapat
dilakukan melalui ketiak atau axilla.

d. Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi


Hospitalisasi merupakan stressfull bagi anak dan keluarga, tapi juga
membantu memfasilitasi perubahan kearah positif antara anak dan anggota
keluarga :
1) Membantu perkembangan hubungan orang tua – anak
Hospitalisasi memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang tua tahu reaksi anak
terhadap stress seperti regresi dan agresif, maka mereka dapat memberi
support dan juga akan memperluas pandangan orang tua dalam merawat
anak yang sakit.
2) Memberi kesempatan untuk pendidikan
Hospitalisasi memberi kesempatan pada anak dan anggota keluarga belajar
tentang tubuh, profesi kesehatan.
3) Meningkatkan Self – Mastery
Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau hospitalisasi akan
memberi kesempatan untuk self - mastery. Anak pada usianya lebih mudah
punya kesempatan untuk mengetest fantasi atau realita. Anak yang usianya
lebih besar, punya kesempatan untuk membuat keputusan, tidak tergantung
dan percaya diri perawat dan memfasilitasi perasaan self-mastery dengan
menekan kemampuan personal anak.
4) Memberi kesempatan untuk sosialisasi
Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya maka akan
membantu anak untuk belajar tentang diri mereka. Sosialisasi juga dapat
dilakukan dengan team kesehatan selain itu orang tua juga memperoleh
kelompok sosial baru dengan orang tua anak yang punya masalah yang
sama.

e. Memberi support pada anggota keluarga


Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan anak,
membantu orang tua. Mengidentifikasi alas an spesifik dari perasaan dan
responnya terhadap stress memberi kesempatan kepada orang tua untuk
mengurangi beban emosinya.
1) Memberi Informasi
Salah satu intervensi keperawatan yang penting adalah memberikan
informasi sehubungan dengan penyakit, pengobatan, dan prognosa, reaksi
emosional anak terhadap sakit dan dirawat, serta reaksi emosional anggota
keluarga terhadap anak yang sakit dan dirawat.
2) Melibatkan Sibling
Keterlibatan sibling sangat penting untuk mengurangi stress pada anak.
Misalnya keterlibatan dalam program rumah sakit (kelompok bermain),
mengunjungi saudara yang sakit secara teratur.
C. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Pra-Sekolah
1. Pengertian Anak Usia Pra-Sekolah
Anak usia prasekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar 2-6 tahun,
ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita,
dapat mengatur diri dalam buang air (toilet training), dan mengenal beberapa hal
yang dianggap berbahaya (mencelakakan dirinya) (Yusuf, 2005).
Pengertian yang serupa juga disebutkan oleh Perry dan Potter (2005), bahwa usia
anak prasekolah merupakan masa kanak-kanak, yaitu berada pada usia 3 sampai
6 tahun, namun dalam Hockenberry dan Wilson (2007) disebutkan usia
prasekolah adalah anak yang berusia 3 sampai 5 tahun.
Batasan anak usia prasekolah di Indonesia umumnya merujuk pada Peraturan
Pemerintah nomor 27 tahun 1990 tentang pendidikan prasekolah, yaitu 4-6 tahun.

2. Perkembangan Anak Pra-sekolah


Perkembangan menurut Hurlock (2008), diartikan sebagai serangkaian perubahan
yang progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan
pengalaman, dan perkembangan juga diartikan sebagai perubahan secara
kualitatif. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa perkembangan bukan sekedar
penambah beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan
kemampuan seseorang melainkan, suatu proses integrasi dari banyak struktur dan
fungsi yang kompleks. Perkembangan anak usia prasekolah yaitu meliputi :

a. Perkembangan Biologis
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan
berikutnya. Pertumbuhan tubuh yang meningkat baik menyangkut
pertumbuhan berat dan tinggi maupun kekuatannya memungkinkan anak
untuk dapat lebih mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi
terhadap lingkungannya dengan tanpa bantuan orangtuanya (Yusuf, 2005).
Pada anak usia prasekolah, pertumbuhan fisik melambat dan stabil, dengan
penambahan berat rata-rata 2-3 kg pertahun, dan tinggi badan rata-rata 6,5-9
cm pertahun serta bagian perut anak menjadi rata dan tubuh menjadi
langsung, tetapi kuat (Hockenberry & Wilson, 2007).
Perkembangan motorik kekuatan anak meningkat dan mengalami perbaikan
yang merupakan persiapan kemampuan belajar, seperti berjalan, berlari dan
melompat. Kemampuan motorik anak prasekolah menurut Yusuf (2005)
dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Usia 3-4 tahun
Kemampuan motorik kasar yang dimiliki anak berupa : naik dan turun
tanggam meloncat dengan dua kaki, dan melempar bola, sedangkan
kemampuan motorik halus yang dimiliki anak berupa menggunakan
krayon, menggunakan benda/alat, dan meniru bentuk (meniru gerakan
orang lain).
2) Usia 4-6 tahun
Kemampuan motorik kasar yang dimiliki anak berupa meloncat,
mengendarai sepeda, menangkap bola, dan bermain olahraga, sedangkan
kemampuan motorik halus yang dimiliki anak berupa menggunakan
pensil, menggambar memotong dengan gunting, dan menulis huruf cetak.

b. Perkembangan Psikososial
Perkembangan psikososial anak usia prasekolah menurut Erikson berada pada
fase sense initiative, dimana anak pada tahap ini giat belajar, mereka bermain,
bekerja dan hidup, dan merasa mampu menyelesaikan dan puas terhadap
aktivitas mereka (Hockenberry & Wilson, 2007). Konflik muncul ketika anak
melampaui keterbatasan kemampuan mereka dan anak mengembangkan
perasaan bersalah dan selanjutnya timbul kecemasan dan ketakutan ketika
orangtua membuat mereka merasa bahwa imajinasi dan aktivitasnya tidak
dapat diterima atau tidak sesuai dengan harapan orangtua (Hockenberry &
Wilson, 2007; Muscari, 2005).
Orangtua dapat menggunakan cerita untuk membantu imajinasi yang
menyenangkan, meningkatkan keahlian berbahasa, mendorong anak untuk
mengungkapkan perasaan dan mengekspresikan emosinya, dan menggunakan
bermain sebagai wahana yang terbaik dalam menyalurkan marah atau
frustrasi (Hockenberry & Wilson, 2007). Beberapa jenis emosi yang
berkembang pada masa usia prasekolah, yaitu :
1) Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap
membahayakan (Yusuf, 2005). Pengalaman anak selama periode usia
prasekolah umumnya perasaan takut lebih dominan dibandingkan dengan
periode usia lain, dimana rasa takut ini mudah muncul dan berasal dari
tindakan dan penilaian orangtua, namun pada umumnya rasa takut terjadi
pada kondisi seperti kegelapan, ditinggal sendiri, terutama pada saat
menjelang tidur, binatang terutama binatang yang besar, hantu, mutilasi
tubuh, nyeri, dan objek serta orang-orang yang berhubungan dengan
pengalaman yang menyakitkan (Muscari, 2005). Reaksi anak terhadap rasa
takut adalah panik, kemudian menjadi lebih khusus seperti lari,
menghindar, dan bersembunyi, menangis dan menghindari situasi yang
menakutkan (Hurlock, 1998).
Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalu tahapan sebagai berikut:
mula-mulai tidak takut karena anak belum sanggup melihat kemungkinan
bahaya yang terdapat dalam objek, timbul rasa takut seteah mengenal
adanya bahaya, dan rasa takut bisa hilang kembali setelah mengetahui
cara-cara menghindar dari bahaya (Yusuf, 2005).
2) Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada
objeknya, dan muncul dari situasi-situasi yang dikhayalkan, berdasarkan
penglaman yang diperoleh, buku-buku bacaan/komik, radio atau film
(Yusuf, 2005).
3) Marah, merupakan perasaan tidak senang atau benci terhadap orang lain,
diri sendiri atau objek tertentu, yang merupakan reasksi terhadap situasi
frustasi yang dialami sebagai akibat dari kekecewaan atau perasaan tidak
senang karena adanya hambatan dalam pemenuhan keinginan yang
diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata kasar) atau nonverbal (seperti
mencubit, memukul, menendang, dan merusak) (Yusuf, 2005).
4) Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang
telah merebut kasih sayang daru seseorang yang telah mencurahkan kasih
sayang kepadanya. Perasaan ini biasanya diikuti dengan ketegangan yang
dapat diredakan dengan reaksi-reaksi berikut : agresif atau permusuhan
terhadap saingan, regresif yaitu perilaku kekanak-kanakan seperti
mengompol atau menghisap jempol, sikap tidak peduli, dan menjauhkan
diri dari saingan (Yusuf, 2005).
5) Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, yaitu perasaan yang positif,
nyaman, karena terpenuhinya keinginan dan anak mengungkapkannya
dengan tersenyum, tertawa, bertepuk tangan, melompat-lompat, atau
memeluk benda atau orang yang membuatnya bahagia (Hurlock, 1998;
Yusuf, 2005).
6) Kasih sayang, yaitu perasaan senang untuk memberikan perhatian atau
perlindungan terhadap orang lain, hewan atau benda, dimana perasaan ini
berkembang berdasarkan pengalamannya yang menyenangkan (Yusuf,
2005).
7) Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya,
dimana hal ini terjadi akibat perlakuan orangtua yang menakut-nakuti
sebagai cara orangtua menghukum atau menghentikan perilaku anak yang
tidak disukai (Yusuf, 2005).
8) Ingin tahu (curiosity), yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala
sesuatu atau objek-objek, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik. Reaksi
anak terhadap keingintahuan adalah dalam bentuk penjelajahan
sensomotorik, kemudian sebagai akibat tekanan sosial atau hukuman ia
bereaksi dengan bertanya, dimana masa bertanya ini dimulai pada usia 3
tahun dan mencapai puncaknya pada usia sekita 6 tahun.
c. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif anak usia prasekolah menurut Piaget berada pada fase
praoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menyelesaikan
kegiatan-kegiatan secara mental yang logis, mereka hanya dapat berpikir satu
ide pada satu waktu dan tidak dapat berpikir untuk semua bagian pada waktu
yang menyeluruh. Fase ini ditandai dnegan berkembangnya representaional
atau “symbolic function”, yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk
mempresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol
(kata-kata, gesture/bahasa gerak, dan benda) (Yusuf, 2005). Berpikir secara
simbolik dipandang lebih maju dari berpikir pada fase sensorimotor. Namun
kemampuan berpikir ini masih mengalami keterbatasan. Yusuf (2005)
mengemukakan keterbatasan yang menandai fase praoperasional ini sebagai
berikut :
1) Egosentrisme, yang maksudnya bukan selfisness (egois) atau arogan
(sombong), namun merujuk kepada deferensiasi diri, lingkungan orang
lain yang tidak sempurna dan kecnderungan untuk mempersepsi,
memahami, dan menafsirkan sesuatu berdasarkan sudut pandang sendiri.
Salah satu implikasinya, anak tidak dapat memahami persepsi konseptual
orang lain seprti anak sedang memegang sebuah buku secara tegak dan
menunjuk dalam satu gambar yang ada di dalamnya sambil bertanya ke
ibunya “gambar apa ini?” Dia tidak menyadari bahwa ibunya yang
menghadap kepadanya tidak bisa melihat gambar tersebut dari arah
belakang buku tersebut.
2) Kaku dalam berpikir (rigidity of thought). Salah satu karalteristik berpikir
praoperasional adalah kaku (frozen). Salah satu contohnya, berpikir itu
bersifat centration (memusat), yaitu kecenderungan berpikir atas dasar
satu dimensi, baik mengenai objek maupun peristiwam dan tidak menolak
dimensi-dimensi lainnya. Piaget memperlihatkan dua gelas yang berisi
cairan yang sama tingginya, lalu pada anak ditanyakan apakah kedua gelas
berisi jumlah cairan yang sama, dengan mudahnya anak menjawab. Anak
berikutnya diminta untuk menuangkan sendiri salah satu isi dari kedua
gelas itu ke gelas lain yang lebih pendek dan lebih besar. Kepada anak
ditanyakan ulang, mana yang lebih banyak isinya, gelas yang semula atau
gelas yang baru. Anak menjawab bahwa jumlah cairan di gelas yang
semula lebih banyak karena permukaan cairannya lebih tinggi.
Kemampuan anak disini dapat terlihat yang terpusat hanya pada satu
dimensi persepsi, yaitu tinggi.
3) Semilogical reasoning. Anak-anak mencoba untuk menjelaskan peristiwa-
peristiwa alam yang misterius, yang dialaminya dalam kehidupan sehari-
hari. Salah satu pemecahannya dalam menjelaskannya itu dianalogikan
dengan tingkah laku manusia.

d. Perkembangan Moral
Teori perkembangan moral menurut Kohelberg disebutkan bahwa
perkembangan moral didasarkan pada perkembangan kognitif dan meliputi 3
tahapan besar, yaitu prekonvensional, konvensional, dan postkonvensional.
Yusuf (2005) juga membahas tentang perkembangan moral pada anak usia
prasekolah sebagai berikut:
1) Pada periode usia prasekolah ini anak telah memiliki dasar tentang sikap
moralitas terhadap kelompok sosialnya yang diperoleh dari penglaman
berinteraksi dengan orang lain, sehingga anak belajar memahami konsep-
konsep baik buru dan benar salah. Berdasarkan pengalaman ini maka anak
harus dilatih mengenaik bagaimana mereka harus bertingkah laku dengan
memberikan penjelasan tentang alasannya.
2) Penanaman disiplin dengan disertai alasan diharapkan self-control atau
self-discipline (kemampuan mengendalikan diri atau mendisiplinkan diri
berdasarkan kesadaran diri) dapat berkembang pada anak.
3) Perkembangan kesadaran sosial pada anak usia prasekolah juga meliputi
sikap simpati, murah hati, atau kepedulian terhadap kesejahteraan orang
lain.

e. Perkembangan Spiritual
Perkembangan spiritual pada anak-anak dipengaruhi oleh tingkat kognitif
mereka yang terungkap dalam kemampuan berbahasa. Menurut Hockenberry
& Wilson (2007) bahwa pengetahuan anak tentang kepercayaan dan
ketuhanan dipelajari dari kenyataan yang ada di lingkungan mereka. Biasanya
kepercayaan dan prakteknya terbentuk dari orangtua. Perkembangan dari
suara hati adalah sangat kuat untuk perkembangan spiritual. Anak pada usia
ini mempelajari benar dari kesalahan dan pembenaran untuk menghindari
hukuman. Perbuatan salah mendukung perasaan bersalah dan anak prasekolah
biasanya salah mengartikan bahwa sakit adalah hukuman. Mengobservasi
tradisi religius dan berpartisipasi dalam masyarakat religius dapat membantu
anak terindungi dari periode penuh stress seperti dirawat di rumah sakit dan
kejadian trauma lainnya (Hockenberry & Wilson, 2007). Menurut Yusuf
(2005), kesadaran beragama pada anak usia prasekolah ditandai dengan ciri-
ciri sebagai berikut :
1) Sifat keagamaannya bersifat reseptif (menerima) meskipun banyak
bertanya.
2) Pandangan ketuhanannya bersifat anthropormoph (dipersonifikasikan).
3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam)
meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai
kegiatan ritual.
4) Hal ketuhanan dipahamkan secara idiosyncritic (menurut khayalan
pribadinya) sesuai dengan taraf berpikirnya yang masih bersifat egosentrik
(memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).

f. Perkembangan Body Image


Perkembangan dalam body image pada anak usia prasekolah berkembang
mengikuti perkembangan kognitif dan kemampuan berbahasa. Hockenberry
dan Wilson (2007) mengatakan bahwa bermain pada anak usia prasekolah
memiliki peran yang signifikan dalam perkembangan body image. Anak
prasekolah dengan meningkatnya perkembangan bahasa dan kognitif
mengakui pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan,
mengakui perbedaan warna kulit dan identitas suku, serta rentan untuk belajar
berprasangka. Anak prasekolah juga menyadari arti kata seperti cantik atau
bentuk merefleksikan pendapat mengenai pengalamannya.
Hockenberry & Wilson (2007) menyebutkan meskipun perkembangan body
image terus berlanjut namun anak prasekolah memiliki keterbatasan
pengertian dan sedikit pengetahuan tentang anatomi sehingga mengalami
gangguan akibat pengalaman yang menakutkan, khususnya yang berkenaan
dengan gangguan integtritas kulit (seperti injeksi atau pembedahan).

g. Perkembangan Seksual
Perkembangan seksual selama usia prasekolah adalah penting untuk identitas
seksual (Hockenberry & Wilson, 2007). Hockenberry dan Wilson (2007) juga
mengatakan bahwa perkembangan identitas jenis kelamin diakui, kesopanan
dan ketakutan terhadap mutilasi menjadi suatu perhatian. Anak prasekolah
mengidentifikasi jenis kelamin yang sama dengan orangtua serta
mempraktekkan dan mencontoh orangtua seperti cara berpakaian, mengasuh,
perawatan, disiplin, dan berjalan yang penekanannya pada beberapa aspek
perilaku berorientasi jenis kelamin. Anak prasekolah memiliki kemampuan
berbahasa dan kognitif yang lebih baik daripada anak usia todler sehingga
mereka mampu meneliti identitas jenis kelamin. Meningkatnya penelitian
menunjukkan bahwa identifikasi gender tidak semata-mata faktor biologi atau
genetik tetapi utamanya akibat faktor psikologi postnatal yang kompleks.

h. Perkembangan Sosial
Yusuf (2005) menyebutkan bahwa anak usia prasekolah khususnya sejak
mereka berusia 4 tahu, perkembangan sosialnya sudah tampak jelas karena
mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-
tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah :
1) Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga
maupun dalam lingkungan bermain.
2) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada aturan.
3) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
4) Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain atau teman-teman
sebaya.

Yusuf (2005) juga menjelaskan bahwa perkembangan sosial anak sangat


dipengaruhi oleh iklim sosio-psikologis keluarganya, sehingga apabila di
lingkungan keluarga tercipta suasan yang harmonis, saling memperhatikan,
saling membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas keluarga, terjalin
komunikasi antar anggota keluarga, maka anak akan memiliki kemampuan
penyesuaian sosial dalam hubungan dengan orang lain.

Bahasa memiliki perananan penting dalam kehidupan seorang ana karena


bahasa memiliki pengaruh yang besar terhadap komunikasi dan interaksi
sosial, dan bahasa merupakan barometer yang kritis dari perkembangan
kognitif maupun emosi. Kemampuan berbahasa terus berkembang dengan
pesat ada kelomok anak usia prasekolah.
BAB III
SATUAN ACARA PELAKSANAAN
TERAPI BERMAIN

1. Jenis Program Bermain


Mengenal warna melalui media gambar buah-buahan.
2. Karakteristik Bermain
a. Mengembangkan kognitif anak
b. Melatih kreativitas anak
c. Anak dapat lebih mengenal warna
d. meningkatkan ekspresi emosinal anak, termasuk pelepasan yang
aman dari rasa marah dan benci
3. Karakteristik Peserta
a. Usia 3 – 6 tahun
b. Jumlah peserta 6 orang anak dan didampingi orang tua
c. Keadaan umum anak baik
d. Peserta kooperatif
e. Tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan permainan
4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
a. Hari/tanggal : Rabu, 17 November 2021
b. Waktu : 16:00
c. Tempat : Rumah Ny. F
5. Metode
Menebak media gambar buah-buahan dan menyesuaikan warna sesuai
gambar.
6. Alat yang Digunakan
Kertas bergambar buah-buahan berlapis kardus yang memiliki warna,
kertas yang berwarna, dan kertas karton untuk media penempelan.
7. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas
a. Struktur Organisasi
1) Leader : Edwar Rusdianto, S.Kep
2) Co. Leader : 1. Amril Sani,S. Kep
2. Sri Luciani, S.Kep
3) Fasilitator : 1. Friska Oktariana S. Kep
2. Eka Agustina, S.Kep
3. Susi Heryani S. Kep

4) Observer : 1. Dini Praiwi S. Kep


2. Nirmala Sari S. Kep
3. Asep Natawijaya S. Kep

b. Uraian Tugas
1) Leader
 Menjelaskan tujuan bermain
 Mengarahkan proses kegiatan pada anak
 Menjelaskan aturan bermain pada anak
 Mengevaluasi perasaan anak setelah bermain
2) Fasilitator
 Menyiapkan alat-alat permainan
 Memberi motivasi kepada anak untuk mendengarkan apa
yang sedang dijelaskan
 Mempertahankan kehadiran anak
 Mencegah gangguan/hambatan terhadap anak baik luar
maupun dalam
3) Observer
 Mencatat dan mengamati respon anak selama terapi
bermain baik verbal maupun nonverbal
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan
perilaku anak selama terapi bermain
 Mencatat dan mengamati anak aktif dari program terapi
bermain
Terapis Waktu Subjek Terapi
Persiapan (Pra Interaksi) 5 menit Ruangan, alat-alat
Persiapan Pasien permainan, anak dan
A. Anak dan orang tua diberitahu keluarga sudah siap
tujuan bermain.
b. Melakukan kontrak waktu dan
tempat pelaksanaan.
c. Mengecek kesiapan dan
kondisi anak untuk bermain (anak
tidak mengantuk, anak tidak
rewel, kondisi anak
memungkinkan untuk diajak
bermain, keadaan umum anak
membaik).
d. Bermain dapat dilakukan di
tempat tidur anak atau
duduk/disesuaikan dengan kondisi
anak.
Persiapan Peralatan
a. Menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan seperti kertas
bergambar buah-buahan yang
memiliki warna dan kertas
berwarna.
b. Mencek kembali kelengkapan
peralatan yang akan dipergunakan.
Pembukaan (Orientasi) 5 menit Anak dan keluarga
a. Mengucapkan salam. menjawab salam, anak
b. Memperkenalkan diri. saling berkenalan, anak
c. Anak yang akan bermain saling dan keluarga
berkenalan. memperhatikan terapis
d. Memanggil anak dengan nama
panggilan yang dia senangi.
e. Menjelaskan tujuan dan langkah-
langkah pelaksanaan kegiatan
terapi bermain dengan bercerita
pada orang tua/anak.
f. Memberi kesempatan pada anak
dan orang tua untuk bertanya
kalau ada hal yang belum jelas.
g. Menanyakan kesiapan anak
sebelum kegiatan dilakukan.
h. Meminta persetujuan (informed
consent) orang tua responden.
Tahap Kerja 15 menit Anak dan keluarga
a. Memberi petunjuk pada anak memperhatikan
tentang prosedur bermain. penjelasan terapis, anak
b. Memotivasi keterlibatan anak dan melakukan kegiatan yang
orang tua. diberikan oleh terapis,
c. Mempersilahkan anak untuk anak dan keluarga
memilih tempat duduk yang memberikan respon yang
disenangi. baik.
d. Anak mulai menebak warna
didampingi oleh orang tua anak,
leader dan fasilitator selama 10
menit.
e. Mengobservasi emosi dan
hubungan interpersonal anak.
f. Menanyakan perasaan anak
apakah sudah merasa bosan.
g. Memberi pujian ketika anak
berhasil mengikuti cerita sampai
akhir.
h. Meminta anak menunujukkan
wana apa yang diminta leader.
i. Memberikan Reward kepada anak.
j. Mengakhiri permainan.

Anak dan keluarga


tampak senang,
Terminasi 5 menit menjawab salam
a. Menanyakan perasaan anak
setelah bermain
b. Menanyakan perasaan dan
pendapat orang tua tentang
bermain dengan menebak warna.
c. Berpamitan dengan anak dan
orang tua.
d. Membereskan peralatan.
e. Mengembalikan alat ke tempat
semula.
f. Mencatat respon anak dan orang
tua.

8. Antisipasi Masalah
1. Penanganan Anak-anak yang tidak aktif selama Terapi Bermain :
a. Memanggil nama anak.
b. Memberi kesempatan kepada anak untuk memberikan respon
positifnya.
2. Anak yang meninggalkan acara kegiatan Terapi Bermain :
a. Memanggil nama anak.
b. Menanyakan alasan meninggalkan kegiatan.
c. Memberikan penjelasan tujuan kegiatan dan anjurkan anak balik
keruangan setelah acara berakhir.
3. Bila Anak di luar kelompok ingin ikut kegiatan :
a. Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini dilakukan untuk anak-anak
yang mengikuti terapi aktivitas bermain. Katakan pada Anak bahwa
kegiatan lain yang mungkin dapat diikuti oleh anak tersebut.
b. Jika Anak memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak
memberi peran pada kegiatan tersebut.

9. Evaluasi yang Diharapkan


1) Evaluasi Struktur
 Kondisi lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan
memungkinkan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan.
 Posisi tempat di tempat tidur anak.
 Anak sepakat untuk mengikuti kegiatan.
 Alat yang digunakan dalam kondisi baik.
 Leader, Fasilitator, observer berperan sebagaimana mestinya.
2) Evaluasi Proses
 Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal hingga
akhir.
 Leader mampu memimpin acara.
 Fasilitator mampu memotivasi anak dalam kegiatan.
 Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan
bertanggung jawab dalam antisipasi masalah.
 Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan
kepada leader yang berfungsi sebagai evaluator anak
 Anak mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga
akhir.
3) Evaluasi Hasil
Anak mampu mengenal 2-3 warna gambar dengan  kriteria
Penilaian:
a) Aspek kognitif
 Pengetahuan atau hafalan anak tentang warna, misal pisang
berwarna kuning.
 Pemahaman anak tentang gambar, contoh: mengerti bahwa
itu gambar apel.
b) Aspek afektif

 Anak dapat memberi respon rangsangan dari pembimbing.


Menyampaikan perasaan setelah melakukan kegiatan
misalnya, anak merasa gembira
 Anak menyatakan rasa senangnya misalnya, sangat senang
karena mendapatkan kertas bergambar
c) Aspek psikomotor
Anak mampu menebak warna dan mampu mengetahui gambar
buah-buahan serta menempelnya di kertas karton
d) Aspek social
Anak dapat berinteraksi dengan ibu, teman sebaya dan
pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA

Kristi S. Gaines, Zane D. Curry. The Inclusive Classroom:


The Effects of Color on Learning and Behavior. Journal of Family &
Consumer Sciences Education, 29(1), Spring/Summer 2011.
Mansur, Herawati. 2009. Psikologi Ibu dan Anak Untuk Kebidanan. Salemba
Medika. Jakarta
Nicola J. Pitchford and Kathy T. Mullen. Conceptualization of Perceptual
Attributes: A Special Case for Color. Journal of Experimental Child
Psychology 80, 289–314 (2001)
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan Bidan).
Jakarta: Salemba Medika
Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Whaley dan Wong. 2000. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 2. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
DOKUMENTASI KEGIATAN
Email : friciliaeuklesia@gmail.com

Abstract: Anxiety is the impact of


hospitalization experienced by pre-
school childrens. The impact of this
risk can interfere with the child
development and the child's healing
process. To reduce anxiety of child
can be given by play therapy. The
Jurnal purpose of this study was to
determine the effects of therapeutic
Terkait play coloring pictures against anxiety
levels in pre-school age childrens
PENGARUH TERAPI BERMAIN due hospitalization. Methods of this
MEWARNAI GAMBAR TERHADAP study using pre-experimental designs.
TINGKAT KECEMASAN PADA Sampling technique with accidental
ANAK USIA PRA SEKOLAH sampling by 30 respondents. Statistic
testusing paired sample t-test with a
AKIBAT HOSPITALISASI DI
significance level of 95% (α =0.05).
RUANGAN IRINA E
The results showed that the p value =
BLU RSUP. PROF. DR. R. D. 0.000 (<0.05) so there is a
KANDOU therapeutic effects of therapeutic play
coloring pictures against anxiety
MANADO level sin pre-school age childrens
due hospitalization at Irina E BLU
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Fricilia Euklesia Wowiling Manado. Conclusion: The results
showed there is an effects of
Amatus Yudi Ismanto
Abram Babakal

therapeutic play coloring pictures of


Program Studi Ilmu Keperawatan the level of anxiety in children of pre
school age due to hospitalization at
Fakultas Kedokteran
Irina E BLU RSUP Prof. Dr. R. D.
Universitas Sam Ratulangi Manado Kandou Manado.
Keywords : Hospitalization, Anxiety, penelitian menunjukkan bahwa nilai
Play Therapy p value = 0,000 (<0,05) sehingga
terdapat pengaruh terapi bermain
mewarnai gambar terhadap tingkat
Abstrak : Perasaan cemas merupakan
kecemasan pada anak usia pra
dampak dari hospitalisasi yang
sekolah akibat hospitalisasi di
dialami oleh anak pra sekolah.
Ruangan Irina E BLU RSUP Prof.
Dampak ini berisiko dapat
Dr. R. D.Kandou Manado.
mengganggu tumbuh kembang anak
Kesimpulan : Diperoleh hasil adanya
dan proses penyembuhan pada anak.
pengaruh terapi bermain mewarnai
Untuk mengurangi kecemasan anak
gambar terhadap tingkat kecemasan
dapat diberikan terapi bermain.
pada anak usia pra sekolah akibat
Penelitian ini bertujuan mengetahui
hospitalisasi di Ruangan Irina E BLU
pengaruh terapi bermain mewarnai
RSUP Prof. Dr. R. D.Kandou. Kata
gambar terhadap tingkat kecemasan
kunci : Hospitalisasi, Kecemasan,
pada anak usia pra sekolah akibat
Terapi Bermain
hospitalisasi. Metode penelitian pre
experimental designs. Teknik
pengambilan sampel yaitu
accidental sampling sebanyak 30
responden. Uji Statistik paired
sample t-Test dengan tingkat
kemaknaan 95% (α = 0,05). Hasil

PENDAHULUAN sakit. Perasaan tersebut dapat timbul


Hospitalisasi merupakan karena menghadapi sesuatu yang baru
perawatan yang dilakukan dirumah dan belum pernah dialami
sakit dan dapat menimbulkan trauma sebelumnya, rasa tidak nyaman dan
dan stres pada klien yang baru merasakan sesuatu yang menyakitkan
mengalami rawat inap di rumah sakit. (Supartini, 2004). Kecemasan
Hospitalisasi pada anak merupakan merupakan perasaan paling umum
proses karena suatu alasan yang yang dialami oleh pasien anak
berencana atau darurat mengharuskan terutama usia prasekolah.
anak untuk tinggal di rumah sakit
menjalani terapi dan perawatan Potter & Perry (2005)
sampai pemulangan kembali kerumah menyatakan usia prasekolah
(Supartini, 2004). Menurut Wong merupakan masa kanak-kanak awal
(2000), hospitalisasi adalah suatu yaitu pada usia 3-6 tahun. Pada usia
keadaan krisis pada anak, saat anak ini, perkembangan motorik anak
sakit dan dirawat di rumah sakit berjalan terus-menerus. Reaksi
sehingga anak harus beradaptasi terhadap kecemasan yang ditunjukkan
dengan lingkungan rumah sakit. anak usia prasekolah yaitu menolak
makan, sering bertanya, menangis
Perasaan cemas merupakan walaupun secara perlahan, dan tidak
dampak dari hospitalisasi yang kooperatif terhadap petugas kesehatan
dialami oleh anak karena menghadapi (Supartini, 2004). Dampak dari
stressor yang ada dilingkungan rumah hospitalisasi dan kecemasan yang
dialami anak usia prasekolah berisiko cara menggambar, ini berarti
dapat mengganggu tumbuh kembang menggambar bagi anak merupakan
anak dan proses penyembuhan pada suatu cara untuk berkomunikasi tanpa
anak (Wong, 2004). Anak usia menggunakan katakata (Suparto,
prasekolah memandang hospitalisasi 2003, dalam Paat, 2010 ). Dengan
sebagai sebuah pengalaman yang menggambar atau mewarnai gambar
menakutkan. Ketika anak menjalani juga dapat memberikan rasa senang
perawatan di rumah sakit, biasanya ia karena pada dasarnya anak usia pra
akan dilarang untuk banyak bergerak sekolah sudah sangat aktif dan
dan harus banyak beristirahat. Hal imajinatif selain itu anak masih tetap
tersebut tentunya akan dapat melanjutkan perkembangan
mengecewakan anak sehingga dapat kemampuan motorik halus dengan
meningkatkan kecemasan pada anak menggambar meskipun masih
menjalani perawatan di rumah sakit.
(Samiasih, 2007).
Dalam penelitian yang dilakukan
Untuk mengurangi kecemasan
oleh Katinawati (2011) tentang
yang dirasakan oleh anak dapat
kecemasan anak usia prasekolah yang
diberikan terapi bermain. Bermain
mengalami hospitalisasi
dapat dilakukan oleh anak yang sehat
menunjukkan adanya perbedaan
maupun sakit. Walaupun anak sedang
kecemasan anak sebelum dan sesudah
mengalami sakit, tetapi kebutuhan
dilakukan terapi bermain, dimana
akan bermain tetap ada (Katinawati,
sebelum diberikan terapi bermain
2011). Bermain merupakan salah satu
80% anak mengalami kecemasan
alat komunikasi yang natural bagi
sedang dan 20% anak mengalami
anak-anak. Bermain merupakan dasar
kecemasan berat dan setelah
pendidikan dan aplikasi terapeutik
diberikan terapi bermain 86.7% anak
yang membutuhkan pengembangan
mengalami kecemasan ringan dan
pada pendidikan anak usia dini
13.3% anak mengalami kecemasan
(Suryanti, 2011).
sedang.
Bermain dapat digunakan sebagai
Berdasarkan hasil studi
media psiko terapi atau pengobatan
pendahuluan yang dilakukan di
terhadap anak yang dikenal dengan
Ruangan Irina E BLU RSUP
sebutan Terapi Bermain
Prof.Dr. R.D.Kandou Manado,
(Tedjasaputra, 2007). Adapun tujuan
selama 2 bulan terakhir dari bulan
bermain bagi anak di rumah sakit
Januari sampai dengan Februari
yaitu, mengurangi perasaan takut,
2014 didapatkan data jumlah pasien
cemas, sedih, tegang dan nyeri
anak usia 3-6 tahun sebanyak 79
(Supartini, 2004).
pasien. Hasil observasi menemukan
Menggambar atau mewarnai banyak anak yang menangis
merupakan salah satu permainan yang terutama saat dilakukan tindakan
memberikan kesempatan anak untuk perawatan. Selain menangis, pasien
bebas berekspresi dan sangat anak juga tidak mau berpisah
terapeutik (sebagai permainan dengan orangtua/walinya dan
penyembuh). Anak dapat menghindar ketika akan dilakukan
mengekspresikan perasaannya dengan tindakan perawatan. Di Ruangan
Irina E BLU RSUP Prof. Dr. Sedangkan kriteria eksklusi dalam
R.D.Kandou Manado sudah penelitian ini yaitu pasien anak yang
mempunyai ruang bermain tapi bedrest total, pasien anak yang
untuk pelaksanaan terapi bermain memiliki keterbatasan aktivitas
sendiri belum maksimal. karena terpasang beberapa alat
Berdasarkan uraian di atas, peneliti invasive, pasien anak yang
tertarik melakukan penelitian untuk mengalami gangguan mental, pasien
melakukan tindakan untuk anak yang sudah lebih dari 7 hari
meminimalkan kecemasan anak dirawat di Ruangan Irina E BLU
yang mengalami hospitalisas dengan RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
cara pemberian terapi bermain Manado. Instrumen penelitian yang
dengan mewarnai gambar. digunakan yaitu kuesioner yang
terdiri dari 19 pertanyaan untuk tiap
pertanyaan diberi nilai sebagai
METODE PENELITIAN berikut : nilai 1 untuk jawaban tidak
Penelitian ini merupakan penelitian pernah, nilai 2 untuk jawaban
eksperimental dengan menggunakan kadang-kadang, dan nilai 3 untuk
rancangan penelitian pre jawaban selalu. Skor akhir dengan
experimental designs dengan menjumlahkan angka untuk tiap
rancangan pra-pasca test dalam satu jawaban.
kelompok (one-group pre testpost
test design). Tempat penelitian di Prosedur pengumpulan data
Ruangan Irina E BLU RSUP Prof. administrasi sebelum penelitian
Dr. R. D. Kandou Manado, waktu dilakukan, peneliti meminta surat
penelitian Populasi adalah pasien- izin penelitian dari bagian akademik
pasien usia pra sekolah yang ada di Program Studi Ilmu Keperawatan
Ruangan Irina E BLU RSUP Prof. FK UNSRAT. Setelah itu
Dr. R. D. Kandou Manado. Pada mengajukan izin penelitian kepada
penelitian ini sampel diambil dengan direktur BLU RSUP Prof. Dr. R.
menggunakan teknik Non D. Kandou Manado. Setelah
mendapat persetujuan dari bagian
Probability Sampling dengan pendidikan dan penelitian BLU
accidental sampling, dimana RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
pengambilan sampel ini Manado, peneliti kemudian
mempertimbangkan kriteria inklusi melakukan sosialisasi rencana
maupun kriteria eksklusi yang ada. penelitian kepada Kepala Instalasi
Kriteria inklusi penelitian ini yaitu Irina E. Peneliti memberikan
pasien anak usia 3-6 tahun yang informasi kepada orang tua/wali
sementara dirawat di Ruangan Irina pasien mengenai tujuan dan prosedur
E BLU RSUP Prof. Dr. R. D. penelitian yang dilakukan. Peneliti
Kandou Manado, anak yang baru mempersilahkan orang tua/wali
menjalani perawatan di rumah sakit pasien untuk menandatangani surat
selama 1-7 hari, semua persetujuan menjadi responden
orangtua/pendamping yang bersedia (informed consent) jika responden
untuk menjadikan anaknya subjek bersedia Peneliti menyerahkan
penelitian dan siap menandatangani kuesioner kepada orangtua/wali untuk
surat pernyataan penelitian. mengukur kecemasan anak sebelum
diberikan terapi bermain mewarnai berbeda-beda sesuai dengan tingkat
gambar. Peneliti memberikan terapi perkembangan anak (Supartini,
bermain mewarnai gambar kepada 2004). Semakin muda usia anak
responden. Responden diberikan maka akan semakin sukar baginya
waktu bermain selama 30 menit. untuk menyesuaikan diri dengan
Untuk kuesioner post test diberikan pengalaman di rawat di rumah sakit
sehari setelah dilakukan terapi
(Elfira, Eqlima, 2011).
bermain. Peneliti memberikan
kuesioner kepada orangtua/wali untuk
mengukur kecemasan anak sesudah
diberikan terapi bermain Tabel 2. Distribusi frekuensi
mewarnai responden berdasarkan jenis
kelamin anak usia pra sekolah di
gambar. Pengolahan data yaitu Ruangan Irina E BLU RSUP
cleaning, coding, scoring, entering.
Teknik analisa data menggunakan Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
univariat, bivariat. Etika penelitian Jenis Kelamin n %
meliputi: Informed consent,
anonimity, confidentiality. Laki-Laki 17 56,7
Perempuan 13 43,3
HASIL dan PEMBAHASAN A. Hasil
Penelitian Total 30 100,0
1. Analisis Univariat Tabel 1. Sumber : data primer
Distribusi frekuensi berdasarkan
Berdasarkan tabel diatas
umur anak usia pra sekolah di
menunjukkan jenis kelamin anak
Ruangan Irina E BLU RSUP Prof.
responden yang sedang dirawat
Dr. R. D. Kandou
sebagian besar berkelamin lakilaki
Manado yaitu 17 orang (56,7%). Menurut
Soetjiningsih (1995) dalam
Umur n % Samiasih, Amin (2007), anak laki-
laki lebih sering sakit dibandingkan
3 tahun 4 13,3
anak perempuan, tetapi belum
4 tahun
11 36,7 diketahui secara pasti mengapa
5 tahun
demikian. Meskipun jenis kelamin
6 tahun 8 26,7 bukan faktor dominan terhadap
7 23,3 munculnya kecemasan, tetapi ada
penelitian yang mengatakan bahwa
Total 30 100,0 tingkat kecemasan yang tinggi
Sumber : data primer
terjadi pada wanita dibanding laki-
Berdasarkan tabel diatas laki yaitu 2:1 (Hawari, 2004).
menunjukkan umur anak responden
yang sedang dirawat sebagian besar
berumur 4 tahun yaitu 11 orang Tabel 3. Distribusi frekuensi
(36,7%). Menurut Supartini (2004), berdasarkan pendamping anak usia
reaksi anak terhadap sakit
pra sekolah di Ruangan Irina E BLU sebelum
RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado
Kecemasan 34,00 8,030 20-49
Pendamping n %
37,17
Orang Tua 21 9 70,0 sesudah
Saudara 30,0 Sumber : data primer

Total 30 100,0 Berdasarkan tabel diatas


menunjukkan yaitu nilai rata-rata
Sumber : data primer
tingkat kecemasan pada anak usia pra
Berdasarkan tabel diatas sekolah sebelum dilakukan terapi
menunjukkan pendamping anak yang bermain sebesar 42,43 dengan standar
terbanyak yaitu orang tua berjumlah deviasi 7,785 sedangkan setelah
21 orang (70,0%). Supartini (2004) dilakukan terapi bermain diperoleh
mengatakan bahwa anak nilai rata-rata 37,17 dengan standar
membutuhkan orang tua selama deviasi 8,030 yang berarti terjadi
proses hospitalisasi. Adanya penurunan tingkat kecemasan rata-
perpisahan dengan orangtua dapat rata sebesar 5,26.
memicu terjadinya kecemasan pada
anak, Oleh karena itu keberadaan
2. Analisis Bivariat
orangtua/saudara sangat penting
Sebelum dilakukan analisis bivariat
untuk mendampingi anak selama
dilakukan uji normalitas yang
menjalani perawatan di rumah sakit
merupakan syarat mutlak uji t
dan membantu dalam memenuhi
dependen maupun t independen.
kebutuhan dasar anak seperti
Setelah dilakukan uji normalitas data
memandikan, memberi makan,
dan didapatkan distribusi data yang
mengganti popok, dan lain-lain
normal maka syarat untuk dilakukan
(Elfira, Eqlima, 2011).
uji t terpenuhi. Hasil uji normalitas
didapatkan skewness dibagi dengan
standar errornya menghasilkan nilai ≤
Tabel 4. Distribusi frekuensi
2, berarti data terdistribusi normal
kecemasan sebelum dan sesudah
pemberian terapi bermain pada anak (Sofian, 2012). Uji normalitas
usia pra sekolah akibat hospitalisasi dilakukan untuk variabel numerik
di Ruangan Irina E BLU dalam hal ini meliputi kecemasan
sebelum dilakukan terapi bermain dan
RSUP Prof. DR. R. D. Kandou
kecemasan sesudah dilakukan terapi
Manado
bermain.
Min-
Variabel Mean Median SD
MaxTabel 5. Uji normalitas kecemasan
Kecemasan 45,50 7,785 25-52
sebelum dilakukan terapi bermain dan
kecemasan sesudah dilakukan terapi
42,43
bermain di Ruangan Irina E BLU Manado
RSUP
Sumber : data primer
Prof. DR. R. D. Kandou Manado Berdasarkan hasil analisis
Skewness/SE menggunakan uji Paired Sample t-
Variabel
Test diperoleh nilai p ≤ α = 0,05
Kecemasan sebelum -1,035 maka dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh terapi bermain mewarnai
Kecemasan sesudah -0,163 gambar terhadap tingkat kecemasan
Sumber : data primer pada anak usia pra sekolah akibat
hospitalisasi di Ruangan Irina E BLU
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa uji RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
normalitas berdasarkan hasil Manado.
pembagian antara Skewness dan
standar error pada kecemasan
sebelum dilakukan terapi bermain B. PEMBAHASAN
-1,035 yang artinya data berdistribusi Hospitalisasi pada pasien anak
normal dan umtuk kecemasan setelah dapat menimbulkan kecemasan dan
dilakukan terapi bermain berdasarkan stress pada semua tingkatan usia
hasil pembagian skewness dibagi (Ambarwati, 2012). Bagi anak usia
standar error adalah -0,163 yang pra sekolah, mereka memandang
artinya data berdistribusi normal. hospitalisasi sebagai sebuah
pengalaman yang menakutkan
Setelah dilakukan uji normalitas dan (Samiasih, 2007). Anak akan
didapatkan hasil kedua data menunjukkan berbagai perilaku
berdistribusti tidak normal, maka sebagai reaksi tehadap pengalaman
untuk uji bivariat dapat menggunakan hospitalisasi. Reaksi anak terhadap
uji Paired Sample t-Test. hospitalisasi bersifat individual, dan
sangat bergantung pada tahapan usia
perkembangan anak, pengalaman
sebelumnya terhadap sakit, sistem
Tabel 6. Pengaruh terapi bermain pendukung yang tersedia, dan
mewarnai gambar terhadap tingkat kemampuan koping yang dimilikinya
kecemasan pada anak usia pra (Supartini, 2004).
sekolah akibat hospitalisasi di Kecemasan merupakan respon
Ruangan Irina E BLU RSUP Prof. individu terhadap suatu keadaan yang
DR. R. D. Kandou tidak menyenangkan dan dialami oleh
semua makhluk hidup dalam
Beda kehidupan seharihari
(Suliswati, dkk , 2005).
Rerata
P Kecemasan dan stress yang
SD
Variabel Rerata t df dialami anak saat
(95% n value hospitalisasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain
CI)
faktor dari petugas kesehatan
sebelum 42,43 7,785 5,267 (perawat, dokter dan tenaga

(4,123, 9,421 29 30 0,000

sesudah 37,17 8,030 6,410)


kesehatan lainnya), lingkungan baru Berdasarkan hasil penelitian
dan keluarga yang mendampingi menunjukkan nilai rata-rata tingkat
selama perawatan (Nursalam, dkk, kecemasan pada anak usia pra
2008). Kecemasan yang dialami anak sekolah sebelum diberikan terapi
selama hospitalisasi dapat bermain sebesar 42.43 dan setelah
menimbulkan dampak diantaranya diberikan terapi bermain diperoleh
proses penyembuhan anak dapat nilai rata-rata 37,17, yang berarti
terhambat, menurunnya semangat terjadi penurunan tingkat kecemasan
untuk sembuh dan tidak anak pra sekolah dengan nilai rata-
kooperatifnya anak terhadap tindakan rata sebesar 5,26.
perawatan
Saat dilakukan penelitian, respon
(Supartini, 2004). yang muncul yaitu anak cenderung
menangis atau marah ketika
Bermain merupakan kegiatan
didekati, bahkan tidak segan-segan
yang dilakukan secara suka rela, dan
ia merajuk pada orang tuanya.
tidak ada paksaan atau tekanan dari
Awalnya sangat sulit membina rasa
luar atau kewajiban (Nurhayatin,
percaya antara anak dan peneliti tapi
2010). Bermain merupakan
berkat bantuan orang terdekat dan
cerminan kemampuan fisik,
ketika ditunjukkan kepada anak
intelektual, emosional dan sosial dan
mengenai media yang mendukung
bermain merupakan media yang baik
terapi ini dalam hal ini pensil warna
untuk belajar karena dengan
dan gambar yang akan diwarnai,
bermain anak-anak dapat berkata-
sebagian besar anak mulai
kata (berkomunikasi), belajar
menunjukkan respon yang baik
menyesuaikan diri dengan
kepada peneliti dan mau melakukan
lingkungan, dan melakukan apa
terapi bermain dalam hal ini
yang dapat dilakukan (Wong, 2000).
mewarnai gambar.
Bermain dapat dilakukan oleh anak
yang sehat maupun sakit. Walaupun Permainan yang disukai anak
anak sedang mengalami sakit, tetapi akan membuat anak merasa senang
kebutuhan akan bermain tetap ada melakukan permainan tersebut.
(Suryanti, 2011). Sementara itu, jika anak kurang
menyukai terhadap jenis permaianan
Salah satu permainan yang
tertentu mereka tidak akan menikmati
cocok dilakukan untuk anak usia
permainan yang mereka lakukan.
pra sekolah yaitu mewarnai gambar,
Selama penelitian, peneliti
dimana anak mulai menyukai dan
menemukan tidak semua anak
mengenal warna serta mengenal
mengalami penurunan skor
bentuk-bentuk benda di
kecemasan karena mungkin mereka
sekelilingnya (Suryanti, 2011).
tidak menikmati permainan yang
Mewarnai merupakan salah satu
dikerjakan. Responden tidak
permainan yang memberikan
mengalami penurunan skor
kesempatan pada anak untuk bebas
kecemasan dapat juga disebabkan
berekspresi dan sangat terapeutik
oleh kondisi fisik anak akibat
(Paat, 2010).
penyakit yang diderita, pola asuh dan
dukungan keluarga yang kurang.
Anak yang terbiasa dimanjakan dan disimpulkan bahwa terapi bermain
jarang diajak bermain dengan teman mewarnai gambar dapat memberikan
sebayanya akan sulit bersosialisasi pengaruh terhadap penurunan tingkat
dan menerima keberadaan orang lain kecemasan pada anak usia prasekolah
di sekitarnya. Sementara itu, anak yang mengalami kecemasan di
yang di rumah kurang diperhatikan Ruangan Irina E BLU RSUP Prof.
akan banyak mencari perhatian Dr. R. D. Kandou Manado.
dengan rewel dan cenderung
bertindak agresif (Kholisatun, 2013).
Penelitian ini terkait dengan
penelitian Samiasih (2007) ada SIMPULAN
pengaruh terapi bermain terhadap Terjadi penurunan tingkat kecemasan
tingkat kecemasan anak usia anak usia pra sekolah yang
prasekolah selama tindakan mengalami hospitalisasi dari sebelum
keperawatan di Ruang Lukman dan sesudah dilakukan terapi bermain
Rumah Sakit Roemani Semarang mewarnai gambar di Ruangan Irina E
dimana nilai rata-rata kecemasan BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
sebelum pemberian terapi bermain Manado. Menjawab hipotesis bahwa
adalah 3,55 sedangkan kecemasan ada pengaruh terapi bermain
setelah pemberian terapi bermain mewarnai gambar terhadap tingkat
adalah 2,60. Selisih rata-rata kecemasan pada anak usia pra
kecemasan sebelum dan sesudah sekolah akibat hospitalisasi di
pemberian terapi bermain sebesar Ruangan Irina E BLU RSUP Prof.
0,95. Hal ini menunjukkan ada DR. R. D.
pengaruh pemberian terapi bermain Kandou Manado.
terhadap penurunan tingkat
kecemasan anak.
Hasil penelitian yang dilakukan DAFTAR PUSTAKA
oleh Sutomo (2011) menunjukan Ambarwati, Fitri & Nasution, Nita.
adanya pengaruh terapi bermain (2012).
mewarnai gambar terhadap tingkat Buku Pintar Asuhan
kecemasan anak usia pra sekolah Keperawatan Bayi Dan Balita.
yang mengalami hospitalisasi di Yogyakarta : Cakrawala
RSUD Kraton Kabupaten Ilmu
Pekalongan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat
kecemasan yang dialami anak usia Elfira, Eqlima. (2011). Pengaruh
pra sekolah mengalami penurunan Terapi Bermain Dengan
sesudah terapi bermain. Hal ini Teknik Bercerita
berarti bahwa terapi bermain Terhadap Kecemasan Akibat
mewarnai gambar merupakan salah Hospitalisasi Pada Anak Usia
satu teknik yang dapat mengalihkan Prasekolah di Ruang Perawatan
perhatian anak akan suatu objek yang RSUP H Adam Malik Medan.
mencemaskannya. Dari hasil USU Institutional Repository.
pembahasan di atas dapat http://repository.usu.ac.id/handle/
1234 56789/24484. Diakses pada
22 Maret
2014, pukul 15.30 WITA Nurhayatin. (2010). Gambaran
Kecemasan Pada Anak Usia Pra
Sekolah Yang Dilakukan Terapi
Bermain Bercerita di
Hawari, D. (2004). Manajemen Ruang Nusa Indah Rumah Sakit
Stress, Bhakti
Cemas Dan Depresi. Jakarta: Balai Wira Tamtama Semarang.
Penerbit FKUI http://digilib.unimus.ac.id/files/di
sk1/1 45/jtptunimus-gdl-
nurhayatin-7221-2babi.pdf.
Diakses pada 26 Maret 2014,
Katinawati. (2011). Pengaruh Terapi
pukul 00.45 WITA
Bermain Dalam Menurunkan
Kecemasan Pada Anak Usia Pra
Sekolah (3-5 tahun) Yang Paat, T. C. (2010). Skripsi : Analisis
Mengalami Hospitalisasi Di
Rumah Sakit Umum Daerah Pengaruh Terapi Bermain Terhadap
Tugurejo Semarang. Prilaku Kooperatif Pada Anak Usia
http://ejournal.stikestelogorejo.ac. Prasekolah (3-6 Tahun) Selama
id/ej Menjalani Perawatan Di
ournal/index.php/ilmukeperawata Ruangan Ester Rumah Sakit
n/arti Umum Pancaran Kasih GMIM
cle/view/92. Diakses pada 23 Manado. Manado :
Universitas Sam Ratulangi
Oktober 2013, pukul 18.00 WITA

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar


Kholisatun. (2013). Pengaruh Clay Fundamental Keperawatan Volume
Therapy Terhadap Kecemasan 1, Edisi 4. Jakarta: EGC.
Akibat
Hospitalisasi Pada Pasien Anak
Usia Prasekolah di RSUD Samiasih, Amin. (2007). Pengaruh
Banyumas. Terapi
http://keperawatan.unsoed.ac.id/c
onten t/pengaruh-clay-therapy- Bermain Terhadap Tingkat
terhadap kecemasan-akibat- Kecemasan Anak Usia
hospitalisasi-padapasien-anak- Prasekolah Selama Tindakan
usia. Diakses pada 25 Maret Keperawatan di Ruang Lukman
2014, pukul 16.00 WITA Rumah Sakit Roemani
Semarang.
http://www.academia.edu/
Nursalam,dkk. (2008). Asuhan 3585452/PENGARUH_TERAPI_
Keperawatan Bayi dan Anak, BER
Jakarta : MAIN_TERHADAP_TINGKAT
_KE
Salemba Medika.
CEMASAN_ANAK_USIA_PRA
SEK
OLAH_SELAMA_TINDAKAN_ Bermain Mewarnai Gambar
KEP Terhadap
ERAWATAN_DI_RUANG_LU Tingkat Kecemasan Anak Usia Pra
KMA Sekolah Yang Mengalami
N RUMAH SAKIT Hospitalisasi Di RSUD Kraton
ROEMANI Kabupaten
SEMARANG. Diakses pada Pekalongan.http://digilib.unimus.
tanggal 20 ac.id/ gdl.php?
mod=browse&op=read&id=jt
Maret 2013, pukul 20.00 WITA ptunimus-
gdlibnusutomo6065&PHPSE
SSID=5c57c5379190e40286973e
Sofian. E & Tukiran. (2012). Metode e3f43

Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES 622f2. Diakses pada tanggal 21


Maret
2013, pukul 19.00 WITA
Suliswati, Payapo, T.A., Maruhawa,
J., Tedjasaputra, Maykes. (2007).
Bermain, Mainan dan
Sianturi, Y. & Sumijatun. (2005). Permainan. Jakarta :
Konsep Dasar Keperawatan
Jiwa. Grasindo.

Jakarta: EGC.
Wong, W. (2000). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik Edisi 2.
Supartini. (2004). Buku Ajar Konsep Jakarta : EGC.
Dasar Keperawatan Anak, Jakarta
:
EGC. Wong, D. L. (2004). Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik Alih Bahasa.
Jakarta : EGC.
Suryanti. (2011). Pengaruh Terapi
Bermain Mewarnai Dan Origami
Terhadap Tingkat Kecemasan
Sebagai
Efek Hospitalisasi Pada Anak
Usia Pra
Sekolah di RSUD dr. R. Goetheng
Tarunadibrata Purbalingga. Jurnal
Kesehatan Samodra Ilmu

Sutomo, Ibnu. (2011). Pengaruh


Terapi
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
PENGARUH TERAPI BERMAIN responden (60%), tidak mengalami
MEWARNAI TERHADAP PENURUNAN
kecemasan sebanyak 1 responden (3%),
KECEMASAN PADA ANAK USIA
PRASEKOLAH dengan nilai rata-rata 20,1. Dari hasil analisa
Uji Wilcoxon menunjukkan bahwa nilai p
Marni1,Retno Ambarwati2, Fitria Nindya value = 0,000 (<0,05) artinya Ho ditolak dan
Hapsari3 Ha diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa
Akademi Keperawatan Giri terdapat penurunan kecemasan dengan terapi
Satria Husada Wonogiri bermain mewarnai di TK Negeri Pembina
marnigsh020@gmail.com Sidoharjo.

Kata kunci : Anak usia prasekolah,


ABSTRAK
Kecemasan, Terapi bermain, Mewarnai
Kecemasan merupakan keadaan atau perasaan reaksi dalam
mengenai ketegangan mental yang paling PENDAHULUAN bentuk
sering dialami oleh anak karena adanya rasa Seoran kecemasan
tidak nyaman. Salah satu upaya untuk g anak yang ringan sampai
menurunkan kecemasan dilakukannya terapi sakit yang dengan berat
bermain yaitu mewarnai. Terapi bermain mengharuskan yang akan
mewarnai adalah terapi yang dapat anak untuk mempengaruhi
memberikan efek rileks pada anak yang dirawat di RS proses
mengalami kecemasan. Penelitian ini akan membuat penyembuhan
bertujuan untuk mengetahui apakah terapi anak dan orang anak selama
bermain mewarnai dapat menurunkan tua tidak hanya perawatan di
kecemasan pada anak usia prasekolah di TK dihadapkan rumah sakit.
Negeri Pembina Sidoharjo, Wonogiri. pada masalah
Kecem
kesehatan fisik
Metode penelitian ini menggunakan, Quasy asan
anak saja tetapi
Experimental Design, dengan rancangan One merupakan
juga psikologis
Group Pre-Post Test. Pengambilan sampel perasaan yang
karena baik
dengan teknik NonprobabilityPurposive paling umum
anak maupun
Sampling, dengan menetapkan jumlah sampel dialami oleh
orang tua harus
sebanyak 30 responden. Instrumen penelitian pasien anak
beradaptasi
menggunakan kuesionerHamilton Rating yang
dengan
Scale for Anxiety (HARS). Analisa data mengalami
lingkungan
dengan Uji Wilcoxon Signed Rank Test. hospitalisasi.
yang asing
Kecemasan
Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat (Agustina dan
yang sering
kecemasan tingkat kecemasan sebelum terapi Puspita, 2010).
dialami seperti
bermain mewarnai yaitu berat sekali sebanyak Hospitalisasi
menangis, dan
1 responden (3%), berat sebanyak 15 dapat
takut pada
responden (50%), sedang sebanyak 13 menimbulkan
orang
responden (43%), ringan sebanyak 1 reaksi pada
baru.Banyakny
responden (3%), dengan nilai rata-rata anak yang
a stressor yang
28,66667. Sedangkan setelah dilakukan terapi berdampak
dialami
bermain kategori cemas berat sebanyak 1 pada perawatan
anakketika
responden (3%), sedang sebanyak 10 anak di rumah
menjalani
responden (33%), ringan sebanyak 18 sakit, yaitu
hospitalisasi

Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 69
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
menimbulkan perawatan di upaya yang dapat Cara menurunkan
dampak negatif rumah dilakukan untuk kecemasan ada
yang sakitmengalami menurunkan beberapa yaitu
mengganggu dampak kecemasan adalah dengan therapeutic
perkembangan hospitalisasi melalui kegiatan peer play, art play,
anak. sedangdan berat. terapi bermain, bermain puzzle dan
Lingkungan salah satu mewarnai salah
Hasil survei
rumah sakit upayanya terapi satunya.
UNICEF tahun
dapat bermain mewarnai Menggambar atau
2013, prevalensi
merupakan yang dilakukan mewarnai
anak yang
penyebab oleh Alkhusari merupakan salah
menjalani
stress dan (2013) dengan satu permainan
perawatan di
kecemasan dilakukannya yang memberikan
rumah sakit sekitar
pada anak penelitian terapi kesempatan anak
84%. Hasil survei
(Utami, 2014). bermain mewarnai untuk bebas
Riset Kesehatan
efektif untuk berekspresi dan
Berdasarkan survei Dasar
menurunkan sangat terapeutik
World Health (RISKESDAS)
kecemasan. Terapi (sebagai permainan
Organiation tahun 2013
bermain adalah penyembuh).Denga
(WHO) pada tahun didapatkan data
suatu aktivitas n menggambar atau
2008, hampir 80% rata-rata anak yang
bermain yang dapat mewarnai gambar
anakmengalami menjalani rawat
mengubah tingkah juga dapat
perawatan dirumah inap di rumah sakit
laku bermasalah, memberikan rasa
sakit. Sedangkan di seluruh
untuk menstimulasi senang karena pada
diIndonesia Indonesia adalah
perkembangan dasarnya anak usia
berdasarkan survei 2,8% dari total
anak, membantu prasekolah sudah
kesehatan ibu dan jumlah anak
anak lebih sangat aktif dan
anaktahun 2010 82.666 orang.
kooperatif, dan imajinatif selain itu
didapatkan hasil Berdasarkan
mendukung proses anak masih tetap
bahwa dari 1.425 penelitan yang
penyembuhan. dapat melanjutkan
anak mengalami dilakukan di
Bermain perkembangan
dampak Rumah Sakit Amal
merupakan kemampuan
hospitalisasi dan Sehat Wonogiri
kegiatan yang motorik halus
33,2% di tahun 2017 anak
sering dilakukan dengan
antaranyamengala yang mengalami
anak-anak, karena menggambar
mi dampak kecemasan
bermain media meskipun masih
hospitalisasi berat sebanyak 57,6%
yang baik bagi menjalani
41,6% dampak sebelum dilakukan
anak untuk belajar perawatan di
hospitalisasi terapi bermain dan
berkomunikasi, rumah sakit
sedang, dan25,2% mengalami
mengenal dunia (Fricilia, 2013).
dampak penurunan anak
sekitarnya dan Berdasarkan hasil
hospitalisasi ringan yang mengalami
dapat penelitian yang
(Wicaksane, 2014). kecemasan
meningkatkan dilakukan
Hal sebanyak
kesejahteraan Januarsih (2014)
tersebutmenunjukk
51,5% setelah mental serta sosial sebelum
an bahwa banyak
dilakukan terapi anak. melakukan terapi
anak
bermain. Salah satu bermain origami
yangmenjalani

Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 70
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
yaitu cemas berat mengalami menggunakan jenis observasi.
sebanyak 11 kecemasan berat penelitian Quasy Instrumen yang
responden (55,0%) dan 40% berada Experimental digunakan adalah
dan cemas sedang pada tingkat design dengan kuesioner, lembar
9 responden kecemasan sedang, rancangan observasi, kertas
(45,0%), 5% berada pada penelitian One bergambar, pensil
sedangkan setelah tingkat kecemasan Grup Pre test-Post warna, dan alat
terapi bermain panik. Kecemasan test Design dengan tulis.
menunjukkan dari responden setelah jumlah populasi
Metode analisa
20 responden melakukan sebanyak 30
data diolah
frekuensi tertinggi program mewarnai responden anak
menggunakan
anak dengan yaitu 12 responden usia prasekolah.
sistem
tingkat kecemasan (60%) mengalami Variabel penelitian
komputerisasi.
berat, yaitu kecemasan ringan ini meliputi
sebanyak 14 dan 8 responden variable Penelitian ini
responden (70%) (40%) mengalami independent dan dilakukan uji
dan frekuensi kecemasan sedang. variable dependent. terhadap data
terendah anak Variabel sebelum dan
Berdasarkan
dengan tingkat independent dalam sesudah diberikan
observasi yang
kecemasan sedang, penelitan ini adalah terapi bermain
dilakukan peneliti
yaitu sebanyak 6 terapi bermain dengan uji
pada tanggal 18
responden (30%). mewarnai, statistika non
november 2017
Penelitian serupa sedangkan terapi parametrik
sebagai studi
dilakukan oleh dependent dalam Wilcoxon Signed
pendahuluan,
Pravitasari (2012) penelitian ini Rank Testyaitu
peneliti mengambil
dengan judul adalah penurunan untuk mengetahui
5 responden anak
“perbedaan tingkat kecemasan. Teknik apakah terapi
dan dari 5
kecemasan anak sampling yang bermain mewarnai
responden tersebut
usia prasekolah digunakan adalah dapat menurunkan
menunjukkan
sebelum dan Non Probability kecemasanPenelitia
bahwa terapi
sesudah program Purposive n ini menekankan
bermain mewarnai
mewarnai” hasil Sampling sesuai pada etika yang
yaitu 60% anak
penelitian dengan kriteria meliputi Informed
yang menyukai
menunjukkan inklusi dan Consent (lembar
terapi bermain
sebelum eksklusi. Penelitian persetujuan
mewarnai dengan 3
diberikannya terapi dilakukan di TK menjadi
responden dan 40%
mewarnai tingkat Negeri Pembina responden),
tidak menyukai
kecemasan anak Sidoharjo pada Anatomy (tanpa
terapi bermain
lebih tinggi dari bulan April 2018. nama),
mewarnai dengan 2
pada tingkat Teknik Confidentiality
responden.
kecemasan sesudah pengumpulan data (kerahasiaan).
diberikan terapi pada penelitian ini
HASIL
mewarnai tingkat METODE menggunakan Tabel
kecemasan Penelitian ini Kuesioner 1Karakterisktik
sebelum diberikan merupakan Hamilton Rating Responden
intervensi penelitian Scale for Anxiety Berdasar
menunjukan 55% kuantitatif dengan (HARS) dan lembar kan

Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 71
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
Jenis sebanyak 60% (18 responden (2127)
Kelami anak). mengalami 4 Berat (28-41) 1
n Jenis kecemasan ringan. Berat sekali (42-
Hal ini 5 56) 0
NO Kelamin Tabel 3 Tingkat Total 30 1
Jumlah % menggambarkan
Kecemasan pada
1 Laki-laki bahwa responden
Anak Usia
15 mengalami
50% Prasekolah kecemasan yang Berdasarkan
2 Perempuan Sebelum dibuktikan dengan tabel4 dapat dilihat
15 diberika tingkat kecemasan dari 30 responden
50% n Terapi berat dikarenakan didapatkan tingkat
Total 30 anak takut dengan
Bermain kecemasan anak
100%
Mewarn orang atau usia prasekolah
ai lingkungan asing, sesudah diberikan
Berdasarkan tabel perawat berbaju terapi bermain
Tingkat
1 dapat dilihat putih dan belum mewarnai yaitu 1
NO Kecemasan Jumlah
bahwa karakteristik bisa berpisah (3%) responden
Tidak Ada
responden dengan orang tua. mengalami
1 Kecemasan(<14)
berdasarkan jenis 2 Ringan (14-20) Tingkat kecemasan kecemasan berat,
kelamin laki-laki 3 Sedang (21-27) berat ditandai 10 (33%)
sebanyak 15 anak 4 Berat (28-41) dengan muka responden
(50%) dan jenis Berat Sekali tegang, menangis, mengalami
kelamin 5 (4256) takut, dan gelisah. kecemasan sedang,
Total 18 (60%)
perempuan
sebanyak 15 anak responden
Tabel 4 Tingkat
(50%). mengalami
Berdasarkan Kecemasan pada
kecemasan ringan,
Tabel 2. tabel 3 dapat Anak Usia
dan 1 (3%)
Karakteristik dilihat dari 30 Prasekolah
responden tidak
Responden responden Sesudah diberikan
mengalami
Berdasarkan Usia didapatkan tingkat Terapi
kecemasan.
kecemasan anak
No Usia Jumlah Bermain Mewarnai Dunia anak adalah
usia prasekolah
1 5 tahun 12 dunia bermain.
sebelum diberikan Tingkat
NO Dengan
2 6 tahun 18 terapi bermain
dilakukannya
Total 30 mewarnai yaitu 1 Kecemasa terapi bermain
(3%) responden n
maka dapat
mengalami
Berdasarkan Jumlah meminimalkan
kecemasan berat %
tabel 2 dapat atau menurunkan
sekali, 15 (50%) Tidak ada
dilihat bahwa stres pada anak.
responden
karakteristik 1 kecemasan Karena bermain
mengalami
responden 1 3% merupakan
kecemasan berat,
berdasarkan usia 5 aktivitas yang
13 (43%)
tahun sebanyak (<14) menyenangkan
responden
40% (12 anak) dan bagi anakanak
mengalami Ringan
usia 6 tahun (Adriana, 2013).
kecemasan sedang, 2 (1420)
dan 1 (3%) 3 Sedang

Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 72
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
Oleh karena itu maximum 42. mewarnai pada tidak ada
mengurangi Sedangkan skor anak usia kecemasan. Dan
kecemasan pada kecemasan sesudah prasekolah. disajikan dalam
anak sangat diberikan terapi bentuk tingkat
diperlukan, karena bermain mewarnai kecemasan nilai
Pembahasan
selain membuat dengan nilai rata- Berdasarkan pada terendah atau
anak menjadi lebih rata 20,1, nilai hasil penelitian minimum, nilai
kooperatif juga terendah atau yang dilakukan, tertinggi atau nilai
menjadikan anak minimum 13, dan respon yang maximum, dan
lebih sehat dan nilai tertinggi atau muncul saat rata-rata atau mean.
cerdas. maximum 34. dilakukan Hasil penelitian
penelitian yaitu yang dilakukan
Tabel 5 Data Tabel 6 Hasil Uji
anak cenderung pada bulan April
kuesioner Statistika
diam ketika diajak 2018 menunjukkan
Hamilton Rating Non
bicara, tegang, bahwa tingkat
Scale for Anxiety Parametrik
takut/menangis kecemasan pada
(HARS) Perbedaan Wilcoxon
ketika didekati oleh anak usia
Score Signed Rank
orang yang belum prasekolah
Test
Kecemasan Anak dikenal. Respon sebelum diberikan
Usia Prasekolah Test Statisticsb
tersebut di terapi bermain
Sebelum dan Post terapi
pengaruhi oleh mewarnai menurut
Sesudah mewarnaibeberapa faktor hasil kuesioner
diberikan Terapi – pre terapi
yaitu ketakutan Hamilton Rating
Bermain mewarnai
akan orang atau Scale for Anxiety
Mewarnai Z lingkungan asing, (HARS) didapatkan
Pre Terapi Asymp. Sig. perawat berbaju hasil bahwa
(2tailed) putih, perpisahan responden
RATA- dengan orang tua mengalami
28,66667
RATA Berdasarkan serta hilangnya kecemasan berat
MIN 15 tabel diatas dari kebebasan bermain sekali 3% (1 anak),
MAX 42 hasil uji statistika membuat mereka kecemasan berat
non parametrik mengalami 50% (15 anak),
Berdasarkan tabel dengan kecemasan kecemasan sedang
5 diatas menggunakan uji (Pravitasari, 2012). 43% (13 anak), dan
menunjukkan Wilcoxon Signed Mengenai tingkat kecemasan ringan
bahwa skor Rank kecemasan pada 3% (1 anak).
kecemasan pada anak usia Dengan skor
Test diperoleh nilai
anak usia prasekolah di TK kecemasan
signifikansi
prasekolah Negeri Pembina terendah atau nilai
Asymp. Sig. (2-
sebelum diberikan Sidoharjo sebelum minimum adalah
tailed) 0.000 < 0,05
terapi bermain diberikan terapi 15 dan tertinggi
maka Ho ditolak
mewarnai dengan bermain mewarnai atau nilai
dan Hipotesis (Ha)
nilai rata-rata dibedakan dengan maximum adalah
diterima yang
28,66667, nilai karakteristik 42. Selanjutnya
berarti ada
terendah atau tingkat kecemasan memiliki nilai rata-
penurunan
minimum 15, dan berat sekali, berat, rata atau mean skor
kecemasan dengan
nilai tertinggi atau sedang, ringan dan kecemasan sebesar
terapi bermain

Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 73
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
28,66667 yang terapi bermain penurunan Pravitasari (2012)
dikategorikan mewarnai terhadap kecemasan anak kondisi anak yang
sebagai kecemasan penurunan setelah diberikan mengalami
berat. kecemasan akibat terapi bermain kecemasan
hospitalisasi pada mewarnai dari nilai berlebihan seperti
Sedangkan
anak usia rata-rata (mean) tidak mau makan,
hasil dari penelitian
prasekolah (3-6 28,66667 menjadi sulit tidur, sering
yang dilakukan
tahun) di ruang 20,1. Hal ini menangis,
pada bulan April
anak RSUD membuktikan ketakutan akan
2018 tingkat
Sobirin Lubuk terapi bermain lingkungan atau
kecemasan pada
Linggau dari hasil mewarnai orang yang belum
anak usia
yang menunjukkan membantu dikenal serta
prasekolah di TK
bahwa nilai rata- mengurangi hilangnya
Negeri Pembina
rata skor ketegangan atau kebebasan bermain
Sidoharjo sesudah
kecemasan kecemasan, sudah tidak muncul
diberikan terapi
sebelum diberikan menyebabkan efek lagi setelah
bermain mewarnai
terapi bermain rileks pada anak diberikan kegiatan
dapat dilihat pada
mewarnai dengan dan menjadi alat mewarnai.
tabel 4 yaitu 3% (1
nilai mean 24,44, distraksi pada saat
anak) mengalami Dan setelah
median 24,00 dan orang tua tidak
kecemasan berat, dilakukan uji
standar deviasi menemani anak,
33% (10 anak) statistik non
8,426, sedangkan distraksi terhadap
mengalami parametrik
nilai rata-rata skor lingkungan/orang
kecemasan sedang, Wilcoxon Signed
kecemasan sesudah asing. Hasil
60% (18 anak) Rank Test pada
diberikan terapi penelitian ini
mengalami program
bermain mewarnai dikuatkan oleh
kecemasan ringan, komputerisasi
dengan nilai mean penelitian
dan 3% (1 anak ) dengan tingkat
20,94, median sebelumnya yang
tidak mengalami kepercayaan 95%
21,50 dan standar dilakukan oleh
kecemasan. (p value ≤ 0,05)
deviasi 6,887. Agustina dan
Dengan skor yang dilakukan
Hasil uji statistik Puspita (2010)
kecemasan untuk mengetahui
menggunakan yang menyatakan
terendah atau nilai ada tidaknya
paired sample T- bahwa ada
minimum adalah pengaruh
test diperoleh nilai pengaruh
13 dan tertinggi pemberian terapi
P value 0,000 < α pemberian terapi
atau nilai bermain mewarnai
0,05. Maka dapat bermain mewarnai
maximum adalah terhadap
disimpulkan bahwa gambar terhadap
34. Dan memiliki penurunan
terapi bermain penurunan tingkat
nilai rata-rata atau kecemasan pada
efektif untuk kecemasan anak
mean sebesar 20,1 anak usia
menurunkan prasekolah yang
yang dikategorikan prasekolah
kecemasan akibat rawat inap di
sebagai kecemasan diperoleh nilai
hospitalisasi pada Ruang Nusa Indah
sedang. Hasil negative ranks 30,
anak usia RSUD
penelitian ini juga positif ranks 0, ties
prasekolah. Hasil
didukung dengan Pare.Hasil (sama) 0 dan nilai
penelitian
penelitian penelitian ini juga Asymp. Sig (2-
menunjukkan
Alkhusari (2013) sesuai dengan tailed) atau nilai p
terjadinya
tentang analisis pernyataan = 0,000 < 0,05

Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 74
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
artinya Ho ditolak prasekolah dengan anak prasekolah terapi bermain
dan nilai p value 0,000 (Oktavia, 2016). mewarnai gambar.
< 0,05. Rendahnya Hal itu dapat
Ha diterima. Maka
Perbedaannya kemampuan dilihat dari tidak
dengan demikian
adalah Aini (2016) mewarnai pada ada atau hilangnya
sebanyak 30
menggunakan anak hal ini gejala kecemasan
responden anak
media terapi teridentifikasi dari yang diperlihatkan
yang diberikan
bermain walkie hasil gambaran responden sesudah
terapi bermain
talkie dan mereka adalah diberikan
mewarnai efektif
Januarsih (2014) coretan, goresan perlakuan. Gejala
terhadap
menggunakan krayon yang tidak yang hilang antara
penurunan
media terapi penuh dan lain : denyut
kecemasan pada
bermain origami. cenderung keluar jantung normal,
anak usia
dari batas dan anak tidak
prasekolah di Dunia anak adalah
terdapat pula yang takut/menangis lagi
TK dunia bermain.
masih belum ketika didekati oleh
Negeri Bermain
mampu memegang orang lain, dan
Pembina merupakan
krayon atau pensil mau berbicara
cerminan
Sidoharjo.Hasil warna dengan baik. ketika ditanya.
kemampuan fisik,
penelitian ini Sebagai salah satu Melihat hal
intelektual,
sesuai dengan cara dan inovasi tersebut, dapat
emosional, dan
penelitian Putri guru dalam proses dilihat bahwa
sosial. Bermain
(2017) dengan pembelajaran di perubahan tingkat
juga bersifat
adanya perbedaan Taman kanak- kecemasan anak
terapeutik pada
yang signifikan kanak melalui yang ditunjukkan
berbagai usia,
antara tingkat latihan motorik dengan hilangnya
melalui bermain
kecemasan anak halus (Laili, 2012). beberapa gejala
anak-anak mampu
akibat hospitalisasi kecemasan
mengkomunikasika Untuk membina
sebelum dan dikarenakan
n kebutuhan, rasa rasa saling percaya
sesudah diberikan perasaan nyaman
takut, dan antara anak dan
terapi bermain anak setelah
keinginan mereka peneliti awalnya
dengan didapatkan melakukan
kepada pengamat sangat sulit namun
nilai P= 0,000 (< kegiatan bermain
yang tidak dapat berkat bantuan
0,05). Hasil mewarnai. Jadi
diekspresikan orang terdekat dan
penelitian ini efek dari terapi
karena ketika anak
sejalan dengan mewarnai dalam
keterampilan ditunjukkan
hasil penelitian penelitian ini
bahasa mereka mengenai media
Aini (2016) dan memberikan
(Adriana, 2013). yang mendukung
Januarsih (2014) dampak positif
Terapi bermain terapi ini yaitu
yang juga pada anak usia
mewarnai pensil warna dan
menemukan prasekolah di TK
adalahterapi yang gambar yang akan
adanya pengaruh Negeri Pembina
murah, mudah, dan diwarnai, sebagian
terapi bermain Sidoharjo.
komprehensif besar anak mulai
dalam menurunkan
untuk mengurangi menunjukkan
tingkat kecemasan KESIMPULAN
kecemasan saat respon yang baik
akibat hospitalisasi Dari penelitian
dirawat di rumah kepada peneliti dan
pada anak usia tersebut mengenai
sakit pada anak- mau melakukan

Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 75
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
penurunan jugabahwa skor diperhatikan. Bagi terapi bermain
kecemasan dengan kecemasan petugas kesehatan mewarnai dengan
terapi bermain terendah atau nilai diharapkan memberikan
mewarnai pada minimum sesudah agarmengembangk pendidikan
anak usia diberikan terapi an atau kesehatan terlebih
prasekolah di TK bermain mewarnai meningkatkan dahulu, setelah itu
Negeri Pembina dengan skor 13 dan pelayanan baru dilakukan
Sidoharjo skor kecemasan kesehatan dalam penelitian terapi
didapatkan hasil tertinggi atau pemberian terapi bermain mewarnai
dari 30 responden maximum dengan bermain pada anak untuk menurunkan
anak usia skor 34. usia prasekolah kecemasan anak.
prasekolah untuk
Adanya perbedaan
sebelum diberikan meminimalkan
yang bermakna DAFTAR PUSTAKA
terapi bermain kecemasan atau
antara skor Adriana, D. 2013.
mewarnai, rata-rata atraumatic care.
kecemasan Tumbuh
(mean) memiliki
sebelum dan Bagi Kembang
skor kecemasan
sesudah diberikan masyarakat dan Terapi
sebesar 28,66667
terapi bermain penelitian ini Bermain
dikategorikan
mewarnai dilihat diharapkan mampu pada anak.
kecemasan berat.
dari hasil uji memotivasi orang Edisi Revisi.
Selanjutnya terlihat
statistik non tua untuk Salemba
bahwa skor
parametrik memberikan Medika.
kecemasan
Wilcoxon Signed intervensi Jakarta.
terendah atau nilai
Rank Test mewarnai untuk
minimum anak usia Agustina. E.,
diperoleh nilai menurunkan atau
prasekolah Puspita. A., 2010,
Asymp. Sig (2- meminimalkan
sebelum diberikan Pengaruh
tailed) atau nilai p kecemasan anak.
terapi bermain
= 0,000< 0,05 Pemberian
mewarnai dengan Sedangkan bagi
maka Ho ditolak Terapi
skor 15 dan skor peneliti selanjutnya
dan Hipotesa (Ha) Bermain
kecemasan sebaiknya dapat
diterima. Maka
tertinggi atau nilai menggunakan Mewarnai
dapat disimpulkan
maximum dengan sampel dengan Gambar
terapi bermain
skor 42. jumlah lebih terhadap
mewarnai efektif
banyak, metode
Skor kecemasan untuk menurunkan Penurunan
penelitian yang
pada anak usia kecemasan pada Tingkat
berbeda, desain
prasekolah sesudah anak usia Kecemasan
serta rancangan
diberikan terapi prasekolah di TK Anak
penelitian yang
bermain mewarnai Negeri Pembina Prasekolah
berbeda pula dan
dari 30 responden, Sidoharjo. yang Rawat
diharapkan juga
rata-rata (mean) Inap, Jurnal
untuk dilakukan
memiliki skor AKP, Vol. 1,
SARAN peningkatan
kecemasan sebesar Berdasarkan dari No. 2.
pengetahuan orang
20,1 dikategorikan kesimpulan diatas tua mengenai Aini, P. A. 2016.
dalam kecemasan maka ada beberapa kebutuhan bermain Pengaruh
sedang. upaya yang pada anak tentang Terapi
Selanjutnya terlihat

Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 76
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
Bermain Salemba Sekolah
Walkie Medika. Tinggi Ilmu Gambar
Talkie Fricilia, Amatus, Kesehatan Terhadap
Terhadap Abraham. (STIKES)
Tingkat 2013. „Aisyiyah. Tingkat
Kecemasan Pengaruh
Akibat Terapi Laili, N. R. (2012). Kecemasa
Bermain Pengaruh Latihan n Anak
Hospitalisai Usia
Terhadap Motorik
Pada Anak Prasekolah
Tingkat Halus
Usia yang di
Prasekolah Kecemasan Terhadap Hopsitalis
Di RSUD Pada Anak asi Di
Usia Pra Keterampila
Dr.
Moewardi Sekolah n RSKIA
Surakarta. Akibat MewarnaiB
Surakarta Hospitalisasi agi Anak PKU
: Di Ruangan Kelompok A Muhamma
Universitas Irina E. Blu Di TK diyah
Muhammadi RSUP. Prof. Aisyiyah 17
yah Dr. R. D. Surabaya. KOTAGE
Surakarta. Vol.01 DE
Kandou
No.01, 0 – Yogyakart
Alkhusari, 2013. Manado.
216. a.
Analisis Skripsi.
terapi Manado Surabaya Yogyakarta
bermain :Universitas : :
mewarnai Sam Universitas Universitas
terhadap Ratulangi Negeri Aisyiyah
penurunan Manado. Surabaya. Yogyakarta.
kecemasan Januarsih, T. 2014. Putri, K. D. 2017.
Nursalam, 2008. Pengaruh
akibat Pengaruh Konsep Terapi
hospitalisasi. terapi dan
Jurnal bermain Bermain
Penerapan
Harapan (origami) Metodolog Terhadap
Bangsa. dalam i Tingkat
Vol.1. mengurangi Kecemasan
No.2.Palemb tingkat Penelitian Anak Akibat
ang. kecemasan Ilmu Hospitalisasi
akibat Keperawat Pada Anak
Asmadi, an. Jakarta: Usia
2009. Hospitalisasi
Salemba Prasekolah
Teknik pada Anak Medika. Di Bangsal
Prosedural Usia Oktavia, G. S.
Keperawata Prasekolah Melati
2016. RSUD Dr.
n Konsep di RSUD Pengaruh
dan Aplikasi Soedirman
Terapi
kebutuhan Karanganya Kebumen.
Bermain
Dasar Klien. r.Skripsi.Sur Gombong :
Jakarta : akarta: Mewarnai Sekolah

Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 77
Jurnal Keperawatan GSH Vol 7 No 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734
Tinggi Ilmu Supartini, Y. 2012. Rawat Inap NgudiWaluy
Kesehatan Buku Ajar Anak Rsud o.
Muhammadi Konsep Di Wilayah
Dasar (Online).
yah Kabupaten
Keperawata (perpusnwu.
Gombong. n Anak. Semarang.
web.id/kary
Jakarta : Artikel ailmiah/doc
Pravitasari, A.
EGC. Penelitian.Pr uments/384
2012. Unicef. United ogram Studi 4.pdf,
Perbedaan Nations Keperawatan diakses pada
Tingkat Children‟s STIKes 28
Kecemasan
pasien anak Fund.
(http://www. November 2014.
usia
prasekolah unicef.org/d
sebelum dan prk/un icef-
factsheet201
sesudah
3 , diakses
progam
18 Februari
mewarnai.Ju 2014).
rnal Nursing Utami, Y. (2014).
Studies, Dampak
Vol.1, No.1 ; Hospitalisasi
Hal. 16 – terhadap
21.http://ejo Anak.Jurnal
urnals1.undi Ilmiah
p.ac.id/index WISYA
.php/jnursin
g. vol.2
No.2; (9-
Riset Kesehatan 20).http://ejo
Dasar urnal.jurwid
(RISKESDAS). yakop3.com/
index.php
2013. /journal-
Jakarta: ilmiah/article
Riskesdas, /view/177.
2013. Wirakse,
Wicaksane
Sugiyono.
P. 2014.
MetodePene Hubungan
litianKuantit Komunikasi
atif, Terapeutik
Kualitatifda Perawat
n Dengan
R&D. Respon
Bandung: Hospitalisasi
Anak Usia
Alfabeta.
Toddler Di
Ruang

Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah Page 78

Anda mungkin juga menyukai