Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

A. Menghadirkan Diri Secara Terapeutik


Perawat harus hadir secara utuh (isik dan psikologis) sewaktu

berkomunikasi dengan klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui

teknik komunikasi dan isi komunikasi, tetapi yang sangat penting adalah

penampilan dalam berkomunikasi. Menghadirkan diri ini terdiri dari

menghadirkan diri secara fisik dan secara psikologis.

Kehadiran fisik perawat berarti kebersamaan perawat dalam

berkomunikasi dengan klien, yaitu mendengar, mengamati, serta

memberikan perhatian terhadap apa yang dikatakan dan bagaimana

perilaku klien. Kehadiran fisik yaitu perhatian yang diberikan melalui

penampilan tubuh, hal ini penting dalam komunikasi interpersonal karena

tubuh dapat memperkuat pesan yang disampaikan dalam bentuk kata-kata

(Stevens, R., 1996). Akan tetapi keberadaan tubuh dapat juga

membingungkan bahkan mengubah pesan yang disampaikan menjadi

kebalikannya.

Haber J. (1982) mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk

menghadirkan diri secara fisik. Pertama, berhadapan. Berhadapan artinya

menghadap klien dengan jujur dan terbuka yaitu sikap tubuh dan wajah

menghadap ke klien. Arti dari posisi ini adalah "Saya siap untuk Anda".

Posisi berhadapan ini dapat meningkatkan kualitas hubungan perawat dan

3
klien, karena perawat bisa secara langsung menatap klien pada saat

berbicara

Kedua, mempertahankan kontak mata. Kontak mata menunjukkan

bahwa perawat mendengar dan memperhatikan klien. Kontak mata pada

level yang sama atau sejajar berarti menghargai klien dan mengatakan

keinginan untuk tetap berkomunikasi (Stuart. G.W., 1998). Perlu diingat,

untuk kelompok atau budaya tertentu menatap orang yang lebih tua atau

lawan jenis saat berbicara termasuk tidak sopan (Chalanda, M., 1995).

Perawat harus sensitif terhadap keadaan ini. Pada saat berbicara dengan

anak kecil, kontak mata dapat dipertahankan dengan berjongkok di depan

anak sampai posisi mata perawat dan klien sejajar (Wong, D. L., 1995).

Perlu diingat bahwa kontak mata sangat penting sekali dilakukan di awal

interaksi dan pada saat respons klien berkurang.

Ketiga, membungkuk ke arah pasien. Posisi ini menun- jukkan

keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu, Posisi ini juga

menunjukkan bahwa perawat merespons dan perhatian terhadap klien, dan

menunjuk- kan keinginan untuk membantu klien.

Jika perawat hanya duduk dengan posisi badan tegak lurus, perawat akan

terkesan kaku atau tidak rileks. Posisi ini akan memengaruhi interaksinya

dengan klien. Klien mungkin mempersepsikan bahwa perawat tidak

menghargainya atau perawat kurang tertarik dengan apa yang diungkapkan

klien

4
Keempat, mempertahankan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau

tangan, tetapi mempertahankan posisi tangan disamping atau dalam posisi

terbuka lainnya, menunjukkan keterbukaan untuk. Kebalikan dari sikap

terbuka ini adalah sikap tertutup.

Kelima, tetap rileks. Menciptakan lingkungan yang rileks dan

menjaga privasi klien dan rasa nyaman bagi klien sangat penting dalam

membantu klien untuk membuka diri. Perawat harus dapat mengontrol

keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam berespons terhadap

klien. Jika perawat merasa tegang maka klien akan ikut tegang karena

adanya transfer feelings dari perawat ke klien (Geldard, D., 1998). Di

samping kelima cara menghadirkan diri secara fisik tersebut di atas,

perawat juga perlu memperhatikan cara menghadirkan diri secara

psikologis. Kehadiran psikologis yaitu mendengar secara aktif yang berarti

mendengar dengan telinga, pikiran dan perasaan perawat tentang apa yang

diucapkan atau disampaikan klien dengan kata-kata dan apa yang

diisyaratkan klien lewat nonverbalnya (Haber, J., 1982). Selama

mendengar aktif, perawat mengikuti apa yang dibicarakan klien dan

memperhatikan perilaku klien serta memberikan tanggapan yang tepat.

B. Dimensi Respon
Dimensi respons sangat penting pada awal berhubungan dengan
klien karena berpengaruh pada interaksi selanjutnya (Stuart, G.W., 1998).
Dimensi respons ini terdiri dari respons perawat yang kesejatian/ikhlas,
empati, respek/menghargai dan konkret.
1. Kesejatian/ikhlas

5
Saat memberikan pelayanan keperawatan/kesehatan seharusnya

menghilangkan perasaan-perasaan tertentu (tanpa pamrih), yang ada

hanya bagaimana memberikan pelayanan yang baik dan murni

berdasarkan apa yang dilihat, persepsi, dan intuisi untuk mempercepat

kesembuhan. Perawat harus mampu meninggalkan sikap berpura-pura

serta mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.

Bekerja dengan ikhlas merupakan kegiatan yang dilandasi sikap

jujur, tulus, dan berperan aktif dalam berhubungan dengan klien.

Dengan demikian melaksanakan tindakan keperawatan harus dilandasi

dengan sikap tulus dan jujur serta selalu aktif dalam memberikan

pelayanan keperawatan selagi klien membutuhkan, dengan harapan

keluhan yang dirasakan klien secepat mungkin dikurangi sehingga

akan mempercepat kesembuhan.

Dalam memandang klien, perawat perlu kiranya memandang dan

menerima klien apa adanya. Memandang klien yang membutuhkan

pertolongan tanpa melihat siapa dia. Kesejatian akan hilang apabila

perawat memandang orang lain atau klien mempunyai kekuatan yang

lebih besar sehingga dirinya dikuasai seseorang atau klien tersebut.

Perawat seharusnya memandang klien sebagai pasien yang

membutuhkan penanganan serius untuk menghilangkan keluhannya

sehingga menyingkirkan semua hal yang mengganggu hubungan

dengan klien. Contoh: ketika perawat merawat atasannya dan tidak

menampakkan kesejatiannya, yang terjadi adalah perawat serba salah,

6
apa yang semestinya harus dikerjakan sesuai dengan teori yang ada

malah ditinggalkan, tidak bisa mengaktualisasikan ilmunya karena

dirinya dikuasai oleh atasannya sehingga apa yang dikerjakan tidak

sesuai dengan ilmu yang diterima. Kesejatian memang sangat

dipengaruhi oleh persepsi orang lain (Smith, 1992).

Selain itu, kesejatian juga dipengaruhi oleh kepercayaan diri.

Dengan kepercayaan diri orang mampu menunjukkan kesejatiannya

walaupun dalam kondisi yang tak nyaman, tetapi biasanya beresiko

karena ada situasi yang menutupi kelemahannya. Waktu yang kurang

cukup juga mengakibatkan seseorang tidak mampu menunjukkan

kesejatiannya karena tergesa-gesa yang disebabkan dikejar-kejar

waktu. Apa yang akan disampaikan menjadi tidak lengkap dan tidak

menutup kemungkinan menjadi bias. Tingkat profesionalitas dalam

menjalankan profesinya sangat diuji dalam ranah

kesejatian/keikhlasan ini karena perawat harus mampu menjaga image

profesi perawat daripada perasaan pribadi. Apa yang dilihat perawat

harus dilihat dari sisi yang sesungguhnya, dan kalaupun klien perlu

segera diberi tindakan keperawatan, seharusnya perawat tidak

menunda, apalagi mengesampingkan. Kesejatian keikhlasan

ditunjukkan dengan adanya kesamaan antara verbal dan nonverbal

(kongruen) (Smith dalam Nurjanah, I, 2001).

2. Empati
Mengerti perasaan klien saat menghadapi masalah tanpa larut di

dalamnya merupakan bentuk empati dari perawat kepada klien.

7
Perawat sebatas mengerti perasaan klien tanpa menunjukkan respons

emosional yang berlebihan ketika melihat klien dalam masalah

pribadinya. Perawat memandang permasalahan dari kacamata klien

(Suryani, 2006).

Saat memandang perasaan klien, perawat tidak menghakimi

perasaan klien dan hanya mengikuti perkembangan perasaan

emosional dari klien saja. Smith (1992) berpendapat bahwa empati

merupakan kemampuan menempatkan diri kita pada posisi orang lain

serta memahami bagaimana perasaan orang lain dan apa yang

menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut dalam emosi

orang lain. Dengan demikian, empati bisa diartikan sebagai bentuk

dukungan emosional perawat saat klien maupun keluarga menghadapi

masalah dengan mendorong tercapainya penerimaan diri lacceptance,

Kegiatan perawat untuk melakukan empati kepada klien dapat

berbentuk tindakan berikut ini.

a. Melihat klien dan keluarga sesuai dengan paradigmanya.

b. Memahami perasaan dan reaksi emosi klien maupun keluarga.

c. Menunjukkan keikhlasan untuk membantu.

d. Memberikan dukungan sosial melalui kesan verbal dan nonverbal

dalam menguatkan dan mempertahankan pertahanan egonya.

e. Mendorong klien dan keluarga untuk mengungkapkan

perasaannya dengan kata-kata sendiri.

8
f. Berkonsentrasi memperhatikan kesan verbal dan nonverbal untuk

mengerti perasaan dan alasan reaksi klien.

g. Menyingkirkan perasaan khawatir untuk membebaskan pikiran

yang mengganggu.

Menunjukkan respons empati kepada klien saat perawat dalam

masalah pribadinya kemungkinan sulit dilakukan apabila perawat

tidak mampu menyingkirkan perasaan yang mengganggunya sehingga

diperlukan kiat-kiat untuk menunjukkan respons empati, antara lain

sebagai berikut.

a. Mengosongkan pikiran yang mengganggunya termasuk sentiment

pribadi.

b. Mau mendengarkan dengan penuh perhatian.

c. Menghormati klien mengungkapkan perasaannya.

d. Bicara dengan nada suara yang lembut.

e. Memperhatikan aspek lingkungan sekitar.

f. Menempatkan respons klien berupa reaksi dan bukan aksi.

Dengan respons empati, klien dan keluarga merasa dihargai dan

diperhatikan untuk mencapai kondisi emosi yang stabil.

3. Respek
Merupakan sikap yang peduli dan menghargai terhadap semua

kebutuhan klien. Sikap peduli ditunjukkan dengan selalu

memperhatikan keluhan klien yang dipahami sebagai hal yang unik

tetapi menarik, dengan prinsip perawat memang bekerja untuk

mempercepat kesembuhan klien dengan selalu siap sedia untuk

9
melayani klien. Apapun sikap yang ditampilkan klien, perawat selalu

tersenyum dan bersemangat, menampakkan kesiapsediaan dan selalu

bergerak ke arah klien serta tidak pernah mengeluh dengan selalu

melakukan pendekatan dalam rangka menyelesaikan masalah klien.

Nilai esensial dari perilaku yang ditampilkan klien diterjemahkan

perawat sebagai nilai berharga untuk dijadikan bekal dalam

menjalankan proses keperawatan. Respek yang ditunjukkan berarti

perawat menerima klien tanpa syarat (Stuart & Sundeen, 1995).

Perilaku yang ditampilkan klien diterima tanpa ada perasaan keraguan

dan meyakini perilaku klien tanpa manipulasi. Pemberian pelayanan

yang tak terbagi membuat klien merasa terlayani dan meningkatkan

rasa optimis akan kesembuhan penyakitnya. Pengertian sikap respek

menurut Susan Smith dalam Nurjannah, I (2001) adalah sebagai

berikut.

a. Kesediaan bekerja untuk klien.

b. Menunjukkan siap sedia.

c. Ketertarikan pada masalah klien.

d. Memahami keunikan.

e. Melakukan pendekatan penyelesaian masalah.

4. Konkret
Pembahasan yang dilakukan perawat akan masalah klien harus

menggunakan terminologi yang spesifik dengan mendorong klien

untuk mengutarakan keluhan yang dirasakan secara akuntabel

sehingga menghilangkan keraguan dan ketidakjelasan. Konkret berarti

10
perkataan yang jelas, akurat, tidakmembingungkan, dan mudah

dimengerti. Hal ini berarti mendiskusikan apa yang terjadi pada klien

merupakan hal yang sesungguhnya, bersifat spesifk, dan bukan

abstrak. Hal-hal yang didiskusikan antara lain mengenai perasaan,

pengalaman, dan tingkah laku. Dengan demikian fungsi dari dimensi

konkret ini, menurut Stuart & Sundeen dalam Nurjannah, I (2001)

adalah dapat mempertahankan respons perawat terhadap perasaan

klien, penjelasan akurat tentang masalah akan mendorong klien

memikirkan masalah yang spesifk.

Teknik komunikasi memfokuskan, konfrontasi, dan validasi

menjadikan klien membicarakan yang konkret/nyata dan mendorong

klien untuk memikirkan masalah yang spesifk. Pembahasan secara

konkret berarti pembahasan mengenai keluhan/masalah utama yang

dirasakan tanpa mendapat gangguan dari aspek lain. Contoh: "Apa

yang dirasakan Ibu saat ini." Pertanyaan ini sederhana tetapi

mengarahkan pada masalah yang fokus. Dengan demikian, klien akan

menjelaskan secara terinci mengenai keluhan utama yang dirasakan

saat ini hingga pada titik akhir kesimpulan yang mengarah pada situasi

yang spesifik. Dengan dimensi konkret, klien merasa sebagai subjek

dan bukan objek dalam proses komunikasi. Keterlibatan klien lebih

menonjol dengan perawat sebagai pendengar yang baik dan bertugas

menyimpulkan masalah klien.

11
Perawat hanya berkepentingan ingin mendapatkan data akurat dan

orisinil dari klien. Dengan menjadikan klien sebagai subjek, maka

kegiatan komunikasi banyak didominasi oleh klien dan bukan

sebaliknya. Klien mengutarakan keluhan utamanya dengan harapan

cepat mendapatkan penanganan. Kita tidak dapat membayangkan

bagaimana seandainya justru perawat saat pengkajian selalu

mendominasi komunikasi sehingga klien terkesan dengan jawaban

Yes or No Question. Yang terjadi pastilah semua jawaban klien

kurang akurat, bias saja semestinya jawabannya tidak dijawab ya atau

sebaliknya dan hal tersebut bukan merupakan masalah yang

sebenarnya. Konkret menginginkan jawaban yang sebenarnya.

Dengan berespons secara konkret, perawat dapat mendorong klien

untuk lebih fokus pada masalah yang dihadapi. Hal ini terjadi karena

respons yang konkret dari perawat menumbuhkan rasa percaya klien

sehingga klien mau dan mampu mengungkapkan perasaannya

(Suryani, 2006).

C. Dimensi Tindakan
Dimensi tindakan menurut Stuart dan Sundeen I(dnlam Purba, IM,

2008) memiliki komponen-komponen yaitu, konfontasi, kesegeraan,

membuka diri, katarsis emosional dan bermain peran. Dimensi ini harus

diaplikaskan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang

dibentuk oleh dimensi responsif. Dimensi-dimensi tersebut akan dijelaskan

melalui uraian berikut ini.

12
1. Konfrontasi
Merupakan pengekspresian perawat terhadap perilaku klien yang

merusak agar klien sadar akan perilakunya guna memperluas

kesadaran diri klien. Perawat perlu menanyakan kembali mengapa ada

perilaku yang merusak destruktif pada diri klien agar klien menyadari

bahwa perilaku yang baru dilakukan tadi merugikan baik diri sendiri,

orang lain, maupun lingkungan.

Menurut Smith dalam Nurjannah, I (2001), konfrontasi dilakukan

apabila terdapat:

a) tingkah laku tidak produktif,

b) tingkah lakunya merusak,

c) ketika mereka melanggar hak kita/hak orang lain.

Tujuan konfrontasi yang dilakukan adalah agar orang lain sadar

adanya ketidaksesuaian pada dirinya dalam hal perasaan, tingkah

laku, dan kepercayaan (Smith, 1992). Ketidakjelasan dari tindakan

klien karena tindakannya yang tidak wajar membuat perawat perlu

mengonfrontasi tindakan tersebut agar perawat mengerti mengapa

klien melakukan tindakan atau punya perasaan serta keyakinan

seperti itu. Cara-cara untuk mengonfrontasi adalah sebagai berikut.

a. Membuat sesuatu lebih jelas.

Saat klien mengekspresikan sebuah kekesalannya terkadang

sulit untuk dimengerti, karena apa yang diperbuat klien, tidak

biasa ia perbuat. Agar ia menyadari bahwa apa yang diperbuat

itu merupakan sesuatu yang kurang tepat dan tidak sesuai

13
dengan harapan, maka keadaan yang kurang baik itu diperjelas

lagi. Kejelasan situasi akan membuat hubungan menjadi

bermakna dan lebih terbuka.

Contoh:

"Saya melihat wajah Ibu tampak murung dan kelihatan gelisah,

apa yang membuat Ibu tidak nyaman?"

b. Menginterpretasikan opini dengan kata-kata yang lebib jelas.

Suasana yang kurang nyaman pada diri klien juga

terkadang tidak disadari oleh klien sendiri. Kegaduhan saat

keluarga berkunjung atau kotoran yang berserakan di sekitar

klien akibat adanya pengunjung yang kurang menaati

kebersihan, membuat suasana kurang nyaman. Hal ini akan

memicu adanya adanya ketenangan klien dan terjadinya

transmisi infeksi pada klien. Untuk itu perawat dalam melihat

keadaan seperti itu perlu tindakan segera mengingatkan keluarga

klien dengan mengatakan sesuatu yang idealis tanpa memarahi.

Agar keluarga klien menyadari kekeliruannya atau

kesalahannya, maka perawat perlu mengatakan sesuatu yang

benar menurut yang ia yakini tanpa menyalahkan pihak lain.

Contoh:

"Keluarga ibu yang sakit tidak akan bisa istirahat apabila

Bapak/lbu ramai atau gaduh.'"

14
"Penyakit keluarga Ibu/Bapak tak akan kunjung sembuh apabila

di sekitarnya banyak sampah, karena hal tersebut membuat

terjadinya infeksi silang atau perpindahan kuman dari penyakit

lain."

15
c. Minta untuk bertindak dan berperilaku yang asertif.

Adanya suasana yang kurang nyaman dengan adanya

suasana gaduh dan kebersihan lantai yang kurang tersebut,

perawat bisa dengan meminta pada keluarga untuk bertindak

yang positif atau bertindak arif dan bijaksana, karena apa yang

diminta oleh perawat sebenarnya untuk kepentingan klien.

Contoh:

"Saya lebih senang suasana di ruangan ini menjadi lebih tenang,

dengan demikian klien bisa istirahat atau kebutuhan istirahat

klien bias tercukupi."

"Di rumah sakit selalu memerlukan lantai yang bersih, dengan

demikian tidak ada perpindahan infeksi."

d. Memberikan harapan, kepercayaan, dan dukungan.

Kata-kata yang bisa membangkitkan semangat klien akan

memotivasi klien untuk berbuat lebih baik lagi. Untuk itu

perawat seharusnya jangan segan- segan memberikan penguatan

positif atas hal-hal yang mampu dikerjakan klien maupun

keluarga dengan benar. Apa yang dilakukan benar oleh klien

maupun keluarga, perawat semestinya selalu merespons positif

dan bukan sebaliknya atau meremehkan apa yang telah klien

maupun keluarga perbuat. Contoh:

"Saya hari ini senang sekali melihat Ibu sudah bisa latihan

duduk."

16
"Dengan kondisi lantai yang tampak bersih, saya yakin penyakit

keluarga Ibu cepat sembuh karena tidak ada lagi sumber infeksi

akibat adanya sampah."

"Saya akan lebih konsentrasi lagi karena suasana sekarang lebih

tenang."

Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1998) mengidentifikasi

tiga kategori konfrontasi yaitu sebagai berikut.

a. Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang

dirinya) dan ideal diri (cita-citafkeinginan klien).

b. Ketidaksesuaian antara ekspresi nonverbal dan perilaku klien.

c. Ketidaksesuaian antara ekspresi pengalaman klien tentang

dirinya dan pengalaman perawat tentang klien.

Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah.

Oleh karena itu, sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu

mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya dengan klien,

waktu yang tepat, tingkat kecemasan, dan kekuatan koping klien.

Konfrontasi sangat tepat dilakukan untuk klien yang telah mempunyai

kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan
Merupakan perasaan yang sensitif terhadap orang lain. Kesegeraan

merupakan kepedulian perawat akan masalah yang menimpa klien.

Dimensi kesegeraan pada komunikasi terapeutik berarti kesediaan

perawat bertindak secepat mungkin dan saat itu juga untuk mengatasi

segala sesuatu yang kemungkinan merugikan klien. Kegiatan ini untuk

17
memenuhi kebutuhan klien dengan segera tanpa menunda-nunda lagi

selagi tidak ada sesuatu yang lebih darurat. Sensitivitas ini terjadi jika

interaksi perawat-klien difokuskan dan digunakan untuk mempelajari

fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Sensitivitas

perawat terhadap apa yang dipermasalahkan klien menjadikan

pelayanan keperawatan menjadi lebih efektif. Dengan tidak menunda-

nunda kegiatan pelayanan keperawatan, semua pelayanan keperawatan

di tingkat lini akan terlayani semua, mengingat pelayanan

keperawatan bersifat komprehensif sehingga banyak pelayanan

keperawatan yang harus dijalankan.

Kesegeraan berarti perawat peka terhadap perasaan dan

permasalahan klien. Stimulasi yang dini akan mengurangi kecemasan

dan ketidakpercayaan klien terhadap perawat serta klien menjadi

kooperatif. Hal ini terjadi karena kesegeraan mempunyai konotasi

sebagai sensitivitas perawat pada perasaan klien dan kesediaan untuk

mengatasi perasaan daripada mengacuhkannya (Stuart & Sundeen,

1995). Salah satu penyebab kebuntuan dalam komunikasi antara

perawat dan klien adalah tidak adanya sensitivitas pada diri perawat

akan permasalahan dan perasaan klien. Ketika ada klien minta tolong

karena ada sesuatu yang mengganggu klien, perawat dengan santainya

mengatakan bahwa permasalahan klien itu sudah wajar dan biasa

sehingga tidak perlu diperhatikan. Hal inilah yang menunjukkan

rendahnya tingkat ketidakpedulian perawat terhadap permasalahan

18
klien. Hal inilah yang akan menyebabkan klien menjadi cemas, tidak

percaya dengan perawat dan menarik diri, yang kemudian akan

menyulitkan perawat sendiri.

3. Membuka Diri
Keterbukaan perawat tidak diartikan bahwa perawat akan

menceritakan masalah pribadinya. Keterbukaan perawat di sini berarti

bahwa apa yang diungkapkan perawat membuat klien menjadi lebih

tahu tentang pikiran, perasaan, dan pengalaman pribadi kita.

Membuka diri dilakukan untuk keuntungan klien, untuk menunjukkan

seberapa banyak perawat mengerti klien karena adanya persamaan

pikiran, perasaan, dan pengalaman (Nurjannah, I, 2001) Perawat

membuka diri dengan mengungkapkan pengalaman pribadinya

mengenai keluhan yang dirasakan klien dan prognosisnya dengan

harapan untuk membantu mengurangi kecemasannya dan

mempercepat kesembuhannya. Perawat membuka diri dengan

harapan: 1) untuk menjadi model dan mendidik; 2) untuk mendukung

gabungan dari intervensi terapeutik; 3) untuk memvalidasi realitas;

dan 4) untuk mendukung otonomi klien (Stuart & Sundeen, 1995).

Keterbukaan dalam konteks komunikasi terapeutik

menggambarkan sikap keterbukaan yang memberikan harapan yang

lebih baik dan bukan sebaliknya. Adanya keterbukaan menjadikan

klien lebih takut, malu, dan khawatir sehingga ketika perawat

membuka diri dengan mengatakan sesuatu, perawat perlu

mempertimbangkan bahwa apakah rencana untuk membuka diri

19
sesuai dengan apa yang ingin klien dengarkan? Atau apakah klien

merasa nyaman dengan menyampaikan hal ini (aman dari hukuman,

malu, legal, dan moral) (Smith, 1992).

Keterbukaan perawat diharapkan membuat perilaku klien menjadi

lebih asertif dan terkontrol. Oleh karena itu, untuk menjadikan klien

lebih asertif, perawat harus lebih terbuka tentang dampak yang akan

terjadi bila klien tidak menaati standar aturan pelaksanaan pelayanan

keperawatan yang berlaku. Hal ini bukan untuk menakut-nakuti akan

tetapi untuk mendapatkan perubahan perilaku klien menjadi perilaku

yang konstruktif.

Contoh:

"Bu...., lokasi infus ini kalau dipegang-pegang akan mudah infeksi,

dan saya lebih khawatir lagi kalau infeksi menjalar ke seluruh tubuh,

serta infus bila tidak bisa jalan Ibu masih kekurangan cairan dan saya

harus memindahkan jarum infus ke lokasi lain yang membuat Ibu

harus ditusuk lagi kedua kalinya."

Hal ini menggambarkan bahwa perawat menceritakan pengalamannya

tentang lokasi infus kalau sering dipegang akan mudah terjadi

penyebaran infeksi sekunder dan itu akan mempersulit jalannya infus

yang pada akhirnya tujuan rehidrasi tidak tercapai sesuai dengan yang

dinginkan.

Makna membuka diri pada perawat adalah memberikan

pengharapan yang lebih besar dan mengurangi kecemasan klien

20
sehingga pencapaian rehidrasi sesuai dengan harapan klien dan

perawat. Membuka diri tampak ketika perawat memberikan informasi

tentang diri, ide, nilai, perasaan, dan sikapnya sendiri untuk

memfasilitasi kerja sama, proses belajar, katarsis, atau dukungan

klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh

Stuart dan Sundeen, 1987, hlm 134) ditemukan bahwa peningkatan

keterbukaan antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan

perawat klien.

4. Emosional Katarsis
Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat

mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik (Stuart &

Sundeen, 1995). Klien akan bersedia membicarakan keluhannya

apabila sudah terbentuk hubungan saling percaya, terutama masalah-

masalah yang menyangkut pribadi. Ungkapan dari klien merupakan

hal yang berharga untuk perawat, baik untuk melaksanakan tugas-

tugas keperawatan maupun untuk pengembangan ilmu keperawatan

itu sendiri. Menurut Stuart & Sundeen dalam Suryani (2006), dalam

hal ini perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk

mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesulitan untuk

mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan

mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien. Untuk itu

teknik komunikasi yang tepat dilakukan dengan menggunakan broad

opening atau pertanyaan terbuka sehingga klien mampu

21
mengekspresikan keluhannya secara alami dan sistematis. Contoh:

"Apa yang dirasakan Ibu hari ini?"

5. Bermain Peran
Kegiatan bermain peran pada tatanan pelayanan keperawatan

adalah di mana semua kegiatan yang memerlukan pemahaman klien,

perawat perlu mendemonstrasikan terlebih dulu lalu meminta klien

untuk mencoba. Terkadang suatu tindakan keperawatan yang perlu

dilanjurkan klien, bila hanya diberi tahu secara lisan saja, daya

pemahamannya masih kurang jelas, Perlu adanya kegiatan work shop

untuk memperjelas dan mempertegas sehingga diharapkan proses

transfer learning sesuai dengan materi. Adanya motivasi yang tinggi

dari klien disebabkan karena diberi contoh.

Saat bermain peran diharapkan ada komitmen untuk mendengarkan

dan menjalankan semua kegiatan yang telah didemonstrasikan

schingga ada kebangkitan rasa keterlibatan emosional dan

ketergantungan untuk mencoba melakukan sendiri. Membangkitkan

situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien ke dalam

hubungan antarmanusia dan memperdalam kemampuannya untuk

melihat situasi dari sudut pandang lain dan juga memperkenankan

klien untuk mencoba situasi baru dalam lingkungan yang aman (Stuart

& Sundeen, 1995).

22

Anda mungkin juga menyukai