Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

GANGGUAN PANIK

Pembimbing :
dr. Widi Primaciptadi, Sp. KJ

Disusun oleh:
Anisa Ramadhanti (030.12.106)
Aisyahra Prasisca (030.13.011)
Fidiyatun (030.13.224)
Vanya Hermalia Puspita (030.13.197)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
PERIODE 08 OKTOBER – 03 NOVEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunianya
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Gangguan Panik”. Referat ini ditulis untuk
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai ilmu kesehatan jiwa dan merupakan salah
satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa di Rumah
Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Dalam penyusunan referat ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada: pertama, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kelancaran dan jalan keluar dari segala kendala yang penulis alami selama
penulisan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini tidak terlepas dari kekurangan. Kritik dan saran
yang membangun sangan penulis butuhkan demi penulisan serupa yang lebih baik di masa
mendatang. Penulis berharap hasil referat ini bermanfaat bagi semua pihak.

2
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1


BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2
2.1 Definisi ...................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi ............................................................................. 5
2.3 Etiologi ...................................................................................... 6
2.4 Manifestasi Klinis ..................................................................... 7
2.5 Alur Diagnosis .......................................................................... 8
2.6 Kriteria Diagnosis ..................................................................... 12
2.7 Diagnosis Banding .................................................................... 14
2.8 Tatalaksana ............................................................................... 15
2.9 Prognosis ................................................................................... 25
BAB III DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 26

3
BAB I
PENDAHULUAN

Serangan panik adalah episode tiba-tiba rasa takut yang intens yang memicu reaksi
fisik yang parah ketika tidak ada bahaya nyata atau penyebab yang jelas. Serangan panik bisa
sangat menakutkan. Sedangkan gangguan panik terjadi ketika mengalami serangan panik
yang tak terduga berulang. DSM-5 mendefinisikan serangan panik sebagai lonjakan intens
ketakutan atau ketidaknyamanan yang memuncak dalam beberapa menit. Orang-orang
dengan gangguan hidup dalam ketakutan akan serangan panik.
Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk gangguan
panik adalah 1,5-3% dan untuk serangan panik adalah 3-4%. Wanita adalah dua sampai tiga
kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, walaupun kurangnya diagnosis (underdiagnosis)
gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan dalam distribusi yang tidak sama tersebut.
Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih non-Hispanik, dan kulit hitam adalah kecil.
Faktor sosial satu-satunya yang dikenal berperan dalam perkembangan gangguan panik
adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama.2
Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda usia 25 tahun, tetapi baik
gangguan panik maupun agorafobia dapat berkembang pada setiap usia.
Terdapat berbagai faktor resiko maupun penyebab yang dapat menimbulkan
gangguan panik seperti faktor biologis, genetik dan psikososial.
Penting bagi kita untuk mengetahui gejala yang dapat timbul pada gangguan panik
sehingga kita dapat dengan cermat mendiagnosis gangguan panik tersebut baik dengan
wawancara maupun observasi psikiatri.
Maka dari itu, penulis memiliki tujuan untuk lebih memahami dan menilai secara
menyeluruh mengenai gangguan panik dan dapat membedakan gangguan panik dengan
gangguan-gangguan kejiwaan yang lain sehingga pengobatan yang diberikan sesuai dan tidak
terjadi Overdiagnosis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Serangan panik adalah episode tiba-tiba rasa takut yang intens yang memicu reaksi
fisik yang parah ketika tidak ada bahaya nyata atau penyebab yang jelas. Serangan panik bisa
sangat menakutkan.1
Gangguan panik terjadi ketika mengalami serangan panik yang tak terduga berulang.
DSM-5 mendefinisikan serangan panik sebagai lonjakan intens ketakutan atau
ketidaknyamanan yang memuncak dalam beberapa menit. Orang-orang dengan gangguan
hidup dalam ketakutan akan serangan panik.2

2.2 Epidemiologi

Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk gangguan


panik adalah 1,5-3% dan untuk serangan panik adalah 3-4%. Penelitian telah menggunakan
kriteria DSM-III, yang lebih terbatas dibanding kriteria di dalam edisi ketiga yang direvisi
(DSM-III-R) dan DSM-IV; dengan demikian, prevalensi seumur hidup yang sesungguhnya
kemungkinan lebih tinggi dari angka tersebut.1
Sebagai contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang
dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa angka prevalensi seumur hidup adalah 3,8
persen untuk gangguan panik, 5,6 persen untuk serangan panik dan 2,2 persen untuk serangan
panik dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria diagnostik lengkap.1
Wanita adalah dua sampai tiga kali lebih sering terkena dari pada laki-laki, walaupun
kurangnya diagnosis (underdiagnosis) gangguan panik pada laki-laki mungkin berperan
dalam distribusi yang tidak sama tersebut. Perbedaan antara kelompok Hispanik, kulit putih
non-Hispanik, dan kulit hitam adalah kecil. Faktor sosial satu-satunya yang dikenal berperan
dalam perkembangan gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum
lama.2
Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda usia 25 tahun, tetapi baik
gangguan panik maupun agorafobia dapat berkembang pada setiap usia. Sebagia contohnya,
gangguan panik lebih dilaporkan terjadi pada anak-anak dan remaja, dan kemungkinan
kurang didiagnosis pada mereka.2

5
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Faktor Biologis
Penelitian tentang dasar biologis untuk gangguan panik telah menghasilkan berbagai
temuan diantaranya ditemukan peningkatan aktifitas syaraf simphatis. Penelitian
neuroendokrin menunjukkan beberapa abnormalitas hormon terutama kortisol.
Neurotransmitter yang berpengaruh pada Gangguan Panik adalah Epinefrin, Serotonin, dan
Gama Amino Butyric Acid (GABA). Serta ditemukanya zat-zat yang dapat menginduksi
serangan panik. Diantaranya, Carbon Dioksida (5 s/d 35%), Sodium Laktat dan Bicarbonat,
Bahan Neurokimiawi yang bekerja melalui sistem Neu-rotransmitter spesifik (yohimbin, α2-
adrenergik receptor antagonist, chlorophenylpiperazine/ mCP, bahan yang berefek sero-
tonergik), Cholecystokinin dan caffeine, Isoproterenol.3
Zat-zat yang menginduksi serangan panik tersebut diperkirakan bereaksi mulanya
pada baroreseptor cardiovaskuler di perifer dan signal ke system vagal-afferent terus ke
nucleus tractus solitarii diteruskan ke nucleus paragigantocellularis di medulla. Terjadinya
hiperventilasi pada pasien gangguan panik mungkin disebabkan hipersensitif akan
kekurangan oksigen karena peningkatan tekanan CO2 dan konsentrasi laktat dalam otak yang
selanjutnya akan mengaktifkan monitor asfiksia secara fisiologis. Bahan Neurokimiawi yang
menginduksi panik diduga mempengaruhi sistem noradrenergik, serotonergik dan reseptor
GABA dalam susunan syaraf pusat secara langsung.3,5,6
Serangan panic merupakan respons terhadap rasa takut yang terkondisi yang
ditampilkan oleh fear network yang terlalu sensitive, yaitu amygdala, korteks prefrontalm dan
hipokampus yang berperan terhadap timbulnya panik. Dalam model ini, seseorang dengan
gangguan panic akan menjadi takut terhadap serangan panik.

Faktor Genetika
Bahwa gangguan ini memiliki komponen genetika yang jelas. Angka prevalensi
tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan panik. Berbagai penelitian telah
menemukan adanya peningkatan resiko gangguan panik sebesar 4-8 kali lipat pada sanak
saudaraderajat pertama pasien dengan gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara
derajat pertama dari pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar
monozigot.3,5,6

6
Faktor Psikososial
Teori Kognitif Perilaku: kecemasan bisa sebagai satu respon yang dipelajari dari
perilaku orangtua atau melalui proses kondisioning klasik yang terjadi sesudah adanya
stimulus luar yang menyebabkan individu menghindari stimulus tersebut.3,5,6 Teori
Psikososial: serangan panic muncul karena gagalnya pertahanan mental menghadapi impuls /
dorongan yang menyebabkan anxietas. Sedangkan Agorafobia akibat kehilangan salah satu
orang-tua pada masa anak-anak dan ada-nya riwayat cemas perpisahan. Pengalaman
perpisahan traumatik pada masa anak-anak bisa mempengaruhi susunan syaraf yang
menyebabkannya menjadi mudah jatuh kepada anxietas pada masa dewasa.3,7 Pasien dengan
riwayat pelecehan fisik dan seksual pada masa anak juga beresiko untuk menderita Ganggaun
Panik.4,6

2.4 Manifestasi Klinis

Serangan Panik menunjukkan beberapa gejala anxietas yang berat dengan onset cepat.
Gejala mencapai puncaknya dalam 10 menit, tapi juga bisa dalam beberapa detik. Pasien
mengeluh nafas pendek, sesak nafas, tremor, pusing, merasa panas atau dingin, ada
depersonalisasi dan derealisasi.3

Pasien dengan Serangan Panik akan berulangkali mencari pertolongan, sering dibawa
ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Bila tidak diobati seranga panik akan
berulang dan pasien akan berulangkali mengunjungi dokter atau seringkali dibawa ke IGD.
Lama-lama pasien akan menghindari tempat-tempat atau situasi serangan paniknya pernah
terjadi terutama tempat kegiatan sosial atau tempat dimana susah untuk menyelamatkan diri.
Serangan panik akan berkurang di-rumah, berada bersama pasangan atau orang yang dikenal
sehingga bisa mem-bantu bila terjadi serangannya.3

Gangguan Panik merupakan serangan panik yang berulang-ulang dengan onset cepat
dan durasi sangat singkat. Karena adanya gejala-gejala fisik pada waktu serangan, pasien
menjadi ketakutan mereka akan mendapat serangan jantung, stroke dan lain-lain.5

Kadang pasien berfikir mereka akan kehilangan kontrol atau menjadi gila.Beberapa
penelitian menunjukkan ter-jadi peningkatan resiko ide bunuh diri dan percobaan bunuh diri
pada pasien Gangguan Panik. Resiko bunuh diri ini tinggi pada pasien dengan comorbiditas
Depresi Berat.5

7
2.5 Alur Diagnosis

Untuk penegakan diagnosis pada pasien dengan dugaan gangguan panik, kita harus
melakukan wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan dengan menanyakan identitas
dan keluhan-keluhan yang diceritakan dengan bahasa pasien sendiri serta riwayat pramorbid
sebelum gejala gangguan panik tersebut timbul. Sedangkan observasi dilakukan dengan cara
menilai perawakan serta penampilan yang ditampilkan oleh pasien tersebut, bagaimana
perasaan emosional yang diluapkan atau di ekspresikan serta bagaimana perilaku pasien
terhadap pemeriksa.
Hal-hal yang telah dijelaskan diatas, dapat membantu kita sebagai pemeriksa untuk
menegakkan diagnosis terhadap penyakit atau gangguan yang diderita pasien tersebut.
Setelah kita melakukan wawancara serta observasi, kita dapat merangkum atau
menyimpulkan apa saja hendaya atau gejala-gejala yang timbul didalam status mental.

1. Wawancara dan Observasi


a. Identitas Pasien
Mencakup nama, umur, jenis kelamin, suku /bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
alamat, MRS ke berapa.
b. Keluhan Utama
Apa alasan pasien datang ke psikiater. Lebih disukai sesuai dengan kata-kata pasien.
Jika informasi itu bukan dari pasien, catat siapa yang menyampaikan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Latar belakang kronologis dan perkembangan gejala dan perubahan perilaku sampai
mencapai puncaknya sehingga pasien memunta bantuan.
Keadaan pasien pada saat gejala itu muncul (onset), kepribadian ketika sehat,
bagaimana penyakit itu mempengaruhi aktivitas dan hubungan
personalnya, perubahan kepribadian, minat, suasana perasaan, sikap terhadap orang lai
n, cara berpakaian, kebiasaan, tingkat ketegangan, kepekaan, aktivitas, perhatian,konsen
trasi, daya ingat, bicara ; gejala psikofisiologik, sifat dan rincian disfungsi,nyeri, lokasi,
intensitas, fluktuasi, tingkat kecemasan, umum dan tidak spesifik(free foating), atau
spesifik berhubungan dengan situasi, aktivitas atau
objektertentu ; bagaimana dia menangani kecemasannya, menghindar,
pengulangansituasi ketakutan, menggunakan obat-obatan atau aktivitas-aktivitas lain
yang meringankan

8
d. Riwayat Penyakit Dahulu / Sebelumnya
(1) Gangguan mental atau emosi : tingkat ketidakmampuan, tipe pengobatan,nama
rumah sakit tempat perawatan, lama sakit, pengaruh pengobatan.
(2) Gangguan psikosomatik : hay fever, colitis, arthritis, rheumatoid arthritis,allergi,
pilek yang berulang-ulang, dan gangguan kulit.
(3) Gangguan edis : mengikutipemeriksaan system yang biasa, penyakit hubungan
seksual, penyalahgunaan alcohol dan zat psikoaktif lain, keadaanyang beresiko
HIV/AIDS.
(4) Gangguan Neurologis : sakit kepala, trauma kranioserebral, kehilangankesadaran,
kejang atau tumor.
e. Riwayat Pribadi
Riwayat kehidupan pasien mulai dari bayi sampai saat sekarang secara luas yangdapat
diingat kembali, kekosongan riwayat secara spontan berhubungan dengan pasien,
emosi, berhubungan dengan periode kehidupan (penuh kenyerian, stress, dan konflik)
atau dengan fase siklus kehidupan.
1. Masa Kanak-kanak Awal (0– 3 tahun)
a. Riwayat Prenatal, kehamilan dan persalinan ibu pasien : Lama
kehamilan,spontanitas dan normalitas kelahiran, trauma kelahiran, apakah
pasien anakyang direncanakan, diharapkan, atau tidak dikehendaki.
b. Kebiasaan Makan : minum asi, susu botol, dan problem makan
c. Perkembangan Dini : kehilangan ibu, perkembangan bahasa,
perkembanganmotorik, tanda-tanda kebutuhan tak terpenuhi, pola tidur, cemas
perpisahan,cemas keterasingan.
d. Toilet training : usia, sikap orangtua, perasaan terhadap hal tersebut.
2. Masa Kanak-kanak Pertengahan (3 – 11 tahun) :
Riwayat awal masuksekolah, penyesuaian dini, identifikasi jenis kelamin,
perkembangan,kesadaran, penghukuman, hubungan sosial, sikap terhadap saudara k
andung dan teman sepermainan.
3. Masa Kanak-kanak Akhir (pubertas sampai remaja) :
a. Hubungan dengan rekan sebaya : Jumlah dan keakraban dengan teman-
temannya, sebagai pemimpin atau pengikut, popularitas social, partisipasidalam
aktivitas kelompok atau geng, gambaran idealisme, pola agrsivitas, pasivitas,
kecemasan, atau perilaku antisosial.

9
b. Riwayat sekolah : seberapa jauh pasien pergi, penyesuaian terhadap
sekolah,hubungan dengan guru – kesayangan guru atau penentang guru –
pelajaranfavorit atau yang diminati, kemampuan atau bakat khusus yang
dimiliki,aktivitas ekstrakulikuler, olah raga, hobbi, hubungan dari masalah-
masalahdan gejala-gejala dengan setiap periode sekolah.
c. Perkembangan motorik dan kognitif : Belajar membaca, ketrampilanintelegensi
dan motorik yang lain, disfungsi otak minimal, kesulitan belajar – pengelolaan
dan pengaruhnya pada anak.
d. Masalah khusus emosi dan fisik : mimpi buruk, fobia, masturbasi,
ngompol,melarikan diri, kenakalan, merokok, menggunakan alcohol dan obat-
obatan,masalah berat badan, rendah diri.
e. Riwayat perkembangan psikoseksual
(a) Keingin tahuan dini, masturbasi infantile, permainan seks.
(b) Pengetahuan seksual yang diperoleh, sikap orang tua terhadap
seks, penyalah gunaan seks
I Onset pubertas, perasaan terhadap pubertas, perasaan mengenaimenstruasi,
perkembangan kharakteristik sekunder,
(d) Aktivitas seksual remaja, berjejal-jejalan, pesta, kencan, bercumbu
rayu,masturbasi, mimpi basah, dan sikap terhadap hal tsb.
I Sikap terhadap sesama dan lawan seks, malu-malu, pemalu,
agresif,mengesankan, seduktif, penaklukan seksual, kecemasan.
(f) Praktek seksual : masalah-masalah seksual, homoseksual,
heteroseksual, parafilia, promisquitas.
f. Latar belakang Keagamaan : kaku, liberal, campuran, (kemungkinankonflik),
berhubungan dengan praktek keagamaan yang sekarang.
4. Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan : pemilihan pekerjaan, pelatihan, ambisi, konflik,hubungan
dengan pimpinan, kelompok sebaya, subkoordinat, banyaknyatugas dan
lamanya, perubahan dalam status pekerjaan, dan perasaan terhadaphal tersebut.
b. Aktivitas social : apakah pasien mempunyai teman atau tidak, apakahmenarik
diri atau bersosialisasi dengan baik, intelektual, kesenangan fisik,hubungan
dengan sesame jenis dan berlawanan jenis, lamanya, qualitashubungan dengan
manusia.
c. Seksualitas dewasa. :

10
(a) Hubungan seksual sebelum nikah, umur saat hubungan seksual
pertama,orientasi seksual
(b) Riwayat perkawinan, perkawinan secara adapt, perkawinan legal,
masakenal-mengenal, peran masing-masing pasangan, keluarga
berencanadan kontrasepsi, nama dan usia anak-anak, sikap terhadap anak
angkat,masalah setiap anggota keluarga, kesulitan perumahan jika ini
penting bagi perawinan, penyesuaian seksual, skandal diluar perkawinan, are
a persetujuan dan ketidak setujuan, pengelolaan uang dan peran ipar.
I Gejala-gejala seksual : anorgasmik, impotensia, ejakulasi dini, kuranghasrat
seksual.
(d) Sikap terhadap kehamilan dan memiliki anak : praktek kontrasepsi
dan perasaan terhadap kontrasepsi.
I Praktek-praktek seksual : parafilia seperti sadisme, fetishisme,
voyerisme,sikap terhadap fellatio, cunnilingus, tehnik coitus dan
frekwensinya.
d. Riwayat militer ; penyesuaian umum, peperangan, cedera, tipe pemberhentian,
status veteran.
e. Sistem nilai yang dianut : apakah anak-anak terlihat menyusahkan
ataumenyenangkan, apakah pekerjaan tanpa lebih penting, sesuatu yang
dapatdielakkan atau suatu tantangan, sikap terhadap keyakinan agama , surga
dan neraka.
f. Riwayat Keluarga
Dapatkan dari pasien dan dari orang lain, karena deskripsi yang sungguh berbeda dari
orang yang sama dan peristiwa, suku, kebangsaan, dan tradisi keagamaan,orang lain
di dalam rumah.
g. Situasi Saat Ini
Keadaan lingkungan perumahan atau tempat tinggal, keadaan sosial ekonomi,
pekerjaan.

11
2. Status mental
a. Deskripsi Umum
 Penampilan : rapi/ tidak rapi
 Kesadaran : compsmentis, kesadaran psikologis terganggu, social tidak
terganggu
 Pembicaraan : bicara banyak, suara normal/ kencang, cepat
b. Alam Perasaan (Emosi)
 Mood : cemas
 Afek : serasi, stabil/ tidak stabil, pengendalian kurang baik, empati dapat
dirabarasakan, echt, (sungguh-sunguh/ dramatisasi), skala diferensiasi
menyempit
c. Gangguan Persepsi
 Halusinasi dan gangguan persepsi : tidak ada
d. Proses Pikir
 Arus pikir : produktivitas banyak
 Isi pikir : preokupasi, tidak ada waham
e. Daya nilai : tidak terganggu
f. Tilikan : derajat I-III

2.6 Kriteria Diagnosis

 Kriteria Diagnosis Gangguan Panik (PPDGJ III)8


Dalam klasifikasi ini, serangan panik yang terjadi pada suatu situasi fobik yang sudah
ada dianggap sebagai ekspresi dari keparahan fobia tersebut. Gangguan panik baru menjadi
diagnosis utama bilamana tidak ditemukan adanya salah satu fobia seperti tercakup dalam
F40.
Untuk diagnosis pasti, beberapa serangan berat dari anxietas otonomik harus terjadi
dalam periode kira-kira satu bulan:
a) Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
b) Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya
c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala anxietas dalam periode antara
serangan-serangan panik (meskipun lazim terjadi juga anxietas antisipatorik)

12
 Kriteria Diagnosis Gangguan Panik (DSM V)9
Berdasarkan kriteria diagnostik DSM V gangguan panik merupakan serangan panik
berulang yang tak terduga atau ketidaknyamanan intes yang mencapai puncaknya dalam
beberapa menit diikuti dengan gejala. Selain itu untuk mendiagnosis serangan panik, kita
harus menemukan minimal 4 gejala dari 13 gejala berikut ini:
1. Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat
2. Berkeringat
3. Gemetaran
4. Sensasi seperti sesak nafas
5. Perasaan tersedak atau leher serasa dicekik
6. Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
7. Mual atau distress abdominal
8. Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
9. Rasa panas dikulit, menggigil
10. Parestesi (mati rasa atau sensasi kesemutan)
11. Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri)
12. Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
13. Takut mati

Setidaknya satu serangan telah diikuti dari salah satu atau kedua hal berikut, dalam
kurun waktu 1 bulan (atau lebih):
1. Kekahwatiran terus menerus terkait serangan panik dan konsekuensinya (misalnya
kehilangan kendali, mengalami serangan jantung, atau menjadi “gila”
2. Perubahan maladaptif yang signifikan dalam perilaku yang berhubungan dengan
serangan (misalnya perilaku untuk menghindari serangan panik seperti menggindari
situasi asing).
3. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat (misalnya
penyalahgunaan obat) atau kondisi medis lainnya (misalnya hipertiroidisme,
gangguan cardiopulmonary).
4. Gangguan tersebut tidak lebih baik dijelaskan sebagai gangguan mental lain
(misalnya, serangan panik tidak terjadi hanya saat menanggapi situasi sosial yang
ditakuti, seperti dalam gangguan kecemasan sosial: dalam menanggapi objek fobia,
seperti pada fobia spesifik: dalam menanggapi obsesi, seperti pada gangguan obsesif-
kompulsif: dalam menanggapi pengingat peristiwa traumatis, seperti dalam gangguan
13
stres pasca trauma: atau dalam menanggapi pemisahan dari tokoh keterikatan, seperti
dalam gangguan kecemasan pemisahan).

2.7 Diagnosis Banding


1) Gangguan Medis3
Diagnosis banding pasien dengan gangguan panik mencakup sejumlah besar gangguan
medis.
Penyakit Kardiovaskular
Anemia Hipertensi
Angina Infark Miokardium
Gagal Jantung kongetif Takikardi Atrium
Paradoksal
Penyakit paru
Asma Embolus Paru
Hiperventilasi
Penyakit Neurologis
Penyakit serebrovaskular Migrain
Penyakit Menierre Sklerosis Mutipel
Epilesi Transient Ischemic
Attack
Tumor
Penyakit Endokrin
Diabetes Hipoparatiroid
Hipertiroid Gangguan menopause
Hiperglikemia Sindrom Cushing
Penyakit Addisom Sindrom Pramenstruasi

2) Gangguan Jiwa3
Diagnosis banding psikiatri gangguan panik mencakup :
 Malingering
 Gangguan buatan
 Hipokondriasis
 Gangguan stres pasca trauma (PTSD)

14
 Gangguan depresif
 Skizofrenia

2.8 Tatalaksana

Penatalaksanaan panik terdiri dari penatalaksanaan secara farmakoterapi dan


psikoterapi.3 Tujuan utama penatalaksanaan gangguan panik adalah untuk mengurangi atau
mengeliminasi gejala serangan panik, mencegah dan mengantisipasi ansietas serta mengatasi
keadaan komorbid yang menyertainya.2

Penggunaan modalitas terapi harus diperhatikan dari segi faktor resiko serta
keuntungan dari masing-masing terapi sesuai dengan kebutuhan masing-masing dari
penderita. Alprazolam (Xanax® ) dari golongan benzodiazepin dan paroksetin (Paxil® ) dari
golongan Selective Serotonine Reuptake Inhibitor (SSRI) adalah dua obat yang disetujui
untuk terapi gangguan panik. Kombinasi SSRI atau obat trisiklik dan benzodiazepin atau
SSRI dan litium atau obat trisiklik dapat dicoba. Apabila terapi yang digunakan efektif, terapi
dilanjutkan selama 8 sampai 12 bulan. Pada terapi yang tidak memberikan respon harus dikaji
ulang adanya keadaan komorbid seperti depresi, penggunaan alkohol atau penggunaan zat.

a. Golongan Obat

SSRI dan Serotonine-nerephinephrine reuptake inhibitor (SNRI) telah disetujui


digunakan pada semua gangguan ansietas utama, seperti gangguan panik. Walaupun
antidepresan yang tua dan obat sedatif-hipnotik masih tetap digunakan untuk terapi
gangguan ansietas, SSRI dan SNRI telah banyak menggantikan ini.

Benzodiazepin memberikan keringanan yang cepat pada generalized anxiety dan


panik daripada yang dilakukan oleh antidepresan. Namun bagaimanapun juga, antidepresan
paling tidak memperlihatkan sama efektifnya atau mungkin lebih efektif dari benzodiazepin
pada terapi gangguan ansietas jangka panjang. Lagi pula, antidepresan tidak menyebabkan
resiko dependensi dan toleransi seperti yang terjadi dengan benzodiazepin.4

b. Cara penggunaan
1. Pemilihan obat
Semua jenis obat anti panik (Trisiklik, Benzodiazepin, Reversible Inhibitor of
Monoamine Oxydase-A (RIMA), SSRI) sama efektifnya menanggulangi sindrom

15
panik pada tahap sedang dan pada stadium awal dari gangguan panik. Bagi mereka
yang sensetif terhadap efek samping golongan trisiklik atau adanya penyakit
organik sebagai penyulit, dapat beralih ke golongan SSRI atau RIMA di mana efek
samping relatif lebih ringan. Alprazolam merupakan obat yang paling kurang
toksik dan “onset of action” yang lebih cepat.6,5
2. Pengaturan dosis
Cara terbaik untuk melihat apakah terdapat keseimbangan antara efek samping
dan khasiat obat adalah dengan meneliti sebaik mungkin antara waktu pemberian
obat dan dosis, dalam hubungan dengan jumlah serangan panik dalam periode
waktu tertentu. Mulai dengan dosis rendah, secara perlahan-lahan dosis dinaikkan
dalam beberapa minggu untuk meminimalkan efek samping dan mencegah
terjadinya toleransi obat. Dosis efektif dicapai dalam waktu 2-3 bulan. Apabila
dosis tidak dinaikkan secara perlahan-lahan, penderita tidak akan merasakan
manfaatnya, atau malah akan mundur dari perkembangan yang sudah mulai
membaik pada awal pengobatan dalam beberapa minggu.3,5,7
Dosis efektif untuk Alprazolam pada umumnya sekitar 4 mg/hari, pada
beberapa kasus dapat mencapai 6 mg/hari. Untuk golongan Trisiklik, dosis efektif
biasanya sekitar 150-200 mg/hari. Alprazolam umumnya telah mulai berkhasiat
dalam waktu beberapa hari setelah pemberian obat, sedangkan Trisiklik/RIMA/
SSRI baru menunjukkan efek setelah pemberian 4-6 minggu. Imipramin atau
Clomipramine dapat dimulai dengan 25-50 mg/hari, (dosis tunggal pada malam
hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25 mg/hari dengan selang
waktu beberapa hari sampai 1 minggu, hingga tercapai dosis efektif yang mampu
mengendalikan sindrom panik (biasanya sampai sekitar 150-200 mg/hari), dengan
efek samping yang dapat ditoleransi oleh penderita. Dosis efektif dipertahankan
sekitar 6 bulan, kemudian dikurangi perlahan-lahan sampai 1-2 bulan.3,5,7
Dosis pemeliharaan (maintenance) umumnya agak tinggi, meskipun sifatnya
individual, Imipramin/Clomiperamin sekitar 100-200 mg/hari dan Setraline sekitar
100 mg/hari, serta bertahan untuk jangka waktu yang lama (1-2 tahun).7
3. Lama pemberian
Batas lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya selama 6 bulan
sampai 12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi
penderita sudah memungkinkan (bebas gejala dalam kurun waktu tertentu). Dalam
3 bulan setelah bebas obat sekitar 75% penderita menunjukkan gejala kambuh.

16
Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semul diulangi untuk selama
2 tahun. Setelah itu diboba lagi diberhentikan perlahan-lahan dalam kurun waktu 3
bulan dan seterusnya. Ada beberapa penderita yang memerlukan pengonatan
bertahun-tahun untuk mempertahankan bebas gejala dan bebas dari disabilitas.2

c. Farmakoterapi Antipanik
1. Antidepresan
a. Selective Serotonine Reuptake Inhibitor (SSRI)
SSRI menjadi lini pertama dalam pengobatan farmakoterapi pada gangguan mood
dan ansietas, termasuk gangguan panik. SSRI efektif untuk terapi gangguan panik akut
maupun sebagai pengobatan jangka panjang gangguan panik. Terapi awal pemberian
SSRI dapat memberikan efek seperti meningkatnya ansietas, rasa gelisah, gemetar dan
agitasi. Oleh karena itu pemberian initial dose harus diberikan dalam dosis kecil, yang

17
kemudian dititrasi meningkat secara perlahan. Terapi dosis inisial rendah diberikan
selama 3 sampai 7 hari, kemudian peningkatan dosis dilakukan perlahan tergantung
dari toleransi tiap individu hingga mencapai standar dosis terapi rumatan.
Obat diberikan selama 3 sampai 6 bulan atau lebih, tergantung dari kondisi individu
agar kadarnya stabil dalam darah sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.3
Efek samping yang paling sering ditimbulkan SSRI antara lain adalah sakit kepala,
irirabel, mual serta gangguan gastrointestinal lainnya, insomnia, disfungsi seksual,
meningkatnya ansietas, rasa kantuk dan tremor. Dilihat dari efek samping yang
ditimbulkan, SSRI lebih aman dibandingkan dengan antidepresan jenis lain seperti
TCA (Tricyclic Antidepressan) dan MAO (Monoamine Oxidase Inhibitors).
Dosis pemberian obat SSRI sebaiknya diturunkan secara perlahan (tapering) apabila
pengobatan akan dihentikan, minimal 7 sampai 10 hari sebelum menghentikan
pengobatan.
Terapi SSRI yang dihentikan secara tiba- tiba dapat menyebabkan discontinuation
syndrome pada sistem neurosensorik (parestesia. Shock-like reaction, mialgia),
gastrointestinal (mual, diare), neurophsyciatric (cemas, iritabel), vasomotor
(berkeringat) dan berbagai manifestasi lainnya seperti insomnia, pusing, sakit kepala
serta rasa elah. Apabila terjadi gejala diskontinuitas tersebut, maka terapi SSRI
diberikan kembali sesuai dengan dosis terakhir diberikan selama beberapa hari diikuti
penurunan dosis secara perlahan.5
Berikut ini adalah beberapa obat yang tergolong dalam SSRI:
1) Paroksetin
Paroksetin memiliki efek sedatif dan membuat pasien lebih tenang.
Pemberian dimulai pada dosis kecil dan dititrasi meningkat secara perlahan.
Pemberian awal 5 sampai 10 mg per hari selama 1 sampai 2 minggu pertama
kemudian dosisnya ditingkatkan 10 mg setiap 1 sampai 2 minggu hingga dosis
maksimum 60 mg. Apabila sedasi tidak dapat ditoleransi, dosis diturunkan
kembali hingga 10 mg per hari dan diganti fluoxetine pada 10 mg per hari dan
dititrasi meningkat.
Pendekatan konservatif adalah dengan memulai paroksetin, sentralin
(Zoloft®) atau fluvoxamin (Luvox®) pada gangguan panik terisolasi. Dosis
rumatan 20-40 mg/hari.5 Mekanisme aksi terhadap neurotransmiter lain
terbatas, termasuk pada reseptor muskarinik. Konsentrasi plasma dicapai

18
setelah 5 jam. Metabolisme di hati dan diekskresi melalui urin dan feces dalam
bentuk metabolit.6
2) Fluoxetine
Merupakan SSRI yang potensial. Fluoxetin tidak berikatan dengan
adenoreseptor atau histamin, GABA-B atau reseptor muskarinik. Konsentrasi
plasma dicapai setelah 6-8 jam. Penggunaan jangka panjang fluoxetin
(Prozac®) adalah efektif untuk panik yang bersamaan dengan depresi. Efek
samping awalnya dapat menyerupai gejala panik selama beberapa minggu.
Dosis rumatan 20-40 mg/hari.6
3) Fluvoxamin
Fluvoxamin merupakan derivat alkylketone, bekerja dalam mencegah
pengambilan (reuptake) serotonin di neuron otak. Diabsorbsi secara oral pada
traktus gastrointestinal. Metabolisme di hati menjadi bentuk inaktif melalui
proses oksidasi demetilasi dan deaminasi, ikatan protein plasma 70%. Ekskresi
melalui urin. Dosis efektif 100-300 mg/hari.6
4) Sertralin
Sertralin adalah penghambat ambilan (reuptake) serotonin 5-HT yang poten
dan spesifik pada CNS neuronal sehingga meningkatkan konsentrasi 5-HT pada
synaptic cleft.6 Dosis rumatan 100-200 mg/hari.
5) Citalopram
Merupakan SSRI dengan sedikit atau tanpa efek terhadap noradrenergik,
dopamin dan GABA. Memiliki afinitas yang sangat rendah dan tidak berikatan
terhadap reseptor 5-HT1A, 5-HT2, D1 dan D2, Beta-adrenoreseptor, histamin,
reseptor muskarinik, kolinergik, benzodiazepin dan reseptor opioi. Dosis
rumatan 20-40 mg/hari.
6) Escitalopram
Memiliki mekanisme aksi yang serupa dengan sertralin serta memiliki efek
yang minimal pada pengambilan norepinefrin dan dopamin neuronal. Dosis
rumatan 10-20 mg/hari.

b. Serotonine-nerephinephrine reuptake inhibitor (SNRI)


Obat golongan SNRI juga diberikan dengan dosis awal rendah yang kemudian
ditingkatkan secara perlahan dan bertahap. Beberapa individu memerlukan dosis yang
lebih tinggi dan memiliki toleransi terhadap pemberian dosis yang lebih tinggi. Obat-

19
obat golongan SNRI yang dapat dibuktikan efektif untuk mengatasi gangguan panik
adalah Venlaxapin dan Venlaxapin ER pada dosis 75-225 mg/hari.6

c. Tricyclic Antiepressan
Efek samping obat-obatan trisiklik bersifat toksik pada penggunaan dosis tinggi yang
di mana diperlukan untuk mencapai efektifitas terapi gangguan panik, sehingga
penggunaan obat trisiklik lebih sedikit dibandingkan dengan obat-obatan SSRI.
Efek samping yang paling sering ditemukan antara lain adalah :
 efek antikolinergik: mulit kering, konstipasi,kesulitan berkemih, peningkatan denyut
jantung dan pandangan yang menjadi kabur;
 berkeringat berlebihan;
 gangguan tidur;
 hipotensi ortostatik dan dizziness;
 rasa lemah dan kelelahan;
 gangguan kognitif;peningkatan berat badan, terutama pada penggunaan jangka
panjang;
 gangguan fungsi seksual.5
Dosis harus dinaikkan secara perlahan untuk menghindari stimulus berlebihan. Obat-
obatan golongan trisiklik ini tidak dapat diberikan pada keadaan glaukoma dan
pembesaran kelenjar prostat.2,5 Beberapa obat golongan trisiklik, antara lain:
1) Imipramin (tofranil)
Imipramin menghambat pengambilan noradrenalin. Imipramin dan
clomipramin merupakan jenis obat trisiklik yang paling efektif mengatasi
gangguan panik, tetapi imipramin lebih efektif dibandingkan clomipramin. Dosis
awal diberikan 10 mg/hari, dosis rumatan 100-300 mg/hari.
2) Clomipramin
Merupakan SSRI yang potensial di otak. Merupakan antagonis kolinergik dan
alfa 1-reseptor yang signifikan. Clomipramin juga merupakan antagonis lemah
reseptor dopamin yang juga memiliki efek antidepresan, sedatif dan efek
antikolinergik.6 Dosis rumatan 50-150 mg/hari.
3) Desipramin
Lebih bersifat noradrenergik sehingga kurang efektif dibandingkan dengan
jenis yang bersifat serotonergik. Dosis rumatan 100-200 mg/hari.

20
4) Nortriptilin
Adalah bentuk metabolit aktif dari amitriptilin. Merupakan
dibenzocycloheptadine tricyclic antidepressan.Nortriptilin mencegah reuptake
noadrenalin dan serotonin di saraf terminal.6 Dosis rumatan 50-150 mg/hari.
d. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOI)
Penggunaan obat MAO dalam penatalaksanaan terhadap gangguan panik masih
memerlukan penelitian lebih lanjut. Obat-obatan MAO dapat menginduksi krisis
hipertensi pada penggunaan tiramin. Oleh karena itu pengobatan dengan MAO perlu
diawasi dan dilakukan diet rendah tiramin.
Pemberian MAO bersamaan dengan obat lain seperti antidepresan lain (SSRI),
antibiotik linezolid, analgesik (meperidin, tramadol), dekstromorphan dosis tinggi,
serta obat-obatan yang bersifat serotonergik dapat mengakibatkan efek samping yang
berakibat fatal, yaitu “serotonine syndrome” dengan gejala seperti konfusi, agitasi,
hipertermia, tanda vital tidak stabil, dan gangguan neuromuskular (tremor,
hiperefleksia, klonus, myoklonus, ataksia). Obat yang dianggap efektif adalah fenelzin
(Nardil®). Sejumlah data juga menyokong penggunaan tranilsipromin (Parnate®).6
Dosis penuh baru dapat dicapai sedikitnya 8 sampai 12 minggu agar efektif.6
e. Antidepresan lain
Antidepresan lain yang telah dilakukan penelitian dan saat ini dianggap efektif,2,3
antara lain adalah venlafaxin (Pollack et al. 1996), nefazodon (Papp et al. 2000) dan
mirtazapin (Boshuisen et al. 2001). Nefazodon merupakan antidepresan phenilpiperazin
yang secara struktural menyerupai traodon, menghambat pengambilan serotonin di
neuron presinap dan merupakan antagonis reseptor 5-HT2 di postsinap. Nefazodon
juga menghambat Alfa 1-adrenoreseptor yang berhubungan dengan efek samping
hipotensi postural. Nefaodon menghambat pengambilan noradrenalin.6

2. Benzodiazepin

Metabolisme hepar memiliki fungsi untuk klirens seluruh benzodiazepin. Namun,


pola dan nilai dari metabolisme tergantung pada setiap obat itu sendiri. Alprazolam dan
triazolam mengalami α-hidroksilasi, dan hasil metabolitnya memberikan efek farmakologi
yang pendek karena mereka secara cepat dikonjugasi membentuk glukoronida inaktif.

21
Biasanya, ansietas diikuti oleh kesadaran fisik, seperti peningkatan kewaspadaan,
motor tension, dan hiperaktivitas otonom. Ansietas bisa terjadi akibat sekunder dari penyakit
organik, seperti infark miokard akut, angina pektoris, ulkus gastrointestinal, dll; kesemua itu
memerlukan terapi yang spesifik.

Kelas ansietas sekunder lainnya yaitu situational anxiety disebabkan akibat dari
keadaan yang di mana menuntut untuk dihadapi selama beberapa kali, seperti antisipasi dari
ketakutan akan pengobatan, prosedur terapi gigi, penyakit keluarga, atau kejadian yang
mengundang stres lainnya. Walaupun hal ini merupakan self-limiting, terapi sedatif-hipnotik
yang digunakan jangka pendek boleh diberikan.

Kecemasan yang berlebihan atau tidak ada alasan mengenai kondisi kehidupan,
gangguan panik, dan agorafobia disetujui menggunakan terapi obat, bahkan terkadang dengan
terapi tambahan psikoterapi. Benzodiazepin secara luas digunakan untuk managemen ansietas
dan mengontrol panic attacks. Bisa juga digunakan dalam terapi jangka panjang untuk
generalize anxiety disorder (GAD) dan gangguan panik. Gejala ansietas dapat dikurangi
dengan penggunaan benzodiazepin. Alprazolam yang biasa digunakan untuk terapi gangguan
panik dan agorafobia lebih selelktif dibandingkan benzodiazepin lainnya. Pemilihan
benzodiazepin untuk ansietas berdasarkan dari beberapa prinsip farmakologik:

1. Rapid inset of action;


2. Indeks terapi yang cukup tinggi, ditambah ketersediaan flumazenil sebagai
terapi jika terjadi overdosis;
3. Risiko rendah interaksi obat berdasarkan dari induksi enzim hati;
4. Efek minimal pada fungsi kardiovaskular dan otonom.

Awitan kerja paling cepat, sering pada minggu pertama dapat digunakan untuk waktu
yang lama tanpa timbul toleransi terhadap efek antipanik. Alprazolam paling luas digunakan
untuk gangguan panik. Lorazepam (Ativan®) dan klonazepam (Klonopin®) juga
menunjukkan efektifitas yang sama. Benzodiazepin dapat digunakan awal bersama
serotonergik dan dosis dititrasi hingga dosis terapeutik hingga 4-12 minggu.

Dosis dapat diturunkan selama 4 sampai 10 minggu dan obat serotonergik (SSRI)
diteruskan. Pemberian singkat alprazolam bersamaan dengan SSRI dapat digunakan pada
keadaan yang lebih berat, diikuti dengan penurunan dosis secara perlahan.2

22
Benzodiazepin dapat menyebabkan gangguan kognitif terutama pada penggunaan
jangka panjang. Penghentian benzodiazepin dapat menimbulkan gejala putus zat dan
meningkatkan angka kekambuhan pada gangguan panik. Berikut ini adalah beberapa
golongan benzodiazepin yang digunakan pada terapi gangguan panik:

a. Alprazolam
Memiliki efek anti-ansietas, muscle relaxan, antikonvulsan, antidepresi.7
Alprazolam berikatan dengan reseptor-reseptor spesifik yang terdapat pada susunan
saraf pusat seperti GABA. Seperti senyawa benzodiazepin lainnya, alprazolam
menyebabkan depresi susunan saraf pusat yang bervariasi. Konsentrasi plasma dicapai
setelah 1-2 jam.
b. Lorazepam
Merupakan benzodiazepin jenis short-acting yang memodulasi GABA
reseptor. Konsentrasi plasma dicapai dalam 2 jam. Onset pemberian secara
intramuskular sekitar 20-30 menit untuk memberikan hipnosis, efek sedasi melalui
intravena dicapai dalam 5-20 menit, sedangkan onset peroral adalah 30-60 menit.
c. Clonazepam
Merupakan antikonvulsan yang efektif dengan meningkatkan aktivitas GABA
dan bekerja sebagai anti cemas. Kadar plasma dicapai dalam 4 jam. Clonazepam
dapat melewati sawar plasenta.2

3. Obat-obat lain

a. Antikonvulsan
Data mengenai penggunaan antikonvulsan untuk mengatasi gangguan panik
masih terbatas. Asam valproat adalah antikonvulsan mood stabilizer yang dilaporkan
efektif dalam mengatasi gangguan panik dalam sebuah penelitian (Woodman and
Noyes 1994). Antikonvulsan lain yang juga terbukti efektif adalah Gabapentin
dengan dosis 600-3600 mg/hari (Pande et al. 2000). Gabapentin dan asam valproat
dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau kombinasi bersama antidepresan.7
b. Antihipertensi
Golongan calcium channel blocker dan penyekat beta-adrenergik adalah obat-
obatan yang dikatakan dapat digunakan pada terapi gangguan panik. Namun
penelitian yang telah dilakukan belum cukup dapat membuktikan efektifitas
penggunaan yang bermakna pada gangguan panik. Golongan penyekat beta dapat

23
digunakan untuk mengurangi efek somatik seperti palpitasi. Pemberian penyekat beta
adrenergik ini dapat mengakibatkan efek samping seperti kelelahan, gangguan tidur
dan kemungkinan dapat memperburuk keadaan depresi sehingga tidak dianjurkan
untuk diberikan sebagai terapi rutin pada gangguan panik.6,7
c. Buspiron
Merupakan agonis parsial reseptor serotonin 5-HT1A. Terapi tunggal buspiron
tidak terlalu efektif untuk gangguan panik, tetapi dapat digunakan sebagai terapi
tambahan bersama antidepresan dan benzodiazepin. Merupakan antikonvulsan yang
efektif dengan meningkatkan aktivitas GABA dan bekerja sebagai anti cemas. Kadar
plasma dicapai dalam 4 jam. Clonazepam dapat melewati sawar plasenta.2

24
2.9 Prognosis

Gangguan panic biasanya memiliki onsetnya selama masa remaja akhir atau masa
dewasa awal, walaupun onset selama masa anak – anak, reamaja awal, dan usia pertengahan
dapat terjadi. Biasanya kronik dan bervariasi tiap individu. Frekuensi dan keparahan serangan
panic mungkin berfluktaksi. Serangan panic dapat terjadi beberapa kali sehari atau kurang
dari satu kali dalam sebulan. Kira – kira 50 % memiliki gejala yang cukup ringan yang tidak
mempengaruhi khidupannya secara bermakna dan kira – kira 10-21 % terus memiliki gejala
bermakna. Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada kira – kira 40-80% dari semua
pasien. Pasien dengan fungsi premorbid yang baik dan lama gejala singkat cenderung
memiliki prognosis yang baik.

25
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. ADAA. Understand and Facts Panic Disorder. available from:


https://adaa.org/understanding-anxiety/panic-disorder
2. MayoClinic. Panic Attacks and Panic Disorder. Available from:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/panic-attacks/symptoms-causes/syc-
20376021
3. Sadock, BJ.; Sadock, VA :Panic Disorder and Agoraphobia in Synopsis of Psychiatry
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, Xth ED, Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia- USA, 2007, p:587-597.
4. Han,J. Park, M; Hales, RE.: Anxiety Disorders in Lippincott’s Primary Care Psyc; hiatry
edited by: Robert M.McCarron, Glen L.Xiong, James A.Bourgeois, Lippincott Williams
& Wilkins, Philadelphia, 2009, p: 61-79.
5. Katon,WJ: Panic Disoder in The New England Journal of Medicine, June 1, 2006,
p:2360-2367.
6. Bouton ME, Mineka S, Barlow DH. A modern learning theory perspective on the etiology
of panic disorder. Psychol Rev 2001;108:4-32
7. Na HR, Kang EH, Lee JH, Yu BH. The genetic basis of panic disorder. J Korean Med
Sci. 2011 Jun;26(6):701-10.
8. WHO. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta:
Departemen Kesehatan. 1993
9. Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNIKA Atmajaya;2013.

26

Anda mungkin juga menyukai