Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

BATU SALURAN KEMIH

Pembimbing:

dr. Hengkinarso Subekti, Sp.U

Disusun oleh:

Salsabil Almas Khairana

(1102015213)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 15 MARET 2021 – 25 APRIL 2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga referat dengan judul “Batu Saluran Kemih” ini dapat
selesai dengan baik dan tepat waktu. Referat ini disusun untuk memenuhi syarat
Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas YARSI di RSUD
Pasar Rebo periode 15 Maret 2021 – 25 April 2021.
Dalam referat ini penulis mencoba menyajikan informasi mengenai “Batu Saluran Kemih”
bagi pembaca, khususnya kalangan medis dan paramedis, dengan harapan dapat menambah
pengetahuan mengenai “Batu Saluran Kemih”. Pada kesempatan ini juga penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hengkinarso Subekti, Sp.U
yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingannya selama siklus kepaniteraan ilmu
Penyakit Bedah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis
yang terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak agar referat ini dapat menjadi lebih baik dan dapat berguna
bagi para pembaca. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila masih banyak kesalahan maupun
kekurangan dalam referat ini, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, Maret 2021

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

Batu saluran kencing (BSK) merupakan penyakit ketiga terbanyak di bidang urologi
setelah infeksi saluran kencing dan pembesaran prostat jinak.1 Data di Indonesia
menunjukkan BSK merupakan penyakit kedua terbanyak setelah infeksi saluran kencing dan
penyakit terbanyak di antara penyakit-penyakit yang memerlukan tindakan di bidang
urologi.2 Batu saluran kencing terdapat pada 7-10 dari 1000 pasien yang masuk ke rumah
sakit. Laki-laki memiliki resiko mendapat BSK tiga kali lipat dibandingkan dengan wanita
dengan umur puncak awal kejadian 20–40 tahun.3
Prevalensi sepanjang hidup BSK diperkirakan 1 - 15%, dengan kemungkinan
mendapat suatu batu berbeda-beda berdasarkan usia, jenis kelamin, ras dan lokasi geografi.4
Sebagian BSK memiliki dasar genetik, tetapi sebagian lagi sangat tergantung pada faktor
lingkungan atau faktor gizi seperti diet tinggi protein.3 Berdasarkan lokasi, BSK dibagi
menjadi (1) batu ginjal 27,1% (2) batu ureter 51,8% (3) batu buli 18,1% (4) dan batu urethra
3% .7,8 Pada keseluruhan BSK di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, batu ureter adalah yang
terbanyak (51,8%), dimana batu ureter proksimal 22,6% yang termasuk batu ureter di
persilangan vasa iliaka sekitar 7,5% dan batu ureter distal 29,2%.8 Sebagian besar batu ureter
akan berada pada ureter sepertiga bawah (56,8-75%), diikuti secara berturut-turut oleh batu
ureter proksimal atau ureteropelvic junction (24,6–43,8%) termasuk batu ureter di
persilangan vasa iliaka (9,3–28,3%).5
Tujuan dari referat ini adalah untuk memahami anatomi dan fisiologi saluran kemih
serta mekanisme terbentuknya batu saluran kemih, tatacara diagnosa batu saluran kemih
hingga tatalaksana batu saluran kemih terutama indikasi dan kontraindikasi tatalaksana bedah
terkait batu saluran kemih.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi5,6
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal.
Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri,
hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal
kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah
tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus
transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah
ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat
bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
• Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distalis.
• Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
• Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
• Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks
• Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf
atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
• Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul
dan calix minor.
• Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
• Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
• Pelvis renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan
ureter.
• Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

3
Gambar 1. Anatomi Ginjal

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/
Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di
sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang
membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang
memperdarahi jaringan ginjal). Berdasarkan letaknya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif
jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada
medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak
di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari
aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah
memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris
yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior,
anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen
viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.

4
Gambar 2. Perdarahan ada Ginjal

b. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil
penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica
urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu
untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas
major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan
secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial
untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik
urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis
serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering
terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca
communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter
melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta
pleksus hipogastricus superior dan inferior.

5
c. Vesica urinaria

Gambar 3. Anatomi Buli

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan
tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk
selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme
relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-
sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta
pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas
tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan
(superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior,
dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor
(otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian
posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian
berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae,
bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan
kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun
pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan
parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus,

6
dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui
n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.

d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita.
Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ
seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita
panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu
m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan
m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada
wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan
bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
• Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter
urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini
disuplai oleh persarafan simpatis.
• Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian
lainnya.
• Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi
diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter
urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis).
• Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang
dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini
dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

7
Gambar 4. Anatomi Uretra Pria & Wanita

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada
orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter
urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra
pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.

B. Fisiologi7
Ginjal memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau
racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tiga tahap
pembentukan urin adalah:
1. Proses Filtrasi
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan
darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang
terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke
tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.

8
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa,
sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal
terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.
Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada
papilla renalis.
3. Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla
renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

Gambar 5. Mekanisme Pembentukan Urin

9
BAB III
BATU SALURAN KEMIH

A. Definisi
Batu Saluran Kemih adalah pembentukan batu di sepanjang saluran kemih
yang meliputi batu ginjal, urter, buli, dan uretra8. Batu ini disebabkan oleh
pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau
karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi9.

B. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor
itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor
ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.2

Faktor intrinsik itu antara lain adalah9,10 :


1. Herediter (keturunan)
Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit
BSK. Walaupun demikian, bagaimana peranan faktor keturunan tersebut sampai
sekarang belum diketahui secara jelas.
2. Umur
Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50 tahun,
sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Penyebab
pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan
faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet. 2
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan. Hal ini disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki- laki
yang lebih panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air
kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan pada air
kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon
testosterone yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta

10
adanya hormon estrogen pada perempuan yang mampu mencegah agregasi garam
3
kalsium.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah9,10


1. Geografi
Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah
pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang dikonsumsi
oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak mengandung mineral
seperti phospor, kalsium, magnesium, dan sebagainya. Letak geografi
menyebabkan perbedaan insiden BSK di suatu tempat dengan tempat lainnya.
Faktor geografi mewakili salah satu aspek lingkungan dan sosial budaya seperti
kebiasaan makanannya, temperatur, dan kelembaban udara yang dapat menjadi
predoposisi kejadian BSK.
2. Iklim dan temperatur
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun kejadiannya
banyak ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur yang tinggi akan
meningkatkan jumlah keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih.
Konsentrasi air kemih yang meningkat dapat menyebabkan pembentukan kristal
air kemih. Pada orang yang mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko
menderita penyakit BSK
3. Asupan air
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air yang
diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum tersebut. Bila
jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan konsentrasi air kemih,
sehingga mempermudah pembentukan BSK.
4. Diet
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK. Misalnya
saja diet tinggi purine, apabila berlebihan maka akan meningkatkan risiko
terbentuknya BSK. Hal tersebut diakibatkan, protein yang tinggi terutama protein
hewani dapat menurunkan kadar sitrat air kemih, akibatnya kadar asam urat
dalam darah akan naik, konsumsi protein hewani yang tinggi juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol dan memicu terjadinya hipertensi.
5. Pekerjaan

11
Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk
dalam melakukan pekerjaannya.
6. Kebiasaan Menahan Buang Air Kemih
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air kemih
yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang
disebabkan oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya jenis
batu struvit.

C. Klasifikasi
Urolithiasis dapat di klasifikasikan berdasarkan lokasi batu, karakteristik x-
ray, etiologi proses pembuatan batu dan komposisi batu. Klasifikasi ini penting dalam
menatalakasanakan pasien karena daoat mempengaruhi terapi dan juga prognosis.
1) Lokasi batu11
• Nefrolithiasis : Batu yang terbentuk pada pielum, tubuli hingga calyx ginjal.
• Ureterolithiasis : Batu yang terdapat pada ureter.
• Vesicolithiasis : Batu yang terdapat pada vasika urinaria.
• Urethrolithiasis : Batu pada saluran uretra
2) Karakteristik radiologi11
• Radiopaque : kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat
• monohidrat, kalsium fosfat.
• Poor radiopaque : magnesium ammonium fosfat, apatit, sistein.
• Radiolucent : usam urat, ammonium urat, xantin, 2,8 dihidroxyadenine.
3) Etiologi11
• Non-infeksi : kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat.
• Infeksi : magnesium ammonium fosfat, apatit, ammonium urat.
• Genetik : sistein, xantin, 2,8 dihidroksiadenin.
4) Komposisi12
Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih dapat
diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui
adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan
sistin.

12
a. Batu kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu
sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai
dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu
kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut.
Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi
di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua
tipe yang berbeda, yaitu:
1. Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam
dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
2. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu
batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.
Faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kalkulus kalsium antara lain:
1. Hiperkalsiuri: kadar kalsium lebih dari 250-300 mg/24 jam. Hiperkalsiuri
dapat terjadi karena peningkatan absorbs kalsium dari usus, gangguan
reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal dan peningkatan resorpsi tulang yang
terjadi pada hiperparatiroid.
2. Hiperoksaluri: kadar oksalat yang melebihi 45 gram per hari. Oksalat
dapat ditemukan pada the, kopi, mie instan dan sayutan berwarna hijau
terutama bayam.
3. Hiperurikosuri: kadar asam urat yang tinggi (850 mg/24 jam) dalam urin.
Asam urat yang berlebihan dalam urin dapat bertindak sebagai inti batu dari
batu kalsium oksalat.
4. Hipositraturi: karena sitrat dapat mengikat kalsium sehingga mencegah
pengikatan oksalat pada kalsium maka kadar sitrat yang rendah dalam urin
dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu kalsium oksalat. Hipositraturi
dapat terjadi pada pasien yang mengkonsumsi diuretic golongan tiazid
jangka panjang.
5. Hipomagnesiuri: mekanisme yang sama dengan sitrat, magnesium dapat
mengikat kalsium sehingga menghambat pengikatan oksalat. Hipo
magnesuri dapat disebabkan oleh inflammatory bowel disease.

13
b. Batu asam urat
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien
biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat.
Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout,
penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi anti kanker dan yang
mengonsumsi banyak obat urikosuri serta kegemukan, peminum alkohol, dan diet
tinggi protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena
keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih
menjadi rendah.
Asam urat adalah hasil metabolisme purin dimana didapatkan dari konsumsi
ataupun hasil metabolisme endogen. Asam urat relatif tidak larut dalam urin
sehingga pada keadaan tertentu mudah membentuk kristal dan selanjutnya
berkembang menjadi batu asam urat. Batu asam urat bentuknya halus dan tidak
bergerigi seperti seperti batu kalsium oksalat.
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran
besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu ini bersifat radio lusen
sehingga tidak tampak pada pemeriksaan BNO polos. Pada pemeriksaan BNO
IVP tampak suatu filling defect pada obstruksi saluran kemih. Batu asam urat ini
adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan
berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan
organisme yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar
membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman
penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang
dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2+H2O→2NH3+CO2.
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah
matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple
phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula
terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,
fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg

14
NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation
Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate.
Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun
E.coli banyak menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan
termasuk bakteri pemecah urea.
d. Batu Sistin

Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal.
Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%.
Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysine dan ornithine berkurang,
pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine
yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga
terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu
yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet
mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah
dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air
kemih.

D. Patogenesis12
Proses pembentukan batu dimulai dari proses kejenuhan (supersaturated)
urin. Urin terdiri atas air dan partikel-partikel ion seperti Na+, H+, HCO3-, Ca+,
dan lain-lain. Dalam beberapa keadaan tertentu seperti keaadaan dehidrasi, urin
memiliki konsentrasi yang tinggi. Jika keaadaan ini berkelanjutan maka cairan urin
akan menjadi semakin jenuh (supersaturated) yang mengakibatkan partikel-
partikel ion tertentu (seperti calsium, oxalat, as. Urat) mengalami presipitasi dan
membentuk kristal-kristal didalam saluran kemih. Jika urin kekurangan substansi
yang dapat mencegah pembentukan kristal, maka akan terbentuklah calculi (batu)
yang akan terus bertambah besar dan terkadang dapat menempel pada bagian
saluran kemih yang menyempit (konstriksi), yaitu biasanya di parenkim ginjal,
Calyx renal, Ureteropelvic, Midureter, Ureterovesical junction.

15
Gambar 6. Lokasi Konstriksi

Batu ginjal (Nefrolithiasis) terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di


kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau
obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis
ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih.
Batu ureter (Ureterolithiasis) terbentuk akibat terdorongnya batu yang tidak
terlalu besar oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi
batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga
turun ke buli-buli (Vesocolithiasis) bahkan menjadi batu uretra (Urethrolithiasis).
Batu yang ukurannya kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan
yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi
keradangan (periureteritis).

E. Manifestasi Klinis12,13
Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi
yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi
pielum ginjal serta ureter proksimal. Infeksi biasanya disertai gejala demam,
menggigil, dan dysuria. Namun, beberapa batu jika ada gejala tetapi hanya sedikit
dan secara perlahan akan merusak unit fungsional (nefron) ginjal, dan gejala
lainnya adalah nyeri yang luar biasa ( kolik). 12
a. Rasa Nyeri

16
Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik)
tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri
tekan diseluruh area kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah,
maka pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di
ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang
menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering ingin merasa berkemih, namun
hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah,
maka pasien tersebut mengalami kolik ureter.
Manifestasi klinis pada batu ginjal berbeda tergantung lokasi batu, ukuran dan
penyulit yang telah terjadi:
• Nefrolithiasis: Nyeri pinggang dapat berupa kolik dan non kolik. Nyeri kolik
didapatkan akibat aktivitas peristaltik otot polos sitem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.
Peningkatan peristaltic itu menyebabkan terkanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena hidronefrosis
ataupun infeksi pada ginjal. Pemeriksaan ketuk CVA positif. Jika ginjal telah
mengalami hidronefrosis maka ginjal akan teraba pada pemeriksaan
ballottement. Jika ginjal mengalami infeksi pasien, demam dapat ditemukan.
Pada obstruksi di renal calyx, nyeri yang terjadi berupa rasa nyeri yang dalam
pada daerah flank atau punggung dengan intensitas bervariasi. Nyeri dapat
muncul pada konsumsi cairan yang berlebihan. Pada obstruksi renal pelvic
dengan diameter batu diatas 1 cm, nyeri akan muncul pada sudut costovertebra.
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri yang redup sampai nyeri yang tajam
yang konstan dan tidak tertahankan, dan dapat merambat ke flank dan daerah
kuadran abdomen ipsilateral.

17
Gambar 7. Skema Dermatom Nyeri Ginjal dan Uretra

• Ureterolithiasis: Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu. Nyeri kolik
pada ginjal biasanya terjadi diakibatkan meregangnya ureter atau collecting
duct, diakibatkan adanya obstruksi saluran kemih. Obstruksi juga menyebabkan
meningkatnya tekanan intraluminal, meregangnya ujung-ujung saraf, dan
mekanisme lokal pada lokasi obstruksi seperti inflamasi, edema,
hiperperistaltik dan iritasi mukosa yang berpengaruh pada nyeri yang dialami
oleh pasien. Nyeri dirasakanpada saat buang air kecil atau sering buang air
kecil. Dapat terjadi hematuria karena trauma pada mukosa saluran kemih yang
disebabkan oleh batu.
• Vesicolithiasis: Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi sphincter, BAK
yang tersendat dan lancar jika mengubah posisi badan, dapat terjadi hematuria.
Penderita juga dapat merasakan sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Nyeri
saat buang air kecil juga seringkali dirasakan (reffered pain) pada ujung penis,
skrotum, perineum, pinggang sampai kaki. Pasien juga dapat merasakan
perasaan tidak enak saat BAK, frekuensi BAK yang meningkat karena
pengecilan ruangan vesika, pada anak dapat ditemukan enuresis nokturna, dan
sering menarik penis ataupun menggosok vulva.
• Uretrolithiasis: Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal/batu ureter yang
turun ke buli-buli, kemudian masuk ke uretra. Batu uretra yang merupakan batu
primer yang terbentuk di uretra sangat jarang dan angka kejadiannya tidak lebih
dari 1%.
Keluhan yang disampaikan pasienadalh miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi
retensi urin, yang mungkin sebelumnya didahului dengan nyeri pinggang. Jika

18
batu berasal dari ureter yang turun ke buli-buli kemudian ke uretra, biasanya
pasien mengeluh nyeri pinggang sebelum kesulitan miksi.
b. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga
menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal. Gejala ini
disertai jantung berdebar, tekanan darah rendah, dan pelebaran pembuluh
darah di kulit.
c. Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat
obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di saluran
kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus.
d. Hematuria dan kristaluria
Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air
kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis adanya penyakit
BSK.
e. Mual dan muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan
mual dan muntah.

F. Diagnosis12,13
a) Anamnesis
• Nyeri, posisi nyeri, penjalaran nyeri, hilang timbul/terus menerus, skala nyeri?
• Demam, onset demam, pola demam?
• Warna urin? Hematuria?
• Frekuensi buang air kecil? Nyeri saat buang air kecil?
• Riwayat batu saluran kemih sebelumnya, riwayat batu saluran kemih di
keluarga?
• Riwayat infeksi saluran kemih?
• Riwayat kelainan ginjal sebelumnya?
• Riwayat keluarga?
• Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi?
• Kebiasaan makan makanan seperti apa?

19
b) Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan tanda – tanda vital
• Inspeksi keadaan umum pasien yang cenderung gelisah, mencari posisi paling
nyaman.
• Pemeriksaan abdomen: bunyi usus cenderung hipoaktif, nyeri ketok costo
vertebrae angulus, Nyeri tekan panggul, Vesika urinaria teraba penuh.

c) Pemeriksaan penunjang7,11,12
1. Pemeriksaan Lab12
Pemeriksaan lab dapat dilakukan berupak pemeriksaan urin (sel darah merah, sel
darah putih, nitrit, pH urin, kultur urin, kristal dan epitel urin) dan pemeriksaan darah
(kreatinin, asam urat, ion kalsium, natrium, kalium, hitung jenis, CRP). Dilakukannya
pemeriksaan urin rutin untuk melihat adanya eritrosuria, leukosituria, bakteriuria, pH
urin dan kultur urin. Pada pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat hemoglobin,
leukosit, ureum dan kreatinin. Pada hasil urinalisis bila pH >7,5 : lithiasis disebabkan
oleh infeksi dan bila pH <5,5 : lithiasis karena asam urat.

2. Pencitraan
a. USG7,11
USG menjadi pemeriksaan penunjang utama dalam hal ini untuk memastikan
ada atau tidaknya batu pada saluran kemih. USG tidak ada risiko radiasi dan relative
tidak mahal. USG dapat menentukan ada atau tidaknya batu pada kaliks, pieloureteric,
vesicoureteric hingga dilatasi dari traktus urinarius atas. USG memiliki sensitivitas
45% dan spesifisitas 94% untuk batu ureter dan sensitivitas 45% dan spesifisitias 88%
untuk batu ginjal.
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu
pada keadaan-keadaan: allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan
pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai accoustic shadow).

20
Gambar 8. Batu pada Ginjal dan VUJ

b. KUB (Kidney-ureter-bladder) Radiography11


Pembuatan Kidney-ureter-bladder bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu
radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-
opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat
non opak (radio-lusen). KUB memiliki sensitivitas 44-77% dan spesifisitas 80-87%. Namun
KUB tidak dilakukan jika akan dilakukan non-contrast-enhanced computed tomography
(NCCT).
Batu biasanya sering ditemukan pada ureteropelvic junction dan ureterovesical
junction. Batu kalsium 1-2 cm dapat dilihat, batu sistin kecil 3-4 mm mungkin bias dilihat
namun batu asam urat biasanya tidak terlihat kecuali jika sudah terkalsifikasi. Pada KUB
dapat dilakukan Intravenous Urography untuk mengetahui lokasi persis dari batu pada
saluran kemih.

c. Pielografi Intra Vena (IVP)7,11


Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP
dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat
oleh foto polos perut. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat
adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi
retrograde.

d. NCCT (Non-Contrast-enhanced Computed Tomography)11

21
NCCT menjadi standar diagnosa untuk kolik renal akut dan menggantikan
intravenous urography (IVU). NCCT dapat menentukan diameter dan densitas batu. Pada
pasien dengan suspek urolitiasis akut, NCCT dapat secara signifikan lebih akurat dari IVP.
NCCT dapat mendeteksi batu asam urat dan batu xanthine, dimana gambarannya radiolusen
pada foto polos. NCCT dapat menentukan densitas batu, struktur dalam dari batu dan jarak
kulit-batu untuk menggambarkan outcome extracorporeal shock wave (SWL).
Pada pasien dengan BMI < 30, dosis rendah CT dapat memberikan sensitivitas 86%
untuk batu ureter < 3 mm dan 100% untuk batu >3mm. secara umum sensitivitas NCCT
96,6% dan spesifisitas 94,9%.

G. Penatalaksanaan13,14
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera
dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita
oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan
sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya
dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :

1. Terapi Medika Mentosa (Konservatif)


Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
berupa :
b. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
c. α - blocker
d. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat
lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi

22
dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan
merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-
pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi
ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.

2. Terapi Non Medika Mentosa13,14


a. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya
diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan
dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada
ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi,
begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan
ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang
atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah
akan keluar bersama air seni. Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan
dapat langsung pulang.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga
jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-
masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama
menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan
gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat akustik paling
mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa sakit
pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan
gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk
menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak
di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali
yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium
oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL
tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis,
gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-
anak, serta berat badan berlebih (obesitas).

23
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan
anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data
yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan
sejelas-jelasnya

Gambar 9. Mekanisme ESWL

b. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi
hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:14
1.
PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil. Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat
diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter
bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan

24
segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL
perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.
2. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli).
3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi yaitu memasukkan alat ureteroskopi
peruretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pelvio-kaliks ginjal.
Dengan memaki energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun
sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteroskopi.ureterorenoskopi ini.

Gambar 10. Ureteroskopi

c. Bedah Laparoskopi14
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
d. Bedah Terbuka14
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah:
• Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di dalam ginjal
• Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu
yang berada di ureter
• Vesikolitomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di vesica urinaria
• Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu
yang berada di uretra..

25
Gambar 11. Nephrolithotomy

e. Pemasangan Stent14
Merupakan pemasangan alat di ureter, satu ekornya di sistem
pelvikokaliks ginjal dan satu lagi di kandung kemih. F u n g s i n y a untuk
mempermudah aliran kencing dari ginjal ke kandung kencing, juga
memudahkan terbawanya serpihan batu saluran kencing. Ketika ujung J-stent
berada di sistema pelvikokaliks maka peristaltik ureter terhenti sehingga
seluruh ureter dilatasi. Lama usia DJ stent bervariasi, umumnya 2 bulan dan
terdapat yang dapat berusia 1 tahun. Jika tidak diberikan keterangan, biasanya
DJ stent berusia 2 bulan. Disarankan DJ stent dicabut atau diganti setelah 2
bulan.Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam
penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-
tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang
melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang
tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan.
Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang
lebih 50% dalam 10 tahun.

H. Pencegahan7,14
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10

26
tahun. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3
liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri
tipe II.

I. Komplikasi15
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut
yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan
transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Komplikasi akut
dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi
signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro
atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan
perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan
migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama
yang melekat.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang
berakhir dengan kegagalan faal ginjal. Komplikasi lainnya dapat terjadi infeksi,
termasuk pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka
maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya

27
PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan
obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru
serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang
adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat
menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam,
dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda
secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat
dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis
(1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan
viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya
perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari.
Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat
perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus
dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi
leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi
(1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL
monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.

J. Prognosis16
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa
fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80%
dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman
operator.

28
BAB IV
KESIMPULAN

Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di
sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih, atau infeksi. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk
batu. Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan
rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena (PIV),
Ultrasonografi, pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram, analisis batu, kultur urin,
DPL, ureum, kreatinin, elektrolit. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas
kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.
Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder, serta
komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif. Prognosis batu ginjal
tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Stoller ML . Urinary Stone Disease. In (Tanagho EA, McAninch JW, eds). Smith’s
General Urology, 17th ed 2008. New York: McGraw Hill Companies; 2008: 246-275.
2. Hamid AR, Raharjo Dj. Evaluasi Penatalaksanaan Batu Ginjal Di RSCM tahun 1997
-2004 ,. Makalah. Subbagian Urologi Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, RSUPN Cipto Mangunkusumo; 2004. Jakarta
3. Pahira JJ, Pevzner M,. Nephrolithiasis. In (Hanno PM, Malkowicz SB, Wein AJ, eds).
Penn Clinical Manual of Urology. Philadephia: Saunders; 2007. 235 – 257
4. Zuhirman, 2010. Batu Saluran Kemih di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Makalah
SubBagian Urologi. Bagian Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Riau; 2010.
Pekanbaru.
5. Susan s. Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice. 41 st ed.
Philadelpia, PA: Sanders/Elseiver; 2016
6. Netter FH. Atlas of Human anatomy. 6th ed. Philadelpia, PA: Sanders/Elseiver; 2014
7. Sherwood L . 2014. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem, Ed.8. Jakarta : EGC.
8. Panduan penatalaksanaan klinis batu saluran kemih. Edisi 1. IAUI. 2018
9. Hesse, A., et al. Study on the prevalence and incidence of urolithiasis in German
comparing the years 1979 vs. 2000. Eur Urol. 2003;44:709.
10. Strohmaier, W.L. Course of calcium stone disease without treatment. What can we
expect? Eur Urol. 2000;37:339.
11. Turk C, Neisius A, Petrik A, Seitz C, Skolarikos A, Tepeler A, et al. European
Association of Urology Guidelines on Urolithiasis. 2018
12. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Setu, 2014. Hal :87-
101.
13. Alan, W., Dmochowski, R. 2020. Urinary Lithiasis, Etiologi and Endourologi, in:
Campbell's Urology, 12 th. W.B. Saunder Company, Philadelphia. Vol 2 part 10: p.
9408
14. Turk C, Neisius A, Petrik A, Seitz C, Skolarikos A, Tepeler A, et al. European
Association of Urology Guidelines on Urolithiasis. 2020
15. Al Mamari SA. Urolithiasis in clinical practice. Springer Switzerland, 2017.
(pp.121.129)

30
16. Knoll T. Epidemioloy, Pathogenesis and Pathophysiology of Urolithiasis. European
Urology Supplements 9 (2010). Department of Urology, Sindelfingen-Boeblingen
Medical Center, Germany. P.802-806.

31

Anda mungkin juga menyukai