Anda di halaman 1dari 30

REFERAT ILMU RADIOLOGI

PENCITRAAN TERHADAP UROLITHIASIS

Disusun oleh :
Felix - 01073170053

Pembimbing :
dr. Retno Widowati, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


PERIODE 3 DESEMBER – 21 DESEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK JAKARTA SELATAN
Daftar Isi
Cover ...............................................................................................................................................1
Daftar Isi .........................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................4
2.1 Anatomi Saluran Kemih .........................................................................................................4
2.1.1 Ginjal ...............................................................................................................................4
2.1.2 Ureter ...............................................................................................................................6
2.1.3 Vesica Urinaria ................................................................................................................6
2.1.4 Uretra ...............................................................................................................................8
2.2 Fisiologi Ginjal .......................................................................................................................9
2.3 Batu Saluran Kemih .............................................................................................................10
2.3.1 Definisi ..........................................................................................................................10
2.3.2 Etiologi ..........................................................................................................................10
2.3.3 Patogenesis ....................................................................................................................11
2.3.4 Klasifikasi Batu Saluran Kemih ....................................................................................12
2.3.5 Manifestasi Klinis ..........................................................................................................13
2.3.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang .........................................................................15
2.3.7 Penatalaksanaan .............................................................................................................23
2.3.8 Pencegahan ....................................................................................................................26
2.3.9 Komplikasi ....................................................................................................................26
2.3.10 Prognosis .....................................................................................................................27
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................28
Daftar Pustaka .............................................................................................................................29

2
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih atau sering kita kenal dengan urolithiasis adalah suatu
kelainan yang paling sering ditemukan dan mempunyai komposisi yang berbeda tergantung
kelainan metabolik yang terdapat di dalam tubuh. Penyakit batu yang paling sering ditemukan
adalah batu kalsium yang diakibatkan oleh hypercalsiuria dan perbagai faktor lain untuk
mendukung berkembangnya batu tersebut. Pelbagai teori yang menunjang dalam bertumbuhnya
batu pada saluran kemih antara lain supersaturation, crystallizaition dan inhibition of crystal
inhibitors. Ketiga teori ini bekerja dalam membentuk batu di dalam saluran kemih. Faktor lain
termasuk diet dan infeksi mikroorganisme yang mempunyai enzim urease juga mendukung
pembentukan batu saluran kemih.
Untuk menegakkan kelainan-kelainan urologi, dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
dasar dengan seksama dan sistematis mulai dari pemeriksaan subjektif yaitu mencermati keluhan
yang disampaikan oleh pasien melalui anamnesis. Pemeriksaan objektif yaitu melakukan
pemeriksaan fisik terhadap pasien untuk mendapatkan data-data objektif mengenai keadaan pasien
dan pemeriksaan penunjang yaitu melakukan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium, radiologi
atau imaging (pencitraan).
Dengan demikian, referat ini dituliskan bertujuan untuk menjelaskan penyakit urolithiasis,
khususnya pada pemeriksaan penunjang pencitraan urogenital terhadap penyakit urolithiasis.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Saluran Kemih 1,2,3


2.1.1 Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri, disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub
atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan
adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus
transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal
kanan adalah pertengahan vertebra L3. Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
 Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
 Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
 Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
 Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
 Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
 Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor.
 Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
 Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
 Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix
major dan ureter.

4
Gambar 1. Anatomi Ginjal dan Nefron
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/Malpighi
(yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle,
tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus
ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal)
Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana
korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja
bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxtamedularis, yaitu
nefron dimana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang
terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang
disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta
abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki
ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan
memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-
superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis
ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus
dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan
persarafan simpatis melalui n.vagus.

5
2.1.2 Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm
yang membawa hasil penyaringan ginjal dari pelvis
renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter
yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk
setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis)
akan turun di depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu
atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan
secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu
melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica Gambar 2. Anatomi Saluran Kemih
urinaria.
Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki
kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu
peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica
urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,
a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen
T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus
superior dan inferior.

2.1.3 Vesica urinaria


Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan
tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya
diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter.
Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah,
limfatik dan saraf.

6
Gambar 3. Anatomi Vesica Urinaria
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian
yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta
mempunyai tiga permukaan (superior dan
inferolateral dextra dan sinistra) serta
empat tepi (anterior, posterior, dan lateral
dextra dan sinistra). Dinding vesica
urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot
spiral, longitudinal, sirkular).
Gambar 4. Anatomi Vesica Urinaria
Didalam permukaan dalam posteroinferior dan collum vesica urinaria terdapat
trigonum vesicae yang merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari
orifisium kedua ureter dan collum vesicae, dan bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. Sedangkan persarafan pada
vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis
melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2.
Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan
sebagai sensorik dan motorik.

7
2.1.4 Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada
pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual
(berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar
3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos
terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars
membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter
externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
 Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari
collum vesicae dan aspek superior kelenjar prostat.
Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter
urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul
kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan
simpatis.
 Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang
melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat
lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian
lainnya.
Gambar 5. Uretra pada Laki-laki
 Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang
berada di bawah kendali volunter (somatis).
 Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari
pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh
korpus spongiosum di bagian luarnya.

8
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada pria.
Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara
klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter
di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak
memiliki fungsi reproduktif.

Gambar 6. Uretra pada wanita

2.2 Fisiologi Ginjal 4


Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis
atau racun, b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseim-
bangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tahap pembentukan urin adalah:
1. Proses Filtrasi
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari
glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan
yang di saring disebut filtrate gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida,
fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi)
di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium
dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi
fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis
selanjutnya diteruskan ke luar.

9
2.3 Batu Saluran Kemih
2.3.1 Definisi 5
Batu di dalam saluran kemih (calculus
uriner) adalah massa keras seperti batu yang
berada di ginjal dan salurannya dan dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan
aliran kemih, atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk
di dalam ginjal (nephrolith) maupun di dalam
kandung kemih (vesicolith). Proses pembentukan
batu ini disebut urolithiasis. Gambar 7. Gambaran Batu pada Ginjal

2.3.2 Etiologi 6,7


Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran
urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang
masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah
faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik
1. Herediter (Keturunan) 1. Geografi
2. Umur - Pegunungan – mengandung
3. Jenis Kelamin – pria lebih tinggi sumber air bersih tinggi mineral.
dibandingkan wanita 2. Iklim dan temperatur
- Anatomis saluran kemih pria yang - Temperatur tinggi meningkatkan
lebih panjang daripada wanita jumlah keringat dan meningkatkan
- Testosteron meningkatkan produksi konsentrasi air kemih
oksalat endogen di hati, serta adanya 3. Asupan air dan Diet
hormon estrogen pada perempuan 4. Pekerjaan
yang mampu mencegah agregasi 5. Kebiasaan menahan buang air kemih
garam kalsium

2.3.3 Patogenesis9-11
Teori-teori yang berkaitan dengan patogenesis batu saluran kemih:
1. Teori Supersaturasi - Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu
merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila

10
kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi
supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan
terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan
suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang
suatu saat akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air
kemih tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi
juga oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih.
2. Teori Tidak Adanya Inhibitor - dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik.
Pada inhibitor organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat
terjadinya batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horsefall glikoprotein
sedangkan yang jarang terdapat adalah glikosaminoglikan dan uropontin.
Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat dan Zinc. Inhibitor yang paling
kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium
sitrat yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium
oksalat dan mencegah perlengketan kristal kalsium oksalat pada membaran tubulus.
Sitrat terdapat pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Hal
tersebut yang dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi
pembentukan BSK, sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama terjadi
supersanturasi.
3. Teori Infeksi - terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari kuman
tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori terbentuknya batu
survit dipengaruhi oleh pH air kemih >7 dan terjadinya reaksi sintesis ammonium
dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk magnesium ammonium
fosfat (batu survit) misalnya saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease.
Bakteri yang menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus.

2.3.4 Klasifikasi Batu Saluran Kemih9-11


Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih dapat
diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui adanya
kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan sistin.1

11
a. Batu kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling
banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar 70%-
80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-
kadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga
bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan
batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau
campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait
dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi.
Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu:
1. Whewellite (monohidrat) yaitu, batu berbentuk padat, warna coklat/hitam dengan
konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
2. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu
berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.
b. Batu asam urat
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan
komposisi asam urat. Pasien biasanya berusia > 60
tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam
urat.
Asam urat adalah hasil metabolisme purin dimana didapatkan dari konsumsi
ataupun hasil metabolisme endogen. Asam urat relatif tidak larut dalam urin sehingga
pada keadaan tertentu mudah membentuk kristal dan selanjutnya berkembang menjadi
batu asam urat. Batu asam urat bentuknya halus dan tidak bergerigi seperti seperti batu
kalsium oksalat. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai
ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu ini bersifat radio lusen
sehingga tidak tampak pada pemeriksaan BNO polos. Pada pemeriksaan BNO IVP
tampak suatu filling defect pada obstruksi saluran kemih.

12
c. Batu Struvit / Magnesium Ammonium Phosphate (MAP)
Batu struvit disebabkan karena
adanya infeksi saluran kemih dengan
organisme yang memproduksi urease.
Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar
membentuk batu staghorn dan mengisi
seluruh pelvis dan kaliks ginjal.
Kuman penyebab infeksi ini adalah
golongan kuman pemecah urea atau
urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi
bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2 + H2O2NH3 + CO2.1
Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat
dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg
NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++
Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-
kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak
menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri
pemecah urea. Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah
matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit.
d. Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal.
Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan
frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino,
sistin, arginin, lysine dan ornithine berkurang,
pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor
keturunan dan pH urine yang asam. Batu Sistin sering
disebut dengan batu ‘ground-glass’ dan bersifat
radiolusen.

13
2.3.5 Manifestasi Klinis8,10,11
Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema. Gejala klinis yang dapat dirasakan yaitu :
a. Rasa Nyeri
Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik)
tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan
diseluruh area kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka pasien
tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di ureter dapat
menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan
genitalia. Pasien sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar,
dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka pasien tersebut mengalami kolik
ureter.
Manifestasi klinis pada batu ginjal berbeda tergantung lokasi batu, ukuran dan
penyulit yang telah terjadi:
 Nefrolithiasis: Nyeri pinggang dapat berupa kolik dan non kolik. Nyeri kolik
didapatkan akibat aktivitas peristaltik otot polos sitem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltic itu menyebabkan terkanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregangan terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi
akibat peregangan kapsul ginjal karena hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal.
Pemeriksaan ketuk CVA positif. Jika ginjal telah mengalami hidronefrosis
maka ginjal akan teraba pada pemeriksaan ballottement. Jika ginjal mengalami
infeksi pasien, demam dapat ditemukan.
Pada obstruksi di renal calyx, nyeri yang terjadi berupa rasa nyeri yang
dalam pada daerah flank atau punggung dengan intensitas bervariasi. Nyeri dapat
muncul pada konsumsi cairan yang berlebihan. Pada obstruksi renal pelvic dengan
diameter batu diatas 1 cm, nyeri akan muncul pada sudut costovertebra. Nyeri yang
timbul dapat berupa nyeri yang redup sampai nyeri yang tajam yang konstan dan
tidak tertahankan, dan dapat merambat ke flank dan daerah kuadran abdomen
ipsilateral.

14
 Ureterolithiasis: Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu. Nyeri kolik pada
ginjal biasanya terjadi diakibatkan meregangnya ureter atau collecting duct,
diakibatkan adanya obstruksi saluran kemih. Obstruksi juga menyebabkan
meningkatnya tekanan intraluminal, meregangnya ujung-ujung saraf, dan
mekanisme lokal pada lokasi obstruksi seperti inflamasi, edema, hiperperistaltik
dan iritasi mukosa yang berpengaruh pada nyeri yang dialami oleh pasien. Nyeri
dirasakanpada saat buang air kecil atau sering buang air kecil. Dapat terjadi
hematuria karena trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
 Vesicolithiasis: Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi sphincter, BAK yang
tersendat dan lancar jika mengubah posisi badan, dapat terjadi hematuria. Penderita
juga dapat merasakan sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Nyeri saat buang air
kecil juga seringkali dirasakan (reffered pain) pada ujung penis, skrotum, perineum,
pinggang sampai kaki. Pasien juga dapat merasakan perasaan tidak enak saat BAK,
frekuensi BAK yang meningkat karena pengecilan ruangan vesika, pada anak dapat
ditemukan enuresis nokturna, dan sering menarik penis ataupun menggosok vulva.
 Uretrolithiasis: Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal/batu ureter yang turun
ke buli-buli, kemudian masuk ke uretra. Batu uretra yang merupakan batu primer
yang terbentuk di uretra sangat jarang dan angka kejadiannya tidak lebih dari 1%.
Keluhan yang disampaikan pasien adalah miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi
retensi urin, yang mungkin sebelumnya didahului dengan nyeri pinggang. Jika batu
berasal dari ureter yang turun ke buli-buli kemudian ke uretra, biasanya pasien
mengeluh nyeri pinggang sebelum kesulitan miksi.
b. Demam
c. Infeksi
d. Hematuria dan kristaluria
e. Mual dan muntah

2.3.6 Diagnosis12
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis,
penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan penunjang
lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan

15
gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat tampak radioopak atau radiolusen. Sifat
radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis
batu yang dihadapi. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih
yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan sebab terjadinya batu. Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal
kedua ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total.
Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang
cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran
kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan pembedahan
untuk mencegah tertingggalnya batu.

Pemeriksaan Penunjang12.14

Tabel 2. Modalitas Pencitraan yang dipakai dalam pengevaluasian batu saluran kemih

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan


rencana terapi antara lain:
1. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu
radioopak di saluran kemih dan berpontensi untuk melihat tanda-tanda komplikasi akibat
batu. Foto polos abdomen telah menjadi pilihan utama untuk mengevaluasi nyeri flank akut.
Pemeriksaan ini juga merupakan foto awal dari suatu urography dengan kontras. Foto polos
abdomen sering pula disebut sebagai KUB (Kidney, Ureter and Bladder Foto), BNO

16
(Blaas Nier Overzicht), dan BOF (Buik Overzicht Foto). Pada foto polos abdomen terdapat
beberapa densitas radiography yang berbeda, yaitu:
- Udara berwarna hitam
- Kalsifikasi berwarna putih
- Jaringan lunak berwarna abu-abu
Dengan memperhatikan densitas radiography tersebut, struktur intra abdomen
dapat dibedakan. Kalsifikasi atau bayangan radioopak dapat merupakan bayangan dari batu
di sepanjang traktus urinarius, kalsifikasi divaskular yang disebut phlebolith. Densitas yang
meningkat dari struktur tulang dapat disebabkan oleh proses osteoblastik pada metastase
karsinoma prostat. Batu asam urat yang bersifat radiolusen dan batu radiopak yang super
impose dengan struktur tulang sulit dilihat dengan foto polos abdomen.

Cara pembacaan foto ini secara sistematis mengikuti 4S, yaitu:


- Side: Batas sisi kiri dan kanan harus mencakup seluruh abdomen.
Batas atas harus mencakup outline kedua ginjal.
Batas bawah (caudal) harus mencakup batas bawah tulang panggul
- Skeleton: Seluruh struktur tulang harus diperihatikan secara sistematis
- Soft tissue: Diperhatikan kontur dari kedua ginjal, garis muskulus psoas dan kontur dari
buli-buli.
- Stone: Perhatikan adanya bayangan opak pada sistem traktus urinarius mulai dari ginjal
sampai buli.

17
Yang harus kita perhatikan pada foto BNO :
1) Preperitoneal fat line
2) Psoas line dan renal out line
3) Distribusi udara usus, distensi usus
4) Tanda-tanda pneumoperitoneum
5) Bayangan opasitas: batu, massa intra abdomen,
deskripsikan letak, ukuran batu, jumlah batu, bentuk
batu
6) Sistema tulang: fraktur, spondilosis, metastase

Tabel 1. Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih

Gambar 8. Pencitraan Abdomen menunjukkan kalsifikasi yang mengisi sistem pelvis renalis. Ini
menunjukkan staghorn kalkuli. (kiri) Pencitraan abdomen menunjukkan kalsifikasi pada buli (kanan).

18
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Intravenous Pyelography (IVP) adalah visualisasi
traktus urinarius dengan menyuntikkan kontras intravena.
Biasanya kontras yang dipakai adalah yodium dengan
dosis 300mg/kg berat badan atau 1 ml/kg berat badan.
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan
fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu
semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat
oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya
penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
RPG adalah visualisasi imagine dari ureter dan pelviokaliks sistem secara retrogade,
melalui sistoskopi dimasukkan ureter kateter ke dalam muara ureter, kalau perlu sampai
pelviokaliks sistem dan diikuti penyuntikan kontras. Belakangan peranan IVP menurun
sejalan makin seringnya dilakukan pemeriksaan CT Scan.

3. Ultrasonografi
USG yaitu pencitraan dengan menggunakan gelombang high frequency. Beberapa
kelebihan dari pemeriksaan ini adalah tidak invasive, tidak menimbulkan nyeri, tanpa
radiasi, memberikan gambaran anatomik yang cukup akurat, alat mudah didapat dan biaya
pemeriksaaan relatif murah. Kekurangan dari pemeriksaan USG adalah operator dan alat
dependent, tidak memberi informasi fungsi ginjal, tidak bisa untuk deteksi non-delated
ureter, memerlukan acoustic window.
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada
keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di
buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau
pengkerutan ginjal. Sedangkan visualisasi lansung terhadap batu ureter akan lebih sulit
dinilai apabila menggunakan USG karena udara pada usus dan kedalaman ureter yang
relatif. Penggunaan USG pada pasien yang obesitas juga akan sulit dinilai. USG Doppler

19
dapat digunakan untuk memperoleh gambaran “twinkle artifact” di regio yang dicurigai.
Dalam studi sebelumnya, USG juga dapat dipakai sebagai follow-up pada batu ureter distal.

Gambar 9 – Gambaran batu pada ginjal dengan pemeriksaan USG. (A) Gambaran longitudinal ‘gray-
scale’ menunjukkan fokus echogenic (tanda panah) pada sinus renal. (B) Gambaran ‘twinkle artifact’
yang menunjukkan adanya batu ginjal dengan Doppler USG

4. CT-Scan
Belakangan ini peranan CT Scan dalam pemeriksaan traktus urogenital makin luas,
makin penting dan makin sering digunakan. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk
pencitraan adrenal, ginjal dan evaluasi urolithiasis. Dibandingkan IVP hasil
pemeriksaan CT Scan memberikan visualisasi yang lebih baik pada parenkim ginjal dan
organ sekitarnya. Teknologi alat CT Scan juga mengalami perkembangan dan perbaikan
yang kontinyu, dimulai dari alat yang konvensional kemudian helical/spiral CT dan
terakhir adalah Multislices CT Scan. Pemeriksaan CT Scan dapat dikerjakan tanpa
kontras ataupun dengan kontras.

20
CT scan telah mejadi modalitas pilihan dalam mengevaluasi dugaan urolithiasis
pada akhir 1990-an. Pemeriksaan CT non-kontras dilakukan dalam pengaturan gawat
darurat untuk mengevaluasi urolithiasis dan secara keseluruhan studi menunjukkan
sangat sensitif yaitu mendekati 100% dalam
beberapa seri. Pemeriksaan standar, CT scan non-
kontras ini mengeliminasi resiko insufisiensi
ginjal atau reaksi sekunder akibat paparan materi
kontras. CT dapat mengukur redaman batu,
mengevaluasi efek sekunder obstruksi,
menggambarkan anatomi yang relevan, dan
mendeteksi potensi sumber nyeri atau kelainan
patologis lainnya.

Gambar 10 – Transverse CT kontras menjukkan batu ginjal


(arrow) pada ginjal kiri tengah dan renal cell carcinoma juga
dapat diidentifikasi (arrowheads)

Gambar 11 – Laki-laki 31 tahun dengan horse-kidney


Pemeriksaan Transverse CT non-kontras menunjukkan hidronephrosis kiri relasi dengan staghorn
calculus. (A) Pada gambaran lebih inferior menunjukkan isthumus dari horseshoe kidney.

Pada foto CT ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama yaitu, visualisasi
terhadap batu di dalam saluran kemih. Bagian yang sering ditempati batu saluran kemih
yaitu biasanya di daerah lumen yang menyempit. Ureteropelvic junction, dan
ureterovesikal junction adalah lokasi yang khas. (Gambar 12) Selain itu juga perlu
dibedakan apakah kalsifikasi tersebut berasal dari saluran kemih atau penyebab lainnya
seperti phleboliths. Dengan soft-tissue rim (sensitivitas 77% dan spesifisitas 92%) dan
comet tail sign (Gambar 13) dapat digunakan untuk membedakannya. Soft-tissue rim
21
sign adalah jaringan lunak yang mengelilingi batu ureteral, yang menunjukkan adanya
edema pada ureter yang diakibatkan dari iritasi mukosa dan obstruksi. Selain itu untuk
membedakan phlebolith dengan batu saluran kemih, densitas pada struktur tersebut
dapat diukur. Pada phleboliths, mean attenuation tidak akan melebihi 278 HU.

Gambar 12. Lokasi batu ureter yang sering terjadi.


A. Wanita 50 tahun. Pemeriksaan coronal CT non-kontras menujukkan hidronefrosis ginjal kanan
akibat obstruksi kalkuli pada ureteropelvic junction
B. Wanita 47 tahun. Pemeriksaan transverse CT non-kontras menunjukkan adanya batu pada
ureterovesical junction kiri

Gambar 13. Batu saluran kemih versus phlebolith


A. Pria 40 tahun. Pemeriksaan transverse CT non-kontras menujukkan batu pada ureter distal diatas
ureterovesical junction dengan adanya penebalan dinding ureter (arrow), yang disebut dengan soft-
tissue rim sign
B. Pria 29 tahun. Phlebolith (arrowheads) berada dekat dengan ureterovesical junction kiri dengan
comet tail sign (arrows)

Dalam pencitraan CT scan pada batu saluran kemih, perlu juga mencari apakah ada
efek sekunder akibat batu, termasuk tanda-tanda obstruksi ataupun infeksi. Pada awal
obstruksi, menunjukkan hilangnya gambaran normal hiperdensitas medullary pyramid.

22
Ini menunjukkan tanda edema fokal. Pembesaran ginjal asimetris juga dapat terlihat
pada sisi yang sakit.

Gambar 14. Tanda-tanda obstruksi. A-D, Gambaran CT non-kontras menunjukkan tanda obstruksi,
termasuk dilatasi collecting system (A), edema renal (B), pembesaran renal (C), perirenal fluid and
stranding (D).

Poin-poin yang perlu diperhatikan dan dilaporkan pada pencitraan CT-scan terhadap
urolithiasis dapat dilihat pada tabel 2.

23
Tabel 2. Poin-poin yang dilaporkan pada CT scan terhadap urolithiasis

Gambar 15. Wanita 39 tahun datang dengan keluhan sakit pada pinggang kanan.
A. Xray kidney-ureter-bladder menunjukkan beberapa densitas kalsifikasi pada kedua ginjal,
mengindikasikasi bilateral nephrocalcinosis
B. Coronal CT-scan non kontras mengkonfirmasi adanya bilateral multifokal batu ginjal, berdistribusi
sepanjang medullary pyramids
C. Pada bagian lebih posterior menunjukkan 9-mm obstructing calculus pada ureter kanan dengan
hidroureter ringan dan penebalan dinding ureter.

5. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.


6. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal.
7. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
8. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
9. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali
serum.

2.3.7 Penatalaksanaan6,9,13
Secara keseluruhan, penatalaksanaan dalam urolithiasis bergantung pada gejala
yang dialami, status hemodinamik, ukuran dan lokasi batu, dan fungsi ginjal.
Pengalihan atau drainase segera sebelum mengeluarkan batu perlu dilakukan pada
situasi seperti rasa sakit hebat yang tak terkontrol, sepsis ataupun gagal ginjal, atau apabila
peralatan untuk mengangkat batu tidak tersedia. Drainase dapat dilakukan dengan ureter
stend atau tabung nefrostomi perkutan.
Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Medika Mentosa (Konservatif)
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa :
a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

24
b) α – blocker (Tamsulosin)
c) NSAIDs
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan
obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan
pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu
(misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal) tidak ada
toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.

2. Terapi Non Medika Mentosa


2.1 ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat
penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya. Bahkan pada ESWL generasi terakhir
pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah
ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan
bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya pasien
tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran
kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan
kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras
(misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan.
ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan
pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan
berlebih (obesitas).
2.2 Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil

25
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
1. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada
di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem
kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
2. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli)
3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi yaitu memasukkan alat ureteroskopi
peruretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pelvio-kaliks ginjal.
Dengan memaki energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun
sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi.
2.3 Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
2.4 Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain
adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal,
dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau
mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi
atau infeksi yang menahun.
2.5 Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang
memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu

26
ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,
pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah
pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan
batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.

2.3.8 Pencegahan13
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah
pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu
saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu
saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3 liter
per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.

2.3.9 Komplikasi13
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang
sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi
dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan
ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah.
Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang
termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis,

27
trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedangkan yang
termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi
luka operasi, ISK dan migrasi stent. Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter.
Striktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi
dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari
yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak
dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi. Obstruksi adalah komplikasi dari batu
ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan
atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.

2.3.10 Prognosis13
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya.
Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi.
Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan
ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani
dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh
pengalaman operator.

28
BAB III
PENUTUP

Pada penulisan ini telah menjelaskan mengenai anatomi dan penyakit batu saluran
kemih/urolithiasis dan terlebih lagi menjelaskan pemeriksaan pencitraan dalam penyakit ini.
Dalam penyakit batu saluran kemih ini, ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu batu itu sendiri dan
komplikasi akibat batu tersebut seperti tanda-tanda obstruksi, ataupun infeksi. Maka dalam
mendiagnosis batu saluran kemih ini diperlukan pemeriksaan penunjang dan salah satu modalitas
yang dapat dipakai yaitu pemeriksaan pencitraan (radiologi).
Beberapa dekade ini, CT-scan menjadi modalitas pilihan utama untuk menilai dan
mendiagnosis apakah ada batu saluran kemih dan komplikasi akibat batu tersebut. Penelitian
sebelumnya juga mendukung bahwa senstivitas dan spesifisitas pada CT-scan untuk menilai ada
batu saluran kemih sangat tinggi yaitu mencapai 0.95 dan 0.97 dibandingkan dengan pencitraan
lainnya. Pemeriksaan pencitraan lainnya seperti USG tetap dapat menilai batu, namun senstivitas
dan spesifitasnya rendah. Dengan USG, kita hanya dapat melihat apakah ada batu di ginjal/buli
atau tidak, sedangkan ureter seringkali tidak dapat dinilai, dan faktor-faktor lainnya seperti
obesitas, gas pada usus akan menyulitkan pemeriksaan untuk menilai.
Maka dari itu, penulisan ini telah dituliskan agar kita lebih mengerti lagi mengenai
pemeriksaan pencitraan yang dapat dipakai untuk menilai urolithiasis. Sekian penulisan ini dibuat.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
2. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA Davis
Company; 2007.
3. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.
4. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II. EGC: Jakarta
5. http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html. akses tanggal 19 Juli 2018.
6. Purnomo, Basuki 2007. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung seto: Jakarta
7. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai Penerbit FKUI 19
Juli 2018: Jakarta
8. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034. EGC : Jakarta.
9. http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis. akses tanggal 19 Juli 2018.
10. Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : Lippincott-Raven Publisher.
11. Oswari, Jonatan; Adrianto, Petrus. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta
12. Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
13. Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC : Jakarta. 588-589
14. Cheng et al. What the Radiologist Needs to Know About Urolithiasis : Part 1. Los Angeles,
CA 90033-0377. AJR : 2012
15. Cheng et al. What the Radiologist Needs to Know About Urolithiasis : Part 2. Los Angeles,
CA 90033-0377. AJR : 2012

30

Anda mungkin juga menyukai