Anda di halaman 1dari 33

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN
REFERAT KASUS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS MULAWARMAN

KELAINAN REFRAKSI
Oleh:
Fairuz Sa’adah 1810029052
Maydita Amalina 1810029068
Simanjuntak, Mayro 1810029057

PEMBIMBING:
dr. Nur Khoma Fatmawati, M.Kes, Sp.M
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang
tajam.
Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmatisme
Menurut Laporan WHO, 285 juta penduduk dunia mengalami gangguan penglihatan dimana 39 juta di
antaranya mengalami kebutaan dan 246 juta penduduk mengalami penurunan penglihatan (low vision).

Tujuan
Memberikan gambaran definisi, klasifikasi, etilogi, insidensi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisik, diagnosis, serta penatalaksanaan kelainan refraksi
ANATOMI MEDIA REFRAKSI
FISIOLOGI PENGELIHATAN
KELAINAN REFRAKSI

Ametropia adalah suatu keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian
depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam.

1. Hipermetropia merupakan kelainan refraksi, dimana sinar yang sejajar yang datang dari jarak tak
terhingga, oleh mata yang dalam keadaan istirahat dibiaskan dibelakang retina

2. Miopia merupakan kelainan refraksi, dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga, oleh
mata dalam keadaan istirahat dibiaskan di depan retina

3. Astigmatisma merupakan kelainan refraksi dimana terdapat perbedaan derajat refraksi pada meridian
yang berbeda.
MIOPIA
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar dari jarak yang tak
berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi.
MIOPIA
Kelainan lain miopia:
1. Miopia sederhana. Onset biasanya pada usia sekolah (usia 10-12 tahun). Biasanya miopia tidak be
rkembang setelah usia 20 tahun. Koreksi refraksi tidak melebihi 6 dioptri, namun dapat stabil setela
h usia 30 tahun.
2. Miopia Patologis. Gangguan ini sebagian besar bersifat turun temurun dan berlanjut terus, terlepas
dari pengaruh eksternal.
MIOPIA
Diagnosis

Diagnosis di buat dengan melihat gambaran klinis dan pengujian refraksi yang khas. Pasien Miopia m
emiliki penglihatan dekat yang sangat baik. Tetapi, menatap ke kejauhan, mereka menyipitkan mata u
ntuk mempersempit celah pupil agar meningkatkan ketajaman visual.
Pada pasien miopia lansia bisa membaca tanpa lensa koreksi
sindrom miopia. Miopia yang progresif di tandai oleh penipisan sklera. Pemanjangan bola mata meny
ebabkan pergeseran dari aksis mata dan sering terjadi esotropia simultan. COA menjadi lebih dalam.
Pada kasus yang jarang dapat menjadi atrofi otot siliaris. Volume badan vitreous yang kecil dari besar
bola mata dapat menyebabkan kollaps prematur. Ini menghasilkan kekeruhan pasien sebalah floaters
( bintik mata dalam penglihatan).
MIOPIA
Penatalaksanaan

1. Lensa Kacamata
Untuk mengurangi aberasi nonkromatik, lensa dibuat dalam bentuk meniskus (kuva terkoreksi) dan di
miringkan ke depan (pantascopic lift).
Metode Refraksi:
• Tentukan Refraksi Awal
• Tentukan Visus
• Tentukan Sferis minus

2. Lensa Kontak
3. Ekstraksi lensa jernih untuk miopia
MIOPIA
Komplikasi

1. Ablasio retina
2. Glaukoma
3. Katarak
HIPERMETROPIA
Pada hipermetropia bayangan terbentuk di belakang retina, yang menghasilan penglihatan penderita
hipermetropia menjadi kabur. Hal ini dikarenakan bola mata penderita terlalu pendek atau daya pemia
san kornea dan lensa terlalu lemah.
HIPERMETROPIA
ETIOLOGI

1. Hipermetropia aksial : Merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu pendek
2. Hipermetropia refraktif : Dimana daya pembiasan mata terlalu lemah
3. Hipermetropia kurvatur : Dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayanga
n terfokus di belakang retina
4. Hipermetropia indeks : Berkurangnya indeks bias akibat usia atau sedang dalam pengobat
an diabetes.
5. Hipermetropia posisional : Posisi lensa yang posterior.
6. Afakia
HIPERMETROPIA
KLASIFIKASI Hiperopia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi
normal dalam pertumbuhan bola mata, etiologinya bisa
aksial atau kurvatur

Hiperopia patologik disebabkan kongenital atau didapat yang


di luar vaiasi biologi normal :
GEJALA KLINIS
a. Hipermetropia indeks
b. Hipermetropia posisional
c. Afakia
d. Consecutive hypermetropia

Hiperopia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses


akomodasi seperti yang terlihat pada penderita dengan paral
isis nervus III dan oftalmoplegia internal.
HIPERMETROPIA
KLASIFIKASI
Hiperopia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang

Hiperopia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga


DERAJAR
+5.00 D
BERATNYA

Hiperopia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi


HIPERMETROPIA
KLASIFIKASI

Hipermetropia Laten Hipermetropia Fakultatif


STATUS
AKOMODASI
MATA
Hipermetropia Manifes
Hipermetropia Absolut
HIPERMETROPIA
GEJALA KLINIS

Gejala Subyektif
• Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermetropia pada orang tua
dimana mplitude akomodasi menurun
• Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang atau peneran
gan kurang
• Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan memba
ca dekat
• Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat pada jarak yang t
etap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll
• Mata sensitif terhadap sinar
• Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
• Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi yang berlebihan p
ula
HIPERMETROPIA
GEJALA KLINIS

Gejala Obyektif
• Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot akomodasi di corpus cili
are.
• Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasimpatik N III.
• Karena seorang hipermetropia selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil (miosis).
• Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata. Mata kelihatan terus mera
h. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga memeberi kesan adanya radang dari N I
I.
• Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga dinamakan pseudo-neuritis o
ptica atau pseudo-papillitis.
HIPERMETROPIA
KOMPLIKASI

1. Blefaritis atau chalazia


2. Accommodative convergent squint
3. Ambliopia
4. Predisposisi untuk terjadi glaucoma sudut tertutup
HIPERMETROPIA
PENATALAKSANAAN:
Koreksi refraksi:
Bila hasil visus awal adalah 6/6, maka kemungkinan keadaan mata adalah emmetropia atau hipermet
ropia dengan akomodasi. Pasang kaca mata coba pada posisi yang tepat yaitu jarak pupil untuk pen
glihatan dekat.
Pemeriksaan dimulai dengan memberikan lensa speris positif (+) 0,25D. Ulangi pemeriksaan dengan
meminta penderita membaca semua deretan huruf snellen dari yang terbesar hingga terkecil yang ma
sih dapat dibaca dengan jelas dan lengkap.
Pemeriksaan dimulai dengan memberikan lensa speris positif (+) 0,25D. Ulangi pemeriksaan dengan
meminta penderita membaca semua deretan huruf snellen dari yang terbesar hingga terkecil yang ma
sih dapat dibaca dengan jelas dan lengkap.
Bila dengan lensa ini deretan huruf 6/6 yang semula jelas menjadi kabur maka berarti mata penderita
adalah emmetropia. Pada hipermetropia, mata dapat melihat huruf-huruf yang lebih kecil dari 6/6 den
gan akomodasi.
HIPERMETROPIA
PENATALAKSANAAN
Koreksi refraksi:
Untuk koreksinya, pemeriksa mulai dengan memberikan lensa positif (+) 0,25 D, berturut-turut mening
kat 0,25 D. Hal ini adalah usaha untuk membuat mata menjadi emmetrop dengan mengurangi akomo
dasi, sebagai hasilnya diharapkan penderita dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas tanpa akom
odasi.
Lensa positif terkuat dimana mata hipermetropia masih dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas
menunjukkan besar kelainan hipermetropianya.
Mengingat pemeriksaan ini adalah subyektif, maka dapat terjadi kasus malingering terutama pada an
ak-anak yang hanya ingin memakai kaca mata sepeti orang tuanya atau pada orang dengan kelainan
perilaku. Gunakan plano test pada lensa coba untuk mengetes adanya maliongering dan lihat adanya
perbaikan. Pindahkan anak lebih dengan kartu snellen dan ulangi pemeriksaan tajam penglihatan bil
a tidak ada perbaikan maka dapat dikatakan penderita berpura-pura mengalami kelaian refraksi.
HIPERMETROPIA
PENATALAKSANAAN

Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan membentuk semula
kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif termasuk
– Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
– Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)
– Photorefractive keratectomy (PRK)
– Conductive keratoplasty (CK) (Khurana, 2007)
ASTIGMATISMA
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridia
n yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik. Astigmat merupa
kan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat
mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat yang ringan
ASTIGMATISMA
KLASIFIKASI
1. ASTIGMATISMA REGULER
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertamba
h atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan
yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran
Etiologi
– Corneal astigmatisme
Abnormalitas kelengkungan kornea
– Lenticular astigmatisme
Jarang. Bisa akibat :
Kurvatur - abnormalitas kelengkungan lensa
Posisional – peralihan atau posisi lensa yang oblik
Indeks – indeks bias yang bervariasi pada meridian yang berbeda
Retinal – posisi macula yang oblik.
ASTIGMATISMA
KLASIFIKASI
1. ASTIGMATISMA REGULER
Klasifikasi
a. Simple astigmatism, dimana satu dari titik fokus di retina. Fokus lain dapat jatuh di dapan atau di
belakang dari retina, jadi satu meridian adalah emetropik dan yang lainnya hipermetropia atau miopia
. Yang kemudian ini dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic astigmatism dan Simple myopi
c astigmatism.
b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di retina tetapi keduan
ya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk
ini dikenal dengan Compound hypermetropic astigmatism dan Compound miopic astigmatism.
c. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang lainnya berda dibelak
ang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu arah dan miop pada yang lainnya.
ASTIGMATISMA
KLASIFIKASI
1. ASTIGMATISMA REGULER
ASTIGMATISMA
KLASIFIKASI
2. ASTIGMATISMA IREGULER
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi
akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler.
Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.

Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembi
asan.
ASTIGMATISMA
GEJALA KLINIS

1. Memiringkan kepala untuk melihat


2. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat
3. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
4. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
5. Sakit kepala
6. Mata tegang dan pegal
7. Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia.
ASTIGMATISMA
DIAGNOSIS

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. nPada pemeriksaan fisik, terlebi
h dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen.
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun radial dengan b
entuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan
besarnya derajat astigmat.
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan dengan melakuka
n observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan P
lacido’s Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat melalui lubang di tengah piringan akan tampak m
engalami perubahan bentuk.
ASTIGMATISMA
DIAGNOSIS

Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan mempergunakan kerato
meter, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat dikoreksi untuk mendapatkan tajam peng
lihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis saja

Gambar Kipas Astigmat Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido
ASTIGMATISMA
PENATALAKSANAAN
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D atau kurang) tid
ak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmatsma yang berat dipergunakan kacamata silinder, lensa kont
ak atau pembedahan.

1. Kipas Astigmatisme (astigmatic dial technique)


• Dapatkan visus terbaik dengan menggunakan lensa sferis positif atau negatif.
• Dilakukan fogging (pengaburan) dengan menggunakan lensa sferis positif sehingga visus menjadi
20/50 (6/15).
• Dengan menggunakan kipas astigmatisma, penderita diminta memperhatikan dimana garis yang t
ampak lebih hitam.
• Ditambahkan lensa silinder negatif pada aksis yang tegak lurus garis yang lebih hitam (pada aksis
yang kabur) sehingga seluruh kipas astigmatisma tampak sama hitam.
• Diturunkan perlahan ukuran lensa sferis positif sehingga didapatkan visus terbaik pada Snellen ch
art
ASTIGMATISMA
PENATALAKSANAAN
2. Astigmatisma against the rule
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan dengan sumbu tegak lu
rus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pad
a astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o)
atau bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (90o +/- 20o).
Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal :
a. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule dengan selinder minus 180
derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan
dikurangi dengan 0,5 D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule dengan selinder minus
90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya d
an ditambah dengan 0,5 D.
ASTIGMATISMA
PENATALAKSANAAN
3. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi astigmat yang terjadi di p
ermukaan kornea.
4. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau dengan laser untuk
mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa prosedur pembedahan yang dapat dila
kukan, diantaranya :
– Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk kurvatur kornea.
– Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah kurvatur kornea denga
n membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.
– Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai