Masalah resistensi antimikroba terutama resistensi antibiotik merupakan
masalah kesehatan masyarakat secara global. Penggunaan antimikroba khususnya antibiotik yang tidak rasional dan tidak terkendali merupakan sebab utama timbul dan menyebarnya resistensi antimikroba secara global, termasuk munculnya mikroba yang multiresisten terhadap sekelompok antibiotik terutama di lingkungan rumah sakit (health care associated infection). Masalah yang dihadapi sangat serius dan bila tidak ditanggapi secara sungguh-sungguh, akan timbul dampak yang merugikan seperti pada era preantibiotik. Organisasi kesehatan sedunia (world health organization, WHO) telah secara pro aktif menyikapi masalah ini. Berbagai upaya dan strategi telah disusun antara lain intervensi edukasi berupa edukasi formal, seminar, pelatihan, penyebaran brosur dan literatur intervensi managerial seperti penyusunan formularium rumah sakit, panduan/pedoman pengobatan, kebijakan penggunaan antibiotik, supervisi klinik, audit medik dan sebagainya, serta intervensi regulasi di kalangan profesi medis dan paramedik seperti registrasi dan ijin praktek tenaga dokter. Semua kegiatan tersebut di atas memerlukan pendekatan multidisiplin baik dalam perencanaan maupun implementasi di lapangan agar promosi penggunaan antimikroba secara optimal dan penanggulangan infeksi dapat terwujud. Kebijakan WHO ini juga ditanggapi positif oleh pemerintah Indonesia melalui seperangkat kebijakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia antara lain tentang penilaian infrastruktur rumah sakit untuk mendukung Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) di tingkat rumah sakit. Pimpinan rumah sakit juga menanggapi dengan antusias dengan membentuk Tim PPRA. Tugas Tim PPRA antara lain membantu pimpinan rumah sakit dalam: a) Perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik b) Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik c) Peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terintegrasi d) Penurunan angka infeksi RSUD Undata Palu yang disebabkan oleh mikroba resisten e) Indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP Evaluasi ini dilakukan bertujuan antara lain untuk menganalisis relevansi, efisiensi, efektivitas, dampak dan keberlanjutan untuk memberikan arah kebijakan jangka panjang. Prinsip-prinsip akuntabilitas, pembelajaran organisasi, peningkatan berkelanjutan dan kepemilikan program pengendalian resistensi antimikroba dan dapat diaplikasikan pada evaluasi di RSUD Undata Palu. Tugas utama Tim PPRA antara lain menyusun kebijakan penggunaan antibiotik di tingkat rumah sakit, dilengkapi dengan berbagai standar prosedur operasional (SPO) antara lain SPO cara pemilihan antibiotik empiris dan definitive, SPO pelaksanaan pengendalian resistensi antimikroba, SPO penyiapan antibiotik, SPO penyusunan Panduan Penggunaan Antibiotik (PPAB) di tingkat Departemen/Instalasi/Unit serta SPO persetujuan pemberian antibiotik dan SPO ronde klinik. Di samping itu disusun pula beberapa instruksi kerja (IK) misalnya IK audit kualitatif penggunaan antibiotik, IK petunjuk pengisian kartu monitoring penggunaan antibiotik. Semua SPO dan IK tersebut dibutuhkan untuk operasional pelaksanaan tugas POKJA-PPRA di tingkat Departemen/Unit/Instansi. Setiap pasien yang mendapatkan pengobatan antibiotik akan dicatat dengan menggunakan Kartu Monitoring Penggunaan Antibiotik yang dilampirkan pada rekam medik pasien dan harus diisi secara lengkap. Data ini dikumpulkan dan dianalisis oleh POKJA PPRA terkait untuk selanjutnya dianalisis secara terpadu pada tingkat PPRA sehingga diperoleh hasil audit kualitatif dan kuantitatif penggunaan antibiotik. Selain itu, tingkat kepatuhan ahli bedah untuk tidak menggunakan antibiotik profilaksis pada operasi bersih elektif dipakai sebagai tolok ukur indikator kinerja area klinik dalam rangka kegiatan Joint Commission International (JCI) accreditation yang dicanangkan mulai bulan Februari 2012. Kegiatan ronde klinik PPRA yang dilakukan sekali setiap minggu di tingkat Departemen/Instalasi/Unit pelayanan terpadu secara bergiliran dimaksudkan sebagai ajang pelatihan untuk evaluasi kualitatif penggunaan antibiotik dengan menggunakan perangkat alur Gyssens. Kegiatan lain yang berhubungan dengan pengendalian infeksi di rumah sakit dibebanlan kepada komisi PPIRS. Hal ini mengisyaratkan bahwa pentingnya pengendalian resistensi antimikroba belum difahami secara mendalam. Untuk itu, promosi dan sosialisasi tentang pengendalian resistensi antimikroba di kalangan dokter/klinisi sangat perlu, terutama untuk memperoleh pemahaman dan persamaan persepsi agar terbina suatu sikap dan perilaku yang mendukung suksesnya pengendalian resistensi antimikroba. Kegiatan akreditasi oleh JCI sebenarnya merupakan momentum yang baik karena pengendalian resistensi antimikroba juga digunakan sebagai tolok ukur indikator kinerja area klinik dalam JCI. Promosi dan sosialisasi kegiatan PPRA ditargetkan terutama terhadap anggota PPRA sendiri termasuk POKJA-PPRA Departemen/Instansi/UPT sebagai ujung tombak pelaksanaan program dilapangan atau di tingkat departemen. Target selanjutnya adalah para klinisi termasuk DPJP, para anak didik peserta program pendidikan dokter spesialis dan para mahasiswa kedokteran di tingkat klinik. Promosi dan sosialisasi juga ditargetkan bagi paramedik serta petugas rumah sakit lainnya yang terkait dengan masalah infeksi di rumah sakit.