Anda di halaman 1dari 3

KEBIJAKAN TIM PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI

ANTI MIKROBA RSUD UNDATA TAHUN 2018-2019

Masalah resistensi antimikroba terutama resistensi antibiotik merupakan


masalah kesehatan masyarakat secara global. Penggunaan antimikroba khususnya
antibiotik yang tidak rasional dan tidak terkendali merupakan sebab utama timbul
dan menyebarnya resistensi antimikroba secara global, termasuk munculnya
mikroba yang multiresisten terhadap sekelompok antibiotik terutama di
lingkungan rumah sakit (health care associated infection). Masalah yang dihadapi
sangat serius dan bila tidak ditanggapi secara sungguh-sungguh, akan timbul
dampak yang merugikan seperti pada era preantibiotik. Organisasi kesehatan
sedunia (world health organization, WHO) telah secara pro aktif menyikapi
masalah ini.
Berbagai upaya dan strategi telah disusun antara lain intervensi edukasi
berupa edukasi formal, seminar, pelatihan, penyebaran brosur dan literatur
intervensi managerial seperti penyusunan formularium rumah sakit,
panduan/pedoman pengobatan, kebijakan penggunaan antibiotik, supervisi klinik,
audit medik dan sebagainya, serta intervensi regulasi di kalangan profesi medis
dan paramedik seperti registrasi dan ijin praktek tenaga dokter. Semua kegiatan
tersebut di atas memerlukan pendekatan multidisiplin baik dalam perencanaan
maupun implementasi di lapangan agar promosi penggunaan antimikroba secara
optimal dan penanggulangan infeksi dapat terwujud.
Kebijakan WHO ini juga ditanggapi positif oleh pemerintah Indonesia
melalui seperangkat kebijakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
antara lain tentang penilaian infrastruktur rumah sakit untuk mendukung Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) di tingkat rumah sakit. Pimpinan
rumah sakit juga menanggapi dengan antusias dengan membentuk Tim PPRA.
Tugas Tim PPRA antara lain membantu pimpinan rumah sakit dalam:
a) Perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
b) Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
c) Peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan
terintegrasi
d) Penurunan angka infeksi RSUD Undata Palu yang disebabkan oleh mikroba
resisten
e) Indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP
Evaluasi ini dilakukan bertujuan antara lain untuk menganalisis relevansi,
efisiensi, efektivitas, dampak dan keberlanjutan untuk memberikan arah kebijakan
jangka panjang. Prinsip-prinsip akuntabilitas, pembelajaran organisasi,
peningkatan berkelanjutan dan kepemilikan program pengendalian resistensi
antimikroba dan dapat diaplikasikan pada evaluasi di RSUD Undata Palu.
Tugas utama Tim PPRA antara lain menyusun kebijakan penggunaan
antibiotik di tingkat rumah sakit, dilengkapi dengan berbagai standar prosedur
operasional (SPO) antara lain SPO cara pemilihan antibiotik empiris dan
definitive, SPO pelaksanaan pengendalian resistensi antimikroba, SPO penyiapan
antibiotik, SPO penyusunan Panduan Penggunaan Antibiotik (PPAB) di tingkat
Departemen/Instalasi/Unit serta SPO persetujuan pemberian antibiotik dan SPO
ronde klinik. Di samping itu disusun pula beberapa instruksi kerja (IK) misalnya
IK audit kualitatif penggunaan antibiotik, IK petunjuk pengisian kartu monitoring
penggunaan antibiotik. Semua SPO dan IK tersebut dibutuhkan untuk operasional
pelaksanaan tugas POKJA-PPRA di tingkat Departemen/Unit/Instansi.
Setiap pasien yang mendapatkan pengobatan antibiotik akan dicatat
dengan menggunakan Kartu Monitoring Penggunaan Antibiotik yang dilampirkan
pada rekam medik pasien dan harus diisi secara lengkap. Data ini dikumpulkan
dan dianalisis oleh POKJA PPRA terkait untuk selanjutnya dianalisis secara
terpadu pada tingkat PPRA sehingga diperoleh hasil audit kualitatif dan kuantitatif
penggunaan antibiotik. Selain itu, tingkat kepatuhan ahli bedah untuk tidak
menggunakan antibiotik profilaksis pada operasi bersih elektif dipakai sebagai
tolok ukur indikator kinerja area klinik dalam rangka kegiatan Joint Commission
International (JCI) accreditation yang dicanangkan mulai bulan Februari 2012.
Kegiatan ronde klinik PPRA yang dilakukan sekali setiap minggu di tingkat
Departemen/Instalasi/Unit pelayanan terpadu secara bergiliran dimaksudkan
sebagai ajang pelatihan untuk evaluasi kualitatif penggunaan antibiotik dengan
menggunakan perangkat alur Gyssens. Kegiatan lain yang berhubungan dengan
pengendalian infeksi di rumah sakit dibebanlan kepada komisi PPIRS.
Hal ini mengisyaratkan bahwa pentingnya pengendalian resistensi
antimikroba belum difahami secara mendalam. Untuk itu, promosi dan sosialisasi
tentang pengendalian resistensi antimikroba di kalangan dokter/klinisi sangat
perlu, terutama untuk memperoleh pemahaman dan persamaan persepsi agar
terbina suatu sikap dan perilaku yang mendukung suksesnya pengendalian
resistensi antimikroba. Kegiatan akreditasi oleh JCI sebenarnya merupakan
momentum yang baik karena pengendalian resistensi antimikroba juga digunakan
sebagai tolok ukur indikator kinerja area klinik dalam JCI.
Promosi dan sosialisasi kegiatan PPRA ditargetkan terutama terhadap
anggota PPRA sendiri termasuk POKJA-PPRA Departemen/Instansi/UPT sebagai
ujung tombak pelaksanaan program dilapangan atau di tingkat departemen. Target
selanjutnya adalah para klinisi termasuk DPJP, para anak didik peserta program
pendidikan dokter spesialis dan para mahasiswa kedokteran di tingkat klinik.
Promosi dan sosialisasi juga ditargetkan bagi paramedik serta petugas rumah sakit
lainnya yang terkait dengan masalah infeksi di rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai