KONJUNGTIVITIS
Oleh:
Muhammad Firman Pratama Salama S.Ked
C014192028
RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Geraldi Ayub Fujiwan Tombe
SUPERVISOR:
dr. Muhammad Irfan, M. Kes, Sp.M
NIM : C014192028
Adalah benar telah menyelesaikan refarat dengan judul “Konjungtivitis” dan telah disetujui serta
telah dibacakan di hadapan supervisor pembimbing dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Periode 19 September – 15
Oktober 2022.
dr. Geraldi Ayub Fujiwan Tombe dr. Muhammad Irfan, M. Kes, Sp.M
i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
Pendahuluan ............................................................................................. 1
A. Definisi .............................................................................................. 2
B. Anatomi ............................................................................................. 2
C. Epidemiologi ..................................................................................... 5
D. Etiologi & Faktor resiko .................................................................... 5
E. Patogenesis ........................................................................................ 6
F. Klasifikasi .......................................................................................... 8
G. Diagnosis ......................................................................................... 24
H. Diagnosis Banding........................................................................... 25
I. Komplikasi ...................................................................................... 26
J. Prognosis ......................................................................................... 26
K. Edukasi ........................................................................................... 27
BAB III KESIMPULAN ............................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 29
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu organ yang memiliki peranan penting bagi
tubuh, terutama sebagai indera penglihatan. Dalam menjalankan fungsinya, mata di
tunjang oleh berbagai struktur, termasuk konjungtiva sebagai struktur terluarnya.
Hal ini membuat konjungtiva rentan terhadap paparan bahan atau zat serta agen-
agen infeksi. Berbagai reaksi inflamasi dapat terjadi sebagai respon utama terhadap
adanya paparan bahan atau agen infeksi yang menyerang mata. Hal ini biasanya
bermanifestasi sebagai gejala berupa mata merah.1
Konjungtivitis ditandai dengan peradangan dan pembengkakan jaringan
konjungtiva, disertai dengan pembengkakan pembuluh darah, sekret, dan nyeri.
Banyak orang yang terdiagnosis dengan konjungtivitis di seluruh dunia, dan itu
adalah salah satu alasan paling sering untuk kunjungan ke klinik dokter umum dan
oftalmologi. 1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Konjungtivitis adalah peradangan atau infeksi pada konjungtiva. Bisa
bersifat akut atau kronis. Konjungtivitis akut mengacu pada durasi kurang 4 minggu
(biasanya hanya berlangsung 1 sampai 2 minggu) sedangkan kronis didefinisikan
sebagai berlangsung lebih dari 4 minggu.1
B. ANATOMI
2
Pada kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus.
Kelenjar tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.
3
Berdasarkan struktur histologinya, konjungtiva terdiri dari lapisan epitel dan
stroma (adenoid dan fibrosa). Lapisan epitel terdiri atas dua hingga lima lapisan sel
epitel silindris bertingkat, superfisial, dan basal. Sel-sel epitel superficial mengandung
sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus dimana sel-sel ini akan mendorong
inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata. Sel-sel epitel
basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superficial dan mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva terdiri atas lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa
(profundus). Lapisan adenoid tidak berkembang setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan
serta mengandung jaringan limfoid. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata
dan tersusun atas jaringan penyambung yang melekat pada tarsus.3
Konjungtiva mendapat suplai aliran darah baik mealui arteri maupun vena.
Pembuluh darah arteri yang menyuplai konjungtiva berasal dari cabang arteri
ophtalmikus, yaitu arteri ciliaris anterior dan arteri palpebralis. Pembuluh darah vena
umumnya mengikuti pola arteri, dimana vena konjungtiva posterior mengaliri vena pada
kelopak mata dan vena konjungtiva anterior mengaliri ciliari anterior menuju vena
ophthalmikus. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan
profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus
limfatikus. Persarafan konjungtiva dari percabangan (oftalmik) pertama nervus 5
dengan relatif sedikit serabut nyeri .3
4
Gambar 3. Vaskularisasi konjungtiva11
C. EPIDEMIOLOGI
Konjungtivitis umumnya disebabkan oleh reaksi alergi, infeksi bakteri dan virus,
serta jamur yang dapat bersifat akut atau menahun. Penelitian yang dilakukan di
Belanda menunjukkan penyakit ini tidak hanya mengenai satu mata saja, tetapi bisa
mengenai kedua mata, dengan rasio 2,96 pada satu mata dan 14,99 pada kedua mata.
Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis
kelamin dan strata sosial. Walaupun tidak ada data yang akurat mengenai insidensi
konjungtivitis, penyakit ini diestimasi sebagai salah satu penyakit mata yang paling
umum. Pada 45% kunjungan di departemen penyakit mata di Amerika serikat, 30%
adalah keluhan konjungtivitis akibat bakteri dan virus, dan 15% adalah keluhan
konjungtivitis alergi. 5
Konjungtivitis juga diestimasi sebagai salah satu penyakit mata yang paling
umum di Nigeria bagian timur, dengan insidensi 32,9% dari 949 kunjungan di
departemen mata Aba Metropolis, Nigeria. Di Indonesia dari 135.749 kunjungan ke
departemen mata, total kasus konjungtivitis dan gangguan lain pada konjungtiva
sebanyak 99.195 kasus dengan jumlah 46.380 kasus pada laki-laki dan 52.815 kasus
pada perempuan. Konjungtivitis termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan
terbanyak, tetapi belum ada data statistik mengenai jenis konjungtivitis yang paling
banyak yang akurat5
5
konjungtivitis mengalami pembengkakkan kelopak mata dikarenakan struktur
dibawah kelopak mata memiliki jaringan yang lemah dan membentuk lekukan serta
kaya akan pembuluh darah.6
Faktor risiko predisposisi diantaranya adanya riwayat kedinginan atau infeksi
saluran napas bagian atas, higienitas kurang, kontak dengan orang yang terinfeksi
dalam lingkungan yang ramai, dan penularan virus dari tangan atau instrument
kontak6.
E. PATOGENESIS
Mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dengan cara adhesi, evasi, dan
invasi. Adhesi adalah penempelan molekul mikroorganisme ke epitel mata yang
dimediasi oleh protein permukaan mikroorganisme. Evasi adalah upaya
mikroorganisme untuk menembus pertahanan sistem imun. Hampir semua
mikroorganisme hanya menginvasi bila terdapat kerusakan epitel kecuali beberapa
bakteri seperti Neissseria gonorhoeae dan Shigella spp. Pada infeksi bakteri dapat
disebabkan oleh S. aureus Staphylococcus epidermidis, H. influenzae,
Streptococcus pneumoniae, Streptococus viridans, Moraxella catarrhalis dan
bakteri gram negative dari usus. Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering
adalah S. aureus. Pada infeksi virus, adhesi sekaligus memfasilitasi proses invasi
melalui interaksi molekul virus dengan sel hospes seperti interaksi kapsul
adenovirus dengan integrin sel hospes yang menyebabkan proses endositosis virus
oleh sel. Mikroorganisme juga dapat bertahan melewati sistem pertahanan tubuh
dan bereplikasi seperti pada infeksi HSV, virus varisela serta herpes zoster namun
sebagian besar infeksi lainnya dapat dieradikasi oleh sistem imun tubuh.3
Pada Konjungtivitis alergen bukan hanya disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe I fase cepat, melainkan merupakan kombinasi tipe I dan IV.
Faktor lain yang berperan adalah aktivitas mediator non Ig E oleh sel mast. Reaksi
hipersensitivitas tipe I dimulai dengan terbentuknya antibodi IgE spesifik terhadap
antigen bila seseorang terpapar pada antigen tersebut. Antibodi IgE berperansebagai
homositotropik yang mudah berikatan dengan sel mast dan sel basofil. Ikatan
antigen dengan antibodi IgE ini pada permukaan sel mast dan basofil akan
6
menyebabkan terjadinya degranulasi dan dilepaskannya mediator-mediator kimia
seperti histamin, slow reacting substance of anaphylaxis, bradikinin, serotonin,
eosinophil chemotactic factor, dan faktor-faktor agregasi trombosit. Histamin
adalah mediator yang berperan penting, yang mengakibatkan efek vasodilatasi,
eksudasi dan hipersekresi pada mata. Keadaan ini ditandai dengan gejala seperti
mata gatal, merah, edema, berair, rasa seperti terbakar dan terdapat sekret yg
bersifat mukoid.Terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat mempunyai
karakteristik, yaitu dengan adanya ikatan antara antigen dengan IgE pada
permukaan sel mast, maka mediator kimia yang terbentuk kemudian akan
dilepaskan seperti histamin, leukotrien C4 dan derivat-derivat eosinofil yang dapat
menyebabkan inflamasi di jaringan konjungtiva. Reaksi hipersensitivitas tipe IV,
terjadi karena sel limfosit T yang telah tersensitisasi bereaksi secara spesifik dengan
suatu antigen tertentu, sehingga menimbulkan reaksi imun dengan manifestasi
infiltrasi limfosit dan monosit (makrofag) serta menimbulkan indurasi jaringan pada
daerah tersebut. Setelah paparan dengan alergen, jaringan konjungtiva akan
diinfiltrasi oleh limfosit, sel plasma, eosinofil dan basofil. Bila penyakit semakin
berat, banyak sel limfosit akan terakumulasi dan terjadi sintesis kolagen baru
sehingga timbul nodul-nodul yang besar pada lempeng tarsal. Aktivasi sel mast
tidak hanya disebabkan oleh ikatan alergen IgE, tetapi dapat juga disebabkan oleh
anafilatoksin, IL-3 dan IL-5 yang dikeluarkan oleh sel limfosit. Selanjutnya
mediator tersebut dapat secara langsung mengaktivasi sel mast tanpa melalui ikatan
alergen IgE. Reaksi hiperreaktivitas konjungtiva selain disebabkan oleh rangsangan
spesifik, dapat pula disebabkan oleh rangsangan non spesifik, misal rangsangan
panas sinar matahari, angin.7
Pada Chlamydial conjunctivitis disebabkan oleh infeksi Chlamydia
trachomatis, parasit intra-seluler yang memiliki DNA dan RNA. Parasit ini
menggunakan energi sel inang supaya mampu berkembang biak. Transmisi
Chlamydia terjadi jika ada kontak intim, khususnya secara seksual. Infeksi
Chlamydia pada mata disebabkan oleh terpaparnya sekret genital melalui auto-
inokulasi atau kontak seksual.7
7
F. KLASIFIKASI
1. Konjugtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri didefinisikan sebagai konjungtivitis yang berlangsung
kurang dari 3 minggu, dan merupakan penyakit mata yang paling sering ditemui.
Konjungtivitis bakteri dapat disebabkan oleh S. aureus, Staphylococcus
epidermidis, H. influenzae, Streptococcus pneumoniae, Streptococus viridans,
Moraxella catarrhalis dan bakteri gram negative dari usus. Penyebab konjungtivitis
bakteri paling sering adalah S. aureus. Sindroma imunodefisiensi dan imunosupresi
sistemik dapat menjadi predisposisi dari konjungtivitis bakteri. Konjungtivitis
bakteri mudah menular dari satu mata ke mata sebelahnya dan juga mudah menular
ke orang lain melalui kontak langsung dan benda yang kontak dengan mata.8
Beberapa tanda dan gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri adalah
kemerahan, rasa mengganjal, perih dan timbul secret dapat mengenai kedua mata
meskipun biasanya satu mata terinfeksi 1-2 hari sebelum mata yang lain, pada saat
bangun tidur kelopak mata sering lengket dan susah untuk membuka mata akibat
sekret yang menumpuk, adanya hiperemi pada konjungtiva yang difus, dan sekret
pada awalnya berair mirip konjungtivitis viral tetapi kemudan menjadi
mucopurulent8
1.1 Etiologi
8
1.2 Manifestasi Klinis
Gejala yang dirasakan oleh pasien bermula dari rasa tidak nyaman dan
sensasi benda asing oleh karena adanya pelebaran pembuluh darah.
Fotofobia ringan sehingga pasien susah mentoleransi adanya cahaya. Sekret
mukopurulen dari mata. Menempelnya tepi kelopak mata satu sama lain
oleh karena adanya sekret berlebih sewaktu tidur. Pandangan yang cendrung
kabur oleh karena adanya serpihan mukoid pada bagian depan kornea.
Terkadang pasien melihat halo berwarna oleh karena efek prismatikakibat
adanya mukus pada kornea. Tanda yang dapat diamati dari pasien adanya
kongesti konjungtiva yang akan sangat terlihat pada konjungtiva palpebral,
forniks dan bagian perifer dari konjungtiva bulbi, sehingga memberikan
gambaran fiery red eye. Terdapat kemosis, yakni pembengkakan dari
konjungitva. Dapat menimbulkan perdarahan berupa peteki apabila
organisme penyebabnya ialah pneumococcus.(13)
9
Menggunakan kaca mata hitam juga dapat membantu dalam fotofobia.
Tidak membebat mata pasien, dan tidak memberikan steroid. Dapat
diberikan anti inflamasi dan analgetik, seperti ibuprofen dan
parasetamol.11,12
Biasanya penyakit ini terdapat pada anak usia 2-8 tahun yang tidak
memiliki imunitas terhadap difteri. Terdapat tiga stadium, yakni stadium
infiltrasi, terdapat sedikit sekret konjungtiva dan nyeri hebat pada mata.
Tepi kelopak mata bengkak dan keras, konjuntiva merah, bengkak dan
ditutupi oleh membran kuning abu- abu, yang ketika diangkat akan memicu
perdarahan dan meninggalkan ulkus. Stadium supurasi nyeri telah
berkurang dan kelopak mata menjadi lembek, membran terkelupas dan
masih terdapat sekret purulen. Stadium sikatriksasi, ulkus yang tertinggal
diisi oleh jaringan granulasi. Penyembuhan terjadi dengan pembentukan
sikatriks, yang dapat memicu trikiasis dan serosis konjungtiva.(11)
13
diberikan pada siang hari dan salep zinc oxide diberikan saat tidur
malam hari untuk mencegah fermentasi proteolitik, sehingga
mengurangi proses maserasi.11
1.2.6 Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis bakteri dapat ditegakkan melalui riwayat
pasien dan pemeriksaan mata secara menyeluruh, seperti pemeriksaan mata
eksternal, biomikroskopi menggunakan slit-lamp dan pemeriksaan
ketajaman mata. Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan
biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakitnya
purulen, bermembran atau berpseudomembran. Pemeriksaan gram untuk
identifikasi organisme melalui kerokan konjungtiva dan pengecatan dengan
Giemsa menampilkan banyak neutrofil polimorfonuklear.11
2. Konjungtivitis Virus
Pada causa herpes zooster adanya penyerta lesi pada kulit sepanjang
dermatom nervus opthalmika (Cabang pertama nervus trigeminus) dan
mencapai ujung hidung (nervus nasosiliaris) disebut sebagai Hutchinson
sign. Lesi tersebut berbentuk erupsi vesikel bersifat nyeri.11
15
2.1.4 Diagnosis
Dalam penegakan diagnosis, anamnesis dan pemeriksaan (baik
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan mata) harus dilakukan secara
komprehensif. Perlu ditanyakan mengenai onset, lokasi (unilateral atau
2.1.5 Terapi
16
menjaga kontak dengan orang lain dan tidak menggunakan barang
bersama.16
3. Konjungtivitis Alergi
Perburukan gejala gatal pada mata, mata berair dan terdapat sensasi
terbakar, hampir selalu terjadi selama musim panas. Pada konjungtivitis
vernal ditemukan dua bentuk tanda khas yaitu bentuk palpebra/tarsal dan
limbal. Pada bentuk palpebra terdapat papila raksasa mirip batu kali pada
konjungtiva tarsalis superior (Cobblestone appearance). Sedangkan pada
17
bentuk limbal terlihat bintik-bintik keputihan di limbus (trantas dot). Pada
beberapa kasus ditemukan kedua bentuk tersebut(mixed).11,12
a
Gambar 9. a. Cobblestone appearance b. Trantas dot11
18
zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga dengan
apeksmengarah ke kornea, pusatnya putih kelabu dan dapat
terjadi ulkus.15
Gambar 10. Konjungtivitis Flinktenularis11
3.1.5 Diagnosis
Penetapan diagnosis konjungtivitis alergi didasarkan pada anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang komprehensif. Pada anamnesis, ditanyakan
mengenai onset, durasi, unilateral atau bilateral, gejala penyerta, riwayat
penyakit sebelumnya, sertariwayat keluarga. Hal ini memiliki peran penting,
dimana pasien dengan riwayat alergi pada keluarga (hay fever, eksim,dll)
memiliki kecenderungan mengalami konjungtivitis alergi.9 Pada kerokan
konjungtiva dijumpai banyak sel eosinophil.11
3.1.6 Terapi
19
4. Konjungtivitis Chlamydia
1. Trachoma
20
limbus), Pannus (infiltrasi kornea yang berhubungan dengan vaskularisasi dan
terlihat di bagian atas), Herbert pit (lesi sirkular/oval sisa dari Herbert's
follicle), ulkus kornea, serta corneal opacity (lesi sikatriks). Berikut
merupakan derajat trachoma berdasarkan WHO11 :
5. CO: Opacity kornea. Tanda ini mengacu pada jaringan parut kornea
yangbegitu padat sehingga menyebabkan gangguan penglihatan yang
signifikan(kurang dari 6/18).
21
selama 6 minggu. Regiemen terapi sistemik berupa tetrasiklin 250 mg
per oral, 4 kali sehari selama 3-4 minggu atau doksisiklin 100 mg per
oral dua kali sehari.11
2. Paratrachoma
5. Konjungtivitis Jamur
5.1 Konjungtivitis Candida
Konjungtivitis yang disebabkan oleh Candida spp (candida albicans)
termasuk infeksi yang jarang terjadi. Umumnya tampak sebagai bercak putih.
Keadaan ini dapat timbul pada pasien diabetes atau pasien yang terganggu
sistem imunnya, sebagai konjungtivitis ulseratif atau granulomatousa.17
22
6. Konjungtivitis Parasit
23
G. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik :
1. Visus normal
2. Injeksi konjungtival
3. Dapat disertai edema kelopak, kemosis
4. Eksudasi; eksudat dapat serous, mukopurulen, atau purulen
tergantung penyebab
5. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan folikel, papil atau papil
raksasa, flikten, membrane, atau pseudomembran.
24
4. Konjungtivitis chlamydial berupa rasa tak nyaman pada mata atau sensasi
benda asing, fotofobia ringan, dan mucopurulent discharge. Tanda
meliputi konjungtiva hiperemis terutama di forniks, hipertrofi folikel akut
yang dominan di konjungtiva palpebralis inferior, keratitis superfisial, dan
limfadenopati pre-aurikula.
H. Diagnosis Banding
1. Keratitis
Keratitis merupakan peradangan kornea yang dapat disebabkan oleh berbagai hal
seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap terapi topikal dan
konjungtivitis menahun.. Gejala-gejala yang timbul pada keratitis memberikan gejala mata
merah, rasa silau, merasa kelilipan serta mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai injeksi siliar dan infiltrat pada kornea.15
2. Uveitis
Uveitis merupakan peradangan pada uvea yang dapat mengenai jaringan iris atau
badan siliar dan korois. Iritis dan iridosiklitis merupakan suatu manifestasi klinik reaksi
imunologi terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior. Bakteremia
atau viremia dapat menimbulkan iritis ringan, yang bila kemudian terdapat antigen yang
sama dalam tubuh dapat menimbulkan kekambuhan. Keluhan pasien dengan uveitis mata
sakit, merah, foto fobia, penurunan tajam penglihatan dengan mata berair serta sukar
25
melihat dekat akibat peradangan otot-otot akomodasi.15
3. Glaukoma Akut
Mata merah dengan penglihatan turun mendadak biasanya merupakan glaukoma
sudut tertutup akut. Pada glaukoma sudut tertutup akut tekanan intraokuler meningkat
mendadak. cairan mata di belakang iris tidak dapat mengalir melalui pupil sehingga
mendorong iris ke depan. serangan glaukoma akut terjadi tiba-tiba dengan rasa sakit hebat
di mata dan kepala, perasaan mual dengan muntah, mata menunjukkan peradangan
(kongestif) dengan kelopak mata bengkak, mata merah, dilatasi pupil, kornea suram dan
edema, papil saraf optik hiperemis danpenyempitan lapangan pandang.15
I. KOMPLIKASI
1. Blefaritis Marginal Kronik
Sering menyertai konjungtivitis bateri, Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan
dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar
lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata. Luka parut
juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion
sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan
parut pada kornea.15
2. Keratitis
Merupakan inflamasi pada lapisan kornea yang ditandai dengan adanya trias
keratitis berupa fotofobia, lakrimasi dan blefarospasme) dan paling sering disebabkan
oleh tipe keratokonjungtivitis.15
3. Ulkus pada kornea
Merupakan inflamasi pada lapisan kornea yang ditandai dengan adanya trias
keratitis berupa fotofobia, lakrimasi dan blefarospasme) dan paling sering disebabkan
oleh tipe keratokonjungtivitis.15
J. PROGNOSIS
Prognosis konjungtivitis virus umumnya baik karena akan sembuh dengan
sendirinya. Meskipun demikian untuk mencegah penularan perlu diperhatikan kebersihan
diri dan lingkungan begitu juga dengan konjungtivitis bakteri tetapi dapat menimbulkan
komplikasi jika tidak ditangani secara tepat. Pada konjungtivitis allergen dimana kondisi ini
dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan dapat semakin memburuk selama musim-
26
musim tertentu. Prognosis pada konjungtivitis terkait dengan fungsi, kesembuhan, dan
kehidupan bergantung pada kecepatan pasienmendapatkan terapi adekuat(3,4,10)
K. EDUKASI
Konjungtivitis virus mudah menular dari satu mata ke mata sebelahnya dan juga
mudah menular ke orang lain melalui kontak langsung dan benda yang kontakdengan mata.
Konjungtivitis virus memiliki risiko transmisi sekitar 10%-50%. Dapat menyebar melalui
jari tangan yang tercemar, peralatan medis, air kolam renang, atau barang-barang pribadi.
Berdasarkan tingginya angka penularan, maka perlu dibiasakan cuci tangan, desinfeksi
peralatan medis, dan isolasi penderita. Pasien tidak boleh saling bertukar barang pribadi
dengan orang lain dan harus menghindari kontak langsung atau tidak langsung (seperti di
kolam renang) selama dua minggu. Pada konjugtivitis allergen berupa penghindaran
terhadap semua kemungkinan alergen penyebab Kebersihan menjadi aspek paling penting
untuk menurunkan transmisi Chlamydia,(3,4,8)
Cara pencegahan penularan yang paling efektif adalah meningkatkan daya tahan
tubuh, menghindari bersentuhan dengan sekret atau air mata pasien, mencuci tangan setelah
menyentuh mata pasien sebelum dan sesudah menggunakan obat tetes mata. Selain itu,
hindari penggunaan tetes mata dari botolyang telah digunakan pasien konjungtivitis, hindari
penggunaan alat mandi dan bantal kepala yang sama, kebersihan wajah penting, terutama
untuk pencegahan. Juga penyediaan akses air bersih, memperbaiki higienitas personal
diikuti sanitaslingkungan(10)
27
BAB III
KESIMPULAN
Konjungtivitis adalah inflamasi jaringan konjungtiva yang dapat disebabkan oleh invasi
mikroorganisme, reaksi hipersensitivitas atau perubahan degeneratif di konjungtiva. Beberapa
jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan
pengobatan. Berdasarkan penyebab terjadinya, konjungtivitis dapat dibagi menjadi
konjungtivitis bakteri, virus, Chlamydia, alergi, dan iritan/kimiawi. Penting artinya
untuk mengetahui setiap ciri khas kelainan konjungtivitis karena pengobatan dengan
tiap etiologi yang berbeda memerlukan terapi yang berbeda pula. Pengobatan yang
tidak adekuat dari konjungtivitis tipe tertentu seperti trakoma akan dapat memberikan
prognosa yang buruk (mengakibatkan kebutaan).
28
DAFTAR PUSTAKA
2. Pratasik CTJM, Najoan IHM, Manoppo RDP. Konjungtivitis pada Bayi (Oftalmia
Neonatorum). e-CliniC. 2021;9(1):15–9.
10. Francesca C, Daniele L, Fabrizio C, Eleonora L, Licia B, Patrizia M,et al. SARS-
CoV-2 Isolation From Ocular Sekretions of a Patient With COVID-
19 in Italy With Prolonged Viral RNA Detection. AnnIntern Med
2020.doi:10.7326/M20-1176
11. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. Edisi ke-4. New Delhi: New
29
Age International. 2007
15. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
30