Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

KONJUNGTIVITIS VERNAL

Pembimbing :

dr. Supiyanti, Sp. M

Disusun oleh :

Adamilzary Fikry Abdulmannan

1112103000051

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PERIODE 04 JANUARI – 30 JANUARI 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan kasus yang berjudul “Kunjungtivitis
Vernal” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa
penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabatnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Supiyanti, Sp. M yang telah
membimbing dan mengarahkan kepada penulis dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat ketidaksempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi
penulisan ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
tentunya bagi penulis yang sedang menjalani kepaniteraan klinik Stase Mata
RSUD Kota Bekasi.

Jakarta, 21 Januari 2016

Adamilzary Fikry Abdulmannan


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………

DAFTAR ISI .

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………


.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
…………………………………………
BAB III KESIMPULAN
.
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………
.

…………………………………………
.

…………………………………………
.
BAB I

PENDAHULUAN

Konjung tivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang selaput


lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Secara anatomis
konjungtiva terletak pada permukaan bola mata sehingga memudahkannya
terpapar dunia luar yang menyebabkan mudah terjadinya infeksi yang dapat
bersifat akut maupun kronik.1

Penyebab konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral toksik,


berkaitan dengan penyakit sistemik. Ditandai degan hiperemia, epifora (mata
berair), eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papilar, kemosis, folikel,
pseudomembran dan membran, konjungtivitis ligneosa, granuloma, fliktenula,
limfadeopati preaurikuler

Konjuntivitis alergika sendiri terbagi menjadi 5, yaitu konjungtivitis vernal


(konjungtivitis akibat reaksi hipersensitibvitas tipe 1), konjungtivitis flikten
(konjungtivitis akibat alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu
(hipersensitivitas tipe IV)), konjungtivitis iatrogenik (konjungtivitis akibat obat) ,
konjungtivitis steven johnson (konjungtivitis akibat reaksi alergi akibat obat –
obat tertentu seperti sulfonamid, barbiturat, salisilat), konjungtivitis atopik
(konjungtivitis akibat reaksi alergi terhadap polen yang disertai demam).5
Dibawah ini akan dibahas mengenai salah satu dari bentuk konjungtivitis yaitu
konungtivitis vernal
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Histologi Konjungtiva

Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan


dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.
Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.1 Konjungtiva
terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra dan
dapat dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva.
a. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar
2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus
subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara kulit dan
konjungtiva sesungguhnya.
b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler. Menempel
ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada kelopak mata
bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar tarsal terlihat lewat
struktur ini sebagai garis kuning.
c. Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.
2. Konjungtiva bulbaris : menutupi sebagian permukaan anterior bola mata.
Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian
sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut dengan
konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan
jaringan episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat
pada pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva
menjadi berlanjut seperti yang ada pada kornea. konjungtiva bulbar sangat
tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke
belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di
bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi
musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi
dan memberi nutrisi bagi kornea.

3. Forniks : bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior


palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan konjungtiva
bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks superior,
inferior, lateral, dan medial forniks.
Gambar 1.1. Bagian konjungtiva bulbi, konjungtiva tarsal dan konjungtiva
forniks.
Sumber : Lang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J,
Lang GE, Recker D, Spraul CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New
York: Thieme; 2000.

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari:


a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari
sel silindris dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan
superfisial sel silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel
kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis)
epitelium stratified skuamous. 3

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan
ikat retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit diantaranya.
Lapisan ini paling berkembang di forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir
tetapu berkembang setelah 3-4 bulan pertama kehidupan. Untuk alasan ini,
inflamasi konjungtiva pada bayi baru lahir tidak memperlihatkan reaksi
folikuler.
b. Lapisan fibrosa Terdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal
daripada lapisan adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada
tempat tersebut struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh
darah dan saraf konjungtiva. Bergabung dengan kapsula tenon pada regio
konjungtiva bulbar. 2

Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:


1. Kelenjar sekretori musin. Mereka adalah sel goblet(kelenjar uniseluler yang
terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle(ada apda tarsal konjungtiva)
dan kelenjar Manz(pada konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini
menseksresi mukus yang mana penting untuk membasahi kornea dan
konjungtiva.
2. Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah:
a. Kelenjar dari Krause(terletak pada jaringan ikat konjungtiva di forniks,
sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks bawah). Dan
b. Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus superios dan
sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).2

Suplai artei konjungtiva

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria


palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan
banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat
banyak 1. Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus
V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit. 3

Gambar 1.2. Perdarahan konjungtiva

Sumber : Khurana AK. Comprehensive ophtalmology. 4th Ed. New Delhi:


4
New Age International (P) Limited, 2007. h 54.

2.2. Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah


penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva
terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang
mengganggu Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata
berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. 1

Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata
semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical
dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan
infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi
imunosupresif 1

2.3. Gejala-gejala dari konjungtivitis secara umum antara lain:

1. Hiperemia
Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi konjungtival
diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah konjungtival, yang
muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam perjalanannya menuju ke
limbus. Hiperemia tampak pada semua bentuk konjungtivitis. Tetapi,
penampakan/visibilitas dari pembuluh darah yang hiperemia, lokasi mereka, dan
ukurannya merupakan kriteria penting untuk diferensial diagnosa. Seseorang juga
dapat membedakan konjungtivitis dari kelainan lain seperti skleritis atau keratitis
berdasar pada injeksinya. 6 Tipe-tipe injeksi dibedakan menjadi:
● Injeksi konjungtiva(merah terang, pembuluh darah yang distended
bergerak bersama dengan konjungtiva, semakin menurun jumlahnya saat
menuju ke arah limbus).
● Injeksi perikornea(pembuluh darah superfisial, sirkuler atau cirkumcribed
pada tepi limbus).
● Injeksi siliar(tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah berwarna terang
dan tidak bergerak pada episklera di dekat limbus).
● Injeksi komposit(sering).

Dilatasi perilimbal atau siliar menandakan inflamasi dari kornea atau struktus
yang lebih dalam. Warna yang benar-benar merah menandakan konjungtivitis
bakterial, dan penampakan merah susu menandakan konjungtivitis alergik.
Hiperemia tanpa infiltrasi selular menandakan iritasi dari sebab fisik, seperti
angin, matahari, asap, dan sebagainya, tetapi mungkin juda didapatkan pada
penyakit terkait dengan instabilitas vaskuler(contoh, acne rosacea). 6
Gambar 3. bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva
dikutip dari Lang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J, Lang GE,
Recker D, Spraul CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.

2. Discharge (sekret).
Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah
eksudat(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari etiologinya.6
3. Chemosis ( edema conjunctiva ).

Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada konjungtivitis alergik akut tetapi
dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut atau konjungtivitis
meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral. Chemosis dari
konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis. Meskipun jarang,
chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau eksudasi seluler gross.6

4. Epifora (pengeluaran berlebih air mata).


Lakrimasi yang tidak normal(illacrimation) harus dapat dibedakan dari
eksudasi. Lakrimasi biasanya mencerminkan lakrimasi sebagai reaksi dari badan
asing pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi toksik. Juga dapat
berasal dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal. Transudasi ringan
juga ditemui dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah aktifitas
pengeluaran air mata. Jumlah pengeluaran air mata yang tidak normal dan disertai
dengan sekresi mukus menandakan keratokonjungtivitis sika. 6
5. Pseudoptosis.
Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya infiltrasi
sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra
superior. 6
6. Hipertrofi folikel.

Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari konjungtiva
dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat dikenali
sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan
menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan
mengitarinya. Terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada
semua kasus konjungtivitis klamidial kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada
beberapa kasus konjungtivitis parasit, dan pada beberapa kasus konjungtivitis
toksik diinduksi oleh medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik.
Folikel pada forniks inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik
yang terbatas, tetapi ketika diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus
superior), harus dicurigai adanya konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik
(mengikuti medikasi topikal). 6

Gambar 5. gambaran klinis dari folikel


Dikutip dari James B, Chew C, Bron A. Conjunctiva, Cornea and Sclera. Dalam: Lecture Notes on
Ophthalmology. 9th edition. India: Blackwell Publishing; 2003

7. Hipertrofi papiler.

Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena konjungtiva terikat
pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh darah yang
membentuk substansi dari papilla(bersama dengan elemen selular dan eksudat)
mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang
menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi akan
terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti sebuah gundukan.
Pada kelainan yang menyebabkan nekrosis(contoh,trakoma), eksudat dapat
digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat. Ketika papila berukuran
kecil, konjungtiva biasanya mempunyai penampilan yang halus dan merah
normal. Konjungtiva dengan papila berwarna merah sekali menandakan kelainan
disebabkan bakteri atau klamidia(contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah
sekali merupakan karakteristik dari trakoma akut). Injeksi yang ditandai pada
tarsus superior, menandakan keratokunjungtivitis vernal dan konjungtivitis giant
papillary dengan sensitivitas terhadap lensa kontak; pada tarsal inferior, gejala
tersebut menandakan keratokonjungtivitis atopik. Papila yang berukuran besar
juga dapat muncul pada limbus, terutama pada area yang secara normal dapat
terekspos ketika mata sedang terbuka(antara jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan
10). Di situ gejala nampak sebagai gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea.
Papila limbal adalah tanda khas dari keratokonjungtivitis vernal tapi langka pada
keratokonjungtivitis atopik. 6

8. Membran dan pseudomembran.

Merupakan reaksi konjungtiva terhadap infeksi berat atau konjungtivitis toksis.


Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman/bahan toksik. Bentukan ini terbentuk
dari jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya dapat diangkat dengan
mudah baik yang tanpa perdarahan(pseudomembran) karena hanya merupakan
koagulum pada permukaan epital atau yang meninggalkan permukaan dengan
perdarahan saat diangkat(membran) karena merupakan koagulum yang
melibatkan seluruh epitel. 6

9. Phylctenules.

Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin


yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada mulanya
terdiri dari perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah.
Ketika berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai
banyak leukosit polimorfonuklear. 1,6

10. Formasi pannus.

Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan Bowman dan


epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana
menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi
terjadinya invasi pembuluh darah. 1,6

Gambar 8. Pannus tampak pada mata pasien konjungtivitis

Dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th edition.
hal. 63-81

11. Granuloma.

Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah dan
terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik seperti
tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma
jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma muncul
bersamaan dengan bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan submandibular
pada kelainan seperti sindroma okuloglandular Parinaud. 1,6
Gambar 17 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma okuloglandular Parinaud.
dikutip dari
Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th edition. hal.
63-81

12. Nodus limfatikus yang membengkak.

Sistem limfatik dari regio mata berjalan menuju nodus limfatikus di


preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang membengkak mempunyai
arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda diagnostik dari konjungtivitis
viral. 1,6

2.4. Klasifikasi Konjungtivitis

Konjungtivitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

2.4.1. Konjungtivitis Bakteri

Suatu jenis konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri yaitu infeksi bakteri
Gonokok, Meningokok, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Hemophilis influenzae, dan Escherichia coli.4 Terdapat dua bentuk konjungtivitis
bakteri yaitu akut (termasuk hiperakut dan subakut) dan kronik. Konjungtivitis
bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri, berlangsung kurang dari 14
hari. Sebaliknya, konjungtivitis hiperakut (purulen) yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria meningitidis yang dapat menimbulkan
komplikasi mata berat bila tidak diobati sejak dini. Konjungtivitis kronik biasanya
sekunder terhadap penyakit pelpebra atau obstruksi ductus nasolacrimalis.5

Konjungtivitis bakteri hiperakut disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae,


Neisseria kochii, dan Neisseria meningitidis, ditandai oleh eksudat purulen yang
banyak. Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat
yang disertai dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat
patogen, virulen dan sangat bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap
kuman ini sangat berat. Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonore
merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia secara endemik. Pada
neonatus, infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang
pada bayi, penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit
tersebut.5

2.4.2. Konjungtivitis Kataralis Epidemika

Konjungtivitis kataralis epidemika biasa disebut juga konjungtivitis


mukopurulenta yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada
konjungtiva. Selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan
permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis kataralis epidemika dapat
ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan
biasanya menyebabkan mata sering berair, gatal dan banyak kotoran mata.
Penyebab paling umum adalah Streptococcus pneumoniae pada iklim sedang dan
Haemophilus aegyptius pada iklim tropis.1,5

Gambaran klinis adalah injeksi konjungtiva dan hipereni konjungtiva tarsal,


tanpa folikel, tanpa cobble-stone dan tanpa flikten. Pada konjungtivitis kataralis
epidemika berbentuk sekret serus, mukus atau mukopurulen, tergantung
penyebabnya. Konjungtivitis kataralis epidemika dapat menyertai blefaritis atau
obstruksi duktus nasolakrimal. Gejala-gejala umum konjungtivitis ini dapat
disertai maserasi lateral maupun medial. Radang konjungtiva demikian juga
disebut sebagai konjungtivitis angular. Beberapa jenis konjungtivitis dapat disertai
kelainan pada kornea, biasanya berupa keratitis pungtata superfisial.
Konjungtivitis kataralis epidemika dapat bersifat akut atau kronik, tergantung
penyebabnya. 5

2.4.3. Konjungtivitis Virus3

Konjungtivitis virus atau viral adalah suatu penyakit umum yang dapat
disebabkan oleh berbagai jenis virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat
yang dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri
dan dapat berlangsung lebih lama dari pada konjungtivitis bakteri. Konjungtivitis
ini terutama disebabkan oleh adenovirus dan herpes simplex virus adalah virus
yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga disebabkan oleh virus
varicella zoster, piconavirus (enterovirus 70, coxsackie A24), poxvirus, dan
immunodeficiency virus.15

a. Keratokonjungtivitis Epidemika

Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan adenovirus 8, 19, 29, dan 37


(subgrup D adenovirus manusia). Awalnya sering pada satu mata saja, dan
biasanya mata pertama lebih parah. Keratokonjungtivitis epidemika pada orang
dewasa terbatas di bagian luar mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat
gejala-gejala sistemik infeksi virus, seperti demam, sakit tenggorokan, otitis
media, dan diare. 1

b. Konjungtivitis Hemoragika Akut

Konjungtivitis ini disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan coxsackievirus


A24.3 Konjungtivitis hemoragika akut merupakan konjungtivitis disertai
timbulnya perdarahan konjungtiva.4 Perdarahan konjungtiva umumnya difus,
tetapi awalnya

dapat berupa bintik-bintik, mulai dari konjungtiva bulbaris superior dan menyebar
ke bawah. 1

2.4.4. Trachoma

Trachoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, pada mulanya suatu


konjungtivitis folikular kronik pada masa kanak-kanak yang berkembang hingga
terbentuknya parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu mata ke dalam
terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva yang berat.
Abrasi terus menerus oleh bulu mata yang membalik dan defek film air mata
menyebabkan parut kornea, umumnya setelah usia 30 tahun. 1
2.4.5 Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering, dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistim
imun.16 Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di
konjungtiva adalah reaksi hipersensxitivitas tipe 1.17 . 1

a. Konjungtivitis Vernal

Konjungtivitis vernal adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas tipe 1


yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar
dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret
gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil. Pada kornea terdapat keratitis,
neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat benjolan di daerah
limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat di
dalam benjolan. Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai “konjungtivitis
musiman” atau “konjungtivits musim kemarau”, yang merupakan penyakit
bilateral yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahun-tahun
prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. 1

Pada tipe palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat


pertumbuhan papil yang besar (Cobble Stone) yang diliputi sekret yang mukoid.
Konjungtiva tarsal inferior hiperemi, edema terdapat papil halus dengan kelainan
kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak
sebagai tonjolan berbentuk poligonal dengan permukaan yang rata dan dengan
kapiler di tengahnya. Sedangkan pada bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus
superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot
yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di begian epitel limbus
kornea, terbentuk pannus, dengan sedikit eosinofil. (sidharta). Terdapat kotoran
mata berserabut dan pseudomembran fibrinosa ( tanda Maxwell-Lyons), sebuah
pseudogerontoxon (kabut serupa busur) sering terlihat pada kornea dekat papila
limbus. Mikropannus sering tampak pada keratokonjungtivitis vernal palpebr dan
limbus, tetapi pannus besar jarang dijumpai. Parut knjungtiva biasanya tidak ad,
kecuali pasien yang menjalani krioterapi, pengangkatan papila, iriadiasi, atau
prosedur yang dapat merusak lainnya. Biasanya disertai kertokonus. 1,5

Keratokonjungtivitis vernal biasanya dapat sembuh sendiri. Kombinasi antara


anti histamin dan pengobatan pada kasus sedang hingga berat, Pemakaian steroid
topikal atau sistemik akan dapat menyembuhkan, tetapi pemakaian jangka
panjang sangat merugikan. Dapat diberikan kompres dingin, vasokonstriktor,
natrium karbonat. Dan dapat juga tidur diruangan sejuk ber-AC dapat membuat
pasien nyaman. 1,5

Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati dengan natrium Cromolyn


topikal. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder disertai siklopegik. 1

b. Konjungtivitis Flikten

Konjungtivitis flikten merupakan nodular yang disebabkan alergi terhadap


bakteri atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi
akibat reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokok,
limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi di tempat lain
dalam tubuh.4 Pada Flikten konjungtiva jarang menimbulkan parut, sedangkan
flikten kornea selalu meninggalkan parut. Fliktenula konjungtiva biasanya hanya
menimbulkan iritasi dan air mata, tetapi fliktenula di kornea dan limbus umumnya
disertai fotofobia hebat. Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan
menghilangkannya. 1

c. Konjungtivitis Atopik

Konjungtivitis atopik merupakan reaksi alergi selaput lendir mata atau


konjungtiva terhadap polen, disertai dengan demam. Memberikan tanda dengan
mata berair, bengkak, belek berisi eosinofil.1

d. Konjungtivitis iatrogenik
Konjungtivitis akibat pengobatan yang diberikan dokter. Berbagai obat dapat
memberikan efek sampng pada tubuh, demikian pula pada mata yang dapat terjadi
dalam bentuk konjungtivitis. 1

e. Sindrom Steven Johnson

Sindrom Steven Johnson adalah suatu penyakit eritema multiform yang berat
(mayor). Penyakit ini sering ditemukan pada usia 35 tahun. Penyebabnya diduga
suatu alergi pada orang yang mempunyai predisposisi terhadap obat – obat
sulfonamid, barbiturat, salisilat. Ada pula yang beranggapan bahwa penyakit ini
idiopatik dan sering ditemukan sesudah suatu infeksi herpes simpleks. Terdsapat
trias gangguan : Kertokonjungtivitis sika, xerostomia, dan disfungsi jaringan ikat
(arttritis). Setidaknya dalam mendiagnosis diperlukan 2 dari tiga trias tersebut. 1

Kelainannya dapat berupa lesi pada kulit berupa lesi eritema yang dapat
timbul mendadak dan tersebar secara simetris. Mata merah dengan demam dan
kelemahan umum dan sakit pada sendi merupakan keluhan penderita dengan
sindrom Steven Johnson. Juga disertai dengan gejala vesikel pada kulit, bula, dan
stomatitis ulseratif. 1

Pada mata terdapat vaskularisasi kornea, parut konjungtiva, konjungtiva


kering, simblefaron, tukak dan perforasi kornea dan dapat memberikan penyulit
endoftalmitis. Kelainan mukosa dapat berupa konjungtivitis pseudomembran. 1

Pengobatan dengan kortikosteroid sistemik dan infus cairan antibiotik.


Pembersihan lokal pada mata berupa pembersihan sekret yang timbul , midriatika,
steroid, topikal dan mencegah simblefaron. Hati – hati penggunaan kortikosteroid
terhadap adanya infeksi herpes simpleks. 1

f. Konjungtivitis “Hay Fever”

Merupakan radang konjungtivitis ringan, dimana biasanya terdapat riwayat


alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan. Pasien mengeluh gatal,
kemerahan, berair mata dan sering mengatakan matanya seakan –akan “tenggelam
dalam jaringan sekitarnya”. Terdapat injeksi ringan di konjungtiva palpebralis dan
konjungtiva bulbaris; selama serangan akut sering ditemukan kemosis berat.
Terdapat sedikit kotoran mata, khususnya setelah pasien mengucek matanya.
Eosinofil sulit ditemukan pada kotoran konjungtiva. Jika alergennya menetap
dapat timbul konjungtiviti papilar. 1

Pengobatan dilakukan dengan penetesan vasokonstriktor- antihistamin topikal.


Kompres dingin membantu mengatasi gatal –gatal, dan antihistamin per oral
hanya sedikit manfaatnya. Sering terjadi kekambuhan kecuali bila antigennya
dihilangkan. 1

g. Konjungtivitis Papilar Raksasa

Konjungtivitis papilar raksasa dengan tanda dan gejala yang mirip


konjungtivitis vernal dapat dijumpai pada pasien pengguna lensa konak atau mata
buatan dari plastik. Penyakit ini merupakan hipersensitivitas tipe lambat yang
kaya basofil (hipersensitivitas Jones-Mote), dengan komponenIg E humoral.
Mengganti prostesis mata plastik dengan kaca dan memakai kaca mata bukan
lensa kontak dapat menyembuhkan. Bila lensa kontak masih ingin digunakan,
diperlukan perawtan tambahan. Perwatan lensa kontak yang baik, termasuk
dengan zat bebas pengawet sangat penting. Desinfeksi dengan hidrogen peroksida
dan pembersihan lensa kontak secara enximatik juga menolong. Dapat juga
dengan mengganti lensa kontak ke jenis weekly dispossible atau daily dispossible
dapat diperlukan bila cara – cara lain tidak menolong. Tetapi apabila seluruh
tindakan gagal, maka pemakaian lensa kontak harus dihentikan. 1

2.4.6. Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan


merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya
bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan
sistim imun terganggu. Selain Candida Sp, penyakit ini juga dapat disebabkan
oleh Sporothrix schenkii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis
walaupun jarang.1
2.4.7. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan


substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan
yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis,
seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa
nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu
penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang
seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet
yang toksik atau menimbulkan iritasi.1

2.4.8. Konjungtivitis Folikulosis

Gangguan konjungtiva non-inflamasi bilateral, jinak, yang tersebar luas yang


ditandai dengan hipertrofi folikular. Dimana lebih sering pada anak – anak
daripada orang dewasa dan gejalanya minimal. Folikelnya lebih banyak di dalam
cul de sac inferior dibandingkan cul de sac superior dan konjungtiva tarsalis.
Tidak ada peradangan atau hipertrofi papilar, dan tidak terjadi komplikasi. 1

Tidak terdapat pengobatan untuk folikulosis karena stelah berlangsung selama


2-3 tahun akan menghilang secara spontan. Pneyebabnya tidak diketahui, tetapi
folikulosis kemungkinan hanya manifestasi dari hipertrofi adenoid generalisata. 1
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P dan Whitcher JP. Vaughan & asbury oftalmologi umum;


alih bahasa, Brahm U. Pendit; editor edisi bahasa indonesia, Diana
Susanto.Ed 17.Jakarta: EGC, 2009. h 97-139.
2. Junqueira, L.C., Carneiro, J., 2007. Sistem Fotoreseptor dan
Audioreseptor. Dalam: Junqueira, L.C., Carneiro, J (ed). Histologi Dasar:
Text & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC, 463.
3. Tortora, G.J., Derrickson, B.H., 2009. The Special Senses. In: Tortora,
Gerard J., Derrickson, Bryan H. (eds). Principles of Anatomy and
Physiology. 12th edition. New York: John Wiley & Sons, Inc, 605-611.
4. Khurana AK. Comprehensive ophtalmology. 4th Ed. New Delhi: New Age
International (P) Limited, 2007. h 54.
5. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Jakarta: FKUI, 2010.
6. Lang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J,
Lang GE, Recker D, Spraul CW, Wagner P. Ophthalmology: a short
textbook. New York: Thieme; 2000.
7. James B, Chew C, Bron A. Conjunctiva, Cornea and Sclera. Dalam:
Lecture Notes on Ophthalmology. 9th edition. India: Blackwell Publishing;
2003
8. Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic
Approach. 5th edition. hal. 63-81

Anda mungkin juga menyukai