PINGUEKULITIS
Diajukan kepada :
dr. Sri Yunihartati, Sp.M
Disusun oleh :
Berlian Chevi Agustina
2018 4010030
A. PENGALAMAN
C. ANALISIS
1. PINGUEKULITIS DAN PATOFISIOLOGINYA
a. Definisi
Histologi
Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris bertingkat,
superfisial, dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas caruncula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa bertingkat.
Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus.
Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air
mata prakornea secara merata. Sel-sel epitel basak berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel
superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi
menjadi satu lapisan adenoid
(superfisial) dan satu lapisan fibrosa
(profundus). Lapisan adenoid
mengandung jaringan limfoid dan di
beberapa tempat dapat mengandung
struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan
penyambung yang melekat pada lempeng tarsus.
Kelenjar lakrimalis aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring) yang struktur dan fungsinya
mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di
forniks atas, sisanya ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas.
Arteri–arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua
arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya
mengikuti pola arterinya membentuk jaring – jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan
bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang
kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini
hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri (Vaughan, 2010). Histologi konjungtiva :
1. Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya sekitar 5 sel.
Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar sebelum sel tersebut terlepas
dari permukaan. Sel goblet terdapat di dalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan
terdapat di inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks, dimana jumlahnya sekitar 5 –
10% jumlah sel basal (Ilyas dan Yulianti, 2012).. Lapisan epitel konjungtiva terdiri
dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal.
Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel – sel epitel
skuamosa. Sel – sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel – sel superfisial dan
di dekat limbus dapat mengandung pigmen (Vaughan, 2010).
2. Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan
pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial)
dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3
bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat
papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
c. Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang di
permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Ini
memiliki suplai limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah. Mukus
dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen
penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya infeksi.
Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden
dengan aliran di kelopak mata. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :
Gambaran Histopatologi
c. Peningkatan vaskularisasi
Tidak ada dari temuan ini yang khusus, namun mereka hampir tidak berubah.
Selain epitel yang melapisi dikatakan menipis, epitel dapat pula hiperplastik atau
displastik (dalam hal diagnosis utama adalah displasia). Mungkin terdapat pula fokus
keratinisasi.
e. Etiologi
Lesi degeneratif dari konjungtiva bulbar ini terjadi sebagai hasil dari radiasi sinar
ultraviolet (UV), namun sering juga dihubungkan dengan iritasi benda iritan seperti
debu. Sel epithelium yang melapisi pinguekula dapat saja normal, menipis, atau
menebal. Sementara kalsifikasi jarang terjadi.
Pinguekula biasanya terjadi secara bilateral, karena kedua mata mempunyai
kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultra violet, debu dan kekeringan.
Daerah nasal konjungtiva relatif mendapat sinar ultra violet yang lebih banyak
dibandingkan dengan konjungtiva yang lain, karena disamping kontak langsung, juga
dari pantulan hidung. Hal ini mengakibatkan pinguekula lebih sering terjadi pada
daerah nasal konjungtiva.
Pinguekula dianggap terjadi akibat degenerasi atau degradasi serat kolagen
dalam konjungtiva. Degenerasi konjungtiva menciptakan deposit dan pembengkakan
jaringan yang biasanya akan datar.
Pinguekula lebih umum terjadi pada orang paruh baya atau lebih tua. Hal ini
karena seiring bertambahnya usia, kelenjar lakrimalis mulai menurun fungsinya untuk
membasahi mata sehingga mata cenderung kering dan tidak terlindungi. Namun,
mereka bisa muncul lebih awal jika seseorang di bawah sinar matahari sangat sering.
Pinguekula mungkin bertambah parah dari waktu ke waktu dan tumbuh lebih besar
terutama jika perlindungan terhadap matahari tidak digunakan. Pinguekula biasa tidak
memerlukan pengobatan dan bila mengganggu kosmetik kadang-kadang dilakukan
eksisi. Namun, apabila terlihat adanya tanda peradangan atau terjadi pinguekulitis.
2. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala saat anamnesis dan hasil
pemeriksaan. Pada pinguekulitis secara umum dilakukan pemeriksaan inspeksi
menggunakan slit lamp (Caesarina, 2012).
a. Gejala Klinis
Dalam keadaan iritasi, keluhan biasanya terasa seperti ada benda asing disertai
adanya hiperemi akibat injeksi konjungtiva. Penderita umumnya datang pada dokter
karena adanya peradangan tersebut, atau karena penonjolan yang jelas sehingga
penderita khawatir akan terjadi suatu keganasan, atau karena alasan kosmetik (Perdami,
2010).
b. Faktor Resiko
2. Iritasi Kronik
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area konjungtiva merupakan pendukung
terjadinya pinguekula. Iritasi yang disebabkan oleh debu mengakibatkan lisis lapisan
lipid pada film air mata dan prosesnya terus berlanjut jika terpapar dalam waktu yang
lama sehingga mempengaruhi permukaan konjungtiva. Kelembaban yang rendah, dan
trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye juga dapat menyebabkan pinguekula.
c. Tanda
Biasanya kondisinya stasioner Bercak segitiga berwarna kuning keabuan dekat
limbus dengan puncak di perifer ( menjauhi limbus). Bisa terlihat tanda peradangan (
adanya pelebaran pembuluh darah sekitar bercak ) disebut pinguekulitis.
Penonjolan berwarna kuning-putih (yellow-white deposits/deposit subepithelial
yang amorf) yang terletak di dekat limbus pada zona interpapebral. Berbeda dengan
pterigium yang berbentuk seperti baji dan merupakan jaringan fibrosis yang tumbuh ke
arah kornea. Pada pinguekula, penonjolan yang merupakan degenerasi hialin jaringan
submukosa konjungtiva hanya akan ada di bagian sklera, tidak mencapai pada bagian
kornea. Pinguekula dapat membesar secara bertahap dalam periode waktu yang lama.
Inflamasi berulang dan iritasi okuli mungkin dijumpai.
Secara histopatologi, jaringan kolagen subepitelial menjadi berfragmen,
bergelombang, dan lebih basofilik dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Jaringan juga
diwarnai dengan pewarna jaringan elastic dan bukan jaringan yang tidak elastic.
Jaringan ini biasanya tidak elastik terhadap terapi dengan elastase yang tidak mencegah
pewarnaan positif untuk elastin. Jenis degenerasi kolagen ini, sebagaimana karakteristik
pewarnaan pada jaringan elastic disebut elastoid atau degenerasi elastotik atau secara
sederhana, elastosis.
3. PENATALAKSANAAN
I. Identitas Pasien
Nama : An. MN
Usia : 12
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Saragan, Magelang
II. Anamnesis
Keluhan Utama
Mata kanan merah dan terasa mengganjal.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Mata RSUD Tidar Magelang
dengan keluhan mata mata kanan merah dan terasa mengganjal untuk
berkedip sejak 4 hari. Awalnya terdapat benjolan putih di mata kanan
kemudian perlahan mata menjadi merah. Sensasi gatal dirasakan hilang
timbul pada mata kanan. Keluhan mata berair dan lengket saat bangun
tidur disangkal. Pasien tidak mengeluhkan adanya pandangan kabur
ataupun terasa silau jika terkena matahari. Pasien tidak merasa matanya
terkena debu atau benda asing sebelumnya, pasien juga tidak melakukan
aktivitas yang beresiko terhadap mata. Pasien sudah mengobati dengan
tetes mata dari apotek namun keluhan belum membaik.
Satu minggu sebelumnya, ayah pasien menderita sakit mata namun
sudah sembuh. Pasien memiliki riwayat asma saat masih berumur 7
tahun dan rutin menggunakan obat hisap namun saat ini tidak pernah
kambuh lagi. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat.
Pasien adalah seorang pelajar kelas 1 SMP yang sehari-hari
bersekolah dari pukul 7.30 hingga 15.30. Pasien mengikuti
ektrakulikuler robotik di sekolahnya. Pasien gemar berolahraga sepak
bola. Sehari-hari pasien makan nasi lauk sayur dan buah. Adanya
konsumsi rokok dan alkohol disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa : disangkal
Riwayat HT : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : positif
V. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan OD OS Penilaian
1. Sekitar mata Kedudukan alis Kedudukan alis Simetris, scar (-)
(supersilia) baik, scar (-) baik, scar (-)
Kelopak mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Ptosis (-) spasme
(-)
- Lebar rima 10 mm 10 mm Normal 9-13 mm
- Kulit N N Hiperemis (-)
tumor (-)
- Tepi kelopak N N entropion (-)
ekstropion(-)
2. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar glandula N N Dakriodenitis (-)
lakrimalis
- Sekitar sacus N N Dakriosistitis (-)
lakrimalis
- Uji flurosensi - - -
- Uji regurgitasi N N Cairan keluar
dari punctum
lakrimalis (-)
- Tes Anel - - -
3. Bola Mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Saraf dan otot
penggerak mata
normal
- Ukuran N N exophtalmus (-)
mikroftalmus (-)
4. TIO
Palpasi N N Tekanan normal
5. Konjungtiva
- Palpebra superior N N Hiperemis (-)
hordeolum (-)
- Forniks Cekung, dalam Cekung, dalam Cekung, dalam
- Palpebra inferior N N Hiperemis (-)
hordeolum(-)
- Bulbi Hiperemis (+), Hiperemis (-) Hiperemis (+),
benjolan berwarna benjolan
putih kekuningan berwarna putih
di bagian lateral kekuningan di
uk 2 mm bagian lateral uk
2 mm
6. Sklera Ikterik (-) Ikterik (-) Ikterik (-)
7. Kornea
- Ukuran Ø 12 mm Ø 12 mm
- Kecembungan N N Lebih cembung
dari sklera
- Permukaan N N Permukaan licin,
defek (-)
- Uji Flurosensi - - -
- Placido - - -
- Arcus senilis - - -
Kesimpulan Pemeriksaan
OD OS
Diagnosis kerja
OD : Pinguekulitis
VII. Terapi
Dexamethasone sodium phosphate 1 mg, Neomycin sulphate setara
neomycin base 5 mg 6xOD
Metilprednisolone 1-1-0 (4mg)
VIII. Prognosis
ad Visum : bonam
ad Sanam : bonam
ad Vitam : bonam
ad Comesticam : dubia et bonam
DAFTAR PUSTAKA
Caesarina, IR. 2012. Pinguekula. NTB: Universitas Mataram.
Chui J, Coroneo Tm, Et Al. Ophthalmic Ptrygium A Stem Cell Disorder With
Premalignant Features. The American Journal Of Pathology. 2011;178(2):817-27.
Ilyas S. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Ilyas S dan Yulianti SR (2012). Ilmu penyakit mata edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI.
Micha, Munro. 2011. Pinguecula and Pterygium.
http://www.faculty.sfasu.edu/munromicha/spe516/pinguecula_pterygium_simms.doc
– Diakses Oktober 2019
Perdami. 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: Perdami.
Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum. 2010. Widia Meka. Jakarta.