Anda di halaman 1dari 20

REFLEKSI KASUS

PINGUEKULITIS

Disusun Untuk Memenuhi Syarat


Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter
di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Kota Magelang

Diajukan kepada :
dr. Sri Yunihartati, Sp.M

Disusun oleh :
Berlian Chevi Agustina
2018 4010030

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

A. PENGALAMAN

Pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Mata RSUD Tidar Magelang dengan


keluhan mata mata kanan merah dan terasa mengganjal untuk berkedip sejak 4 hari.
Awalnya terdapat benjolan putih di mata kanan kemudian perlahan mata menjadi
merah. Sensasi gatal dirasakan hilang timbul pada mata kanan. Keluhan mata berair
dan lengket saat bangun tidur disangkal. Pasien tidak mengeluhkan adanya
pandangan kabur ataupun terasa silau jika terkena matahari. Pasien tidak merasa
matanya terkena debu atau benda asing sebelumnya, pasien juga tidak melakukan
aktivitas yang beresiko terhadap mata. Pasien sudah mengobati dengan tetes mata
dari apotek namun keluhan belum membaik.
Satu minggu sebelumnya, ayah pasien menderita sakit mata namun sudah
sembuh. Pasien memiliki riwayat asam saat masih berumur 7 tahun dan rutin
menggunakan obat hisap namun saat ini tidak pernah kambuh lagi. Pasien tidak
memiliki riwayat alergi obat.
Pasien adalah seorang pelajar kelas 1 SMP yang sehari-hari bersekolah dari
pukul 7.30 hingga 15.30. Pasien mengikuti ektrakulikuler robotik di sekolahnya.
Pasien gemar berolahraga sepak bola dalam seminggu 1-2 kali sepulang sekolah.
Sehari-hari pasien makan nasi, lauk, sayur dan buah. Adanya konsumsi rokok dan
alkohol disangkal.

B. MASALAH YANG DIKAJI?

1. Bagaimana bisa terjadi pinguekulitis?

2. Bagaimana cara penegakan diagnosis pinguekulitis?

3. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk pasien?

C. ANALISIS
1. PINGUEKULITIS DAN PATOFISIOLOGINYA

a. Definisi

Pinguekula adalah benjolan yang merupakan degenerasi hialin jaringan


submukosa konjungtiva pada konjungtiva bulbi. Letak bercak ini di daerah celah
kelopak mata, baik bagian temporal maupun nasal, terutama di bagian nasal.
Pinguekula dapat ditemukan pada orang tua, namun juga bisa pada orang dewasa dan
akan-anak, baik laki-laki maupun perempuan (Ilyas dan Yulianti, 2012; Perdami,
2010; Ilyas, 2009).

Pingekuela terlihat sebagai penonjolan berwarna putih hingga kuning keabu-


buan, berupa hipertrofi atau penebalan selaput lendir (Perdami, 2010). Pinguekulitis
merupakan peradangan dan pembengkakan pinguekula (Ilyas, 2009). Pembuluh darah
tidak masuk ke dalam pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi
(penguekulitis), maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang
melebar (Ilyas dan Yulianti, 2012).

b. Anatomi dan Histologi Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang


membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambung dengan
kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di
limbus.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital
di forniks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Konjungtiva bulbaris
melekat longgar pada kapsul tendon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat
kapsul tendon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm).
Lapisan konjungtiva bulbaris
yang tebal, lunak, dan mudah
bergerak (plica semilunaris) terletak
di kantus internus dan merupakan
selaput pembentuk kelopak mata
dalam pada beberapa hewan kelas
rendah. Struktur epidermoid kecil
semacam daging (caruncula)
menempel secara superficial ke
bagian dalam plica semilunaris dan
merupakan zona transisi yang
mengandung baik elemen kulit
maupun membran mukosa.

Histologi

Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris bertingkat,
superfisial, dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas caruncula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa bertingkat.
Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus.
Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air
mata prakornea secara merata. Sel-sel epitel basak berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel
superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi
menjadi satu lapisan adenoid
(superfisial) dan satu lapisan fibrosa
(profundus). Lapisan adenoid
mengandung jaringan limfoid dan di
beberapa tempat dapat mengandung
struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan
penyambung yang melekat pada lempeng tarsus.
Kelenjar lakrimalis aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring) yang struktur dan fungsinya
mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di
forniks atas, sisanya ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas.

Perdarahan, Limfatik, dan Persarafan


Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri ciliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua
arteri ini beranastomosis dengan bebas dan -bersama banyak vena konjungtiva yang umumnya
mengikuti pola arterinya- membentuk jaring-jaring vaskular konjungtiva yang sangat banyak.
Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung
dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva
menerima persarafan dari percabangan serabut nyeri yang relatif sedikit.

Arteri–arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua
arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya
mengikuti pola arterinya membentuk jaring – jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.

Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan
bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang
kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini
hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri (Vaughan, 2010). Histologi konjungtiva :

1. Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya sekitar 5 sel.
Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar sebelum sel tersebut terlepas
dari permukaan. Sel goblet terdapat di dalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan
terdapat di inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks, dimana jumlahnya sekitar 5 –
10% jumlah sel basal (Ilyas dan Yulianti, 2012).. Lapisan epitel konjungtiva terdiri
dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal.
Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel – sel epitel
skuamosa. Sel – sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel – sel superfisial dan
di dekat limbus dapat mengandung pigmen (Vaughan, 2010).

2. Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan
pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial)
dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3
bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat
papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

c. Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang di
permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Ini
memiliki suplai limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah. Mukus
dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen
penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya infeksi.
Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden
dengan aliran di kelopak mata. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :

1. Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi


kelopak dan bergabung ke lapis tarsal posterior (Ilyas dan Yulianti, 2012). Konjungtiva
palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di
tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior
dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris
(Vaughan, 2000).
2. Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva
palpebra dan bulbi.
3. Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan
epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade
Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus dimana dua lapisan
menyatu (Ilyas dan Yulianti, 2012).. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum
orbitale di forniks dan melipat berkali–kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva
bulbaris tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus
internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur
epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam
plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan
membran mukosa (Vaughan, 2010).

Gambar 2.2. Anatomi konjungtiva mata

d. Anatomi dan Histologi Sklera


Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang hampir
seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta berbatasan
dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus optikus di posterior. Pita-pita
kolagen dan jaringan elastin membentang di sepanjang foramen sklera posterior,
membentuk lamina cribrosa, yang diantaranya dilalui oleh berkas akson nervus optikus.
Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis jaringan elastik
halus, episklera, yang mengandung banyak pembuluh darah yang mendarahi sklera.
Lapisan berpigmen coklat pada permukaan dalam sklera adalah lamina fusca, yang
membentuk lapisan luar ruang suprakoroid.
Secara histologis, sklera terdiri atas banyak pita padat yang sejajar dan berkas-
berkas jaringan kolagen teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-16
mikrometer dan lebar 100-140 mikrometer. Struktur histologis sklera sangat mirip
dengan struktur kornea.

Gambaran Histopatologi

Pada gambaran histopatologi menunjukan degenerasi serat kolagen stroma


konjungtiva dengan menipisnya epitel permukaan dan disertai kalsifikasi akibat
perkembangannya yang lambat (Ilyas, 2009).

Ada 3 karakteristik pinguekula yang konsisten:


a. Degenerasi basofilik kolagen (elastosis).
Perubahan ini bermanifestasi sebagai nodul dari degenerasi basofilik
terfragmentasi (panah berlabel di fotomikrograf mag rendah di bawah dan panah no. 1).
Juga disebut degenerasi kolagen elastotic karena akan merosot noda hitam dengan
Verhoeff-van Gieson noda dan memberikan penampilan serat elastis. Kontroversi
muncul karena beberapa peneliti percaya sudah ada serat elastis yang terlibat sementara
yang lain menunjukkan elastase yang tidak menghilangkan noda tersebut. Ada juga
mungkin degenerasi kolagen urat saraf yang tidak basofilik.

b. Peradangan kronis di substantia propria.


Peradangan biasanya dimediasi oleh limfosit dan sel-sel inflamasi mononuklear.

c. Peningkatan vaskularisasi
Tidak ada dari temuan ini yang khusus, namun mereka hampir tidak berubah.
Selain epitel yang melapisi dikatakan menipis, epitel dapat pula hiperplastik atau
displastik (dalam hal diagnosis utama adalah displasia). Mungkin terdapat pula fokus
keratinisasi.
e. Etiologi

Terdapat terutama di daerah tropis dan berhubungan langsung dengan pajanan


sinar ultraviolet dan lingkungan berangin. Lebih sering pada orang dewasa yang sering
terpajan sinar matahari, debu, dan angin panas (Ilyas dan Yulianti, 2012; Perdami,
2010; Ilyas, 2009).
f. Patogenesis

Lesi degeneratif dari konjungtiva bulbar ini terjadi sebagai hasil dari radiasi sinar
ultraviolet (UV), namun sering juga dihubungkan dengan iritasi benda iritan seperti
debu. Sel epithelium yang melapisi pinguekula dapat saja normal, menipis, atau
menebal. Sementara kalsifikasi jarang terjadi.
Pinguekula biasanya terjadi secara bilateral, karena kedua mata mempunyai
kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultra violet, debu dan kekeringan.
Daerah nasal konjungtiva relatif mendapat sinar ultra violet yang lebih banyak
dibandingkan dengan konjungtiva yang lain, karena disamping kontak langsung, juga
dari pantulan hidung. Hal ini mengakibatkan pinguekula lebih sering terjadi pada
daerah nasal konjungtiva.
Pinguekula dianggap terjadi akibat degenerasi atau degradasi serat kolagen
dalam konjungtiva. Degenerasi konjungtiva menciptakan deposit dan pembengkakan
jaringan yang biasanya akan datar.
Pinguekula lebih umum terjadi pada orang paruh baya atau lebih tua. Hal ini
karena seiring bertambahnya usia, kelenjar lakrimalis mulai menurun fungsinya untuk
membasahi mata sehingga mata cenderung kering dan tidak terlindungi. Namun,
mereka bisa muncul lebih awal jika seseorang di bawah sinar matahari sangat sering.
Pinguekula mungkin bertambah parah dari waktu ke waktu dan tumbuh lebih besar
terutama jika perlindungan terhadap matahari tidak digunakan. Pinguekula biasa tidak
memerlukan pengobatan dan bila mengganggu kosmetik kadang-kadang dilakukan
eksisi. Namun, apabila terlihat adanya tanda peradangan atau terjadi pinguekulitis.

2. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosa ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala saat anamnesis dan hasil
pemeriksaan. Pada pinguekulitis secara umum dilakukan pemeriksaan inspeksi
menggunakan slit lamp (Caesarina, 2012).

a. Gejala Klinis

Penonjolan berwarna kuning-putih (yellow-white deposits) yang terletak di dekat


limbus (Perdami, 2010). Berbeda dengan pterigium yang berbentuk seperti baji dan
merupakan jaringan fibrosis yang tumbuh ke arah kornea. Pada pinguekula, penonjolan
yang merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva hanya akan ada di
bagian sklera, tidak mencapai pada bagian kornea (Micha, 2011).

Dalam keadaan iritasi, keluhan biasanya terasa seperti ada benda asing disertai
adanya hiperemi akibat injeksi konjungtiva. Penderita umumnya datang pada dokter
karena adanya peradangan tersebut, atau karena penonjolan yang jelas sehingga
penderita khawatir akan terjadi suatu keganasan, atau karena alasan kosmetik (Perdami,
2010).

b. Faktor Resiko

Faktor resiko yang mempengaruhi pinguekula adalah lingkungan yakni radiasi


ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.
1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pinguekula
adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi konjungtiva menghasilkan
kerusakan sel dan proliferasi sel. Paparan sinar ultraviolet ini dapat meyebabkan efek
mutagenik pada sel. Respon biologis pada sinar ini berefek akut dan kronik dan paparan
tertinggi akan diterima pada wilayah ekuator dan pada dataran tinggi. Efek ultraviolet
ini menimbulkan mutasi gen p53 (supressor tumor gene) sehingga dapat menyebabkan
pertumbuhan tumor pada konjungtiva.

2. Iritasi Kronik
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area konjungtiva merupakan pendukung
terjadinya pinguekula. Iritasi yang disebabkan oleh debu mengakibatkan lisis lapisan
lipid pada film air mata dan prosesnya terus berlanjut jika terpapar dalam waktu yang
lama sehingga mempengaruhi permukaan konjungtiva. Kelembaban yang rendah, dan
trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye juga dapat menyebabkan pinguekula.

c. Tanda
Biasanya kondisinya stasioner Bercak segitiga berwarna kuning keabuan dekat
limbus dengan puncak di perifer ( menjauhi limbus). Bisa terlihat tanda peradangan (
adanya pelebaran pembuluh darah sekitar bercak ) disebut pinguekulitis.
Penonjolan berwarna kuning-putih (yellow-white deposits/deposit subepithelial
yang amorf) yang terletak di dekat limbus pada zona interpapebral. Berbeda dengan
pterigium yang berbentuk seperti baji dan merupakan jaringan fibrosis yang tumbuh ke
arah kornea. Pada pinguekula, penonjolan yang merupakan degenerasi hialin jaringan
submukosa konjungtiva hanya akan ada di bagian sklera, tidak mencapai pada bagian
kornea. Pinguekula dapat membesar secara bertahap dalam periode waktu yang lama.
Inflamasi berulang dan iritasi okuli mungkin dijumpai.
Secara histopatologi, jaringan kolagen subepitelial menjadi berfragmen,
bergelombang, dan lebih basofilik dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Jaringan juga
diwarnai dengan pewarna jaringan elastic dan bukan jaringan yang tidak elastic.
Jaringan ini biasanya tidak elastik terhadap terapi dengan elastase yang tidak mencegah
pewarnaan positif untuk elastin. Jenis degenerasi kolagen ini, sebagaimana karakteristik
pewarnaan pada jaringan elastic disebut elastoid atau degenerasi elastotik atau secara
sederhana, elastosis.

3. PENATALAKSANAAN

Pinguekula biasa tidak memerlukan pengobatan dan bila mengganggu


kosmetik kadang-kadang dilakukan eksisi. Namun, apabila terlihat adanya tanda
peradangan atau terjadi pinguekulitis dapat diberi obat anti radang yang akan
mengurangi mata merah. Steroid topikal dapat mempercepat redanya peradangan.
Steroid topikal lem atau dexamethasone, dapat juga diberikan anti-inflamasi non-
steroid topikal seperti ketorolac trometapina. Dapat pula dianjurkan untuk
menghindari faktor-faktor pemicu rangsangan (Ilyas dan Yulianti, 2012; Perdami,
2010; Ilyas, 2009).Eksisi dilakukan untuk alasan kosmetik dan lesi besar yang
menyebabkan iritas.

Hendaknya pasien melakukan mengkonsumsi obat secara teratur dan kembali


untuk kontrol pada waktu yang telah ditentukan. Hindari mengucek mata karena dapat
memperparah iritasi. Setelah iritasi sembuh, sebaiknya pasien melindungi mata dari
faktor-faktor penyebab timbulnya iritasi ulang, misalnya dengan menggunakan
kacamata pelindung pada saat keluar rumah.
DOKUMENTASI

I. Identitas Pasien

Nama : An. MN
Usia : 12
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Saragan, Magelang
II. Anamnesis
 Keluhan Utama
Mata kanan merah dan terasa mengganjal.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Mata RSUD Tidar Magelang
dengan keluhan mata mata kanan merah dan terasa mengganjal untuk
berkedip sejak 4 hari. Awalnya terdapat benjolan putih di mata kanan
kemudian perlahan mata menjadi merah. Sensasi gatal dirasakan hilang
timbul pada mata kanan. Keluhan mata berair dan lengket saat bangun
tidur disangkal. Pasien tidak mengeluhkan adanya pandangan kabur
ataupun terasa silau jika terkena matahari. Pasien tidak merasa matanya
terkena debu atau benda asing sebelumnya, pasien juga tidak melakukan
aktivitas yang beresiko terhadap mata. Pasien sudah mengobati dengan
tetes mata dari apotek namun keluhan belum membaik.
Satu minggu sebelumnya, ayah pasien menderita sakit mata namun
sudah sembuh. Pasien memiliki riwayat asma saat masih berumur 7
tahun dan rutin menggunakan obat hisap namun saat ini tidak pernah
kambuh lagi. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat.
Pasien adalah seorang pelajar kelas 1 SMP yang sehari-hari
bersekolah dari pukul 7.30 hingga 15.30. Pasien mengikuti
ektrakulikuler robotik di sekolahnya. Pasien gemar berolahraga sepak
bola. Sehari-hari pasien makan nasi lauk sayur dan buah. Adanya
konsumsi rokok dan alkohol disangkal.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa : disangkal
Riwayat HT : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : positif

 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan sama : Ayah (+)
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal

III. Status Generalis


Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Baik
IV. Pemeriksaan Subjektif
Pemeriksaan Oculli dextra (OD) Oculli sinistra (OS)
Visus Jauh 6/6 6/6
Refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Visus Dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi sinar Dapat membedakan arah Dapat membedakan arah
sinar sinar

V. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan OD OS Penilaian
1. Sekitar mata Kedudukan alis Kedudukan alis Simetris, scar (-)
(supersilia) baik, scar (-) baik, scar (-)
Kelopak mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Ptosis (-) spasme
(-)
- Lebar rima 10 mm 10 mm Normal 9-13 mm
- Kulit N N Hiperemis (-)
tumor (-)
- Tepi kelopak N N entropion (-)
ekstropion(-)
2. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar glandula N N Dakriodenitis (-)
lakrimalis
- Sekitar sacus N N Dakriosistitis (-)
lakrimalis
- Uji flurosensi - - -
- Uji regurgitasi N N Cairan keluar
dari punctum
lakrimalis (-)
- Tes Anel - - -
3. Bola Mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Saraf dan otot
penggerak mata
normal
- Ukuran N N exophtalmus (-)
mikroftalmus (-)
4. TIO
Palpasi N N Tekanan normal
5. Konjungtiva
- Palpebra superior N N Hiperemis (-)
hordeolum (-)
- Forniks Cekung, dalam Cekung, dalam Cekung, dalam
- Palpebra inferior N N Hiperemis (-)
hordeolum(-)
- Bulbi Hiperemis (+), Hiperemis (-) Hiperemis (+),
benjolan berwarna benjolan
putih kekuningan berwarna putih
di bagian lateral kekuningan di
uk 2 mm bagian lateral uk
2 mm
6. Sklera Ikterik (-) Ikterik (-) Ikterik (-)
7. Kornea
- Ukuran Ø 12 mm Ø 12 mm
- Kecembungan N N Lebih cembung
dari sklera
- Permukaan N N Permukaan licin,
defek (-)
- Uji Flurosensi - - -
- Placido - - -
- Arcus senilis - - -

8. Camera oculi anterior


- Ukuran N N Dbn
- Isi Jernih, fler (-), Jernih, fler (-), Dbn
hifema (-), hifema (-),
hipopion (-) hipopion (-)
10.Iris
- Warna Coklat Coklat Coklat
- Bentuk Bulat Bulat Bulat
11. Pupil
- Ukuran Ø 4 mm Ø 4 mm Normal 3-5 mm
- Bentuk Bulat Bulat Bulat
- Tempat Sentral Sentral Sentral
- Tepi Reguler Reguler Reguler
- Reflek direct + + +
- Reflek indirect + + +
12. Lensa
- Ada/tidak Ada Ada dbn
- Kejernihan Jernih Jenih Jernih

- Letak Sentral, belakang Sentral, belakang Sentral, belakang


iris iris iris

Kesimpulan Pemeriksaan

OD OS

- Visus 6/6 - Visus 6/6


- Konjungtiva bulbi - Mata tenang
hiperemis (+), benjolan
berwarna putih kekuningan
di bagian lateral uk 2 mm.
VI. Diagnosis
Diagnosis banding
OD Pinguekulitis
OD Konjungtivitis akut
OD Pterigium

Diagnosis kerja
OD : Pinguekulitis

VII. Terapi
Dexamethasone sodium phosphate 1 mg, Neomycin sulphate setara
neomycin base 5 mg 6xOD
Metilprednisolone 1-1-0 (4mg)

VIII. Prognosis

ad Visum : bonam
ad Sanam : bonam
ad Vitam : bonam
ad Comesticam : dubia et bonam

DAFTAR PUSTAKA
Caesarina, IR. 2012. Pinguekula. NTB: Universitas Mataram.
Chui J, Coroneo Tm, Et Al. Ophthalmic Ptrygium A Stem Cell Disorder With
Premalignant Features. The American Journal Of Pathology. 2011;178(2):817-27.
Ilyas S. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Ilyas S dan Yulianti SR (2012). Ilmu penyakit mata edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI.
Micha, Munro. 2011. Pinguecula and Pterygium.
http://www.faculty.sfasu.edu/munromicha/spe516/pinguecula_pterygium_simms.doc
– Diakses Oktober 2019
Perdami. 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: Perdami.
Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum. 2010. Widia Meka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai