TONSILITIS
DISUSUN OLEH :
MOH.ADREZKI M.YUSUF
111 2020 2075
dr.Rismayanti Nawir,M.Kes,Sp.THT-KL
Judul : Tonsilitis
Menyetujui, Penulis
Dokter Pendidik Klinik
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat ini dengan judul “TONSILITIS” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu THT-KL
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis
mengalami kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran,
dan kritik dari berbagai pihak akhirnya referat ini dapat terselesaikan serta tak
lupa penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
tulisan ini.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan
rahmat yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan referat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan referat ini. Saya berharap sekiranya referat ini dapat
bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I....................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................2
2.1. Anatomi........................................................................................................2
2.2. Definisi..........................................................................................................8
2.3.Epidemiologi.................................................................................................8
2.4. Etiologi Tonsilitis......................................................................................10
2.5. Klasifikasi Tonsilitis 11...............................................................................10
2.5.1 Tonsilitis akut........................................................................................10
2.5.2 Tonsilitis kronik....................................................................................12
2.5.3 Tonsilitis membranosa........................................................................14
2.6. Diagnosis....................................................................................................19
2.6.1 Anamnesis...........................................................................................19
2.6.2 Pemeriksaan fisik.................................................................................20
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang......................................................................22
2.7 Tatalaksana.............................................................................................28
2.8 Komplikasi..............................................................................................31
2.9 Prognosis................................................................................................32
BAB III................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsil adalah massa yang terdiri atas jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Tonsil merupakan bagian dari Cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer tersusun atas tonsil tuba Eustachius (lateral band
dinding faring atau Gerlach’s tonsil), tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), dan tonsil lingual (tonsil pangkal lidah). Tonsil (faucial atau
palatofaringeus.
untuk antigen inhalasi dan ingesti. Epitel kripte mempunyai sistem kompleks
sel limfoid aktif imunologis. Empat zona (atau bagian) yang penting pada
proses antigen yaitu: epitel squamous khusus, area extrafolikuler (area kaya
14
sel T), lapisan folikel limfoid, dan pusat germinal folikel limfoid (sel B).
Jaringan limfoid utama pada traktus aerodigestivus adalah tonsil dan
organ ini tidak ditemukan adanya efek samping, tonsil dan adenoid memiliki
dari cicin waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets),
tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.
kronik dapat terjadi pada semua umur, namun lebih sering terjadi pada anak.
Faktor yang menjadi penyebab utama hal tersebut adalah ISPA dan tonsillitis
1
akut yang tidak mendapat terapi yang adekuat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
2.1.1 Faring
mirip corong dengan bagian atasnya yang lebar terletak di bawah cranium
vertebra cervicalis enam. Dinding faring terdiri atas tiga lapis yaitu mukosa,
1. Nasofaringx
dandinding lateral. Bagian atap dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan
dibentuk oleh permukaan atas palatum molle yang miring. Dinding anterior
berhubungan dengan atap. Dinding ini ditunjang oleh arcus anterior atlantis.
2. Orofaring
palatum mole, batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis, kedepan adalah
lateral. Bagian atap dibentuk oleh permukaan bawah palatum molle dan
isthmus pharygeus. Kumpulan kecil jaringan limfoid terdapat di dalam
sepertiga posterior lidah dan celah antara lidah dan permukaan anterior
lidah menuju ke epiglotis. Pada garis tengah terdapat elevasi, yang disebut
plica glosso epiglotica mediana, dan dua plica glosso epiglotica lateralis.
Lekukan kanan dan kiri plica glosso epiglotica mediana disebut vallecula.7
Dinding posterior disokong oleh corpos vertebra cervicalis kedua dan bagian
atas corpus vertebra cervicalis ketiga. Pada kedua sisi dinding lateral
tonsil palatina, fossa tonsila serta arcus pharynx anterior dan posterior,
dinamakan fossa supra tonsila. Fossa ini berisi jaringan ikat jarang dan
Fossa tonsila diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu
tonsila faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsila lingual yang ketiga-
yang biasanya disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Pada kutub
atas tonsil sering kali ditemukan celah 5 intratonsil yang merupakan sisa
kantong pharynx yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada
dinding lateral rongga mulut. Di depan tonsil, arkus faring anterior disusun
oleh otot palatoglosus, dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun
ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi
tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus
biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa
makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia pharynx yang sering
juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot pharynx,
mendapat darah dari arteri palatina minor, arteri palatine asendens, cabang
tonsil arteri maksila eksterna, arteri pharynx asendens dan arteri lingualis
dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh
duktus tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada
massa tiroid lingual (lingual thyroid) dan kista duktus tiroglosus. Vena-vena
3. Laryngofaring
posterior larynx, dan terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai dengan
posterior dan lateral. Dinding anterior dibentuk oleh aditus laryngis dan
membrane mukosa yang meliputi permukaan posterior laringDinding
dan keenam. Dinding lateral disokong oleh cartilage thyroidea dan membrane
thyrohyoidea. Sebuah alur kecil tetapi penting pada membrana, disebut fossa
2.2. Definisi
dari cincin Waldeyer Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius
udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua
2.3. Epidemiologi
infeksi bakterial lebih sering terjadi pada anak berusia 5-15 tahun. Group A
.4
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, tetapi jarang terjadi
pada anak usia < 2 tahun. Tonsilitis juga sangat jarang terjadi pada orang tua
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada anak-anak dengan puncaknya pada
masa remaja kemudian risikonya menurun hingga usia tua. Abses peritonsilar
Tonsilitis baik akut maupun kronik dapat terjadi pada semua umur,
namun lebih sering terjadi pada anak. Faktor yang menjadi penyebab utama
hal tersebut adalah ISPA dan tonsillitis akut yang tidak mendapat terapi yang
adekuat.4,5 Tonsilitis lebih umum pada anak- anak usia 5-15 tahun dengan
Tonsilitis akut terutama disebabkan oleh virus, seperti virus DNA untai
ganda (adenovirus manusia, Virus Epstein Barr), virus DNA untai tunggal
(Human Boca Virus), virus RNA untai tunggal (virus influenza dan para-
1. Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa
nyeri tenggorokan. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.
terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan
tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan
pasien. Terapi tonsillitis viral yaitu istirahat, minum cukup, analgetika, dan
kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis
detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning Bentuk
tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila
bercak- bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan
terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar sehingga
tonsil.
Gejala dan tanda tonsillitis bacterial yakni masa inkubasi 2-4 hari.
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan dan nyeri
waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi rasa lesu,nyeri di
sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di
telinga ini karena nyeri alih (reffered pain) melalui saraf n.glosofaringeus
mulut, tidur men- dengkur (ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada
proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan tenrs sehingga menembus kapsul
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
submandibula.
tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan
beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok,
Terapi tonsillitis kronik adalah terapi lokal ditujukan pada higiene mulut
dengan berkumur atau obat isap. Komplikasi pada tonsillitis kronik yakni
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
(a) Tonsilitis difteri, (b) Tonsilitis septik (sepfrb sore throat), (c) Angina Plaut
spesifik lues dan tuber-kulosis, (f) lnfeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan
1. Tonsilitis difteri
pada bayi dan anak. Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman micobacterium
diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas
bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak semua omng yang terinfeksi
oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti
toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0.03 satuan per cc
darah dapat dianggap memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai
tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2 - 5 tahun walaupun pada orang
Gejala dan tanda pada tonsillitis difteri dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala
a) Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu
tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah,
putih kotor. Yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk
napas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila
c) Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan
segera tanpa menunggu hasil kultur, dengan dosis 20.000 - 100.000 unit
hari. Kortikosteroid 1,2 mg per kg berat badan per hari. Antipiretik untuk
sumbatan. Makin muda usia pasien makin cepat timbul komplikasi ini.
Kelumpuhan otot palatum mole, otol mata untuk akomodasi, otot faring serta
ginjal.
2. Tonsilitis septik
terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di
didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin C.
tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding farirg, gusi serta
prosesus alveolans, mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar sub mandibula
membesar.
a) .Leukemia akut
gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil
membengkak ditutupi membran semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri
b).Angina agranulositosis
Penyebabnya ialah akibat keracunan obat dari golongan amidopirin,
sulfa dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring
serta di sekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di
c).lnfeksi mononukleosis
dalAm jumlah besar. Tanda khas yang lain ialah kesanggupan serum pasien
untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (reaksi Paul Bunnel)
2.6. Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Setiap gejala yang ditemukan diberi skor
tonsilitis berlangsung kurang dari 2 minggu maka diberi skor 1 dan apabila
berlangsung selama lebih dari 4 minggu atau menetap diberi skor 2. Total
tersebut.9 Diagnosis yang dilakukan oleh dokter saat ini masih dilakukan
diminta untuk membuka rongga mulut, terlebih lagi dengan waktu yang cukup
lama. Proses diagnosis dilakukan secara visual dan hasil yang subjektif
tergantung dari keahlian dokter. Untuk itu diperlukan suatu sistem yang dapat
pada pasien mengenai penyakit tonsilitis ini. Tonsilitis dapat dideteksi dengan
dengan menilai warna, besar, pelebaran muara kripte, ada tidaknya detritus,
nyeri tekan, dan hiperemis pada arkus anterior. Besar tonsil dinyatakan
dalam T0, T1, T2, T3, dan T4. T0 apabila tonsil berada di dalam fossa tonsil
atau telah diangkat. T1 apabila besar tonsil 1/4 jarak arkus anterior dan
tonsil 2/4 jarak arkus anterior dan uvula, dimana tonsil membesar ke arah
pilar tonsilar. T3 apabila besar tonsil 3/4 jarak arkus anterior dan uvula, atau
terlihat mencapai luar pilar tonsilar. T4 apabila besar tonsil mencapai arkus
sebagai prediksi klinik. Tes yang umum dilakukan selain temuan klinik adalah
kultur swab tenggorok dan rapid antigen testing. Skor Centor dapat
grup A. Skor Centor ini merupakan acuan tervalidasi untuk prediksi klinis
pada infeksi streptokokus pada pasien lebih dari 15 tahun. Hal ini
manifestasi nyeri tenggorok yang berbeda. (level bukti II, derajat rekomendasi
B).
Skor Centor diajukan pada tahun 1981 oleh Centor dkk setelah
286 pasien dewasa. Centor dkk menilai 4 tanda dan gejala untuk
dewasa yang mengalami nyeri tenggorok. Empat tanda dan gejala tersebut
anterior), adanya riwayat demam lebih dari 38°C, dan tidak ada riwayat
batuk. Masing-masing tanda dan gejala memiliki skor satu. Risiko terjadinya
infeksi streptokokus grup A tergantung jumlah skor dari tanda dan gejala.
pasien anak dan dewasa dengan tanda dan gejala yang mengarah pada
infeksi virus. (level bukti I, derajat rekomendasi A) Gejala dan tanda tersebut
antara lain konjungtivitis, coriza atau rhinorea, stomattis anterior dan ulkus
oral diskret, batuk, serak, diare, dan exanthem atau enanthem viral. Tes juga
tidak diperlukan pada anak kurang dari 3 tahun. (level bukti II, derajat
rekomendasi B)
Pada pasien dewasa, rapid antigen detection test dan kultur swab
tenggorok dianjurkan pada tanda dan gejala yang mengarah pada infeksi
malam, kaku badan, nodus limfe yang nyeri, pembengkakan tonsil atau
(Centers for Disease Control and Prevention) dan ACP (American College of
pada tonsil dan faring posterior, dengan menghindari mukosa bukal dan
berupa Stuart atau tioglikolat. Hasil swab kemudian dioleskan pada agar
diberikan.
memiliki hasil kultur dan/atau RAT positif untuk episode rekuren dalam
lebih). Selain itu, masih menjadi perdebatan apakah hasil kultur negatif
untuk menegakkan etiologi dari episode rekuren pada pasien dewasa ketika
kondisi khusus. (level bukti I, derajat rekomendasi A) Kondisi ini antara lain
bila pasien berada dalam risiko tinggi mengalami demam reumatik akut,
rekurennya gejala klasik yang kompatibel dengan faringitis streptokokus
terapi antibiotik selesai, kecuali gejala masih ada atau kambuh, serta pada
grup-A.
bergantung pada assay yang digunakan. Pada tes dengan sensitivitas tinggi,
kultur swab tenggorok tidak diperlu dilakukan lagi. (level bukti I, derajat
swab tenggorok diperlukan pada anak dan remaja. IDSA menyatakan kultur
swab tenggorok setelah RAT tidak diperlukan pada pasien dewasa dan AHA
Bahan diambil dari swab tenggorok dan hasilnya didapatkan dalam 10 menit.
Bermacam-macam tipe RAT dapat digunakan untuk diagnosis nyeri
spesifisitas lebih dari 90% dibandingkan dengan kultur swab tenggorok pada
agar darah. Nilai prediktif negatif RAT sangat tinggi berkisar antara 93%-
97% dan umumnya 95%. Sensitivitas RAT adalah 90% (antara 86% dan
94,8%) dibandingkan dengan kultur swab tenggorok pada agar darah. Nilai
prediktif positif RAT berkisar antara 77% dan 97%, umumnya sekitar 90%.
akurasi RAT, maka RAT seharusnya dilakukan oleh tenaga terlatih dan
tinggi pada RAT ketika dilakukan pada pasien dengan probabilitas yang
(skor Centor 0-2) maka tidak perlu rutin dilakukan pemeriksaan RAT.
RAT. Penggunaan RAT untuk diagnosis infeksi GABHS rekuren juga dinilai
terakhir, RAT memiliki sensitivitas yang mirip (91%) dan sensitivitas yang
sebelumnya
infeksi yang telah lampau, bukan infeksi sekarang. (level bukti I, derajat
rekomendasi A).
setelah infeksi terjadi dan mencapai puncaknya pada 3-5 minggu setelah
penyakit muncul. Antibodi ASO masih dapat ditemukan dalam darah dalam
kurun waktu minggu hingga bulan setelah infeksi streptokokus hilang. Hasil
titer ASO >200 IU atau lebih dari 166 Todd unit dinyatakan positif.
yang lebih baik untuk tata laksana nyeri tenggorok. Sehingga berdasarkan
bukti terkini, penggunaan biomarker tidak rutin dalam menilai nyeri tenggorok
2.7 Tatalaksana
2.7.1. Farmakologi
berikut.
A. Tonsilitis Akut
1. Tonsillitis viral
sebaiknya tirah baring, pemberian cairan adekuat, dan diet ringan. Analgesik,
2. Tonsillitis bakterial
B. Tonsilitis kronik
tonsilaris dengan alat irigasi gigi atau oral. Ukuran jaringan tonsil tidak
C. Tonsilitis Membranosa
1. Tonsillitis difteri
Anti difteri serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur,
dengan dosis 20.000 – 100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya
simtomatis. Pasien harus diisolasi karena penyakit ini dapat menular. Pasien
jaringan sekitarnya.
relatif.
1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil dalam 1 tahun dengan terapi
antibiotik adekuat.
antibiotik adekuat.
2.8 Komplikasi
yang utama dari tonsilitis dan 2,4% dari keadaan tersebut. Sedangkan
sebanyak 40%. Komplikasi lain dalam penelitian lain juga termasuk selulitis
serviks (13,33%), abses parafaringeal (6,67%), dan sepsis (6,67%) (Haidara
& Sibide, 2019). Sedangkan pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis
otot palatum mole, otot mata, otot faring, otot laring serta otot pernafasan
2.9 Prognosis
dalam 24-48 jam. Morbiditas dapat meningkat jika tonsilitis berulang sehingga
KESIMPULAN
Diagnosis dapat ditegakkan dengan mengetahui tanda dan gejala serta dapat
jaringan.
Secara umum, prognosis tonsilitis sangat baik dan dapat sembuh tanpa
komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
8. Windfuhr, J. P., Toepfner, N., Steffen, G., Waldfahrer, F., & Berner, R.
https://doi.org/10.1007/s00405-015-3872-6
10. Lanang, S. M., Rizal, A. & Ramatryana, I. N. A., 2015. Simulasi Deteksi
Indonesia.jakarta.
12. Adams, G. L., Boies, L. R. & Higler, P. A., 2012. BOIES Buku Ajar Penyakit
13. Rusmarjono & Soepardi, E. A., 2016. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi
Adenoid. In: A. A. Soepardi & N. Iskandar, eds. Telinga Hidung Tenggorokan &