Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN 19 JANUARI 2022


UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU

TRAUMATIK OPTIC NEUROPHATY

Disusun Oleh
Muh Yaqub Basri
16 20 777 14 397

Pembimbing
dr. Citra Azma Anggita, Sp.M., M.Kes

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Muh Yaqub Basri, S.Ked (16 20 777 14 397)


Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Al-Khairaat Palu
Judul Refka : Traumatic Optic Neuropathy (TON)
Bagian : Ilmu Kesehatan Mata

Bagian Kesehatan Mata


RSU Anutapura Palu
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 19 Januari 2022

Pembimbing Mahasiswa

dr. Citra Azma Anggita, Sp.M., M.Kes Muh Yaqub Basri, S.Ked

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Anatomy 2
2.2 Definisi 6
2.3 Etiologi 7
2.4 Epidemiologi 7
2.5 Patofisiologi 8
2.6 Gejala Klinis 10
2.7 Diagnosis 11
2.8 Tatalaksana 16
2.9 Diagnosis Banding 18
2.10 Prognosis 20
BAB III LAPORAN KASUS 21
BAB IV KESIMPULAN 28
DAFTAR PUSTAKA 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian


pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik. Akibat hal tersebut penglihatan
dapat berkurang oleh proses cedera mata. Munculnya reaksi pada defek aferen
pupil yang tidak diikuti dengan kelainan nyata pada retina. Beberapa tanda yang
bisa ditemukan berupa gangguan penglihatan warna dan lapangan pandang. Papil
saraf optik dapat terkesan normal dalam beberapa minggu hingga akhirnya
menjadi pucat.1
Diagnosis banding yang bisa ditemukan pada pasien dengan penurunan
penglihatan setelah cidera mata adalah trauma retina, perdarahan vitreus, trauma
yang mengakibatkan kerusakan kiasma optik. Sekitar 0,5-2% Neuropati optik
traumatik (NOT) terjadi pada cedera kepala dan lebih sering terjadi pada fraktur
kraniofasia. Penyebab spesifik meliputi kecelakaan sepeda dan sepeda motor,
cedera kepala oleh karena jatuh, serangan luka tusuk dan luka tembak. Pada suatu
laporan kasus menggunakan pencitraan computerized tomography (CT),
menyatakan bahwa sekitar setengah dari semua kasus TON yang ditemukan
terkait dengan proses fraktur tulang sphenoidal yang secara tidak langsung
melibatkan besarnya gaya kompresi yang didapatkan pada daerah impaksi.1,2,3
Prinsip pengobatan untuk Truamatic Optic Neuropathy (TON) adalah
dengan perawatan fase akut pada pasien dengan pemberian steroid. Bila dengan
pemberian steroid penglihatan pasien memburuk, maka diperlukan pertimbangan
dengan intervensi bedah. 1
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka akan dibahas referat mengenai
Neuropati Optik Traumatik (NOT) pada kasus pasien yang datang dengan keluhan
penurunan visus secara perlahan yang dirawat inap di ruang perawatan Gelatik
RSU Anutapura Palu.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomy
Persepsi dalam variasi bentuk, warna, dan ukuran impuls cahaya yang ada di
seluruh dunia bergantung pada bola mata yang bulat dan relatif kecil. Ada
beberapa bagian mata yang memungkinkan suatu objek dapat terdeteksi.
Namun, pengenalan dan interpretasi objek ini sangat bergantung pada saraf
optik.5
Saraf optik atau saraf kranial kedua, berfungsi membawa impuls saraf
sensorik melalui lebih dari satu juta sel ganglion retina menuju ke pusat visual
di otak. Sebagian besar serabut saraf optik akan menyampaikan informasi
mengenai penglihatan sentral.6

Gambar 1. Visual Pathway


(Sumber: Daniel M, Albert DG. Ecyclopaedia Britannicae. Inc. 2015)

2
Gambar 2. Anatomi Bulbi Oculi
(Sumber: Daniel M, Albert DG. Ecyclopaedia Britannicae. Inc.2015)

Saraf optik dimulai pada diskus optikus, sebuah struktur yang berdiameter
1,5 mm (0,06 inci) dan terletak di bagian belakang mata. Diskus optikus
terbentuk dari konvergensi serabut sel ganglion (disebut akson) yang keluar
dari mata. Ketika saraf muncul dari bagian belakang mata, saraf optik akan
melewati bagian orbit posterior (rongga mata) dan melalui kanal optik sebagai
bagian dari intrakranial di regio bawah dan depan otak. Pada titik ini, saraf
optik dari setiap mata bersatu dan membentuk struktur berbentuk X yang
disebut kiasma optikum.6

Gambar 3. Chiasma Opticum


(Sumber: Gibson M. TeachMe Anatomy. 2020)
(Sumber: Indasari ER. Sari Kepustakaan. Departemen Ilmu Kesehatan Mata. FK
UNDIP. 2020)

3
Gambar 4. Intraorbital, intracanalicular nervus opticum
(Sumber: Crumbie L. KenHub GebH. 2021)

Saraf optik memiliki tanggung jawab untuk mentransmisikan impuls cahaya


aferen yang secara khusus menuju ke otak. Mekanisme serupa juga terlibat
dalam beberapa bentuk refleks yang terkait dengan sistem okular. Saraf
optikum adalah struktur unik yang berfungsi sebagai jembatan antara lapisan
retina mata dan korteks visual otak.6,8
Parts Bagian intraokular: di cakram optik, tempat serat bergerak ke
daerah retro-orbital
Bagian intraorbital: berjalan dari bagian posterior bola mata
ke kanal optik serta dikelilingi oleh ketiga lapisan meningeal
Bagian intracanalicular: di dalam kanal optik tulang
sphenoid
Bagian intrakranial: berjalan superior ke diafragma sellae
dan sinus kavernosus, akhirnya membentuk kiasma optikum
Vaskularisasi Cabang oftalmik arteri karotis interna, arteri siliaris posterior,
arteri retina sentralis
Innervasi Serabut aferen visual: menghantarkan impuls visual dari
retina ke badan genikulatum lateral talamus
Serabut aferen pupil: mengatur refleks cahaya pupil
Serabut eferen: berjalan ke retina tetapi memiliki fungsi yang
tidak diketahui

4
Serat fotostatik: bertanggung jawab untuk refleks tubuh visual
Visual Nervus Opticum -> Tractus opticum -> Copus genikulatum
Pathway lateral -> radiasi optik -> korteks visual (area Brodmann 17)

Tabel 1. Tabel Komponen dan Pathway Nervus Optik


(Sumber: Crumbie L. KenHub GebH. 2021)

2.7.1 Intraocular
Saraf optikus regio intraokular berawal dari diskus optik atau disebut juga
optic nerve head (ONH), sebuah bagian di retina yang berwarna kuning cerah
pada pemeriksaan funduskopi. Panjang dari serabut saraf ini pada regio intra
okular berkisar antara 1,0 mm–1,02 mm. Serabut saraf optikus di diskus
optikus terbagi menjadi 4 lapisan, yaitu: lapisan serabut saraf superfisial
(superficial nerve fiber layer), area prelaminar, area laminar, dan area
retrolaminar. Seluruh lapisan serabut saraf optik intraokular tidak memiliki
selubung myelin, kecuali lapisan retrolaminar. Penambahan selubung myelin
pada lapisan retrolaminar menyebabkan diameter dari saraf optikus bertambah
menjadi ± 3 mm.8
2.7.2 Extracranial
Saraf optik dibentuk oleh konvergensi akson dari sel ganglion retina. Sel-sel
ini pada gilirannya menerima impuls dari fotoreseptor mata (batang dan
kerucut).7,8
Setelah pembentukannya, saraf meninggalkan os orbital melalui kanal optik,
sebuah lorong yang melewati tulang sphenoid (intrakanalikular). Ia memasuki
rongga tengkorak, berjalan di sepanjang permukaan fossa kranial tengah (di
dekat kelenjar pituitari). 7
2.7.3 Intracranial
Di dalam fossa kranial tengah, saraf optik dari setiap mata bersatu untuk
membentuk kiasma optikum. Pada kiasma, serat dari separuh bagian nasal
(medial) setiap retina menyeberang ke traktus optikus kontralateral, sedangkan
serat dari separuh bagian temporal (lateral) tetap ipsilateral:7

5
a. Saluran optik kiri – mengandung serat dari retina sisi temporal kiri (lateral),
dan retina sisi hidung kanan (medial).
b. Saluran optik kanan – mengandung serat dari retina sisi temporal kanan, dan
retina sisi hidung kiri.

Gambar 5. Visual Pathway, Anatomy Nerve Optic Intraorbital


(Sumber: Gibson M. TeachMe Anatomy. 2020)

2.2 Definisi
Traumatic Optic Neuropathy (TON) adalah setiap keadaan yang melibatkan
gangguan pada nervus opticum sebagai trauma sekunder. Kerusakan pada akson
saraf optik dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung yang
mengakibatkan kehilangan penglihatan baik sebagian ataupun seluruhnya. TON
merupakan kondisi yang sangat jarang namun dapat berpotensi mengancam
penglihatan penderita dan umumnya dietiologikan sebagai akibat cedera okuli
dan kepala. 2,3,4,9,10
Sebagai konsekuensi yang lebih buruk dari TON yaitu apabila melibatkan
kedua sarah optik.2 TON diklasifikasikan sesuai dengan etiologi yang
menyertainya, dimana hal tersebut sebenarnya tergantung dari lokus anatomi
yang mengalami cedera (papila nervus opticus, intraorbital, intracanalicular,
serta di intracranial) ataupun dapat didasarkan sesuai dengan mekanisme cedera
yang terjadi (direct and/or indirect).3,4,9

6
2.3 Etiologi
Traumatic Optic Neuropathy (TON) dietiologi sebagai trauma pada kepala
ataupun ocular yang menyebakan kerusakan pada struktural anatomi nervus
optik baik oleh mekanisme primer ataupun sekunder yang dapat mengancam
penglihatan. Penyebab spesifik dari TON dikaitkan dengan kecelakaan
bermotor, trauma kepala akibat terjatuh, serta luka akibat cedera tusuk maupun
tembakan.2,9
Berdasarkan kategori mekanisme terjadinya TON terbagi atas direct TON
(primer) dan indirect TON (sekunder). Direct TON ditandai sebagai kerusakan
yang signifikan terjadi pada struktural anatomi nervus optik berupa trauma
tembus orbita, trauma pada fragmen tulang di kanalis orbita, hematoma pada
selubung saraf, atau sebagai akibat dari avulsi saraf optik. 2,3,4,9
Direct TON
dapat dikaitkan dengan outcome yang buruk berupa penurunan penglihatan
berat serta minimnya kesempatan untuk dapat sembuh jika dibandingkan
dengan Indirect TON. Sedangkan indirect TON adalah keadaan yang
disebabkan oleh karena proses rudapaksa (akselerasi dan deselerasi) yang
terjadi pada cedera tumpul kepala ataupun pada bola mata. 9,11 Diduga
mekanisme cedera difus axon saraf optik dan kematian sel saraf diakibatkan
proses iskemik secara langsung dari mikrosirkulasi saraf optik dan apoptosis
neuron, menjadi mekanisme yang mendasari tipe ini.3
2.4 Epidemiologi
Secara keseluruhan insidensi TON diperkirakan 0,7-2,5 % pada kasus
cedera kepala, sementara kejadian dari indirect TON memiliki prevalensi lebih
tinggi dari kebanyakan kasus yaitu sekitar 0,5-5% kasus cedera tumpul kepala
diikuti 2,5 % dari kasus tersebut melibatkan fraktur mid-facial
(craniofacial).2,3,9
Bagian intrakanalikular merupakan lokasi paling umum dari kejadian
indirect TON (71,4%), diikuti pada bagian apeks orbital (16,7%). Keterlibatan
segmen intrakanalicular dan apeks orbital ditemukan pada 11,9% kasus.
Bagian intrakranial dari saraf optik yang berdekatan ke ligamen falciformis

7
adalah lokasi umum lain untuk cedera trauma saraf optik yang biasanya
ditemukan.9
Di Amerika Serikat angka kejadian TON terjadi sekitar 0,5-5% kasus pada
pasien dengan cedera kepala berat sementara itu, di United Kingdom
prevalensi TON pada populasi umum sebesar 1 dalam 1.000.000 populasi.2,3
TON memiliki predominan prevelensi gender. Telah dilaporkan, hingga
80% pasien dengan TON berjenis laki-laki dengan usia rata-rata 31 tahun, dan
21% lebih muda dari 18 tahun. Pernah terjatuh (26%), kecelakaan kendaraan
bermotor (21%), dan kasus penyerangan (21%) adalah etiologi umum dari
TON dari kebanyakan populasi. Namun, dalam mekanisme trauma, kecelakaan
bermotor (63%) dan terjatuh merupakan penyebab utamanya. TON terjadi pada
0,4% pasien dengan semua jenis trauma. Terdapat hubungan yang menonjol
antara TON dan cedera kepala, di mana semua pasien dengan TON mengalami
cedera kepala (dua pertiga dari mereka memiliki cedera kepala yang
signifikan). Namun, hanya 2,3% pasien dengan trauma kepala yang mengalami
TON bersamaan. Ciri-ciri epidemiologis TON pada pasien anak-anak mirip
dengan pada orang dewasa seperti pernah terjatuh (50%) dan kecelakaan
kendaraan bermotor (40%) merupakan penyebab paling umum TON pada
populasi anak-anak.3,9,10
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi TON belum sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa mekanisme
telah menjadi perhatian. Traumatic Optic Neuropathy (TON) dikategorikan
sebagai mekanisme primer atau sekunder. Proses mekanikal difus akson saraf
optik dan nekrosis karena iskemia langsung dari kerusakan ke mikrosirkulasi
saraf optik adalah mekanisme utama, sementara proses apoptosis neuron-
neuron yang awalnya mengalami perlekatan adalah TON sekunder. Banyak
pasien memiliki keterlibatan kedua mekanisme pada tingkat tertentu.9
Bagian penting dari patofisiologi indirect TON adalah efek beban traumatis
pada respon biomekanik dari isi tengkorak. Sebuah studi menggunakan
holografik interferometri pada tengkorak manusia menunjukkan bahwa
kerusakan pada daerah frontal dapat merusak apeks orbital pada sisi ipsilateral-

8
nya, menyebabkan kerusakan pada saraf optik dan pembuluh darah yang
menyertainya, terutama di mana saraf memasuki kanal optik. Berdasarkan studi
anatomi saraf optik dan os orbital kadaver, pergeseran cedera langsung pada
akson, gangguan suplai darah, dan tekanan dari mikrohematoma serta edema
karena kerusakan anastomosis yang berjalan di antara dura dan pia mater adalah
kemungkinan mekanisme penyebab kerusakan saraf optik.9,11
Mekanisme lain yang diduga terlibat dalam TON adalah cedera aksonal
difus. Gaya inersia yang merugikan pada area kepala menyebabkan kerusakan
aksonal difus, yang dikaitkan dengan fungsi neurologis yang buruk. Setelah
cedera kepala, akson white mater cerebri menjadi cepat berubah bentuk,
mengakibatkan kerusakan sitoskeleton aksonal dan gangguan transmisi
aksoplasma.9
Kerusakan multifaset yang terkait dengan cedera otak traumatis
menghasilkan cedera multi-sistem pada otak, dan berakhir menjadi kerusakan
yang lebih luas daripada yang terlihat pada trauma saraf optik yang terlokalisir.
Cedera otak traumatis diketahui menyebabkan gejala sisa multi-sistemik,
seperti efek pada sistem pernapasan, kardiovaskular, endokrin, dan kekebalan.
Hal penting dalam konteks cedera aksonal adalah efek pada sistem kekebalan
dan respons stres, yang keduanya dapat secara signifikan mempengaruhi
perkembangan cedera saraf optik. Lebih lanjut, neuropati optik traumatis tidak
langsung dapat dikaitkan dengan efek samping lain dari trauma kepala seperti
perdarahan, gangguan sawar darah otak dan edema, atau peningkatan tekanan
intrakranial yang menyebabkan perubahan diameter selubung saraf optik juga
dapat berkaitan dengan mekanisme cedera primer dan sekunder yang
mempengaruhi perkembangan cedera pada saraf optik. Jadi, meskipun model
direct dan indirect fokal neuropatic optic traumatik dapat memberikan
pemahaman penting tentang patofisiologi cedera akson, juga berharga untuk
menyelidiki neuropati optik traumatis pada mekanisme trauma kepala yang
lebih luas.10

9
Gambar 6. Patogenesis Traumatic Optic Neuropathy
(Sumber: Burke E, et al. Neural Regeneration Research. 2019)

2.6 Gejala klinis


Pasien dengan neuropati optik traumatis (TON) datang dengan kehilangan
penglihatan setelah trauma tumpul atau tembus. Gejala terdiri dari penurunan
unilateral akut dalam ketajaman penglihatan dan lapangan pandang.
Keterlambatan diagnosis yang disebabkan efek sekunder dari cedera lain
sehubungan dengan trauma, seperti cedera otak traumatis. Cedera tersebut akan
menunda presentasi, beserta evaluasi dari setiap cedera oftalmologi.4
Tingkat kehilangan penglihatan dapat bervariasi (penurunan ketajaman
penglihatan, kelainan lapangan pandang, atau kehilangan penglihatan warna).
Sebagian besar kasus (hingga 60%) datang dengan kehilangan penglihatan
yang berat terhadap persepsi cahaya (LP) atau lebih buruk. Pada fase akut,
saraf optik biasanya tampak normal pada pemeriksaan funduskopi, tetapi atrofi
saraf optik sering terlihat 3-6 minggu setelah cedera.4,12
Pemeriksaan fisik terdiri dari evaluasi oftalmologis lengkap, termasuk
tanda-tanda trauma yang jelas, seperti ekimosis, hematoma, laserasi, dan bone
step-offs (dislokasi). Selain itu, pemeriksaan neurologis yang mengevaluasi
penurunan ketajaman visual dan defek pupil aferen harus dilakukan. Terakhir,

10
pemeriksaan funduskopi harus dilakukan; penilaian funduskopi awal dapat
mengungkapkan tampilan saraf optik yang normal, karena atrofi optik mungkin
tidak terlihat pada saat presentasi.4,9,12
Terdapat fakta bahwa RAPD dapat negatif pada kasus defek nervus optik
yang simetris dan bilateral harus dipertimbangkan. Ketajaman visual (VA)
dapat berkisar dari normal hingga tidak adanya persepsi cahaya, sekitar 40-
60% kasus memiliki persepsi cahaya atau lebih buruk pada saat awal
kunjungan. Meskipun VA pasien yang buruk dapat menyulitkan pemeriksaan
secara optimal, namun pemeriksaan defek lapangan pandang harus selalu
dipertimbangkan.3,4,9,12
2.7 Diagnosis
Pada pasien trauma kraniofasial bisa saja memiliki tampilan kepala dan
orbital serta temuan pada saraf optik dapat terkesan normal tetapi bukti
disfungsi saraf optik (penglihatan berkurang dan defek pupil aferen) dapat
mengarahkan diagnosis TON.3,4
Temuan klinis yang membantu mendiagnosis TON termasuk (1) cedera
mata, (2) Relatif Afferent Pupillary Defect (RAPD), (3) penurunan visus yang
bervariasi, (4) gangguan penglihatan warna, dan (5) derajat defek lapangan
pandang.3,9
2.7.1 Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan
Pasien dengan ketajaman visual buruk (lebih buruk dari 20/200) dapat
dinilai dengan perimetri Goldmann atau dengan pengujian tes konfrontatif
lapangan pandang. Tidak ada pola kehilangan lapang pandang yang
patognomonik untuk traumatic optic neuropathy (TON), meskipun skotoma
sentral yang padat merupakan karakteristiknya. Pemulihan fungsi saraf optik
dapat didokumentasikan melalui pengujian lapangan pandang secara serial.4,9
2.7.2 Pemeriksaan Relative Afferent Pupillary Defect (RAPD)
Relative afferent pupillary defect (RAPD) atau pupil Marcus Gunn adalah
tanda klinis dimana pupil pasien mengerut relatif lebih sedikit ketika cahaya
terang diayunkan dari mata yang tidak terpengaruh ke mata yang

11
terkena,"Swinging Flashlight Test" adalah non-invasif, sederhana, dan
prosedur yang relatif murah untuk menilai RAPD.13

Gambar 7. Pemeriksaan Relative Afferent Pupillary Defect (RAPD)


(Sumber: Pillai M, et al. Indian Journal of Ophthalmology. 2019)

RAPD menjadi temuan penting dalam kasus dengan TON ringan yang
bisa saja menjadi satu-satunya temuan klinis sebelum atrofi saraf optik yang
nyata.9,12

2.7.3 Pemeriksaan Lapangan Pandang


Bidang visual adalah seberapa luas area yang dapat dilihat mata Anda
ketika berfokus pada satu titik. Pengujian bidang visual adalah salah satu cara
mengukur berapa banyak penglihatan yang dimiliki kedua mata, dan berapa
banyak kehilangan penglihatan yang mungkin terjadi dari waktu ke waktu.14
Tes bidang visual dapat menentukan apakah pasien memiliki bintik buta
(disebut skotoma) dalam penglihatannya dan di mana letaknya. Ukuran dan
bentuk skotoma dapat menunjukkan bagaimana penyakit mata atau gangguan
otak memengaruhi penglihatan.14

12
Hampir semua tipe defek lapang pandang pada kasus neuropati optik
traumatik dapat terjadi, tetapi yang banyak ditemukan biasanya tipe defek
medan arkuata, sentral atau hemianopi.12

Gambar 8. Pemeriksaan Konfrontasi defek lapangan pandang


(Sumber: U-M Kellogg Eye Center in Ann Arbor. Youtube. 2020)

2.7.4 Pemeriksaan Funduscopy


Lokasi anatomi dan waktu cedera adalah faktor yang menentukan
keterlibatan dan penampilan diskus optikus. Dalam kebanyakan kasus, bagian
posterior saraf optik mengali kerusakan tetapi diskus optik seringkali normal.
Dalam kasus di mana anterior saraf optik mengalami kerusakan ke tempat
masuknya pembuluh darah retina sentral disertai pembengkakan diskus
optikus dan perdarahan retina dapat terlihat jelas pada pemeriksaan diskus
nervus optik. Terlepas dari penampilan awal diskus saraf optik yang atrofi
dapat terjadi kira-kira 6 minggu setelah cedera awal.9,12
Berbagai manifestasi dalam neuropati optik traumatis yaitu edema discus
opatik, kongestif pembuluh darah, pallor discus opticus, dll, presentasi yang
paling umum biasanya tampak normal, terutama pada tahap awal.9,12

13
Gambar 9. Pemeriksaan Segmen Posterior Oculi
(Sumber: Jakson RS, et al. Medscape. 2020)

2.7.5 Pemeriksaan Penunjang


Terdapat kontroversi tentang peran neuroimaging dalam diagnosis TON.
Beberapa dokter lebih suka melakukan computed tomography (CT) scan dan
magnetic pencitraan resonansi (MRI) pada semua pasien, sementara yang lain
mempertahankan modalitas pencitraan untuk kasus-kasus dengan progresif
gangguan penglihatan atau ketika intervensi terapeutik sedang
dipertimbangkan. Dengan demikian, pasien dengan trauma kepala atau
oculofacial yang memiliki gejala simultan kerusakan saraf optik (penurunan
VA unilateral atau bilateral, defek lapangan pandang, serta defek pupil aferen
pada pemeriksaan) harus menjalani pemeriksaan radiologi segera.4,9
Studi neuroimaging (computed tomography [CT] scanning atau magnetic
resonance imaging [MRI]) merupakan bagian penting dari penilaian ketika
keadaan neuropati optik traumatis (TON) dicurigai. Pada keadaan pasca-
trauma, CT scan adalah modalitas yang lebih disukai untuk menunjukkan
adanya fraktur kanal optik, fragmen tulang yang bergeser menimpa saraf
optik, benda asing logam di orbit, emfisema orbital, atau hematoma selubung
saraf optik. MRI otak dan orbital mungkin berguna dalam pengaturan tertentu
untuk menggambarkan tingkat perdarahan yang melibatkan struktur
neurovaskular di apeks orbital atau untuk menyingkirkan penyebab inflamasi
atau infiltratif pada neuropati optik. Sebagian besar pasien dengan TON
menderita cedera tidak langsung pada saraf optik di dalam kanal optik, dan

14
studi neuroimaging biasanya menunjukkan tidak ada kelainan pada jalur
visual anterior, meskipun fraktur di wilayah kanal optik dapat terlihat.4

Gambar 10. CT-Scan Kepala Non-Kontras aspek axial


(Sumber: Jakson RS, et al. Medscape. 2020)

Gambar 11. Plain film radiograph of a 2-year-old girl following blunt periocular trauma.
Although a left orbital wall fracture is not evident, a loculated pocket of intraorbital air is
highlighted by the arrow.
(Sumber: Jakson RS, et al. Medscape. 2020)

15
Visual Evoked Potential (VEP), test ini mewakili respon kortikal
terhadap stimulus cahaya dan mungkin berguna dalam kasus pasien dengan
delayed neuropathy optic, dimana intervensi lanjutan tergantung pada
tanggapan VEP. VEP dapat membantu pada keadaan yang merujuk kasus
TON dimana pasien yang tidak responsif atau dalam keadaan yang disertai
dengan cedera oculi. Pasien juga dapat diikuti dengan pemeriksaan VEP
serial untuk mendokumentasikan pemulihan fungsi visual ketika parameter
klinis tidak jelas.4,12
Beberapa penelitian menggunakan Optical Coherence Tomography
(OCT) menunjukkan penipisan lapisan serat saraf retina pada pasien dengan
TON. Namun, mengingat temuan ini mungkin tidak terdeteksi pada tahap
awal dan tidak efisien terhadap pasien. OCT mungkin berharga dalam tindak
lanjut jangka panjang untuk menunjukkan perkembangan cedera saraf optik
dari waktu ke waktu. OCT merupakan teknik baru yang menggunakan cahaya
koherensi rendah untuk menembus jaringan serta kamera untuk menganalisis
gambar yang dipantulkan. Test yang melakukan pemindaian melingkar di
sekitar caput nervus optikus untuk menganalisa lapisan serat saraf peripupil
dan dapat digunakan dalam tindak lanjut untuk pasien dengan neuropati optik
traumatis.9,12
2.8 Tatalaksana
Pilihan pengobatan utama untuk TON adalah termasuk kortikosteroid
sistemik dan dekompresi saraf optik bedah, baik sendiri atau dalam kombinasi.
Alasan untuk terapi bedah pada indirect TON adalah untuk dekompresi saraf
optik di lokasi cedera, yang seringkali merupakan segmen intrakanalicular.
Dekompresi bedah dianggap membantu mengurangi kompresi saraf optik dan
gangguan pembuluh darah berikutnya yang mungkin terjadi sebagai akibat dari
cedera tidak langsung. Selain itu, pembedahan telah didalilkan untuk
menghilangkan fragmen tulang yang mungkin menimpa saraf optik di dalam
kanal optik. Saat ini, bukti konklusif bahwa dekompresi bedah memiliki peran
yang bermanfaat bagi sebagian besar pasien dengan TON, belum ada.4

16
Terapi yang lebih awal diharapkan akan mendapatkan prognosis yang
lebih baik. Tatalaksana TON masih kontroversial, dan belum ditemukan
pedoman penatalaksanaan yang jelas. Pada tahun 1990 kortikosteroid dosis
tinggi dilaporkan merupakan terapi yang sukses dalam kasus cedera tulang
belakang akut. Seiring tahun banyak penelitian yang menggunakan
kortikosteroid dalam penatalaksanaan TON. Sundep dkk tahun 2014,
meyatakan dari hasil penelitiannya pada pasien pasien TON oleh karena cedera
kepala yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas atau pernah terjatuh
menunjukkan hasil kemajuan yang signifikan setelah diterapi
methylprednisolone pada pasien yang memiliki tajam pengelihatan counting
finger (CF) tetapi tidak pada pasien yang memiliki tajam pengelihatan yang
sangat buruk. Penelitian oleh Daniel dkk, 2018 menyatakan dosis
methylprednisolone IV 1 gram/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan
penurunan dosis perminggu maupun pemberian preparat oral dengan dosis
0,8mg/kgBB/hari dapat digunakan. Studi IONTS tidak menemukan perbedaan
antara terapi steroid dibandingkan dengan intervensi bedah atau tanpa
intervensi dengan 52% yang menerima steroid menunjukkan peningkatan
visual dari tiga garis atau lebih dibandingkan 57% pada kelompok observasi.
Studi menyimpulkan bahwa baik dosis maupun waktu terapi steroid tidak
berpengaruh pada perbaikan tajam pengelihatan. 2,3,9
Pada tinjauan lain, Alasan penggunaan megadose metil prednisolon untuk
TON didasarkan pada peningkatan yang terlihat dengan hal yang sama pada
kasus dengan cedera akut tulang belakang, dimana dosis yang sama juga telah
direkomendasikan, yaitu dosis awal 30 mg/kg diberikan secara intravena,
diikuti dengan dosis pemeliharaan 5,4 mg/kg/jam, dengan pemantauan
ketajaman visual. Waktu pemberian terapi menjadi hal yang sangat penting,
dan telah banyak laporan dalam literatur mengenai pentingnya memulai terapi
sesegera mungkin. Selain itu juga terdapat laporan tentang penggunaan steroid
megadosis dapat menyebabkan efek merusak terhadap hasil visualalisasi pasien
jika dimulai setelah 8 jam pasca trauma.11

17
Indikasi definitif untuk dekompresi saraf optik traumatis meliputi beberapa
hal sebagai berikut: 12
Secara radiologis, fragmen fraktur tulang yang jelas menimpa pada bagian
intrakanalicular saraf optik di dinding lateral sinus sphenoid atau hematoma
terselubung pada saraf optik (seperti yang terlihat pada MRI), pada pasien
dengan neuropati optik traumatis yang memiliki visus <6/60.12
Tidak terdapatnya respon perbaikan atau timbulnya perburukan
penglihatan setelah 48 jam pasca terapi steroid megadosis pada pasien dengan
TON yang memiliki presentasi visus <6/60, serta tidak ada bukti radiologis
yang mengkompensasi hematoma pada kanal optik ataupun fragmen fraktur
yang menyebabkan cedera pada kanal intacranial pada pasien dengan profil
klinis dan radiologi serupa, ditunjukkan dengan adanya akumulasi cairan pada
sinus ethmoid posterior dan sinus sphenoid, dan/atau danya fraktur ethmoid,
apex orbita dan ossa sfenoid.12
2.9 Diagnosis Banding
1) Adult Optic Neuritis
Optic neuritis (ON) adalah peradangan demielinasi saraf optik yang
sering terjadi terkait dengan multiple sclerosis (MS) dan jauh lebih jarang
dikaitkan dengan neuromyelitis optica (NMO). Pemulihan bertahap dari
sebagian ataupun seluruhnya dari ketajaman visual dari waktu-ke waktu
adalah karakteristik dari ON, meskipun defisit residual permanen dalam
penglihatan warna dan kontras dan sensitivitas kecerahan sering terjadi.15
2) Childhood Optic Neuritis
Pada anak-anak, sebagian besar kasus neuritis optik disebabkan oleh
proses yang dimediasi kekebalan tubuh (Immune mediated Disease).
Neuritis optik pediatrik dapat menyebabkan 25% dari sindrom demielinasi
akut pediatrik. Anak-anak di bawah 10 tahun biasanya datang dengan
neuritis optik bilateral, sedangkan anak-anak yang lebih tua biasanya
datang dengan neuritis optik unilateral.16
3) Ischemic Optic Neuropathy

18
Neuropati optik iskemik (ION) mencakup berbagai gangguan yang
menghasilkan iskemia pada saraf optik. Menurut definisi, ION disebut
anterior jika edema diskus optikus terjadi secara akut.17

Gambar 12. Oklusi arteri retina centralis dengan gambaran “cherry red spot”
disertai edema periretina.
(Sumber: Egan RA, et al. Medscape. 2019)

4) Orbital Fractures
Fraktur orbital sering dikaitkan dengan trauma midfacial. Tingkat
keparahan fraktur berkisar dari fraktur kecil dengan perpindahan minimal
dari bagian yang tulang yang terbatas, dari yang tidak memerlukan
intervensi bedah hingga gangguan besar pada orbit seperti yang terlihat
pada gambar.18

Gambar 13. Fraktur basis ossa orbitalis dengan dislokasi minimal


(Sumber: Mathur NN, et al. Medscape. 2020)
5) Orbital Tumors

19
Tumor orbital memiliki manifestasi protean (hasil pemecahan protein).
Rootman et al melaporkan bahwa gejala utama yang muncul adalah
proptosis, akibat dari efek massa. Hal ini terjadi pada 269 dari 601 pasien
yang dievaluasi atau 44,8% dari pasien dengan Tumor Orbital.19

Gambar 14. Pasien tumor orbital yang memberi gambaran klinis berupa:
chemosis, ptosis, dan proptosis
(Sumber: Mercandetti M, et al. Medscape. 2019)

2.10 Prognosis
Direct TON maupun Indirect TON memiliki perbedaan prognosis. Direct
TON menyebabkan penurunan visual yang parah dan permanen dengan sedikit
kemungkinan untuk pemulihan, sementara pemulihan visual terjadi pada 40-
60% kasus dengan indirect TON yang dikelola secara konservatif. Dilaporkan
bahwa pada pasien dengan indirect TON fungsi visual akan menghilang, jika
dalam tiga bulan setelah trauma bertahan hampir selamanya di hidup mereka.
Baseline VA adalah prediktor utama hasil akhir; oleh karena itu, awalnya VA
yang buruk dikaitkan dengan pemulihan visual terbatas atau tidak ada.
Pemulihan visual dan VA akhir mungkin juga lebih rendah dalam kasus
dengan hilangnya kesadaran, kurangnya pemulihan visual setelah 48 jam, tidak
ada respons visual yang ditimbulkan, akumulasi darah di dalam sel ethmoid
posterior, usia di atas 40 tahun, RAPD derajat rendah, fraktur kanal optik, dan
hematoma intraconal serta di sepanjang saraf optik9

BAB III

20
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

Nama Nn. Rani No. Registrasi 581885


Umur 14 Tahun Agama Islam
Jenis
Perempuan Suku / Bangsa Kaili/Indonesia
Kelamin
Desa Solawe, Kab. Tanggal
Alamat 06 Januari 2022
Sigi Pemeriksaan
Pekerjaan Siswi SMP Pemeriksa Muh Yaqub Basri
DIAGNOSIS OD Traumatik Optic Neuropathy

I. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama: Penglihatan kabur pada mata sebelah kanan


B. Keluhan Tambahan: Pusing, Nyeri kepala
C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien prempuan berusia 14 tahun
masuk rumah sakit dengan keluhan penglihatan kabur terutama
pada mata sebelah kanan yang dirasakan sejak ± 4 tahun yang lalu
dan mulai memberat sejak 1 bulan terakhir, pasien mengaku bahwa
keluhan biasanya memberat saat bangun pagi, pasien tiba-tiba
merasa pandangannya menghilang dan hampir sering terjatuh dari
tempat tidur, selain itu pasien juga mengeluh sering pusing serasa
seperti terayun yang disertai sakit kepala berupa tertekan sampai ke
mata kanannya. Mata merah (-), mata berair (-), demam (-), pasien
mengaku sering mual (+) tapi tidak muntah. Riwayat terpukul 4
tahun lalu di bagian atas kepala dengan balok saat bermain kasti
dan pingsan sekitar 5 menit, sempat lebam namun tidak berobat ke
dokter.
D. Riwayat Penyakit Sebelumnya : Tidak Ada

E. Riwayat Pengobatan: Pernah berobat kedokter dan diberi obat

21
minum namun tidak tahu nama obatnya

II. PEMERIKSAAN

A. INSPEKSI OD OS

Edema (-), Hiperemis (-),


1. Palpebra Superior Edema (-), Hiperemis (-),
laserasi (-), proptosis (+)
et Inferior laserasi (-)
regio superior

2. Apparatus
Hiperlakrimasi (-) Hiperlakrimasi (-)
Lakrimalis

Sekret Serous (-), Sekret Serous (-),


3. Silia
Trichiasis (-) Trichiasis (-)

4. Konjungtiva Anemis (+), Injeksi (-) Anemis (+), Injeksi (-)

5. Bola Mata Intak (+) Intak (+)

Baik Ke Segala Arah Baik Ke Segala Arah

6. Mekanisme

Muscular

7. Kornea Jernih (+), Sikatriks (-) Jernih (+), Sikatriks (-)

- Tes Sensitivitas Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

- Tes Placido Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Dalam, Hifema (-), Dalam, Hifema (-),


8. Bilik Mata Depan
Hipopion (-) Hipopion (-)

9. Iris Cokelat, Kripte (+), Cokelat, Kripte (+),

22
Sinekia (-) Sinekia (-)

Bulat, ± 2.5 mm, RCL (+) Bulat, ± 2.5 mm, RCL


10. Pupil
lambat (+)

11. Lensa Jernih (+) Jernih (+)

Ikterus (-), Injeksi (-), Ikterus (-), Injeksi (-),


12. Sklera
massa (-) massa (-)

B. PALPASI OD OS

1. Tensi Okular Tn/palpasi Tn/palpasi

2. Nyeri Tekanan Tidak ada Tidak Ada

3. Massa Tumor Tidak Ada Tidak Ada

4. Glandula
Eutrofi Eutrofi
Preaurikuler

C. TONOMETRI

TOD: 24,7 mmHg


TOS: 24,7 mmHg
D. VISUS

VOD 1/60 R VOS 6/60 R

Koreksi Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan

Menjadi Tidak Dilakukan Menjadi Tidak Dilakukan

Lihat Dekat Tidak dilakukan Lihat Dekat Tidak dilakukan

Koreksi (-) Gagang (-)

DP (-) Warna Lensa (-)

23
E. CAMPUS VISUAL OD OS

Tidak Dilakukan
Pemeriksaan

F. COLOUR SENSE

Tidak dilakukan Pemeriksaan

G. LIGHT SENSE

OD: RAPD (-)


OS: RAPD (-)

H. PENYINARAN OPTIK DEKSTER SINISTER

Anemis (+), Anemis (+),


Konjungtiva
Injeksi (-) Injeksi (-)

Jernih (+), Jernih (+),


Kornea
Sikatriks (-) Sikatriks (-)

Dalam, Hifema (-), Dalam, Hifema (-),


Bilik Mata Depan
Hipopion (-) Hipopion (-)

Cokelat, Kripte (+), Cokelat, Kripte (+),


Iris
Sinekia (-) Sinekia (-)

Pupil Bulat, ± 2.5 mm, RCL Bulat, ± 2.5 mm, RCL

24
(+) lambat (+)

I. DIAPANOSKOPI

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

J. OFTALMOSKOPI

VOD: Refleks Fundus (+), Edem Retina (-), atrofi papil (-), cup&disc <0,5 mm,
A/V: 1/3
VOS: Refleks Fundus (+), Edem Retina (-), atrofi papil (-), cup&disc <0,5 mm,
A/V: 1/3

K. SLIT LAMP

VOD:
 Tampak palpebra superior proptosis
 Konjungtiva : Anemis (+)
 Pupil : RCL (+) lambat

L. LABORATORIUM

- WBC : 13,4 103/ul


- RBC : 5,4 106/ul
- HGB : 12 gr/dL
- HCT : 38,4 %
- MCV : 71,4 fl
- MCH : 22,3 pg
- MCHC : 31,3 g/dl
- PLT : 497 103/ul
- GDS : 156 mg/dL

25
M. RADIOLOGI

Kesan: CT-Scan Kepala Non-Kontras, Brain Window, Aspect: Axial,


coronal, sagittal.
 Tidak tampak kelainan radiologik intracranial
 Sinusitis Maxillaris bilateral
 Deviasi septi

III. RESUME
Pasien perempuan berusia 14 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
visus kabur oculi dextra sudah sejak ± 4 tahun yang lalu dan memberat ± 1
bulan terakhir, memberat terutama saat bangun tidur. Keluhan disertai cephalgia
(+), dizzines (+), nasuea (+), vomitus (-). Riwayat trauma 4 tahun lalu pada
regio frontoparietal, Riwayat berobat (+) 1 bulan lalu. Pemeriksaan tanda-tanda
vital: TD: 110/60, N: 100 x/menit, P: 20 x/menit, SB: 36,7 oC.
Pemeriksaan Oftalmologi: Proptosis palpebra superior dextra (+), anemis
(+) konjungtiva palpebra oculi dextra et sinistra, RCL (+) lambat pupil dextra,
TIO 24,7 mmHg oculi dextra et sinistra, VOD 1/60 R dan VOS 6/60 R, Reflex
Fundus (+) oculi dextra et sinistra. Pada status oftalmologi di dapatkan inversi
palpebra inferior dextra (+), ptosis palpebra superior dextra (+),VOD 5/60 (R),
dan VOS= 6/60 (R).
Pemeriksaan laboratorium: WBC : 13,4 103/ul, RBC : 5,4 106/ul, HGB : 12
gr/dL, HCT : 38,4%, PLT : 497 103/ul, GDS : 156 mg/dL

IV. DIAGNOSIS / DIAGNOSIS BANDING

OD Traumatic Optic Neuropathy


DD: Neuritis Optik, Ischemic Optic Neuropathy

V. TERAPI

26
 Cairan Isotonik: IVFD Ringer Lactat 12 tpm
 Neuroprotector: Mecobalamin 2x250 mg tab/24 jam
 Neurotropik: Citicoline 1x250 mg/ml/12 jam/iv
 Kortikosteroid: Metilprednisolon 4x250 mg/6 jam/iv
 Antihistamin: Ranitidin 50 mg/amp/12 jam/iv
 OAINS Eye Drip: Flamar ED 4x1 gtt/24 jam

BAB IV

27
KESIMPULAN

Traumatic Optic Neuropathy (TON) adalah gangguan penglihatan yang


sangat mengancam serta harus segera dipertimbangkan pada pasien dengan
trauma mata ataupun kepala yang disertai penurunan penglihatan. Pemeriksaan
RAPD untuk menilai adanya defek pada aferen pupil, tanpa adanya kelainan pada
bola mata ataupun media refraksi sangat menyokong diagnosa dari TON.
Pemeriksaan neuroimaging harus selalu menjadi pertimbangan klinis untuk
dilakukan pada kasus ini. Tidak ada bukti valid yang cukup merekomendasikan
penggunaan steroid pada pasien dengan TON ataupun tindakan dekompresi pada
pasien dengan fraktur yang melibatkan kanalis nervus opticum dapat menjamin
perbaikan fungsi penglihatan pada pasien neuropati optik traumatis.

DAFTAR PUSTAKA

28
1. Ilyas S, Yulianti SR. 2014. Buku Ilmu Penyakit Mata. Trauma Tumpul Saraf
Optik. FK UI. 2014. Ed: 5. P: 200
2. Wijayati PM, Nusanti S, Sidik S. Neuropati Optik Traumatik: Gambaran 13
Kasus Berdasarkan Radiologi dan Awitan Terapi Kortikosteroid di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo. Departemen Kesehatan Mata. Opthalmo Ina.
2021;47(2):59-60.
3. Yu-wai-man P. Traumatic optic neuropathyd Clinical features and
Management Issues. Taiwan Journal Of Opthalmologi. ELSEVIER. 2015. P:
3-7
4. Jakson RS, Meyer AD. Traumatic Optic Neuropathy Differential Diagnoses.
Medscape. Agustus 2020. Cited on:
https://emedicine.medscape.com/article/868129-overview
5. Crumbie L. Optic Nerve. KenHub GebH. Article. Desember 2021. Cited on:
https://www.kenhub.com/en/library/anatomy/the-optic-nerve
6. Daniel M, Albert DG. Optic Nerve. Encyclopaedia Britannicae, inc. Article.
2015. Cited on: https://www.britannica.com/print/article/430325
7. Gibson M. The Optic Nerve (CN II) and Visual Pathway. TeachMe Anatomy.
Article. Desember 2020. Cited on: https://teachmeanatomy.info/head/cranial-
nerves/optic-cnii/
8. Indasari ER. Sari Kepustakaan. Depatemen Ilmu Kesehatan Mata FK Undip.
Saraf Kranial yang Mempersarafi Mata. April 2020. P: 3-4
9. Karimi S, Arabi A, Ansari I, Shahraki T, Safi S. A Systematic Literature
Review on Traumatic Optic Neuropathy. Journal Opthalmology. Hindawi.
2021. P: 1-7.
10. Burke E, Cansler S, Evanson N. Indirect Traumatic Optic Neuropathy:
Modeling Optic Nerve Injury In The Context Of Closed Head Trauma.
Neural Regeneration Research. 2019. Vol: 14. Issue: 4. P: 593-594.
11. Samardzic K, Samardzic J, Janjetovic Z, Samardzic, Sekelj S, et Hodzic LL.
Traumatic Optic Neuropathy - To Treat Or To Observe?. Acta Inform Med.
Juni 2012. Vol: 20(2). P:131–132.

29
12. Hathiram BT, Khattar VS, Rode S. Traumatic Optic Neuropathy.
Otorhinolaryngology Clinics: An International Journal. AIJOC. September-
Desember 2011. Vol:3(3). P:188-196
13. Pillai M, Sinha S, Aggarwal P, Ravindran RD, Privitera CM. Quantification
of RAPD by an automated pupillometer in asymmetric glaucoma and its
correlation with manual pupillary assessment. Indian Journal of
Ophthalmology. Wolters Kluwer – Medknow. 2019. Vol: 67(2). P: 1.
14. Boyd K. Visual Field Test. American Academy of Ophthalmology. Artictle.
Mar 2021. Cited on: https://www.aao.org/eye-health/tips-prevention/visual-
field-testing
15. Dahl AA, et al. Adult Optic Neuritis. Medscape. Januari 2021. Cited on:
https://emedicine.medscape.com/article/1217083-overview
16. Heerce H, et al. Childhood Optic Neuritis. Medscape. November 2021. Cited
on: https://emedicine.medscape.com/article/1217290-overview#a4
17. Egan RA, et al. Neuro-ophthalmic Manifestations of Vascular Eye Diseases.
Medscape. 2019. Cited on: https://emedicine.medscape.com/article/1162916-
overview#a2
18. Mathur NN, et al. Orbital Fractures. Medscape. Mei 2020. Cited on:
https://emedicine.medscape.com/article/867985-overview
19. Mercandetti M, et al. Orbital Tumor. Medscape. September 2019. Cited on:
https://emedicine.medscape.com/article/1218892-overview#a6

30

Anda mungkin juga menyukai