Disusun Oleh
Muh Yaqub Basri
16 20 777 14 397
Pembimbing
dr. Citra Azma Anggita, Sp.M., M.Kes
Pembimbing Mahasiswa
dr. Citra Azma Anggita, Sp.M., M.Kes Muh Yaqub Basri, S.Ked
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Anatomy 2
2.2 Definisi 6
2.3 Etiologi 7
2.4 Epidemiologi 7
2.5 Patofisiologi 8
2.6 Gejala Klinis 10
2.7 Diagnosis 11
2.8 Tatalaksana 16
2.9 Diagnosis Banding 18
2.10 Prognosis 20
BAB III LAPORAN KASUS 21
BAB IV KESIMPULAN 28
DAFTAR PUSTAKA 29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomy
Persepsi dalam variasi bentuk, warna, dan ukuran impuls cahaya yang ada di
seluruh dunia bergantung pada bola mata yang bulat dan relatif kecil. Ada
beberapa bagian mata yang memungkinkan suatu objek dapat terdeteksi.
Namun, pengenalan dan interpretasi objek ini sangat bergantung pada saraf
optik.5
Saraf optik atau saraf kranial kedua, berfungsi membawa impuls saraf
sensorik melalui lebih dari satu juta sel ganglion retina menuju ke pusat visual
di otak. Sebagian besar serabut saraf optik akan menyampaikan informasi
mengenai penglihatan sentral.6
2
Gambar 2. Anatomi Bulbi Oculi
(Sumber: Daniel M, Albert DG. Ecyclopaedia Britannicae. Inc.2015)
Saraf optik dimulai pada diskus optikus, sebuah struktur yang berdiameter
1,5 mm (0,06 inci) dan terletak di bagian belakang mata. Diskus optikus
terbentuk dari konvergensi serabut sel ganglion (disebut akson) yang keluar
dari mata. Ketika saraf muncul dari bagian belakang mata, saraf optik akan
melewati bagian orbit posterior (rongga mata) dan melalui kanal optik sebagai
bagian dari intrakranial di regio bawah dan depan otak. Pada titik ini, saraf
optik dari setiap mata bersatu dan membentuk struktur berbentuk X yang
disebut kiasma optikum.6
3
Gambar 4. Intraorbital, intracanalicular nervus opticum
(Sumber: Crumbie L. KenHub GebH. 2021)
4
Serat fotostatik: bertanggung jawab untuk refleks tubuh visual
Visual Nervus Opticum -> Tractus opticum -> Copus genikulatum
Pathway lateral -> radiasi optik -> korteks visual (area Brodmann 17)
2.7.1 Intraocular
Saraf optikus regio intraokular berawal dari diskus optik atau disebut juga
optic nerve head (ONH), sebuah bagian di retina yang berwarna kuning cerah
pada pemeriksaan funduskopi. Panjang dari serabut saraf ini pada regio intra
okular berkisar antara 1,0 mm–1,02 mm. Serabut saraf optikus di diskus
optikus terbagi menjadi 4 lapisan, yaitu: lapisan serabut saraf superfisial
(superficial nerve fiber layer), area prelaminar, area laminar, dan area
retrolaminar. Seluruh lapisan serabut saraf optik intraokular tidak memiliki
selubung myelin, kecuali lapisan retrolaminar. Penambahan selubung myelin
pada lapisan retrolaminar menyebabkan diameter dari saraf optikus bertambah
menjadi ± 3 mm.8
2.7.2 Extracranial
Saraf optik dibentuk oleh konvergensi akson dari sel ganglion retina. Sel-sel
ini pada gilirannya menerima impuls dari fotoreseptor mata (batang dan
kerucut).7,8
Setelah pembentukannya, saraf meninggalkan os orbital melalui kanal optik,
sebuah lorong yang melewati tulang sphenoid (intrakanalikular). Ia memasuki
rongga tengkorak, berjalan di sepanjang permukaan fossa kranial tengah (di
dekat kelenjar pituitari). 7
2.7.3 Intracranial
Di dalam fossa kranial tengah, saraf optik dari setiap mata bersatu untuk
membentuk kiasma optikum. Pada kiasma, serat dari separuh bagian nasal
(medial) setiap retina menyeberang ke traktus optikus kontralateral, sedangkan
serat dari separuh bagian temporal (lateral) tetap ipsilateral:7
5
a. Saluran optik kiri – mengandung serat dari retina sisi temporal kiri (lateral),
dan retina sisi hidung kanan (medial).
b. Saluran optik kanan – mengandung serat dari retina sisi temporal kanan, dan
retina sisi hidung kiri.
2.2 Definisi
Traumatic Optic Neuropathy (TON) adalah setiap keadaan yang melibatkan
gangguan pada nervus opticum sebagai trauma sekunder. Kerusakan pada akson
saraf optik dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung yang
mengakibatkan kehilangan penglihatan baik sebagian ataupun seluruhnya. TON
merupakan kondisi yang sangat jarang namun dapat berpotensi mengancam
penglihatan penderita dan umumnya dietiologikan sebagai akibat cedera okuli
dan kepala. 2,3,4,9,10
Sebagai konsekuensi yang lebih buruk dari TON yaitu apabila melibatkan
kedua sarah optik.2 TON diklasifikasikan sesuai dengan etiologi yang
menyertainya, dimana hal tersebut sebenarnya tergantung dari lokus anatomi
yang mengalami cedera (papila nervus opticus, intraorbital, intracanalicular,
serta di intracranial) ataupun dapat didasarkan sesuai dengan mekanisme cedera
yang terjadi (direct and/or indirect).3,4,9
6
2.3 Etiologi
Traumatic Optic Neuropathy (TON) dietiologi sebagai trauma pada kepala
ataupun ocular yang menyebakan kerusakan pada struktural anatomi nervus
optik baik oleh mekanisme primer ataupun sekunder yang dapat mengancam
penglihatan. Penyebab spesifik dari TON dikaitkan dengan kecelakaan
bermotor, trauma kepala akibat terjatuh, serta luka akibat cedera tusuk maupun
tembakan.2,9
Berdasarkan kategori mekanisme terjadinya TON terbagi atas direct TON
(primer) dan indirect TON (sekunder). Direct TON ditandai sebagai kerusakan
yang signifikan terjadi pada struktural anatomi nervus optik berupa trauma
tembus orbita, trauma pada fragmen tulang di kanalis orbita, hematoma pada
selubung saraf, atau sebagai akibat dari avulsi saraf optik. 2,3,4,9
Direct TON
dapat dikaitkan dengan outcome yang buruk berupa penurunan penglihatan
berat serta minimnya kesempatan untuk dapat sembuh jika dibandingkan
dengan Indirect TON. Sedangkan indirect TON adalah keadaan yang
disebabkan oleh karena proses rudapaksa (akselerasi dan deselerasi) yang
terjadi pada cedera tumpul kepala ataupun pada bola mata. 9,11 Diduga
mekanisme cedera difus axon saraf optik dan kematian sel saraf diakibatkan
proses iskemik secara langsung dari mikrosirkulasi saraf optik dan apoptosis
neuron, menjadi mekanisme yang mendasari tipe ini.3
2.4 Epidemiologi
Secara keseluruhan insidensi TON diperkirakan 0,7-2,5 % pada kasus
cedera kepala, sementara kejadian dari indirect TON memiliki prevalensi lebih
tinggi dari kebanyakan kasus yaitu sekitar 0,5-5% kasus cedera tumpul kepala
diikuti 2,5 % dari kasus tersebut melibatkan fraktur mid-facial
(craniofacial).2,3,9
Bagian intrakanalikular merupakan lokasi paling umum dari kejadian
indirect TON (71,4%), diikuti pada bagian apeks orbital (16,7%). Keterlibatan
segmen intrakanalicular dan apeks orbital ditemukan pada 11,9% kasus.
Bagian intrakranial dari saraf optik yang berdekatan ke ligamen falciformis
7
adalah lokasi umum lain untuk cedera trauma saraf optik yang biasanya
ditemukan.9
Di Amerika Serikat angka kejadian TON terjadi sekitar 0,5-5% kasus pada
pasien dengan cedera kepala berat sementara itu, di United Kingdom
prevalensi TON pada populasi umum sebesar 1 dalam 1.000.000 populasi.2,3
TON memiliki predominan prevelensi gender. Telah dilaporkan, hingga
80% pasien dengan TON berjenis laki-laki dengan usia rata-rata 31 tahun, dan
21% lebih muda dari 18 tahun. Pernah terjatuh (26%), kecelakaan kendaraan
bermotor (21%), dan kasus penyerangan (21%) adalah etiologi umum dari
TON dari kebanyakan populasi. Namun, dalam mekanisme trauma, kecelakaan
bermotor (63%) dan terjatuh merupakan penyebab utamanya. TON terjadi pada
0,4% pasien dengan semua jenis trauma. Terdapat hubungan yang menonjol
antara TON dan cedera kepala, di mana semua pasien dengan TON mengalami
cedera kepala (dua pertiga dari mereka memiliki cedera kepala yang
signifikan). Namun, hanya 2,3% pasien dengan trauma kepala yang mengalami
TON bersamaan. Ciri-ciri epidemiologis TON pada pasien anak-anak mirip
dengan pada orang dewasa seperti pernah terjatuh (50%) dan kecelakaan
kendaraan bermotor (40%) merupakan penyebab paling umum TON pada
populasi anak-anak.3,9,10
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi TON belum sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa mekanisme
telah menjadi perhatian. Traumatic Optic Neuropathy (TON) dikategorikan
sebagai mekanisme primer atau sekunder. Proses mekanikal difus akson saraf
optik dan nekrosis karena iskemia langsung dari kerusakan ke mikrosirkulasi
saraf optik adalah mekanisme utama, sementara proses apoptosis neuron-
neuron yang awalnya mengalami perlekatan adalah TON sekunder. Banyak
pasien memiliki keterlibatan kedua mekanisme pada tingkat tertentu.9
Bagian penting dari patofisiologi indirect TON adalah efek beban traumatis
pada respon biomekanik dari isi tengkorak. Sebuah studi menggunakan
holografik interferometri pada tengkorak manusia menunjukkan bahwa
kerusakan pada daerah frontal dapat merusak apeks orbital pada sisi ipsilateral-
8
nya, menyebabkan kerusakan pada saraf optik dan pembuluh darah yang
menyertainya, terutama di mana saraf memasuki kanal optik. Berdasarkan studi
anatomi saraf optik dan os orbital kadaver, pergeseran cedera langsung pada
akson, gangguan suplai darah, dan tekanan dari mikrohematoma serta edema
karena kerusakan anastomosis yang berjalan di antara dura dan pia mater adalah
kemungkinan mekanisme penyebab kerusakan saraf optik.9,11
Mekanisme lain yang diduga terlibat dalam TON adalah cedera aksonal
difus. Gaya inersia yang merugikan pada area kepala menyebabkan kerusakan
aksonal difus, yang dikaitkan dengan fungsi neurologis yang buruk. Setelah
cedera kepala, akson white mater cerebri menjadi cepat berubah bentuk,
mengakibatkan kerusakan sitoskeleton aksonal dan gangguan transmisi
aksoplasma.9
Kerusakan multifaset yang terkait dengan cedera otak traumatis
menghasilkan cedera multi-sistem pada otak, dan berakhir menjadi kerusakan
yang lebih luas daripada yang terlihat pada trauma saraf optik yang terlokalisir.
Cedera otak traumatis diketahui menyebabkan gejala sisa multi-sistemik,
seperti efek pada sistem pernapasan, kardiovaskular, endokrin, dan kekebalan.
Hal penting dalam konteks cedera aksonal adalah efek pada sistem kekebalan
dan respons stres, yang keduanya dapat secara signifikan mempengaruhi
perkembangan cedera saraf optik. Lebih lanjut, neuropati optik traumatis tidak
langsung dapat dikaitkan dengan efek samping lain dari trauma kepala seperti
perdarahan, gangguan sawar darah otak dan edema, atau peningkatan tekanan
intrakranial yang menyebabkan perubahan diameter selubung saraf optik juga
dapat berkaitan dengan mekanisme cedera primer dan sekunder yang
mempengaruhi perkembangan cedera pada saraf optik. Jadi, meskipun model
direct dan indirect fokal neuropatic optic traumatik dapat memberikan
pemahaman penting tentang patofisiologi cedera akson, juga berharga untuk
menyelidiki neuropati optik traumatis pada mekanisme trauma kepala yang
lebih luas.10
9
Gambar 6. Patogenesis Traumatic Optic Neuropathy
(Sumber: Burke E, et al. Neural Regeneration Research. 2019)
10
pemeriksaan funduskopi harus dilakukan; penilaian funduskopi awal dapat
mengungkapkan tampilan saraf optik yang normal, karena atrofi optik mungkin
tidak terlihat pada saat presentasi.4,9,12
Terdapat fakta bahwa RAPD dapat negatif pada kasus defek nervus optik
yang simetris dan bilateral harus dipertimbangkan. Ketajaman visual (VA)
dapat berkisar dari normal hingga tidak adanya persepsi cahaya, sekitar 40-
60% kasus memiliki persepsi cahaya atau lebih buruk pada saat awal
kunjungan. Meskipun VA pasien yang buruk dapat menyulitkan pemeriksaan
secara optimal, namun pemeriksaan defek lapangan pandang harus selalu
dipertimbangkan.3,4,9,12
2.7 Diagnosis
Pada pasien trauma kraniofasial bisa saja memiliki tampilan kepala dan
orbital serta temuan pada saraf optik dapat terkesan normal tetapi bukti
disfungsi saraf optik (penglihatan berkurang dan defek pupil aferen) dapat
mengarahkan diagnosis TON.3,4
Temuan klinis yang membantu mendiagnosis TON termasuk (1) cedera
mata, (2) Relatif Afferent Pupillary Defect (RAPD), (3) penurunan visus yang
bervariasi, (4) gangguan penglihatan warna, dan (5) derajat defek lapangan
pandang.3,9
2.7.1 Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan
Pasien dengan ketajaman visual buruk (lebih buruk dari 20/200) dapat
dinilai dengan perimetri Goldmann atau dengan pengujian tes konfrontatif
lapangan pandang. Tidak ada pola kehilangan lapang pandang yang
patognomonik untuk traumatic optic neuropathy (TON), meskipun skotoma
sentral yang padat merupakan karakteristiknya. Pemulihan fungsi saraf optik
dapat didokumentasikan melalui pengujian lapangan pandang secara serial.4,9
2.7.2 Pemeriksaan Relative Afferent Pupillary Defect (RAPD)
Relative afferent pupillary defect (RAPD) atau pupil Marcus Gunn adalah
tanda klinis dimana pupil pasien mengerut relatif lebih sedikit ketika cahaya
terang diayunkan dari mata yang tidak terpengaruh ke mata yang
11
terkena,"Swinging Flashlight Test" adalah non-invasif, sederhana, dan
prosedur yang relatif murah untuk menilai RAPD.13
RAPD menjadi temuan penting dalam kasus dengan TON ringan yang
bisa saja menjadi satu-satunya temuan klinis sebelum atrofi saraf optik yang
nyata.9,12
12
Hampir semua tipe defek lapang pandang pada kasus neuropati optik
traumatik dapat terjadi, tetapi yang banyak ditemukan biasanya tipe defek
medan arkuata, sentral atau hemianopi.12
13
Gambar 9. Pemeriksaan Segmen Posterior Oculi
(Sumber: Jakson RS, et al. Medscape. 2020)
14
studi neuroimaging biasanya menunjukkan tidak ada kelainan pada jalur
visual anterior, meskipun fraktur di wilayah kanal optik dapat terlihat.4
Gambar 11. Plain film radiograph of a 2-year-old girl following blunt periocular trauma.
Although a left orbital wall fracture is not evident, a loculated pocket of intraorbital air is
highlighted by the arrow.
(Sumber: Jakson RS, et al. Medscape. 2020)
15
Visual Evoked Potential (VEP), test ini mewakili respon kortikal
terhadap stimulus cahaya dan mungkin berguna dalam kasus pasien dengan
delayed neuropathy optic, dimana intervensi lanjutan tergantung pada
tanggapan VEP. VEP dapat membantu pada keadaan yang merujuk kasus
TON dimana pasien yang tidak responsif atau dalam keadaan yang disertai
dengan cedera oculi. Pasien juga dapat diikuti dengan pemeriksaan VEP
serial untuk mendokumentasikan pemulihan fungsi visual ketika parameter
klinis tidak jelas.4,12
Beberapa penelitian menggunakan Optical Coherence Tomography
(OCT) menunjukkan penipisan lapisan serat saraf retina pada pasien dengan
TON. Namun, mengingat temuan ini mungkin tidak terdeteksi pada tahap
awal dan tidak efisien terhadap pasien. OCT mungkin berharga dalam tindak
lanjut jangka panjang untuk menunjukkan perkembangan cedera saraf optik
dari waktu ke waktu. OCT merupakan teknik baru yang menggunakan cahaya
koherensi rendah untuk menembus jaringan serta kamera untuk menganalisis
gambar yang dipantulkan. Test yang melakukan pemindaian melingkar di
sekitar caput nervus optikus untuk menganalisa lapisan serat saraf peripupil
dan dapat digunakan dalam tindak lanjut untuk pasien dengan neuropati optik
traumatis.9,12
2.8 Tatalaksana
Pilihan pengobatan utama untuk TON adalah termasuk kortikosteroid
sistemik dan dekompresi saraf optik bedah, baik sendiri atau dalam kombinasi.
Alasan untuk terapi bedah pada indirect TON adalah untuk dekompresi saraf
optik di lokasi cedera, yang seringkali merupakan segmen intrakanalicular.
Dekompresi bedah dianggap membantu mengurangi kompresi saraf optik dan
gangguan pembuluh darah berikutnya yang mungkin terjadi sebagai akibat dari
cedera tidak langsung. Selain itu, pembedahan telah didalilkan untuk
menghilangkan fragmen tulang yang mungkin menimpa saraf optik di dalam
kanal optik. Saat ini, bukti konklusif bahwa dekompresi bedah memiliki peran
yang bermanfaat bagi sebagian besar pasien dengan TON, belum ada.4
16
Terapi yang lebih awal diharapkan akan mendapatkan prognosis yang
lebih baik. Tatalaksana TON masih kontroversial, dan belum ditemukan
pedoman penatalaksanaan yang jelas. Pada tahun 1990 kortikosteroid dosis
tinggi dilaporkan merupakan terapi yang sukses dalam kasus cedera tulang
belakang akut. Seiring tahun banyak penelitian yang menggunakan
kortikosteroid dalam penatalaksanaan TON. Sundep dkk tahun 2014,
meyatakan dari hasil penelitiannya pada pasien pasien TON oleh karena cedera
kepala yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas atau pernah terjatuh
menunjukkan hasil kemajuan yang signifikan setelah diterapi
methylprednisolone pada pasien yang memiliki tajam pengelihatan counting
finger (CF) tetapi tidak pada pasien yang memiliki tajam pengelihatan yang
sangat buruk. Penelitian oleh Daniel dkk, 2018 menyatakan dosis
methylprednisolone IV 1 gram/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan
penurunan dosis perminggu maupun pemberian preparat oral dengan dosis
0,8mg/kgBB/hari dapat digunakan. Studi IONTS tidak menemukan perbedaan
antara terapi steroid dibandingkan dengan intervensi bedah atau tanpa
intervensi dengan 52% yang menerima steroid menunjukkan peningkatan
visual dari tiga garis atau lebih dibandingkan 57% pada kelompok observasi.
Studi menyimpulkan bahwa baik dosis maupun waktu terapi steroid tidak
berpengaruh pada perbaikan tajam pengelihatan. 2,3,9
Pada tinjauan lain, Alasan penggunaan megadose metil prednisolon untuk
TON didasarkan pada peningkatan yang terlihat dengan hal yang sama pada
kasus dengan cedera akut tulang belakang, dimana dosis yang sama juga telah
direkomendasikan, yaitu dosis awal 30 mg/kg diberikan secara intravena,
diikuti dengan dosis pemeliharaan 5,4 mg/kg/jam, dengan pemantauan
ketajaman visual. Waktu pemberian terapi menjadi hal yang sangat penting,
dan telah banyak laporan dalam literatur mengenai pentingnya memulai terapi
sesegera mungkin. Selain itu juga terdapat laporan tentang penggunaan steroid
megadosis dapat menyebabkan efek merusak terhadap hasil visualalisasi pasien
jika dimulai setelah 8 jam pasca trauma.11
17
Indikasi definitif untuk dekompresi saraf optik traumatis meliputi beberapa
hal sebagai berikut: 12
Secara radiologis, fragmen fraktur tulang yang jelas menimpa pada bagian
intrakanalicular saraf optik di dinding lateral sinus sphenoid atau hematoma
terselubung pada saraf optik (seperti yang terlihat pada MRI), pada pasien
dengan neuropati optik traumatis yang memiliki visus <6/60.12
Tidak terdapatnya respon perbaikan atau timbulnya perburukan
penglihatan setelah 48 jam pasca terapi steroid megadosis pada pasien dengan
TON yang memiliki presentasi visus <6/60, serta tidak ada bukti radiologis
yang mengkompensasi hematoma pada kanal optik ataupun fragmen fraktur
yang menyebabkan cedera pada kanal intacranial pada pasien dengan profil
klinis dan radiologi serupa, ditunjukkan dengan adanya akumulasi cairan pada
sinus ethmoid posterior dan sinus sphenoid, dan/atau danya fraktur ethmoid,
apex orbita dan ossa sfenoid.12
2.9 Diagnosis Banding
1) Adult Optic Neuritis
Optic neuritis (ON) adalah peradangan demielinasi saraf optik yang
sering terjadi terkait dengan multiple sclerosis (MS) dan jauh lebih jarang
dikaitkan dengan neuromyelitis optica (NMO). Pemulihan bertahap dari
sebagian ataupun seluruhnya dari ketajaman visual dari waktu-ke waktu
adalah karakteristik dari ON, meskipun defisit residual permanen dalam
penglihatan warna dan kontras dan sensitivitas kecerahan sering terjadi.15
2) Childhood Optic Neuritis
Pada anak-anak, sebagian besar kasus neuritis optik disebabkan oleh
proses yang dimediasi kekebalan tubuh (Immune mediated Disease).
Neuritis optik pediatrik dapat menyebabkan 25% dari sindrom demielinasi
akut pediatrik. Anak-anak di bawah 10 tahun biasanya datang dengan
neuritis optik bilateral, sedangkan anak-anak yang lebih tua biasanya
datang dengan neuritis optik unilateral.16
3) Ischemic Optic Neuropathy
18
Neuropati optik iskemik (ION) mencakup berbagai gangguan yang
menghasilkan iskemia pada saraf optik. Menurut definisi, ION disebut
anterior jika edema diskus optikus terjadi secara akut.17
Gambar 12. Oklusi arteri retina centralis dengan gambaran “cherry red spot”
disertai edema periretina.
(Sumber: Egan RA, et al. Medscape. 2019)
4) Orbital Fractures
Fraktur orbital sering dikaitkan dengan trauma midfacial. Tingkat
keparahan fraktur berkisar dari fraktur kecil dengan perpindahan minimal
dari bagian yang tulang yang terbatas, dari yang tidak memerlukan
intervensi bedah hingga gangguan besar pada orbit seperti yang terlihat
pada gambar.18
19
Tumor orbital memiliki manifestasi protean (hasil pemecahan protein).
Rootman et al melaporkan bahwa gejala utama yang muncul adalah
proptosis, akibat dari efek massa. Hal ini terjadi pada 269 dari 601 pasien
yang dievaluasi atau 44,8% dari pasien dengan Tumor Orbital.19
Gambar 14. Pasien tumor orbital yang memberi gambaran klinis berupa:
chemosis, ptosis, dan proptosis
(Sumber: Mercandetti M, et al. Medscape. 2019)
2.10 Prognosis
Direct TON maupun Indirect TON memiliki perbedaan prognosis. Direct
TON menyebabkan penurunan visual yang parah dan permanen dengan sedikit
kemungkinan untuk pemulihan, sementara pemulihan visual terjadi pada 40-
60% kasus dengan indirect TON yang dikelola secara konservatif. Dilaporkan
bahwa pada pasien dengan indirect TON fungsi visual akan menghilang, jika
dalam tiga bulan setelah trauma bertahan hampir selamanya di hidup mereka.
Baseline VA adalah prediktor utama hasil akhir; oleh karena itu, awalnya VA
yang buruk dikaitkan dengan pemulihan visual terbatas atau tidak ada.
Pemulihan visual dan VA akhir mungkin juga lebih rendah dalam kasus
dengan hilangnya kesadaran, kurangnya pemulihan visual setelah 48 jam, tidak
ada respons visual yang ditimbulkan, akumulasi darah di dalam sel ethmoid
posterior, usia di atas 40 tahun, RAPD derajat rendah, fraktur kanal optik, dan
hematoma intraconal serta di sepanjang saraf optik9
BAB III
20
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
I. ANAMNESIS
21
minum namun tidak tahu nama obatnya
II. PEMERIKSAAN
A. INSPEKSI OD OS
2. Apparatus
Hiperlakrimasi (-) Hiperlakrimasi (-)
Lakrimalis
6. Mekanisme
Muscular
22
Sinekia (-) Sinekia (-)
B. PALPASI OD OS
4. Glandula
Eutrofi Eutrofi
Preaurikuler
C. TONOMETRI
23
E. CAMPUS VISUAL OD OS
Tidak Dilakukan
Pemeriksaan
F. COLOUR SENSE
G. LIGHT SENSE
24
(+) lambat (+)
I. DIAPANOSKOPI
J. OFTALMOSKOPI
VOD: Refleks Fundus (+), Edem Retina (-), atrofi papil (-), cup&disc <0,5 mm,
A/V: 1/3
VOS: Refleks Fundus (+), Edem Retina (-), atrofi papil (-), cup&disc <0,5 mm,
A/V: 1/3
K. SLIT LAMP
VOD:
Tampak palpebra superior proptosis
Konjungtiva : Anemis (+)
Pupil : RCL (+) lambat
L. LABORATORIUM
25
M. RADIOLOGI
III. RESUME
Pasien perempuan berusia 14 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
visus kabur oculi dextra sudah sejak ± 4 tahun yang lalu dan memberat ± 1
bulan terakhir, memberat terutama saat bangun tidur. Keluhan disertai cephalgia
(+), dizzines (+), nasuea (+), vomitus (-). Riwayat trauma 4 tahun lalu pada
regio frontoparietal, Riwayat berobat (+) 1 bulan lalu. Pemeriksaan tanda-tanda
vital: TD: 110/60, N: 100 x/menit, P: 20 x/menit, SB: 36,7 oC.
Pemeriksaan Oftalmologi: Proptosis palpebra superior dextra (+), anemis
(+) konjungtiva palpebra oculi dextra et sinistra, RCL (+) lambat pupil dextra,
TIO 24,7 mmHg oculi dextra et sinistra, VOD 1/60 R dan VOS 6/60 R, Reflex
Fundus (+) oculi dextra et sinistra. Pada status oftalmologi di dapatkan inversi
palpebra inferior dextra (+), ptosis palpebra superior dextra (+),VOD 5/60 (R),
dan VOS= 6/60 (R).
Pemeriksaan laboratorium: WBC : 13,4 103/ul, RBC : 5,4 106/ul, HGB : 12
gr/dL, HCT : 38,4%, PLT : 497 103/ul, GDS : 156 mg/dL
V. TERAPI
26
Cairan Isotonik: IVFD Ringer Lactat 12 tpm
Neuroprotector: Mecobalamin 2x250 mg tab/24 jam
Neurotropik: Citicoline 1x250 mg/ml/12 jam/iv
Kortikosteroid: Metilprednisolon 4x250 mg/6 jam/iv
Antihistamin: Ranitidin 50 mg/amp/12 jam/iv
OAINS Eye Drip: Flamar ED 4x1 gtt/24 jam
BAB IV
27
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Ilyas S, Yulianti SR. 2014. Buku Ilmu Penyakit Mata. Trauma Tumpul Saraf
Optik. FK UI. 2014. Ed: 5. P: 200
2. Wijayati PM, Nusanti S, Sidik S. Neuropati Optik Traumatik: Gambaran 13
Kasus Berdasarkan Radiologi dan Awitan Terapi Kortikosteroid di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo. Departemen Kesehatan Mata. Opthalmo Ina.
2021;47(2):59-60.
3. Yu-wai-man P. Traumatic optic neuropathyd Clinical features and
Management Issues. Taiwan Journal Of Opthalmologi. ELSEVIER. 2015. P:
3-7
4. Jakson RS, Meyer AD. Traumatic Optic Neuropathy Differential Diagnoses.
Medscape. Agustus 2020. Cited on:
https://emedicine.medscape.com/article/868129-overview
5. Crumbie L. Optic Nerve. KenHub GebH. Article. Desember 2021. Cited on:
https://www.kenhub.com/en/library/anatomy/the-optic-nerve
6. Daniel M, Albert DG. Optic Nerve. Encyclopaedia Britannicae, inc. Article.
2015. Cited on: https://www.britannica.com/print/article/430325
7. Gibson M. The Optic Nerve (CN II) and Visual Pathway. TeachMe Anatomy.
Article. Desember 2020. Cited on: https://teachmeanatomy.info/head/cranial-
nerves/optic-cnii/
8. Indasari ER. Sari Kepustakaan. Depatemen Ilmu Kesehatan Mata FK Undip.
Saraf Kranial yang Mempersarafi Mata. April 2020. P: 3-4
9. Karimi S, Arabi A, Ansari I, Shahraki T, Safi S. A Systematic Literature
Review on Traumatic Optic Neuropathy. Journal Opthalmology. Hindawi.
2021. P: 1-7.
10. Burke E, Cansler S, Evanson N. Indirect Traumatic Optic Neuropathy:
Modeling Optic Nerve Injury In The Context Of Closed Head Trauma.
Neural Regeneration Research. 2019. Vol: 14. Issue: 4. P: 593-594.
11. Samardzic K, Samardzic J, Janjetovic Z, Samardzic, Sekelj S, et Hodzic LL.
Traumatic Optic Neuropathy - To Treat Or To Observe?. Acta Inform Med.
Juni 2012. Vol: 20(2). P:131–132.
29
12. Hathiram BT, Khattar VS, Rode S. Traumatic Optic Neuropathy.
Otorhinolaryngology Clinics: An International Journal. AIJOC. September-
Desember 2011. Vol:3(3). P:188-196
13. Pillai M, Sinha S, Aggarwal P, Ravindran RD, Privitera CM. Quantification
of RAPD by an automated pupillometer in asymmetric glaucoma and its
correlation with manual pupillary assessment. Indian Journal of
Ophthalmology. Wolters Kluwer – Medknow. 2019. Vol: 67(2). P: 1.
14. Boyd K. Visual Field Test. American Academy of Ophthalmology. Artictle.
Mar 2021. Cited on: https://www.aao.org/eye-health/tips-prevention/visual-
field-testing
15. Dahl AA, et al. Adult Optic Neuritis. Medscape. Januari 2021. Cited on:
https://emedicine.medscape.com/article/1217083-overview
16. Heerce H, et al. Childhood Optic Neuritis. Medscape. November 2021. Cited
on: https://emedicine.medscape.com/article/1217290-overview#a4
17. Egan RA, et al. Neuro-ophthalmic Manifestations of Vascular Eye Diseases.
Medscape. 2019. Cited on: https://emedicine.medscape.com/article/1162916-
overview#a2
18. Mathur NN, et al. Orbital Fractures. Medscape. Mei 2020. Cited on:
https://emedicine.medscape.com/article/867985-overview
19. Mercandetti M, et al. Orbital Tumor. Medscape. September 2019. Cited on:
https://emedicine.medscape.com/article/1218892-overview#a6
30