SKENARIO II
KELOMPOK : 6B
NPM : 118170130
BLOK : 4.3
FAKULTAS KEDOKTERAN
CIREBON
2020
Skenario II
Step I
Step II
1. Mengapa pasien bisa mengeluhkan bercak kemerahan, terasa gatal, dan perih
serta keluhannya bisa berubahmenjadi lepuhan keruh yang berisi nanah?
2. Bagaimana hubungan tato henna dengan keluhan pasien?
3. Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien?
4. Bagaimana tatalaksana dan edukasi yang diberikan pada pasien tersebut?
5. Bagaimana faktor resiko terjadinya keluhan tersebut?
6. Bagaimana diagnosis banding keluhan pasien?
Step III
1. Mengapa pasien bisa mengeluhkan bercak kemerahan, terasa gatal, dan perih
serta keluhannya bisa berubahmenjadi lepuhan keruh yang berisi nanah?
- Karena adanya reaksi hipersensitivitas tipe 4 (tipe lambat) : fase
sensitisasi dan fase elisitasi
- Karena adanya bakteri seperti staphylococcus aureus yang masuk
kedalam lesi bulanya
- Pseudomonas aurogenosa dan staphylococcus pyogenic
- Karena adanya gangguan barier epidermal kerusakan stratum
korneumnya
- Eritem dilatasi mikrovaskular lokal, gatal dan perih stimulasi lokal
nosiseptor
Edukasi :
Step IV
1. Mengapa pasien bisa mengeluhkan bercak kemerahan, terasa gatal, dan perih
serta keluhannya bisa berubahmenjadi lepuhan keruh yang berisi nanah?
- Karena adanya reaksi hipersensitivitas tipe 4 (tipe lambat) : fase
sensitisasi dan fase elisitasi Faktor sensitasi berlangsung 2-3 minggu :
hapten ybisa mrangsang sistem imunnya masuk ke epidermis
stratum korneum keratinosit akan mengeluarkan IL-1 memanggil sel
langerhans (APC) sel T naif terstimulasi
- Ketika terpapar Faktor alergen tersebut Hapten diproses hapten
mengaktifkan makrofag mengaktivasi sel T (sitotokik/ naif) sel naif
membutuhkan reseptor MHC kelas 2, MHC kelas 1 reseptor sel T
sitotoksik berubah menjadi sel Th 2, sel Th 1, sel Th 0. Eritem
dilatasi mikrovaskular lokal, gatal dan perih stimulasi lokal nosiseptor
- Perlekatan antara mikroba dengan antigen aktivasi sistem komplemen
aktivasi sel mast C3A, C4A sitokin proinflamasi (histamin
stimulasi nosiseptor, dilatasi mikrovaskular, bisa juga menyebabkan
infeksi sekunder)
- Timbulnya pus diakibatkan karena adanya bakteri seperti staphylococcus
aureus yang masuk kedalam lesi bulanya , bisa juga karena bakteri
pseudomonas aerugenosa dan staphylococcus pyogenes
Dermatitis
Kontak Alergi
(DKA)
faktor penegakan diagnosis
etiologi resiko
patomekanisme diagnosis banding
tatalaksana
sistemik
topikal
Step V
Refleksi Diri
Step VI
Belajar Mandiri
Step VII
-Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis, hal pokok dalam pemeriksaan dermatologis yang baik
adalah:
a. Lokasi dan atau distribusi dari kelainan yang ada
b. Karakteristik dari setiap lesi, dilihat dari morfologi lesi (eritema, urtikaria,
likenifikasi, perubahan pigmen kulit)
c. Pemeriksaan lokasi-lokasi sekunder
d. Teknik-teknik pemeriksaan khusus, dengan patch test.
Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih
cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi
penyebabnya. Sebaliknya, dermatitis kontak iritan kronis timbulnya lambat dan
memiliki gambaran klinis yang luas, sehingga terkadang sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak alergi. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang
dicurigai. Kriteria diagnostik primer dermatitis kontak iritan meliputi makula
eritema, hiperkeratosis atau fisura yang menonjol, kulit seperti terbakar. Kriteria
objektif minor meliputi batas tegas pada dermatitis, dan kecenderungan untuk
menyebar lebih rendah dibanding dermatitis kontak alergik. 1
-Pemeriksaan Penunjang
Jika upaya meredakan gejala di rumah tidak menunjukkan hasil, maka dokter
dapat meresepkan obat-obatan berupa:
Apabila pemberian obat-obat di atas belum dapat meredakan gejala, maka dokter
dapat melakukan penanganan dalam bentuk:
2. Dermatitis Numularis
-Etiologi dan faktor resiko
Dermatitis numular adalah suatu peradangan pada kulit berbentuk koin atau
oval ditandai dengan ruam kulit yang gatal disertai lepuhan-lepuhan kecil,
keropeng, dan kulit bersisik. Dermatitis numularis dikenal dengan sebutan eksim
nummular atau eksim diskoid. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia 55–65 tahun
dan lebih banyak pada pria dibanding wanita. Walaupun dapat pula ditemukan
pada usia yang lebih muda atau usia remaja, terutama wanita. Penyebab pasti dari
dermatitis numularis belum diketahui. Sensitif terhadap bahan tertentu dikaitkan
dengan kejadian dermatitis numularis, seperti:
Logam, seperti nikel dan merkuri yang didapat saat penambalan gigi
Formaldehid1
Obat-obatan, seperti neomisin
-Patogenesis 2
-Anamnesis
-Pemeriksaan Fisik
Pengobatan topikal:
1. Obat Antiinflamasi.
Diberikan untuk menghilangkan peradangan pada kulit dan mengurangi
iritasi kulit. Misalnya dengan pemberian preparat ter, glukokortikoid,
takrolimus, atau pimekrolimus. Kortikosteroid topikal yang diberikan
contohnya triamcinolone 0,025-0,1%. Bila lesi masih eksudatif,
sebaiknya dilakukan kompres dengan larutan permanganas 1:10.000.
Pengobatan Sistemik
1. Antibiotik 3
Untuk mengobati jika terjadi infeksi sekunder.
2. Antihistamin oral.
Digunakan untuk mengurangi gatal. Biasa digunakan antihistamin
golongan H1, misalnya hidroksisin HCl.
3. Steroid sistemik. 3
Digunakan untuk kasus-kasus dermatitis numular yang berat, hanya
diberikan dalam jangka waktu pendek, diberikan prednilson dengan
dosis oral 40-60 mg selam 4 kali per hari dengan dosis yang diturunkan
secara perlahan-lahan tapering off. Hanya berguna dalam beberapa
minggu, dermatitis yang belum sembuh sempurna, dapat ditangani
dengan pemberian krim steroid dan emolilients.
3. Dermatitis atopik
-Etiologi dan faktor resiko
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang bersifat kronik
residif disertai rasa gatal yang hebat serta eksaserbasi kronik dan remisi, dengan
etiologi yang multifaktorial.Penyakit ini biasanya dihubungkan dengan penyakit
alergi lain seperti asma bronkial dan rhinokonjungtivitis alergi. Etiologi dermatitis
atopik masih belum diketahui dan patogenesisnya sangat komplek ,tetapi terdapat
beberapa faktor yang dianggap berperan sebagai faktor pencetus kelainan ini
misalnya faktor genetik,imunologik,lingkungan dan gaya hidup, dan psikologi.
-Patogenesis4
Pada DA terjadi rasa gatal yang hebat, garukan, disertai hipereaktivitas
kulit dan berkurangnya ambang batas rasa gatal sebagai dasar terjadinya stimulasi
mekanis yang kontinyu dan pengeluaran sitokin yang tidak teratur oleh
keratinosit. Pada DA terjadi perubahan komposisi lemak stratum korneum
sehingga kulit menjadi kering. Perubahan pH kulit ke arah alkali mengakibatkan
permeabilitas terhadap alergen dan iritan meningkat. Gangguan fungsi sawar kulit
pada DA meningkatkan absorpsi antigen sehingga terjadi hipereaktivitas kulit
sebagai gambaran khas DA. Penelitian lain menyebutkan bahwa sekresi
seramidase (berfungsi memecah seramid menjadi sphingosine dan asam lemak)
oleh flora bakteri jumlahnya lebih banyak pada penderita DA baik pada kulit
dengan lesi ataupun tanpa lesi. Konsep dasar patogenesis terjadinya DA adalah
melalui reaksi imunologik. Parameter imunologi seperti kadar IgE dalam serum
ditemukan meningkat pada 60-80% penderita. Selain itu juga ditemukan IgE yang
spesifik terhadap bermacam aeroalergen dan eosinofilia darah serta adanya
molekul IgE pada permukaan sel Langerhans epidermal. Suatu penelitian
mendapatkan bahwa 80% anak dengan dermatitis atopik mengalami asma
bronkial atau rhinitis alergik. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara DA
dengan kejadian alergi pada saluran napas. Respon imun dapat berlangsung dalam
lapisan dermo-epidermal dengan melibatkan sel langerhans (SL) epidermis,
limfosit, eosinofil dan sel mast. Apabila suatu antigen (baik berupa alergen hirup,
alergen makanan, autoantigen atau super antigen) terpajan ke kulit individu
dengan kecenderungan atopik, maka antigen tersebut akan ditangkap oleh antibodi
IgE yang ada pada permukaan sel mast atau membran SL epidermis. Antigen
Presenting Cell (APC) pada DA (berupa sel langerhans epidermis dan sel
dendritik dermis) dapat mengaktifkan sel T alergen spesifik melalui antibodi IgE
alergen spesifik (terikat pada reseptor FcεRI, FcεRII dan IgE-binding protein). SL
dengan ikatan IgE dan antigen pindah dari dermis ke saluran limfe dan kelenjar
getah bening regional (regio parakortikal). Di sana antigen diproses menggunakan
Major Histocompatibility Complex (MHC) II dan dipresentasikan untuk
mengaktifkan sel T naïve. Diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi menentukan
perkembangan sel T ke arah Th1 atau Th2. Melalui glikoprotein permukaan, sel T
akan terekspresi secara berbeda pada proses pematangan dan menentukan fenotip
sel T, apakah menjadi sel T helper/regulatory CD4+ atau sel T cytotoxic/
supressor CD8+. Infiltrat mononuklear pada lesi DA terutama berupa sel T CD4+
dan sedikit sel T CD8+.4
Lingkungan sitokin berperan penting pada perubahan Sel T helper menjadi
sel Th1 atau Th2. Sel Th1 dipicu oleh interleukin (IL)-12 yang disekresi oleh
makrofag dan sel dendritik. Sel Th2 dipicu oleh IL-10 dan Prostaglandin (PG) E.
Sel Th1 memproduksi sitokin IFN-γ, TNF-α, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel Th2 9
memproduksi IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10 dan IL-13. IL-4, IL-5 dan IL-13
menyebabkan peningkatan level IgE dan eosinofil serta menginduksi molekul
adesi yang terlibat pada migrasi sel inflamasi ke lesi kulit.4
Pola ekspresi lokal sitokin mempengaruhi inflamasi di jaringan lokal,
dimana pada DA pola ini bergantung pada usia lesi kulit. Pada kulit dengan lesi
akut atau tanpa lesi DA, sel T meningkatkan ekspresi IL-4, IL-5, dan IL-1 dengan
sedikit INFγ. IL-4 menghambat produksi INF-γ dan menekan diferensiasi ke arah
sel Th1 sehingga lingkungan tersebut memicu perkembangan ke arah sel Th2.
Sitokin Th2 akan menginduksi respon lokal IgE untuk menarik sel-sel inflamasi
(limfosit dan eosinofil) sehingga terjadi peningkatan pengeluaran molekul adesi.
Pada lesi kronik terdapat pola sitokin yang berbeda, dimana terjadi peningkatan
kadar INF-γ, IL-12, IL-5, dan granulocyte monocyte colony stimulating factor
(GM-CSF). IFN-γ sebagai sitokin Th1 akan diproduksi lebih banyak namun kadar
IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi. IFN-γ dan IL-12 memicu terjadinya infiltrasi
limfosit dan makrofag. IFN-γ dan GM-CSF merangsang sel basal untuk
berproliferasi menghasilkan pertumbuhan keratinosit epidermis sehingga terjadi
hiperplasia epidermis pada lesi kronik. 4
Kelainan imunologi utama pada DA adalah sekresi IgE yang berlebihan.
Ikatan antigen dengan IgE pada permukaan sel mast memicu pelepasan mediator
kimia seperti histamin sehingga berakibat keluhan rasa gatal dan kemerahan pada
kulit. Pelepasan mediator ini terjadi 15-60 menit setelah pajanan dan disebut
reaksi fase cepat (early phase reaction). Reaksi fase lambat (late phase reaction)
menyusul 3-4 jam setelah reaksi fase cepat. Pada reaksi fase lambat terjadi
ekspresi adesi molekul pada dinding pembuluh darah dan diikuti tertariknya
eosinofil, limfosit, monosit pada daerah radang. Hal ini terjadi karena peningkatan
aktifitas Th2 memproduksi IL-3, IL-4, IL-5, IL-13, GM-CSF yang merangsang sel
limfosit B membentuk IgE dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sel
mast, namun tidak terjadi peningkatan pada Th1. 4
-Anamnesis 2
Pada anamnesis dapat digali faktor risiko dermatitis atopik (DA) serta alergen
apa yang mencetuskan gejala sehingga alergen dapat dihindari.Pada anamnesis
dapat ditanyakan :
Riwayat atopik pada keluarga seperti asma, alergi, rhinitis, dan DA
Onset awal terjadinya gangguan, dimana biasanya dimulai pada usia dini
Adanya pruritus yang hilang timbul
Kebiasaan menggaruk pada anak yang bisa hingga meninggalkan
ekskoriasi
Adanya riwayat DA yang hilang timbul dan kronis
Bentuk lesi kulit yang timbul
Keadaan yang menjadi pencetus timbulnya lesi kulit
Dermatitis atopik memiliki gejala klinis dan perjalanan penyakit yang sangat
bervariasi, dapat membentuk suatu sindrom yang terdiri atas kelompok gejala dan
tanda yang menggambarkan peradangan kulit sesuai dengan cerminan
patogenesisnya. Pada semua usia, manifestasi klinis dermatitis atopik biasanya
berupa eritema, papula, dan pruritus (gatal) yang hebat. Gambaran klinis pertama
muncul pada kulit yang terserang adalah terjadinya eritema yang disebabkan oleh
vasodilatasi pembuluh darah (flushing) dan gatal yang diikuti dengan gangguan
pada fungsi sawar kulit yang memberi gambaran kulit tampak kering. Pruritus
menyebabkan orang akan menggaruk, dengan demikian akan menambah parah
gambaran klinis, bahkan memperberat keadaan dengan adanya infeksi sekunder.
-Pemeriksaan Fisik 2
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat lokasi dan pola kelainan yang
sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebab terjadinya dermatitis. 18
Pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosa penyakit antara lain misalnya, di
ketiak oleh deodorant, pergelangan tangan oleh jam tangan, di kaki oleh
sepatu/sandal, pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang,
seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab
endogen.
-Pemeriksaan Penunjang
Uji tempel kulit yang terbuka dilakukan untuk mengetahui urtikari kontak
atau DKA. Uji tempel ini biasanya dilakukan 4 minggu setelah dermatitis hilang.
Uji pemakaian dilakukan bila uji tempel tersebut hasilnya negatif sedangkan
kliniknya jelas. Uji goresan tersebut dapat dilakukan untuk mendiagnosis urtikaria
kontak.Bila penyakit sudah sembuh,maka dapat diadakan uji tempel (patch test).
Pada daerah fleksor lengan bawah atau interskapular dioleskan alergen yang
tersangka, yang menutup dengan kain kasa dan selofan impermeable. Sesudah 24-
28 jam dibaca. Reaksi dinilai sebagai : eritme, eritme, endema, papul, eritme,
endema, papul, vesikel, vesikel tetapi disertai versikel yang berkonfluensi, vesikel
tetapi disertai versikel yang berkonfluensi tetapi keadaan medidans dengan atau
tanpa nekrosis.2
Selain itu pemeriksaan penunjang untuk dermatitis atopik darah perifer
ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE. Kedua, adanya
dermatografisme putih yang merupakan penggoresan pada kulit normal yang akan
menimbulkan tiga respons, yaitu akan terlihat garis merah di tempat penggoresan
selama 15 detik, warna merah disekitarnya selama beberapa detik,dan endema
yang timbul sesudah beberapa detik, dan endema timbul sesudah beberapa menit.
Penggoresan pada pasien yang topik akan bereaksi berlainan. Garis merah tidak
disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik sampai 5 menit,
sedangkan endema tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatrogafisme putih.
Ketiga,dilakukan percobaan asetilkolin merupakan suntikan secara
intrakutan dilakukan percobaan asetilkotil merupakan suntikan secara inrakkutan
solusio asetilkolin 1 per 5000 akan menyebabkan hipermia pada orang normal.
Pada orang dengan dermatitis atopik akan timbul vasokontriski, terlihat kepucatan
selama 1 jam. Keempat, dilakukan percobaan histamin. Jika histamin fosfat
disuntikkan pada lesi, eritme akan berkurang dibandingkan orang lain sebagai
kontrol. Kalau obat tersebut disuntikkan parenteral, tampak eritma bertambah
pada kulit yang normal.2
-Tatalaksana
Penderita dermatitis atopik harus mempertahankan kelembaban kulit dan
mencegah kekeringan kulit (xerosis), yang ikut berperan dalam timbulnya
penyakit karena mempermudah masuknya patogen, iritan, dan allergen.
Kelembaban kulit dapat dilakukan dengan cara hidrasi, yaitu mandi atau balut
basah (wet dressing). Mandi secara teratur dapat melembabkan kulit dan
melepaskan krusta. Mandi rendam 1-2 kali sehari selama beberapa menit dalam
air hangat (jangan terlalu panas) dengan pembersih kulit (skin cleaner) yang
mengandung pelembab sangat bermanfaat. Setelah mandi dan dikeringkan, segera
oleskan obat topikal, misalnya kortikosteroid, diikuti dengan pelembab atau
pelembab saja. Sebaiknya, balut basah dapat meningkatkan penetrasi
transepidermal kortikosteroid topikal. Balut basah juga dapat berfungsi sebagai
pelindung efektif terhadap garukan sehingga mempercepat penyembuhan lesi.
Tetapi, penggunaan balut basah berlebihan dapat menyebabkan maserasi sehingga
memudahkan infeksi sekunder.
Pemakaian pelembab yang adekuat secara teratur sangat penting untuk
mengatasi kekeringan kulit. Berdasarkan cara kerjanya, pelembab dapat
dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu yang bersifat oklusif, humektan,
emolien, dan rejuvenator protein. Pilihan terhadap pelembab tersebut didasarkan
pada keadaan kelainan kulit dan usia. Pelembab harus dioleskan segera setelah
mandi, minimal 2 kali sehari walaupun tidak ada keluhan dermatitis atopik. Lama
kerja emolien maksimal 6 jam. Bentuk salep dan krim memberikan fungsi sawar
lebih baik dari lotion. Salep yang oklusif sering kurang dapat ditoleransi karena
mengganggu fungsi kelenjar keringat. Krim dan lotion dapat menyebabkan iritasi
karena sering mengandung pengawet, pelarut, dan pewangi.1,20 Tatalasana
terhadap Inflamasi Inflamasi pada dermatitis atopik terjadi terutama disebabkan
oleh adanya proses inflamasi imunologik. Oleh karena itu, untuk mengatasi
iflamasi dapat digunakan antiinflamasi, baik golongan steroid maupun nonsteroid.
Untuk golongan steroid dapat digunakan kortikosteroid topikal, Sedangkan untuk
golongan antiinflamasi non steroid yang digunakan dalam tatalaksana dermatitis
atopik adalah golongan penghambat kalsineurin yang terdiri atas pimekrolimus
dan takrolimus.3
Selama ini, penggunaan kortikosteroid topikal secara intermitten merupakan
pengobatan standar untuk mengatasi inflamasi akut/eksaserbasi dermatitis atopik.
Pemberian kortikosteroid topikal dilakukan dengan cara dioleskan 1-2 kali sehari.
Setelah inflamasi berkurang, frekuensi pemberian dikurangi, misalnya 2 kali
seminggu, atau potensinya diturunkan, untuk kemudian dihentikan. Beberapa
faktor harus dipertimbangkan dalam memilih kortikosteroid topikal, yakni
vahekulum, frekuensi dan jumlah kortikosteroid, usia pasien, lokasi, derajat, dan
luas lesi.3
4. Dermatitis venerata
-Etiologi dan faktor resiko
Dermatitis venenata adalah dermatitis yang disebabkan oleh gigitan, liur, atau
bulu serangga. Penyebabnya adalah toksin atau allergen dalam cairan gigitan
serangga tersebut. Serangga yang menyebabkan dermatitis venenata biasa dikenal
dengansebutan tom cat. Tom cat (Paederus sp) atau yang sering dikenal dengan
semutkayap, merupakan kumbang dengan habitat di sawah, semak-semak, dan
tambakliar dengan sedikit semaksemak. Tom cat merupakan predator dari hama
wereng.Kumbang ini temasuk dalam ordo Orthotera, sub ordo Rove Beetle, genus
Staphylinidae dengan banyak spesies. Ciri kumbang ini adalah kepala
berbentukseperti semut, berwarna hitam, punggung hitam, dan oranye, sayap
kebiruan. Faktor Risiko Digigit Serangga karena terkena gigitan atau sengatan
serangga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Lingkungan tempat tinggal yang gelap, lembab, atau berdekatan dengan
lahan kosong, semak-semak, kebun, atau hutan.
Riwayat alergi, pada diri sendiri dan riwayat alergi dalam keluarga
Pekerjaan, seperti orang yang bekerja di perkebunan
Golongan darah O. Menurut penelitian yang dipublikasi dalam the Journal
of Medical Entomology, orang-orang bergolongan darah O memiliki risiko
dua kali lebih besar digigit serangga penghisap darah dibanding golongan
darah lainnya.
-Patogenesis4
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat di kuli.
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit, tetapi
sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau
komponen inti. Kerusakan membran akan mengaktifkan enzim fosfolipase yang
akan merubah fosfolipid menjadi asam arakhidonat, diasilgliserida, platelet
activating factor, dan inositida. Asam arakhidonat diubah menjadi prostaglandin
dan leukotrin. Prostaglandin dan leukotrin menginduksi vasodilatasi dan
meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi
komplemen dan kinin. prostaglandin dan leukotrin juga bertindak sebagai
kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktivasi sel mast
melepaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin lain, sehingga memperkuat
perubahan vaskular. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan
klasik ditempat terjadinya kontak di kulit yang berupa eritema, edema, panas,
nyeri, bila iritannya kuat. Apabila iritan lemah, akan menimbulkan kelainan kulit
setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh
karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan 15 kehilangan fungsi sawarnya,
sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya.4
-Anamnesis 4
Pasien mengaku bahwa kulit kemerahan terasa perih dan gatal. Awalnya
keluhan ini disadari oleh pasien ketika bangun di pagi hari. Orang tua pasien
mengatakan awalnya kulit dibawah mata kanan pasien hanya terlihat kemerahan
namun beberapa jam setelahnyterlihat seperti melepuh. Karena terasa gatal, pasien
mengosok daerah kulit tersebut menggunakan tangan kanan. Satu hari setelahnya
muncul benjolan yang berisi cairan pada jari tangan kanan pasien diserta rasa
gatal dan kemerahan. Berdasarkan pengakuan pasien, sore pada hari sebelumnya,
pasien sempat bermain ditaman sekitar pekarangan rumah bersama teman-
temannya. Pasien meyangkal merasa tergigit atau kontak dengan serangga pada
daerah kelainan kulit tersebut. 2
-Pemeriksaan Fisik2
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tandatanda vital dalam keadaan normal.
Pada status dermaologis pada wajah ditemukan makula eritem berukuran plakat
disertai erosi dan krusta. tersusun linier, difus dengan bentuk tidak teratur pada
bagian yang terkena gigitan serangga.2
-Pemeriksaan Penunjang
Sebenarnya pada kasus ini tidak perlu di lakukan pemeriksaan penunjang
karena bisa di tegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Tapi
kemungkinan Pemeriksaan penunjang salah satu yang paling sering digunakan
adalah patch test. Dasar pelaksanaan patch test adalah sebagai berikut:
o Bahan yang diujikan (dengan konsentrasi dan bahan pelarut yang sudah
ditentukan) ditempelkan pada kulit normal, kemudian ditutup. Konsentrasi
yang digunakan pada umumnya sudah ditentukan berdasarkan penelitian-
penelitian.
o Biarkan selama 2 hari (minimal 24 jam) untuk memberi kesempatan absorbsi
dan reaksi alergi dari kulit yang memerlukan waktu lama. Meskipun
penyerapan untuk masing-masing bahan bervariasi, ada yang kurang dan ada
yang lebih dari 24 jam, tetapi menurut para peniliti waktu 24 jam sudah
memadai untuk kesemuanya, sehingga ditetapkan sebagai standar.
o Kemudian bahan tes dilepas dan kulit tempat penempelan tersebut diamati
perubahan atau kelainan yang terjadi pada kulit. Pada tempat tersebut bisa
kemungkinan terjadi dermatitis berupa eritema, papul, edema, fesikel, dan
bahkan kadang-kadang bisa terjadi bula atau nekrosis. Pelaksanaan uji tempel
dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila mungkin setelah 3
minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di
bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas,
ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan bahan impermeabel,
kemudian direkat dengan plester. Setelah 48 jam dibuka.
-Tatalaksana
Terapi yang diberikan pada pasien yakni terapi topical dan sistemik. Terapi
topikal Hidrokortison cream dioleskan 2 kali dalam sehari selama 2 minggu serta
diberikan juga Asam Fusidat 2% 2 kali sehari selama 1 sampai 2 minggu. Terapi
sitemik pasien diberikan interhistin sirup yang diberikan 1 kali 1 sendok teh dalam
sehari, serta di berikan antibiotik cefadroxil sirup 2 kali 1 sendok teh dalam
sehari.3
Edukasi juga diberikan kepada keluarga, untuk meperhatikan aktivitas anak
sehari-hari, menggunakan alat pelindung jika mebersihkan atau menyentuh daerah
lesi, mencegah garukan, dan yang paling penting adalah menjaga kebersihan
tubuh. 2
5. Neurodermatitis
-Etiologi dan faktor resiko
Neurodermatitis sirkumskripta atau disebut juga dengan Liken Simpleks
Kronik merupakan penyakit kulit yang sangat gatal dan bersifat kronis.Sering
terjadi pada usia sekisar 30 hingga 50 tahu,terlebih lagi wanita. Pasien dengan
koeksistensi dermatitis atopi cenderung memiliki onset umur yang lebih muda
(rata-rata 19 tahun) dibandingkan dengan pasien tanpa atopi (rata-rata 48 tahun).
Penyebab neurodermatitis belum diketahui secara pasti. Namun, munculnya
bercak kulit yang terasa gatal diduga akibat reaksi saraf berlebihan terhadap
beberapa kondisi. Misalnya, akibat ,pikiran yang terlalu banyak,gigitan serangga
atau menggunakan pakaian ketat.Pemicu rasa gatal lainnya pada kasus
neurodermatitis adalah cedera pada saraf, kulit kering, keringat, cuaca panas, dan
aliran darah kurang baik. Pada kasus tertentu, penyakit kulit kronis ini dikaitkan
dengan kondisi kulit lain, seperti eksim, psoriasis, dan reaksi alergi.Beberapa
faktor berikut dipercaya meningkatkan risiko terjadinya neurodermatitis:
6. Dermatitis popok
-Etiologi dan faktor resiko5
Dermatitis popok (eksim popok, napkin dermatitis, diaper dermatitis)
merupakan kelainan kulit yang timbul di daerah kulit yang tertutup popok
(bokong sekitar anus, paha sebelah dalam, daerah kelamin dan perut bagian
bawah), terjadi setelah penggunaan popok. Penyebab dermatitis popok bersifat
multifaktorial. Kelembaban yang tinggi dan penggunaan popok yang lama
mengawali terjadinya dermatitis popok. Diantara berbagai faktor penyebab seperti
faktor fisik, kimiawi, enzimatik dan biologik (kuman dalam feses, urin); popok itu
sendiri perlu dipertimbangkan. Peningkatan kelembaban kulit mempermudah
kerusakan kulit akibat gesekan kulit dengan popok. Pengobatan dermatitis popok
dapat dilakukan sesuai dengan urutan ABCDE yaitu Air (udara), Barrier oitment
(salap pelindung), Cleansing and anticandidal treatment (pembersih dan
pengobatan antikandida), Diaper (popok) dan Education (pendidikan/pengarahan).
-Patogenesis 5
Reaksi iritan pada lingkungan popok seperti friksi, oklusi, kelembapan,
maserasi, urin, feses atau kimia; juga berhubungan dengan kebiasaan minum susu
lewat botol dan adanya Candida albicans dalam saluran pencernaan.4 Sel-sel
stratum korneum saling terhubung melalui desmosom; terdapat struktur lapisan
lemak yang dapat melindungi kulit dari paparan air. Iritan lebih mudah menembus
barier rusak. Lingkungan yang berubah karena pemakaian popok dapat
mempengaruhi struktur, fungsi, dan respons penghalang kulit. Lingkungan
lembap dapat menyebabkan hidrasi berlebih stratum korneum dan gangguan
struktur lapisan lemak. Rusaknya integritas stratum korneum dapat menyebabkan
iritasi, mudah ditembus mikroorganisme dan mengaktifkan sel Langerhans
epidermis. Enzim lipase dan protease pada tinja dapat mengganggu integritas
stratum korneum dan mendegradasi protein, sehingga dapat menembus sawar.
Penetran atau iritan yang berinteraksi dengan keratinosit, menstimulasi
pengeluaran sitokin yang kemudian berpengaruh pada pembuluh darah dermis dan
menimbulkan peradangan. Iritan tersebut juga dapat meningkatkan proliferasi,
metabolisme, dan diferensiasi, akibatnya epidermis mengatur ulang susunan
stratum korneum dan menghasilkan struktur yang rusak, pengaturan air tidak
normal, serta deskuamasi yang tidak memadai. Lesi kulit yang tertutup popok
dapat terjadi apabila enzim pankreas tidak dinetralisir di usus besar dan apabila
enzim pankreas bercampur garam empedu akan meningkatkan oklusi, eritema,
aliran darah, pH kulit, dan Trans Epidermal Water Loss (TEWL). Kulit dengan
pH tinggi berhubungan dengan tingginya hidrasi kulit (kulit menjadi lebih basah).
Pada pasien gangguan metabolik terjadi peningkatan enzim pencernaan, sehingga
berisiko mengalami kerusakan kulit karena enzim yang tidak diserap
diekskresikan lewat feses dan dapat memecah protein stratum korneum. Pada bayi
dan anak-anak yang menjalani operasi usus atau dengan diare, waktu proses dan
pencernaan makanan dipercepat, menghasilkan aktivitas protease dan lipase yang
meningkat dan membuat kulit lebih rentan terhadap dermatitis popok. 5
-Anamnesis
Gejala diaper rash bervariasi mulai dari yang ringan sampai dengan yang
berat. Secara klinis dapat terlihat sebagai berikut:
a. Pada tahap dini, ruam dapat berupa eritema atau kemerahan pada kulit di
daerah popok yang bersifat terbatas dan disertai dengan adanya lecetlecet
ringan atau luka pada kulit.
b. Pada derajat sedang dapat berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya
bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet pada
permukaan yang luas. Biasanya disertai dengan rasa nyeri dan rasa tidak
nyaman di kulit. 5
c. Pada kondisi yang cukup parah dapat ditemukan adanya kemerahan yang
disertai bintil-bintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang lebih luas.
d. Bayi atau anak dengan kelainan itu dapat menjadi rewel akibat adanya rasa
nyeri yang ditimbulkan akibat ruam, terutama pada waktu buang air kecil
atau besar.5
-Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum dan gizi baik. Tanda vital dalam
batas normal. Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai papul-papul eritem
multipel, pustul multipel dan skuama halus berwarna putih pada regio glutea,
hipokondrium, pubika, genitalia, inguinal dekstra et sinistra dan femoralis anterior
dekstra et sinistra.5
-Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang terutama untuk identifikasi infeksi Kandida.Infeksi ini
sering terjadi setelah diare atau penggunaan antibiotik oral. Diagnosis diaper
dermatitis kandida berdasarkan karakteristik morfologi klinis kandida yang pada
kerokan Kalium Hidroksida (KOH) menunjukkan adanya pseudohifa.
Pemeriksaan bakteri diperlukan untuk mengetahui adanya infeksi bakteri pada
lesi. Pada kasus berat dapat dilakukan kultur terhadap kuman Staphylococcus
aureus. 5
-Tatalaksana
Terapi paling utama diaper dermatitis adalah menjaga kulit tetap kering
dengan mengganti popok sesering mungkin setelah terkena urin atau tinja. Bahan-
bahan aktif mengandung zink oksida, petrolatum, minyak hati ikan kod,
dimetikon, atau lanolin dapat menjadi pilihan terapi. Zink oksida topikal 0,25%
sangat baik memberikan perlindungan tahan air, sehingga mengurangi gesekan
dan maserasi. Zink oksida efektif untuk pencegahan ataupun terapi diaper
dermatitis tipe sedang; untuk diaper dermatitis tipe lebih parah diperlukan agen
anti-jamur dan kortikosteroid potensi rendah seperti hidrokortison. Lesi yang
belum membaik dapat diberi campuran salep nistatin dan hidrokortison 1% salep
dengan perbandingan yang sama. melaporkan penggunaan terapi air susu ibu
(ASI) topikal, tetapi tidak lebih baik dari penggunaan krim barier zink oksida.
menyatakan bahwa ASI sama efektifnya dengan hidrokortison 1% untuk
pengobatan topikal dermatitis popok. Kortikosteroid topikal potensi rendah seperti
hidrokortison dan hidrokortison asetat secara umum aman untuk anakanak,
direkomendasikan untuk diaper dermatitis sedang sampai parah. Melaporkan
perbaikan klinis pada terapi kombinasi nistatin dan triamsinolon. Terapi
kombinasi antijamur dan kortikosteroid potensi sedang-tinggi tidak
direkomendasikan karena dapat menyebabkan atrofi kulit dan lebih mudah
penetrasi pada kondisi popok oklusif. 5
DAFTAR PUSTAKA