Anda di halaman 1dari 18

STUDENT PROJECT

AMBLYOPIA

Disusun Oleh: SGD A7


Nama Anggota:
Ni Wayan Jayanti Pradnyandari 1702511062
Ni Made Dea Adilla Rathasari 1702511097
I Dewa Gede Angga Triadi Nata 1702511118
Made Ramanda Bramasta Pramana 1702511135
Gede Bayu Wedanta Netra 1702511156
Baiq Rissa Khaerawati Salim 1702511182
Sintha Aprillia Gita Natih 1702511203
I Dewa Ayu Agung Ananda Savitri 1702511010
Ni Nyoman Sriwulan Pratiwi 1702511027
Putu Itta Sandi Lesmana Dewi 1702511044
Mumtazah Mardliyah 1702511066
Ida Ayu Andhira Dewi Suarisavitra 1702511099

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Student Project
yang dilaksanakan pada bulan Juni 2019. Student Project ini berjudul “Amblyopia”.
Student Project ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Student Project
Amblyopia ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan Student Project ini.
Penulis juga menyadari bahwa Student Project ini masih jauh dari sempurna,
namun demikian, penulis tetap berharap semoga tulisan ini ada manfaatnya bagi yang
berkepentingan.

Denpasar, 20 Juni 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................................. 2

BAB II ISI ......................................................................................................... 4

2.1 Definisi dan Etiologi Amblyopia ........................................................... 4


2.2 Epidemiologi Amlyopia ......................................................................... 4
2.3 Patofisiologi Amblyopia ........................................................................ 5
2.4 Gejala dan Tanda Amblyopia ................................................................ 6
2.5 Faktor Risiko Amblyopia ...................................................................... 6
2.6 Klasifikasi Amblyopia ........................................................................... 7
2.7 Penatalaksanaan Amblyopia .................................................................. 8
2.8 Komplikasi Amblyopia .......................................................................... 9
2.9 Prognosis Amblyopia........................................................................... 10

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 11

3.1 KESIMPULAN ................................................................................... 11


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Amblyopia atau dikenal juga dengan istilah mata malas atau lazy eye adalah
pengurangan bilateral dari ketajaman penglihatan terbaik (Best-corrected Visual
Acuity). Penyebab dari amblyopia ini disebabkan karena penglihatan yang abnormal
seperti adanya strabismus, anisometropia, atau kelainan refraksi kedua mata
(isoametropia). Gangguan mata ini merupakan perkembangan dari sistem saraf pusat
yang dihasilkan dari proses abnormalitas gambaran visual, yang akan menyebabkan
kurangnya ketajaman penglihatan. Pasien dengan amblyopia mengalami pengurangan
ketajaman visual yang tidak dapat dikaitkan hanya dengan efek kelainan struktural.
Selain itu, pada gangguan ini memiliki defisit dalam sensitivitas kontras dan
akomodasi.1,2
Menurut Kemenkes, angka gangguan penglihatan meningkat tajam sebanyak
4% dari data UNICEF dalam 1,4 juta anak, yaitu sekitar 1 juta di Asia dan 400 ribu di
Afrika. Menurut data, sebanyak 0,3 persen terjadi pada usia 0-15 tahun dan 1% di
antaranya terdeteksi di negara-negara berkembang.3 Prevalensi amblyopia yang
terdeteksi pada anak-anak diperkirakan antara 0,2-5,4% dan pada dewasa antara 0,35-
3,6%. Di Indonesia sendiri didapatkan prevalensi amblyopia pada 2268 siswa Sekolah
Dasar (SD) usia 7-13 tahun di Yogyakarta pada tahun 2008 mendapatkan hasil
amblyopia 1,5%. Berdasarkan hasil penelitian lain secara deskriptif retrospektif pada
tahun 2016 yang dilakukan pada 317 siswa SD yaitu mendapatkan hasil sebesar 2%,
dan tersering pada usia 8 tahun dan jenis kelamin perempuan.2,4
Penatalaksanaan amblyopia dapat mencakup koreksi refraksi, oklusi atau
degradasi optikal. Hampir seluruh amblyopia dapat dicegah dan bersifat reversible
dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan amblyopia atau yang
beresiko menderita amblyopia hendaknya dapat diidentifikasi pada usia dini sehingga
prognosis keberhasilan terapi akan lebih baik. Berdasarkan penjelasan diatas, maka
kami akan mengkaji lebih lanjut untuk dapat memahami lebih jauh mengenai
Amblyopia.

1
2

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa definisi dan etiologi dari amblyopia?


1.2.2 Bagaimana angka kejadian amblyopia?
1.2.3 Apa faktor risiko terjadinya amblyopia?
1.2.4 Bagaimana gejala dan tanda amblyopia?
1.2.5 Bagaimana klasifikasi amblyopia?
1.2.6 Bagaimana patofisiologi terjadinya amblyopia?
1.2.7 Apa komplikasi yang ditimbulkan dari amblyopia?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan amblyopia?
1.2.9 Bagaimana prognosis dari amblyopia?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan student project ini sejalan dengan rumusan masalah diatas yaitu
agar dapat mengetahui lebih jauh mengenai definisi, angka kejadian, faktor risiko,
gejala dan tanda, klasifikasi, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan serta
prognosis dari amblyopia.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis


Manfaat teoritis yang didapatkan dari penulisan student project ini yaitu
penulis dapat mengaplikasikan teori-teori yang didapatkan di satuan pendidikan, serta
bermanfaat dalam menambah khazanah mengenai amblyopia, angka kejadian, faktor
risiko, gejala dan tanda, klasifikasi, patofisiologi, komplikasi, penatalaksaan serta
prognosis dari amblyopia.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi penulis; yaitu dapat memanfaatkan teori dalam mengembangkan
potensi yang penulis miliki dalam menghasilkan student project yang didasari atas
pemikiran kritis dan berbasis keilmiahan.
2. Bagi mahasiswa; yaitu sebagai sarana pemahaman dalam definisi, angka
kejadian, faktor risiko, gejala dan tanda, klasifikasi, patofisiologi, komplikasi,
penatalaksaan serta prognosis dari amblyopia yang tidak sempat dijelaskan secara
terperinci saat perkuliahan.
3

3. Bagi masyarakat; yaitu sebagai sarana pengetahuan umum mengenai


amblyopia secara lebih lanjut dan dapat melakukan tindakan yang tepat apabila
menemukan kasus amblyopia.
BAB II
ISI

2.1 Definisi dan Etiologi Amblyopia


Amblyopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia
(penglihatan). Dikenal juga dengan lazy eye atau mata malas.1 Amblyopia adalah
penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi koreksi yang terbaik, dapat
unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan
kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior.2 Amblyopia disebabkan
oleh pengalaman penglihatan yang abnormal pada awal kehidupan yang dihasilkan
dari salah satu dari hal berikut: strabismus; kelainan refraksi antara kedua mata yang
berselisih jauh (anisometropia) atau kelainan refraksi antara kedua mata yang tinggi
(isometropia); atau kekurangan stimulus.3 Penyebab utama gangguan yang memicu
timbulnya amblyopia yaitu :

1. Strabismus adalah penyebab tersering dimana mata digunakan terusmenerus


untuk fiksasi, sedangkan mata yang lain tidak digunakan.
2. Gangguan refraksi (anisometropia) tinggi apabila gangguan refraksi ini tidak
dikoreksi dengan lensa kaca mata.
3. Kelainan fiksasi menjadi penyebab amblyopia misalnya nystagmus pada usia
dini.
4. Kekeruhan pada media lintasan visual
5. Kelompok lain amblyopia adalah amblyopia toksik, oleh karena obat-obatan
atau meminum minuman yang mengandung alcohol. Amblyopia ini
permanent hingga mengakibatkan kebutaan.4
2.2 Epidemiologi Amblyopia
Prevalensi terjadinya amblyopia di dunia diperkirakan sekitar 3% dari seluruh
populasi masyarakat dunia 5, di Amerika Serikat berkisar antara 4-5,3% pada anak
dengan masalah mata sedangkan di Cina, menurut data bulan Desember tahun 2005
sekitar 3-5% atau sekitar 5 juta anak menderita amblyopobia. Terjadinya amblyopobia
tidak berkaitan dengan jenis kelamin dan ras melainkan lebih berkaitan dengan usia,
amblyopia cenderung terjadi pada anak-anak yang perkembangannya terlambat atau
diikuti dengan riwayat keluarga penerita amblyopobia.

4
5

Dari penelitian yang dilakukan Faghihi et al, dari 2739 sampel yang ditetiliti,
dengan usia berkisar antara 29,5 sampai 17,5 tahun didapatkan prevalensi penderita
amblyopia sekitar 4,6% dari total populasi. Prevalensi terendah didapatkan pada
kelompok usia 5-15 tahun yaitu sebesar 2,24% dan prevalensi tertinggu didapatkan
pada kelompok usia 55-65 tahun sebesar 7.14%. dan didapatkan dengan persentase
yang rendah pada orang dengan kondisi sosial ekonomi yang baik.6

2.3 Patofisiologi Amblyopia


Amblyopia merupakan penyebab umum gangguan penglihatan pada anak-anak.
Penyakit ini sering dikaitkan dengan strabismus, anisometropia, ptosis, dan katarak,
yang dapat menyebabkan terganggunya jalur stimulasi visual. Berdasarkan penelitian
terbaru, ditemukan bahwa koroid mata anisometropic amblyopic lebih tebal dari mata
sebelahnya dan mata emmetropic. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
ketebalan koroid dapat berubah untuk mengkompensasi refractive error. Beberapa
penelitian eksperimental memaksakan pengaburan atau hiperopia pada beberapa
spesies hewan menyebabkan hewan-hewan ini mengubah ketebalan koroidnya
dengan cepat untuk menyesuaikan retina. Terdapat alasan fisiologis potensial yang
dapat menjelaskan peningkatan ketebalan koroid pada mata hiperopic amblyopic.
Dalam mata amblyopia, fovea mempunyai lebih banyak serat Henle dan sel kerucut
lebih besar dibandingkan dengan mata sehat. Retina yang lebih tebal memerlukan
darah tambahan untuk supply makanan, oleh karena itu ketebalan koroid dapat
ditingkatkan untuk memberikan darah tambahan. Selain itu, ditemukan bahwa terjadi
atrofi choriocapillaris pada mata amblyopia yang dapat menginduksi kerusakan retina
luar. 7
Selain itu, patofisiologi dari amblyopia memperlihatkan adanya kerusakan
penglihatan sentral, sedangkan penglihatan perifernya normal. Untuk penglihatan
yang baik dibutuhkan media refraksi yang harus jernih dan bayangan pada kedua mata
harus terfokus. Bila bayangan kabur pada salah satu mata atau bayangan tidak sama
pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan baik atau
bahkan memburuk. Pada kondisi ini, otak akan “mematikan” mata yang kabur atau
tidak fokus dan akan bergantung pada mata yang lebih dominan untuk melihat.8
6

2.4 Gejala dan Tanda Amblyopia


Pada amblyopia terjadi penurunan tajam penglihatan yang disebabkan oleh
kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokular abnormal atau keduanya dimana
tidak ditemukan kausa organik pada pemeriksaan fisik mata pada kasus yang baik dan
dapat dikembalikan fungsinya melalui pengobatan. Amblyopia dapat terjadi unilateral
maupun bilateral. Terdapat beberapa tanda amblyopia yaitu berkurangnya penglihatan
tajam mata, menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding,
hilangnya sensitivitas kontras, mata mudah mengalami fiksasi eksentrik, adanya
anisokoria, tidak mempengaruhi penglihatan warna, daya akomodasi menurun, ERG
(Elektroretinografi) dan EEG (Elektroensefalografi) penderita amblyopia selalu
normal yang artinya tidak terdapat kelainan organik pada retina maupun korteks
9
serebri. Gejala yang harus diperhatikan adalah menggosok mata berlebihan,
menutup satu mata Mata yang sepertinya tidak bekerja sama, mata yang berputar
masuk atau keluar, menyipitkan mata, memiringkan kepala, kelopak mata turun
kebawah. 10

2.5 Faktor Risiko Amblyopia

1. Faktor Risiko Amblyopia Unilateral


Temuan dari pemeriksaan mata komprehensif didefinisikan menjadi faktor
risiko amblyopia unilateral. Status Strabismus dikategorikan sebagai esotropia,
exotropia, atau tidak ada strabismus horizontal. Menurut Pascual, dkk pada tahun
2013 mendefinisikan tingkat keparahan faktor risiko mata yang serupa dengan
penelitian lain. Untuk faktor risiko mata amblyopia unilateral, ditentukan dari
masing-masing jenis kesalahan bias berdasarkan mata yang lebih buruk, seperti yang
diasumsikan bahwa kondisi mata pada mata yang lebih buruk mendominasi hubungan
dengan amblyopia unilateral. Klasifikasi dari tingkat kehadiran dan tingkat keparahan
untuk miopia (<0,5 D, ≥0,5 hingga <2 D, ≥2 D), hiperopia (<2 D, ≥2 hingga <3 D, ≥3
hingga <4 D, ≥4 hingga <5 D, ≥5 hingga <6 D, ≥6 D), astigmatisme (<1 D, ≥1 hingga
<2 D, ≥2 hingga <3 D, ≥3 hingga <4 D, ≥4 D), dan anisometropia setara bola bundar
(<0,5 D, ≥0,5 hingga <1 D, ≥1 hingga <2 D, ≥2 D).11 7
2. Fakto Risiko Amblyopia Bilateral
Astigmatisme bilateral dan hiperopia bilateral dikategorikan berdasarkan mata
yang lebih baik. Karena amblyopia bilateral adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
kedua mata yang mensyaratkan bahwa kedua mata harus memiliki kesalahan bias
untuk memenuhi syarat sebagai faktor risiko mata untuk amblyopia bilateral.11

2.6 Klasifikasi Amblyopia


Amblyopia dibagi ke dalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan/kelainan
yang menjadi penyebabnya.
1. Amblyopia Strabismik
Amblyopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang berdeviasi
konstan. Konstan, tropia yang tidak bergantian (nonalternating, khususnya esodeviasi)
sering menyebabkan amblyopia yang signifikan.12 Amblyopia umumnya tidak terjadi
bila terdapat fiksasi yang bergantian, sehingga masing – masing mata mendapat jalan/
akses yang sama ke pusat penglihatan yang lebih tinggi, atau bila deviasi strabismus
berlangsung intermiten maka akan ada suatu periode interaksi binokular yang normal
sehingga kesatuan sistem penglihatan tetap terjaga baik.13 Amblyopia strabismik
diduga disebabkan karena kompetisi atau terhambatnya interaksi antara neuron yang
membawa input yang tidak menyatu dari kedua mata, yang akhirnya terjadi dominasi
pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan terjadi
penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi.12 Penolakan kronis
dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan binokular ini tampaknya merupakan
faktor utama terjadinya amblyopia strabismik, namun pengaburan bayangan foveal
oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi faktor tambahan.11 Hal
tersebut di atas terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi untuk menghilangkan
diplopia dan konfusi.14 (konfusi adalah melihat 2 objek visual yang berlainan tapi
berhimpitan, satu di atas yang lain).14
2. Amblyopia Anisometropik
Terbanyak kedua setelah amblyopia strabismik adalah amblyopia
anisometropik, terjadi ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang
menyebabkan lama kelamaan bayangan pada satu retina tidak fokus.12 Jika bayangan
di fovea pada kedua mata berlainan bentuk dan ukuran yang disebabkan karena
kelainan refraksi yang tidak sama antara kiri dan kanan, maka terjadi rintangan untuk
fusi. Lebih – lebih fovea mata yang lebih ametropik akan menghalangi pembentukan
bayangan (form vision).15 Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari
8
bayangan kabur pada perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat, dan
sebagian lagi akibat kompetisi interokular atau inhibisi yang serupa ( tapi tidak harus
identik) dengan yang terjadi pada amblyopia strabismik.12
3. Amblyopia Isometropia
Amblyopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak
dikoreksi, yang ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri. 12 Dimana
walaupun telah dikoreksi dengan baik, tidak langsung memberi hasil penglihatan
normal. Tajam penglihatan membaik sesudah koreksi lensa dipakai pada suatu periode
waktu (beberapa bulan). Khas untuk amblyopia tipe ini yaitu, hilangnya penglihatan
ringan dapat diatasi dengan terapi penglihatan, karena interaksi abnormal binokular
bukan merupakan faktor penyebab.15 Mekanismenya hanya karena akibat bayangan
retina yang kabur saja.12 Pada amblyopia isometropia, bayangan retina (dengan atau
tanpa koreksi lensa) sama dalam hal kejelasan/ kejernihan dan ukuran.15
4. Amblyopia Deprivasi
Istilah lama amblyopia ex anopsia atau ”disuse amblyopia” sering masih
digunakan untuk amblyopia deprivasi, dimana sering disebabkan oleh kekeruhan
media kongenital atau dini12, akan menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan
bayangan yang akhirnya menimbulkan amblyopia. Bentuk amblyopia ini sedikit kita
jumpai namun merupakan yang paling parah dan sulit diperbaiki. Amblyopia bentuk
ini lebih parah pada kasus unilateral dibandingkan bilateral dengan kekeruhan
identik.16 Amblyopia oklusi adalah bentuk amblyopia deprivasi disebabkan karena
penggunaan patch (penutup mata) yang berlebihan. Amblyopia berat dilaporkan dapat
terjadi satu minggu setelah penggunaan patching unilateral pada anak usia < 2 tahun
sesudah menjalani operasi ringan pada kelopak mata.16

2.7 Penatalaksanaan Amblyopia


Amblyopia pada kebanyakan kasu dapat ditatalaksana dengan efektif selama
satu dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin
besar pula peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak
menjamin penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi harus tetap
waspada dan bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan
”matang” (sekitar umur 10 tahun). Penatalaksanaan amblyopia meliputi langkah –
langkah berikut17 :
9

1. Pengangkatan Katarak
Katarak yang dapat menyebabkan amblyopia harus segera dioperasi, tidak perlu
ditunda-tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama
kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal.
2. Koreksi Refraksi
Bila amblyopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat
diterapi dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata amblyopia
diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia. Bila dijumpai myopia
tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena bila memakai kacamata
akan terasa berat dan penampilannya (estetika) buruk. 17
3. Oklusi dan Degradasi Optikal
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan,
yang keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time)
atau paruh waktu (part-time). Oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah
oklusi untuk semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga.(Occlusion for all or
all but one waking hour), arti ini sangat penting dalam pentalaksanaan amblyopia
dengan cara penggunaan mata yang ”rusak”. Biasanya penutup mata yang digunakan
adalah penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara komersial. 17 Oklusi
part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil sama dengan
oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung dari derajat
amblyopia.
Metode lain untuk penatalaksanaan amblyopia adalah dengan menurunkan
kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih
buruk dari mata yang amblyopia, sering juga disebut penalisasi (penalization).
Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali
dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur
bila melihat dekat dekat.17

2.8 Komplikasi Amblyopia


Komplikasi yang paling utama jika amblyopia tidak diobati adalah long term
irreversible vision loss. Kebanyakan kasus amblyopia adalah reversible jika dideteksi
dan diobati sejak dini. Komplikasi lain yang dapat terjadi bergantung dari penyakit
penyebab amblyopia itu sendiri, yaitu berupa lebih parahnya penyakit penyebab jika
tidak diobati, yang meliputi18,19 : 10

1. Anisometropia
Terdapat perbedaan kekuatan refraksi pada mata kedua mata. Perbedaan tajam
penglihatan antara mata kiri dan kanan dapat memengaruhi penglihatan
binocular.
2. Strabismus
Suatu kondisi dimana kedua mata tidak bergerak ke arah yang sama dimana
salah satu mata dapat bergerak ke luar atau ke dalam.
3. Strabismic Anisometropia
Suatu kondisi dimana seseorang menderita strabismus yang terkait dengan
anisometropia.
4. Visual Deprivation
Amblyopia yang dihasilkan dari tidak digunakan atau stimulasi yang kurang
pada retina. Kondisi ini dapat unilateral atau bilateral.
5. Lesi Organik
Suatu kondisi dimana terjadi abnormalitas structural pada optic nerve.
2.9 Prognosis
Penatalaksanaan amblyopia sangat efektif bila dilakukan pada masa awal
kehidupan.20 Visus normal dapat tercapai bila penatalakasanaan dimulai pada usia
sebelum 5 tahun. Seiring pertambahan usia, kemungkinan tercapainya visus normal
akan semakin berkurang. Penatalaksanaan pada rentang usia 5 hingga 10 tahun hanya
akan menghasilkan kesembuhan parsial. Pasien amblyopia yang tidak diterapi tidak
dapat membaik dengan sendirinya. Beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan
terapi amblyopia yaitu jenis amblyopia, usia pasien, dan tingkat keparahan amblyopia
saat terapi dimulai.21 Efek jangka panjang bila penatalaksanaan amblyopia tidak
dilakukan dapat menyebabkan penurunan akuitas visual unilateral dan berlanjut
meningkatkan risiko gangguan visual bilateral. Suatu studi berbasis populasi
menemukan bahwa di antara orang-orang dengan amblyopia, kejadian gangguan
visual bilateralnya adalah 1,75 / 1000, dibandingkan dengan insiden keseluruhan
kebutaan orang dewasa yang lebih rendah yaitu 0,66 / 1000. Studi pertama pada pasien
amblyopia yang menerima terapi dilakukan oleh Pediatric Eye Disease Investigator
Group dan ditemukan bahwa 75% anak-anak berusia dibawah 7 tahun dengan terapi
amblyopia mencapai akuitas visual 20/30 atau lebih baik dimana peningkatan akuitas
visual akan bertahan dalam jangka panjang.20

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Amblyopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi
koreksi yang terbaik. Hal ini dapat terjadi unilateral ataupun bilateral. Amblyopia
disebabkan oleh pengalaman penglihatan abnormal yang dihasilkan dari salah satu hal
diantaranya strabismus, anisometropia, isometropia, dan kekurangan stimulus. Untuk
penglihatan yang baik dibutuhkan media refraksi yang harus jernih dan bayangan pada
kedua mata harus terfokus. Bila bayangan kabur pada salah satu mata atau bayangan
tidak sama pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan
baik atau bahkan memburuk sehingga bergantung pada mata yang lebih dominan
untuk melihat. Amblyopia ditandai dengan menurunnya tajam penglihatan, hilangnya
sensitivitas kontras, mata mudah mengalami fiksasi eksentrik, adanya anisokoria, dan
daya akomodasi menurun. Gejala yang harus diperhatikan adalah menggosok mata
berlebihan, menyipitkan mata, memiringkan kepala, serta kelopak mata yang turun.
Amblyopia dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yaitu amblyopia strabismik,
amblyopia anisometropik, amblyopia isometropia, dan amblyopia deprivasi.
Amblyopia bisa menyebabkan beberapa komplikasi diantaranya anisometropia,
strabismus, visual deprivation,dan lesi organic. Langkah – langkah penatalaksanaan
amblyopia meliputi pengangkatan katarak, koreksi refraksi, oklusi, dan degradasi
optikal. Apabila dilakukan tindakan terapeutik lebih cepat, maka akan semakin besar
pula peluang keberhasilannya.

12

DAFTAR PUSTAKA
11

1. Donahue, Sean. The Relationship Between Anisometropia Patient Age and


The Development of Amblyopia. 2005. Diunduh dari:
http://www.aosonline.org/xactions/2005/1545-6110_v103_p313.pdf .[diakses
17 Maret2012]
2. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus .
Chapter5: Amblyopia. Section 6. Basic and Clinical Science Course. 2008 – 2009, 67 – 75.
3. Widadi K. amblyopia pada siswa sekolah menengah pertama di daerah istemewa
Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada, 2015. Diunduh dari
http://etd.repository.ugm.ac.id/
4. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M. Amblyopia. Ilmu penyakit mata. Jakarta :
fakultas kedokteran universitas Indonesia. 2005.
5. Hashemi H, Pakzad R, Yekta A, Bostamzad P, Aghamirsalim M, Sardari S,
Valadkhan M, Pakbin M, Heydarian S, Khabazkhoob M. Global and regional
estimates of prevalence of amblyopia: A systematic review and meta-
analysis. Strabismus. 2018 Jul 30;:1-16.
6. Faghihi M, Hashemi H, Nabovati P, Saatchi M, Yekta A, Rafati S,
Ostadimoghaddam H, Khabazkhoob M. The prevalence of amblyopia and its
determinants in a population-based study. 2017. 4;25(176-183).
7. Öner, V., Bulut, A. "Does the treatment of amblyopia normalise subfoveal
choroidal thickness in amblyopic children?". Clin Exp Optom 2017. 100: 184–
188
8. Rares, L.M. Penatalaksanaan Dan Follow Up Berkala Pada Ametropia
Ambliopia. Jurnal Biomedik (JBM). 2013. 5(2): 129-132.
9. National Collaborating Centre For Aboriginal Health. healthy eyesight and
childhood development: amblyopia. 2013. https://www.nccah-
ccnsa.ca/docs/health/FS-HealthyEyesightAmblyopia-EN.pdf
10. Ilyas,S dan Yulianti, R. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017. Jakarta. Hal 265
11. Pascual M, Huang J, Maguire MG, Kulp MT, Quinn GE, Ciner E, Cyert LA, Orel-
Bixler D, Moore B, Ying G. Risk factors for amblyopia in the vision in 13
preschoolers study. 2013. 121(3): 622-629.e1.
12. American Academy of Ophthalmology; Pediatric Ophthalmology; Chapter 5 :
Amblyopia; Section 6; Basic and Clinical Science Course; 2004–2005; p.63– 70
13. Noorden,G.K.V; Atlas Strabismus; Edisi 4; EGC; Jakarta; 1988; p78-93
14. Cleary, M ; Efficacy of Occlusion for Strabismic Amblyopia : Can an optimal
duration be identified?. Available at : http://www.bjo.com
15. Langston, D.P; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition; Lippincott
Wlliams & Wilkins; Philadelphia; p 344-346
16. Mims,J.L ; Treatment of Amblyopia Secondary to a Refractive Error in Decision
Making in Ophthalmolgy;Mosby ; 2000; p 138
17. Siregar NH. Amblyopia. Departemen Kesehatan Ilmu Mata; Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. 2009.
18. Nelson LB & Olitsky SE. Harley's Pediatric Ophthalmology. 6th ed. USA:
Wolters Kluwer Health; 2013. 139p
19. Lambert SR & Lyons CJ. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. 5th ed.
China: Elsevier; 2017. 754p
20. Epocrates. Amblyopia. BMJ Publishing Group. 2019 [cited 12 Juni 2019].
Availablefrom:https://online.epocrates.com/dx/indexprint?entire=false&iid=116
2&sid=51&activeTab=9.
21. Siregar, N. P. Amblyopia. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. 2009.

Anda mungkin juga menyukai