Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

Onikomikosis adalah semua infeksi jamur pada kuku. Istilah onikomikosis


berasal dari Bahasa Yunani onyx berarti kuku dan mykes berarti jamur.
Kuku jari kaki 25 kali lebih sering terinfeksi daripada kuku jari tangan. Jari kaki
terpanjang, baik pertama ataupun kedua menopang bagian terberat tekanan dan
trauma dari alas kaki, lebih rentan terhadap invasi meskipun infeksi kuku
multipel juga sering terjadi.
Terdapat tiga kelompok jamur yang menyebabkan onikomikosis, yaitu:
dermatofita, nondermatofita, dan yeast. Onikomikosis adalah kelainan kuku
tersering pada dewasa, sekitar 15-40% dari semua penyakit kuku. Prevalensi
onikomikosis bervariasi 2-3% hingga 13% pada populasi barat.
Infeksi jamur pada kuku dapat mendestruksi permukaan kuku. Onikomikosis
memiliki gambaran klinis yang berbeda-beda untuk setiap penyebabnya.
Onikomikosis juga berpengaruh signifikan pada kualitas hidup pasien. Masalah
yang berhubungan dengan onikomikosis antara lain rasa tidak nyaman, kesulitan
dalam memakai alas kaki dan berjalan, kosmetik, dan rendah diri. Kuku yang
terinfeksi dapat menjadi reservoir jamur yang berpotensi menyebar ke kaki,
tangan, dan paha. Penyakit jamur bersifat menular dan dapat menyebar ke
anggota keluarga lain jika tidak ditepati. Onikomikosis dapat mengganggu
integritas kulit dan menjadi celah masuknya bakteri dan menyebabkan ulkus,
osteomyelitis, selulitis, dan gangrene pada pasien diabetes. Selain itu adanya
sensitisasi jamur/antigen dermatofitik pada lempeng kuku dapat menjadi
predisposisi keadaan yang berhubungan dengan onikomikosis seperti asma,
dermatitis atopik, urtikaria, dan eritema nodosum. Berdasarkan alasan tersebut,
penulis merasa tertarik dan perlu untuk menulis referat mengenai onikomikosis.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KUKU


Kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate), lipatan kuku lateral dan
proksimal, hiponikium, dasar kuku (nail bed) dan matriks. Matriks dan dasar
kuku membantu pembentukan lempeng kuku. Bagian ventral lempeng kuku
dibentuk oleh dasar kuku, sedang sisanya berasal dari matriks. Lempeng kuku
berwarna translucent, melalui lempeng kuku merupakan struktur yang paling
besar, melekat kuat pada dasar kuku dimana perlekatan ini kurang kuat ke arah
proksimal, terpisah dari sudut postolateral. Seperempat bagian kuku ditutupi oleh
lunula putih. Pada pemotongan longitudinal, lipatan kuku bagian proksimal
terlihat berupa lanjutan dari kulit sekitar dorsum dan phalangs terminal.
Epidermis pada lipatan ini berlanjut disekitar dasar kuku. Lipatan kuku bagian
proksimal dan memiliki dua permukaan epitel yaitu : bagian dorsal dan ventral.
Pada persambungan keduanya dijumpai kutikula yang berproyeksi ke arah distal
di atas permukaan kuku. Matriks kuku dapat dibagi atas bagian dorsal yaitu
bagian intermediate yang menutupi lempeng kuku bagian proksimal sampai
ujung distal dari lunula, dan bagian ventral. Pada daerah pemisahan antara
lempeng kuku dan dasar kuku, dapat dijumpai epitel sohlenhorn. Pada keadaan
normal struktur ini hanya berupa sisa.1
Matriks merupakan pusat pertumbuhan kuku. Kuku tangan tumbuh lebih
cepat dari kuku kaki, yaitu sepanjang 2-3 mm perbulan, sedangkan kuku
kaki 1 mm perbulan. Diperlukan waktu 100 sampai 180 hari (6 bulan) untuk
mengganti satu kuku tangan dan sekitar 12-18 bulan untuk satu kuku kaki.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi laju pertumbuhan kuku dan meliputi
genetik, usia (laju pertumbuhan melambat selama dekade ketiga kehidupan), dan
cuaca (laju pertumbuhan meningkat selama masa-masa yang lebih hangat dalam
tahun). Kecepatan pertumbuhan kuku menurun pada penderita penyakit
pembuluh darah perifer dan pada usia lanjut.1

2
Gambar 1. Anatomi Kuku

B. DEFINISI
Istilah onikomikosis saat ini digunakan untuk menunjukkan semua infeksi
jamur pada kuku, sedangkan tinea unguium digunakan untuk mendeskripsikan
infeksi dermatofita pada kuku jari kaki atau tangan.2

C. ETIOLOGI
Terdapat tiga kelompok jamur yang menyebabkan onikomikosis, yaitu:
dermatofita, nondermatofita, dan yeast. Dermatofita paling sering menyebabkan
onikomikosis (90% pada kuku jari kaki dan sedikitnya 50% pada infeksi kuku
jari tangan). Studi di Inggris menemukan 8590% infeksi kuku disebabkan oleh
dermatofita dan 5% akibat mould nondermatofita.3
Moulds non-dermatofita menyebabkan 1,5-6% onikomikosis. Infeksi
Candida menyebabkan 510% dari semua kasus onikomicosis.3

3
Tabel 1. Kelompok jamur yang menyebabkan onikomikosis2

D. EPIDEMIOLOGI
Onikomikosis adalah kelainan kuku tersering pada dewasa, sekitar 15-40%
dari semua penyakit kuku.3 Prevalensi onikomikosis bervariasi 2-3% hingga
13% pada populasi barat. Prevalensi onikomikosis di Asia Tenggara relatif
rendah. Berdasarkan hasil survei berskala besar di Asia tahun 1990-an
didapatkan prevalensi onikomikosis di negara-negara tropis lebih rendah (3,8%)
daripada di negara subtropis (18%).2,3
Angka prevalensi onikomikosis dipengaruhi oleh usia, faktor predisposisi,
status sosial, pekerjaan, iklim, lingkungan dan frekuensi bepergian. Prevalensi
lebih tinggi (25%) pada pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV).2
Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi onikomikosis meningkat sesuai
usia karena sirkulasi perifer yang tidak baik, diabetes, trauma kuku berulang,
adanya paparan yang lebih lama terhadap jamur patogen, fungsi imun yang sub
optimal, dan tidak biasa atau ketidakmampuan memotong kuku atau
mempertahankan perawatan kuku yang baik.2
Prevalensi onikomikosis pada anak cukup bervariasi mulai dari 0% (US,
Finlandia) sampai dengan 2,6% (Guatemala). Alasan prevalensi onikomikosis
pada anak lebih rendah dibandingkan dewasa diantaranya kurangnya paparan
terhadap jamur karena waktu yang dihabiskan di lingkungan yang berpatogen
lebih sedikit, pertumbuhan kuku yang lebih cepat, permukaan kuku untuk invasi
lebih kecil, dan prevalensi tinea pedis lebih kecil.2

4
Prevalensi onikomikosis di seluruh dunia meningkat akibat meningkatnya
populasi dengan masalah kesehatan kronis seperti diabetes, meningkatnya pasien
imunokompromais dan terapi imunosupresan, dan partisipasi dalam olahraga
meningkatkan penggunaan kolam renang komersial dan sepatu atau alas kaki
oklusif untuk olahraga.2
Pada beberapa orang onikomikosis dapat disebabkan oleh defek genetik
yang menyebabkan perubahan fungsi imun. Pola familial distal lateral
onychomycosis disebabkan oleh infeksi T.rubrum yang tidak berhubungan dengan
transmisi interfamilial. Beberapa penelitian melaporkan pola dominan autosom
dihubungkan dengan infeksi T.rubrum dan meningkatkan risiko terjadinya
onikomikosis pada individu yang minimal seorang orangtuanya menderita
onikomikosis.3

E. FAKTOR RISIKO
Pengetahuan tentang faktor resiko onikomikosis adalah hal yang penting,
diketahui bahwa pasien dengan psoriasis diabetes dan immunosupression lebih
rentan terhadap onikomikosis. Onikomikosis juga meningkat seiring dengan usia
dan kebanyakan studi telah menunjukkan prevalensi lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan wanita. Selain itu juga kegiatan olahraga dapat meningkatkan
resiko onikomikosis; misalnya, perenang. Kontak dengan sumber infeksi dan
trauma langsung pada kuku misalnya menggigit kuku juga meningkatkan risiko
onikomikosis.5
Dalam sebuah penelitian menemukan beberapa laporan pasien dengan
gangguan atopik dan onikomikosis yaitu dengan pengobatan onikomikosis tanda-
tanda dan gejala gangguan atopik telah menghilang. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam kasus-kasus tertentu, pasien dapat memiliki gangguan reaktif sebagai
akibat dari infeksi jamur. Selain itu pasien dengan asma, urtikaria dan
angioedema lebih cenderung memiliki onikomikosis. Ini dapat dijelaskan oleh
reaksi alergi terhadap jamur yang menyebabkan penyakit atopik atau oleh fakta
bahwa pasien dengan gangguan ini lebih rentan terhadap onikomikosis.
Pengobatan kanker juga dapat berperan dalam membuat pasien lebih rentan

5
terhadap infeksi jamur. Hal yang sama berlaku untuk gangguan rheumatologis,
yang juga tampaknya dikaitkan dengan peningkatan risiko onikomikosis.5
Onikomikosis pada atlet
Onikomikosis pada atlet menyebabkan prevalensi lebih tinggi, seperti trauma,
infeksi tinea pedis sebelumnya, berkeringat dan peningkatan paparan penularan
dermatofita. Sebuah studi dari islandia, perenang tiga kali lipat lebih rentan
terjadinya onikomikosis sebesar 23% dibandingkan dengan populasi umum
sebesar 8%, dan survei Achilles menunjukkan 1- 5 kali prevalensi lebih tinggi
terjadinya onikomikosis pada atlet dibandingkan dengan nonathletes. Selain itu,
adanya satu infeksi dapat meningkatkan risiko terjadi infeksi yang lain. Faktor
predisposisi utama yang berkontribusi pada atlet adalah berlatih olahraga
tanpa alas kaki atau pelindung (Misalnya pesenam, penari balet). Lingkungan
lembab seperti kolam renang, spa, gym, ruang locker menjadi sumber transmisi
yang sering.4,5
Onikomikosis pada diabetes
Penderita diabetes hampir tiga kali lebih mungkin mengalami onikomikosis.
Ini dapat menyebabkan penderita diabetes (biasanya dengan sirkulasi yang buruk
dari ekstremitas bawah, neuropati dan gangguan penyembuhan luka) memiliki
risiko lebih tinggi terkena onikomikosis. Kuku yang sakit, dengan tebal tepi
tajam, bisa melukai jaringan kulit sekitarnya dan mengakibatkan erosi oleh
karena tekanan kuku. Adanya suatu erosis memungkinkan sebagai jalan
masuknya bakteri, jamur atau patogen lainnya. Suatu studi menunjukan sekitar
34% dari semua penderita diabetes memiliki resiko terjadinya onikomikosis.4
Umur dan jenis kelamin
Onikomikosis dilaporkan lebih umum terjadi pada orang tua dan lebih sering
pada laki-laki. Sekitar 20% dari populasi berusia di atas 60 tahun, 50% dari
subyek yang berusia lebih dari 70 tahun dilaporkan memiliki onikomikosis.
Korelasi antara bertambahnya usia dan onikomikosis mungkin disebabkan oleh
berkurangnya sirkulasi perifer, sudah tidak aktif bekerja, diabetes, dan menjaga
kebersihan kaki.4

6
Imunodefisiensi
Onikomikosis dapat timbul pada pasien imunokompromais dan letak
anatomisnya sama dengan pasien imunokompeten yaitu distal lateral
subungual onychomycosis (DLSO) dan proximal white subungual
onychomycosis (PWSO). Tetapi pada pasien imunokompromais terutama pada
pasien infeksi HIV terdapat peningkatan frekuensi onikomikosis pada daerah
predileksi tersebut; bahkan dikatakan bahwa salah satu tanda klasik pasien HIV
adalah onikomikosis tipe PWSO, yang ditandai dengan adanya plak putih pada
bagian proksimal kuku. Apabila pada identifikasi penyebab disamping
dermatofita juga ditemukan infeksi non dermatofita seperti candida dan kapang,
maka hal ini disebut sebagai infeksi campuran walaupun penyebab utamanya
tetap dermatofita sedangkan organisme yang lain hanya sebagai infeksi ikutan.
Dermatofitosis perifolikulitis noduler granulomatosa (Granuloma Majocchis)
adalah contoh infeksi T. rubrum tipe dermal atipik yang sering dijumpai pada
pasien imunokompromais. Infeksi ini ditandai dengan adanya papul, nodus
warna keunguan pada daerah traumatik (ekstremitas bawah) yang sering disertai
onikomikosis, tinea korporis, dan tinea pedis. Pada pemeriksaan histopatologik
ditemukan granuloma perifolikular sebagai tanda adanya invasi jamur pada
folikel rambut. Dengan pewarnaan periodic acid-schiff (PAS) ditemukan hifa
bersepta yang dikelilingi reaksi radang granulomatosa.4

F. KLASIFIKASI
F.1. Dermatofita
Onikomikosis dermatofita dapat memperlihatkan beberapa pola klinis yaitu:3
1) Distal and Lateral Subungual Onychomycosis (DLSO)
DLSO adalah presentasi tersering infeksi kuku dermatofita. Kuku jari
kaki lebih sering terjadi daripada kuku jari tangan. Jamur menginvasi kuku
dan dasar kuku melalui penetrasi lipatan distal atau lateral. Kuku menjadi
menebal dan warnanya berubah, dengan bebagai derajat onikolisis
(pemisahan lempeng kuku dari dasar kuku) meskipun lempeng kuku awalnya
tidak terpengaruh. Infeksi dapat mengenai satu sisi kuku atau menyebar ke

7
seluruh dasar kuku. Akhirnya lempeng kuku menjadi rapuh dan mudah
hancur.
Penyebab tersering adalah T.rubrum. DLSO yang disebabkan oleh
dermatofita dan nondermatofita memiliki presentasi klinis serupa sehingga
penting untuk dilakukan pengambilan sampel pemeriksaan jamur.
Tinea unguium pada kuku jari kaki biasanya terjadi sekunder akibat tinea
pedis, sedangkan infeksi kuku jari tangan mengikuti tinea manuum, tinea
capitis atau tinea corporis. Tinea unguium dapat hanya pada satu kuku atupun
semua kuku. Kuku jari pertama dan kelima paling sering mengalami infeksi
karena pemakaian alas kaki lebih merusak bagian kuku ini. Infeksi
dermatofita pada kuku jari tangan terjadi dengan pola seperti kuku jari kaki,
tetapi lebih jarang. Infeksi kuku jari tangan biasanya unilateral.

Gambar 2. Distal and lateral subungual (DLSO): whitish discoloration,


onycholysis and subungual hyperkeratosis.

8
Gambar 3. DLSO with prevalent yellow discoloration.

Gambar 4. Pigmented DLSO.

2) Superficial White Onychomycosis (SWO)


Infeksi pada SWO biasanya berawal di lapisan superfisial lempeng kuku
dan menyebar ke bagian yang lebih dalam. Lesi putih hancur terjadi pada
permukaan kuku, terutama pada kuku jari kaki. Secara perlahan menyebar
sampai seluruh lempeng kuku, dan beberapa bentuk memperlihatkan
penetrasi dalam. Bentuk ini tidak akan berespon baik terhadap terapi topikal.
Kondisi ini sering dijumpai pada anak-anak dan biasanya akibat infeksi
T.interdigitale.

Gambar 5. White superficial onychomycosis (WSO): white opaque friable


patches of the nail plate.

9
3) Proximal Subungual Onychomycosis (PSO)
PSO biasanya pada kuku jari kaki. Infeksi dapat berawal pada lipatan
kuku proksimal, dengan penetrasi ke dalam lempeng kuku yang baru
terbentuk ataupun di bawah lempeng kuku proksimal. Bagian distal kuku
tetap normal sampai proses akhir penyakit. T.rubrum adalah penyebab
tersering. PSO paling jarang terjadi pada populasi umum namun lebih sering
pada pasien AIDS. Pada pasien AIDS infeksi sering cepat menyebar dari tepi
proksimal dan permukaan atas kuku sehingga terjadi perubahan warna
lempeng (diskolorisasi) putih mencolok tanpa penebalan.

Gambar 6. Proximal subungual onychomycosis (PSO): white discoloration


of the proximal nail plate.

4) Endonyx Onychomycosis
Pada endonyx onychomycosis jamur dengan segera berpenetrasi ke
lapisan keratin lempeng kuku. Lempeng kuku berubah warna menjadi
putih tanpa onikolis dan hiperkeratosis subungual. Organisme penyebab
tersering adalah T. soudanense dan T.violaceum.

1
0
Gambar 7. Endonyx onychomycosis: white discoloration of the nail plate
that is firmly attached to the nail bed.

5) Total Dystrophic Onychomycosis (TDO)


Setiap variasi presentasi klinis diatas dapat berlanjut menjadi TDO,
dimana lempeng kuku hampir seluruhnya rusak. TDO primer sangat jarang
dan biasanya disebakan oleh Candida sp., terutama pada pasien
imunokompromais. Pola campuran juga dapat terlihat, kombinasi dari PSO
dengan SWO, DLSO dengan SWO.

Gambar 8. Total onychomycosis: the nail plate is completely invaded by


fungi and friable.

F.2. Yeast
Onikomikosis candidal dapat terjadi melalui satu dari empat cara berikut:3
1) Paronikia kronis dengan distrofi kuku sekunder

1
1
Paronikia kronis pada kuku jari tangan biasanya terjadi hanya pada pasien
dengan pekerjaan basah dan pada anak-anak karena sering mengisap jari.
Pembengkakan lipatan kuku posterior terjadi sekunder akibat pencelupan
kronis di air atau kemungkinan akibat reaksi alergi makanan, dan kutikula
terlepas dari lempeng kuku sehingga kehilangan sifat kedap air.
Mikroorganisme (yeast dan bakteri) memasuki ruang subkutikula
menyebabkan pelepasan kutikula dan menjadi lingkaran setan. Infeksi dan
inflamasi pada area matriks kuku secepatnya menjadi distrofi kuku
proksimal.
2) Infeksi distal kuku
Infeksi distal kuku dengan candida sangat jarang dan hampir semua
pasien memiliki fenomena Raynaud atau beberapa bentuk insufisiensi
vaskular lainnya, atau sedang menggunakan kortikosteroid oral. Masih
belum jelas apakah masalah vaskular yang mendasari terjadinya onikolisis
ataukah infeksi yeast yang menyebabkan onikolisis. Meskipun klinis
onikomikosis candidal tidak dapat dibedakan secara jelas dengan DLSO,
namun pada candida tidak ada infeksi kuku jari kaki dan hiperkeratosis
subungual terjadi lebih ringan.
3) Candidosis mukokutaneus kronis
Candidosis mukokutaneus kronis memiliki etiologi multifaktor yang
mengurangi imunitas dimediasi seluler. Tanda klinis bervariasi sesuai
keparahan imunosupresi.
Pada kasus berat terjadi penebalan nyata kuku jari dan terbentuk
granuloma candida dan meliputi membrane mukosa.
4) Kandisosis sekunder
Onikomikosis candida sekunder terjadi pada penyakit lain apparatus
kuku, terutama psoriasis.

1
2
Gambar 9. Candidal onychomycosis.Onycholysis and chronic paronychia
may result from invasion of Candida. In immunocompetent patients, this is
secondary to other causes such as trauma or chronic exposure to water.

F.3. Non Dermatofita


Tidak seperti dermatofita, moulds kecuali Neoscytalidium sp. bukan
keratinolitik dan merupakan penginvasi sekunder daripada patoogen primer
lempeng kuku. Scopulariopsis brevicaulis, jamur tanah tersering menjadi
penyebab infeksi kuku nondermatofita. Neoscytalidium dimidiatum diisolasi dari
kuku yang sakit dan infeksi pada kulit tangan dan kaki pada pasien daerah
tropis.3
Infeksi mould telah dilaporkan pada semua kelompok usia namun lebih
sering pada individu lanjut usia, laki-laki, dan kuku jari kaki. Insidensi infeksi
mould pada kuku sulit dinilai karena seringkali tidak dibedakan antara jamur
dermatofitosis dan onikomikosis bentuk lain.3
Infeksi mould tidak menular tetapi kebanyakan tidak berespon baik terhadap
terapi standard untuk dermatofita atau candida. Mould nondermatofita biasanya
terjadi sekunder pada kuku yang telah sakit atau mengalami trauma, sehingga
hanya pada satu kuku. Mould nondermatofita dicurigai sebagai agen penyebab
onikomikosis jika pengobatan antijamur sebelumnya gagal, dan pemeriksaan
mikroskopik positif namun tidak didapatkan isolat dermatofita.3
G. PATOGENESIS
Invasi jamur pada kuku masih sangat sedikit diteliti. Namun faktor-faktor

1
3
yang terkait dengan infeksi kuit sudah banyak diteliti. Faktor mekanik dan kimia
berperan dalam keseluruhan proses. Proses adhesi diikuti invasi ke dalam lapisan
bawah sangat penting. Lokasi dan pola invasi membuat gambaran klinis
onikomikosis yang berbeda. Proses pada kuku terjadi oleh penetrasi elemen
jamur dan sekresi enzim yang mendegradasi komponen kulit. Jamur dermatofitik
memiliki aktivitas keratolitik, proteolitik, dan lipolitik. Hidrolisis keratin oleh
proteinase tidak hanya memfasilitasi invasi ke jaringan tetapi juga menyediakan
nutrisi untuk jamur.6

Gambar 10. Patogenesis onikomikosis. (a) Anatomi kuku normal. (b) Pola invasi
DLSO. (c) Pola invasi endonyx onychomycosis. (d) Pola invasi SWO. (e) Pola
invasi PSOM. (f) TDOM.

Secara struktur, bagian-bagian kuku terpapar dengan lingkungan dan


mudah mengalami kerusakan dan invasi berbagai organisme, terutama
melalui lipatan kuku proksimal dan distal. Namun terdapat kutikula dan distal
solehorn sebagai proteksi. Imunologis daerah kuku sedikit berbeda dengan
kulit. Struktur kuku terisolasi dari cell-mediated immunity (CMI) akibat
rendahnya ekspresi MHC (Major histocompatibility) Class 1a antigens,
produksi lokal agen imunosupresif potent, disfungsi antigen presenting cells
(APC) dan inhibisi aktivitas Natural Killer (NK).6

1
4
Selain itu dermatofita adalah organisme keratinofilik yang kuat karena
mampu membentuk perforasi pada organ dengan mendigesti keratin dengan cepat.
Kuku juga memiliki imunitas alamiah yang kuat.7
Penelitian oleh Dorschner menunjukkan peningkatan lokal peptide
antimikroba (human cathelicidin LL-37). Cathelicidin LL-37 tidak diekspresikan
pada keadaan kulit normal, namun akan meningkat jika terpapar infeksi atau
inflamasi. Namun peptide tersebut terekspresikan secara kuat pada struktur kuku
dan memliki potensi melawan Pseudomonas aeruginosa dan Candida albicans.6
Distibusi sel imun juga terlihat berbeda pada beberapa bagian kuku. Pada
lipatan proksimal kuku (PNF) sel T CD4+ tinggi dan pada matriks kuku
proksimal (PNM) densitas sangat rendah. Sel T CD8+ jarang di sekitar PNF,
dasar kuku, dan PNM. Densitas sel Langerhans lebih tinggi pada epitelium PNF
dan dasar kuku daripada matriks kuku. Sel Langerhans dan makrofag pada
matriks kuku secara fungsional terganggu dengan kemampuannya
mempresentasikan antigen.6
Akibat kurangnya efektivitas CMI, bagian kuku menjadi rentan terhadap
invasi jamur, jika terpapar faktor-faktor predisposisi. Onikomikosis biasanya
merupakan infeksi kronis yang tidak berhubungan dengan inflamasi.
Lempeng kuku adalah tempat yang baik bagi jamur untuk bertahan dalam
waktu lama. Faktor prediposisi antara lain penyakit vaskular, atopi, obesitas,
diabetes, olahraga, dan sebagainya.6
Dermatofita seringkali mempengaruhi lapisan vental dan tengah lempeng
kuku, dimana keratin cukup halus. Pada permukaan ventral, topografi ireguler dan
taut antar sel lebih fleksibel daripada taut bagian dorsal sehingga menjadi kanal
hifa untuk berpenetrasi ke dalam lempeng kuku. Lapisan intermediat lebih jarang
terkena, sedangkan lempeng kuku dorsal terkena pada white superficial
onychomycosis. Lempeng kuku dorsal adalah bagian terkeras dan berisi kalsium
yang tinggi. Patogenisitas jamur berbeda antara spesies. Trichophyton
mentagrophytes merusak kuku lebih parah daripada Trichophyton rubrum akibat
proses mekanik dan enzimatik.6
Patogenesis tergantung berdasarkan subtype onikomikosis.7

1
5
o Pada DLSO jamur menyebar dari kulit plantar dan menginvasi dasar kuku
melalui hiponikia. Inflamasi yang terjadi pada daerah ini menyebabkan
gambaran klinis khas DLSO.
o Pada WSO jamur secara langsung menginvasi permukaan lempeng kuku.
o Pada proksimal subungual onikomikosis jamur melakukan penetrasi matriks
kuku melalui lipatan proksimal kuku dan berkolonisasi di bagian yang dalam
dari lempeng proksimal kuku.
o Pada endonyx onikomikosis jamur menginvasi kuku melalui kulit dan
secara langsung menginvasi lempeng kuku.

H. DIAGNOSIS
H.1. Anamnesis
Onikomikosis seringkali asimtomatis dan pasien seringkali hanya
mengeluhkan kosmetik kuku. Pada anamnesis didapatkan kecurigaan yang
menagarah ke infeksi jamur seperti perubahan warna atau bentuk kuku. Pada
penyakit yang sangat berat dapat mengganggu aktivitas seperti berdiri,
berjalan, atau berolahraga. Hal paling penting adalah mencari faktor risiko
onikomikosis.8
Kecurigaan klinis mould non-dermatofita adalah organisme penyebab antara
lain: tidak adanya tinea pedis, hanya menginfeksi satu atau dua kuku jari kaki,
adanya riwayat trauma, riwayat pengobatan nonresponsif terhadap antimikotik
sistemik dan keterlibatan inflamasi periungual.2

H.2. Pemeriksaan Fisik


Tanda klinis yang mungkin ditemukan pada kuku yaitu:9
o Onikolisis
o Debris di bawah lempeng kuku
o Hiperkeratosis subungual
o Diskolorasi (biasanya putih atau kuning tidak transparan, lebih jarang
pigmentasi coklat)
o Destruksi seluruh atau sebagian lempeng kuku
Tanda klinis tinea unguium seringkali sulit dibedakan dengan infeksi yang
menyebabkan kerusakan kuku lainnya seperti candida, mould atau infeksi

1
6
bakteri. Candidosis biasanya berawal dari lempeng kuku proksimal, dan terlihat
juga paronikia (infeksi lipatan kuku). Infeksi bakteri terutama karena
Pseudomonas aeruginosa cenderung menyebabkan perubahan warna kuku
menjadi hitam atau hijau. Infeksi bakteri dapat bersamaan dengan infeksi jamur.3
Terdapat tiga bentuk infeksi kuku oleh candida yaitu infeksi lipatan kuku
(paronikia candida), infeksi kuku distal, dan onikomikosis distrofi total. Distrofi
total adalah manifestasi candidosis mukokutaneus kronis. Infeksi kulit dan
lipatan kulit lebih sering pada wanita, terutama kuku jari tangan akibat pekerjaan
yang memerlukan perendaman tangan di air yang sering. Kuku jari tangan
keempat dan kelima jarang terinfeksi.3
Paronikia candida biasanya berawal dari lipatan kulit proksimal atau batas
lateral. Kulit peringual menjadi bengkak, eritem, dan nyeri. Terdapat gap yang
prominen diantara lempeng kuku dan lipatan kuku. Lempeng kuku seringkali
ikut terkena dengan infeksi pada bagian proksimal. Tanda putih, hijau, atau hitam
muncul pada bagian proksimal dan lateral kuku dan selanjutnya bagian distal.
Kuku menjadi lebih opak, dan muncul furrowing atau pitting transversal atau
longitudinal. Kuku menjadi rapuh dan bisa lepas dari dasarnya. Tidak seperti
infeksi dermatofita, tekanan dan gerakan pada jari sangat nyeri. Superinfeksi
bakteri sering didapatkan dan sulit untuk ditentukan organisme mana yang
menyebabkan kerusakan kuku.3
Infeksi candida distal memperlihatkan onikolisis dan hyperkeratosis
subungual. Seringkali sulit dibedakan dengan infeksi dermatofita, namun derajat
kerusakan kuku cenderung lebih kecil daripada dermatofita serta lebih sering
pada kuku jari tangan daripada kuku jari kaki. Infeksi candida distal sangat
jarang terjadi dan biasanya didahului oleh fenomena Raynaud atau masalah
vaskular lain.3
Pada candidosis mukokutan kronis, organisme menginvasi lempeng kuku
dari luar, menyebabkan penebalan tebal dan hyperkeratosis atau disebut sebagai
onikomikosis distrofi total.3
Pada infeksi mould tanda klinis spesifik sangat sedikit, sehingga perlu
pemeriksaan mikologis dan histologis. Kebanyakan kasus ambigu dan sulit

1
7
dibedakan dengan dermatofita. Aspergillus sydowii dapat diisolasi sebagai
kontaminan ataupun sebagai agen etiologi. Filament yang terlihat langsung pada
pemeriksaan mikroskopis dapat merupakan bagian dermatofita tidak aktif atau
nondermatofita asli. Sehingga isolasi nondermatofita dari spesimen yang positif
terdapat filament jamur tidak menjamin bahwa kuku terinfeksi oleh
nondermatofita yang sama.3

H.3. Pemeriksaan Penunjang


Konfirmasi laboratorium harus didapatkan sebelum memulai terapi untuk:3
o Mengeliminasi diagnosis non infeksi jamur.
o Mendeteksi infeksi campuran.
o Mendiagnosis pasien dengan bentuk onikomikosis yang berespon kurang
baik seperti infeksi kuku jari kaki oleh T. rubrum.
Spesimen kuku yang baik sulit didapatkan namun sangat penting. Kuku
diambil dari setiap kuku yang distrofi, diskolor, atau rapuh. Kuku yang sakit
harus dipotong sepanjang mungkin.3
Spesimen diambil setelah pasien bebas dari antijamur topikal atau
sistemik selama 2-4 minggu. Spesimen diambil dengan cara kerokan halus atau
cliiping (potongan kuku) dan tidak ditaruh dalam media lembap dan harus segera
diperiksa kurang dari 1 minggu. Seluruh kuku dibersihkan dengan alkohol.
Debris harus dikeluarkan dengan scalpel atau kuret.10

1
8
Gambar 11. Sampling scrapings for KOH preparation or culture. A scraping of
the surface of the nail (A) usually does not provide sufficient material for study.
The most viable hyphae are under the nail plate; clipping followed by paring (B)
yields the most useful sample.

Gambar 12. Lokasi pengambilan spesimen yang baik.10

Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis menggunakan larutan KOH 40%. Untuk debris
subungual dan visualisasi jamur dapat ditambahkan dimetil sulfoksida ke dalam
larutan KOH 10-15%. Pewarnaan jamur (chlorazol black E atau Parker blue-
black ink) dapat dipakai untuk visualisasi lebih baik. KOH untuk debris
subungual dan pewarnaan periodic-acid Schiff (PAS) untuk lempeng kuku dapat
mengkonfirmasi organisme tetapi tidak mengidentifikasi viabilitas organisme.
PAS menunjukkan hifa septat adalah diagnostik tetapi PAS yang hanya
memperlihatkan bentuk yeast konklusif terbukti infeksi.10

1
9
Kultur
Kultur jamur lebih lama dan kurang sensitif tetapi merupakan gold standard
untuk identifikasi organisme. Media untuk kultur antara lain:10
1) Media primer berisi cycloheximide yang melawan sebagian NDM dan
bakteri misalnya DTM, mycosel (BBL), dan mycobiotic (DIFCO)
2) Media sekunder seperti Sabouraud glucose agar (SGA), Littman's
Oxgall medium, dan potato dextrose agar (PDA) yang bebas cycloheximide
dan dapat mengisolasi NDM. Antibiotik seperti kloramfenikol dan
gentamisin dapat ditambahkan ke SGA atau PDA untuk mengeliminasi
kotaminasi bakteri. Spesimen diinkubasi pada suhu 25-30C.
NDM lebih cepat tumbuh daripada dermatofita dan membentuk koloni
well- formed dalam 1 minggu. Koloni kebanyakan dermatofita biasanya
berdiferensiasi sempurna dalam 3 minggu. Kultur dilakukan dalam 2 minggu dan
interpretasi dikatakan negatif jika dalam 3-6 minggu tidak ada pertumbuhan.
Kultur negatif palsu bisa terjadi karena kesalahan pengambilan sampel atau
sampel inadekuat.10

Histopatologi
Biopsy dipertimbangkan jika tes yang lain tidak memberikan hasil definitif.
Biopsy juga dapat membedakan onikodistrofi karena psoriasis dan lichen planus
tetapi menyebabkan distrofi kuku permanen. Tidak seperti kultur, pemeriksaan
histopatologis tidak dapat membedakan organisme viable atau nonviable.10

Metode deteksi baru


Metode deteksi baru seperti Real-time polymerase chain reaction (PCR)
assays yang dapat mengidentifikasi dermatofita pada kuku, rambut, dan kulit
dalam waktu <2 hari. Namun PCR juga bisa mendeteksi jamur mati atau
nonpatogenik yang membatasi penggunaannya dalam identifikasi pathogen asli.
Teknik PCR tidak rutin dilakukan. Selain itu dapat menggunakan Optical
coherence tomography dan Confocal laser scan microscopy namun teknik ini
mahal dan jarang tersedia.10

2
0
Gambar 13. Algoritma pemeriksaan penunjang onikomikosis6

I. DIAGNOSIS BANDING
Kelainan kuku yang menyerupai onikomikosis antara lain:3
o Distrofi kuku yang tidak disebabkan oleh infeksi jamur seperti trauma
kronik, psoriasis, onikolisis, onikogrifosis, melanoma maligna subungual dan
liken planus.
o Onikogrifosis adalah penebalan dan distorsi kuku terutama pada big toe (ibu
jari), sering pada lansia.
o Penyakit Darier dan liken planus, dan keadaan iktiosis, keratosis. Sekitar
10% penderita liken planus memiliki kuku abnormal yang dihubungkan
dengan tanda klinis penipisin lempeng kuku, hyperkeratosis subungual,
onikolisis dan pterygium dorsal.
o Sindrom yellow nail juga sering menyerupai onikomikosis. Pigmentasi
Light green-yellowish pada lempeng kuku, mengerasnya dan terangkatnya

2
1
kurvatur longitudinal adalah tanda pada penyakit ini.
o Trauma berulang juga membuat tampakan kuku abnormal yang
dapat menyebabkan onikolisis dan kolonisasi oleh pathogen infeksius pada
ruang yang mengalami trauma serta perubahan warna lepeng kuku.
Clipping kuku yang terinfeksi disertai pemeriksaan dasar kuku dapat
membedakan trauma dengan onikomikosis. Dasar kuku akan normal pada
trauma, dengan pola ridges epidermal longitudinal intak ke lunula.

Tabel 2. Diagnosis banding onikomikosis9


Pada Dewasa Pada Anak
Psoriasis Psoriasis kuku

Trauma kuku Malalignment kongenital large toenail


Kontak iritan
Liken planus Suungual ekostosis
Neoplasma Subungal warts
Infeksi bakteri (pseudomonas, proteus) Subungual hematom

J. TERAPI
J.1. Pengobatan Topikal
Struktur keratin dan kompak keras dari lempeng kuku dorsal bertindak
sebagai penghalang untuk difusi obat topikal ke dalam dan melalui lempeng
kuku. Konsentrasi obat topikal dapat hampir 1000 kali lebih efektif dan cepat
dari luar ke dalam. Sifat hidrofilik dari lempeng kuku juga menghalangi
penyerapan molekul lipofilik dengan berat molekul tinggi. Peran monoterapi
dengan antijamur topikal terbatas, <80% dari lempeng kuku dipengaruhi dengan
kurangnya keterlibatan lunula atau ketika antijamur sistemik merupakan
kontraindikasi.3
Amorolfine
Amorolfine merupakan obat antijamur sintetis spektrum luas dan aktivitas
menghambat enzim delta 14 reduktase dan delta 8 7 isomerase dalam jalur
biosintesis ergosterol. Obat ini tersedia dalam 5% lacquer dan digunakan pada

2
2
kuku dengan dosis 1-2x seminggu untuk 6-12 bulan. Amorolfine lacquer telah
terbukti efektif sekitar 50% dari kasus onikomikosis. Amorolfine juga telah
ditemukan efektif sebagai profilaksis pengobatan untuk kekambuhan
onikomikosis. Efek samping pengobatan lacquer Amorolfine yaitu rasa terbakar,
pruritus dan eritema, namun jarang terjadi.3
Ciclopirox
Ciclopirox merupakan turunan hydroxypyridone dengan aktivitas spektrum
luas dan aefektif terhadap T. rubrum, S. brevicaulis dan spesies Candida.
Ciclopirox menghambat enzim, produksi energi sel dan degradasi peroxide
intraseluler, sediaan yang tesedia yaitu lacquer 8%, penggunaanya sekali sehari
selama 48 minggu. Ciclopirox lacquer sekali sehari terbukti lebih efektif
dibandingkan plasebo dalam pengobatan onikomikosis. Anjuran pengobatan
hingga 24 minggu pada kuku tangan dan sampai 48 minggu pada kuku kaki.
Tidak ada uji coba yang membandingkan Amorolfine dengan ciclopirox dalam
pengobatan onikomikosis; Namun, tingkat kesembuhan biasanya lebih rendah
dengan menggunakan ciclopirox. Efek samping umum yang biasa terjadi adalah
eritema.3
Tioconazole
Tioconazole adalah antijamur golongan imidazol dan tersedia dalam bentuk
solusio 28%. Dalam sebuah studi terbuka dari 27 pasien dengan onikomikosis
diobati menggunakan tioconazole, penyembuhan dicapai sebesar 22%.3

J.2. Terapi Sistemik


Obat sistemik secara luas digunakan untuk pengobatan onikomikosis adalah
terbinafine dan itrakonazol. Griseofulvin juga dapat digunakan untuk mengobati
onikomikosis tetapi lebih jarang digunakan oleh karena tingkat kepatuhan pasien
harus tinggi. Flukonazol tidak dapat digunakan untuk pengobatan onikomikosis,
tetapi mungkin merupakan lini ke 3 dari terapi onikomikosis. Ketokonazol juga
menunjukkan efektifitas terhadap pengobatan onikomikosis tetapi risiko
hepatotoksisitas dengan terapi jangka panjang sangat besar dan penggunaanya
harus dibatasi. Di Amerika Serikat dan Eropa, termasuk Inggris, ketokonazol

2
3
sudah tidak digunakan lagi untuk pengobatan mikosis superfisial.3
Griseofulvin
Griseofulvin merupakan fungistatik lemah, bekerja dengan menghambat
asam sintesis asam nukleat, menghambat pembelahan sel dan menghambat
sintesis dinding sel jamur. Ini adalah satu-satunya antijamur yang digunakan
untuk terapi pada anak dengan onikomikosis, dosis untuk kelompok usia 1 bulan
keatas yaitu 10 mg/ kgBB per hari. Griseofulvin harus bersamaan dengan
makanan berlemak untuk meningkatkan penyerapan dan bantuan bioavailabilitas.
Pada orang dewasa dosisnya 500-1000 mg per hari selama 6-9 bulan di kuku
yang terinfeksi. Efek sampingnya berupa mual dan ruam sebesar 8-15%,
kontraindikasi pada kehamilan. Griseofulvin memiliki beberapa keterbatasan
termasuk keberhasilan terapi yang lebih rendah, durasi pengobatan yang lama,
risiko interaksi obat yang lebih besar dan ketersediaan agen antijamur baru.3
Terbinafine
Terbinafine bekerja dengan menghambat squalene epoxidase yang sangat
penting untuk biosintesis ergosterol yang merupakan komponen integral dari
dinding sel jamur. Lebih dari 70% efektifitas penyerapan bila melalu oral, dan
penyerapan tidak dipengaruhi oleh asupan makanan, dan diekskresikan dalam
urin. Terbinafine clearance menurun ketika pasien memiliki penyakit hati atau
penyakit ginjal. Terbinafine sangat lipofilik dan efektif baik di kulit dan kuku.
Terbinafine memiliki efek fungisida kuat terhadap dermatofita, terutama T.
rubrum dan T. mentagrophytes, tetapi memiliki aktivitas fungistatik rendah
terhadap spesies Candida. Namun ada laporan mengenai efek samping yang
serius, termasuk sindrom Stevens-Johnson dan epidermal toksik necrolysis,
sebuah penelitian lain juga mengungkapkan bahwa yang paling umum efek
sampingnya adalah gangguan pada gastrointestinal, seperti mual, diare atau
gangguan rasa, selain itu gangguan dermatologik seperti ruam, pruritus, urtikaria
atau eksim. Ada laporan langka toksisitas hati yang serius, yang terjadi biasanya
pada pasien dengan penyakit hati yang sudah ada.3
Itrakonazol
Itrakonazol aktif terhadap berbagai jamur termasuk dermatofita dan

2
4
beberapa nondermatofita. Mekanisme kerja dari itrakonazol adalah sama dengan
antijamur azol lainnya: menghambat sitokrom jamur Sintesis P450 oksidase yang
dimediasi ergosterol, yang diperlukan untuk dinding sel jamur. Itrakonazol
secara optimal diserap dengan makanan dan pH asam, hal ini sangat lipofilik
dan dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 yang meningkatkan risiko
interaksi dengan obat lainnya yang dimetabolisme melalui rute ini seperti
terbinafine. Itrakonazol juga menembus kuku cepat dan masih terdeteksi di kuku
hingga 7 hari setelah terapi dimulai, dan tetap dalam kuku sampai 6-9 bulan
setelah terapi dihentikan.3 Berdasarkan penelitian Itrakonazole 400 mg 1 kali
sehari selama 3 bulan efektif untuk onikomikosis.13

Gambar 14. Terapi Onikomikosis

J.3. Terapi laser


Akhir-akhir ini laser diperkenalkan sebagai salah satu terapi onikomikosis
untuk menghindari efek samping antijamur topikal dan sistemik, terapi yang
cepat dan seringkali pada keadaan persisten. Namun penelitian mengenai
efektivitas laser dalam onikomikosis masih sangat terbatas serta memakai
jumlah sampel yang kecil. Mekanisme kerja laser untuk terapi onikomikosis
belum jelas. Sistem laser berada pada spektrum infrared (panjang

2
5
gelombang 780 nm-3000 nm) secara langsung memanaskan jaringan
target. Laser untuk penyakit kuku telah disetujui di Amerika Serikat oleh
Food and Drug Administration (FDA). Alat hanya baru diakui
kemampuannya untuk membersihkan pertumbuhan kuku pada onikomikosis
secara sementara dan bukan kuratif definitif.14

K. PROGNOSIS
Farmakoterapi seringkali tidak berhasil dengan angka relaps atau

rekurensi 20- 25%. Prognosis leboh buruk pada leadaan-keadaan berikut: 16

o Luas kuku yang terinfeksi >50%


o Penyakit yang mendasari signifikan
o Hyperkeratosis subungual > 2mm
o Total distrofi onikomikosis
o Organisme nonresponsif (contohnya Scytalidium mold)
o Pasien dengan imunosupresan
o Penyakit sirkulasi perifer
o Laki-laki
o Pertumbuhan kuku buruk
o Usia >65 tahun
o Kultur positif setelah 24 minggu

L. KOMPLIKASI
Perlukaan kulit di sekitar kuku yang sakit memudahkan kolonisasi
mikroorganisme sehingga meningkatkan risiko infeksi. Komplikasi pada lansia
dan penderita diabetes yang pernah dilaporkan dianataranya selulitis,
osteomyelitis, sepsis, dan nekrosis jaringan.8

M. PENCEGAHAN
Meskipun dengan terapi optimal, 1 dari 5 pasien onikomikosis tidak dapat
sembuh. Kegagalan ini karena diagnosis inakurat, kesalahan identifikasi
pathogen, adanya kelainan lain, sifat kuku, adanya inoculum jamur kuat atau
resistensi obat, imunokompromais, diabetes mellitus atau penyakit vaskular
perifer.2

2
6
Pencegahan rekurensi dan relaps dilakukan dengan cara:2,3
o Selalu memakai sepatu pelindung, menghindari paparan ulang,
menghindari telanjang kaki di tempat umum.
o Menghindari penggunaan gunting kuku bersamaan dengan orang lain.
o Jamur juga bisa dihilangkan dengan menaruh kapur barus dalam sepatu
dan kemudian ditutup dengan plastik yang terikat erat minimal 3 hari.
o Karena onikomikosis dan tinea pedis menular, semua anggota keluarga
yang terinfeksi juga harus dirawat di saat yang sama untuk menghindari
infeksi ulang.
o Manikur dan pedikur sering menyebabkan berbagai masalah kuku
sehingga kebersihan alat-alatnya harus dijaga.
o Menjaga kaki tetap dingin dan kering.
o Memakai antijamur topikal dan sistemik secara teratur sesuai indikasi.
o Mengganti sepatu yang lama.
o Memakai bubuk atau spray antijamur yang mengandung miconazole,
clotrimazole atau tolnaftate ke dalam sepatu 1 minggu sekali dan memakai
kaus kaki.
o Mengikuti protokol pengobatan.

BAB III
KESIMPULAN

Istilah onikomikosis saat ini digunakan untuk menunjukkan semua infeksi


jamur pada kuku, sedangkan tinea unguium digunakan untuk mendeskripsikan
infeksi dermatofita pada kuku jari kaki atau tangan. Terdapat tiga kelompok jamur
yang menyebabkan onikomikosis, yaitu: dermatofita, nondermatofita, dan yeast.
Dermatofita paling sering menyebabkan onikomikosis.
Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi onikomikosis meningkat
sesuai usia karena sirkulasi perifer yang tidak baik, diabetes, trauma kuku

2
7
berulang, adanya paparan yang lebih lama terhadap jamur patogen, fungsi imun
yang sub optimal, olahragawan dan tidak biasa atau ketidakmampuan
mempertahankan perawatan kuku yang baik.
Pada anamnesis didapatkan kecurigaan yang menagarah ke infeksi jamur
seperti perubahan warna atau bentuk kuku. Hal paling penting adalah mencari
faktor risiko onikomikosis. Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemerilsaan
mikroskopik, biakan, dan histopatologi.
Pengobatan dapat dengan pengobatan topikal seperti amorolfine,
Ciclopirox, Tioconazole; maupun pengobatan sistemik dengan Terbinafine,
Itrakonazol maupun Griseofulvin.
Onikomikosis juga berpengaruh signifikan pada kualitas hidup pasien.
Masalah yang berhubungan dengan onikomikosis antara lain rasa tidak nyaman,
kesulitan dalam memakai alas kaki dan berjalan, kosmetik, dan rendah diri.
Onikomikosis dapat mengganggu integritas kulit dan menjadi celah masuknya
bakteri, perlukaan kulit di sekitar kuku yang sakit memudahkan kolonisasi
mikroorganisme sehingga meningkatkan risiko infeksi. Komplikasi pada lansia
dan penderita diabetes yang pernah dilaporkan diantaranya selulitis, osteomyelitis,
sepsis, dan nekrosis jaringan.

2
8
DAFTAR PUSTAKA

1. Skin and Nail: Barrier Function, Structure, and Anatomy Considerations


for Drug Delivery. 2009. Particle Sciences Drug Development Service.
Volume 3. Available From:
http://www.particlesciences.com/docs/technical_briefs/TB_3.pdf
(diakses 14 Mei 2017)
2. Kaur et al. Onychomycosis Epidemiology, Diagnosis and Management.
Indian Journal of Medical Microbiology. 2008; 26(2): 108-16
3. Ameen et al. British Association of Dermatologists guidelines
for the management of onychomycosis 2014. British Journal of
Dermatology (2014) 171, pp937958
4. Sigurgeirsson & Steingrmsson. Risk factors associated with
onychomycosis. European Academy of Dermatology and Venereology.
JEADV (2004) 18, 4851
5. Knenneth, et al. 2013. Update on Onichomycosis: Efective
Strategis for Diagnosis and Treatment. Seminars in Cutaneous Medicine
and Surgery. Available from:
http://www.edermatologynews.com/fileadmin/content_pdf/san/scms_pdf/
CMS_ Onychomycosis_Spple_vs12.pdf (diakses 14 Mei 2017).
6. Grover C, Khurana A. Onychomycosis: Newer insights in
pathogenesis and diagnosis. Indian J Dermatol Venereol Leprol [serial
online] 2012;78:263-70. Available from:
http://www.ijdvl.com/text.asp?2012/78/3/263/95440 (diakses 14 Mei
2017)
7. Lowell, et al. 2012. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 8th
Edition. New York: McGraw-Hill Companies Tosti. 2014.
Onychomycosis. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1105828 (diakses 14 Mei 2017)
8. Tosti. 2014. Onychomycosis. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1105828 (diakses 14 Mei 2017)
9. Rich, et al. Diagnosis, Clinical Implications, and
Complications of Onychomycosis.Update on Onychomycosis: Effective
Strategies for Diagnosis and Treatment. Supplement 1. 2015: 32; 2S
10. Singal A, Khanna D. Onychomycosis: Diagnosis and management.
Indian J Dermatol Venereol Leprol [serial online] 2011;77:659-72.
Available from:
http://www.ijdvl.com/text.asp?2011/77/6/659/86475 (diakses 14 Mei
2017)
11. Dyanne et al. Onychomycosis: Current Trends in Diagnosis and
Treatment. American Family Physician (2013) 88:11
12. Bianca & Aurora. Onychomycosis: A Review. Journal of Fungi 2015, 1
pp 30- 43
13. Ahmed et al. Pulse dose of oral itraconazole is effective in the treatment
of onychomycosis. Journal of Pakistan Association of Dermatologists
2011; 21 (4): 276-280.
14. Bristow. The effectiveness of lasers in the treatment of onychomycosis: a
systematic review. Bristow Journal of Foot and Ankle Research 2014,
7:34
15. Westerberg. Onychomycosis: current trends in diagnosis and treatment.
Am Fam Physician. 2013 Dec 1;88(11):762-770
16. Sigurgeirsson B. Prognostic factors for cure following treatment of
onychomycosis. J Eur Acad Dermatol Venereol 2010;24:679-84.

Anda mungkin juga menyukai