Pembimbing :
dr. Meiharty Bahar Zulkifli, Sp.A
Disusun Oleh :
Rizvialdi
030.15.002
Rizvialdi
030.15.002
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME, karena berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu
Penyakit Anak Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah
Budhi Asih
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, terutama :
1. Dr. Meiharty Bahar Zulkifli, Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan makalah,
2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian makalah ini,
3. Serta pihak-pihak lain yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu saya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Saya mengharapkan
kritik dan saran yang dapat membangun dan bertujuan untuk ikut memperbaiki makalah ini
agar dapat bermanfaat untuk pembaca dan masyarakat luas.
Rizvialdi
030.15.002
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................5
BAB II. LAPORAN KASUS..................................................................................6
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi pada bayi atau anak oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus) sebagian besar
ditransmisi secara vertikal dari ibu ke bayinya pada saat proses kehamilan, persalinan, dan
melalui ASI. Transmisi secara horizontal melalui transfusi produk darah atau penularan lain
seperti kekerasan seksual pada anak jarang.1 Infeksi HIV pada anak-anak berkembang lebih
cepat daripada pada orang dewasa, dan hingga setengah dari anak-anak yang tidak diobati
meninggal dalam 2 tahun pertama kehidupan. Perkembangan yang cepat ini berhubungan
dengan beban virus yang lebih tinggi dan penurunan limfosit CD4 yang lebih cepat pada bayi
dan anak-anak dibandingkan pada orang dewasa yang terinfeksi HIV. Tes diagnostik yang
akurat dan ketersediaan obat untuk menghambat replikasi HIV telah secara dramatis
meningkatkan kemampuan untuk mencegah dan mengendalikan penyakit yang
menghancurkan ini.2
Pada tahun 2004, sekitar 640000 anak berusia kurang dari 15 tahun mengalami infeksi
baru HIV. Selain itu, karena sebagian besar ibu yang terinfeksi HIV meninggal karena AIDS,
13 juta anak menjadi yatim piatu dan sekitar 19 juta akan mengalaminya pada tahun 2010.1
Pada tahun 2009, 1,4 juta wanita hamil di negara berpendapatan menengah dan rendah
terdiagnosis HIV.3 Lebih dari 90% infeksi HIV pada bayi dan anak ditransmisikan oleh ibu
selama kehamilan, kelahiran, atau ASI. Tanpa intervensi apapun, 15-45% bayi yang lahir dari
ibu dengan HIV menjadi terinfeksi (5-10% selama kehamilan, 10-20% selama kelahiran, dan
5-20% lewat ASI). Sekitar 50% bayi yang terinfeksi HIV dari ibunya meninggal sebelum usia
2 tahun. Transmisi infeksi HIV dari ibu ke bayi dapat diturunkan jika obat antiretroviral
diberikan pada ibu selama kehamilan dan kelahiran dan bayi setelah kelahiran.3
5
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN 1
Nama : An. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 2 tahun 11 bulan
Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 22-04-2016
Suku bangsa :-
Agama : Islam
Pendidikan : Belum Sekolah
Alamat : Kampung Makasar, Jakarta Timur
WALI PASIEN
Ayah Ibu
Nama : Tn. S Nama : Ny. S
Umur : 48 Umur : 42
Pekerjaan : Satpam Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : STM Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Betawi Suku bangsa : Betawi
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Kampung Makasar, Jakarta Alamat : Kampung Makasar, Jakarta
Timur Timur
Hubungan dengan orang tua : Pasien bukan merupakan anak kandung. Kedua orangtua
pasien telah meninggal dan tidak diketahui identitasnya
6
I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. S Dahlia Timur pada tanggal 16 April
2019 pukul 11.45 WIB.
Keluhan utama : Sariawan dan tidak mau makan sejak 2 minggu SMRS
Keluhan tambahan : Demam, batuk, pilek, diare
Hipereaktif
Parotitis (-) Operasi (-) (-)
bronkus
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien telah menderita TBC paru
pada usia 1,5 tahun, dan pasien baru menderita diare pada saat usia 2,5 tahun
7
C. Riwayat Kehamilan/ Persalinan
Morbiditas kehamilan -
KEHAMILAN
Perawatan antenatal -
Tempat persalinan -
Penolong persalinan -
-
Cara persalinan
Penyulit : -
Masa gestasi -
Berat lahir : -
Lingkar kepala : -
8
D. Riwayat Perkembangan
- Pertumbuhan gigi I : Wali pasien tidak tau, saat usia pasien 1,5
tahun gigi pasien sudah lengkap (Normal: 5-9 bulan)
- Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
- Psikomotor :
Tengkurap :- (Normal: 3-4 bulan)
Duduk :- (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : 2 tahun (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 2 tahun (Normal: 12-18 bulan)
Bicara : 2,5 tahun (Normal: 9-12 bulan)
- Perkembangan pubertas :
Rambut Pubis :-
Payudara :-
Menarche :-
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Terdapat keterlambatan
perkembangan psikomotor berdiri, berjalan, dan bicara pada pasien. Pasien belum
pubertas
E. Riwayat Makanan
0–1 ASI - - -
1–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
6–8 ASI - - -
8 – 10 ASI - - -
10-12 ASI - - -
9
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
F. Riwayat Imunisasi
3 4
Hepatitis B Lahir 2 bulan
bulan bulan
BCG 1 bulan
10
G. Riwayat Keluarga
H. Riwayat Pernikahan
Ayah/wali Ibu/wali
Perkawinan ke- 1 1
Kosanguinitas - -
Riwayat Penyakit - -
I. Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama dengan walinya di rumah yang dimiliki oleh wali pasien.
Ventilasi dan pencahayaan baik. Sumber air bersih dan sumber air minum dari sumur.
Rumah pasien terletak di kawasan padat penduduk dan berdempetan antara rumah satu
dengan rumah lainnya.
Kesimpulan Riwayat lingkungan pasien: Rumah pasien berada di kawasan padat
penduduk, air minum dari air sumur yang dimasak, sirkulasi dan pencahayaan baik.
11
II. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
KEADAAN UMUM
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan Gizi : kurang
DATA ANTROPOMETRI
STATUS GIZI
- BB / U = Dibawah -3SD → Berat badan sangat kurang
- TB/U = Dibawah -3SD → Pendek
- BB/TB = Diantara -2SD dan - 1SD → Gizi baik
Kesimpulan status gizi : Berat badam pasien sangat kurang, perawakan pendek,
dan status gizi tergolong baik berdasarkan WHO chart
TANDA VITAL
- Nadi : 120x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri,
regular
- Tekanan Darah :-
- Pernapasan : 24 x/ menit
- Suhu : 37,5o C
- SpO2 : 98%
Kepala: Normosefali
Rambut: Rambut hitam, lurus, lebat, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut
Wajah: Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka ataupun jaringan parut
Mata
Sklera ikterik : -/- Nistagmus : -/-
Konjungtiva anemis : +/+ Cekung : -/-
Exophtalmus : -/- Kornea jernih : +/+
12
Enophtalmus : -/- Strabismus : -/-
Lensa jernih : +/+ Lagoftalmus : -/-
Palpebra oedem : -/- Ptosis : -/-
Pupil : isokor
Refleks cahaya : langsung +/+, tidak langsung +/+
Telinga
Bentuk : Normotia
Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/-
Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang
Membran timpani : Tidak diperiksa
Serumen : -/-
Refleks cahaya : Tidak diperiksa
Cairan : -/-
Ruam merah : -/-
Hidung
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-
Sekret : -/- Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/- hipertrofi konka : -/-
Bibir : Sianosis (-), pucat (-), kering (+), stomatitis angularis ujung bibir kanan
Mulut : Trismus (-), bercak putih pada mukosa mulut (+)
Lidah : Normoglosia, bercak putih pada lidah (+)
Tenggorokan :Tonsil T1-T1, hiperemis (-), detritus (-), dinding posterior faring
hiperemis (-), arcus faring tidak hiperemis, uvula terletak ditengah.
Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak teraba
pembesaran tiroid maupun kelenjar getah bening.
Thoraks
Jantung: BJ I & BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
13
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris , gerak dinding dada simetris kanan dan
kiri, retraksi intercostal (-) retraksi subcostal (-) retraksi
suprasternal (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak distensi , ruam (-), kulit keriput (-), ascites (-)
gerak dinding perut saat pernapasan simetris, gerakan peristaltik
(-), rose spot (-)
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 1-3x/menit
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen. Shifting dullness (-).
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor kulit baik, hepar dan lien tidak
teraba membesar
Kulit : Tidak ikterik, tidak sianosis, tidak lembab, tidak terdapat
efloresensi yang bermakna
Genitalia : Jenis kelamin perempuan
Kelenjar getah bening :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
Ekstremitas :
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, sianosis (-
), edema tungkai -/-
Palpasi : Akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis (-), capillary
refill time <3 detik.
14
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi 15/04/19
Hematologi 19/04/19
15
Imunoserologi 03/02/2018
Anti HIV
Memakai prinsip
- Metode I Reaktif Non Reaktif
immunokromatografi
Memakai prinsip
- Metode II Reaktif Non Reaktif
immunokromatografi
Memakai prinsip
- Metode III Reaktif Non Reaktif
immunokromatografi
Imunoserologi 13/02/2018
Imunoserologi 30/08/2018
Imunoserologi 19/04/2019
16
IV. RESUME
Pasien anak laki-laki usia 2 tahun 11 bulan, datang ke IGD RSUD Budhi Asih
dengan keluhan sariawan yang memenuhi mulut dan tidak mau makan pada
tanggal 16 April 2019 dibawa oleh Ibu M, wali pasien. Sariawan diderita pasien
sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, sehingga pasien tidak mau makan
dan hanya minum susu selama 2 minggu terakhir. Hal tersebut membuat
penurunan berat badan yang drastis pada pasien. Demam baru dialami pasien sejak
4 hari sebelum masuk rumah sakit, suhu naik perlahan-lahan. Batuk dan pilek
dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk kering tidak berdahak dan
pilek secret putih bening. Diare sudah sejak 1 minggu yang lalu, isi air, ampas
tidak ada, lender tidak ada, tidak berbau.
Pasien memiliki riwayat gizi buruk tipe marasmik pada saat pasien berusia
1,5 tahun. Gizi buruk tersebut di tatalaksana sampai pasien mengalami perbaikan
gizi di RSUD Budhi Asih pada tahun 2018. Selama pasien menderita gizi buruk,
pasien juga terdiagnosis TB paru dan pasien telah menyelesaikan pengobatan
selama 9 bulan. Pasien terdiagnosis positif HIV pada saat usia 1,5 tahun.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, compos mentis, status
gizi terlihat kurang. Nadi: 120x/ menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri,
regular, Pernapasan: 24 x/ menit. Suhu: 37,5 0C. Pada status generalis didapatkan
bercak putih pada lidah dan mukosa mulut, dan stomatitis angularis pada ujung
bibir sebelah kanan. Hasil labratorium adalah sebagai berikut :
Hematologi 15/04/19
17
RDW 17.2 % <14
V. DIAGNOSIS BANDING
- Anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi asam folat
- Tonsilofaringitis
VI. DIAGNOSIS KERJA
ISPA
Anemia
GEA tanpa dehidrasi
Kandidiasis dan stomatitis oral
Stomatitis angularis
B20 on ARV
VII. TATALAKSANA
Non- Medikamentosa
- Tirah baring
- Pantau tanda vital dan hematologi rutin
Medikamentosa
- IVFD kaen IB 3 cc/KgBB/Jam
- Injeksi paracetamol 85 mg k/p
- Candistin drop 4x1 cc
- Ampicilin 2x225mg
- Zinkid 1x20mg
- PRC 2x100cc suhu <38.60C
- ARV Zidovudine 2x2mg
- Ambroxol 3x5mg
- CTM 3x0.5mg
- Salbutamol 3x0.5mg
- Mikonazid untuk stomatitis angularis
18
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad fungsionam : dubia
Ad Sanactionam : Dubia ad malam
19
IX. FOLLOW UP
20/04/2019
15/04/2019 18/04/2019
(Pasien Boleh Pulang)
S Demam (+) H ke-4, terus Demam (-), mual (-), muntah (-), Demam (-), mual (-), muntah (-),
menerus, naik turun, batuk dan BAB cair 1x ampas (+), BAK BAB dalam batas normal, BAK
pilek (+), muntah (-), BAB cair 4 dalam batas normal, sariawan (+), dalam batas normal, sariawan
hari, >5x sehari, nafsu makan batuk (+), nafsu makan menurun berkurang, batuk (+), nafsu
menurun makan membaik
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menginfeksi dan mengambil
alih sel-sel sistem kekebalan tubuh. Walaupun HIV menginfeksi berbagai sel, target utamanya
adalah limfosit CD4.4 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala
atau penyakit yang diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh (limfosit CD4) akibat
adanya infeksi oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV). AIDS merupakan tahap akhir dari
infeksi HIV.5
2. Etiologi
HIV-1 dan HIV-2 adalah anggota keluarga Retroviridae dan termasuk dalam genus
Lentivirus, yang termasuk virus sitopatik yang menyebabkan beragam penyakit pada beberapa
spesies hewan. Genom HIV-1 mengandung 2 salinan RNA untai tunggal yang berukuran 9,2
kb. Di kedua ujung genom ada daerah identik, yang disebut terminal panjang pengulangan,
yang berisi gen pengaturan dan ekspresi HIV. Sisa genom meliputi 3 bagian utama: wilayah
GAG, yang mengkodekan protein inti virus (p24, p17, p9, dan p6, yang diturunkan dari
prekursor p55); wilayah POL, yang menyandikan enzim virus (mis., reverse transcriptase
[p51], protease [p10], dan integrase [p32]); dan wilayah ENV, yang mengkode protein amplop
virus (gp120 dan gp41, yang berasal dari prekursor gp160). Protein pengatur lainnya, seperti
tat (p14), rev (p19), nef (p27), vpr (p15), vif (p23), vpu pada HIV-1 (P16), dan vpx pada HIV-
2 (P15) adalah terlibat dalam transaktivasi, ekspresi RNA kurir virus, replikasi virus, induksi
henti siklus sel, promosi impor inti kompleks transkripsi balik virus, downregulasi reseptor
CD4 dan kompleks histokompatibilitas utama kelas I, sintesis DNA proviral, dan pelepasan
dan infektivitas virus.2 Protein virus eksternal utama HIV-1 adalah protein gp120 yang
dikaitkan dengan transmembran glikoprotein gp41; gp41 sangat imunogenik dan digunakan
untuk mendeteksi antibodi HIV-1 dalam tes diagnostik. Glikoprotein gp120 juga membawa
situs pengikatan untuk molekul CD4, reseptor permukaan sel inang yang paling umum dari
limfosit T.2
21
Gambar 1 : Virus HIV
3. Epidemiologi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2009, 2,5 juta
anak di seluruh dunia hidup dengan infeksi HIV-1, 90% di antaranya berasal dari Afrika Sub-
Sahara. Sementara antara 2004 dan 2009 jumlah global anak yang lahir dengan HIV menurun
sebesar 24% dan kematian akibat penyakit terkait AIDS di antara anak-anak <15 tahun
menurun sebesar 19%, masih 370.000 anak (<15 tahun) yang baru terinfeksi HIV di 2009 saja.
Tren-tren ini mencerminkan perluasan layanan yang lambat tapi pasti untuk mencegah
penularan HIV ke bayi dan peningkatan akses ke perawatan untuk anak-anak. Di seluruh dunia,
50% orang yang terinfeksi HIV adalah wanita, yang sebagian besar telah terinfeksi melalui
kontak heteroseksual selama masa subur mereka. Hingga 2009, diperkirakan 16,6 juta anak
telah menjadi yatim piatu karena AIDS, yang didefinisikan sebagai salah satu atau kedua orang
tua meninggal karena AIDS.2
Pada tahun 2004, sekitar 640000 anak berusia kurang dari 15 tahun mengalami infeksi
baru HIV. Selain itu, karena sebagian besar ibu yang terinfeksi HIV meninggal karena AIDS,
13 juta anak menjadi yatim piatu dan sekitar 19 juta akan mengalaminya pada tahun 2010. 1
Pada tahun 2009, 1,4 juta wanita hamil di negara berpendapatan menengah dan rendah
terdiagnosis HIV.3 Lebih dari 90% infeksi HIV pada bayi dan anak ditransmisikan oleh ibu
selama kehamilan, kelahiran, atau ASI. Tanpa intervensi apapun, 15-45% bayi yang lahir dari
ibu dengan HIV menjadi terinfeksi (5-10% selama kehamilan, 10-20% selama kelahiran, dan
5-20% lewat ASI). Sekitar 50% bayi yang terinfeksi HIV dari ibunya meninggal sebelum usia
2 tahun. Transmisi infeksi HIV dari ibu ke bayi dapat diturunkan jika obat antiretroviral
diberikan pada ibu selama kehamilan dan kelahiran dan bayi setelah kelahiran.3 Menurut
22
RISKESDAS pada tahun 2017 jumlah pengidap HIV di Indonesia sebesar 10,376. Dari jumlah
tersebut 308 diantaranya merupakan kelompok usia 0-14 tahun.6
4. Penularan
Penularan HIV-1 terjadi melalui kontak seksual, paparan parenteral terhadap darah,
atau penularan vertikal dari ibu ke anak. Rute utama infeksi pada populasi anak adalah
penularan vertikal, yang menyebabkan hampir semua kasus baru. Tingkat penularan HIV dari
ibu ke anak bervariasi di berbagai bagian AS dan di antara negara-negara. AS dan Eropa telah
mendokumentasikan tingkat penularan pada wanita yang tidak diobati antara 12-30%. Tingkat
penularan di Afrika dan Haiti lebih tinggi (kisarannya 25-52%). Pengobatan perinatal dari ibu
yang terinfeksi HIV dengan obat antiretroviral telah secara dramatis menurunkan angka ini
menjadi <2% pada wanita hamil yang menggunakan terapi efektif.2 Penularan HIV secara
vertikal dapat terjadi sebelum (intrauterin), selama (intrapartum), atau setelah melahirkan
(melalui menyusui).2
Menyusui adalah salah satu jalur penularan vertikal. Virus yang bebas dan terkait sel
telah terdeteksi dalam ASI dari ibu yang terinfeksi HIV. Risiko untuk penularan melalui
menyusui pada wanita yang terinfeksi secara kronis adalah sekitar 9-16% tetapi 29-53% pada
wanita yang tertular HIV pascanatal, menunjukkan bahwa viremia yang dialami ibu selama
infeksi primer setidaknya tiga kali lipat risiko penularan. Tampaknya masuk akal bagi
perempuan untuk mengganti susu formula bayi untuk ASI jika mereka diketahui terinfeksi HIV
atau berisiko terhadap pajanan seksual atau parenteral yang terus menerus terhadap HIV.
Namun, WHO merekomendasikan bahwa di negara-negara berkembang di mana penyakit lain
(diare, pneumonia, malnutrisi) secara substansial berkontribusi pada tingkat kematian bayi
yang tinggi, manfaat menyusui melebihi risiko penularan HIV, dan perempuan yang terinfeksi
23
HIV di negara berkembang harus menyusui bayi mereka setidaknya selama 6 bulan pertama
kehidupan.2
HIV dapat menginfeksi banyak jenis sel. Penyebaran HIV di luar organ limfoid ke otak,
sumsum tulang belakang, paru-paru, usus besar, hati, dan ginjal biasanya terjadi terlambat
selama sakit. Tabel 1 memberikan sebagian daftar sel yang rentan terhadap infeksi HIV.7
Sistem kekebalan tubuh anak yang terinfeksi HIV mengalami perubahan yang serupa
dengan yang terjadi pada orang dewasa. Aktivasi sel B terjadi pada sebagian besar anak di awal
infeksi, dibuktikan dengan adanya hipergamaglobulinemia (> 1,750 g / L) dengan tingkat
antibodi anti-HIV-1 yang tinggi. Ini mencerminkan kedua disregulasi supresi sel-T sintesis
antibodi sel-B serta peningkatan CD4 + aktif dari respon humoral B-limfosit. Juga, ketika
penyakit HIV berkembang melalui penekanan kekebalan yang lebih parah dan penipisan sel
CD4 +, jumlah CD8 + meningkat, menghasilkan penurunan keseluruhan rasio CD4 +: CD8 +.7
24
5. Patogenesis
Protein amplop gp120 dan gp41 berikatan dengan reseptor sel CD4 + dan ko-reseptor
di luar sel CD4 + dan makrofag. Reseptor kemokin CCR5 dan CXCR4 memfasilitasi masuknya
virus. Virus tropik sel-T membutuhkan CXCR4 untuk mengikat, dan strain makrotropik dari
virus membutuhkan CCR5. R5 adalah virus yang paling umum ditularkan selama infeksi akut,
dan kemudian selama infeksi X4 adalah virus yang paling umum. Kehadiran mutasi tidak aktif
homozigot dari alel CCR5 telah menyebabkan resistensi terhadap infeksi oleh virus R5.
Penggabungan protein dan reseptor dan koreseptor menggabungkan membran HIV dengan
membran sel CD4 +, dan virus memasuki sel CD4 + dan makrofag. Membran HIV dan protein
amplop tetap berada di luar sel CD4 +, sedangkan inti virus memasuki sel CD4 +. Enzim sel
25
CD4 + berinteraksi dengan inti virus dan merangsang pelepasan RNA virus dan enzim virus
membalikkan transcriptase, integrase, dan protease.7
B. Reverse Transcription
RNA HIV harus dikonversi menjadi DNA sebelum dapat dimasukkan ke dalam DNA
sel CD4 +. Penggabungan ini harus terjadi agar virus berkembang biak. Konversi RNA HIV
ke DNA dikenal sebagai reverse transcription dan dimediasi oleh enzim reverse transcriptase
HIV. Hasilnya adalah produksi untai tunggal DNA dari viral RNA. Satu untai DNA baru ini
kemudian mengalami replikasi menjadi DNA HIV berlipat ganda.7
C. Integration
Setelah reverse transcription terjadi, DNA virus dapat memasuki inti sel CD4 +. Enzim
integrase virus kemudian memasukkan DNA virus ke dalam DNA sel CD4 +. Proses ini dikenal
sebagai integrasi. Sel CD4 sekarang telah diubah menjadi pabrik yang digunakan untuk
menghasilkan lebih banyak HIV.7
D. Replikasi
DNA baru, yang telah dibentuk oleh integrasi DNA virus ke dalam sel CD4 +,
menyebabkan produksi DNA messenger yang memulai sintesis protein HIV.7
E. Bertunas
Protein HIV dan viral RNA, semua komponen yang diperlukan untuk membuat virus
baru, berkumpul di membran sel CD4 + untuk membentuk virus baru. Virus-virus baru ini
mendorong bagian dinding sel yang berbeda dengan bertunas. Banyak virus dapat mendorong
melalui dinding satu sel CD4 +. Virus baru ini meninggalkan sel CD4 + dan mengandung
semua komponen yang diperlukan untuk menginfeksi sel CD4 + lainnya.7
F. Maturasi
Virus baru memiliki semua komponen yang diperlukan untuk menginfeksi sel CD4 +
lain tetapi tidak dapat melakukannya sampai matang. Selama proses ini, enzim protease HIV
memotong protein HIV yang panjang dari virus menjadi unit fungsional yang lebih kecil yang
26
kemudian berkumpul kembali untuk membentuk virus yang matang. Virus sekarang siap untuk
menginfeksi sel lain.7
6. Manifestasi Klinis
Anak-anak yang terinfeksi HIV sering memiliki penyakit parah ketika pertama kali
dievaluasi, atau mereka dapat mengembangkan AIDS dari waktu ke waktu, seperti halnya
orang dewasa yang terinfeksi HIV. Bayi dan anak kecil biasanya memiliki jumlah CD4 + lebih
tinggi daripada orang dewasa. Jumlah CD4 + normal pada anak-anak bervariasi berdasarkan
usia, tetapi sama dengan nilai orang dewasa pada saat anak tersebut berusia 6 tahun. Kategori
imunologis dan klinis digunakan untuk mengevaluasi status penyakit HIV pada anak-anak dan
untuk membuat keputusan pengobatan.7
Infeksi primer mengacu pada waktu ketika HIV pertama kali memasuki tubuh. Pada
saat infeksi primer dengan HIV, darah seseorang membawa viral load yang tinggi, artinya ada
banyak virus individu di dalam darah. Jumlah salinan virus per mililiter plasma atau darah
dapat melebihi 1 juta. Orang dewasa yang baru terinfeksi sering mengalami sindrom retroviral
akut. Tanda dan gejala sindrom retroviral akut termasuk demam, mialgia (nyeri otot), sakit
kepala, mual, muntah, diare, keringat malam, penurunan berat badan, dan ruam. Tanda-tanda
dan gejala-gejala ini biasanya terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, mereda setelah beberapa hari,
dan sering salah didiagnosis sebagai influenza atau mononukleosis infeksiosa. Gejala pembeda
penting yang sering tidak ada adalah adanya pilek atau hidung tersumbat.7
Selama infeksi primer, jumlah CD4 + dalam darah sangat menurun tetapi jarang turun
menjadi kurang dari 200 sel / μL. Virus ini menargetkan sel CD4 + di kelenjar getah bening
dan timus selama waktu ini, membuat orang yang terinfeksi HIV rentan terhadap infeksi
oportunistik dan membatasi kemampuan timus untuk memproduksi limfosit T. Tes antibodi
HIV menggunakan uji immunosorbent enzim -inkedinkink atau immunoassay enzim dapat
menghasilkan hasil positif atau negatif tergantung pada waktu serokonversi. PCR DNA dan
RNA PCR akan positif, tetapi konfirmasi dengan analisis Western blot dapat menghasilkan
hasil yang tidak ditentukan karena serokonversi dapat memakan waktu hingga 2-8 minggu
untuk terjadi. Waktu rata-rata untuk konversi adalah 25 hari.7
27
Bagi anak dengan diagnosis HIV atau sangat diduga mendapat infeksi HIV, sistem
stadium klinis membantu mengetahui derajat kerusakan system kekebalan dan untuk
merencanakan pilihan pengobatan dan perawatan. Tahap ini menentukan kemungkinan
prognosis HIV dan sebagai panduan tentang kapan mulai, menghentikan atau mengganti terapi
antiretroviral pada anak dengan infeksi HIV.8
Tahapan klinis HIV pada anak menurut WHO adalah sebagai berikut:8,11
28
Tabel 1 : Stadium Klinis menurut WHO8,9
Anak yang sudah terdiagnosis HIV dari hasil laboratorium termasuk pada stadium 1
jika tidak terdapat gejala infeksi HIV atau dengan limfadenopati generalisata. Anak termasuk
stadium 2 jika terdapat 2 gejala atau lebih selain dari stadium 3 dan 4. Anak termasuk stadium
3 jika terdapat kondisi simtomatis selain pada gejala yang ada pada stadium 1 dan 2. Stadium
4 termasuk anak-anak dengan infeksi oportunistik (mis. Kandidiasis saluran pernapasan bawah
atau esofagus, kriptosporidiosis (> 1 bulan), infeksi mikobakteri atau sitomegalovirus,
Pneumonia pneumonia, atau toksoplasmosis serebral [mulai> 1 bulan]), berulang infeksi
bakteri (sepsis, meningitis, pneumonia), ensefalopati, keganasan, dan penurunan berat badan
yang parah (wasting).2
29
7. Diagnosis1
a. Anamnesis
(Anamnesis risiko ibu dan ayah dapat dilewatkan sampai pada konsultasi pasca tes
HIV)
- Ibu atau ayah memiliki risiko untuk terinfeksi HIV (riwayat narkoba suntik,
promiskuitas, pasangan dari penderita HIV, pernah mengalami operasi atau
prosedur transfusi produk darah)
- Riwayat morbiditas yang khas maupun yang sering ditemukan pada penderita
HIV. Riwayat kelahiran, ASI, pengobatan ibu, dan kondisi neonatal
b. Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis yang dapat dijadikan dasar untuk pemeriksaan laboratorium HIV:
- Demam berulang/berkepanjangan
- Berat badan turun secara progresif
- Diare persisten
- Kandidosis oral
- Otitis media kronik
- Gagal tumbuh
- Limfadenopati generalisata
- Kelainan kulit
- Pembengkakan parotis
Infeksi oportunistik yang dapat dijadikan dasar untuk pemeriksaan lab. HIV:
- Tuberkulosis
- Herpes zoster generalisata
- Pneumonia P. jiroveci
- Pneumonia berat
30
c. Pemeriksaan Penunjang
Bila anak >18 bulan, cukup dengan pemeriksaan antibodi HIV saja. –
31
8. Penatalaksaan1,10
Tata laksana awal adalah memberi konseling pada orangtua mengenai infeksi HIV,
evaluasi dan tata laksana infeksi oportunistik, pemberian nutrisi yang cukup, pengawasan
tumbuh kembang, dan imunisasi.
2. Tuberkulosis
Secara aktif mencari kemungkinan kontak erat dengan penderita TB aktif dan melakukan
uji tuberkulin bila terdapat kecurigaan. Pemberian profilaksis INH masih diperdebatkan
untuk negara endemis TB.
32
kasus HIV dalam keluarga, masalah stigmatisasi dan sosial dapat menyebabkan pemberian
stimulasi perkembangan terganggu.
Tabel 2 : Rekomendasi WHO untuk memulai terapi ARV pada bayi dan anak1,9
33
Rekomendasi rejimen inisial (first line) untuk kasus yang belum pernah mendapat ARV
sebelumnya.
Anak usia ≤3 tahun :
- Zidovudine (AZT)+Lamivudine (3TC)+Nevirapine (NVP) ATAU
- Stavudine (D4T)+Lamivudine (3TC)+Nevirapine (NVP)
34
9. Pencegahan
Kemoprofilaksis ZDV diberikan pada wanita hamil sejak usia kehamilan 4 minggu,
selama persalinan dan kelahiran, dan pada bayi baru lahir selama 6 minggu pertama kehidupan
dan mengurangi transmisi vertikal hingga 75% bila dibandingkan dengan pasangan ibu-bayi
yang diobati dengan plasebo. ART ibu telah didokumentasikan untuk mengurangi tingkat
penularan HIV-1 perinatal menjadi <2% dan <1% jika tingkat viral load ibu <1000 pada saat
persalinan. Oleh karena itu, CDC merekomendasikan bahwa perempuan diobati dengan
rejimen ART terlepas dari viral load atau jumlah CD4 selama kehamilan, dengan kolaborasi
antara spesialis HIV dan dokter kandungan. Seksio sesarea (seksio sesarea) sebagai strategi
pencegahan diperiksa dalam meta-analisis multinasional, yang menunjukkan bahwa kombinasi
seksio sesarea elektif dan pengobatan ZDV ibu mengurangi penularan sebesar 87%. Namun,
data ini diperoleh sebelum ART, dan manfaat tambahan seksio elektif untuk ibu yang diobati
dengan ART tidak jelas. Pada perempuan yang viral loadnya pada saat persalinan adalah>
1.000, manfaat potensial dari operasi caesar harus dipertimbangkan untuk lebih mengurangi
risiko penularan vertikal.2
10. Prognosis
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Pudjiadi AH, Hegar B, Handyastuti S, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia Jilid II. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Hal. 143-149.
2. Kliegman, Stanton, Geme ST, Schor, Behrman. Nelson Textbook of Pediatrics 19th
edition. Philadelphia: Elsevier. 2011. Pg: 1157-1177.
3. UNICEF. Prevent mother-tochild transmission of HIV. 2010. Diunduh dari
http://www.childinfo.org/hiv_aids_mother_to_child.html.
4. WHO. Pediatric HIV Supplementary Facilitator Guide. Swirtzerland: WHO. 2014.
5. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006
6. Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI. Laporan Situasi Perkembangan HIV-AIDS &
PIMS di Indonesia Januari-Maret 2017. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2017.
7. Nancy R. Calles, MSN, RN, PNP, ACRN, MPH Desiree Evans, MD, MPH DeLouis
Terlonge, MD. HIV Curriculum for The Health Proffesional. Texas: Baylor
International Pediatric AIDS Initiative. 2010.
8. WHO Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta:
WHO Indonesia. 2009.
9. World Health Organization-Regional Office for South-East Asia. HIV/AIDS facts and
figures. Diakses 1. dari http://www.who/searo/HIV-AIDS/FactsandFigure.htm
10. The Working Group on Antiretroviral and Medical Management of HIV-infected
Children. The National 2. Resources and Services Administration, and The National
Institute of Health. Guidelines for the use of antiretroviral agents in pediatric HIV
infection July 29 2008. Diakses dari http://www.aidsinfo.org
11. World Health Organization. Interim WHO Clinical Staging of HIV/AIDS and
HIV/AIDS Case Definitions For Surveillance. WHO: African Region. 2005.
37