Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

BENIGN POSTITIONAL PAROXYSMAL VERTIGO (BPPV)

Timothy Pravin Dongardive (01071170147)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

SEPTEMBER 2020
1. Anatomi dan Fisiologi

(Gambar 1. Anatomi Telinga Dalam)

Aparat vestibular terdiri dari 3 kanalis semisirkularis dan organ-organ otolit yaitu
utrikel dan sakul (Gambar 1). Kanalis semisirkularis dapat mendeteksi akselerasi atau
deselerasi dari rotasi kepala, sedangkan organ-organ otolit dapat mendeteksi posisi kepala
relatif dengan arah gravitasi, serta akselerasi dan deselerasi kepala dalam garis lurus 1.

Masing-masing telinga mempunyai 3 kanalis semisirkularis yang tersusun 90


derajat dari satu sama lain dalam bidang tiga dimensi, yaitu adalah kanalis anterior, lateral
dan posterior. Masing-masing kanalis semisirkularis mempunyai sel-sel rambut yang
berprotrusi dari ampula, dan ditutupi oleh lapisan jelly-like (kupula) yang menonjol ke
dalam endolimfe. Jika kepala mengalami rotasi ke arah manapun, setidaknya salah satu
dari kanalis semisirkularis akan mendeteksinya. Saat terjadi akselerasi atau deselerasi dari
kepala, maka struktur tulang pada kepala dan sel-sel rambut yang berada di dalam kanalis
semisirkularis akan ikut bergerak dengan kepala, tetapi cairan endolimfe pada awal-
awalnya tidak akan ikut bergerak, sebab dipengaruhi oleh gaya inersia. Ini menyebabkan
kupula untuk menekuk ke arah yang mengikuti endolimfe, yang lalu akan merangsang
depolarisasi dari sel-sel rambut; sinyal tersebut lalu akan dibawa oleh syaraf
vestibulokoklear ke otak1.

Organ-organ otolit juga mempunyai sel-sel rambut yang ditutupi oleh suatu zat
jelly-like yang bergerak dan membawa sel-sel rambut dengannya. Ada banyak kristal
kalsium karbonat yang tersuspensi di dalam zat jelly-like ini yang membuatnya lebih berat
serta mempunyai gaya inersia yang lebih kuat. Saat seseorang berdiri tegak, maka sel-sel
rambut pada utrikel berada dalam posisi vertikal, sedangkan pada sakkul mereka berada
dalam posisi horizontal. Pada saat seseorang menekuk lehernya sehingga kepala tidak
berada dalam posisi vertikal, maka lapisan jelly-like yang berat ini akan jatuh mengikuti
gravitasi, maka sel-sel rambut digerakkan dan akan tejadi depolarisasi. Jika terjadi
akselerasi linear ke suatu arah, maka pada awalnya lapisan jelly-like ini tidak akan
mengikuti gerakannya, sebab ada gaya inersia. Sel-sel rambut bergerak mengikuti zat ini,
dan terjadilah depolarisasi. Utrikel berfungsi dengan cara yang sama dengan sakkul, tetapi
karena orientasinya berbeda, maka utrikel lebih berperan dalam mendeteksi akselerasi
horizontal (Contohnya saat di dalam mobil), sedangkan sakkul lebih berperan dalam
mendeteksi akselerasi vertikal (Contohnya saat meloncat). Sama dengan kanalis
semisirkularis, sinyal dari organ-organ otolit akan dibawa ke otak melalui syaraf
vestibulokolear1.

2. Definisi

Vertigo didefinisikan sebagai persepsi subjektif dimana seakan-akan seseorang


merasa lingkungannya bergerak, dimana sebenarnya tidak. Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) merupakan subtipe dari vertigo periferal. Pasien yang menderita BPPV
bisa merasakan sensasi seakan-akan lingkungan di sekitarnya bergerak atau berputar,
kehilangan keseimbangan, rasa pusing, dan mual muntah. Ini semua dicetus oleh posisi
atau gerakan kepala tertentu2.

3. Epidemiologi

BPPV lebih sering menyerang populasi lansia (usia rata-rata 51-57 tahun) dan
jarang menyerang pada usia kurang dari 35 tahun tanpa adanya riwayat trauma kepala.
Prevalensi BPPV rata-rata di dunia adalah 10.7-64.0 kasus per 100.000 orang. Mayoritas
kasus BPPV terjadi karena ada gangguan pada kanalis kanalis posterior (80-90%),
berikutnya adalah kanalis lateral (10-20%), dan kanalis anterior (3%). BPPV juga lebih
rentan terjadi pada wanita (3:1)2.
4. Etiologi

Sebagian besar dari kasus BPPV bersifat idiopatik (primer), dan mekanime
patofisiologi yang tepat masih belum jelas2. Dua teori yang menjelaskan mekanisme
penyakit ini yaitu kanalitiasis dimana ada serpihan-serpihan debris yang free-floating di
dalam endolimfe dan kupulolitiasis dimana ada debris yang melekat ke kupula. BPPV juga
dapat bersifat sekunder terhadap berbagai kondisi patologis yang mempengaruhi telinga
dalam. Penyebab BPPV sekunder yang paling umum adalah trauma seperti benturan kepala
maupun bedah otologis2. BPPV juga dapat disebabkan oleh penyakit telinga dalam seperti
labirintitis dan penyakit Meniere2.

5. Faktor resiko

Ada beberapa faktor resiko dan faktor predisposisi dari BPPV, paling sering adalah
trauma kepala dan penyakit-penyakit telinga; antara lain adalah labirintitis dan penyakit
Meniere. Usia lanjut dan jenis kelamin wanita juga merupakan faktor resiko untuk BPPV 3.

6. Patofisiologi
Patofisiologi yang tepat dari BPPV belum diketahui secara penuh, maka pada saat
ini ada dua teori tentang mekanisme penyakit ini yaitu teori kanalolitiasis dan
kupulolitiasis4.
Teori kanalitiasis menjelaskan bahwa ada partikel-partikel padat (otolit) yang
terlepas dari organ otolit dan berada di dalam endolimfe kanalis semisirkularis. Otolit
paling sering masuk ke dalam kanalis posterior, sebab partikel ditarik oleh gravitasi dan di
lengan kanalis posterior merupakan titik yang paling bawah dari vestibulum. Saat kepala
bergerak, partikel-partikel ini pada awalnya akan mengikuti gerakan endolimfe, sebab ada
gaya inersia, tetapi lalu akan ditarik oleh gravitasi ke titik yang paling bawah. Gerakan
partikel saat ditarik oleh gravitasi akan menyebabkan endolimfe untuk bergerak yang lalu
akan menyebabkan kupula untuk bergerak secara abnormal. Karena ini, maka ada
ketidaksesuaian dari informasi sensorik; vestibulum memberikan informasi bahwa kepala
sedang mengalami pergerakan, sedangkan organ-organ yang lain seperti mata menunjukan
bahwa kepala sebetulnya tidak bergerak. Ketidaksesuaian inilah yang menyebabkan
sensasi vertigo4.
Dalam model kupulolitiasis, deposit menempel ke kupula, dan membuatnya lebih
responsif terhadap gravitasi. Seakan-akan ada tiang yang menjadi tidak stabil karena ada
objek yang berat yang ditempel di ujung atasnya, dimana objek yang berat adalah partikel-
pertikel padat (otolit) dan tiang adalah kupula. Saat kepala berhenti bergerak, pertikel-
pertikel ini membuat kupula bergoyang-goyang dan membuatnya sulit untuk kembali ke
posisi netral. Gerakan abnormal ini digabung dengan ketidaksesuaian informasi sensorik
yang mengakibatkan sensasi vertigo4.

Refleks vestibulo-oklear berfungsi untuk membantu mata memfokus kepada objek


saat kepala mengalami rotasi yang cepat. Refleks tersebut dimediasi oleh input sensorik
dari mata dan vestibulum. Input yang abnormal dari vestibulum akan merangsang refleks
ini secara patologis, dan menyebabkan nistagmus4.

7. Manifestasi klinis

Onset pada BPPV umumnya timbul secara tiba-tiba. Banyak pasien mengalami
kondisi ini saat mereka bangun tidur dan mencoba untuk duduk, dan juga saat pasien
menoleh secara tiba-tiba. Durasi dari vertigo singkat dan umumnya hanya berada kurang
dari 30 detik. Pasien merasakan pusing berputar dan umumnya disertai gejala mual dan
muntah5.
Nistagmus yang ditemukan pada BPPV adalah nistagmus torsional, yaitu nistagmus
yang tidak murni horizontal maupun vertikal. Nistagmus yang ditemukan pada pasien
dapat membantu untuk menentukan telinga kiri atau kanan yang terkena, dan juga kanalis
yang mana yang terkena. Nistagmus pada BPPV secara umum akan mempunyai fase cepat
ke arah telinga yang terganggu (kecuali pada BPPV kanalis lateral). Jika nistagmus juga
berarah ke atas (nama lain adalah upbeat) maka kanalis yang terganggu adalah kanalis
posterior dan jika nistagmus berarah ke bawah (nama lain adalah downbeat), maka kanalis
yang terganggu adalah kanalis anterior. Jika kanalis lateral yang terkena, maka nistagmus
horizontal akan terlihat4, 6.
8. Diagnosis

Dix-Halpike Maneuver (DHM) (Gambar 2) adalah pemeriksaan yang paling sering


digunakan untuk memicu gejala BPPV, dan dianggap sebagai pemeriksaan gold standard
untuk mendiagnosa BPPV. Dalam prosedur ini, pasien diminta untuk duduk di atas meja
pemeriksaan, dan pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien. Kepala pasien dipegang
dengan dua tangan, lalu minta pasien untuk bersender ke tangan pemeriksa. Pasien diminta
untuk terus membuka matanya. Kepala pasien dimiringkan ke samping sebanyak 45
derajat, supaya kanalis posterior berletak sejajar dengan bidang sagital. Lalu pasien
dijatuhkan ke belakang dan kepala pasien ditekuk ke bawah sebanyak 20 derajat. Ini
dilakukan untuk kedua sisi. DHM dikatakan positif jika ditemukan nistagmus. Arah
nistagmus menentukan kanalis semisirkularis yang terkena. Nistagmus torsional dengan
upbeat menunjukkan adanya BPPV kanalis posterior, sedangkan nistagmus dengan
downbeat menunjukkan BPPV kanalis anterior. BPPV kanalis lateral akan mempunyai
nistagmus horizontal6.
(Gambar 2. Pemeriksaan Dix-Halpike Maneuver)

Jika kanalis lateral yang terkena, maka seringkali nistagmus tidak akan dipicu oleh
DHM. Maka jika ada pasien yang mempunyai gejala yang konsisten dengan BPPV (gejala
vertigo singkat yang dipicu oleh gerakan kepala) dengan hasil DHM negatif, diperlukan
manuver yang lain untuk dapat menegakkan diagnosa. Pemeriksaan diagnostik untuk
BPPV kanalis lateral adalah Supine Roll Test (SRT) (Gambar 3). Pada pemeriksaan ini,
pasien berbaring serta menghadap ke atas. Pemeriksa lalu memegang kepala pasien dan
dengan cepat memutarkannya 90 derajat ke satu sisi. Tetapkan kepala dalam posisi ini
untuk 30 detik, dan lihat apakah ada nistagmus atau tidak; pemeriksaan dianggap positif
jika ditemukan nistagmus. Lalu putarkan kepala pasien kembali supaya pasien menghadap
ke atas, lalu lakukan yang sama untuk sisi yang lain. Nistagmus horizontal yang terlihat
bisa geotrofik (fast-phase bergerak menuju ke tanah) atau apogeotrofik (fast-phase
bergerak menuju ke atap). Nistagmus geotrofik menunjukkan bahwa kanalit berada pada
lengan posterior kanalis lateral, sedangkan nistagmus apogeotrofik menunjukkan bahwa
kanalit berada pada lengan anterior kanalis lateral. Nistagmus geotrofik pada BPPV akan
bersifat lebih kuat pada sisi telinga yang terkena, sedangkan nistagmus apogeotrofik akan
bersifat lebih kuat pada telinga yang sehat6.

(Gambar 3. Pemeriksaan Supine Roll Test)

CT scan, pemeriksaan darah rutin, dan pemeriksaan nervus kranialis (terutama


untuk nervus vestibulokoklear; tes Romberg positif pada orang yang sedang menderita
vertigo) berguna untuk mendiagnosa ataupun menyingkirkan gangguan lain yang dapat
menyebabkan vertigo, seperti vertigo sentral atau gangguan vertigo periferal yang lain 6.

9. Diagnosis banding

Penyebab vertigo bisa dibagi menjadi dua kategori, yaitu vertigo sentral dan
periferal. Vertigo periferal merupakan vertigo yang disebabkan oleh gangguan pada telinga
dalam atau syaraf vestibular, sedangkan vertigo sentral disebabkan oleh gangguan pada
batang otak atau serebelum6.

Penyakit Meniere adalah gangguan yang ditandai dengan pembengkakan pada


ruang endolimfe. Gejala penyakit Meniere yang khas adalah tinitus, vertigo dan gangguan
pendengaran. Penyakit Meniere sering dijadikan misdiagnosa dari BPPV. Hal ini
dikarenakan pasien merasa pusing berputar, namun tidak dipicu oleh gerakan yang tiba-
tiba seperti pada BPPV. Labirinitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada telinga
dalam yang mempengaruhi fungsi vestibular. Nistagmus yang muncul pada labirinitis
umumnya spontan, persisten, dan didominasi nistagmus horizontal. Pasien juga dapat
mengalami gangguan pendengaran akibat infeksi di telinga dalam. BPPV dapat dibedakan
dari penyebab perifer yang lain karena BPPV dipicu oleh gerakan kepala yang provokatif
(terutama manuver diagnostik seperti DHM atau SRT), sedangkan penyebab perifer yang
lain tidak. Serangan vertigo dari BPPV juga sangat singkat (secara umum <30 detik)
sedangkan pada penyakit Meniere bisa selama 20 menit dan pada labirintitis bisa ada untuk
sepanjang hari6.

Vertigo sentral paling umum disebabkan oleh penyakit vaskular seperti stroke
vertebrobasilar. Juga bisa disebabkan oleh proses dimielinisasi seperti pada multiple
sklerosis. Vertigo sentral secara umum mempunyai durasi yang lama dan terasosiasi
dengan tanda-tanda neurologis. BPPV mempunyai onset dan durasi yang cepat dan
intensitas vertigo yang tinggi, dan juga tidak terasosiasi dengan tanda-tanda neurologis6.

Kata “vertigo” bagi masyarakat awam dapat berarti rasa pusing atau lemas yang
tidak spesifik, maka sangat penting untuk memastikan apakah pasien benar-benar merasa
vertigo, yaitu sensasi bahwa dunia di sekitar berputar dan bergerak, meskipun sebenarnya
tidak. Ada beberapa gangguan yang lain yang dapat menyebabkan pasien untuk
melaporkan bahwa mereka sedang menderita “vertigo”. Pasien dengan gangguan ansietas
atau panik dapat mengeluh tentang rasa pusing, tetapi ini umumnya disebabkan oleh
hiperventilasi. Beberapa obat dapat menyebabkan rasa pusing/vertigo sebagai efek
samping, contohnya antara lain adalah: carbamazepine, phenytoin, dan obat
antihipertensif. Hipotensi ortostatik juga dapat menyebabkan rasa pusing, tetapi dicetus
oleh pergantian postur seluruh tubuh dari berbaring menjadi duduk atau berdiri, bukan
posisi kepala yang provokatif seperti pada BPPV. Secara umum, BPPV dapat dibedakan
dari gangguan yang lain melalui respon terhadap prosedur diagnostik seperti DHM atau
SRT6.

10. Terapi

Terapi first-line untuk BPPV merupakan terapi canalith repositioning (CR), yaitu
adalah prosedur dimana kepala pasien digerakkan secara bertahap melalui beberapa posisi,
dengan tujuan untuk menggerakkan kanalit keluar dari kanalis semisirkularis6.
Terapi yang sering dipakai untuk BPPV kanalis posterior adalah manuver Epley
(Gambar 4). Manuver Epley dimulai dengan pasien duduk di meja pemeriksaan seperti
pada DHM. Kepala pasien lalu diputar 45 derajat ke sisi telinga yang bermasalah. Pasien
lalu dijatuhkan ke belakang dengan cepat, dan lalu kepala ditekuk 20 derajat ke arah
posterior. Pasien lalu ditetapkan dalam posisi tersebut selama 30 detik. Setelah itu kepala
pasien diputar dengan cepat 90 derajat ke sisi yang lain, dan lalu ditetapkan dalam posisi
ini selama 30 detik. Lalu sambil memegang kepala pasien dalam posisi yang sama, minta
pasien untuk berbaring di sisi badannya, dan lalu putar kepala pasien sampai menghadap
45 derajat ke bawah. Sekali lagi tahan posisi ini untuk 30 detik. Setelah itu balikkan pasien
ke posisi awal6.

(Gambar 4. Manuver Epley)

Untuk BPPV kanalis anterior digunakan Deep Head Hanging Maneuver (DHHM)
(Gambar 5). Dalam pemeriksaan ini, pasien awalnya duduk seperti pada manuver DHM,
dimana pemeriksa memegang kepala pasien. Kepala pasien lalu ditarik ke belakang dan ke
bawah dan biarkan kepala pasien mengekstensi sejauh mungkin. Kepala pasien lalu
dibiarkan dalam posisi tersebut untuk 30 detik. Lalu kepala pasien di dorong ke depan
sampai dagunya menyentuh dadanya. Pasien lalu dibiarkan dalam posisi ini selama 30
detik. Setelah itu pasien dibiarkan duduk kembali7.

(Gambar 5. Deep Head Hanging Maneuver)

Untuk BPPV kanalis lateral digunakan manuver Gufoni (Gambar 6). Pada prosedur
ini, pasien diminta untuk duduk di atas meja pemeriksaan. Lalu pasien dijatuhkan ke
samping pada sisi telinga yang sehat dan kepala pasien diputar 40-60 derajat supaya
menghadap ke bawah. Posisi ini ditahan untuk 2 menit. Setelah ini pasien diangkat kembali
ke posisi duduk dengan kepalanya tetap ditekuk 40-60 derajat. Setelah pasien sudah duduk
tegak, maka kepalanya dapat kembali menghadap ke depan. Untuk pasien yang menderita
nistagmus geotrofik, maka pasien dijatuhkan ke sisi telinga yang sehat, tetapi pada pasien
yang menderita nistagmus apogeotrofik, maka pasien dijatuhkan ke sisi telinga yang
terkena6.
(Gambar 6. Manuver Gufoni)

Setelah manuver yang tepat sudah dilakukan, minta pasien melakukan manuver
DHM (atau SRT jika BPPV kanalis lateral) sekali lagi. Jika test negatif, maka manuver
sudah berhasil. Lalu pasien diberikan edukasi untuk mencegah pengulangan BPPV. Untuk
1 minggu kedepan, pasien umumnya diminta untuk tidak bangun dari posisi berbaring
dengan cepat-cepat, saat beraktifitas tetapkan kepala dalam posisi vertikal, jangan
bergeleng-geleng atau menggoyangkan kepala, hindari aktifitas yang melibatkan banyak
gerakan kepala (contohnya: berenang, potong rambut) dan untuk tidur dengan posisi kepala
yang semi-upright8. Lakukan follow-up 1 bulan setelah diberikan terapi untuk menilai
apakah gejala tetap ada atau tidak6.

. American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation


(AAoO-HaNSF), menyatakan bahwa obat vestibulosupresan yaitu antihistamin dan/atau
benzodiazepine tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai terapi rutin untuk BPPV, sebab
terapi CR merupakan terapi first-line dan obat vestibulosupresan dapat menimbulkan efek
samping. Obat-obat tersebut dapat diberikan sebagai terapi second-line, jika pasien
menderita BPPV yang tidak responsif terhadap terapi CR. Vestibulosupresan yang sering
dipakai untuk BPPV adalah Betahistine (bisa diberikan 24mg PO) yang termasuk dalam
golongan obat antihistamin. Mekanisme Betahistine dalam meredakan gejala BPPV masih
belum diketahui secara penuh9. Benzodiazepin (contohnya: lorazepam; bisa diberikan
0.5mg PO) bisa diberikan untuk menurunkan sensasi vertigo. Benzodiazepin berkerja
dengan cara meningkatkan efek dari neurotransmitter GABA, yang menimbulkan depresi
di semua level pada sistem syaraf pusat. Contoh antiemetik yang dapat diberikan adalah
Metoclopramide (bisa diberikan 10mg PO) yaitu merupkan antagonis dopamine-2; ini
menghambat trigger-zone pada kemoreseptor di medulla, maka emesis dihambat 10.

Tindakan jarang dilakukan, dan hanya diperlukan jika terapi canalith repositioning
tidak mempunyai efek sama sekali dan keluhan pasien terlalu berat untuk diobati dengan
vestibulosupresan. Tindakan operatif yang paling umum digunakan untuk BPPV adalah
oklusi kanalis posterior, dimana labirin membran diekspos dan lalu ditekan supaya aliran
endolimf sepanjang kanal didisrupsikan. Ini menghambat partikel-partikel supaya tidak
bergerak di dalam endolimf, maka sensasi vertigo berhenti 11. Oklusi kanal juga bisa
dilakukan untuk kanalis lateral dan anterior12.

11. Komplikasi

BPPV sendiri seringkali tidak menyebabkan komplikasi apapun. Jika ada


komplikasi, maka umumnya terjadi karena kondisi primer yang menyebabkan BPPV
tersebut. Contohnya jika pasien menderita trauma kepala, maka dapat terjadi komplikasi
seperti pendarahan intrakranial, gangguan neurologis dan sebagainya, dan jika pasien
menderita infeksi telinga dalam, maka dapat terjadi komplikasi seperti tuli sensorineural6.

12. Prognosis

Prognosis BPPV umumnya adalah dubia ad bonam karena secara umum BPPV
dapat sembuh secara spontan tanpa diberi terapi apapun6.

13. Kesimpulan
BPPV merupakan subtipe dari vertigo yang disebabkan oleh disfungsi vestibulum
periferal yang ditandai dengan gejala pusing berputar yang muncul tiba-tiba dan dipicu
oleh gerakan kepala secara tiba-tiba atau posisi kepala tertentu. Gejala terkadang disertai
mual dan muntah.
Patofisiologi dari BPPV masih belum diketahui secara tepat namun terdapat dua
teori yaitu kupulolitiasis dan kanalitiasis. Kupulolitiasis menyatakan bahwa ada otolit yang
menempel ke kupula dan kanalolitiasis menyatakan bahwa ada otolit yang masuk ke dalam
lengan kanalis semisirkularis. Pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk
mendiagnosa BPPV adalah manuver DHM dan SRT yang ditandai dengan adanya
nistagmus.

Terapi first-line untuk BPPV adalah prosedur canalith repositioning yang


tujuannya adalah untuk menggerakkan kanalit balik keluar dari kanalis semisirkularis.
Selain dari CR ada terapi medikamentosa yaitu adalah vestibulosupresan dan antiemetik
sebagai terapi simtomatik. Tindakan yang bisa dilakukan untuk BPPV yang berat yang
tidak merespon terhadap prosedur CR adalah oklusi kanal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems.Edisi ke 7. Yolanda


Cossio; 2010.

2. J L, D P. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Vestibular Disorders.


2019;82:67-76.

3. Burrows L, Price R. BPPV Diagnosis and Treatment in an Elite Professional


Football Player. BMJ Case Rep. 2017;89:1-4.

4. Oron Y, Cohen S, Len A. Treatment of Horizontal Canal BPPV:


Pathophysiology, Available Maneuvers and Recommended Treatment. The
Laryngoscope. 2015;1(1):1-6.

5. Silva A, Tome D, Olsen US. BPPV Case Report With Epley Maneouvre. J Hear
Sci. 2017;7(1):49-51.

6. Battacharyya N, Gubbels S, Schwartz S. Clinical Practice Guideline: Beningn


Positional Paroxysmal Vertigo. Otolaryngology–Head and Neck Surgery.
2017;156(35):1-47.

7. Ling X, Li K-Z, Shen B. Diagnosis and Treatment of Anterior Canal BPPV.


International Journal of Audiology. 2018;1(1):1-9.

8. Panuganti A, Reddy S, Tati S. Comparative Study of Management of BPPV with


only Drugs Versus Drugs Plus Epley Manoeuvre. Association of
Otolaryngologists of India. 2019;71(2):1183-6.

9. Biswas A, Dutta N. Role of Betahistine in the Management of Vertigo. Indian


Society of Otology. 2018;1(1):51-7.

10. Swain SK. Pharmacotherapy for Vertigo: A Current Perspective. International


Journal of Otorhinolaryngology and Head and Neck Surgery. 2020;6(7):1400-6.

11. Maas B, Zaag H, Benthem P. Effectiveness of Canal Occlusion for Intractable


BPPV: A Systematic Review. American Academy of Otolaryngology–Head and
Neck Surgery Foundation. 2019;1(1):1-10.

12. You P, Instrum R, Parnes L. Benign Paroxysmal Positional Vertigo.


Laryngoscope Investigative Otolaryngology. 2018;1(1):116-23.

Anda mungkin juga menyukai