Anda di halaman 1dari 28

BAB I

LAPORAN KASUS

I. KASUS
1. Identitas pasien
Nama : Ny. FN
Jenis kelamin : Perempuan
Tgl. Lahir : 10-01-1967
Alamat : BTP Jl. Keindahan III no. 72 Blok AA
No. RM : 026906
Tgl. Pemeriksaan : 08-09-2014
Dokter yang memeriksa : dr. Andi Rahmat Hidayat
Dokter muda : Achmad Randi

2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Demam
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 4 hari SMRS, demam berlangsung naik turun, mengigil (+).
Demam dirasakan meninggi bersamaan dengan sakit kepala yang
dirasakan berdenyut di daerah pelipis dan dahi, pusing (+), mual (-),
muntah(-) BAB dan BAK dalam batas normal. Saat 2 hari SMRS osi
masih demam, terdapat perdarahan pada gusi yang berlangsung secara
spontan, mimisan (-), BAB dan BAK dalam batas normal. 1 hari SMRS
osi masih demam, mual (+), muntah sebanyak 1x berisi air dan lendir dan
osi hanya meminum parasetamol, BAB dan BAK dalam batas normal.
Kemudian pada hari ini keluhan menetap dan kemudian dibawa ke UGD.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat HT (+) dengan TD 140/90 selama 2 tahun, tidak terkontrol
Riwayat DM disangkal
Pasien menyangkal adanya keluarga/tetangga yg sedang menderita DBD
Pasien pernah mengalami penyakit DBD sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita dengan penyakit yang sama.
Riwayat minum obat :

1
Paracetamol 500mg 3x1

3. Pemeriksaan Fisis
Status present :
Sakit sedang/Gizi Baik/Komposmentis
Tanda vital : T: 150/90mmHg
N: 96 x/mnt
P: 22 x/mnt Tipe : Thoracoabdominal
S: 37,8
Kepala : Ekspresi : Normal
Simetris muka : kiri = kanan
Deformitas : (-)
Rambut :lurus sukar di cabut
Mata : Eksoptalmus/Endoptalmus : (-)
Gerakan : Normal
Tekanan bola mata : t.d.p.
Kelopak mata : Hiperemis (-), ptosis (-), edema (-)
Konjungtiva : Anemis (+)
Sclera : Ikterus (-)
Kornea : Jernih
Pupil : Isokor, 2,5 mm/ 2,5 mm
Telinga : Tophi : (-)
Pendengaran : Normal
Nyeri tekan di prosessus mastoideus : (-)

Hidung : Perdarahan : (-)


Secret : (-)
Mulut : Bibir : Kering (+)
Tonsil : T1/ T1, Hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
Gigi geligi : Caries (-)
Gusi : Perdarahan (+)
Leher : KGB : Tidak ada pembesaran
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran
DVS : R-2 cmH2O
Pembuluh darah : (-)
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada : Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Bentuk : Normochest
Pembuluh darah : (-)
Buah dada : Simetris kiri = kanan

2
Sela iga : Simetris kiri = kanan, kesan tidak melebar
Lain-lain : (-)
Paru : Palpasi : Fremitus raba (-) , nyeri tekan (-)
Perkusi :Paru kiri = Paru kanan : Sonor
Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/- Wh -/-
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal

Auskultasi :
BJ I/II : Murni, regular
Bunyi tambahan : Bising (-)
Perut : Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : MT (-), NT (-)
Hati : Tidak ada pembesaran
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba

Perkusi : Timpani (+), kesan normal


Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Anus dan rectum : Tidak ada kelainan
Punggung :
- Palpasi : MT (-), NT (-)
- Nyeri ketok : (-)
- Auskultasi : t.d.p.
- Gerakan : Normal
Ekstremitas :
Edema : -/-
Petekie (+)

4. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 7/8/2014
- Hgb : 14,4 g/dl
- Ht : 41,5 %
- Leukosit : 5,28 x 103/l
- Plt : 63 x 103/l
- IgG/IgM Dengue : negatif/Positif
- Ureum/Kreatinin : 20/0,8 mg/dl

3
- SGOT /SGPT : 160/143 U/L

5. Assesment
- DHF grade II
- HT grade I
- Peningkatan enzim transaminase
6. Planning
Pengobatan
R/ Diet rendah garam.
R/ IVFD RL 40tts/menit
R/ Paracetamol 500 mg 3x1
R/ Amlodipin 5mg 1-0-0
Rencana Pemeriksaan
Kontrol darah rutin/hari
HBsAg
Anti HCV
Foto Thorax PA
7. Prognosis
Ad functionem :Dubia et bonam
Ad sanationem :Dubia et Bonam
Ad vitam :Dubia et Bonam

8. Follow up

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER


8 Agustus 2014 Perawatan hari ke-1

T :150/70 mmHg S: S: Demam ada, mual ada, muntah ada R/


N : 96 x/i frekuensi 1x berisi cairan dan lendir,
perdarahan gusi ada, mimisan tidak ada Diet Rendah garam
P : 22 x/i
Banyak minum 2-3 liter/hari
S : 37,8 0C BAB: biasa, kuning kecoklatan. Connecta infus terpasang 1
BAK: lancar, warna kuning. cabang
IVFD RL 40 tts/menit
Paracetamol 500mg 3x1 tab
O: Sakit sedang/Gizi cukup/Compos Plan: darah rutin,
SGOT/SGPT,
mentis
Ureum/Kreatinin, IgM, igG,

4
anemis tidak ada ikterus tidak ada PT/APTT, Elektrolit
DVS R-1 cmH20

Paru : Bunyi Pernapasan : vesikuler

Bunyi Tambahan : Rhonki

tidak ada, Wheezing tidak ada.

Cor : Bunyi Jantung I/II murni,

Regular.

Abdomen : peristaltik ada kesan

Normal

Hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas: edema tidak ada.

O: Sakit sedang/Gizi cukup/Compos

mentis

anemis ada ikterus tidak ada

DVS R-1 cmH20

Paru : Bunyi Pernapasan : vesikuler

Bunyi Tambahan : Rhonki

tidak ada, Wheezing tidak ada.

Cor : Bunyi Jantung I/II murni, regular

5
Abdomen : peristaltik ada kesan

normal.Hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas: edema tidak ada.

Hasil lab :

WBC : 4,43 x 10^3

Hb : 14,8 g/dL

PLT : 63 x 10^3

A: - DHF grd II

- HT grade I

- Peningkatan enzim transaminase

9 Agustus 2014 Perawatan hari ke-2 R/


T : 130/80 mmHg S: Demam masih ada, mual tidak ada, muntah Diet rendah garam
N : 100 x/i tidak ada, perdarahan gusi ada IVDFD Asering 40 tts/mnt
P : 22 x/i Plan: tunggu hasil ADT, Periksa PT,
BAB: biasa, kuning kecoklatan.
0
INR, APTT, D-DIMER, Fibrinogen,
S : 37,4 C
BAK: lancar, warna kuning. HBsAg dan Anti HCV
Usul :
Maxiliv 2x1 tab
Transfusi TC
O: Sakit sedang/Gizi cukup/Compos Metil 125 mg/12 jam/iv

mentis

anemis tidak ada ikterus tidak ada

DVS R-1 cmH20

Paru : Bunyi Pernapasan : vesikuler

Bunyi Tambahan : Rhonki

tidak ada, Wheezing tidak ada.

Cor : Bunyi Jantung I/II murni,

6
regular

Abdomen : peristaltik ada kesan

Normal. Hepar dan Lien tidak teraba

Ekstremitas: edema tidak ada.

Hasil lab :

WBC : 4,83 x 10^3

Hb : 15,6 g/dL

PLT : 20 x 10^3

IgG Dengue (-)

IgM Dengue (+)

IgM Salmonella +2

A: : - DHF grd II

- HT on treatment

- Peningkatan enzim transaminase

10 Agustus 2014 Perawatan hari ke-3

T : 130/70 mmHg S: Demam mulai turun, mual tidak ada, R/


N : 88 x/i muntah tidak ada, perdarahan gusi tidak ada,
mimisan tidak ada IVFD Asering 40 tpm
P : 24 x/i
Diet rendah garam
S : 37 0C BAB: biasa, kuning kecoklatan. Maxiliv 2x1
BAK: lancar, warna kuning. Metilprednisolon 125 mg/12 jam/iv
Plan: Kontrol darah rutin/8 jam dan
evaluasi tanda-tanda perdarahan

O: Sakit sedang/Gizi cukup/Compos

mentis

anemis tidak ada ikterus tidak ada

DVS R-1 cmH20

7
Paru : Bunyi Pernapasan : vesikuler

Bunyi Tambahan : Rhonki

tidak ada, Wheezing tidak ada.

Cor : Bunyi Jantung I/II murni,

Regular.

Abdomen : peristaltik ada kesan

Normal

Hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas: edema tidak ada.

Hasil lab :

WBC : 11,95 x 10^3

Hb : 16,8 g/dL

PLT : 15 x 10^3

A: - DHF grd II

- HT on treatment

- Peningkatan enzim transaminase

11 Agustus 2014 Perawatan hari ke-4 R/


T : 120/80mmHg S: Demam ada, mual tidak ada, muntah tidak Diet rendah garam
ada, perdarahan gusi tidak ada. IVFD Asering 40 tpm
N : 84 x/menit
Metilprednisolon 125mg/12 jam/iv
BAB: biasa, kuning kecoklatan.
P : 20 x/menit Maxiliv 2x1
BAK: lancar, warna kuning. Plan: Periksa darah rutin/12 jam, awasi
S : 37,50C
tanda-tanda perdarahan, urinalisa

O: Sakit sedang/Gizi cukup/Compos

8
mentis

anemis tidak ada ikterus tidak ada

DVS R-1 cmH20

Paru : Bunyi Pernapasan : vesikuler

Bunyi Tambahan : Rhonki

tidak ada, Wheezing tidak ada.

Cor : Bunyi Jantung I/II murni,

regular

Abdomen : peristaltik ada kesan

normal, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas: edema tidak ada.

Hasil lab :

WBC : 24,8 x 10^3

Hb : 14,7 g/dL

PLT : 44 x 10^3

A: - DHF grd II

- HT on treatment

- Peningkatan enzim transaminase

12 Agustus 2014 Perawatan hari ke-5

T : 120/70 mmHg S: Demam tidak ada mual tidak ada, muntah R/


N : 90 x/i tidak ada, perdarahan gusi tidak ada
Diet rendah garam
P : 22 x/i BAB: biasa, kuning kecoklatan. IVFD Asering 40 tpm
S : 36,9 0C
BAK: lancar, warna kuning. Maxiliv 2x1
Metilprednisolon 125mg/ 12 jam/ iv

9
(STOP)
Plan: periksa darah rutin/ 12 jam,
O: Sakit sedang/Gizi cukup/Compos control SGOT, SGPT, ADT Tunggu
hasil, urinalisa
mentis

anemis tidak ada ikterus tidak ada

DVS R-1 cmH20

Paru : Bunyi Pernapasan : vesikuler

Bunyi Tambahan : Rhonki

tidak ada, Wheezing tidak ada.

Cor : Bunyi Jantung I/II murni,

regular

Abdomen : peristaltik ada kesan

normal hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas: edema tidak ada.

Hasil lab :

WBC : 21,7 x 10^3

Hb : 14,3 g/dL

PLT : 65 x 10^3

A: - DHF grd II

- HT on treatment

- Peningkatan enzim transaminase

9. Resume
Seorang perempuan berusia 47 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan demam selama 4 hari. Demam dirasakan meninggi bersamaan
dengan sakit kepala yang dirasakan berdenyut di daerah pelipis dan dahi,

10
terdapat perdarahan gusi sejak 2 hari, nyeri kepala (+), mual (+), muntah
(+) frekuensi 1x berisi lendir dan air, warna kekuningan dengan volume
sekitar. BAK lancar warna kuning. BAB lancar warna kecokelatan.
Riwayat penyakit dahulu pasien tidak pernah menderita penyakit DBD
sebelumnya. Riwayat HT (+) dengan TD 140/90 selama 2 tahun, tidak
terkontrol. Riwayat penyakit keluarga tidak ada keluarga yang menderita
dengan penyakit yang sama sekarang. Dari anamnesis. Perdarahan gusi
(+). Dari pemeriksaan laboratorium, Ht : 41.5%, Leukosit : 5.28 x 10 3/l,
Plt : 63 x 103/l, IgG/IgM dengue: negatif/positif

II. DISKUSI
Pada anamnesis, pasien demam yang dialami sejak 4 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan secara terus menerus, sempat turun
dengan minum paracetamol namun naik lagi. Pasien juga mengalami
perdarahan gusi sejak 2 hari SMRS. Demam dirasakan meninggi bersamaan
dengan sakit kepala yang dirasakan berdenyut di daerah pelipis dan dahi.
Terdapat manifestasi perdarahan spontan berupa perdarahan gusi. Selain itu,
pada anamnesis juga didapatkan bahwa pasien memiliki nyeri kepala. mual
ada, muntah ada frekuensi 1x berisi lendir dan air, warna kekuningan dengan
volume sekitar 50cc.
Pada pemeriksaan fisik, pasien mengeluh nyeri ulu hati dan rumple
leede (+). Dari pemeriksaan tersebut, terdapat uji turniket positif berarti
fragilitas kapiler meningkat. Dinyatakan positif bila terdapat > 20 petekie
dalam diameter 2,5 cm di lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.

Pada pemeriksaan laboratorium Hgb : 14.4, Ht : 41.5%, Leukosit :


5.28, Plt : 121, Ureum: 20, Kreatinin: 0,8, SGOT : 160, SGPT : 143. Dari
pemeriksaan laboratorium tersebut, platelet mengalami penurunan ( N : 150 x

11
103 /l - 450x 103 /l) dan pemeriksaan IgG/IgM dengue memberikan hasil
negatif/positif.

Jadi, dari semua pemeriksaan yang telah dilakukan kita dapat


mengambil kesimpulan bahwa pasien didiagnosis dengan DHF grade I karena
pada pasien terjadi demam yang bersifat fluktuatif, turun setelah meminum
paracetamol, dari hasil uji rumple leede hasilnya positif dan perdarahan lain
berupa perdarahan gusi, dan terdapat penurunan trombosit.

Sesuai dengan prinsip pengobatan pada Demam Dengue, pasien


diberikan terapi suportifdan terapi simptomatik. Penatalaksanaan demam
berdarah disesuaikan dengan derajat keparahan.Penatalaksanaan ditujukan
untukmengganti kehilangan cairan akibat kebocoranplasma dan memberikan
terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Terapi cairan berupa
IVFD RL 40 tpm (kristaloid) untuk membantu mengencerkan kekentalan darah
yang memekat sehingga oksigen dapat terus dialirkan ke setiap sel tubuh. Cara
pemberiannya yaitu cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien
kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan.Jika ada perbaikan terapi
cairan diturunkan menjadi 5 ml/kg/jam dan diturunkan menjadi 3 ml/kg/jam
jika ada perbaikan 2 jam setelahnya, hal ini dilakukan sesuai dengan protokol 3
penanganan DHF sebab kadar hemarokrit pasien >20% (41,5%). Terapi
simptomatik berupa paracetamol diberikan untuk menurunkan demam.

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Infeksi virus dengue adalah suatu infeksi virus akut yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi demam, sakit kepala, nyeri otot atau persendian,
ruam dan trombositopenia. Demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu
bentuk dari infeksi virus dengue disertai dengan perembesan plasma yand
ditandai dengan hemokonsentrasi. Perembesan plasma yang terjadi bisa saja
menyebabkan syok hipovolemik yang sering kita sebut sebagai dengue shock
syndrome .(1,2)

Gambar 1. Manifestasi dari infeksi virus dengue.(2)

II. ETIOLOGI DAN CARA PENULARAN

13
Transmisi dari virus dengue tergantung terhadap 2 faktor, yaitu faktor biotik
dan abiotic. Faktor biotik meliputi virus, vektor, dan host. Sedangkan faktor
abiotic termasuk suhu, kelembaban, dan lokasi.(4)

II.1. Virus Dengue


Infeksi virus dengue disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus adalah virus
dengan diameter 30-50 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal
dengan berat molekul 4x106. Virus dengue memiliki 3 protein struktural dan
7 protein non-struktural (NS). Diantara 7 protein struktural, envelope
glycoprotein atau yang sering kita kenal dengan NS-1 merupakan salah satu
protein yang sering dideteksi bagi pasien tersangka infeksi virus dengue.(1,4)
Terdapat 4 macam serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-
3, dan DEN-4 yang semuanaya bisa menyebabkan demam dengue. Ketika
seseorang terinfeksi degan serotipe manapun, maka orang tersebut akan
mendapatkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Seringkali
infeksi kedua kali dengan serotipe lainnya atau infeksi virus multiple
(terinfeksi lebih dari serotipe dalam satu waktu) menjadi peneybab
keparahan dari infeksi dengue yaitu dengue shock syndrome. (1,3,4)
II.2. Vektor
Virus dengue ditularkan ke manusia melalu gigitan nyamuk. Aedes
aegypti adalah vektor dengue yang tersering.(2,4)Aedes aegypti merupakan
nyamuk yang bisa ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Distribusi dari
nyamuk Ae. Aegypti pun dibatasi oleh ketinggian. Biasanya nyamuk ini
tidak ditemukan di ketinggi 1000m dari permukaan laut. Nyamuk ini
menjadi vektor paling efisien bagi virus karena bersifat antropofilik dan
tumbuh subur di dekat manusia serta seringkali hidup di dalam ruangan.(3)
Selain nyamuk Aedes agypti, terdapat pula vnyamuk lain yang bisa
menjadi vektor bagi virus ini. Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan
beberapa dari Aedes scutellaris ditemukan bisa menjadi vektor bagi virus
dengue.(3)

14
II.3. Cara Penularan
Virus dengue dapat menular kemanusia dari gigitan nyamuk. Nyamuk
yang tidak terinfeksi mendapatkan virus ketika mereka menghisap darah
dari individu yang terinfeksi. Virus berkembang pada tubuh nyamuk selama
1-2 minggu dan ketika mencapai kelenjar ludah nyamuk, virus dapat
bertransmisi pada manusia saat nyamuk menghisap darah manusia. Setelah
nyamuk yang infeksius menggigit manusia, virus akan bereplikasi pembuluh
limfa dan selama 2-3 hari akan menyebar ke seluruh tubuh melau darah.
Virus bersirkulasi dalam darah selama 4-5 hari selama masa demam dan
akan hilang dalam waktu sehari ketika suhu tubuh menurun.(3)

Gambar 2. Nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia dan mentransmisikan virus dengue. (5)
III. EPIDEMIOLOGI

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Di Asia Tenggara, angka kejadian DBD meningkat dari dibawah 100.000
kasus pada tahun 1950-1960an menjadi 200.000 kasus pada tahun 90an.
Peningkatan angka kejadian juga dilaporkan terjadi diluar dari area tropis dan
subtropis.(5)

15
Gambar 3. Distribusi Geografis Dengue. (5)

Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41


tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatanpersebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%)kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain
itu terjadijuga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.(8)

Gambar 4. Angka Insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 1968-2009. (8)

IV. GEJALA KLINIS

Menurut WHO 2009, Gambaran klinis dari penderita dengue dibagi atas 3
fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.(8)

A. Fase Febris
Pada fase ini biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, suhu tubuh
biasanya mencapai 39-400 C, bersifat bifasik. Pada fase ini juga biasanya
disertai rash atau eritema kulit yang bisa ditemukan pada wajah, leher, atau

16
dada pada 2-3 hari pertama. Ruam berkembang berbentuk makopapular pada
hari ketiga hingga hari keempat.(4,8)
Selain itu dapat pula ditemukan nyeri seluruh tubuh, mialgia, atralgia
dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan pua nyeri pada tenggorokan,
injeksi farings dan konjugtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini
dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti uji turniket positif atau peteki
dan perdarahan mukosa.Walaupun jarang bisa juga ditemukan epistaksis
hebat, perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.(4,8)
B. Fase Kritis
Terjadi pada hari ke 3-7 dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh
disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang
biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului
dengan penuruna trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.(8)
C. Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadilah pengembalian cairan dari
ekstravaskular ke intravaskular secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan kembali serta hemodinamik
membaik.(8)

Gambar 5. Perjalan penyakit pada infeksi virus dengue.(8)

V. PATOGENESIS

17
Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa menkanisme imunopatologis
berperan terhadap terjadinya DBD dan bentuk yang lebih parah berupa DSS.
Adapun respon imun yang berperan adalah:(1)

a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses


netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi oleh antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini
disebut antibody dependent enchanment.
b. Limfosit T berupa T-helper (CD4) dan T-Sitotoksik (CD8) berperdan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue
c. Monosit dan makrofag berperan pada fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan replikasi virus
meningkat.
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan tebrentuknya C3a
dan C5a.

Gambar 6. Immunopatogenesis demam berdarah dengue.(1)

Selain teori diatas, pada tahun 1973 Halstead mengajukan sebuah hipotesis
tentang secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi

18
bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi
menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi
kompleks imun yang tinggi.(1)

Gambar 7. secondary heterologous infection (1)

VI. DIAGNOSIS

Menurut WHO, kriteria yang harus dipenuhi untuk menegakkan diagnosis


DBD adalah sebagai berikut:(4)

A. Manifestasi Klinis
- Demam, perlangsungan akut, tinggi dan terus menerus, berlangsung
selama 2-7 hari pada kebanyakan kasus.
- Adanya manifestasi perdarahan berupa perdarahan provokatif (uji turniket
positif) maupun perdarahan spontan (peteki, purpura, epistaksis,
perdarahan gusi, hematesis dan/atau melena)
- Hepatomegali atau pembesaran hati
- Syok, dengan manifestasi berupa takikardi, nadi melemah, tekanan nadi
menyempit, dan akral dingin.
B. Pemeriksaan Laboratorium
- Trombositopenia ( 100.00 sel per mm3)
- Hemokonsentrasi, yaitu peningkatan nilai hematokrit 20%

19
Dengan ditemukannya dua dari 4 gejala klinis yang ada disertai temuan
laboratorium berupa trombositopenia dan hemokonsentrasi, demam berdarah
dengue sudah dapat ditegakkan.(4)

Berdasarkan temuan klinis dan laboratorium tadi, Demam Berdarah Dengue


dapat diklasifikasikan berdadarkan derajat keparahan. DBD dibagi dalam 4
derajat yaitu:(1,3,4)

1. DBD Grade I
Memberikan gejala demam, sakit kepalam nyeri retro-orbital, mialgia dan
artralgia ditambah uji turniket memberikan hasil positif. Selain itu pada
hasil laboratorium ditemukan adanya trombositopenia dan peningkatan
hematokrit sebagai tanda terjadinya kebocoran plasma.
2. DBD Grade II
Memenuhi krtieria DBD grade I disertai tanda-tanda perdarahan spontan
seperti perdarahan gusi, epsitaksis, melena dan/atau hematesis.
3. DBD Grade III
Pasien dikategorikan kedalam DBD grade III jika memenuhi kriteria DBD
grade II disertai tanda-tanda adanya kegagalan sirkulasi.
4. DBD Grade IV
Pasien dikategorikan DBD grade IV jika memenuhi kriteria DBD grade III
disertai dengan tekanan darah dan nadi yang tidak terukur.

Pasien dikatakan mengalami Dengue Shock Syndrome jika mengalami DBD


grade III-IV. Kondisi pasien yang menjadi syok biasanya tiba-tiba memburuk
setelah demam selama 2-7 hari. Terdapat tanda khas dari kegagalan sirkulasi yaitu
kulit menjadi dingin dan nadi menjadi cepat dan lemah. Pasien mungkin awalnya
letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki stadium kritis dari
syok Nyeri abdomen akut seringkali dikeluhkan sebelum terjadinya syok.(2)

Selain tanda tadi, DSS juga seringkali ditandai dengan menyempitnya tekanan
nadi (20 mmHg) dan disertai terjadinya hipotensi. Pasien dengan syok berada
dalam bahaya kematian jika tidak diatasi dengan baik. Pasien bisa saja masuk

20
kedalam stadium syok yang lebih dalam dengan tekanan darah dan nadi yang
tidak terukur.(1,8)

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan untuk pasien DBD adalah


pemeriksaan darah berupa monitor trombosit dan hemtokrit. Leukosit sendiri
bisa normal bisa pula menurun pada beberapa kasus DBD. Pemeriksaan
hemostasis juga dibutuhkan bagi pasien yag dicurigai terjadi kelainan
pembekuan darah. Tes serologis berupa NS1 bisa dilakukan hingga hari ke 3
demam dan IgG-IgM dengue biasanya dilakukan dihari ke 3-5 dimana kadar
antibody mulai meningkat.(1,4,8)

B. Pemeriksaan Radiologi

Pada foto dada didaptkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi efusi pleura hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemioraks. Pemeriksaan foto rontgen sebaiknya dalam posisi lateral
decubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.(1)

VIII. PENATALAKSANAAN

Sampai hari ini, tidak ada terapi spesifik untuk demam dengue. Prinsip utama
pengobatan pada penyakit ini cuma berupa terapi suportif. Steroid, antiviral,
maupun karbazokrom tidak memiliki peran yang berarti. Dengan terapi suportif
yang adekuat angka kemtian dapat diturunkan hingga 1%. Pemeliharaan cairan
sirkulasi adalah tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.
Asupan cairan harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral

21
tidak bisa dipertahankan maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena
untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi.(1,5)

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairankhususnya
pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertamaadalah jenis cairan dan
kedua adalah jumlah serta kecepatan cairanyang akan diberikan. Karenatujuan
terapi cairan adalahuntuk mengganti kehilangancairan di ruang intravaskular,pada
dasarnya baik kristaloid(ringer laktat, ringer asetat,cairan salin) maupun
koloiddapat diberikan. WHO menganjurkanterapi kristaloidsebagai cairan standar
padaterapi DBD karena dibandingkandengan koloid, kristaloidlebih mudah
didapat dan lebihmurah. Jenis cairan yang idealyang sebenarnya dibutuhkandalam
penatalaksanaan antaralain memiliki sifat bertahanlama di intravaskular, amandan
relatif mudah diekskresi,tidak mengganggu sistem koagulasitubuh, dan memiliki
efekalergi yang minimal.(3,4,5,6)

Sebuah studi menyebutkan bahwa meskipun koloid lebih mahal, koloid tidak
memberikan dampak edema seperti pada penggunaan cairan kristaloid. Selain itu
koloid dapat mencapai target resusitasi yang sama dengan cairan kristaloid
dengan volume cairan yang lebih sedikit. Sedangkan kristaloid, dengan harga
yang lebih murah, memiliki efek lebih lanjut berupa koagulopati dan kegagalan
ginjal.(6,7)

Selain terapi cairan, paracetamol bisa digunakan untuk sebagai obat penurun
panas dan analgesik. Aspirin dan dan NSAID lainnya sebaiknya dihindari karena
bisa meningkatkan resiko terjadinya Reyes syndrome dan hemoragik. Assesmen
dari kondisi pasien berupa pemeriksaan lab harus dievaluasi setiap 24 jam untuk
mengawasi tanda-tanda terjainya syok.(5)

Protokol pengobatan infeksi virus dengue yang digunakan di Indonesia


terbagi dalam 5 kategori yaitu:(1)

22
Protokol 1: Penanganan Tersangka DBD (probable) tanpa syok
Protokol 2: Pemberian cairan pada tersangka DBD di ruang rawat
Protokol3: Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan nilai
hematokrit >20%
Protokol 4: Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD
Protokol 5:Tatalaksana Dengue Shock Syndrome

Protokol 1 digunakan sebagai petunjuk dalam memberika pertama pada


penderita DBD atau yang diduga DBD di instalasi gawat darurat dan juga dipakai
sebagai indikasi rawat. Sedangkan pada protokol dijelaskan tentang cara
pemberian cairan kristaloid pada pasien DBD.(1)

Protokol 3 digunakan untuk kasus DBD dengan penignkatan hematokrit


>20%. Meningkatnya hematokrit lebih dari 20% menunjukkan bahwa tubuh
mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini, terapi yang diberikan
adalah berupa cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian
dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan.Jika ada perbaikan terapi cairan
diturunkan menjadi 5 ml/kg/jam dan diturunkan menjadi 3 ml/kg/jam jika ada
perbaikan 2 jam setelahnya.(1)

Protokol 4 digunakan untuk mengatasi kasus perdarahan pada DBD.


Perdarahan yang mungkin terjadi pada pasien DBD yaitu berupa epistaksis,
hematesis, melena, hematokesia, hematuria hingga perdarahan otak. Pada keadaan
seperti ini jumlah cairan yang diberikan sama saja seperti penderita DBD tanpa
syok lainnya. Pada keadaan ini, tanda-tanda syok harus diawasi. Pemberian
heparin secara klinis bisa dilakukan bila ada bukti klinis dan laboratoriu
terjadinya KID.(1)

23
Gambar 8. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%.(2)

24
Gambar 9. Penatalaksanaan perdarahan pada pasien DBD.(1)

Syok merupakan suatu kegawatdaruratan medis. Bila kita berhadapan dengan


DSS, maka renjatan harus segera diatasi dengan penggantian cairan intravaskular
yang hilang. Angka kematian DSS sepuluh kali lipat dibandingkan dengan
penderita DBD dan renjatan dapat terjadi karena DBD tidak diatasi dengan baik.
(1,2)

Pilihan cairan kristaloid ataupun koloid pada DSS masih menjadi sebuah
perdebatan. Belum ada studi yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil
yang signifikan terhadap keduanya. Akan tetapi seperti yang telah disebutkan
sebelumnya bahwa cairan kristaloid menjadi rekomendasi WHO dikarenakan
kemudahan untuk didapatkan dan harga yang terjangkau. WHO
merekomendasikan penggunaan cairan kristaloid Cuma bagi pasien dengan syok
yang tidak teratasi dengan cairan koloid.(5,6,7)

25
Gambar 10. Penatalaksaan Dengue Shock Syndrome.(1)

IX. PENCEGAHAN

Pencegahan dini terhadap infeksi virus dengue adalah berfokus terhadap


vektor virus yaitu nyamuk. Aedes aegypti sangatlah sulit untuk dikontrol
mengingat tempat hidupnya berada di sekitar manusia. Larva nyamuk seringkali
ditemukan di penampungan air dan sampah-sampah domestik. Metode yang dapat
dilakukan yakni dengan mengatur tempat penyimpanan air, pengaturan limbah
padat, dan memodifikasi tempat tinggal larva nyamuk. Gigitan nyamuk juga

26
sebaiknya dihindari dengan cara menggunakan pakaian tertutup atau lotion anti
nyamuk (repelen).(5)

X. PROGNOSIS
Pada Demam Dengue prognosisnya apabila suhu turun maka akan terjadi
perbaikan dan penyembuhan sempurna. Sedangkan pada Demam Berdarah
Dengue angka kematian yang disebabkan oleh DBD kurang dari 1%, tetapi bila
timbul Dengue Shock Syndrome maka angka kematian bisa mencapai 40-50%.
Sehingga prognosis Dengue Shock Syndrome sangat tergantung dari pengenalan
dini dengan cara pemantauan cermat dan tindakan cepat dan tepat terutama ketika
terjadi renjatan (syok).(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue.


Dalam: Sudoyo,A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi V. Jakarta:Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.1731-1735

27
2. World Health Organization. Dengue haemorraghic fever: Diagnosis,
treatment, prevention and control 2nd Ed. Geneva, 1997
3. World Health Organization. Dengue, dengue haemorrhagic fever and dengue
shocksyndrome in the context of the integrated management of childhood
illness. Departmentof Child and Adolescent Health and Development.
WHO/FCH/CAH/05.13. Geneva,2005
4. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.India, 2011.
5. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: An Escalating Problem. BMJ
2002;324:1563-6
6. Liolios A. Volume resuscitation: the crystalloid vs colloid debate revisited.
Medscape 2004.Available from:
URL:http://www.medscape.com/viewarticle/480288
7. Wills BA, Nguyen MD, Ha TL, Dong TH, Tran TN, Le T, et al. Comparison
of three fluidsolutions for resuscitation in dengue shock syndrome. N Engl J
Med 2005; 353:87789
8. Kementrian Kesehatan RI. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah
Dengue.2010.ISSN 2087-1546.

28

Anda mungkin juga menyukai