Anda di halaman 1dari 3

Patofisiologi Vertigo

Reseptor yang berfungsi sebagai penerima informasi untuk system vestibular terdiri
dari vestibulum , proprioseptik dan mata , serta integrasi dari ketiga reseptor terkait dengan
batang otak serta serebelum. Informasi yang berasal dari sistem vestibular 50% terdiri dari
vestibulum , sisanya dari mata dan propioseptik. Adanya gangguan dari sistem vestibuler
menimbulkan berbagai gejala antara lain vertigo, nystagmus, ataksia , mual muntah ,
berkeringat dan psikis. Gejala tersebut dapat timbul secara bersamaan , sendiri atau terjadi
secara bergantian. Gejala tersebut dipengaruhi oleh derajat, sumber maupun jenis dari
rangsangan.

Fungsi sistem vestibuler terletak pada kanalis semisirkularis yang berada pada dalam
apparatus vestibuler , terisi cairan yang apabila bergetar berfungsi mengirim informasi
tentang gerakan sirkuler atau memutar. Ketiga kanalis semisirkularis bertemu di vestibulum
yang terletak berdekatan dengan koklea. Adanya kerjasama dari mata dan sistem vestibular
mengakibatkan terjaganya pandangan agar benda terlihat denga jelas ketika bergerak. Hal ini
disebut dengan reflek vestibular-okular.

Gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis member pesan kepada otak bagaimana
kecepatan kepala berotasi , ketika kepala mengangguk , atau saat kepala menoleh. Setiap
kanalis semisirkularis memilki ujung yang menggembung dan berisi sel rambut. Adanya
rotasi kepala mengakibatkan gerakan/aliran cairan yang akan mengubah posisi pada bagian
ujung sel rambut terbungkus jelly like cupula. Selain kanalis semisirkularis , terdapat organ
yang termasuk dalam bagian sistem vestibular , yaitu sakulus dan utrikulus. Kedua organ
tersebut termasuk dalam organ otolit. Organ otolit memiliki otokonia yaitu set rambut
terbungkus jelly like layer bertabur batuan kecil kalsium.

Saat kepala menengadah maupun posisi tubuh berubah , terjadilah pergeseran batuan
kalsium karena pengaruh gravitasi. Akibatnya ,sel rambut menjadi bengkok sehingga terjadi
influx ion kalsium yang selanjutnya neurotransmitter keluar memasuki celah sinap dan
ditangkap oleh reseptor. Selanjutnya terjadi penjalaran impuls melalui nervus vestibularis
menuju tingkat yang lebih tinggi. Adanya sistem vestibular bekerja sama dengan sistem visual
dan propioseptik membuat tubuh dapat mempertahankan orientasi atau keseimbangan.

Sistem keseimbangan pada manusia adalah suatu mekanisme yang kompleks terdiri
dari input sensorik bagian dari alat vestibular, visual , maupun propioseptif. Ketiganya
menuju otak dan medulla spinalis, dimodulasi dan di integrasikan aktivitas serebrum, sistem
limbic , sistem ekstrapiramidal dan korteks serebri dan mempersepsikan posisi tubuh dan
kepala saat berada dalam ruangan , mengontrol gerak mata dan fungsi sikap static dan
dinamik. Adanya perubahan pada input sensorik, organ efektor maupun mekanisme integrasi
mengakibatkan persepsi vertigo , adanya gangguan gerakan pada bola mata , dan gangguan
keseimbangan. Kehilangan pada input dari 2 atau lebih dari sistem vestibular mengakibatkan
hilangnya keseimbangan sehingga terjatuh. Karenanya , apabila seorang pasien dengan
gangguan propioseptif berat disertai sensory disequilibrium atau disfungsi vestibular
unilateral uncompensated dan vertigo akan jatuh bila penglihatan ditutup.

Vertigo sentral disebabkan salah satunya oleh karena iskemia batang otak. Pada
penyakit vertebrobasiler dan Transcient Ischemic Attack batang otak , vertigo dan
disekuilibrium adalah gejala yang sering muncul disertai gejala ischemia seperti diplopia ,
disartria , rasa tebal pada muka dan ekstremitas , ataksia , hemiparesis maupun hemianopsia.
Berikut klasifikasi vertigo berdasarkan letak lesinya :

a. Sentral
 Infark batang otak
 Tumor otak
 Radang otak
 Insufisiensi a.v. basiler
 Epilepsy
b. Perifer
1. Labirin
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo
b. Meniere
c. Ototoksik
d. Labirintis
2. Saraf vestibuler
a. Neuritis
b. Neuroma Akustikus.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium karbonat yang


berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal
semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali lipat lebih padat dibandingkan endolimfe,
sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika
kalsium karbonat tersebut bergerak dalam kanal semisirkular, akan terjadi pergerakan
endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan
vertigo.
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Bunjamin et al., 2013)

a. Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini dimana ditemukan
partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia (otolith)
yang terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi dan menempel pada permukaan
kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semiriskularis posterior menjadi sensitif akan
gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Sama halnya seperti benda berat
diletakkan pada puncak tiang, bobot ekstra itu akan menyebabkan tiang sulit untuk tetap
stabil, malah cenderung miring. Begitu halnya digambarkan oleh nistagmus dan rasa
pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes
Dix-Hallpike). Kanalis semi sirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke superior,
kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan
pusing (vertigo). Perpindahan partikel tersebut membutuhkan waktu, hal ini
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
b. Teori Kanalitiasis
Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith bergerak bebas
didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel
tersebut berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika
kepala direbahkan ke belakang, partikelini berotasi ke atas di sepanjang lengkung kanalis
semi sirkularis. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan
menyebabkan kupula membelok (deflected), sehingga terjadilah nistagmus dan pusing.
Saat terjadi pembalikan rotasi saat kepala ditegakkan kembali, terjadi pula pembelokan
kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Digambarkan
layaknya kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil akan terangkat
seberntar kemudian terjatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut
seolah-olah yang memicu organ saraf menimbulkan rasa pusing. Dibanding dengan teori
kupulolitiasis, teori ini dapat menerangkan keterlambatan sementara nistagmus, karena
partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi maneuver kepala, otolith
menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta
nistagmus. Hal ini menerangkan konsep kelelahan dari gejala pusing.

Anda mungkin juga menyukai