Anda di halaman 1dari 8

Tumbuhan yang mengandung Fenolik dan Flavonoid

Dalam metabolisme, tanaman tidak hanya menghasilkan senyawa primer tetapi juga
metabolit sekunder seperti: senyawa fenolik, alkaloid, terpenoid, dan senyawa belerang.
Metabolit sekunder ini adalah mekanisme pertahanan melawan hama. Asteraceae (kenikir-
kenikiran) adalah keluarga tumbuhan yang dapat ditemukan secara luas, lebih dari 20.000
spesies dan lebih dari 1.100 genus. Anggota Asteraceae mengandung senyawa kimia
seperti polifenol, flavonoid, dan seskuiterpen. Asteraceae memiliki keanekaragaman
phytochemical yang luas, termasuk piretrum, triterpenoid, saponin, kumarin, dan flavonoid.
Penelitian tentang senyawa fenol telah dilakukan pada berbagai tanaman dalam
keluarga Asteraceae. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa fenolik dapat ditemukan
di banyak anggota Asteraceae dan kadarnya cukup besar, sehingga dapat digunakan
sebagai indikator metabolit sekunder yang ada di Asteraceae yang terletak di habitat yang
berbeda. Penelitian pada anggota Asteraceae, yaitu Artemisia austriaca, Achillea
biebersteinii, dan Helichrysum arenarium yang diekstraksi menggunakan metanol,
didapatkan bahwa Artemisia austriaca mengandung flavonoid dan sesquiterpen
lactone, Achillea biebersteinii mengandung flavonoid, Helichrysum mengandung senyawa
flavonoid.
Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol Achillea
biebersteinii menggambarkan aktivitas antioksidan. Keseluruhan tanaman menunjukkan
adanya senyawa fenolik, terutama flavonoid. Senyawa fenolik bertindak sebagai
antioksidan, anti-penuaan, anti-inflamasi, dan menghambat aktivitas proliferasi
sel. Ageratum conyzoides (tapak liman), dan Elephantopus scaber (bandotan) adalah
anggota Asteraceae yang diketahui mengandung bahan-bahan aktif sehingga orang
menggunakan tanaman tersebut sebagai obat dan pestisida
alami. Scaber elephantopus tumbuh liar dapat ditemukan dari dataran rendah hingga
ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut (dpl).
Daun E. scaber memiliki sifat obat dan menghasilkan metabolit sekunder yang
mengandung alkaloid, tanin, fenol, protein, glikosida, saponin, terpenoid, dan
steroid. Ageratum conyzoides adalah tanaman yang digunakan untuk mengendalikan
belalang. Ia mengandung metabolit sekunder dari saponin, polifenol, kumarin, eugenol,
minyak esensial, alkaloid, tanin, dan belerang. Ekstrak N-heksana dan ekstrak metanol
daun Ageratum menunjukkan aktivitas antijamur, antibakteri dan kemampuan untuk
menghambat hormon remaja serangga. Metabolit sekunder tumbuhan dibentuk sebagai
upaya untuk mempertahankan diri dari ekosistem. Kandungan metabolit sekunder pada
tanaman dipengaruhi oleh lingkungan seperti ketinggian, curah hujan, dan suhu.
Lebih lanjut, diketahui bahwa pengaruh faktor lingkungan berinteraksi dengan faktor
genetik dalam ekspresi metabolit sekunder, sehingga produksi dan ekskresi metabolit
sekunder dipengaruhi oleh suhu, cahaya, tanah, mikroorganisme, dan status gizi.
Kandungan metabolit sekunder (alelokimia) bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lain dan dari
waktu ke waktu. Variasi konten terkait dengan variasi dalam kondisi iklim dan tanah seperti
suhu udara dan tanah dan kelembaban tanah.
Diketahui bahwa stres disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik yang dapat
mempengaruhi danmeningkatkan produksi metabolit sekunder. Karena itu, jika tanaman
tersebut dibudidayakan, maka harus disesuaikan dengan habitatnya sehingga kandungan
metabolit sekundernya dapat diproduksi secara optimal. Informasi tentang keanekaragaman
potensial metabolit sekunder adalah pertimbangan dalam budidaya tanaman. Berdasarkan
alasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengukur kandungan senyawa fenolik pada
tanaman Asteraceae (Ageratum conyzoides dan Elephantopus scaber) di berbagai habitat
(ketinggian), yaitu dataran rendah (3-50 m dpl=di atas permukaan laut), ketinggian
menengah tanah (700-900 m dpl) dan dataran tinggi (> 1300 m dpl). Keluarga Asteraceae
dipilih karena umumnya mengandung senyawa fenolik seperti kumarin, flavonoid dan tanin,
mudah tumbuh di semua tempat dari dataran rendah hingga dataran tinggi (hingga 1500 m
dpl) dan mudah diolah, sehingga jangkauan penyebarannya sangat luas.
Selain itu, Elephantopus scaber dan Ageratum conyzoides biasanya digunakan
sebagai obat herbal atau pestisida alami. Daun Elephantopus scaber dan daun Ageratum
conyzoides dalam penelitian ini diperoleh dari tiga habitat ketinggian berbeda: dataran
rendah (Bangkalan-Madura; 28,3 – 31,72 m dpl), tanah tengah (Trawas-Mojokerto; 727 –
937 m dpl) dan dataran tinggi (Coban Talun-Batu; 1303 – 1322 m dpl). Simplisia daun
keluarga Asteraceae dimaserasi dan diekstraksi dengan metanol, etil asetat, aquades dan n-
butanol. Isi total fenolik (asam galat / GAE) dan flavonoid (quercetin / QE) ditentukan
menggunakan spektrometer UV-VIS. Hasilnya kemudian dianalisis oleh ANOVA. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa total fenolik (1,86 ± 0,03 mg / mL) dan flavonoid (3,4 ± 0,06
mg / mL) isi E. scaber ditunjukkan di dataran menengah yang ditemukan lebih tinggi
dibandingkan dengan dataran rendah (total konten fenolik 1,566 ± 0,04 dan flavonoid 3,2 ±
0,12 mg / mL) dan dataran tinggi (kandungan fenolik total 1,417 ± 0,04 dan flavonoid 3,1 ±
0,01 mg / mL). Total konten fenolik A. conyzoides di ketinggian menengah (1,66 ± 0,1 mg /
mL) lebih tinggi dari dataran tinggi (1,30 ± 0,03 mg / mL) dan dataran rendah (1,25 ± 0,02
mg / mL). Flavonoid total pada A. conyzoides di dataran tinggi (3,2 ± 0,06 mg / mL) lebih
tinggi dari A. conyzoides yang tumbuh di tanah ketinggian menengah (2,9 ± 0,0 mg / mL)
dan di dataran rendah (2,6 ± 0,06 mg / mL). Kandungan fenolik tertinggi ditemukan dalam
ekstrak metanol, dan kandungan flavonoid tertinggi ditemukan pada fraksi etil asetat
dari E. scaber dan A. conyzoides.

Penulis : Agoes Soegianto


https://www.researchgate.net/publication/335524023_Total_phenolic_and_flavonoid_content
s_of_Elephantopus_scaber_and_Ageratum_conyzoides_Asteraceae_leaves_extracts_from_
various_altitude_habitats

BERBAGAI TANAMAN REMPAH SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN ALAMI


Berdasarkan beberapa penelitian pendahuluan, maka diperoleh data tentang
beberapa rempah yang berperan sebagai antioksidan alami. Dalam kehidupan sehari-
hari kita selalu bersentuhan dengan tanaman rempah yang merupakan sumber
antioksidan alami yang mudah didapatkan serta murah dan dapat bermanfaat sebagai
bumbu masakan. Data-data dalam artikel ini diharapkan dapat menjadi informasi
tentang beberapa antioksidan alami yang berperan sebagai penangkal radikal bebas
yang berbahaya bagi kesehatan.
A. Kunyit (Curcuma domestica)
Kunyit banyak digunakan sebagai obat maag, penurun kolesterol, diare, nyeri haid,
sakit kuning, dan obat luka. Komponen aktif dalam kunyit yang berperan adalah
kurkuminoid. Komponen ini juga terdapat pada beberapa jenis temu-temuan lain seperti
temu lawak. Kurkuminoid adalah komponen yang memberikan warna kuning yang
bersifat sebagai antioksidan dan berkhasiat antara lain sebagai hipokolesteromik,
kolagogum, koleretik, bakteriostatik, spasmolitik, antihepatotoksik, dan anti-inflamasi.
Selain kurkumin, kandungan l-turmeron pada rimpang temu lawak berkhasiat untuk
mengobati berbagai penyakit. Berbagai penelitian telah membuktikan khasiat
kurkuminoid dalam pengobatan terutama sebagai antihepatoksik dan antikolesterol,
serta obat tumor dan kanker11. Komponen fenolik dalam kunyit dapat menghambat
pertumbuhan kanker dan mempunyai aktivitas antimutagenik. Selain itu kunyit juga
dapat menekan pertumbuhan kanker usus, payudara, paru-paru, dan kulit12.
B. Jahe (Zingiber officinale)
Berbagai penelitian membuktikan bahwa jahe mempunyai sifat antioksidan.
Beberapa komponen utama dalam jahe seperti gingerol, shogaol, dan gingeron memiliki
aktivitas antioksidan di atas vitamin E13. Beberapa komponen bioaktif dalam ekastrak
jahe antara lain (6)-gingerol, (6)-shogaol, diarilheptanoid dan curcumin mempunyai
aktivitas antioksidan yang melebihi tokoferol. Rimpang jahe mengandung 0,8-3,3%
minyak atsiri dan ± 3% terkandung di dalam rimpangnya antara lain vitamin A, B1, C,
lemak, protein, pati, damar, asam organik, oleoresin (gingerin), dan volatile oil
(zingeron, zingerol, zingeberol, zingiberin, borneol, sineol, dan feladren) oleoresin,
bergantung pada klon jahe yang bersangkutan14.
C. Pala (Myristica fragrans)
Biji pala memiliki kandungan minyak atsiri pala sekitar 5−15% yang meliputi pinen,
sabinen, kamfen, miristicin, elemisin, isoelemisin, eugenol, isoeugenol, metoksieugenol,
safrol, dimerik polipropanoat, lignan, dan neolignan. Eugenol diketahui merupakan
komponen utama yang bersifat menghambat peroksidasi lemak dan meningkatkan
aktivitas enzim seperti dismutase superoksidase, katalase, glutation peroksidase,
glutamin transferase, dan glukose6-fosfat dehydrogenase. Peran tersebut merupakan
fungsi yang hanya dapat dilakukan oleh senyawa antioksidan15. Setelah dilakukan
penelitian mengenai analisa kandungan flavonoid total dan aktivitas antioksidan dari
beberapa tanaman rempah didapatkan hasil bahwa dari 5 macam sampel rempah (jahe,
kunyit, kencur, lengkuas dan pala) didapatkan tiga sampel memiliki aktivitas antioksidan
yang tinggi yaitu jahe, kunyit dan pala16.
D. Paprika (Capsicum annuum)
Paprika merupakan jenis tanaman yang cukup banyak ditanam di Indonesia. Paprika
termasuk istimewa dibandingkan dengan cabai lain, karena mengandung vitamin C
sangat tinggi. Kandungan vitamin C tersebut jauh lebih tinggi daripada jeruk yang
selama ini dikenal sebagai sumber vitamin C. Setiap 100 g paprika merah mengandung
190 mg vitamin C, kandungan ini tertinggi diantara paprika jenis lainnya. Sedangkan
kandungan vitamin C pada jeruk hanya 30–50 mg per 100 g jeruk17. Selain itu paprika
diketahui mengandung banyak vitamin A dan senyawa flavonoid yaitu quercetin dan
luteolin18. Paprika juga mengandung senyawa yang bermanfaat sebagai energi, antara
lain : protein, karbohidrat, lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Paprika mengandung
senyawa yang membuat rasa pedas yaitu capsaisin. Pada paprika terdapat vitamin B
kompleks serta mineral lengkap seperti kalsium, besi, kalium, magnesium, fosfor,
natrium, seng, tembaga, mangan, selenium serta asam folat.
E. Serai (Cymbopogon citratus)
Daun tanaman serai popular digunakan sebagai analgesik, antiimflamasi, antipiretik
dan antipasmodik20. Penelitian menunjuan bahwa pada tanaman serai terdapat
kandungan isoorientin, isoscoparin, swertiajaponin, isoorientin 2′′O -rhamnoside,
orientin, chlorogenic acid, dan caffeic acid. Antioksidan pada tanaman serai ditunjukkan
dengan keberadaan senyawa fenol yang tinggi21. Hasil lebih baik akan ditunjukkan oleh
tanaman serai bila dikombinasikan dengan rempah lain seperti daun kemangi22.
F. Lengkuas (Alpinia galanga)
Rimpang lengkuas merah (Alpinia galanga) merupakan salah satu tanaman yang
berkhasiat dalam pengobatan dan mengandung senyawa fenolik dan flavonoid. Hasil
skreening fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol rimpang lengkuas mengandung
senyawa flavonoid, triterpenoid/steroid, senyawa fenolik, dan saponin. Rimpang
lengkuas mengandung lebih kurang 1 % minyak atsiri berwarna kuning kehijauan yang
terutama terdiri dari metil sinamat 48 %, sineol 20%30%, eugenol, kamfer 1 %,
seskuiterpen, δ-pinen, galangin, resin yang disebut galangol, kristal berwarna kuning
yang disebut kaemferida, kadinen, heksabidrokadalen hidrat, kuersetin, kaemferol,
amilum, dan beberapa senyawa flavonoid lain. Aktivitas antioksidan lengkuas berasal
dari kuersetin, kaemferol, dan galangin.
G. Bawang Putih (Allium sativum)
Bagian tanaman bawang putih yang paling berkhasiat adalah umbi. Umbi bawang
putih dapat dimanfaatkan secara tradisional untuk mengobati tekanan darah tinggi,
gangguan pernafasan, sakit kepala, ambeien, sembelit, luka memar atau sayat,
cacingan, insomnia, kolesterol, flu, gangguan saluran kencing, dan lain-lain. Sedangkan
berdasarkan penelitianpenelitian ilmiah yang telah dilakukan, umbi bawang putih dapat
digunakan sebagai obat antidiabetes, anti-hipertensi, anti-kolesterol, anti-
atherosklerosis, antioksidan, anti-agregasi sel platelet, pemacu fibrinolisis, anti-virus,
anti-mikrobia, dan antikanker. Senyawa bioaktif utama bawang putih adalah alliin,
allisin, ajoene, kelompok allil sulfida, dan allil sistein. Efek samping dan toksisitas
bawang putih tidak ditemukan sehingga, aman untuk dikonsumsi24.
H. Bawang Merah (Allium cepa)
Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan jenis tanaman sayuran umbi yang
memiliki banyak manfaat. Pemanfaatan bawang merah antara lain sebagai bahan
pangan, bahan obat serta komoditas agribisnis yang cukup menguntungkan. Sebagai
bahan pangan, bawang merah memiliki kandungan nutrisi yang berguna bagi kesehatan
manusia. Penggunaan bawang merah sebagai obat dikarenakan bawang merah
mengandung senyawa antioksidan quercetin. Quercetin termasuk dalam golongan
flavonoid yaitu flavonol25. Penelitian menunjukkan bahwa pada kulit bawang merah
yang biasanya tidak dimanfaatkan manusia terdapat fraksi air mengandung flavonoid,
polifenol, saponin, terpenoid dan alkaloid, fraksi etil asetat mengandung flavonoid,
polifenol dan alkaloid serta fraksi n-heksana mengandung saponin, steroid dan
terpenoid. Senyawa flavonoid yang terkandung pada ekstrak kulit bawang merah fraksi
etil asetat adalah golongan flavonol yang merupakan jenis antioksidan alami26. Selain
potensi antioksidan. Bawang merah juga memiliki potensi sebagai antimikroba,
anticancer, antikolesterolamik dan hipoglikemik27. Selain bawang merah, bawang daun
(Allium fistulosum) diketahui memiliki potensi sebabagi salah stau sumber antioksidan
alami karena mengandung senyawa fenolik, flavonoid, karotenoid, dan vitamin C28.
Tidak hanya itu, bawang daun juga dipastikan mengandung senyawa tanin, alkaloid,
fenolik, flavonoid, dan steroid.

7 Tanaman Penghasil Minyak Astiri di Indonesia


Indonesia kaya akan tumbuhan penghasil minyak atsiri. Seperti yang diketahui,
minyak atsiri bermanfaat sebagai bahan baku pembuatan kosmetik, aroma terapi, dan lain
sebagainya. Minyak atsiri terbuat dari penyulingan bagian tanaman seperti daun, buah, biji,
bunga, akar, sampai seluruh bagian tanaman. Minyak atsiri menjadi
komoditas ekspor agroindustri potensial yang menyumbang devisa negara. Berikut tujuh
tanaman penghasil minyak atsiri:
1. Nilam (Patchouli)
Ada tiga jenis nilam yaitu, nilam Aceh, nilam Sabun, dan nilam hutan atau nilam
Jawa. Dari ketiga jenis tersebut, nilam Aceh yang paling tinggi kandungan minyaknya.
Minyak nilam digunakan sebagai pengikat bahan-bahan pewangi seperti parfum dan
kosmetik.
2. Akar Wangi (Vetiver)
Akar wangi termasuk jenis rerumputan yang memiliki bau yang khas dan wangi.
Akar wangi banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan parfum, kosmetik, dan
bahan pewangi sabun.
3. Sereh (Citronella)
Sereh termasuk dalam keluarga rumput-rumputan. Terdapat dua varietas pada
sereh wangi yaitu varietas Mahapegiri (java citronella oil) dan varietas Lenabatu (cylon
citronella oil). Namun yang menghasilkan minyak terbaik adalah varietas Mahapegiri.
Minyak ini banyak digunakan untuk pewangi sabun, sprays, disinfektan, pestisida nabati
bahan pengilap, hingga peningkatan oktan BBM.
4. Cengkeh (Clove)
Tanaman cengkeh memiliki keunikan tersendiri, dimana semua bagian pohon
terdapat kandungan minyak. Namun, kandungan minyak tertinggi pada bagian bunga
yakni 20%. Minyak cengkeh banyak dijual dalam produk seperti eugenol, eugenol
asetat, dimana sebagai bahan pembuatan parfum.
5. Pala (Nutmeg)
Tanaman yang dapat tumbuh di tanah berpasir bercampur humus ini, dapat
menghasilkan minyak atsiri sekitar 7-16 %. Biji pala muda dapat menghasilkan minyak
lebih banyak dibanding biji pala tua.
6. Kenanga (Cananaga)
Pohon kenanga termasuk tumbuhan yang biasa ditanam di perkarangan rumah.
Tumbuhan ini dapat menghasilkan minyak atsiri, dimana kandungan minyak terbanyak
terdapat pada bunganya yang telah berwarna kuning tua. Minyak kenanga sendiri
digunakan pada industri pewangi sabun.
7. Cendana (Sandalwood)
Minyak cendana diperoleh dari hasil penyulingan jantung kayu cendana yang
membutuhkan waktu cukup lama. Minyak cendana berperan penting di industri
wewangian. Selain itu minyak ini menjadi bahan baku pengikat parfum ternama seperti
Violet, Cassie, Rose, Reseda, dan sebagainya. (Arif Ferdianto)

Tumbuhan yang mengandung Saponin


Pengujian kandungan saponin dalam buah, daun dan tangkai daun belimbing wuluh
(A. bilimbi) secara kualitatif dilakukan dengan uji busa, uji warna dan KLT preparatif,
sedangkan pengujian kandungan saponin secara kuantitatif dilakukan dengan
spektrofotometri UV-Vis. Berdasarkan hasil uji kualitatif busa terlihat bahwa sampel
mengandung saponin dengan terbentuknya busa stabil dengan ketinggian 1-3 cm selama
30 detik. Dasar reaksi uji busa adalah sifat senyawa saponin yang mudah larut dalam air
dan menimbulkan busa ketika dikocok. Fungsi air adalah sebagai pelarut, sedangkan HCl 2
N berfungsi sebagai pereaksi (Suharto et al., 2012).
Hasil uji kualitatif warna menunjukkan bahwa sampel mengandung saponin triterpen
dengan terbentuknya cincin coklat. Pembentukan cicin coklat pada uji warna saponin. Hasil
uji warna pada daun (a); tangkai daun (b); dan buah (c) belimbing wuluh menunjukkan
reaksi positif ditandai dengan adanya cincin coklat sehingga ketiga sampel organ tumbuhan
tersebut mengandung saponin triterpen. Pemisahan senyawa saponin dalam penelitian ini
menggunakan metode KLT dengan eluen kloroform : methanol : air (13:7:2) lapisan bawah
(Harborne cited Suharto et al., 2012). Hasil KLT kemudian diamati di bawah lampu UV 254
dan 366 nm.
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa buah, daun dan tangkai daun
belimbing wuluh mengandung saponin triterpen. Kadar saponin tertinggi terdapat pada
organ buah. Buah belimbing wuluh memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber
saponin triterpen yang dapat dikembangkan menjadi obat komersial alami.

Anda mungkin juga menyukai