Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL


INJEKSI ANTI INFLAMASI DALAM VIAL

Praktikum ke: 2
Judul Materi Praktikum: Vial Injeksi Anti Inflamasi
Tanggal Praktikum: 1 April 2019
Grup: A2-1
Ketua Kelompok: M Rafly Setya (2016210153)
Anggota:
1. Mutia Putri N (2016210160)
2. Niken Larasati (2016210168)
3. Nining Kholifah (2016210170)
4. Nurul Alma F (2016210178)
5. Puspa Izati P (2016210182)
6. Putu Diah Utari (2016210185)
7. Astrid Dwi Cahyani (2016210029)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2019
I. JUDUL PRAKTIKUM
Injeksi Anti Inflamasi Dalam Vial

II. PENDAHULUAN
Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang memiliki
aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau inflamasi dapat
disebabkan oleh berbagai rangsangan yang mencakup luka-luka fisik, infeksi, panas
dan interaksi antigen-antibodi). Berdasarkan mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi
terbagi dalam dua golongan, yaitu obat antiinflamasi golongan steroid dan obat
antiinflamasi non steroid. Mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan steroid dan
non-steroid terutama bekerja menghambat pelepasan prostaglandin ke jaringan yang
mengalami cedera . contoh dari injeksi ini adalah injeksi thimelon yang merupakan
merek dagang dari metilprednisolon yang memiliki indikasi supresi inflamasi dan
gangguan alergi; udema serebral dihubungkan dengan keganasan (Pionas BPOM)
Dipilih deksamethason natrium fosfat karena mudah larut dalam air sedangkan
dexamethasone praktis tidak larut dalam air, karena sediaan injeksi akan dibuat
menggunakan air sebagai pelarut. Kortikosteroid adalah derivat hormon steroid yang
dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memiliki peranan penting seperti
mengontrol respon inflamasi. Hormon steroid dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki efek penting pada
metabolisme karbohidrat dan fungsi imun, sedangkan mineralokortikoid memiliki
efek kuat terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit (Katzung, 2012; Gilman,
2012; Johan, 2015).
Deksametason merupakan salah satu obat golongan kortikosteroid sintetik yang
berfungsi sebagai imunosupresan dan anti-inflamasi. Deksametason (16 alpha methyl,
9 alpha fluoro-prednisolone) dihasilkan dengan pengandengan gugus metil pada
karbon 16, dalam posisi alpha. (USP).Penggunaan deksametason secara umum adalah
sebagai anti-inflamasi steroid, antiemetik, antineoplastik, hormonal; glukokortikoid
sintetik; glukokortikoid topikal. Deksametason Na Fosfat termasuk golongan
glukokortikoid yang mempunyai efek utama pada penyimpanan glikogen hepar dan
efek antiinflamasinya juga nyata. Efek lainnya yang dimiliki oleh deksametason
Na.phosphate sebagai antialergi dimana gejala penyakit alergi hanya berlangsung
dalam waktu tertentu dan dalam keadaan yang mengancam jiwa pasien yang dapat
diberikan secara iv maupun im, namun pada sediaan obat parenteral berupa vial yang
akan dibuat akan diberikan secara im. Sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan
air dan elektrolit kecil, mempunyai waktu paruh biologis 36-72 jam sehingga
pemberian obat dalam jangka waktu yang lama agar dapat mencegah hiperkortitisme.
( Farmakologi dan Terapi Edisi 5 hal.511 ) . Deksametason merupakan zat aktif
atau obat yang bekerja dengan cepat (Martindale, hal 887). Deksametason
merupakan obat yang menyebabkan vasokontriksi dan menghambat reaksi lambat
yang diperantai sel mast (ISO , hal 482)
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan dahulu sebelum digunakan yang harus
disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Injeksi di racik dengan melarutkan, mengemulsikan atau
mensuspensikan sejumlah kedalam dosis tunggal atau wadah dosis
tunggal.(Farmakope Indonesia Edisi III hal.13)
Pada umumnya pemberian dengan cara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja
obat yang cepat seperti pada keadaan gawat, penderita tidak sadar, tidak dapat / tidak
tahan menerima pengobatan oral atau bila obat itu sendiri tidak efektif dengan cara
pemberian lain. (Ansel hal.399)
Pemberian obat secara parenteral dan bersifat berbahaya bila diberikan secara
intravena, maka akan diberikan secara i.m. Response terhadap obat yang diberikan
secara i.m tidak secepat i.v, tetapi secara kuantitatif hasil absorbsi i.m baik
bioavaibilitas obat mencapai 80-100%. ( Formulasi Steril hal.15 )
Syarat dari larutan injeksi adalah bebas dari pyrogen,tidak terkontaminasi dengan
mikroba lain dan harus dipastikan steril.
Vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya di gunakan pada dosis
ganda dan memiliki kapasitas atau volume0,5-100 mL. Vial dapat berupa takaran
tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk obat, larutan atau suspensi
dengan voleme sebanyak 5 mL atau lebil besar. Tutup yang digunakan untuk
menutupi botol yang dapat ditusuk tidak boleh melepaskan bahan padat, bahan
pewarna, serta komponen toksis, atau pirogen kedalam larutan.(R. Voight hal. 464)
Deksametason natrium fosfat injeksi, adalah solusi steril natrium fosfat
deksametason, dan tersedia dalam 4 mg / mL dan 10 mg / mL. Deksametason
natrium fosfat injeksi 4 mg / mL juga merupakan solusi steril untuk intravena,
intramuskular, artikular intra-, administrasi jaringan intralesi dan lembut yang dapat
menimbulkan efek adrenergik. Efek adrenergik dapat dikehendaki bagi pasien yang
membutuhkan suplai energi tambahan bila penggunaan adrenalin tidak
memungkinkan. Dalam formula ini digunakan Deksametason Na Fosfat yg diberikan
secara injeksi intramuskular. Deksametason yang digunakan dalam bentuk garamnya
agar mudah larut dalam air karena obat-obat yang diberikan lewat intramuskular
biasanya harus berupa larutan air, bercampur dengan darah dan tidak mengendap.
(Ansel, hal 402). Apabila bukan dalam bentuk larutan air, dapat menimbulkan
terjadinya trombus dan kemudian menghalangi aliran darah.

III. DATA PREFORMULASI


A. ZAT AKTIF
Nama Zat Sifat Fisika Kimia dan Cara Sterilisasi Khasiat dan Cara
Aktif Stabilitas Sediaan Dosis Penggunaan
Larutan dalam Bentuk
Deksametason Pemerian : serbuk hablur; Filtrasi Khasiat: anti IM, IV, infus.
Na. Fosfat putih agak kuning; tidak; (Drug Inflamasi, (Drug
tidak berbau etanol; sangat Information anti alergi. Information
higroskopis. 2010 hal.3074) Dosis: 2010 hal.3074)
(Farmakope Indonesia 4-8 mg sehari
Edisi V hal. 281) (Drug
Information
Kelarutan : Mudah larut 2010
dalam air ( 1 : 10) hal.3074)
(Farmakope Indonesia
Edisi V hal. 281)

pH zat aktif (deksametason


Na.phosphate) : Antara 7,5
dan 10,5 dalam larutan (1
dalam 100) (Farmakope
Indonesia Edisi V hal 281)
pH injeksi sediaan : Antara
7,0 dan 8,5. (Farmakope
Indonesia Edisi V hal 276)

Wadah dan Penyimpanan :


dalam wadah tertutup baik
(Farmakope Indonesia
Edisi V hal. 283)

Untuk pemakaian dosis


tunggal atau dosis ganda,
disimpan dalam wadah tipe I
terlindung dari cahaya. (USP
37 hal. 2552)

OTT: dengan larutan injeksi


proklorperazin edisilat atau
vankomisin hidroklorida
(Martindale 28 hal. 468)

Stabilitas : Deksametason
Na. fosfat tidak stabil
terhadap panas dan tidak
dapat di autoklaf. (Drug
Information 2010 hal. 3074)

B. ZAT TAMBAHAN
Nama Zat Fungsi Zat Sifat Fisika-Kimia Sterilisasi
Aditif
Aqua steril pro injeksi Pelarut Pemerian: cairan jernih, tidak Didihkan 30 menit
berwarna; tidak berbau. (Farmakope
(Farmakope Indonesia Edisi Indonesia Edisi V
V hal 64) hal 1359)

Stabilitas: uji yang tertera


pada uji keamanan hayati
(Farmakope Indonesia Edisi
V hal 64)

Wadah dan Penyimpanan :


Dalam wadah dosis tunggal,
dari kaca atau plastic, tidak
lebih besar dari 1 liter. Wadah
kaca sebaiknya dari kaca tipe
I atau tipe II. (Farmakope
Indonesia Edisi V hal 64)
Benzalkonium klorida Pengawet Pemerian : Autoklaf pada suhu
(Anti- Serbuk amorf berwarna putih 120°C 20 menit.
mikroba) atau putih kekuningan, (Handbook of
memiliki bau dan rasa khas. Pharmaceutical
(Handbook of Excipients hlm 33 –
Pharmaceutical Excipients 34)
hlm 33 – 34)
Konsentrasi:
0,01-0,02%(Handbook of
pharmaceutical excipients
hal 56)

Kelarutan :
Sangat mudah larut dalam
air.
(Handbook of
Pharmaceutical Excipients
hlm 33 – 34)

Stabilitas :
Benzalkonium klorida
bersifat higroskopis dan tidak
stabil terhadap cahaya, udara
dan logam.
(Handbook of
Pharmaceutical Excipients
hlm 33 – 34)

OTT :
Dengan aluminium, surfaktan
anionic, sitrat, flouresen,
hydrogen peroksida, hidroksi
propil metil selulosa, iodida,
kaolin, lanolin, nitrat,
surfaktan nonionik dengan
konsentrasi tinggi,
permanganat, protein,
salisilat, sulfonamida, tartrat.
(Handbook of
Pharmaceutical Excipients
hlm 33 – 34)

Penyimpanan : Tempat
terlindung dari cahaya,
hindari kontak dgn logam
(Handbook of
Pharmaceutical Excipients
hlm 33 – 34)
C. TEKNOLOGI FARMASI
Deksametason Na phosphate dapat dibuat dalam sediaan injeksi vial yang diberikan
secara intravena maupun intramuskular karena Deksametason Na phosphate merupakan zat
aktif yang berkhasiat untuk mengobati edema di otak, kondisi shock, kondisi alergi yang
kronis, sebagai antiinflamasi, dan sebagai anti mual dan muntah pada saat kemoterapi kanker.
Berdasarkan khasiat yang dimiliki dexamethasone Na.phosphate akan dibuat sediaan injeksi
vial untuk mengobati kondisi alergi yang kronis dan diberikan secara intramuscular ( IM ).
(Drug Information 2010 hal.3074 )
Injeksi adalah pemakaian dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi ke dalam
tubuh untuk tujuan terapeutik dan diagnostik. Injeksi tersebut diberikan secara paranteral baik
mealui subkutan ( SC ), intravena ( IV ), dan intramuskular ( IM ). ( Formulasi Steril hal.9-
16 ).
Bila formula suatu produk parenteral baik itu injeksi atau infus yang telah ditentukan
pelarut atau pembawa yang tepat, maka sejak awal proses pembuatan sediaan harus mengikuti
prosedur aseptik. Kita memerlukan proses aseptik jika bahan produk paranteral yang akan
dipakai harus bebas dari mikroorganisme mulai dari pelarut ( air ) dan bahan-bahan zat aktif
hingga bahan tambahan . Bahan tambahan produk parenteral berikut ini
1. Antimikrobial : benzalkonium klorida, metil paraben, propil paraben, fenol, dan
chlorobutanol
2. Antioksidan : asam askorbat, sisteine, sodium bisulfit, dan tocoferol.
3. Buffer : Acetat, citrate, dan phosphate
Berkaitan dengan keseragaman volume, tiap wadah berisi obat suntik dengan volume sedikit
berlebihan dari volume yang tertera pada etiket atau dari volume yang digunakan.

Volume pada etiket Cairan encer Cairan Kental


0,5 ml 0,10 ml 0,12 ml
1,0 ml 0,10 ml 0, 15 ml
2,0 ml 0,15 ml 0,25 ml
5,0 ml 0,30 ml 0,50 ml
10,0 ml 0,50 ml 0,70 ml
20,0 ml 0,60 ml 0,90 ml
30,0 ml 0,80 ml 1,20 ml
29,9 ml atau lebih 2 % v/v 3 %

Kemasan dan etiket yang digunakan pada obat parenteral berupa injeksi vial yaitu ;
a. Tutup vial
1. Menggunakan Alucap perak bertuliskan nama pabrik.
2. Terdapat flip off atau security Hologram 3 dimensi bentuk bulat pada karet tutup
vial dengan tulisan “ original”
b. Badan vial
Menggunakan vial bening yang dicetak dengan keramik print berwarna dengan
tulisan nama pabrik.
c. Etiket
1. Terdapat hologram berbentuk segi empat ukuran 1 × 1 cm dan di dalamnya
terdapat tulisan nama pabrik.
2. Redaksi pada etiket ditulis dalam bahsa Inggris.
3. Tulisan nama dagang ditulis dengan huruf besar.
4. Tulisan K dengan lingkaran merah.
( Formulasi Steril hal.25-36 )
Wadah dan volume yang digunakan pada obat parenteral berupa vial yaitu wadah dosis
ganda. Dosis ganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya per
bagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang
tertinggal. Pada umumnya wadah mempunyai bentuk vial atau flakon berukuran 2 ml-20 ml,
bentuk botol atau kolf berukuran 50 ml-1000 ml dengan sediaan larutan, suspensi, emulsi, dan
padatan. Syarat-syarat wadah obat suntik sebagai berikut: ilmu meracik obat teori dan
praktikan)
1. Aman: tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksik
2. Harus jernih: tidak boleh ada partikel padat kecuali yang berbentuk suspense
3. Tidak bewarna: kecuali zat aktif memang bewarna
4. Sedapat mungkin isohidris: dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke tubuh tidak
terasa sakit dan menyerapan obat nya padat optimal.
5. Sedapat mungkin isotonis: yaitu memiliki tekanan osmose yang sama dengan
darah cairan tubuh yang lain.
6. Harus steril: suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari
mikroorganisme hidup yang pathogen maupun yang tidak pathogen.

D. FARMAKOLOGI, FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK


Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi sintesis protein.Molekul hormone
memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.Hanya di jaringan target hormone
ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk
kompleks reseptor-steroid.Kompleks ini mengalami perubahan konformasi,lalu bergerak
menuju nucleus dan berikatan dengan kromatin.Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan
sintesis protein spesifik.Induksi sintesis protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik
steroid.
pada beberapa jaringan seperti hepar hormone steroid merangsang transkripsi dan sintesis
protein spesifik,pada jaringan lain misalnya sel limfoid dan fibroblast hromon steroid
merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel sel
limfoid,hal ini menimbulkan efek katabolic. (Farmakologi dan terapi hal 500)
FARMAKODINAMIK :
Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah dan menekan timbulnya gejala inflamasi
akibat radiasi,injeksi,zat kimia,mekanik atau alergen.Gejala ini umumnya berupa
kemerahan,rasa sakit dan panas,pembengkakan ditempat radang.Penggunaan klinik
kortikosteroid sebagai antiinflamasi merupakan terapi paliatif,yaitu hanya gejalanya yang
dihambat sedangkan penyebab penyakit tetap ada (Farmakologi dan terapi hal 505).
FARMAKOKINETIK :
Untuk mencapai kadar tinggi dengan cepat dalam cairan tubuh,ester krotisol dan
derivatnya diberikan secara IV.Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan
absorbsi,mula kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor,dan
ikatan protein (Farmakologi dan terapi hal 506).
INDIKASI :
Menekan reaksi radang dan reaksi alergi; radang usus; asma;imunosupresan; penyakit
rematik.
KONTRAINDIKASI:
Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atau beberapa minggu,kontraindikasi
relative yaitu diabetes militus ,tukak peptic/duo denum,infeksi berat,hipertensi atau gangguan
system kardiovaskular lain patut diperhatikan.
EFEK SAMPING:
1. Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan
insufiensi adrenal akut dengan gejala demam,mialgia,artralgia dan malaise.
2. Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan
elektrolit,hiperglikemia dan glikosuria,mudah mendapat infeksi terutama tuberculosis.
INTERAKSI OBAT:
1. Deksametason & antivirus: dapat menurunkan konsentrasi plasma indinavir, lopinavir,
dan saquinavir, ritonavir dapat meningkatkan konsentrasi plasma kortikostreroid,
deksametason dan prednisolone.

IV. FORMULASI
a. FORMULA RUJUKAN
1) Menurut Drug Information 2010 hal.3074 (Injection, secara IM atau IV)
Tiap mL mengandung :
Dexamethasone Sodium Phosphate 4 mg
Air steril pro injeksi ad 1 ml

2) Menurut Drug Information 88 hal.1720 (Injection, secara IM atau IV)


Tiap mL mengandung :
Dexamethasone Na. Phosphate 20 mg
Benzyl alcohol 0.01 %
Air steril pro injeksi ad 1 mL

3) Menurut Handbook On Injectable Drugs 14th Edition hal.479


Tiap mL mengandung :
Dexamethasone Na.Phosphate 4 mg
Creatinine 8 mg
Na.citrate 10 mg
Na.bisulfite 1 mg
Methylparaben 1.5 mg
Propylparaben 0.2 mg
NaOH qs
Air steril pro injeksi ad 1 mL
4) Menurut FDA tiap mL mengandung :
Dexamethasone Na.Phosphate 2 mg
Polyethylene glycol 500 mg
Benzyl alcohol 9 mg
Methylparaben 1.8 mg
Propylparaben 0.2 mg
HCl qs
Air steril pro injeksi ad 1 ml

b. FORMULA JADI
Menurut Drug Information 88 hal.1720 ( Injection, secara IM atau IV )
Tiap mL mengandung:
Dexamethasone Na.Phosphate 4 mg
Benzalkonium clorida 0,01 %
Air steril pro injeksi ad 5 ml

c. ALASAN PEMILIHAN BAHAN


1. Dipilih Dexametason na posphat dalam bentuk garam nya karena
dexametason na posphat mudah larut air sehingga dapat bercampur dengan
aqua pro injection, sebagai pelarut nya.
2. Benzalkonium Klorida memiliki khasiat sebagai pengawet, dipilih
benzalkonium klorida karena memiliki sifat yang relative stabil, tidak bersifat
korosif, dan memiliki rentang ph yang luas.
3. Aqua pro injection digunakan sebagai pelarut karena dapat bercampur dengan
zat aktif dan zat tambahan.
4. Sediaan vial dipilih 5ml karena dilihat berdasarkan kelarutan deksametason,
deksametason mempunyai kelarutan 1:10, Dimana dosis deksametason 0,4
gram sehingga cukup dengan menggunakan vial 5ml, tidak menggunakan vial
10 ml untuk menghindari agar sediaan tidak terkena udara terlalu sama pada
saat mengambilan, sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada sediaan.

V. ALAT DAN BAHAN


1) ALAT :
- Beaker glass
- Corong glass
- Erlenmeyer
- Pipet tetes
- Vial
- Kertas saring
- Gelas ukur
- Batang pengaduk
- Spatula
- Pinset
- Kaca arloji
2) BAHAN:
- Deksametason Na. Fosfat
- Benzalkoniumklorida
- Air steril pro injeksi

CARA STERILISASI

No. Alat dan Bahan Cara Sterilisasi Literatur


Didihkan 30 menit,
Farmakope
Aqua steril pro injeksi, sterilisasi dengan kalor
1. Indonesia Edisi V
Benzalkonium basah menggunakan
hal 64
autoklaf (121oC, 15 menit).
Dexamethasone Drug Information
2. Filtrasi
Na.phosphate 2010 hal. 3074.
Beaker gelas, corong, botol Farmakope
3. vial, Erlenmeyer, dan pipet Oven 150°C selama 1 jam Indonesia Edisi V
tetes hal.1663
Farmakope
4. Gelas ukur dan kertas saring Otoklaf 121°C selama 15 menit Indonesia Edisi V
hal.1663
Batang pengaduk, spatula, Farmakope
Rendam dalam alkohol
pinset, kaca arloji, dan Indonesia Edisi V
5. selama 30 menit
penjepit besi hal. 1663
Farmakope
Karet pipet dan karet tutup Rebus dalam air mendidih
6. Indonesia Edisi V
vial selama 30 menit
hal. 1359

VI. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


a. Perhitungan
Rumus : {(n x v) + (10 % - 30% x v)} ml
n = jumlah vial yang akan dibuat
v = volume injeksi tiap vial + kelebihan volume (ml) (FI IV hal. 1044)
v = 5 + 0.3 = 5,3 ml
Volume total 5 vial = {(n x v) + ((10% - 30 %) x n x v)} ml
= {(5 x 5,3) + (30% x 5 x 5,3)} ml
= {(26,5) + (5,3)} ml
= 34,45 ~ 35 ml

1. Dexametason Na.Phosphate = 4 mg/ml x 35 ml = 140 mg = 0,14 g


2. Benzalkonium chloride = 0.01 % x 35 ml = 0.0035 g = 3,5 mg
3. Aqua steril pro injeksi = 35 ml – (0,14 g + 0,0035 g)
= 34,8565 ml ~ 34,86 ml

b. Penimbangan

Bahan Bobot Teoritis


Dexametason Na.Phosphate 140 mg
Benzalkonium chloride 3,5 mg
Aqua steril pro injeksi 34,86 ml

VII. CARA PEMBUATAN


Prinsip: teknik aseptis
1. Disiapkan alat – alat dan bahan yang digunakan
2. Disterilkan alat – alat dan wadah yang digunakan dengan cara sterilisasi yang
sesuai untuk masing-masing alat.
3. Ditimbang bahan – bahan
4. Dikalibrasi vial ad 5,3 ml. Kalibrasi beaker glass ad 35 ml
5. Dibuat aqua steril proinjeksi
(Aquadest dipanaskan sampai mendidih, biarkan mendidih selama 30 menit,
dinginkan (FI V hal 64). Lalu, sterilisasi dengan kalor basah menggunakan
autoklaf (121oC, 15 menit).
6. Benzalkonium klorida dilarutkan dalam aqua pro injection. Lalu, sterilisasi
dengan kalor basah menggunakan autoklaf (121oC, 15 menit).
7. Dilarutkan Deksametason Na. Fosfat dengan sebagian aqua steril proinjection,
tambahkan larutan Benzalkonium klorida aduk ad homogen kemudian cek pH
sediaan 7,0-8,5. Dilakukan diruang aseptis
8. Ditambahkan aqua pro injeksi ad tanda kalibrasi aduk ad homogen
9. Dilakukan penyaringan (sterilisasi dengan filtrasi). Penyaringan pertama dengan
kertas saring untuk menyaring partikel. Penyaringan yang kedua dilakukan di
ruang aseptis (LAF) dengan menggunakan filter membran porositas 0,22
µm.(Dispensasi dalam prakteknya menggunakan kertas saring)
10. Dilakukan uji IPC (uji kejernihan, uji keseragaman volume)
11. Dimasukkan larutan tersebut ke dalam vial ad tanda kalibrasi, ditutup
12. Dilakukan evaluasi QC (uji sterilitas, uji keseragaman volume, uji PK)
13. Diberi etiket, dikemas, dan diserahkan

VIII. EVALUASI
 In Process Control (IPC)
1. Uji Kejernihan Teori dan Praktek Industri Lachman hal. 1521)
Produk dalam wadah diperiksa di bawah penerangan cahaya yang baik,
terhalang tehadap reflex dari mata, berlatar belakang hitam dan putih dengan
rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar.
Syarat :
semua wadah diperiksa secara visual dan tiap partikel yang terlihat dibuang
dari vial, batas 50 partikel 10µm dan lebih besar 5 partikel ≥25µm/ml.
2. Uji Ph (Farmakope Indonesia Ed V hal. 1563)
Cek pH larutan menggunakan pH meter atau pH indikator universal
Syarat:
Harus sesuai dengan pH sediaan (7,0 – 8,5).

3. Uji Keseragaman Volume(Farmakope Indonesia Ed V hal. 1526)


Pilih 1 atau lebih wadah bila volume ≥ 1 ml. ambil isi tiap wadah dengan alat
suntik hipodemik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan
diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21 dengan panjang tidak
kurang dari 2,5 µm. keluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik.
Pindahkan isi dalam tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang
diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.
Syarat:
Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu
persatu atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah
volume wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung.

 Quality Control
1. Uji Kejernihan (Teori dan Praktek Industri Lachman hal. 1521)
Melewatkan injeksi yang diuji pada lampu terang dengan latar belakang gelap
untuk partikel yang baik berwarna akan terlihat gelap yang berwarna pada
latar belakang.
Syarat :
semua wadah diperiksa secara visual dan tiap partikel yang terlihat dibuang
dari vial, batas 50 partikel 10µm dan lebih besar 5 partikel ≥25µm/ml.

2. Uji Keseragaman Volume (Farmakope Indonesia Ed V hal. 1526)


Pilih 1 atau lebih wadah bila volume ≥ 1 ml. ambil isi tiap wadah dengan alat
suntik hipodemik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan
diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21 dengan panjang tidak
kurang dari 2,5 µm. keluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik.
Pindahkan isi dalam tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang
diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.
Syarat:
Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu
persatu atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah
volume wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung.
3. Uji Sterilitas (Farmakope Indonesia Ed V hal. 1362)
Metode uji sterilitas :
a. Inokulasi langsung kepada media uji
Volulme tertentu specimen+volume tertentu media uji inkubasi selama
tidak kurang dari 14 hari, kemudian amati pertumbuhan secara visual
sesering mungkin, sekurang-kurangnya pada hari ketiga, keempat, kelima,
ketujuh atau kedelapan atau hari terakhir pada masa uji.

b. Menggunakan teknik penyaringan membrane


Bersihkan permukaan luar botol, tutup botol dengan bahan dekontaminasi
yang sesuai, ambil isi secara aseptic. Pindahkan secara aseptic seluruh isi
tidak kurang dari 10 wadah melalui tiap penyaring dari 2 rakitan
penyaring. Lewatkan segera tiap specimen melalui penyaring dengan
bantuan pompa vakum/tekanan. Secara aseptic, pindahkan membrane dari
alat pemegang, potong menjadi setengah bagian (jika hanya menggunakan
satu). Celupkan membrane atau setengah bagian membrane ke dalam 100
ml media inkubasi selama tidak kurang dari 7 hari. Lakukan penafsiran
hasil uji sterilitas.
Syarat:
Tidak boleh terdapat pertumbuhan mikroba.

4. Penetapan Kadar (Farmakope Indonesia Ed V hal 270


Lakukan penetapan kadar dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT)
Fase gerak buat campuran asetonitril p-air( kira-kira 1:3), sehingga waktu
retensi deksametason antara 3 menit dan 6 menit.
Prosedur suntikan secara terpisah masing-maisng sejumlah volume sama(5-
25 mikromililiter) larutan uji dan larutan baku kedalam kromatograf cair
kinerja tinggi yang dilengkapi dengan detector 254nm dan kolom 4,6 mm x 30
cmberisi bahan pengisi LI. Atur parameter sehingga respon puncak larutan
baku lebih kurang 0,6 kali skala penuh, koefisien variasi tidak lebih dari 3,0%
pada lima kali penyuntikan. Rekam kromatogram dan ukur respons puncak
utama larutan uji dan larutan baku.

IX. RANCANGAN KEMASAN


(terlampir)

X. DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi
IIIJakarta:Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1979.
2. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi IV.
Jakarta:Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1995.

3. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi V.


Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 2014.

4. Rowe, Raymond C, dkk. Handbook of Pharmaceutical Excipient. Sixth edition.


Washington D.C: American Pharmaceutical Association

5. Sweetman SC. Martindale The Extra Pharmacopoeia. 36rd edition. London: The
Pharmaceutical Press; 2008.
6. Reynolds JEF. Martindale The Extra Pharmacopocia 28th edition. London: The
Pharmaceutical Press; 1982.
7. Evory MC, Gerald K. Drug Information 2010. USA: American Society of Health-
System Pharmacist.

8. Evory MC, Gerald K. Drug Information 88. USA: American Society of Health
System Pharmacist; 2008.

Anda mungkin juga menyukai