Oleh:
Devi Monika Oktaviona (01174200029)
Febiona Souisa (01174200024)
Pengajar:
Karnelasatri, M.Si.
Claudya Zanet, S.Farm., M.Si.
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Rheologi terbagi menjadi dua kata yang berasal dalam bahsa Yunani yaitu
rheo yang berarti mengalir dan logos yang berarti ilmu. Maka istilah rheology
dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang sifat alir suatu cairan, dan
istilah ini pertama kalinya digunakan oleh Croeford dan Bigham dalam perecobaan
menggunakan deformasi dari padatan dan aliran cairan. Viksositas didefinisikan
sebagai resistensi cairan untuk mengalir, semakin tinggi viksositas, semakin sulit
cairan untuk mengalir (Attwood et al., 2008).
Tipe aliran pada viksositas cairan bebeda dan dibagi menjadi dua yaitu ada
yang disebut sebagi Newtonian dan non Newtonian, jenis aliran Non Newtonian
dibagi lagi berdasarkan sifat-sifat alirnya di bagi menjadi sifat alir yang
dipengaruhi waktu dan sifat alir yang tidak dipengaruhi waktu. Sehingga aliran
Newtonian adalah aliran yang merupakan aliran pelarut ideal dan membentuk
suatu pelarut yang sejati, serat campuran pelarut dan shering sress pada aliran ini
yaitu memiliki moleku yang sederhana dan kecil pada molekulnya, sedangkan non
newtonian memiliki shearing rate dan shearing stress sehingga pada viksositasnya
dapat berubah-berubah, karena tidak adanya juga hubungan linear dan berdasarkan
tekanan yang diberikan (Sinila, 2016).
Tidak dipengaruhi waktu menurut jenisnya dibagi lagi menjadi tiga, yaitu
aliran Plastis terdiri dari titik yang tidak melwati (0,0) atau pada titik tertentu yang
disebut sebagai harga yield dikarenakan kurva plastis yang memotong dan berada
di titik sumbu stress dan tidak memotong tepat mnemui titik (0,0), dan yield value
merupakan pecapaian cairan plastis yang tidak mencapai sumbu stressnya, serta
aliran plastis tersebut dapat digunakan pada partikel-partikel yang telah terflokulasi
dengan suspensi partikel besar, yang menyebabkan tidak terbentuknya endapan
yang rapat jika mengendap, dan jika dilakukan pengkocokan, akan segera
terdispresi dengan pembawanya. Pseudoplastis dipengaruhi jika viksositas pada
suatu cairan menurun maka kecepatan tekanan atau dapat disebut rate of share
meningkat, sedangkan jika shearing stress meingkat maka polimernya menjadi
teratur yang dapat menyebabkan kurangnya tahanan. Pseudoplastis dipotong
melalui titik (0,0) sehingga tidak memiliki harga yield, sistem alir ini sering
disebut sebagai shear-thinning atau sistem geser encer, dan jika tekanan tekanan
pada larutan digeser maka viksositas dari zatnya menurun, contohnya kecap dan
saus tomat. Dilatan adalah aliran kebalikannya dari pseudoplastis yang juga
digunakan sebagai sistem dari geser kental (shear-thickeningsystem) suspensi
terdeflokulasi yang berkonsentrasi tinggi pada partikelnya (50%), jika
viskositasnya meningkat, rate of shear bertambahnya dan pengeluarannya dari
wadah membutuhkan tekanan yang kuat, mekanisme kerja aliran dilatan yaitu pada
keadaan diam susunan partikel rapat dengan ruang antar patikel yang kecil, tetpi
pada saat dilakukan pengkocokan (shearing) partikel nya mengembang (bulk
)sehingga membutuhkan ruang dan menyebabkan ruangnya bertambah, sehingga
hambatan aliran membentuk pasta kaku pada area hambatan yang tidak dibasahi.
Contohnya pada bedak calamine dan pada sediaan salep dan pasta (Remington &
Gennaro, 1990).
Sedangkan yang dipengaruhi waktu dibedakan menjadi dua, yaitu
Thiksotropik adalah aliran jika dalam keadaan diam dapat terlihat seperti sediaan
gel, tetapi pada saat diberikan tekanan atau (shearing) pengkoncokan, struktur gel
tersebut akan terpecah dan partikel-partikelnya menjadi lurus disebut sol, tetapi
saat pengocokan dihilangkan dan didiamkan lagi, lama-kelamaan susunan partikel
sol berubah menjadi struktur gel kembali, terdapat dua kali proses pada kerja aliran
thiksotropik ini pertama berubah secara cepat, tetapi pada proses yang kedua
berjalan lambat, aliran thiksotropik biasa digunakan dalam sediaan farmasi
contohnya yaitu diaplikasikan pada suspense parenteral prokain penisilini G. Dan
Antitiksotropik merupaka aliran yang mekanisme kerjanya berbalik dengan
thiksotropik yaitu sol berubah menjadi gel lalu berubah lagi menjadi sol (sol-gel-
sol), contohnya digunakan dalam membuat sediaan yang mengandung zat padat
yang jumlahnya harus kurang dari (1-10%) dan terflokulasi seperti magma
magnesia (Martin & Bustamante, 1993).
BAB III
METODE
3.1 Alat dan Bahan
Alat dalam praktikum ini adalah pipa kapiler, bola hisap, gelas ukur, gelas
beaker, corong, stopwach, spindel, viskometer brookfid, gelas kimia 500ml, statif.
Bahan dalam praktikum ini adalah etanol 96%, oleum sesami, VGA 10%,
sirupus simplex, dan aquadest.
Aquadest 25 ml
Hentikan stopwatch
Etanol 95% 25ml
Hentikan stopwatch
Sirupus simpleks.
Hentikan stopwatch
Oleum sesami
Hentikan stopwatch
Viskometer Brookfid
a. Sampel Aquadest
Pada sampel ini, membutuhkan waktu yang sangat lama, maka kami
menghentikan pengamatan pada 1 jam 57 menit dan sampel masih berada
pada bagian cembung dari pipa kapiler, dapat dilihat melalui gambar
dibawah.
No Sampel Waktu Berat Pikometer Berat larutan
kosong
1. Air 76 detik 17,2 g 25,9 g
2. Etanol 105 detik 19,45 g 19,73 g
3. Sirup simplex 414 detik 13,74 g 29,85 g
4. Oleum sesami + 7020 detik 19,46 g 25,84 g
Diketahui:
Maka, dari hasil praktikum diatas maka didapat viskositas air ialah
0,8904 cp, viskostas etanol 0,937 cp, viskositas sirup simpleks 5,594 cp dan
viskositas oleum sesame 81,669 cp sehingga dapat dikatakan bahwa dalam
suatu zat cair, jika viskositas suatu zat cair yang didapat semakin besar
maka, benda padat akan susah bergerak.
4.2 Pembahasan
Pada viskositas pipa kapiler, menggunakan larutan aquadest sebagai
pembanding, dengan aquadest yang sudah memiliki ketetapan. Maka, dalam
praktikum ini dapat dinyatakan bahwa semakin membutuhkan waktu yang
banyak maka semakin besar juga viskositasnya.
Pada viskositas Brookfield , jika nomor spindle semakin besar maka
bentuk fisiiknya semakin kecil, dari hasil viskositas zat dinyatakan bahwa
sifat alir dari larutan ialah plastis, dan semakin besar kecepatan maka
viskositas dan range nya juga akan semakin besar, begitu juga sebaliknya.
BAB V
KESIMPULAN
Lachman, L., Kaning, J. L., & Lieberman, H. A. (1986). The Theory and Practice
of Industrial Pharmacy. Universitas Michigan : Lea and Febiger.