Anda di halaman 1dari 31

Acara I

KINETIKA: FERMENTASI DALAM


PRODUKSI MINUMAN VINEGAR
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FERMENTASI
`

Disusun oleh:
Nama: Oei, Jonathan Candra P
NIM: 12.70.0095
Kelompok: F5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015

1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan rata-rata jumlah mikroba/cc, optical density (OD), pH, dan total asam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Hasil Pengamatan Rata-rata Jumlah Mikroba/cc, Optical Density (OD), pH, dan Total Asam
MO Tiap Petak
Kelompo
k
F1

F2

F3

Perlakuan
Sari apel
cereviceae

Sari apel
cereviceae

Sari apel
cereviceae

Rata-rata/
Rata-rata/
MO Tiap
MO Tiap cc
Petak

Waktu
+

OD (nm)

pH

Total
Asam

S.

N0

1
1

2
4

3
8

4
7

2 x 107

0,3162

3,82

16,32

S.

N24
N48
N72
N96
N0

50
39
45
60
12

47
40
62
72
13

55
36
56
76
11

45
41
69
83
11

49,25
39
58
72,75
11,75

19,7 x 107
15,6 x 107
23,2 x 107
29,1 x 107
4,7 x 107

1,3558
1,5890
1,6233
1,8378
0,2721

3,24
3,35
3,37
3,40
3,24

19,20
14,40
14,59
14,02
16,51

S.

N24
N48
N72
N96
N0

81
169
78
300
28

101
123
72
300
15

92
157
101
300
22

93
179
128
300
16

91,75
157
94,75
300
20,25

36,7 x 107
62,8 x 107
37,9 x 107
120 x 107
8,1 x 107

1,0991
1,1038
0,9060
2,1425
0,3192

3,22
3,33
3,42
3,43
3,27

17,28
14,40
13,82
13,63
17,09

N24
N48
N72
N96

54
120
123
44

62
82
103
39

60
81
108
41

56
83
109
37

58
91,5
110,75
40,25

23,2
36,6
44,3
16,1

107
107
107
107

1,2458
1,4917
1,6415
1,2932

3,22
3,33
3,34
3,42

17,28
16,32
15,55
14,02

x
x
x
x

F4

Sari apel
cereviceae

S.

N0

F5

Perlakuan
Sari apel
cerevisiae

17

11

29

107
88
95
83

124
97
75
86

S.

8,3 x 107

N0

11

27

23

19

N24
N48
N72
N96

192
115
100
135

187
106
75
89

124
119
69
144

75
92
52
167

144,5
108
74
133,75

101
90
81
90
83
76
82
76
MO Tiap Petak

Waktu
+

20,75

42,2 x 107
105,5
35,6 x 107
89
32,9 x 107
82,25
32,7 x 107
81,75
Rata-rata/
Rata-rata/
MO Tiap
MO Tiap cc
Petak
8 x 107
20

N24
N48
N72
N96
Kelompo
k

26

57,8
43,2
29,6
53,4

x
x
x
x

107
107
107
107

0,4084

3,30

16,32

1,5120
1,5583
0,7487
0,7845

3,25
3,13
3,34
3,48

19,20
14,40
14,59
13,82

OD (nm)

pH

Total
Asam

0,3352

3,32

15,74

1,2911
1,3860
1,6958
1,4069

3,23
3,35
3,54
3,46

17,28
14,40
15,17
12,86

Pada praktikum ini dilakukan pengukuran jumlah biomassa sel pada vinegar hasil fermentasi. Pengukuran jumlah biomassa sel dilakukan
selama 5 hari yaitu pada jam ke-0, jam ke-24, jam ke-48, jam ke-96 dan jam ke-120. Berdasarkan hasil peng amatan, dapat dilihat bahwa
hasil yang diperoleh setiap kelompok menunjukkan hasil yang berbeda-beda meskipun jenis perlakuan yang dilakukan sama, yaitu sari apel
+ Saccharomyces cereviceae. Pada kelompok F1, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata/ mo tiap cc dan OD dari waktu N 0 hingga N96
mengalami fluktuasi; sedangkan nilai pH dari waktu N0 hingga N96 berkisar di pH 3 dan menunjukkan hasil yang fluktuatif; lalu nilai total
asam yang dihasilkan mengalami penurunan. Pada kelompok F2, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata/ mo tiap cc dari waktu N 0 hingga N96
mengalami peningkatan; sedangkan nilai pH dari waktu N0 hingga N96 berkisar di pH 3 dan menunjukkan hasil yang fluktuatif; begitu pula
dengan nilai OD dan total asam yang diperoleh juga menghasilkan nilai yang fluktuatif. Pada kelompok F3, dapat dilihat bahwa baik nilai
rata-rata/ mo tiap cc, OD, pH, dan total asam yang diperoleh dari waktu N0 hingga N96 menunjukkan hasil yang fluktuatif. Pada kelompok

F4, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata/ mo tiap cc dari waktu N0 hingga N96 mengalami fluktuasi; sedangkan nilai pH dari waktu N0
hingga N96 berkisar di pH3 dan menunjukkan hasil yang fluktuatif; begitu pula dengan nilai OD dan total asam yang diperoleh juga
menghasilkan nilai yang fluktuatif. Pada kelompok F5, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata/ mo tiap cc dari waktu N 0 hingga N96
mengalami fluktuasi; sedangkan nilai pH dari waktu N 0 hingga N96 berkisar di pH 3 dan menunjukkan hasil yang fluktuatif; begitu pula
dengan nilai OD dan total asam yang diperoleh juga menghasilkan nilai yang fluktuatif.

Grafik 1. Hubungan Optical Density (OD) dengan Waktu

Grafik Hubungan Absorbansi dengan Waktu


2.5000
2.0000

F1
F2

1.5000
Ansorbansi

F3
1.0000

F4
F5

0.5000
0.0000
N0

N24

N48

N72

N96

Waktu

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan OD dengan waktu untuk setiap
kelompok memiliki hasil yang berbeda-beda. Pada kelompok F1, F3, F4, dan F5 nilai
absorbansi mengalami kenaikan hingga N48 lalu masing masing mulai mengalami
perbedaan masing-masing. Pada kelompok F5 mengalami kenaikan pada awal sampai
N72, lalu mengalami penurunan.
Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu

Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Waktu


1400000000
1200000000
1000000000

F1
F2

800000000
Jumlah Sel Mikroorganisme

F3

600000000

F4
F5

400000000
200000000
0
N0 N24 N48 N72 N96
Waktu

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan jumlah sel dengan waktu untuk
setiap kelompok memiliki hasil yang berbeda-beda. Pada kelompok F5, hasil
mengalami peningkatan sampai puncaknya yakni pada N 24 lalu mengalami menurun
sampai pada N72 sampai pada akhirnya mengalamai penaikan kembali.
Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel dengan pH

Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pH


1400000000
1200000000
1000000000

Jumlah Sel Mikroorganisme

F1

800000000

F2

600000000

F3
F4

400000000

F5

200000000
0
3

3.1 3.3 3.5 3.7


3.2 3.4 3.6 3.8
pH

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan jumlah sel dengan pH untuk setiap
kelompok menghasilkan nilai yang fluktuatif. Pada kelompok F1, jumlah sel terbanyak
diperoleh pada nilai pH 3,4; sedangkan jumlah sel paling sedikit diperoleh pada nilai pH
3,8. Pada kelompok F2, jumlah sel terbanyak diperoleh pada nilai pH 3,4; sedangkan
jumlah sel paling sedikit diperoleh pada nilai pH 3,25. Pada kelompok F3, jumlah sel
terbanyak diperoleh pada nilai pH 3,35; sedangkan jumlah sel paling sedikit diperoleh
pada nilai pH 3,3. Pada kelompok F4, jumlah sel terbanyak diperoleh pada nilai pH
3,25; sedangkan jumlah sel paling sedikit diperoleh pada nilai pH 3,3. Pada kelompok
F5, jumlah sel terbanyak diperoleh pada nilai pH 3,25; sedangkan jumlah sel paling
sedikit diperoleh pada nilai pH 3,3.

Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel dengan Optical Density (OD)

Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Absorbansi


1400000000
1200000000

Jumlah Sel Mikroorganisme

1000000000

F1

800000000

F2

600000000
400000000

F3
F4
F5

200000000
0
0.0000 2.0000 4.0000
Absorbansi

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan jumlah sel dengan optical density
(OD) untuk setiap kelompok menghasilkan nilai yang fluktuatif. Pada kelompok F1
jumlah sel terbanyak diperoleh pada nilai OD 2,0000;. Pada kelompok F2 jumlah sel
terbanyak diperoleh pada nilai OD 2,0000;. Pada kelompok F3 jumlah sel terbanyak

diperoleh pada nilai OD 1,5000;. Pada kelompok F4 jumlah sel terbanyak diperoleh
pada nilai OD 1,5000;. Pada kelompok F5 jumlah sel terbanyak diperoleh pada nilai OD
1,2500;.
Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Total Asam


1400000000
1200000000
1000000000
800000000
Jumlah Sel Mikroorganisme

600000000

F1
F2
F3

400000000

F4

200000000

F5

Total Asam

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa hubungan jumlah sel dengan total asam untuk
setiap kelompok menghasilkan nilai yang fluktuatif. Pada kelompok F1 jumlah sel
terbanyak diperoleh pada nilai total asam 14,000;. Pada kelompok F2 jumlah sel
terbanyak diperoleh pada nilai total asam 14,000;. Pada kelompok F3 jumlah sel
terbanyak diperoleh pada nilai total asam 15,500;. Pada kelompok F4 jumlah sel
terbanyak diperoleh pada nilai total asam 18,000;. Pada kelompok F5 jumlah sel
terbanyak diperoleh pada nilai total asam 17,000;.

2. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai kinetika fermentasi dalam produksi
minuman vinegar. Kinetika merupakan proses awal yang penting dalam bagian
fermentasi khusunya pada bahan pangan. Utami et al (2009) menjelaskan dalam
jurnalnya bahwa materi mengenai kinetika pertumbuhan dalam proses fermentasi aka
membantu kita memahami mengenai proses fermentasi. Kinetika dalam proses
fermentasi

berisi

mengenai

pertumbuhan

suatu

mikroorganisme

yang

akan

menghasilkan produk baru.


Menurut Schlegel & Schmidt (1994) Fermentasi merupakan proses metabolisme yang
menghasilkan produk-produk pemecahan dari substrat organik yang berfungsi sebagai
donor atau akseptor hidrogen. Glukosa merupakan senyawa yang paling sering
digunakan oleh mikroorganisme dalam fermentasi karena Winarno et al (1980) sendiri
menjelaskan Glukosa ini nantinya akan dipecah menjadi etil alkohol, karbondioksida,
dan energi. Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi yeast pada gula ini berkisar
antara 10%-15%..
Pada praktikum ini substrat yang digunakan adalah sari apel. Matz (1992) menjelaskan
bahwa sari apel digunakan karena kadar gulanya merupakan faktor yang penting dalam
proses fermentasi, karena gula mempunyai peranan sebagai sumber karbon dalam
metabolisme yeast. Mengenai Cider sendiri dijelaskan oleh Ranganna (1978)
merupakan minuman hasil proses fermentasi dari sari buah dibuat dengan bantuan
khamir atau yeast, dan memiliki kadar alkohol yang rendah. Tri Rosandari et al (2013)
menjelaskan dalam jurnalnya mengenai faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan cider adalah penambahan gula, lama fermentasi, dan jenis khamir yang
digunakan. Yeast yang digunakan dalam praktikum ini adalah Saccharomyces
cereviseae. Rahman (1992) menjelaskan S. cerevisiae yang akan memfermentasi
glukosa dalam buah dan hasil pemecahan pati kemudian menghasilkan alkohol dan
CO2. Sharma & Caralli (1998) juga menamahkan bahwa Fermentasi alkohol
mendekomposisi heksosa dan menghasilkan etanol serta CO2, disebabkan oleh enzim
yang diproduksi oleh yeast dalam fermentasi. Winarno et al (1980 menjelaskan

10

mengenai karakteristik S. cerevisiae tumbuh baik pada keadaan aerob tetapi akan
melakukan fermentasi gula jauh lebih cepat pada keadaan anaerob.
Rahman (1992) menjelaskan bahwa sari apel akan mengalami proses fermentasi karena
adanya aktivitas yeast. Proses fermentasi yang terjadi terdiri atas dua tahap, yaitu
fermentasi utama dan fermentasi lanjutan. Pada proses fermentasi utama, gula akan
diubah menjadi alkohol, CO2 dan kalori oleh khamir sedangkan pada tahap kedua,
bakteri asam laktat akan mengubah asam malat menjadi karbondioksida. Reaksi yang
terjadi selama proses fermentasi menurut adalah:
C6H12O6
(karbohidrat)

2 C2H5OH + 2 CO2
(khamir)

(alkohol)

(gas)

Bakers yeast merupakan yeast yang diproduksi secara industri. Cooney et al., (1981)
menjelaskan bahwa spesies yeast yang dikomersialkan adalah yeast fermentasi
permukaan, yaitu jenis Saccharomyces cereviseae yang ditumbuhkan dalam suatu
fermentasi aerobik dengan metode fed batch. Yeast sendiri merupakan organisme
eukariotik yang termasuk kelompok fungi yang tidak membentuk spora aseksual dan
bersifat sebagai sel tunggal selama siklus pertumbuhan vegetatif. Yeast memilki enzim
yang dapat menghidrolisa sukrosa dan maltosa, namun yeast tidak dapat memecah pati
menjadi residu glukosanya. Dalam produksi yeast komersial, sel-sel dibiarkan tumbuh
dan berkembang biak dengan temperatur yang terkontrol dengan adanya pengadukan
dan aerasi. Proses produksi bakers yeast biasanya diproduksi secara fed-batch.
Hal-hal yag dapat mempengaruhi kualitas comercial bakers yeast (Saccharomyces
cereviseae) yakni stabilitas selama proses penyimpanan, osmotoleransi, ketahanan
terhadap pembekuan dan thawing, ketahanan rehidrasi dari yeast kering, serta warna.
Pada Saccharomyces cereviseae konsentrasi gula yang tinggi dan laju pertumbuhan
spesifik yang tinggi berpengaruh secara langsung dalam fermentasi alkohol atau
terbentuknya alkohol pada kondisi anaerob. Fermentasi alkohol selama proses produksi
bakers yeast sangat tidak diinginkan karena dapat mengurangi hasil biomassa. Menurut
Bhusan & Joshi (2006) dalam jurnalnya mengatakan bahwa proses fermentasi dari

11

bakers yeast akan sangat dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi sumber karbon, oksigen
terlarut saat proses agitasi, pH dan suhu.

Gambar 1. Sari apel


2.1.
CaraKerja
2.1.1. Pengukuran Biomassa dengan Haemocytometer
Langkah yang dilakukan sebelum dilakukan proses pengukuran biomassa, yakni proses
sterilisasi. Dwidjoseputro (1994) menjelaskan bahwa proses sterilisasi merupakan
proses pemanasan dengan suhu yang tinggi dengan tujuan utama untuk membunuh
mikroorganisme. Proses pengukuran biomassa pada praktikum ini menggunakan alat
yang disebut dengan Haemocytometer. Biomassa merupakan sejumlah sel yang berasal
dari pertumbuhan suatu mikrobia pada media cair ataupun media padat. Schlegel &
Schmidt (1994) sendiri menjelaskan untuk menetapkan massa bakteri dapat dilakukan
secara ISG, yaitu dengan menyelidiki massa segar atau massa kering. Massa segar
ditentukan setelah sel-selnya diendapkan dengan sentrifuse. Massa kering dapat
ditentukan setelah sel-sel yang sudah dicuci, disentrifuse dan dikeringkan.
Haemacytometer a dijelaskan oleh Chen & Pei (2011) merupakan sebuah alat yang
digunakan untuk menghitung jumlah sel dalam darah, namun alat ini juga bisa
digunakan untuk menghitung densitas sel dari alga yang tergolong kecil.
Haemacytometer digunakan untuk sel dengan densitas > 104 sel/ml. Haemacytometer
memiliki jumlah ruang yang berbeda beda yang tergantung pada produsen
pembuatnya. Namun pada umumnya haemacytometer ini memiliki bagian berukuran

12

1x1 cm2 yang kemudian terbagi menjadi sembilan bentuk persegi. Untuk meletakkan
sampel pada haemacytometer, sampel diambil dengan menggunakan pipet pasteur dan
tip lalu diletakkan di atas cekungan yang ada pada haemacytometer. Tutup permukaan
cekungan tersebut dengan menggunakan penutup kaca tipis dan amati dengan
menggunakan

mikroskop.

Keakuratan

penghitungan

secara

manual

dengan

menggunakan haemacytometer tergantung pada keakuratan pencampuran sampel (tanpa


gelembung), jumlah ruang / bilik yang dihitung, jumlah sel yang dihitung (biasanya 200
500 per 0,1 mm3).
Melalui penghitungan ini, maka akan diperoleh jumlah biomassa yang tumbuh dan
berkembangbiak selama waktu tertentu dan pada perlakuan tertentu. Setelah
diketahuinya jumlah biomassa, maka akan diketahui pula rata-rata mikroorganisme/
ccnya. Chen & Pei (2011) juga mengatakan bahwa keakuratan penghitungan secara
manual dengan menggunakan haemacytometer sangat dipengaruhi oleh keakuratan
pencampuran sampel, jumlah ruang atau bilik yang dihitung, dan jumlah sel yang
dihitung. Dengan demikian, hal ini sangat menentukan jumlah biomassa yang dapat
terhitung oleh praktikan selama proses praktikum.
Pada praktikum ini dilakukan proses inkubasi dalam shaker yang berfungsi sebagai
aerasi dan agitasi. Said (1987) menjelaskan bahwa aerasi harus tersedia untuk
mikroorganisme pada kultur yang di bawah permukaaan air dengan oksigen yang cukup
untuk syarat metabolik, sedangkan agitasi harus menjamin bahwa suspensi yang
seragam dari sel mikroba dapat dicapai pada medium nutrien yang homogen. Selama
fermentasi berlangsung, labu tempat bahan fermentasi diletakkan di atas shaker yang
kecepatannya dapat diatur. Mekanisme aerasi sendiri terjadi dari gerakan berputar
shaker menyebabkan media bergolak (Rahman, 1992). Tujuan dilakukannya
pengadukan menggunakan shaker adalah untuk mensuplai oksigen pada media dan
dalam penggunaannya dengan sumber karbon untuk membantu pertumbuhan mikrobia
secara aerobik (Said, 1987). Sedangkan tujuan utama aerasi yakni untuk menyediakan
oksigen yang cukup dalam kebutuhan metabolisme mikroorganisme dalam kultur
terendam, di mana agitasi harus dapat menjamin homogenitas suspensi sel-sel mikrobia
dalam medium nutrient. Agitator memiliki dua fungsi utama yaitu untuk mengecilkan

13

ukuran gelembung udara dan untuk mengurangi difusi serta membuat kondisi tetap
stabil dalam wadah (Stanburry & Whitaker, 1984).
Untuk melakukan proses shaker, praktikan menempatkan labu erlenmeyer yang telah
tertutup plastik, di atas shaker yang bergoyang. Hal tersebut sudah sesuai dengan apa
yang dikemukakan oleh Rahman (1992). Gaman & Sherrington, (1994) juga
menambahkan bahwa pemberian oksigen ini tidak boleh dilakukan secara berlebihan,
karena jika berlebihan akan menyebabkan respirasi aerob, sehingga enzim khamir akan
memecah senyawa gula secara lebih sempurna dan menghasilkan karbondioksida dan
air.

Gambar 2. Sterilisasi sari apel

Gambar 3. Sari Apel dalam shaker

Gambar 4. Pengukuran biomassa dengan Haemocytometer


2.1.2. Penentuan Total Asam Selama Fermentasi
Langkah kerja penentuan total asam selama fermentasi adalah pertama-tama, sebanyak
10 ml sampel ditetesi dengan 3 tetes PP. Kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi

14

dihentikan apabila larutan sampel berubah menjadi warna merah muda. Setelah itu,
kadar total titrasi ditentukan dengan rumus:
Total asam=

ml NaOH x N NaOH x 192


10ml sampel

Pengukuran asam ini dilakukan bersamaan waktunya dengan pengukuran biomassa.


Selanjutnya dibuat analisis kadar total asam sitrat selama fermentasi dan analisis
hubungan total biomassa dan kadar asam.
Pada proses titrasi ini digunakan NaOH sebagai titran. Petrucci & Suminar (1987)
menjelaskan bahwa titrasi dilakukan dengan memakai larutan standar yang bertujuan
untuk mendapatkan kadar zat terlarut maupun proses netralisasi. Metode titrasi yang
digunakan adalah metode alkalimetri berdasarkan pendapat Brady (1997) karena
menggunakan larutan alkali yaitu NaOH sebagai larutan standarnya. Sementara itu
indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah PP karena titran yang digunakan
adalah NaOH yang bersifat basa (Chang, 1991).

Gambar 5. Hasil titrasi


2.1.3. Pengukuran pH Minuman Vinegar
Langkah kerja pada pengukuran pH minuman veneger adalah pertama-tama larutan
sampel diambil sebanyak 10 ml. Kemudian sampel diukur dengan menggunakan pH
meter dan hasil pH yang terukur dicatat. Menurut Day & Underwood, (1992) mengenai
cara mengukur pH dengan menggunakan pH meter dengan benar yakni bahwa elektroda
pada pHmeter yang dicelupkan tidak boleh sampai menyentuh dasar atau permukaan
wadah karena dapat mempengaruhi keakuratan atau ketelitian pH larutan uji yang

15

sebenarnya. Data hasil pengamatan sebenarnya kurang sesuai dengan pendapat dari
Stanburry & Whitaker (1984), bahwa proses fermentasi akan menyebabkan pH suatu
substrat akan semakin asam karena adanya asam organik yang dikeluarkan dari
mikroorganisme ke dalam substrat karena terdapat peristiwa naik turun pH (fluktuatif
meskipun masih dalam kisaran dibawah 1). Maka dari itu dikatakan bahwa hasil yang
didapatkan dalam percobaan ini tidak sepenuhnya sesuai dengan teori.

Gambar 6. Pengukuran pH dengan pH meter

2.1.4. Penentuan Hubungan Absorbansi Dengan Kepadatan Sel


Selanjutnya yang akan dibahas adalah pengukuran absorbansi adalah 30 ml sampel
diambil dari kulturyeast yang telah dibiakan. Kemudia dilakukan penentuan Optical
Density (OD) dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm.
Pengamatan dilakukan selama 5 hari dan nilai OD yang didapatkan langsung dicatat dan
dibandingkan dengan hasil pengamatan kepadatan sel.
Prinsip pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer dijelaskan oleh Day, R.A &
A.I.Underwood, (1992) yakni membandingkan absorbsi energi radiasi pada panjang
gelombang tertentu dari larutan sampel terhadap larutan standar. Dalam analisa
spektroskopi, panjang gelombang yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan zat
tersebut mengabsorbsi energi radiasi pada panjang gelombang tersebut. Pada analisa ini,
makin tinggi nilai absorbansi, maka akan makin kecil nilai transmittance - nya. Jika
absorbance (A) digambarkan dalam sebuah grafik dengan konsentrasi suatu garis lurus
maka dapat diramalkan dengan menggunakan hukum Beers. Hal tersebut diperjelas
oleh Ewing (1976) bahwa dari garis lurus ini diketahui bahwa semakin meningkat
konsentrasinya maka meningkat pula nilai absorbansinya. Pada praktikum ini, panjang

16

gelombang yang digunakan adalah 660 nm. Hal ini sudah sesuai dengan apa yang
dijelaskan oleh Sevda & Rodrigues (2011) dalam jurnalnya yakni bahwa pengukuran
absorbansi untuk Saccharomyces cereviceae dilakukan pada panjang gelombang 660
nm.

Gambar 7. Pengukuran absrobansi dengan spektrofotometer


2.2.

Pembahasan Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh setiap
kelompok menunjukkan hasil yang berbeda-beda meskipun jenis perlakuan yang
dilakukan sama, yaitu sari apel dan Saccharomyces cereviceae. Pada kelompok F1,
dapat dilihat bahwa nilai rata-rata/ mo tiap cc mengalami fluktuasi dan OD dari waktu
N0 hingga N96 mengalami peningkatan; sedangkan nilai pH dari waktu N0 hingga N96
berkisar pH 3 dan menunjukkan hasil yang fluktuatif; lalu nilai total asam yang
dihasilkan mengalami penurunan. Pada kelompok F2, dapat dilihat bahwa nilai ratarata/ mo tiap cc dari waktu N 0 hingga N96 mengalami fluktuasi; sedangkan nilai pH
dari waktu N0 hingga N96 berkisar pH 3 dan menunjukkan hasil meningkat; begitu pula
dengan nilai OD dan total asam yang diperoleh juga menghasilkan nilai yang fluktuatif.
Pada kelompok F3, dapat dilihat bahwa baik nilai rata-rata/ mo tiap cc, OD, pH, dan
total asam yang diperoleh dari waktu N0 hingga N96 menunjukkan hasil yang fluktuatif.
Pada kelompok F4, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata/ mo tiap cc dari waktu N 0
hingga N96 mengalami peningkatan; sedangkan nilai pH dari waktu N 0 hingga N96
berkisar pH 3 dan menunjukkan hasil yang fluktuatif; begitu pula dengan nilai OD dan

17

total asam yang diperoleh juga menghasilkan nilai yang fluktuatif. Pada kelompok F5,
dapat dilihat bahwa nilai rata-rata/ mo tiap cc dari waktu N 0 hingga N96 mengalami
peningkatan; sedangkan nilai pH dari waktu N0 hingga N96 berkisar pH 3 dan
menunjukkan hasil yang fluktuatif; begitu pula dengan nilai OD dan total asam yang
diperoleh juga menghasilkan nilai yang fluktuatif.
2.2.1. Jumlah Sel dengan Waktu
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa hubungan jumlah sel dengan
waktu untuk setiap kelompok memiliki hasil yang berbeda-beda. Rahman (1992)
menjelaskan bahwa seharusnya semakin lama waktu fermentasi seharusnya semakin
banyak jumlah sel yang didapatkan. Selama persyaratan untuk kultur berkembang biak
dalam suatu substrat terpenuhi maka kultur tersebut akan hidup dan bertumbuh semakin
banyak. Hasil yang fluktuatif yang didapati oleh kelompok kelompok tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu substrat (jenis dan konsentrasi), ketersediaan
oksigen dan karakteristik dasar sel yeast yang dikembangkan (Rehm & Reed, 1995).
Judoamidjojo (1990) juga menambahkan bahwa waktu fermentasi juga tidak serta merta
akan menentukan fase pertumbuhan yang terjadi Tidak semua mikroorganisme memiliki
periode yang sama dalam setiap fase pertumbuhannya. Ada mikroorganisme yang
memiliki periode fase lag yang lama, atau fase log yang lama.
2.2.2. Jumlah Sel, Optical Density (OD), dan Waktu
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa hubungan antara ketiganya yaitu
jumlah sel, optical density (OD), dan waktu untuk setiap kelompok menghasilkan nilai
yang fluktuatif. Jumlah sel mikroorganisme ditunjukkan dengan larutan yang berwarna
keruh. Semakin keruh suatu larutan maka semakin banyak pula jumlah sel
mikroorganisme yang terdapat pada larutan. Apabila suatu larutan semakin keruh maka
semakin OD yang didapatkan juga semakin tinggi pula. Hal ini sudah sesuai dengan apa
yang dijelaskan oleh Hadioetomo (1993) bahwa kekeruhan pada larutan disebabkan
adanya mikroorganisme yang tumbuh. Anagnostopoulos et al (2010) dalam jurnalnya
menjelaskan bahwa semakin tinggi jumlah sel maka kekeruhannya akan meningkat.
Judoamidjojo (1990) juga menambahkan bahwa nilai OD semakin tinggi apabila sinar
yang dihamburkan semakin banyak hal ini dapat terjadi karena banyak massa sel yang

18

terdapat dalam suspense tersebut. Miller (1991) juga memperjelas bahwa hubungan
antara OD dengan pengukuran kepadatan sel adalah nilai OD dapat menunjukkan
terjadinya suatu fase pertumbuhan bakteri dengan sangat jelas. Nilai OD akan
mencapati titik yang stabil ketka fase pertumbuhan mikroorganisme berada pada fase
adaptasi. Apabila sudah mencapai fase eksponensial, maka nilai OD akan bertambah
tinggi karena pertumbuhan mikroba yang berada pada tahap maksimum sehingga
menyebabkan kekeruhan pada suspensi. Nilai OD akan menurun seiring dengan
terjadinya penurunan jumlah sel mikroba yang ditandai dengan kekeruhan yang
semakin memudar pada suspensi.
Pada hasil pengamatan didapati hasil yang fluktuatif yang dimungkinkan dapat terjadi
terjadi karena adanya metabolit sekunder yang bersifat toksik, yang dihasilkan oleh
yeast sehingga menyebabkan kematian yeast itu sendiri (Fardiaz, 1988). Kemungkinan
lain yang dapat terjadi adalah habisnya substrat. Jika substrat yang digunakan sebagai
sumber energi dan pertumbuhan mikroorganisme, habis, maka yeast akan mati karena
sudah tidak mampu beraktivitas lagi (Rahman, 1992). Selain itu, Rehm & Reed (1983)
juga menjelaskan faktor aerasi dan agitasi yang cukup, juga akan mempengaruhi
banyaknya mikroorganisme yang dapat bertahan hidup dan dapat teramati dalam plat
haemocytometer. Atlas (1984) juga menambahkan bahwa kemungkinan lain yang dapat
terjadi adalah kesalahan perhitungan secara manual pada saat menggunakan
haemocytometer.
2.2.3. Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa hubungan jumlah sel dengan total
asam pada kelompok F1-F5 mendapatkan nilai yang fluktuatif. Girindra (1986)
utamsendiri menjelaskan bahwa hasil yang fluktuatif dapat disebabkan karena titik TAT
yang berbeda pada saat melakukan titrasi sehingga menyebabkan jumlah total asam
yang didapatkan berbeda.

19

3. KESIMPULAN

Kinetika dalam proses fermentasi menggambarkan pertumbuhan dan pembentukan

produk oleh suatu mikroorganisme.


Fermentasi merupakan proses metabolisme yang menghasilkan produk-produk
pemecahan dari substrat organik yang berfungsi sebagai donor atau akseptor

hidrogen.
Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah sari apel.
Jenis yeast yang digunakan pada praktikum ini adalah Saccharomyces cereviceae.
Pengukuran biomassa menggunakan alat Haemocytometer.
Perlakuan shaker bertujuan untuk meningkatkan supply oksigen.
Mikroorganisme apabila berada di dalam fase yang berbeda akan memiliki jumlah

sel yang berbeda.


Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dalam larutan yang diuji, maka larutan

akan semakin keruh dan nilai Optical Density (OD)-nya akan semakin tinggi.
Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi,

maka pH-nya akan semakin rendah.


Semakin banyak jumlah sel Saccharomyces cereviceae, maka alkohol yang

dihasilkan akan semakin banyak.


Semakin lama waktu fermentasi, maka nilai total asam akan semakin tinggi karena
selama fermentasi akan dihasilkan asam-asam organik.

Semakin lama waktu fermentasi, maka nilai total asam akan semakin tinggi karena
selama fermentasi akan dihasilkan asam-asam organik.
Semarang, 9 Juli 2015

Oei, Jonathan Candra P


12.70.0095

Asisten dosen:
-Chaterine Meilani
-Metta Meilani
-Bernardus Daniel Herijanto

20

4. DAFTAR PUSTAKA
Anagnostopoulos, V.A.; Symeopoulos, B.D. and Soupioni, M.J. 2010. Effect of Growth
Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells.
https://www.academia.edu/4403404. Diakses pada tanggal 24 Juni 2015.
Atlas, R.M. 1984. Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard
Publishing Company. New York.
Bhushan, S. and Joshi, V.K. 2006. Bakers Yeast Production under Fed Batch Culture
from Apple Pomace. Journal of Scientific & Industrial Research.
http://www.researchgate.net/publication/228631892_Baker's_yeast_production_under_f
ed_batch_culture_from_apple_pomace. Diakses pada tanggal 24 Juni 2015.
Brady, J. E. (1997). Kimia Universitas. Bina Aksara Rupa. Jakarta.
Chang, R. 1991. Chemistry. MC Graw Hill. USA.
Chen, Y.W. and Pei, J.C. 2011. Automatic Cell Counting for Hemocytometers through
Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology.
Cooney, C.L.; Rehm, H.J. and Reed, G. 1981. Biotechnology volume 1. VCH.
Weinheim
Day, R.A & A.I.Underwood . (1992 ) . Analisa Kimia Kuantitatif . Erlangga . Jakarta.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Ewing, G.W. 1976. Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book
Company. USA.
Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta
Girindra, A. 1986. Biokimia 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gumbiro S. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Media Sarana Perkasa.
Jakarta

21

Fardias, Srikandi. 1988. Fisiologi Fermentasi. Lembaga Sumber Daya Informasi, IPB
Bogor.
Hadioetomo, R. S. 1993. Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar
Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Judoamidjojo, M. 1990. Teknologi Fermentasi. Rajawali Press. Jakarta.
Miller, Tyler G. 1991. Chemistry: A Basic Introdustion, 4th Ed. Wadsworth Publishing
Company:California.
Petrucci, R.H. dan Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi
Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Ranganna. 1978. Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.
Rehm and Reed, G. 1983. Food and Feed Production with Microorganisms Volume 5.
Weinheim Deerfield Beach. Florida.
Said, E.G. 1987. Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana
Perkasa. Jakarta.
Schlegel, H. G. & K. Schmidt . (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta
Sevda, S. and Rodrigues, L. 2011. Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains
During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava
Wine Production. http://www.omicsonline.org/fermentative-behavior-of-saccharomycesstrains-during-guava-psidium-guajava-l-must-fermentation-and optimization-of-guavawine-production-2157-7110.1000118.pdf. Diakses tanggal 24 Juni 2015
Sintha Soraya Santi. 2008. Pembuatan alkohol dengan proses fermentasi buah jambu
mete
oleh
khamir
Saccharomyces
Cerevisiae.
http://www.researchgate.net/publication/267383986. Diakses tanggal 24 Juni 2015.
Stanburry, P.F. and Whittaker. 1984. Principles of Fermentation Technology. Pergamon
Press. New York.

22

Tri Rosandari, M. Hasroel Thayib dan Nunik Krisdiawati 2013. Variasi Penambahan
gula
dan
lama
inkubasi
pada
proses
fermentasi
cider
kersen.
http://portal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789. Diakses tanggal 24 Juni 2015.
Utami, R.; Andriani, M.A.M.; dan Putri, Z.A. 2009. Kinetika Fermentasi Yoghurt Yang
Diperkaya Ubi Jalar (Ipomea Batatas). fp.uns.ac.id/jurnal/caraka%20XXV_1-51-55.pdf.
Diakses tanggal 24 Juni 2015
Winarno, F.G.; Fardiaz, S. dan Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.
PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

22

5. LAMPIRAN
5.1.

Perhitungan

5.1.1. Perhitungan Total Asam


Rumus :
Total asam =

ml NaOH x N NaOH x 192


10 ml

Kelompok F1
-

N0
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

1+4 +8+7
=5
4

1
7
5=2 10
7
2,5 10

N24
R atarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

1
49,25=19,7 107
7
2,5 10

N48
Ratarata/mikroorganisme tiap pet ak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

39+ 40+36+ 41
=39
4

1
39=15,6 10 7
7
2,5 10

N72
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganis me tiap cc=

50+ 47+55+ 45
=49,25
4

45+ 62+56+69
=58
4

1
58=23,2 107
7
2,5 10

N96
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

Kelompok F2

60+72+76+ 83
=72,75
4

1
7
72,75=29,1 10
7
2,5 10

23

N0
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

1
7
11,75=4,7 10
7
2,5 10

N24
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

N48

Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

169+123+157+179
=157
4

1
157=62,8 107
7
2,5 10

N72
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

81+101+92+93
=91,75
4

1
91,75=36,7 107
7
2,5 10

Ratarata/mikroorganisme tiap petak=

12+13+11+11
=11,75
4

78+72+101+128
=94,75
4

1
94,75=37,9 10 7
7
2,5 10

N96
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

300+300+300+ 300
=300
4

1
7
300=120 10
7
2,5 10

Kelompok F3
-

N0
Ratarata/mikroorg anisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

28+15+ 22+ 16
=20,25
4

1
20,25=8,1 107
7
2,5 10

N24
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=

54+ 62+ 60+56


=58
4

24

Ratarata/mikroorganisme tiap cc=


-

1
7
58=23,2 10
7
2,5 10

N48
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

1
91,5=36,6 107
7
2,5 10

N72
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

120+82+81+ 83
=91,5
4

123+103+108+109
=110,75
4

1
110,75=44,3 107
7
2,5 10

N96
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

44+39+ 41+ 37
=40,25
4

1
40,25=16,110 7
7
2,5 10

Kelompok F4
-

N0
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

1
20,75=8,3 10 7
7
2,5 10

N24
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorga nisme tiap cc=

26+17 +11+29
=20,75
4

101+97+107 +124
=105,5
4

1
105,5=42,2 107
7
2,5 10

N48
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

81+90+ 88+97
=89
4

1
7
89=35 , 6 10
7
2,5 10

25

N72
R atarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

83+76+95+ 75
=82,25
4

1
7
82,25=32,9 10
7
2,5 10

N96
Ratarata/mikroorganisme tiap pet ak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

82+76+ 83+86
=81,75
4

1
81,75=32,7 107
7
2,5 10

Kelompok F5
-

N0
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

1
7
20=8 10
7
2,5 10

N24
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

192+187+124+ 75
=144,5
4

1
144,5=57,8 107
7
2,5 10

N48
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

11+27 +23+19
=20
4

115+ 106+119+ 92
=108
4

1
108=43 ,2 107
7
2,5 10

N72
Ratarata/mikroorganisme t iap petak=
Ratarata/mikroorganisme tiap cc=

100+75+69+52
=74
4

1
74=29,6 107
7
2,5 10

N96
Ratarata/mikroorganisme tiap petak=

135+89+144 +167
=133,75
4

26

Ratarata/m ikroorganisme tiap cc=

1
7
133,75=53,4 10
7
2,5 10

1 Perhitungan Total Asam Selama Fermentasi


Rumus perhitungan Total Asam
Total asam=

ml NaOH normalitas NaOH 192


ml sampel

Kelompok F1
-

N0
Volume titrasi = 8,5 ml
Total asam=

8,5 0,1 192


=16,32
10

N24
Volume titrasi = 10 ml
Total asam=

10 0,1 192
=19,20
10

N48
Volume titrasi = 7,5 ml
Total asam=

7,5 0,1 192


=14,40
10

N72
Volume titrasi = 7,6 ml
Total asam=

7,6 0,1192
=14,59
10

N96
Volume titrasi = 7,3 ml
Total asam=

7,3 0,1 192


=14,02
10

Kelompok F2
-

N0
Volume titrasi = 8,6 ml
Total asam=

N24

8,6 0,1 192


=16,51
10

27

Volume titrasi = 9 ml
Total asam=
-

9 0,1 192
=17,28
10

N48
Volume titrasi = 7,5 ml
Total asam=

7,5 0,1 192


=14,40
10

N72
Volume titrasi = 7,6 ml
Total asam=

7,6 0,1192
=13,82
10

N96
Volume titrasi = 7,1 ml
Total asam=

7,1 0,1 192


=13,63
10

Kelompok F3
-

N0
Volume titrasi = 8,9 ml
Total asam=

8,9 0,1192
=17,09
10

N24
Volume titrasi = 9 ml
Total asam=

9 0,1 192
=17,28
10

N48
Volume titrasi = 8,5 ml
Total asam=

8,5 0,1 192


=16,32
10

N72
Volume titrasi = 8,1 ml
Total asam=

8,1 0,1 192


=15,55
10

N96
Volume titrasi = 7,3 ml

28

Total asam=

7,3 0,1 192


=14,02
10

Kelompok F4
-

N0
Volume titrasi = 8,5 ml
Total asam=

8,5 0,1 192


=16,32
10

N24
Volume titrasi = 10 ml
Total asam=

10 0,1 192
=19,20
10

N48
Volume titrasi = 7,5 ml
Total asam=

7,5 0,1 192


=14,40
10

N72
Volume titrasi = 7,6 ml
Total asam=

7,6 0,1192
=14,59
10

N96
Volume titrasi = 7,2 ml
Total asam=

7,2 0,1 192


=13,82
10

Kelompok F5
-

N0
Volume titrasi = 8,2 ml
Total asam=

8,2 0,1 192


=15,74
10

N24
Volume titrasi = 9 ml
Total asam=

9 0,1 192
=17,28
10

29

N48
Volume titrasi = 7,5 ml
Total asam=

7,5 0,1 192


10

14,40
-

N72
Volume titrasi = 7,9 ml
Total asam=

7,9 0,1 192


=15,17
10

N96
Volume titrasi = 6,7 ml
Total asam=

5.2.

Foto

N0

N72

N96

6,7 0,1 192


=12,86
10

30

5.3.
5.4.

Laporan sementara
Jurnal

Anda mungkin juga menyukai