Anda di halaman 1dari 6

PRAKTIKUM DARING FISIOLOGI HEWAN

NAMA : SEPTIANI
NIM : 1810421001
KELAS : A

1. Laju Respirasi Hewan


a. Silahkan download penuntun praktikum Fisiologi Hewan pada tautan berikut
http://biologi.fmipa.unand.ac.id/index.php?option=com_content&view=category&layou
t=blog&id=126&Itemid=353
b. Silahkan amati tahapan kerja laju respirasi hewan pada tautan video berikut
https://www.youtube.com/watch?v=rMp9R1Fq0lY&ab_channel=DrBhavsarBiology
c. Pelajari landasan teori yang ada pada penuntun praktikum fisiologi hewan dan kerjakan
lembar kerja praktikum pada lembaran ini.
d. Untuk praktikum laju respirasi hewan, hewan yang diuji terdiri dari kecoak, cicak, dan
capung yang masing-masing mempunyai berat 5 gram, 30 gram, dan 15 gram.
e. Uji dilakukan selama 10 menit.
f. Lembar kerja praktikum:
Analisis laju respirasi tiga jenis hewan pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Analisis Laju Respirasi Beberapa Jenis Hewan


No. Hewan Skala manometer perubahan Laju respirasi
Awal Akhir skala (ml/g bb/menit)
1 2 3 Rata- 1 2 3 Rata-
rata rata
1 Kecoak 5 5 5 5 10 13 11,5 11,5 6,5 0,13
2 Cicak 5 5 5 5 40 38 38 38,7 33,7 0,11
3 Capung 5 5 5 5 25 27 28 26,7 21,7 0,14

Hal ini didukung oleh pendapat Jasin (1983) bahwasannya hewan-hewan tingkat rendah tidak
memiliki alat per-nafasan khusus sehingga oksigen dapat langsung masuk dengan cara difusi.
Respirasi pada serangga seperti kecoa menggunakan proses respirasi untuk men-dapatkan suplai
energi dengan mengambil oksigen dari udara luar (Chown dan Nicolson, 2004). Oksigen akan
ditransfer menuju sel dan digunakan untuk respirasi oksidatif yang berperan dalam proses serapan
energi (Klowden, 2007). Sedang-kan respirasi pada reptil, contohnya cicak, mekanisme respirasinya
berlangsung melalui azas pompa hisap (suction pump) dengan menggunakan organ paru-paru
(Santoso, 2009).
Menurut Sumakno (2011) sistem pernafasan dari Hemidactylus frenatus sangat kompleks,
sehingga ketika udara masuk,harus disaring dan melewati beberapa tahap terlebih dahulu sebelum di
sebar ke seluruh permukaan tubuh. Hal ini menyebabkan Hemidactylus frenatus memiliki laju
respirasi yang lebih lambat dibandingkan Periplaneta americana. Sumakno juga menjelaskan
bahwasannya kebanyakan reptil bernapas dengan paru-paru. Contohnya buaya, kadal, ular, kura-kura,
komodo dan cicak.

2. Uji Golongan Darah


a. Silahkan amati tahapan kerja uji golongan darah pada tautan video berikut
https://www.youtube.com/watch?v=tPPkj-26epc&ab_channel=ATLMIndonesia
b. Pelajari landasan teori yang ada pada penuntun praktikum fisiologi hewan dan kerjakan
lembar kerja praktikum pada lembaran ini.
c. Lembar kerja praktikum:
Tentukan golongan darah dari masing-masing individu dari tabel di bawah ini:

Tabel 2. Hasil Golongan Darah Beberapa Individu


No. Nama Koagulasi Golongan Darah
Individu Anti A Anti B

1. Individu A + - A
2. Individu B + + AB
3. Individu C - + B
4. Individu D - + B
5. Individu E - - O
66. Individu F + + AB
7. Individu G - - O
Menurut pendapat Wulangi (1993), golongan darah 0 merupakan golongan darah yang paling banyak
dijumpai pada hampir 47 % penduduk dunia, sedangkan golongan darah AB adalah yang paling
sedikit dijumpai, hanya sekitar 3 % dari jumlah penduduk dunia. Ryan (2009) mengatakan bahwa di
dunia ini kebanyakan manusia berdarah 0 karena melalui keturunan yang selalu memiliki gen 0.
Orang yang berdarah A memiliki peluang untuk mempunyai keturunan berdarah 0. Begitu pula pada
orang yangberdarah B akan memiliki peluang banyakmemiliki keturunan berdarah 0. Sehingga darah
0 yang resesif banyak muncul pada keturunan.
Pada darah individu yang memiliki golongan darah 0, saat diuji dengan serum anti A maupun
serum anti B, tidak ada diantara keduanya yang mengalami koagulasi. Hal ini sesuai dengan literatur
bahwasannya jika kedua serum anti-A dan anti-B tidak mengakibatkan aglutinasi, maka individu
tersebut tidak memiliki aglutinogen (golongan darah 0) (Wijaya, 2009). Yatim (1990) menegaskan
kembali bahwa golongan darah O tidak mengandung anti gen A dan B dalam eritrosit, tetapi terdapat
kedua aglutinin α dan aglutinin β dalam plasma.
Pada individu yang memiliki golongan darah A, saat diuji dengan serum anti A dan serum
anti B, terjadi koagulasi pada serum anti A. Hal ini sesuai dengan literatur bahwasannya golongan
darah A mengandung aglutinogen tipe A dan aglutinin anti B sehingga darah mengalami aglutinasi
saat ditetesi serum anti A (Guyton, 1996). Sedangkan, pada darah yang memiliki golongan darah B,
saat diuji dengan serum anti A dan serum anti B, terjadi koagulasi pada serum anti B. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwasannya individu dengan golongan darah B akan memproduksi aglutinin anti A
dalam plasma dan memili aglutinogen tipe B secara alami (Goodnight, 2011).
Golongan darah yang paling sedikit dimiliki adalah golongan darah AB. Hal ini dikarenakan
golongan darah AB hanya memiliki dua kemungkinan golongan darah yaitu golongan darah A dan
golongan darah B. Hal ini didukung oleh literatur, bahwasannya Golongan darah AB sangat langka
atau jumlahnya di dunia ini sangat sedikit dibandingkan dengan golongan darah lain karena hanya ada
dua peluang untuk golongan darah ini yaitu anti gen A dan antigen B (Ryan,2009). Pada individu
yang memiliki golongan darah AB, saat diuji dengan serum anti A maupun serum anti B, terjadi
koagulasi pada darah yang ditetesi kedua serum tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur bahwasannya
jika kedua serum anti-A dan anti-B mengakibatkan aglutinasi, maka individu tersebut memiliki
aglutinogen A dan B (golongan darah AB) (Wijaya, 2009). Yatim (1990) menegaskan kembali bahwa
golongan darah AB mengandung anti gen A dan B dalam eritrosit, tetapi tidak terdapat kedua
aglutinin dalam plasma darah.
3. Analisis Urine
a. Silahkan amati tahapan kerja analisis urine pada tautan video berikut
https://www.youtube.com/watch?v=dT-
6WOST3Mc&ab_channel=FakultasKedokteranUniversitasAndalas
b. Pelajari landasan teori yang ada pada penuntun praktikum fisiologi hewan dan kerjakan
lembar kerja praktikum pada lembaran ini.
c. Berikut adalah hasil dari uji analisis urine

Gambar 1. Hasil analisis glukosa dalam urine (sumber: Jihan Aprilia Nawawi)

d. Tentukan kadar glukosa pada gambar di atas pada lembar kerja praktikum menggunakan
panduan tabel di bawah ini:

Tabel 3. Hubungan warna larutan analisis urine dengan jumlah kadar glukosa yang terkandung
didalamnya

e. Lembar Kerja Praktikum

Tabel 4. Penentuan Kadar Glukosa Urine Secara Semikuantitatif


No. Perlakuan Warna Larutan Skor Kadar Glukosa Keterangan
1. A Biru jernih 0 <0,5%
2. B Hijau 1 0,5-1%
3. C Hijau 1 0,5-1%
kekuningan
4. D Hijau 1 0,5-1%
kekuningan
5. E Kuning keruh 2 1-1,5%
6. F Kuning keruh 2 1-1,5%

Hal ini sesuai dengan pendapat Despopoulus (1998) bahwa urin akan berubah warna jika
ditambahkan larutan glukosa. Warna urin akan semakin memudar jika diberikan glukosa dengan
konsentrasi tinggi. Perubahan warna urin manusia normal pada uji benedict ini disebabkan karena
naiknya kadar gula pada urin manusia normal tersebut.
Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urin. Glukosuria dapat terjadi
karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kapasitas maksimum tubulus untuk
mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada kondisi diabetes mellitus, tirotoksikosis,
sindroma Cushing, phaeochromocytoma, pe-ningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang
rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan sindroma Fanconi
(Syaifuddin, 1997).
Dengan pengujian kadar glukosa secara semikuantitatif ini menjadikan glukosa sebagai
pereduksi. Kadar glukosa yang semakin tinggi maka warna urin setelah diberi benedict akan berwarna
merah keruh. Reagen benedict tereduksi serta mengalami perubahan warna jika direduksi oleh
glukosa. Pereaksi Benedict yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh
gula yang menpunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa), yang dibuktikan dengan
terbentuknya kuprooksida berwarna merah atau coklat. Uji glukosa ini sering tidak valid jika reagen
yang digunakan telah kedaluawarsa atau terbuka terlalu lama di udara dan bercampur dengan air
(Soebroto, 1989).

Tabel 5. Jenis-Jenis Sedimen Urine


No. Sedimen Urine Jenis/Tipe sedimen
Bulat
1

2 Serat-serat tumbuhan
3 Epitel silinder

4 Tripelfosfat

Hal ini sesuai dengan pendapat Yatim (1990) bahwa sedimen urin secara mikroskopis dapat
diidentifikasikan sebagai unsur-unsur yang terdapat dalam urin, keadaan normal sedimen urin
mengandung unsur-unsur dalam jumlah sedikit. Pada sirkulasi darah seperti sel darah putih, sel darah
merah. Pada cemaran dari saluran kelamin: spermatozoa, sel epitel, silinder, dan pada luar tubuh atau
unsur asing ditemukan bakteri, fungi.
Pada urin segar pada orang normal jernih. Kekeruhan ringan disebut nubecula yang terdiri
dari lendir, sel epitel dan leukosit yang lambat laun mengendap. Dapat pula disebabkan oleh urat
amorf, fosfat amorf yang mengendap. Urin yang telah keruh pada waktu dikeluarkan dapat
disebabkan oleh sedimen seperti epitel, leukosit dan eritrosit dalam jumlah banyak. Kristal asam urat,
kalsium oksalat, triple fosfat dan bahan amorf merupakan kristal yang sering ditemukan dalam
sedimen dan tidak mempunyai arti, karena kristal-kristal itu merupakan hasil metabolisme yang
normal. Sel epitel mempunyai nilai normal sekitar 10 sel per lapang pandang besar, berbentuk
skuamosa. Sel epitel yang lebih daripada jumlah normal berkaitan dengan infeksi saluran kemih dan
glomerulonefritis. Sedangkan bentuk sel epitel abnormal dikaitkan dengan keganasan setempat
(Scanlon, 2000).
Silinder adalah endapan protein yang terbentuk didalam tubulus ginjal, mempunyai matrix
berupa glikoprotein (protein Tamm Horsfall) dan kadang-kadang dipermukaannya terdapat leukosit,
eritrosit dan epitel. Pembentukan silinder dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain osmolalitas,
volume, pH dan adanya glikoprotein yang disekresi oleh tubuli ginjal. Dikenal bermacam-macam
silinder yang berhubungan dengan berat ringannya penyakit ginjal. Banyak peneliti setuju bahwa
dalam keadaan normal bisa didapatkan sedikit eritrosit, lekositdan silinder hialin. Terdapatnya silinder
seluler seperti silinder leukosit, silinder eritrosit, silinder epitel dan sunder berbutir selalu
menunjukkan penyakit yang serius. Pada pielonefritis dapat dijumpai silinder lekosit dan pada
glomerulonefritis akut dapat ditemukan silinder eritrosit. Sedangkan pada penyakit ginjal yang
berjalan lanjut didapat silinder berbutir dan silinder lilin (Wulangi, 1979).

REFERENSI

Chown, S. L. and S. W. Nicolson. 2004. Insect Physiological Ecology. Oxford University Press.
New york.
Despopoulus, A. 1998. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi. Hipokratea: Jakarta
Jasin, M. 1983. Sistematik Hewan Invertebrata dan Vertebrata. Sinar Wijaya. Surabaya.
Chown, S. L. and S. W. Nicolson. 2004. Insect Physiological Ecology. Oxford University Press.
New york.
Goodnight SH, Hathaway WE. 2011. Disorder of haemostatis & thrombosis a clinical guide.
Mc Graw Hills. New York.
Guyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Terjemahan.
Kedokteran EGC. Jakarta
Klowden, M. J. 2007. Physiological Systems in Insects. Elseiver. USA.
Santoso, P. 2009. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Universitas Andalas. Padang.
Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Soebroto, G. 1989. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian rakyat. Jakarta
Sumakno, T. 2011. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi. ECG. Jakarta.
Ryan, Maulana M. 2009. Diktat Praktikum Anatomi dan Fisiologi Ternak. FMIPA UB.
Malang.
Wijaya, Gede Eka. 2009. Golongan Darah. Repository USU. Medan.
Wulangi, K.S. 1993. Prinsip - Prinsip Fisiologi Hewan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta.
Yatim, Wildan. 1990. Biologi Modern Nistologi. Tarsito. Bandung.

4. Lembaran ini jika telah selesai dikerjakan dapat dikumpulkan/diunggah melalui tautan
berikut:
https://drive.google.com/drive/folders/1cVS992EWRe42NizVgRvMZi_Tv341AXxe?usp=shari
ng dengan format PDF dengan nama file Kelas_Nama_NIM (ex: A_Brad Pitt_2010200201)
paling lambat tanggal 14 Desember 2020.

Anda mungkin juga menyukai