Anda di halaman 1dari 9

PENGUKURAN KADAR ALBUMIN SERUM

Nama : Alya Kusuma


NIM : B1A018074
Rombogan : III
Kelompok :2
Asisten : Nabilla Gina Irwanti

LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOBIOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Albumin adalah protein yang larut dalam air, mengendap pada pemanasan.
Albumin digunakan untuk segala jenis protein monomer yang larut dalam air atau
garam. Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh
manusia (sekitar 55 – 60%) dari protein serum yang terukur. Protein ini disintesa
oleh hati. Serum darah albumin merupakan protein yang menegang tekanan
onkotik terbesar untuk mempertahankan cairan vaskuler, membantu metabolisme
dan transportasi obat-obat, anti peradangan, anti oksidan, keseimbangan asam
basa. Albumin terdiri dari rantai polipeptida tunggal dengan berat molekul 66.4
kDa dan terdiri dari 585 asam amino (Manggabarani et al., 2018). Menurut
Hoogenboezem dan Duvall (2018), albumin merupakan protein paling melimpah
dalam darah manusia dengan konsentrasi sekitar 40 mg/mL dan berat molekulnya
67 kDa. Albumin disintesis di hati, dan setiap harinya, sekitar 13-14 g albumin
memasuki sirkulasi.
Albumin dalam tubuh manusia dewasa disintesa oleh hati sekitar 100-200
mikrogram per gram jaringan hati per hari, didistribusikan secara vaskuler dalam
plasma dan secara ekstravaskuler dalam kulit, otot, dan beberapa jaringan lain.
Sintesa albumin dalam sel hati dilakukan dalam dua tempat, pertama pada polisom
bebas dimana dibentuk albumin untuk keperluan intravaskuler. Poliribosom yang
berkaitan dengan retikulum endoplasma dimana dibentuk albumin untuk
didistribusikan ke seluruh tubuh (Suprayitno, 2003).
Albumin memiliki beberapa fungsi seperti, mempertahankan tekanan
ongkotik plasma agar tidak terjadi asites, membantu metabolisme dan transportasi
berbagai obatobatan dan senyawa endogen dalam tubuh terutama substansi
lipofilik (fungsi metabolit, pengikaradikaltan zat dan transport carrier), anti-
inflamasi, membantu keseimbangan asam basa karena banyak memiliki anoda
bermuatan listrik, antioksidan dengan cara menghambat produksi radikal bebas
eksogen oleh leukosit polimorfonuklear, mempertahankan integritas
mikrovaskuler sehingga dapat mencegah masuknya kuman-kuman usus ke dalam
pembuluh darah, agar tidak terjadi peritonitis bakterialis spontan, memiliki efek
antikoagulan dalam kapasias kecil melalui banyak gugus bermuatan negative yang
dapat mengikat gugus bermuatan positif pada antirombin III (heparin like effect),
inhibisi agregasi trombosit (Manggabarani et al., 2018). Menurut Merthayasa et
al. (2019), albumin mempunyai fungsi penting dalam memelihara tekanan
osmosis darah yaitu sebagai cadangan asam amino untuk protein jaringan dan
nilai kadar albumin dapat turun karena hambatan sintesa albumin, break down
albumin yang berlebihan akibat penyakit, dan peningkatan konsentrasi globulin.

B. Tujuan
Tujuan praktikum acara ini adalah dapat melakukan pemeriksaan kadar
albumin dalam darah.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah mencit (Mus
musculus), serum darah mencit, reagen Brom Cresol Green (BCG), CCL 4, dan
Spirullina sp.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah kuvet, eppendorf 1,5
ml, sentrifugator, tabung reaksi, rak tabung reaksi, mikropipet dan tip,
spektrofotometer.
B. Cara Kerja
1. Sebanyak 8 buah kandang mencit dipersiapkan, diberi sekam dan botol minum,
maisng-masing diisi 1 ekor mencit.
2. Sebanyak 4g Spirulina platensis dicampur dengan 100 mL air distilasi dan
dihomogenkan. Hasil campuran tadi disuplementasikan pada 1/4 kg pakan
mencit lalau dikeringkan di bawah sinar matahari dan disimpan dalam wadah
yang tertutup rapat.
3. Mencit diberi pakan yang sudah tersuplementasi Spirulina platensis sebanyak
5% dari berat tubuh mencit selama 7 hari, dua hari sekali.
4. Pada hari ke-8, dilakukan uji tantang CCL4 pada mencit sebanyak 0.07 mL per
30 g berat badan tubuh mencit.
5. Darah mencit diambil dari vena orbitalsi sebanyak 3 mL menggunakan spuit
pada hari ke-0 (sebelum diberi Spirulina platensis), hari ke-8 (sebelum uji
tantang), dan hari ke-10 (setelah uji tantang).
6. Sampel darah dipersiapkan
a. Darah probandus diambil sebanyak 3 ml menggunakan spuit.
b. Darah dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan disentrifugasi dengan
kecepatan 4000 rpm selama 10 menit, kemudian diabil serumnya (supernatan)
untuk sampel.
c. Serum diambil sebanyak 40 µL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
7. Reagen BCG ditambahkan sebanyak 2000 µL.
8. Campuran diinkubasi selama 10 menit dalam suhu ruang, kemudian diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 578
nm.
9. Kadar albumin dihitung dengan rumus:
Absorbansi sampel : absorbansi x 4 g/dL

Nilai normal:
Manusia : 3.5 - 5.0 g/dL
Tikus : 3.4 - 3.7 g/dL
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Albumin
Dosis Absorbansi Sampel Kadar Albumin (g/dL)
0 0,395 1,810
2 0,620 2,841
3 0,707 3,240
4 0,713 3,267
5 1,035 4,743

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Total Protein


Dosis Absorbansi Sampel Kadar Total Protein
(g/dL)
0 0,310 4,234
2 0,316 4,316
3 0,450 6.147
4 0,455 6,215
5 0,629 8,592
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan hasil bahwa semakin tinggi
dosis Spirulina platensis yang diberikan maka semakin tinggi pula kadar
albumin tikus. Menurut Sutedjo (2007), kadar normal albumin pada tikus jantan
adalah 3,0 - 5,1 g/L. Hal ini menunjukan bahwa diantara semua dosis Spirulina
platensis yang diberikan kepada mencit belum mencukupi untuk menghasilkan
kadar albumin yang normal. Sementara itu, hasil pemeriksaan kadar total
protein juga menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis Spirulina platensis
semakin tinggi pula kadar total proteinnya. Menurut Sammad et al. (2017),
kadar protein normal pada tikus betina adalah 6 - 8 g/dL. Hal ini menunjukkan
bahwa dosis 3 dan 4 sudah mencukupi untuk menghasilkan kadar protein yang
normal.
Pemeriksaan kadar albumin serum dalam darah dapat dilakukan
menggunakan metode Bromocresol Green (BCG). Langkah-langkah yang perlu
dilakukan diantaranya adalah mempersiapkan kandang mencit 8 buah lengkap
dengan sekam dan botol minum beserta mencitnya masing-masing kandang
berjumlah 1 ekor, Spirulina platensis sebanyak 4 g dihomogenkan dengan air
dan disuplementasikan pada 1/4 kg pakan mencit, kemudian setelah dikeringkan
di bawah sinar matahari lalu dilakukan percobaan pada mencit selama 7 hari,
dua hari sekali. Selanjutnya adalah melakukan uji tantang CCL4 pada mencit,
serum darahnya diambil, darah probandus diambil 3 mL menggunakan spuit,
disentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit, lalu diambil supernatannya untuk
sampel. Serum diambil sebanyak 40 µL dan masukkan tabung reaksi. Setelah
itu, reagen reagen BCG ditambahkan sebanyak 2000 µL. Selama 10 menit,
campuran diinkubasi dan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 578 nm. Terakhir, Kadar total proteinnya dihitung.
Kadar albumin dalam tubuh dipengaruhi oelh beberapa hal, diantara yang
pertama adalah makanan atau gizi. Kadar albumin digunakan sebagai indikator
perubahan biokimia yang berhubungan dengan simpanan protein tubuh dan
berkaitan dengan perubahan status gizi, walaupun tidak sensitif. Faktor kedua
adalah fungsi hati dan ginjal. Ketiga, penyakit yang menyertai, penyakit yang
diderita membutuhan lebih banyak gizi dan oksigen untuk pembentukan energi
guna penyembuhan penyakit yang diderita (Hasan & Indra, 2008).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


Pemeriksaan kadar albumin serum dalam darah dapat dilakukan menggunakan
metode Bromocresol Green (BCG). Semakin tinggi dosis Spirulina platensis yang
diberikan, maka semakin tinggi pula kadar albumin yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, I. & Indra, T. A., 2008. Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati.
Medicinus: Scientific Jurnal of Pharmaceutical Develoment and Medical
Application, 21(2), pp. 3-6.

Hoogenboezem, E. N. & Duvall, C. L., 2018. Harnessing ALbumin as A Carrier for


Cancer Therapies. Advanced Drug Reviews, 130(1), pp. 73-89.

Manggabarani, S., Nurhafsah., Laboko, A. I. & Masriani., 2018. Karakteristik


Kandungan Albumin pada Jenis Ikan di Pasar Tradisional Kota Makassar.
Jurnal Dunia Gizi, 1(1), pp. 30-35.

Merthayasa, J. D., Jayanti, P. D., Indarjulianto, S., Permana, R. H., Destinanda, N.


L. & Wijayanti, A. D., 2019. Pengaruh Pemberian Serum Albumin Manusia
terhadap Kadar Albumin dalam Darah pada Anjing dengan Status
Hipoalbuminemia, Jurnal Sain Veteriner, 37(1), pp. 34-40.

Sammad, F. H. A., Athiroh, N. & Santoso, H., 2017. Pemberian Ekstrak Metanolik
Scurulla atropurpurea (BI) Dans Secara Subkronnik Terhadap Protein Total
Dan Albumin Tikus Betina. E-Jurnal Ilmiah Biosaintropis, 2(2), pp. 49-54.

Suprayitno, E., 2003. Albumin Ikan Gabus (Ophiocepgalus striatus) sebagai


Makanan Fungsional Mengatasi Permasalahan Gizi Masa Depan. Fakultas
Perikanan Universitas Brawijaya Malang.

Sutedjo, A. Y., 2007. Mengenala Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan


Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books.

Anda mungkin juga menyukai