Anda di halaman 1dari 7

METODE SAMPLING DAN KOLEKSI SPESIMEN HEWAN

Oleh:
Nama : Alya Kusuma
NIIM : B1A018074
Rombongan : VII
Kelompok :2
Asisten : Pramudia Muhammad Rizki

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pengambilan suatu data dapat dilakukan dengan dua metode pengumpulan data,
yaitu sensus dan sampling. Sensus dilakukan jika seluruh elemen atau objek
diobeservasi atau diteliti dan hasilnya merupakan data sebenarnya (parameter).
Sedangkan metode sampling dilakukan jika sebagian saja populasi yang menjadi sampel
diobservasi dan hasilnya merupakan data perkiraan (estimate). Peneliti biasanya
menggunakan pengumpulan pengumpulan data dengan menggunakan metode sampling,
karena dengan sampling kita dapat mengambil kesimpulan tentang keadaan populasi
secara keseluruhan (Nurhayati, 2008).
Koleksi spesimen yaitu pengawetan yang digunakan untuk mempertahankan
organ spesimen. Teknik koleksi dibedakan menjadi dua yaitu koleksi basah dan koleksi
kering. Koleksi kering dilakukan untuk hewan seperti kelas Mamalia, Amphibi dan
Aves, sedangkan koleksi basah digunakan untuk kelas Reptil dan Pisces (Tjakrawidjaya,
1999). Bahan kimia (alkohol 70%, formaldehid 4%, akuades dan kloroform) digunakan
untuk membuat awetan spesimen basah ( Yudha et al., 2016). Manfaat dan dayaguna
koleksi spesimen menurut Suhardjono (1999), diantaranya yaitu membantu dalam
mengidentifikasi atau mengenali jenisnya, mendiagnosa atau mendeskripsikan karakter
pemiliknya, membantu mempelajari hubungan kekerabatan, mempelajari pola sebaran
geografi, mempelajari pola musim keberadaannya, mengetahui habitat, mengetahui
tumbuhan atau hewan inang, serta mengetahui perilaku dan daur hidup. Fungsi dari
koleksi spesimen yang lain adalah dapat dijadikan koleksi acuan yang dimiliki museum
yang telah diidentifikasi dan divalidasi sebagai koleksi sistematik. Koleksi spesimen
memberikan informasi yang akurat distribusi geografis setiap spesies (Budiman et al.,
2017).
Pendataan ada beberapa macam, yaitu data lapangan, labelling, kataloging, dan
database (data spesimen dan data penunjang). Setelah dilakukan data lapangan dan
labelling, spesimen diidentifikasi dan selanjutnya masuk ke tahap kataloging, yaitu
penulisan data dalam buku besar yang selanjutnya akan disimpan dan dipindahkan
dalam komputer dalam bentuk database. Database ini berisikan semua informasi yang
terdapat dalam suatu spesimen secara lengkap dan benar (Pratiwi, 2006).

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah:


1. Mengetahui metode pengambilan sampel dan pengawetan spesimen hewan.
2. Melakukan pengawetan terhadap hewan Invertebrata dan Vertebrata.
3. Melakukan pendataan spesimen awetan dalam katalog.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Cara pengambilan sampel (sampling) bermacam-macam tergantung jenis


penelitian yang akan dilakukan. Secara garis besar, metode pengambilan sampel terdiri
dari 2 kelas besar yaitu Probability sampling (Random Sampel) dan Non-probability
sampling (non-random sample). Kedua jenis tersebut terdiri dari pengambilan secara
acak dan pengambilan sampel tidak acak. Non-probability sampling adalah metode
sampling yang tidak meminta pendapat tentang elemen yang akan digunakan dalam
studi atau penelitian. Ada lima macam sampling yang pengambilannya tidak acak atau
non-random sampel, diantaranya Quota sampling, Accidental sampling, Judgemental
sampling atau Purposive sampling, Expert sampling, Snowball sampling, dan Modal
instan sampling. Probability sampling juga dikenal sebagai Random sampel, yaitu
metode pengambilan sampel yang memungkinakan setiap item atau elemen dari alam
semesta memiliki kesempatan yang sama untuk hadir dalam sampel. Tipe pengambilan
sampel ini didasarkan pada beberapa teknik yaitu, Systematic random sampling,
Stratified types of random sampling, Cluster sampling, Multi-stage sampling, dan Area
sampling (Etikan & Bala, 2017).
Berdasarkan cara pengawetannya, koleksi spesimen pada dasarnya dapat dibagi
menjadi dua kelompok koleksi, koleksi basah dan koleksi kering. Koleksi kering
diawetkan dalam kantong plastik bebas asam dan atau dimasukkan ke dalam toples
plastik atau kotak karton bebas asam. Koleksi basah dilarutkan dengan etanol teknis
70% untuk koleksi biasa atau 96% untuk koleksi dengan tujuan studi molekuler (Pratiwi,
2013). Menurut Yayuk et al. (2010), pengawetan hewan dapat dilakukan dengan cara
pengawetan rangka, pengawetan insekta (insektarium), pengawetan kering (taksidermi),
dan pengawetan basah. Pengawetan tulang (rangka) dilakukan dengan terlebih dahulu
membedah dan menguliti spesimen hingga bersih dari kulitnya. Kemudian dilakukan
perebusan selama 30 menit hingga 2 jam agar memudahkan pemisahan otot dari rangka,
lalu didinginkan secara alami. Selanjutnya dibersihkan otot atau daging yang masih
menempel pada rangka dengan hati-hati sampai bersih, lalu dibersihkan dan direndam
dalam pemutih agar tulangnya putih bersih. Terakhir, ditata rapi, diberi label, dan
diidentifikasi.

Gambar 2.1 Awetan rangka


Pengawetan insekta (insektarium) merupakan tempat penyimpanan koleksi
specimen insekta, baik awetan basah maupun kering. Insektarium sering menampilkan
berbagai jenis serangga. Koleksi serangga ini merupakan bahan untuk belajar struktur
tubuh serangga secara mendalam, terutama yang berhubungan dengan ciri khasnya,
sehingga mempermudah kita untuk mengenal dan menggolongkannya (Susilo, 2017).
Pengawetan kering (taksidermi) merupakan suatu bentuk seni mengawetkan kulit
binatang baik bagi kepentingan ilmu pengetahuan (penelitian) maupun hiburan. Pada
umumnya, pengawetan taksidermi ini dilakukan pada hewan vertebrata atau bertulang
belakang, dan yang biasa digunakan dalam pengawetan ini adalah hewan yang
berukuran relatif besar termasuk Mamalia, Aves, Amphibi, dan Reptil. Dalam
pembuatan taksidermi, boraks yang digunakan ketika telah ditaburkan pada bagian
dalam kulit hewan yang lembab akan menyerap cairan pada kulit bagian dalam (Winker,
2000).

Gambar 2.2 Insektarium Gambar 2.3 Taksidermi


Pengawetan basah biasa menggunakan spesimen bangsa Crustacea atau hewan
Invertebrata lainnya. Hewan dimatikan dengan kloroform atau eter, dibersihkan, lalu
dimasukkan ke dalam toples transparan berisi alkohol 70% yang sesuai ukuran atau
lebih besar ukurannya dari hewan tersebut. Biasanya dilengkapi dengan kaca transparan
untuk alas hewan agar tetap kedudukannya, kemudian diberi keterangan menggunakan
kertas kedap air (Yayuk et al., 2010). Menurut Murni et al, (2015), Spesimen basah
yaitu koleksi yang diawetkan dengan menggunakan larutan tertentu, seperti FAA atau
alkohol.

Gambar 2.4 Awetan basah

Holotype adalah suatu spesimen atau unsur lain yang digunakan oleh seorang
pengarang sebagai dasar waktu pertama kali mengusulkan nama jenis baru. Holotype
dapat berupa daun, bunga, buah atau bagian tumbuhan lainnya. Holotype berada dimana
penemu melakukan kajian studi banding dan kajian pustaka spesimen baru tersebut.
Kolektor melakukan pengumpulan spesimen holotype di lapangan, maka pada saat yang
sama juga dilakukan pengumpulan duplikatnya yang disebut dengan isotype. Kegunaan
isotype sama dengan holotype, yaitu sebagai acuan dan pembanding saat
mengidentifikasi tumbuhan yang baru ditemukan, terutama jika spesimen holotype-nya
mengalami kerusakan, seperti terkena jamur, serangga atau terjadi kebakaran (Atmoko
& Dwi, 2016). Selain holotype dan isotype terdapat lectotype, syntype, dan neotype.
Lectotype adalah spesimen atau ilustrasi yang dibuat dari material aslinya dan
dinyatakan sebagai type disebabkan belum ada publikasi yang menyatakan holotype.
Syntype adalah setiap spesimen yang tercantum dalam publikasi pertama dan belum ada
holotype, atau jika ada saat yang bersamaan dan lebih spesimen dibuat sebagai type.
Neotype merupakan spesimen atau ilustrasi yang dipilih dan berfungsi sebagai
nomenclatural type karena seluruh material yang menjadi dasar pemberian nama suatu
takson yang diambi telah hilang atau rusak (Jasin, 1989).
III. METODOLOGI

A. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah botol kaca, spuit, kotak
fiksasi, jaring serangga, killing bottle, kapas, kardus, kertas kalkir, pinset, office pin atau
jarum, styrofoam, alat bedah, alat penyimpanan spesimen, baki preparat, kompor, sikat
gigi, alat tulis, dan kamera.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah alkohol 70%, tisu,
chloroform, formalin, alkohol, silica gel, tepung maizena, boraks, kapas atau dakron,
mata palsu, kawat, lem, sabun cair, pemutih atau Natrium Hipoklorit (NaOCl 10%), dan
spesimen yang digunakan.

B. Metode

Metode yang dilakukan pada praktikum kali ini antara lain:


1. Beberapa teknik pengambilan sampel hewan dipelajari oleh praktikan.
2. Proses preparasi koleksi hewan di lapangan atau laboratorium (pembiusan,
pembunuhan, fiksasi, pengawetan) dipelajari oleh praktikan.
3. Proses manajemen koleksi spesimen hewan dipelajari oleh praktikan.
4. Laporan sementara dilengkapi oleh praktikan.
DAFTAR REFERENSI

Atmoko, T. & Dwi, W. M., 2016. Koleksi Type di Hernarium Wanariset. Kalimantan
Timur: Balai Penelitian dan Penggemangan Teknologi Konservasi Sumber Daya
Alam.

Budiman, A., Arief, A. J. & Tjakrawidjaya, A. H., 2017. Peran Museum Zoologi Dalam
Penelitian dan Konservasi Keanekaragaman Hayati (Ikan). Jurnal Iktiologi
Indonesia, 2(2), pp. 51-55.

Etikan, I. & Bala, K., 2017. Sampling and Sampling Methods. Biomethrics and
Biostatistic International Journal, 5(6), pp. 1-4.

Jasin, M., 1989. Sistematika Hewan Vertebrata dan Invertebrata. Surabaya: Sinar
Wijaya.

Murni, P., Harlis., Muswita., Kartika, W. D. & Yelianti, U., 2008. Lokakarya Pembuatan
Herbarium untuk Pengembangan Media Pembelajaran BIologi di MAN Cendekia
Muaro Jambi. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 30(2), pp. 1-6.

Nurhayati., 2008. Studi Perbandingan Metode Sampling Antara Simple Random Dengan
Stratified Random. Jurnal Basis Data, 3(1), pp. 18-32.

Pratiwi, R., 2013. Manajemen Koleksi Rujukan Biota Laut. Jakarta: Puslit Oseanografi
LIPI.

Pratiwi, R., 2006. Biota Laut : Ii. Bagaimana Mengkoleksi Dan Merawat Biota Laut.
Jurnal Oseana, 31(2), pp. 1-9.

Suhardjono, Y.R., 1999. Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. Bogor:
LIPI Press.

Susilo, M. J., 2017. Analisis Kualitas Media Pembelajaran Insektarium dan Herbarium
untuk Mata Pelajaran Biologi Sekolah Menengah. Jurnal BIOEDUKATIKA, 3(1),
pp. 10-15.

Tjakrawidjaya, F., 1999. Arsenic In Taxydermy Collections. Bogor: Puslitbang Biologi.

Winker, K., 2000. Obtaining, Preserving, and Preparing Birds Specimen. Journal of
Field Ornithology, 71(2), pp. 250-297.

Yudha, D. S., Eprilurahman, R., Jayanto, H. & Wiryawan, I. F., 2016. Keanekaragaman
Jenis Kadal dan Ular (Squamata: Reptilia) di Sepanjang Sungai Code, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Biota, 1(1), pp. 31-38.

Anda mungkin juga menyukai