Anda di halaman 1dari 13

PROSES PRODUKSI DI PABRIK GONDORUKEM DAN TERPENTIN

SINDANG WANGI, KPH BANDUNG UTARA DIVISI REGIONAL JAWA


BARAT DAN BANTEN

ALFI AHMAD MUNTAQO

PRATUGAS MAGANG PERUM PERHUTANI


DIVISI REGIONAL JAWA BARAT DAN BANTEN
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2-8
Tinjauan Umum Pinus 2
Gondorukem dan Terpentin 3-4
Proses Produksi Gondorukem dan Terpentin 4-5
Klasifikasi Gondorukem 5-7
Klasifikasi Terpentin 7-8
METODOLOGI 8
Tempat dan Waktu Penelitian 8
Metode Pengumpulan Data 8
Analisis Data 8-9
DAFTAR PUSTAKA 9-10
RENCANA KEGIATAN 10
DAFTAR TABEL

1 Persyaratan umum gondorukem di Indonesia 6


2 Persyaratan khusus mutu gondorukem di Indonesia 6
3 Klasifikasi kualitas gondorukem 7
4 Persyaratan umum terpentin 7
5 Persyaratan khusus terpentin 8
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hasil hutan bukan kayu (HHBK) menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.35/Menhut-II/2007 adalah hasil hutan baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan
budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. HHBK memiliki kelebihan dari segi
pemanfaatannya dibandingkan hasil hutan kayu. Pemanfaatan HHBK tidak menimbulkan
kerusakan besar terhadap ekosistem hutan karena sebagian besar pemanenannya tidak dilakukan
dengan menebang pohon. HHBK sangat berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut.
Gondorukem dan terpentin merupakan salah satu produk hasil hutan bukan kayu.
Gondorukem merupakan produk hasil hutan non kayu yang dikategorikan sebagai produk kimia
pinus dan dihasilkan dari pemasakan getah pohon pinus. Gondorukem merupakan bahan pembantu
yang penting bagi industri lain sebagai pelapis maupun perekat. Fungsi gondorukem sebagai
pencampur juga digunakan pada industri sabun cuci, korek api, lem, perban gigi dan industri
lainnya. Pada industri percetakan dan tinta gondorukem berfungsi sebagai perekat warna. Pada
industri kertas, isolator dan pernis, gondorukem berfungsi sebagai pelapis. Terpentin merupakan
bagian hidrokarbon yang mudah menguap dari getah pinus. Hidrokarbon ini dipisahkan dari bagian
yang tidak menguap (gondorukem) melalui cara penyulingan. Terpentin banyak digunakan baik
sebagai bahan pelarut ataupun sebagai minyak pengering seperti ramuan semir (sepatu, logam, dan
kayu), sebagai bahan substitusi kamper dalam pembuatan seluloid (film) dan pelarut bahan
organik. Oleh karena peran industri gondorukem dan terpentin sebagai bahan baku derivat dan
bahan pembantu utama bagi industri lain, maka dibutuhkan pasokan yang berkesinambungan
untuk dapat menjaga aktivitas dari industri-industri tersebut.
Menurut PP No 72 Tahun 2010, Perum Perhutani memiliki tugas untuk melakukan
pengelolaan hutan di Jawa dan Madura. Adanya pabrik gondorukem dan terpentin di Sindang
Wangi Nagreg, KPH Bandung Utara merupakan salah satu contoh pelaksanaan PP No 72 Tahun
2010 tersebut. Gondorukem dan Terpentin adalah komoditi sumber utama penghasilan bagi Divisi
Regional Jawa Barat dan Banten. Akan tetapi, potensi hasil gondorukem dan terpentin di Divisi
Regional Jawa Barat dan Banten masih belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dikarenakan
masih banyak proses produksi di Pabrik Gondorukem Terpentin di Sindang Wangi yang harus
diperbaiki. Oleh karena itu perbaikan proses pengelolaan produksi di Pabrik Gondorukem dan
Terpentin Sindang Wangi perlu dilakukan, mengingat gondorukem dan terpentin merupakan
komoditi sumber utama pendapatan di Divisi Regional Jawa Barat dan Banten.

Tujuan

Meningkatkan potensi gondorukem dan terpentin, dengan cara melakukan identifikasi


permasalahan proses produksi di pabrik secara keseluruhan dari mulai hulu sampai hilir.

Manfaat

Diharapkan dengan hasil identifikasi masalah proses produksi yang telah dilakukan dapat
menemukan solusi dan cara untuk dapat meningkatkan produksi dan pendapatan perusahaan.

1
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Pinus

Pinus merkusii termasuk famili Pinaceae, tumbuh secara alami di Aceh, Sumatra Utara, dan
Gunung Kerinci. Pinus merkusii mempunyai sifat pioner yaitu dapat tumbuh baik pada tanah yang
kurang subur seperti padang alang-alang. Di Indonesia, Pinus merkusii dapat tumbuh pada
ketinggian antara 200-2000 mdpl. Pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian 400-1500 mdpl.
Tinggi Pinus merkusii dapat mencapai 20-40 m dengan diameter 100 cm dan batang bebas cabang
2-23 m. Pinus tidak berbanir, kulit luar kasar berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak
mengelupas dan beralur lebar serta dalam kayu pinus berwarna coklat-kuning muda, berat jenis
rata-rata 0.55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV (Khaerudin 1999). Pinus tidak
meminta syarat tumbuh yang tinggi terhadap tempat tumbuh, namun pertumbuhannya dipengaruhi
beberapa faktor seperti tanah, iklim, dan ketinggian dari permukaan laut. Untuk menghasilkan
pertumbuhan yang baik, pinus membutuhkan (Alrasjid et al. 1983):
1. Ketinggian tempat tumbuh 200-2000 mdpl.
2. Temperatur udara sekitar 18-30 ºC.
3. Reaksi tanah (pH) berkisar 4.5-5.5.
4. Bulan basah (5-6 bulan) yang diselingi dengan bulan kering yang pendek (3-4 bulan) dengan
curah hujan 2400-3600 mm/tahun.
Penanaman pinus pada lokasi di bawah 400 mdpl, tidak akan optimal pertumbuhannya
karena temperatur udara terlalu tinggi, sebaliknya apabila ditanam pada lokasi yang terletak diatas
2000 mdpl, tidak akan memberikan pertumbuhan yang baik pula karena proses fotosintesa
terhambat. Walaupun pinus dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tidak selalu memberikan
pertumbuhan yang sama baik. Misalnya pada tanah yang kepadatannya kuat, pertumbuhannya
jelek, demikian juga pada tanah becek pertumbuhannya kurang baik. Tanah berstruktur padat,
ruang pori kurang dan tanah yang beraerasi buruk biasanya sebagian ruang pori berisi air sehingga
ruang untuk oksigen sedikit, mengakibatkan jasad aerob menjadi berkurang sehingga fungsi
dekomposisi bahan organik terhambat dan jasad renik yang berperan dalam oksidasi Nitrogen (N)
dan Sulfur (S) akan terganggu dan berakibat pada pertumbuhan akar menjadi terhambat.
Pertumbuhan akar pinus pada tanah padat dan tanah becek kurang berkembang dibandingkan pada
tanah yang aerasi dan kesuburan fisiknya baik (Sallata 2013).
Pinus memiliki tekstur halus, dan bau khas terpentin. Struktur kayu pinus tidak berpori
dengan parenkim melingkari saluran damar, memiliki BJ rata-rata 0.55 (terendah 0.4 tertinggi
0.75) tergolong kayu kelas kuat III dan kelas awet IV. Kayu pinus dilaporkan sebagai jenis kayu
mudah dipotong dan dibelah namun sukar digergaji dan diserut karena banyak mengandung damar.
Kayu pinus dapat dipergunakan untuk bangunan perumahan, lantai, mebel, kotak, tangkai korek
api, tiang listrik, pulp, papan wol kayu dan kayu lapis. Selain produk kayu, pinus dapat
dimanfaatkan dari produksi getahnya yang kemudian diolah menjadi gonderukem dan terpentin
(Martawijaya et al. 1989).

2
Syarat Mutu
Tanda
No Mutu Kadar Air +
Mutu Warna
Kotoran
1 Super Premium SP Putih ≤5
2 Premium P Putih > 5 - 10
3 I I Putih > 10 - 14
4 II II Putih sampai dengan kecoklatan > 14 - 18
*Sumber : SNI (7837:2016)
Gondorukem dan Terpentin

Pengertian dan Kegunaan Gondorukem


Rosin atau yang lebih dikenal sebagai gondorukem dalam dunia perdagangan merupakan
produk olahan dari getah pinus yang saat ini merupakan komoditi andalan non migas. Pengolahan
gondorukem di Indonesia bukan hanya dilakukan dengan cara penyulingan getah pohon Tusam
(Pinus merkusii), baik itu dengan atau tanpa bantuan tekanan dan uap. Gondorukem yang
dihasilkan digunakan dalam industri perekat, industri batik, kertas, sabun, lilin, serta keperluan
lainnya (Susilowati 2001).
Silitonga dan Suwardi (1977) menyatakan gondorukem terdiri dari 80-90% senyawa asam.
Secara garis besar asam resin gondorukem dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu tipe
abietat dan pimarat. Tipe abietat terdiri dari asam-asam abietat, levopimarat, palustrat, neoabietat,
dehidroabietat dan tetra dehidroabietat. Tipe pimarat terdiri dari asam pimarat dan isopimarat.
Asam abietat, neoabietat dan levopimarat bersifat tidak stabil dan mudah terisomer oleh panas
dalam suasana asam, sedangkan tipe pimarat lebih stabil.
Gondorukem mengandung 10-13% bahan netral yang akan mempengaruhi titik lunak dan
sifat kristalisasinya. Gondorukem merupakan campuran kompleks yang sebagian besar terdiri dari
asam-asam resin dan sebagian kecil komponen bukan asam. Asam-asam resin tersebut merupakan
asam monokarboksilat yang mempunyai rumus molekul C20H30O2. Gondorukem berdasarkan
sumber bahan bakunya dibagi menjadi tiga macam, yaitu gondorukem getah (gum rosin),
gondorukem kayu (wood rosin) dan gondorukem tall oil (tall oil rosin) (Silitonga dan Suwardi
1977).
Gondorukem getah diperoleh dari residu penyulingan getah hasil sadapan pohon pinus.
Gondorukem kayu diperoleh dari hasil ekstraksi tunggul kayu dengan bahan pelarut organik dan
larutan tersebut disuling. Gondorukem tall oil diperoleh dari hasil penyulingan bertingkat tall oil
kasar yang merupakan hasil ikutan industri pulp. Gondorukem yang diperoleh dari tiga macam
sumber bahan baku tersebut disebut gondorukem non-modifikasi (Kirk dan Othmer 1972).

Pengertian dan Kegunaan Terpentin


Terpentin merupakan bagian hidrokarbon yang mudah menguap dari getah pinus.
Hidrokarbon ini dipisahkan dari bagian yang tidak menguap (gondorukem) melalui cara
penyulingan. Berdasarkan sumber bahan bakunya ada 3 jenis terpentin yaitu terpentin getah (gum
terpentin), terpentin kayu (wood turpentine), dan terpentin sulifat (sulphat turpentine) (Wiyono
dan Silitonga 1989).
Silitonga et al. (1973) menyatakan terpentin adalah minyak yang diperoleh sebagai hasil
sampingan dari pembuatan gondorukem. Minyak terpentin banyak digunakan baik sebagai bahan
pelarut ataupun sebagai minyak pengering seperti ramuan semir (sepatu, logam, dan kayu), sebagai
bahan substitusi kamper dalam pembuatan seluloid (film) dan pelarut bahan organik. Jumlah

3
terpentin yang terkandung dalam getah pinus berkisar antara 10-17.5%. Getah yang segar akan
menghasilkan persentase terpentin yang lebih tinggi. Terpentin hasil penyulingan bersifat korosif,
oleh sebab itu perlu disimpan pada tempat (drum) yang digalvanisasi. Harga drum ini cukup mahal
jika dibandingkan dengan harga terpentin itu sendiri. Terpentin juga dapat tersimpan dalam tempat
yang terbuat dari alumunium atau plastik dan disimpan ditempat yang tidak terkena cahaya.

Proses Produksi Gondurukem dan Terpentin

Menurut Perum Perhutani (2005), proses produksi pengolahan getah pinus menjadi
gondorukem dan terpentin meliputi kegiatan penerimaan getah, penampungan getah, pemanasan
awal, pengenceran getah, pencucian awal, pencucian ulang, penampungan getah bersih,
pemasakan getah, penampungan gondorukem dan terpentin. Proses produksi ini ada beberapa
modifikasi yang bertujuan untuk mempermudah proses produksi itu sendiri dan meningkatkan
mutu gondorukem yang dihasilkan. Secara umum tahap proses produksi gondorukem dan terpentin
dijelaskan sebagai berikut :
Penerimaan Getah
Penerimaan getah dilakukan untuk menyortir getah hasil dari sadapan yang telah
dikumpulkan oleh pengumpul. Getah yang telah disadap dikumpulkan di Tempat Pengumpulan
Getah (TPG) sebelum dikirimkan ke pabrik. Getah pinus yang baru dikirim dari Tempat
Pengumpulan Getah masih bercampur dengan kotoran-kotoran berupa daun, tatal, jonjot, tanah
dan lain-lain.
Penampungan Getah
Getah pinus ini ditampung dalam suatu tempat yang disebut dengan bak getah yang
berukuran 10x5x3 m3 . Dalam bak getah ada beberapa peralatan yaitu close steam yang berfungsi
untuk mengencerkan getah, open steam yang berfungsi untuk mengencerkan getah yang
mengkristal, stayner yang berfungsi untuk menyaring kotoran dan kran pengeluaran getah.
Pemanasan Awal
Getah dari bak getah dialirkan ke blow case melalui talang getah dan dilakukan pemanasan
pendahuluan hingga mencapai suhu 70-80 ºC. Setelah mencapai suhu pemanasan tersebut,
selanjutnya getah dipindahkan ke tangki melter sampai habis. Fungsi dari blow case adalah sebagai
pemanasan awal agar getah menjadi encer sehingga mudah dialirkan ke tangki melter.
Pengenceran
Pengenceran dilakukan di dalam tangki melter dengan mencampurkan terpentin sebanyak
1000 kg lalu dipanasi kembali hingga mencapai suhu 70-80 ºC, kemudian getah diendapkan 4-6
menit. Kotoran air yang terendap dibuang atau dialirkan ke bak penampungan limbah sampai habis
melalui pipa pembuangan. Getah yang ada kemudian dialirkan ke filter press B-1 untuk difiltrasi
menggunakan steam dengan tekanan 0.2-2 kg/cm2. Setelah getah difiltrasi, getah dipindahkan ke
tangki settler sampai habis. Adapun fungsi dari melter adalah untuk melarutkan getah dan
terpentin, menyaring kotoran yang terbawa dalam getah dan mencairkan getah yang mengkristal.
Pencucian Awal
Pencucian awal dilakukan dalam tabung settler dengan menggunakan air sebanyak 200
liter dari tangki water treatment, kemudian dicampurkan dengan larutan asam oksalat sebanyak
7.5 kg (0.3% setiap batch) dari tangki asam oksalat. Asam oksalat ini berfungsi untuk mengikat
kotoran dan ion besi yang tercampur dalam larutan getah. Setelah tercampur dengan asam oksalat,
larutan getah diendapkan 5-10 menit, kemudian air dan kotoran dialirkan ke bak penampungan
limbah melalui pipa pembuangan sampai habis. Apabila larutan getah masih terlihat kotor, harus

4
dilakukan pencucian ulang sebanyak 2-3 kali sampai larutan getah terlihat bersih, kemudian
dipindah ke tangki scrubbing sampai habis.
Pencucian Ulang
Pencucian kembali dilakukan dalam tangki scrubbing dengan menambahkan air hangat
sebanyak 1000 liter dari water treatment sambil dilakukan pengadukan dengan menggunakan
agigator selama 10-15 menit. Suhu larutan dalam tangki scrubbing dipertahankan pada suhu 70-
80 ºC. Kemudian larutan getah diendapkan selama 5-10 menit. Air dan kotoran yang telah
mengendap dibuang ke bak penampungan limbah melalui pipa pembuangan sampai habis.
Pencucian getah dapat dilakukan ulang bila larutan getah belum memenuhi standar berdasarkan
informasi dari quality controller.
Penampungan Getah Bersih
Larutan getah telah dinyatakan lulus oleh quality controller, larutan getah dipindahkan ke
tangki penampung A1 dan A2 sampai habis melalui filter press B-2 yang dilengkapi dengan filter
duck dan filter wire mesh agar kotoran yang masih tertinggal dapat tersaring. Bila larutan getah
dalam tangki penampung A1 dan A2 sudah memenuhi kapasitas pemasakan, dilakukan
pengendapan, kemudian kotoran dibuang ke bak penampungan limbah.
Pemasakan Getah
Pemasakan getah dimaksudkan untuk mematangkan getah dan mengeluarkan air serta
komponen lainnya yang terdapat dalam getah dengan menggunakan energi panas yang dihasilkan
oleh boiler. Pemasakan ini dilakukan dalam suatu ketel pemasak khusus yang mempunyai
ketahanan terhadap suhu dan tekanan. Ketel pemasak ini mampu menampung getah sebanyak 4800
kg. Prosesnya, getah yang sudah bersih dan siap dimasak dalam tangki penampung dimasukkan
ke dalam tangki ketel pemasak melewati filter gaff. Setelah getah masuk ke dalam ketel pemasak
lalu dilakukan pemanasan hingga mencapai suhu 160-170 ºC. Selama pemanasan, suhu, aliran,
tekanan dan condensor harus selalu dikontrol. Ketika awal pemasakan pada suhu 130-140 ºC uap
air dan uap terpentin menguap dan masuk ke condensor yang ditarik oleh pompa vakum untuk
diembunkan atau dicairkan.
Penampungan Gondorukem dan Terpentin
Hasil dari kondensasi dialirkan ke tangki separator untuk memisahkan antara air dan
terpentin. Setelah keduanya terpisah terpentin dialirkan ke tangki penampung terpentin A yang
disiapkan untuk digunakan dalam proses pengenceran getah dalam tangki melter. Pada suhu 130-
140 ºC sampai suhu akhir pemanasan hasil terpentinnya dialirkan ke tangki penampung terpentin
B sebagai terpentin produk. Terpentin dalam tangki terpentin B dipindahkan ke tangki terpentin
sementara melalui tangki dehidrator. Dalam dehidrator terpentin disaring kembali dengan garam
industri agar kandungan air yang masih terdapat dalam terpentin dapat tertinggal. Kemudian
terpentin dialirkan kembali ke tangki terpentin produk. Sedangkan untuk gondorukem jika suhu
sudah mencapai 170 ºC dibiarkan untuk sementara kemudian didinginkan hingga suhu 135 ºC dan
dipanasi kembali sampai suhu 145 ºC agar panasnya menyebar. Setelah itu gondorukem siap
dikemas.

Klasifikasi Gondorukem

Sumadiwangsa dan Silitonga (1974) menyatakan bahwa penetapan persyaratan dan


kualitas gondorukem secara laboratoris dapat digolongkan kedalam sifat fisik dan sifat kimia. Sifat
fisik meliputi : berat jenis, titik lunak, warna, persen tramisi, dan kerapuhan. Sedangkan sifat kimia
meliputi bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, bilangan iod bagian tak tersabun,

5
kadar kotoran, kadar air, dan kadar terpentin tersisa. Tabel 1 menunjukkan persyaratan umum
gondorukem untuk Indonesia sebelum dikelompokkan menjadi beberapa kelas mutu yang
berbeda-beda. Persyaratan ini merupakan standar pengolahan getah pinus menjadi gondorukem
dan terpentin di Indonesia. Sedangkan persyaratan khusus mutu gondorukem yang merupakan
persyaratan untuk berbagai kualitas gondorukem disajikan pada Tabel 2 Persyaratan khusus ini
digunakan untuk memisahkan gondorukem menjadi mutu-mutu tertentu untuk berbagai tujuan
diantaranya untuk ekspor dan di jual di dalam negeri. Menurut Gadner (1937) dalam Silitonga dkk
(1973) membagi kualitas gondorukem menjadi 12 macam kualitas berdasarkan warna seperti
disajikan pada Tabel 3.

Tabel 1 Persyaratan umum gondorukem di Indonesia


Indikator Satuan Persyaratan
Warna - Tidak Berwarna Hitam
Titik Leleh ºc 75
Titik Cair ºc 120-135
Berat Jenis ºc 1045-1085
Bilangan Asam - 150-175
Bilangan Ester - 7-20
Bilangan Penyabunan - 160-190
Bilangan Iod - 118-190
Bilangan Tak Tersabun % 4-9
Kelarutan dalam Petroleum Ester - 80-90
*1) Sumber : Silitonga et al (1973) *2) Sumber : SNI (2001)

Tabel 2 Persyaratan khusus mutu gondorukem di Indonesia


Indikator Satuan Persyaratan Khusus
Mutu - Utama Pertama Kedua Ketiga
Warna (Lovibond dan - X WW WG N
Gardner) - ≤6 ≤7 ≤8 ≤9
Titik Lunak ℃ ≥78 ≥78 ≥76 ≥74
Kadar Kotoran % ≤0.02 ≤0.05 ≤0.07 ≤0.10
Kadar Abu % ≤0.02 ≤0.04 ≤0.05 ≤0.08
Komponen Menguap % ≤2 ≤2 ≤2.5 ≤3
*Sumber : SNI (2011)

Ada beberapa indikator yang dapat mempengaruhi diterima tidaknya gondorukem untuk
berbagai macam aplikasi, namun warna dan titik lunaknya biasanya merupakan indikator kualitas
yang cukup mewakili kualitas gondorukem. Gondorukem diperdagangkan dalam beberapa kelas
warna dari kuning pucat hingga merah gelap. Perbedaan warna tersebut terjadi karena jenis pohon,
peralatan, dan cara pengolahan yang berbeda. Walaupun sifat lain seperti titik lunak dan bilangan
asam mempunyai arti penting namun tidak digunakan dalam penetapan kelas kualitas
gondorukem. Berdasarkan warna ada 4 tingkat kualitas gondorukem yang sering diperdagangkan
yaitu, X (Ekstra), WW (Water White), WG (Window Glass), N (Nancy), selain 4 kualitas tersebut
masih ada tingkat kualitas lainnya diantaranya M (Mary), K (Kate), I (Isaac), H (Harry), G
(George), F (Frank), E (Edward), dan D (Dolly), dengan selang warna dari kuning pucat, pucat,
sedang, gelap sampai hitam kemerahan (Tabel 3) (Gardner 1937 dalam silitonga et al. 1973)
6
Tabel 3 Klasifikasi kualitas gondorukem
Kualitas Nama Standar Warna Warna
X Extra 6-7 Kuning Pucat
WW Water White 6-7 Pucat
WG Window Glass 7-8
N Nancy 8-9
M Mary 9-10
K Kate 10-11
I Isaac 10-11 Sedang
H Harry 11
G George 12-13
F Frank 14-15
E Edward 16-17 Sedang
D Dolly 18 Hitam Kemerahan
*Sumber: Gardner 1937 dalam Silitonga et al. 1973.

Lebih lanjut, Sumadiwangsa dan Silitonga (1974) menyatakan kualitas gondorukem yang
dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kualitas getah dan cara pengolahan. Kualitas getah dipengaruhi
oleh kotoran yang terdapat dalam getah seperti daun, ranting , pasir, dan sebagainya disamping
itu tempat penampungan getah, varietas pohon, cara penyadapan, tempat tumbuh juga dapat
mempengaruhi kualitasnya. Sedangkan cara pengolahannya tergantung dari modifikasi yang
digunakan, bisa dengan penyulingan biasa atau dengan perlakuan khusus, yaitu dengan tambahan
tekanan dan uap.

Klasifikasi Terpentin

Minyak terpentin adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan uap getah pinus.
Pengujian kualitas terpentin yang dilakukan yaitu pengujian secara visual dan pengujian
laboratoris yang terdiri dari berat jenis dan indeks bias terpentin. Tabel 4 menunjukkan persyaratan
umum kualitas terpentin dan Tabel 5 menunjukkan khusus kualitas terpentin.

Tabel 4 Persyaratan umum terpentin


Uraian Satuan Persyaratan
Bentuk - Cair
Bau - Bau khas terpentin
Bobot jenis pada suhu 25 °C - 0.848-0.865
Index bias pada suhu 20 °C - 1464-1478
Titik nyala ℃ 33-38
Titik didih awal nyala ℃ 150-160
*Sumber: SNI (2011)

7
Tabel 5 Persyaratan Khusus Terpentin
Uraian Satuan Persyaratan
Mutu A Mutu B
Warna - Jernih Tidak dipersyaratkan
Putaran Optik (27 ℃) ° + ≥ 32 +< 32
Kadar Sulingan % ≥ 90 < 90
Sisa Penguapan % ≤2 >2
Bilangan Asam - ≤2 >2
Alpha pinene % ≥ 80 < 80
*Sumber: SNI (2011)

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober – Desember 2019 di pabrik Gondorukem dan
Terpentin (PGT) Sindangwangi, KPH Bandung Utara, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa
Barat dan Banten.

Metode Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara, observasi langsung dilapangan. Data
sekunder diperoleh dari kutipan literatur, arsip - arsip perusahaan dan laporan yang dihasilkan oleh
Perum Perhutani.

Cara Pengumpulan Data

Melakukan perbandingan dengan SOP yang telah ada, dan melakukan penilaian apakah telah
dikerjakan sesuai SOP atau apakah SOP tersebut perlu diperbaiki agar bisa lebih efektif supaya
dapat meningkatkan produksi dan pendapatan serta menganalisis kontinuitas dari proses produksi
yang ada.

Analisis Data

Rendemen.
Rendemen adalah perbandingan volume barang yang dihasilkan terhadap volume bahan
bakunya yang dinyatakan dalam persen. Menurut Hartanti et al. (2003), rendemen dinyatakan
dalam persentase berat produk akhir yang dihasilkan per berat bahan olahan Perhitungan rendemen
dimaksud untuk mengetahui efisiensi perusahaan dalam mengelola getah pinus menjadi
gondorukem dan terpentin.

8
Rd = O x 100%
I
Keterangan :
Rd = Rendemen.
O = Berat Hasil Olahan (Ton).
I = Berat Olahan (Ton).

DAFTAR PUSTAKA

Alrasjid H, Natawiria D, Gintings A N. 1983. Pembinaan Hutan Pinus Khususnya Pinus merkusii
Untuk Penghara Industri. Jakarata (ID): Pusat Litbang Hasil Hutan dan Perum Perhutani.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. Sistem Manajemen Mutu – Persyaratan. Jakarta (ID):
BSN (SNI 19-9000-2011).

Hartanti S, Rohmah S, Tamtarini. 2003. Kombinasi Penambahan CMC dan Dekstrin pada
Pengolahan Bubuk Buah Mangga dengan Pengeringan Surya. Yogyakarta(ID): PATPI.

Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Kirk R E, Othmer D F. 1972. Rosin and rosin derivatives. Encyclopedia of Chemical Technology.
Vol 17.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Bogor
(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor.

[Perum Perhutani] Perusahaan Umum Kehutanan Negara Indonesia. 2005. Proses Pemasakan
Getah Pinus Menjadi Gondorukem dan Terpentin. Jakarta (ID): Perum Perhutani.

Sallata K M. 2013. Pinus (Pinus mekusii Jungh et de Vriese) dan keberadaannya di Kabupaten
Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Info Teknis Eboni. 10(2):85-98.

Silitongga T, Sumadiwangsa S, Nayasaputra S. 1973. Pengolahan dan Pengawasan Kualitas


Gondorukem dan Terpentin. Bogor (ID): Direkorat Jenderal Kehutanan.

Silitongga T, Suwardi S. 1977. Penurunan kualitas gondorukem selama penyaringan di Jawa


Timur. Laporan Proyek Lembaga Penelitian Hasil Hutan. 87:2-10.

Sumadiwangsa S, Silitonga T. 1974. Penataan Pengujian Kualitas Gondorukem di Pekalongan


Barat. Bogor (ID): Direktorat Jendral Kehutanan Departemen Pertanian.

Susilowati R. 2001. Peningkatan Nilai Tambah Produksi Pinus Indonesia (Deversivikasi dan
Derivatisasi Produk Rosin). Jakarta (ID): BBIK.

9
Wiyono B, Silitonga T. 1989. Percobaan frasionasi – distilasi minyak terpentin dari Pinus
merkusii Jung Et De Vriese. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 6(4): 231 – 234.

No Rencana Kegiatan Waktu


1 Pembuatan proposal Minggu kedua bulan oktober
2 Pengumpulan proposal Minggu ketiga bulan oktober
3 Proses produksi secara keseluruhan (umum) Minggu ketiga bulan oktober
4 Proses penerimaan getah dari KPH Minggu ketiga bulan oktober
5 Alur penampungan getah setelah diterima Minggu ketiga bulan oktober
dari KPH
6 Memahami lebih detail proses satu per satu Minggu keempat bulan oktober dan
tahapan pengolahan getah mulai dari melter, minggu pertama bulan November
settler, washer, penampungan, pemasakan,
canning, separator sampai menjadi barang
jadi
7 Proses pengujian gondorukem dan terpentin Minggu kedua bulan november
8 Proses perlakuan setelah menjadi barang jadi Minggu ketiga bulan november
terpentin dan gondorukem
9 Proses di TPN Minggu keempat bulan november
10 Pengumpulan data sekunder (data literatur di Dimulai pengamatan di lapangan
lapangan) dan konsultasi dengan mentor sampai dengan pembuatan laporan
akhir
11 Proses pembuatan laporan akhir Minggu kedua – keempat bulan
Desember

10

Anda mungkin juga menyukai