PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karbon monoksida adalah salah satu jenis gas yang berbahaya. Gas ini
tidak berwarna, berbau, maupun berasa yang dihasilkan dari proses
pembakaran yang tidak sempurna dari material yang berbahan dasar karbon
seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak, dan zat-zat organic lainnya..
Gas ini tergolong berbahaya karena dapat mengikat hemoglobin dalam darah
lebih kuat daripada oksigen. Hal tersbut menyebabkan pengangkutan oksigen
ke seluruh tubuh pun berkurang. Selain itu, CO yang beredar dalam darah
mengakibatkan proses metabolism fosforilasi oksidatif tidak terjadi sehingga
ATP dalam tubuh tidak terbentuk dan tubuh menjadi lemas. Setiap korban
kebakaran api harus dicurigai adana intoksikasi gas CO. sekitar 50%
kematian akibat luka bakar berhubungan dengan trauma inhalasi dan hipoksia
dini menjadi penyebab kematian lebih dari 50% kasus trauma inhalasi.
Intoksikasi gas CO merupakan akibat yang serius dari kasus inhalasi asap dan
diperkirakan lebih dari 80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma
inhalasi.
Claude Bernard pada tahun 1857 menemukan efek beracun karbon
monoksida yang disebabkan oleh pelepasan ikatan oksigen dari hemoglobin
menjadi bentuk carboxyhaemoglobin. Warberg pada tahun 1926 memakai
kultur jamur yeast untuk menunjukan asupan oksigen oleh jaringan dihambat
oleh paparan karbon monoksida dalam jumlah besar.
Gas CO yang berbahaya ini bukan merupakan suatu gas yang jarang kita
dapatkan dalam kehidupan. Dalam atmosfer bumi, gas CO hadir dalam
troposfer bumi dengan konsentrasi sekitar 100 bpm (bagian per miliar;
artinya seratus dari tiap satu molekul udara adalah karbon monoksida).
Sumber alami lain gas CO adalah gunung berapi dan juga kebakaran hutan.
Karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna dari
senyawa organic yang umumnya terjadi dalam mesin berbahan bakar fosil
seperti bensin dan batu bara. Di samping itu, dari kegiatan rumah tangga juga
1
turut menyumbang produksi gas CO dari kegiatan masak memasak. Hal
lainnya yang sangat sering ditemukan di masyarakat, yaitu kegiatan merokok.
Dari makalah ini , kami hendak menjelaskan mengenai gas karbon
monoksida (CO) secara umum, sebab makalah ini merupakan tugas di bidang
Ilmu Kedokteran Forensik, kami akan menjelaskan dengan hubungan
keracunan CO dengan ilmu Kedokteran Forensik terutama dalam hal otopsi
toksikologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Karbon
monoksida terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan
dengan satu atom oksigen. Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen dan
satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen. (1)
Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen
dalam proses pembakaran. Gas karbon monoksida mempunyai potensi
bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat
dengan pigmen darah yaitu hemoglobin:
(1,2)
Hemoglobin + CO ↔ COHb (karboksihemoglobin)
3
lebih besar dekat karbon. Selain itu, elektronegatif karbon yang lebih rendah
menghasilkan awan elektron yang lebih baur, sehingga menambah momen
dipol. Ini juga merupakan alasan mengapa kebanyakan reaksi kimia yang
melibatkan karbon monoksida terjadi pada atom karbon, dan bukannya pada
atom oksigen. Panjang ikatan molekul karbon monoksida sesuai dengan
ikatan rangkap tiga parsialnya. Molekul ini memiliki momen dipol ikatan
yang kecil dan dapat diwakiliki dengan tiga struktur resonansi:
Resonans paling kiri adalah bentuk yang paling penting. Hal ini
diilustrasikan dengan reaktivitas karbon monoksida yang beraksi dengan
karbokation.
Dinitrogen bersifat isoelektronik terhadap karbon monoksida. Hal ini
berarti bahwa molekul-molekul ini memiliki jumlah elektron dan ikatan yang
mirip satu sama lainnya. Sifat-sifat fisika antara N2 dan CO sangat mirip,
walaupun CO lebih reaktif.
4
Densitas 0,789g/cm³,liquid
1,250g/Lpada0 °C,1atm.
1,145g/Lpada25 °C,1atm.
(lebih ringan dari udara)
Titik leleh -205 °C (68 K)
Titik didih
-192 °C (81 K)
Kelarutan dalam air 0,0026 g/100 mL (20 °C)
Momen dipol 0,112 D (3,74×10 −31 C·m)
Bahaya
Klasifikasi EU Sangat mudah terbakar (F+)
Repr.Cat.1
Toxic (T)
NFPA 704
5
CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap
rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya
sendiri dan asap rokok yang sedang dihisapnya.
Sumber CO dari dalam ruang (indoor) termasuk dari tungku dapur
rumah tangga dan tungku pemanas ruang. Dalam beberapa penelitian
ditemukan kadar CO yang cukup tinggi didalam kendaraan sedan maupun
bus.
Kadar CO di perkotaan cukup bervariasi tergantung dari kepadatan
kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya
ditemukan kadar CO yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan
malam hari. Selain cuaca, variasi dari kadar CO juga dipengaruhi oleh
topografi jalan dan bangunan disekitarnya. Pemajanan CO dari udara ambien
dapat direfleksikan dalam bentuk kadar karboksi-harmoglobin (HbCO) dalam
darah yang berbentuk dengan sangat pelahan karena butuh waktu 4-12 jam
untuk tercapainya keseimbangan antara kadar CO diudaran dan HbCO dalam
darah. Oleh karena itu kadar CO didalam lingkungan, cenderung dinyatakan
sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam pengukuran sepanjang hari ( moving 8
hour average concentration) adalah lebih baik dibandingkan dari data CO
yang dinyatakan dalam rata-rata dari 3 kali pengukuran pada periode waktu 8
jam yang berbeda dalam sehari. Perhitungan tersebut akan lebih mendekati
gambaran dari respons tubuh manusia terhadap keracunan CO dari udara.
Karbon monoksida yang bersumber dari dalam ruang (indoor)
terutama berasal dari alat pemanas ruang yang menggunakan bahan bakar
fosil dan tungku masak. Kadar nya akan lebih tinggi bila ruangan tempat alat
tersebut bekerja, tidak memadai ventilasinya. Namun umumnya pemajanan
yang berasal dari dalam ruangan kadarnya lebih kecil dibandingkan dari
kadar CO hasil pemajanan asap rokok.
Berbeda individu juga dapat terpajan oleh CO karena lingkungan
kerjanya. Kelompok masyarakat yang paling terpajan oleh CO termasuk
polisi lalu lintas atau tukang parkir, pekerja bengkel mobil, petugas industri
6
logam, industri bahan bakar bensin, industri gas kimia dan pemadam
kebakaran.
Pemajanan CO dari lingkungan kerja seperti yang tersebut diatas perlu
mendapat perhatian. Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor
ditemukan mencapai setinggi 600mg/m3 dan didalam darah para pekerja
bengkel tersebut bisa mengandung HbCO sampai lima kali lebih tinggi dari
kadar normal. Para petugas yang bekerja dijalan raya diketahui mengandung
HbCO dengan kadar 4-7,6 % (perokok) dan 1,4-3,8% (bukan perokok)
selama sehari bekerja. Sebaliknya kadar HbCO pada masyarakat umum
jarang yang melampaui 1% walaupun studi yang dilakukan di 18 kota besar
di Amerika Utara menunjukkan bahwa 45% dari masyarakat bukan perokok
yang terpajan oleh CO udara, didalam darahnya terkandung HbCO
melampaui 1,5%. Perlu juga diketahui bahwa manusia sendiri dapat
memproduksi CO akibat proses metabolisme yang normal. Produksi CO
didalam tubuh sendiri ini (endogenous) bisa sekitar 0,1+1% dari total HbCO
dalam darah.
Beberapa sumber di bawah ini menunjukkan konsentrasi CO:
-
Hasil pembakaran mesin 3-7%
-
Gas penerangan dari pabrik 20-30%
-
Polusi udara bisa mencapai 52%
-
Asap rokok 5-10%
-
Kebakaran mobil bisa mencapai 8-40%
Sedang dengan kadar COHb di atas 60% dalam darah cepat menimbulkan
kematian (parameter pencemar udara dan dampaknya terjadap kesehatan).
7
serta organ vital. Ikatan karbosihaemoglobin jauh lebih kuat 200 kali
dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan haemoglobin. (4)
Jumlah CO yang diabsorbsi oleh tubuh tergantung pada ventilasi
semenit, durasi paparan, dan konsentrasi relatif karbon monoksida di
lingkungan ikatan CO dengan haemoglobin menimbulkan terjadinya
penurunan kapasitas oksigen terhadap haemoglobin dan penurunan
pengiriman oksigen ke sel berdasarkan tiga mekanisme. (4)
1. Berikatan dengan hemoglobin
Saat karbon monoksida terinhalasi maka ia akan mengambil posisi
oksigen yang berikatan dengan hemoglobin, dimana normalnya
hemoglobin akan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ikatan karbon
monoksida dengan hemoglobin memiliki afinitas 200-300 kali
dibandingkan ikatan oksigen dengan hemoglobin sehingga terjadi
perubahan reversibel berupa perpindahan oksigen dari molekul
hemoglobin. Efeknya kumulatif dan bertahan lama, menyebabkan
kekurangan pengangkutan oksigen ke jaringan. Pemberian udara segar
yang lama (atau oksigen murni) dibutuhkan untuk melepaskan ikatan
(4,5)
antara CO dan haemoglobin.
Selain itu, pembentukan COHb menyebabkan Hb mengikat
oksigen lebih ketat. Sehingga terjadi pergeseran kurva diasosiasi
oksigen-haemoglobin ke kiri yang berarti tekanan oksigen jaringan
berada pada tingkat terendah. Sehingga oksigen yang dilepaskan ke
jaringan menurun yang berlanjut pada hipoksia. Depresi miokard,
vasolidatasi perifer, dan distrimia ventrikel berperan dalam terjadi
hipotensi, penurunan perfusi jaringan dan selanjutnya terjadi hipoksia
(4,5)
jaringan.
8
Gambar 2. Karbonmonoksida mengikat Hemoglobin
9
kembali CO dengan peningkatan kadar COHb. Hal ini dikarenakan
lambatnya pelepasan ikatan CO dengan mioglobin setelah berikatan
dengan hemoglobin. (5)
Mekanisme keracunan CO adalah perinhalasi. Absorbsi CO terjadi
di paru-paru di mana CO kontak dengan sel darah merah di kapiler dan
mengadakan ikatan dengan CO-Hb. Karbon monoksida menyebabkan
hipoksia jaringan dengan cara bersaing dengan oksigen untuk melakukan
ikatan pada hemeprotein pembawa oksigen. Di samping itu, lebih
kuatnya afinitas hemoglobin terhadap CO mulai dari 30-500 kali lebih
kuat dibandingkan afinitas oksigen yang menyebabkan adanya
karboksihemoglobin yang mengganggu afinitas oksigen terhadap
sehingga mengurangi pelepasan oksigen ke jaringan. Namun demikian,
ikatan reaksi ini adalah reversibel. (4,5)
Karbon monoksida juga memiliki efek toksik langsung pada
tingkat seluler dengan cara mengganggu respirasi mitokondria, karena
karbon monoksida terikat pada kompleks sitokrom oksidase. Berbeda
dengan hemoglobin, afinitas sitokrom oksidase lebih kuat terhadap
oksigen. Akan tetapi selama anoksia seluler, karbon monoksida dapat
terikat pada sitokrom oksidase tersebut. (4,5)
Oleh karena afinitas hemoglobin yang lebih kuat terhadap karbon
monoksida, konsentrasi rendah di udara dapat menghasilkan saturasi
darah yang tinggi dengan gas ini. Kelembaban, suhu lingkungan yang
tinggi, pada daerah ketinggian dan afinitas fisik akan meningkatkan
kecepatan respirasi, dan juga absorbsi karbon monoksida. The
Occupational Safet and Health Administration (OSHA) menganjurkan
batas keterpaparan maksimum yang dapat diterima adalah 35 ppm selama
8 jam. Untuk alasan keamanan, para pekerja yang terpapar karbon
monoksida seharusnya tidak pernah memiliki karboksihemoglobin darah
di atas 5%. Peningkatan kadar karboksigemoglobin sebesar 10-14%
sudah pernah ditemukan pada pemadam kebakaran setelah memadamkan
kebakaran. Peningkatan kadar karboksihemoglobin sebesar 13% dapat
10
juga ditemukan pada polisi yang bertugas diterowongan atau pekerja-
pekerja dibengkel di mana kendaraan bermotor dinyalakan. Jadi asphyxia
dengan kegagalan pernapasan atau sirkulasi merupakan sebab kematian
dari kematian karbon atau kombinasi dari kedua hal tersebut di atas. (4,5)
11
Waktu paruh karbon monoksida, jika menghirup udara ruangan yang
rata dengan air laut, yaitu sekitar 4-6 jam. Tetapi oksigen mengurangi
eliminasi waktu paruh, tergantung pada konsentrasi oksigennya. Eliminasi
waktu paruh dengan terapi oksigen dipendekkan menjadi 40-80 menit dengan
menghirup oksigen 100% pada 1 atm, dan menjadi 15-30 menit dengan
menghirup oksigen hiperbarik. Jika seseorang masih bertahan hidup saat
sampai di ruang gawat darurat, penggunaan oksimeter nadi tidak dapat
dipercaya untuk menentukan secara akurat kadar oksigenasi. Alat ini tidak
dapat membedakan antara karboksihemoglobin dengan oksihemoglobin pada
panjang gelombang yang biasa digunakan. (4-7)
12
mencapai 40%, pengunaan tenaga sedikit pun menyebabkan pingsan. Denyut
nadi dan pernafasan menjadi cepat, tekanan darah turun. Kadar antara 40-
60%, ada suatu kebingungan mental, kelemahan, dan hilangnya koordinasi.
Haldane pada kadar 56% tidak mampu berjalan sendiri tanpa bantuan. Pada
kadar CO 60% dan seterusnya, seseorang akan hilang kesadaran, pernapasan
menjadi Cheyne-Stokes, terdapat kejang intermitten, penekanan kerja jantung
dan kegagalan pernafasan, dan kematian, dapat disertai peningkatan suhu
tubuh. (8,9)
Tabel 2.1 Hubungan antara Gejala dengan kadar COHb dalam darah
%COHb Gejala-gejala
0-10 Tidak ada keluhan maupun gejala
10-20 Rasa berat di kepala, sedikit sakit kepala, pelebaran pembuluh
darah kulit
20-30 Sakit kepala menusuk-nusuk pada pelipis
30-40 Sakit kepala hebat, lemah, dizziness, padangan jadi kabur,
mausea, muntah-muntah
40-50 Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat
50-60 Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat, koma, kejang
yang intermetten
60-70 Koma, kejang yang intermitten, depresi jantung dan pernafasan
70-80 Nadi lemah, pernafasan lambat, kegagalan pernafasan dan
meninggal dalam beberapa jam
80-90 Meninggal dalam waktu kurang dari satu jam
> 90 Meninggal dalam beberapa menit
Akan tetapi perlu diketahui untuk beberapa kasus, kadar COHb tidak
berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala. Pada orang tua dan pada mereka
yang menderita penyakit berat seperti penyakit arteri koroner atau penyakit
paru obstruktif kronik, kadar COHb 20-30% sudah dapat bersifat fatal. Selain
itu, pada studi yang dilakukan terhadap binatang, tranfusi darah dengan kadar
COHb yang tinggi namun dengan kadar CO bebas yang minimal tidak
menghasilkan gejala klinis atau gejalanya minimal. Hal ini mengidikasikan
bahwa adanya CO bebas yang terlarut dalam plasma berperan penting dalam
menimbulkan gejala pada intoksikasi karbon monoksida. Walaupun
keracunan gas CO tersebut dapat diatasi, namun keterlambatan penanganan
13
masalah ini dapat berakibat fatal karena otak dan jantung manusia organ
tubuh sangat vital yang paling peka terhadap kekurangan oksigen dalam
darah. (8,9)
Konsentrasi dalam
No Konsentrasi Gejala terhadap kesehatan
darah (%COHb)
1 0-10 Lebih kecil Belum ada gejala
2 10 1,0 - 2,0 Gangguan pada tingkah laku
3 10-20 2,0 – 5,0 Gangguan pada sistem saraf
pusat, penglihatan, panca
indra dan lain-lain
4 30-50 5,0 – 10, 0 Perubahan fungsi pada
jantung dan paru-paru
5 50-70 10,0 – 80,0 Sakit kepala, lesu, pusing,
sesak nafas dan mati
14
monoksida pada jarak jauh dan membunuh manusia walaupun sedang
tidur atau terperangkap pada saat didalam gedung. (1)
Sumber karbon monoksida kedua tersering yang bersifat fatal
adalah inhalasi asap knalpot mobil. Hal ini hampir semata-mata
disebabkan karena kerusakan pada mesin, meskipun kematian sudah
pernah terjadi pada saat mobil terjebak di salju. Beberapa kematian
pernah terjadi ketika mesin sedang bergerak, dan beberapa lagi dengan
kondisi jendela mobil sebagian (2-4 inchi). Jarang ditemukan kematian
yang tiba-tiba terjadi saat mobil mulai dihidupkan dan dibiarkan hidup
digarasi untuk pemanasan sementara pengemudinya kembali ke rumah.
Karbon monoksida dari knalpot kemudian masuk ke dalam rumah dan
membunuh penghuninya. (8,9)
b. Bunuh Diri
Di Maio dan Dana melaporkan tiga kasus kematian akibat
menghirup karbon monoksida dari gas kanlpot mobil ketika berada di luar
ruangan. Konsentrasi karboksihemoglobin korban berkisar dari 58% (pada
karbon yang sudah membusuk) samapai 81%. Seluruh korban ditemukan
bergeletak dekat dengan pipa knalpot mobil. Dua meninggal karena bunuh
diri. Kasus ini menggambarkan kenyataan bahwa meskipun di luar
ruangan, kematian karena menghirup karbon monoksida dapat terjadi jika
seseorang dekat dengan sumber karbon monoksida dalam jangka waktu
yang lama. (4,8,9)
c. Pembunuhan
Kasus keracunan CO karena pembunuhan jarang terjadi sebaliknya
jangan diabaikan karena karbon sebelumnya dapat dibuat tidak sadar atau
mabuk lalu dibunuh oleh ibu yang memberi gas pada anaknya dan
kemudian bunuh diri. Pola kematian pada kasus CO harus dievaluasi
dengan perhatian penuh karena tindakan bunuh diri dapat dianggap
sebagai kematian akibat kecelakaan atau kematian yang wajar. (8,9)
15
Selain melalui anamnesis, penegakan diagnosis keracunan gas
Karbon Monoksida juga dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan fisik keracunan gas Karbon Monoksida karbon
hidup ditemukan:
Vital Sign
Takikardia
Hipertensi/hipotesis
Hipotermi, tetapi pada keadaan terminal mungkin
hipertermi
Takipneu, mungkin terjadi pernafasan Cheyne Stoke
( pada intoksikasi berat pada umunya pernafasan menjadi lambat)
Kulit
Umumnya pucat
Tanda klasik cherry red sangatlah jarang (hanya tampak
setelah meninggal)
Mata
Pupil melebar dan reaksi cahaya menghilang (pada
keadaan koma)
Pendarahan retina
Vena retina berwarna merah terang (tanda-tanda awal
yang sensitif)
Papil edema
Homonim hemianopsia
Paru-paru
Pneumonia dan ederma paru non kardiologis
Sistem Saraf Pusat
Gangguan neurologis dan atau neuropsikiatri
Gangguan daya ingat (amnesia retrograde dan
anteograde)
16
Emoasi yang labil, sulit untuk mengambil keputusan
dan menurunkan kognitif
Stupor sampai koma
Apraksia, agnosia, gangguan TIC, gangguan
pendengaran dan keseimbangan, kebutaan dan gangguan psikis. Hal
tersebut oleh karena paparan jangka panjang atau paparan yang berat
meskipun akut akan meninggalkan sequelae neuropsikiatri jangan
panjang.
Darah
Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan
yang terpenting, darah di ambil dari vena secepat mungkin karena
ikatan CO-Hb cepat terrurai kembali menjadi CO dan keluar tubuh
Pada pemeriksaan laboratorium mungkin dijumpai
leukositosis, hiperlikemia, dengan glukosuria (dalam waktu 3-4 hari),
albuminuria peningkatan BUN dan peningkatan SGOT. Perubahan
kadar gama globulin juga pernah dilaporkan.
Urin
Pada pemeriksaan urin didapatkan positif untuk
albumin dan glukosa pada keracunan kronis
Pada Wanita Hamil
Pemerikasaan yang dilakukan sama dengan yang di
bicarakan di atas, yang perlu diperhatikan adalah akumulasi CO di
janin 10- 15% lebih tinggi di banding darah itu waktu paruh HbCO
pada janin adalah 7-9 jam.
17
Diperlukan pada keracunan yang signifikan, gejala pulmonal, atau bila
akan diterapi dengan oksigen hiperbarik. Pada umumnya gambaran foto
thoraks tidak didapatkan kelainan. Gambaran ground glass, kesuraman
perihilus dan edema intra alveolar menunjukan prognosa yang buruk.
d. MRI
MRI lebih akurat dibanding dengan CT-Scan dalam menentukan lesi fokal
dan demielinisasi substansia alba. MRI juga sering digunakan untuk
memantau kemajuan pasien.
e. EKG
Sinus takikardi adalah kelainan yang paling sering tejadi. Aritmia
mungkin terjadi akibat hipoksi, iskemia atau infark. Mungkin juga
18
ditemukan gelombang T mendatar atau negatif, tanda insufiensi koroner,
ekstrasistol dan fibrilasi atrium.
f. Pengujian Neuropsychologic
Pengujian yang dilakukan diantaranya pengujian konsentrasi, fungsi
motorik halus, dan pemecahan masalah secara konsisten.
19
-
Perdarahan serebri
-
Transient Ischemic Attack (TIA)
-
Koma diabetikum / uremikum
-
Lactic acidosis
-
Alkoholisme
-
Keracunan narkotika
-
Keracunan senyawa nitrat
-
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)
-
Flu-like syndrome
-
Penyakit pembuluh darah koroner
-
Aritmia
-
Gastroenteritis
-
Labyrinthitis
-
Ensefalitis, meningitis
20
-
Infus glukosa untuk mengatasi koma atau pemberian infus i.v.500 ml
mannitol 20 % dalam waktu 15 menit diikuti dengan 500 ml dextrose
5 % selama kurang lebih 4 jam berikutnya untuk mengatasi cerebral
odema.
-
Analgetika, antibiotika, antikonvulsi.
3. Mencari sumber-sumber gas karbon monoksida (bila memungkinkan
diambil contoh udara untuk test isolasi gas).
4. Membantu mengumpulkan barang bukti (untuk pemeriksaan toksologi
melalui analisis bahan yang terbakar).
5. Membuat catatan tentang lingkungan di TKP, mencari informasi dari
orang-orang terdekat korban atau yang berada di sekitar TKP.
6. Menentukan apakah keracunan tersebut sesuatu yang wajar atau tidak.
7. Apabila korban telah meninggal dan ada permintaan visum et
repertum (SPVR), maka jenazah segera diangkut ke rumah sakit untuk
dilakukan otopsi.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, diharapkan
pemeriksaan di TKP dapat membantu dalam pemeriksaan toksikologi yang
akan dilakukan.
21
Pada keracunan gas karbon monoksida juga ditemukan pelepuhan
kulit pada area tertentu yang dikenal dengan pelepuhan barbiturat, misal
pada betis, pantat, sekitar pergelangan tangan dan lutut merupakan hasil
edema kulit akibat koma yang lama, dimana terdapat immobilitas total
serta tidak adanya darah vena yang kembali dari gerakan otot. Hal ini
merupakan tanda spesifik pada keracunan gas CO akan tetapi karena
sebagian besar kematian karena gas CO relatif cepat maka pelepuhan ini
jarang terjadi.
Eritema dan vesikel / bula pada kulit dada, perut, luka, atau
anggota gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak
tertekan. Kelainan tersebut disebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler
(12,13)
bawah kulit.
Pada kasus yang meragukan, jenasah korban diperiksa dengan
pencahayaan yang baik, sehingga tingkat ketelitian dalam menentukan
apakah ada atau tidaknya warna cherry red pada permukaan tubuh dapat
lebih baik.
22
Gambar 5. Keracunan karbon monoksida (CO) akan menyebabkan kulit
berwarna kemerahan. (14)
23
b. Pemeriksaan dalam
Tidak ditemukan perdarahan di rongga pleura pada keracunan CO,
walau hal ini sering dihubungkan dengan asfiksia. Inilah membedakan
keracunan CO dan kehilangan oksigen.
Pada pemeriksaan dalam penting untuk diperhatikan dalam
pengambilan sampel
-
Pengambilan sampel darah --- lebih baik mengambil bahan dalam
keadaan segar dan lengkap, pengambilan darah dari jantung dilakukan
secara terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri bila darah masih
dapat ditemukan. (12)
-
Pada korban yang meninggal, dapat diambil setiap saat sebelum terjadi
proses pembusukan sebab:
o Post mortem tidak terbentuk ikatan CO-Hb yang baru.
o Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan CO-Hb
yang telah terjadi.
Perubahan yang dapat terjadi antara lain:
1. Warna cherry red seluruh organ dalam, otot, terkadang pulpa gigi dan
sumsum tulang
2. Bintik bintik perdarahan (tanda asphyxia) pada otot jantung, jaringan
otak, conjunctiva, endocard.
3. Degenerasi anoksida terlokalisir (hepar, jantung, ginjal dan paru)
4. Odema paru dan bronkopneumonia
5. Nekrosis otot
6. Gagal ginjal akut
7. Nekrosis bilateral dari globus pallidus
8. Edema pada globus pallidus dan subthalamicus
9. Ptechie dari substansia alba otak
10. perlunakan korteks dan nucleus sentralis
11. Fatty degrenation dan nekrosis pada ginjal
c. Pemeriksaan Penunjang
24
Tes kimia terhadap korban keracunan CO
a) Analisa gas darah
-
analisa kualitatif
1. Alkali dilution test
Penentuan kualitatif yang cukup cepat untuk menentukan CO-
Hb dengan kadar lebih 10% dalam darah.
Cara kerja:
-
masukan darah korban 2-3 tetes dalam tabung reaksi I,
encerkan dengan aquadest sampai volume 15ml. Tabung
reaksi II sebagai kontrol teteskan 2-3 tetes darah orang
sehat dewasa, encerkan seperti pada tabung reaksi I.
-
Pada masing-masing tabung reaksi (setelah homogen)
tambahkan 5 tetes larutan natrium hidrosikda 10% amati
perubahan yang terjadi.
Penilaian:
-
Darah normal (tabung reaksi II) kontrol segera berubah
warna dari merah muda menjadi coklat kehijauan dalam
waktu kurang dari 30 menit, karena terbentuknya alkali
hematin.
-
Darah korban (tabung rekasi I) perubahan warna seperti di
atas membutuhkan waktu lebih besar dari 30 detik, karena
sudah terjadi ikatan CO-Hb.
-
Tes positif apabila perubahan warna tadi terjadi lebih dari
30 menit syarat darah kontrol:
-
Bukan darah foetus
-
Bukan darah perokok sebab darah perokok mempunyai
tendensi kadar CO cukup tinggi.
2. Katayama test
-
dalam rang 2 ml yang telah diencerkan, tambahkan 2 ml
Amonium sulfida kuning dan 2 ml asam asetat 30%
25
-
pada darah normal terjadi perbuhan warna menjadi hijau,
sedang darah korban keracunan CO tetap berwarna merah
muda seperti semula
3. Pemeriksaan spectroscopy
Penentuan dengan melihat spectrum dari COHb
-
Analisa kuantitatif:
1. Gettler Freimuth
Sebenarnya merupakan penentuan dengan cara semikuantitatif.
Prinsip kerja:
Darah + iPottasium ferrisida CO dibebaskan dari Hb
CO + PdCL 2 + H 2O+ Pd+CO+HCL
Ion Palladium (Pd) akan diendapkan pada kertas saring
warna hitam
Dengan membandingkan intentitas warna hitam tersebut
dengan warna standar maka akan didapatkan konsentrasi
COHbsecara semikuantitatif
2. Spectrophotometry
Merupakan cara terbaik untuk melakukan analisa konsentrasi
gas karbon monoksida pada korban yang masih hidup
Dengan mengunakan alat septrofotometer ditentukan
perbandingan (rasio) COHb terhadap oxy-Hb.
3. Chromatography
Cara mengukur kadar COHb udara ekspirasi. Walaupun kurang
akurat, akan sangat menolong di lapangan. Sering digunakan
untuk mengukur kadar COHb pada petugas pemadam
kebarakan setelah memadamkan api.
Pengukuran dilakukan dengan cara kromatografi, udara
ditampung dalam kantong dan kadar Co ditentukan dengan
detector, perubahan ionisasi sesudah hidralasi katalik dengan
Tometahne.
26
Teknik yang lebih canggih termasuk radioimmunassay (RIA),
thin-layer chromatography (TLC),serapan ultraviolet (UV),
penyerapan inframerah (IR), performance liquid
chromatography (HPLC), dan kromatografi gas (GC). (10)
27
2.9.5 Pemeriksaan Tambahan Korban Mati
Tujuan yang terpenting dari dilakukannya pemeriksaan tambahan
(toksikologi) pada kasus keracunan adlaah untuk menegakkan diagnosa dari
keracuan, sehingga dapat segera dilakukan terapi yang tepat (pada korban
hidup) dan dapat memberikan kesimpulan yang pasti dari sebab kematian
korban akibat keracunan. Untuk itu pada setiap kasus keracunan atau diduga
akibat keracunan mutlak dilaksanakan pemeriksaan toksikologi:
Beberapa langkah pemeriksaan toksikologi yaitu:
-
Pengambilan sample darah
-
Pada korban hidup sample darah diambil dari vena secepat
mungkinkarena ikatan CO-Hb cepat terurai kembali menjadi CO dan
keluar tubuh.
-
Pada korban yang meninggal, dapat diambil setiap saat sebelum menjadi
proses pembusukan sebab:
post mortem tidak termasuk ikatan CO-Hb yang baru
Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan CO-
Hb yang telah terjadi
Jenis pemeriksaan tambahan lain pada korban mati diantaranya:
a. Darah lengkap
Leukositosis ringan
b. Serum elektrolit
Laktoasidosis, hipokalemia
c. Gula darah
hiperglikemia
d. Tes fungsi ginjal
Terjadi GGA (gagal ginjal akut) oleh karena mioglobinuria
e. Tes fungsi liver
Terjadi peningkatan enzim-enzim hati pada gagal hati fulminan
f. Urinalisis
Albumin dan glukosa positif pada intoksikasi kronis
g. Methemoglobin
28
Sebagai diagnosis banding dengan saturasi O 2 rendah dan Pa O 2 normal.
h. Etanol
Etanol adalah faktor yang mengacaukan, apakah keracunan tersebut
disengaja ataukah tidak.
i. Kadar sianida
Jika diduga ada keracunan sianida (misalnya pada kebakaran pabrik),
paparan terhadap sianida ditandai dengan adanya asisodis metabolik yang
tidak diketahui sebabnya.
j. Histopatologis
Pemeriksaan PA menunjukkan adanya area nekrotik dan perdarahan
mikrokospis di seluruh tubuh juga terjadi edema dan kongesti hebat pada
otak, hati, ginjal dan limpa.
29
akan berkurang sampai 50% dalam waktu 1-2 jam. Jika kadar
karboksihemoglobin dalam darah lebih dari 20% perlu terapi oksigen
hiperbarik).
c. Jika terjadi depresi pernapasan, berikan pernapasan buatan dengan
oksigen 100% sampai pernapasan kembali normal.
2. Antidoum: oksigen yang diberikan pada tindakan gawat
darurat merupakan antidot terhadap keracunan karbon monoksida.
3. Tindakan umum
a. Usahakan suhu badan normal. Turunkan suhu badan, jika terjadi
hiperthermia.
b. Perhatikan tekanan darah penderita.
c. Untuk mengurangi edema serebral, berikan manitol 1 g / kg sebagai
larutan 20% secara IV dalam waktu lebih dari 20 menit. Untuk
mengatasi edema serebral, berikan prednisolon 1 mg / kg secara IV
atau IM tiap 4 jam, atau obat golongan kortikosteroid lain yang setara.
d. Jika terjadi radang paru karena infeksi bakteri, berikan obat
kemoterapi yang spesifik.
e. Untuk mengurangi kemungkinan terjadi komplikasi neurologik yang
timbul kemudian, perlu istirahat di tempat tidur selama 2-4 minggu.
f.Atasi konvulsi atau hiperaktivitas yang terjadi dengan diberi diazepam
0,1 mg / kg secara IV perlahan-lahan.
4. Follow up
a. Pasien rawat inap
1) Memerlukan monitoring yang berkala
2) Pada beberapa kasus yang berat perlu dirawat di ICCU
b. Pasien rawat jalan
1) Penderita tanpa gejala dengan tingkat COHb dibawah 10%
2) Bisa dilakukan terapi O 2 hiperbarik untuk membersihkan kadar
CO dalam darah.
30
Di rumah:
Sumber potensial gas karbonmonoksida di rumah antara lain:
-
Gas knalpot mobil dalam garasi
-
Alat pemanggang berbeque di dalam garasi
-
Pengering pakaian
-
Dapur tanpa ventilasi yang memadai
-
Kebocoran tabung gas
-
Sumbatan pada cerobong asap rumah
31
-
Yakinkan semua peralatan yang digunakan di dalam ruangan bekerja
dengan kondisi baik
-
Jika mengalami gejala keracunan gas CO segera dapatkan udara segar dan
dapatkan perawatan medis
Gambar 9. Detektor
Di tempat kerja:
-
Memasang carbon monoside gas detector atau detektor gas CO, yang
dilengkapi dengan alarm, di ruangan di mana gas CO dihasilkan.
-
Memastikan bahwa sistem ventilasi terpasang dan beroperasi dengan baik.
-
Sebelum melakukan pekerjaan di area tertutup atau confined space,
dilakukakn terlebih dahulu.
32
Gambar 10. Contoh masker yang dapat dipakai untuk mencegah keracunan
CO tipe Ndsr 3004 & Ndsr 3005
Di dalam mobil
-
secara rutin periksa sistem pembangunan kendaraan anda setiap tahunya,
kebocoran kecil bisa memicu gas karbonmonoksida masuk ke dalam
mobil
-
jangan menjalankan mobil di dalam garasi kendaraan yang sedang
tertutup, gas karbon monoksida bisa dengan cepat memenuhi ruangan
-
jika beristirahat di dalam mobil, jangan menutup semua kaca dan pintu
dengan penyejuk udara masih menyala. Banyak kasus kematian di dalam
mobil karena keracunan gas karbonmonoksida
-
periksa sistem AC mobil anda apakah ada kebocoran yang mungkin terjadi
33
Gambar 11. Detektor CO yang dipasang di mobil 27
34
Pasal 345 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri,
atau menolongnya dalam perbuatan ini, atau memberi ikhtiar kepadanya,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun, kalau jadi
orangnya bunuh diri:.
c. Kasus pembunuhan
Pasal 338 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang,karena
pembunuhan biasa, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
penjara lima belas tahun”.
Pasal 340 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembuhuan
berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup
atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun”.
Sebab kematian seorang korban yang mati karena racun dan diduga
karena suatu tidak pidana, sangat perlu untuk diketahui oleh pihak pengadilan
karena memegang peranan penting dalam menentukan kesalahan yang telah
dilakukan oleh terdakwa, sehingga dengan demikian hakim dapat
menjatuhkan pidana yang seadil mungkin:
Apabila kesalahan itu dilakukan tanpa kesengajaan (karena
kealpaannya) maka terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan:
35
pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
2) “Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
atau pidana kurungan paling lama satu tahun”.
36
Apabila tindakan itu dilakukan atas permintaan korban, terdakwa dapat
dipidana berdasarkan pasal 344 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaa orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”
37
kecurigaan bahwa matinya karena racun, maka pemeriksaan toksikologi dapat
dibatalkan.
38
BAB III
KESIMPULAN
Karbon monoksida adalah salah satu jenis gas yang berbahaya. Gas ini
tidak berwarna, berbau, maupun berasa yang dihasilkan dari proses
pembakaran yang tidak sempurna dari material yang berbahan dasar karbon
seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak, dan zat-zat organic lainnya.
Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen
dalam proses pembakaran. Gas karbon monoksida mempunyai potensi
bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat
dengan pigmen darah yaitu hemoglobin
Sebagai dokter, perlu pemahaman lebih mendalam mengenai
keracunan karbo monoksida, sehingga dapat memastikan apakah kasus
tersebut merupakan bunuh diri, pembunuhan, atau kecelakaan sehingga dapat
memperjelas suatu perkara pidana khusunya.
39