Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil

(bukan minimal), yang jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan

menyebabkan timbulnya reaksi kimiawi (efek kimia yang besar yang dapat

menyebabkan sakit, bahkan kematian.

Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau

yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari material

berbahan dasar karbon seperti kayu, batu bara, bahan bakar minyak dan zat-zat

organik lainnya. Setiap korban kebakaran api harus dicurigai adanya intoksikasi

gas CO. Sekitar 50% kematian akibat luka bakar berhubungan dengan trauma

inhalasi dan hipoksia dini menjadi penyebab kematian lebih dari 50% kasus trauma

inhalasi. Intoksikasi gas CO merupakan akibat yang serius dari kasus inhalasi asap

dan diperkirakan lebih dari 80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma

inhalasi. Misdiagnosis tidak jarang terjadi karena gejala yang tidak khas dan

banyak manifestasi klinis yang timbul, sehingga diperlukan ketelitian yang tinggi

dalam menangani pasien dengan intoksikasi gas CO.

Banyak pembakaran yang menggunakan bahan bakar seperti alat pemanas

dengan menggunakan minyak tanah, gas, kayu dan arang yaitu kompor, pemanas

air, alat pembuangan hasil pembakaran dan lain-lain yang dapat menghasilkan

karbon monoksida. Pembuangan asap mobil mengandung 9% karbon monoksida.

Pada daerah yang macet tingkat bahayanya cukup tinggi terhadap kasus keracunan.

Asap rokok juga mengandung gas CO, pada orang dewasa yang tidak merokok

1
biasanya terbentuk karboksi haemoglobin tidak lebih dari 1% tetapi pada perokok

yang berat biasanya lebih tinggi yaitu 5-10%. Pada wanita hamil yang merokok,

kemungkinan dapat membahayakan janinnya.

Karbon monoksida tidak berwarna, tidak berbau, tidak merangsang selaput

lendir tetapi sangat berbahaya (beracun) maka gas CO dijuluki sebagai “silent

killer”(pembunuh diam-diam). Campuran 1 volume CO dengan 0,5 volume O2

atau campuran 1 volume CO dengan 2,5 volume udara, bila bertemu api akan

meledak. CO dapat bersenyawa dengan logam atau non logam, misalnya dengan

klorin akan terbentuk karbonil klorida (COCI) yaitu fosgen, gas beracun yang

pernah dipakai dalam peperangan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomolekuler CO
Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran senyawa organik yang tidak sempurna
dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon
monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu
udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Karbon monoksida terdiri dari
satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen. Dalam
ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen dan satu ikatan kovalen koordinasi antara
atom karbon dan oksigen. (4)
Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam
proses pembakaran. Gas karbon monoksida mempunyai potensi bersifat racun yang
berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu
hemoglobin:
(4,5)
Hemoglobin + CO ↔ COHb (karboksihemoglobin)

Gambar 1. Oksihemoglobin dan Karboksihemoglobin

3
2.2 Sifat Fisik dan Kimia
Molekul CO memiliki panjang ikat 0,1128 nm. Perbedaan muatan formal
dan elektronegativitas saling meniadakan, sehingga terdapat momen dipol yang
kecil dengan kutub negatif di atom karbon walaupun oksigen memiliki
elektronegativitas yang lebih besar. Alasannya adalah orbital molekul yang
terpenuhi paling tinggi memiliki energi yang lebih dekat dengan orbital p karbon,
yang berarti bahwa terdapat rapatan elektron yang lebih besar dekat karbon. Selain
itu, elektronegatif karbon yang lebih rendah menghasilkan awan elektron yang
lebih baur, sehingga menambah momen dipol. Ini juga merupakan alasan mengapa
kebanyakan reaksi kimia yang melibatkan karbon monoksida terjadi pada atom
karbon, dan bukannya pada atom oksigen. Panjang ikatan molekul karbon
monoksida sesuai dengan ikatan rangkap tiga parsialnya. Molekul ini memiliki
momen dipol ikatan yang kecil dan dapat diwakiliki dengan tiga struktur resonansi:

Resonans paling kiri adalah bentuk yang paling penting. Hal ini
diilustrasikan dengan reaktivitas karbon monoksida yang beraksi dengan
karbokation.
Dinitrogen bersifat isoelektronik terhadap karbon monoksida. Hal ini berarti
bahwa molekul-molekul ini memiliki jumlah elektron dan ikatan yang mirip satu
sama lainnya. Sifat-sifat fisika antara N2 dan CO sangat mirip, walaupun CO lebih
(4,5)
reaktif.

Tabel 1. Sifat fisik dan kimia karbon monoksida

Nama IUPAC Karbon monoksida

4
Nama lain Karbonat oksida
Identifikasi
Nomor CAS [630-08-0]
Nomor RTECS FG3500000
Sifat
Rumus molekul CO
Massa molar 28,0101 g/mol
Penampilan tak berwarna, gas tak berbau
Densitas 0,789g/cm³,liquid
1,250g/Lpada0 °C,1atm.
1,145g/Lpada25 °C,1atm.
(lebih ringan dari udara)
Titik leleh -205 °C (68 K)
Titik didih
-192 °C (81 K)
Kelarutan dalam air 0,0026 g/100 mL (20 °C)
Momen dipol 0,112 D (3,74×10 −31 C·m)
Bahaya
Klasifikasi EU Sangat mudah terbakar (F+)
Repr.Cat.1
Toxic (T)
NFPA 704

Frasa-R Templat:R12, R23, Templat:R33,


Templat:R48, Templat:R61
Frasa-S S9, S16, S33, S45, S53
Titik nyala Gas mudah terbakar

2.3 Sumber dan Distribusi


Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi
sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia. Karbon monoksida yang berasal
dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran
hutan dan badai listrik alam.
Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang
menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber
buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun. Separuh dari jumlah ini
berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan

5
sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan
minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik. Didalam laporan WHO
(1992) dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi
kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para
perokok dapat memajan dirinya sendiri dan asap rokok yang sedang dihisapnya.
Sumber CO dari dalam ruang (indoor) termasuk dari tungku dapur rumah
tangga dan tungku pemanas ruang. Dalam beberapa penelitian ditemukan kadar CO
yang cukup tinggi didalam kendaraan sedan maupun bus.
Kadar CO diperkotaan cukup bervariasi tergantung dari kepadatan
kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya
ditemukan kadar CO yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan malam
hari. Selain cuaca, variasi dari kadar CO juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan
bangunan disekitarnya. Pemajanan CO dari udara ambien dapat direfleksikan
dalam bentuk kadar karboksi-harmoglobin (HbCO) dalam darah yang berbentuk
dengan sangat pelahan karena butuh waktu 4-12 jam untuk tercapainya
keseimbangan antara kadar CO diudaran dan HbCO dalam darah. Oleh karena itu
kadar CO didalam lingkungan, cenderung dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam
8 jam pengukuran sepanjang hari (moving 8 hour average concentration) adalah
lebih baik dibandingkan dari data CO yang dinyatakan dalam rata-rata dari 3 kali
pengukuran pada periode waktu 8 jam yang berbeda dalam sehari. Perhitungan
tersebut akan lebih mendekati gambaran dari respons tubuh manusia terhadap
keracunan CO dari udara.
Karbon monoksida yang bersumber dari dalam ruang (indoor) terutama
berasal dari alat pemanas ruang yang menggunakan bahan bakar fosil dan tungku
masak. Kadar nya akan lebih tinggi bila ruangan tempat alat tersebut bekerja, tidak
memadai ventilasinya. Namun umumnya pemajanan yang berasal dari dalam
ruangan kadarnya lebih kecil dibandingkan dari kadar CO hasil pemajanan asap
rokok.
Berbeda individu juga dapat terpajan oleh CO karena lingkungan kerjanya.
Kelompok masyarakat yang paling terpajan oleh CO termasuk polisi lalu lintas
atau tukang parkir, pekerja bengkel mobil, petugas industri logam, industri bahan
bakar bensin, industri gas kimia dan pemadam kebakaran.

6
Pemajanan CO dari lingkungan kerja seperti yang tersebut diatas perlu
mendapat perhatian. Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor ditemukan
mencapai setinggi 600mg/m3 dan didalam darah para pekerja bengkel tersebut bisa
mengandung HbCO sampai lima kali lebih tinggi dari kadar normal. Para petugas
yang bekerja dijalan raya diketahui mengandung HbCO dengan kadar 4-7,6 %
(perokok) dan 1,4-3,8% (bukan perokok) selama sehari bekerja. Sebaliknya kadar
HbCO pada masyarakat umum jarang yang melampaui 1% walaupun studi yang
dilakukan di 18 kota besar di Amerika Utara menunjukkan bahwa 45% dari
masyarakat bukan perokok yang terpajan oleh CO udara, didalam darahnya
terkandung HbCO melampaui 1,5%. Perlu juga diketahui bahwa manusia sendiri
dapat memproduksi CO akibat proses metabolisme yang normal. Produksi CO
didalam tubuh sendiri ini (endogenous) bisa sekitar 0,1+1% dari total HbCO dalam
darah.
Beberapa sumber di bawah ini menunjukkan konsentrasi CO:
-
Hasil pembakaran mesin 3-7%
-
Gas penerangan dari pabrik 20-30%
-
Polusi udara bisa mencapai 52%
-
Asap rokok 5-10%
-
Kebakaran mobil bisa mencapai 8-40%
Sedang dengan kadar COHb di atas 60% dalam darah cepat menimbulkan kematian
(parameter pencemar udara dan dampaknya terjadap kesehatan). (5,6)

2.4 Mekanisme Keracunan Karbon Monoksida


Karbon monoksida tidak mengiritasi tetapi sangat berbahaya (beracun)
maka gas CO dijuluki sebagai “silent killer” (pembunuh diam-diam). Keberadaan
gas CO akan sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia karena gas itu akan
menggantikan posisi oksigen yang berkaitan dengan haemoglobin dalam darah.
Gas CO akan mengalir ke dalam jantung, otak, serta organ vital. Ikatan
kerbosihaemoglobin jauh lebih kuat 200 kali dibandingkan dengan ikatan antara
oksigen dan haemoglobin. Akibatnya fatal.
Jumlah CO yang diabsorbsi oleh tubuh tergantung pada ventilasi semenit,
durasi paparan, dan konsentrasi relatif karbon monoksida di lingkungan ikatan CO
dengan haemoglobin menimbulkan terjadinya penurunan kapasitas oksigen

7
terhadap haemoglobin dan penurunan pengiriman oksigen ke sel berdasarkan tiga
mekanisme.
1. Berikatan dengan hemoglobin
Saat karbon monoksida terinhalasi maka ia akan mengambil posisi
oksigen yang berikatan dengan hemoglobin, dimana normalnya hemoglobin
akan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ikatan karbon monoksida dengan
hemoglobin memiliki afinitas 200-300 kali dibandingkan ikatan oksigen
dengan hemoglobin sehingga terjadi perubahan reversibel berupa perpindahan
oksigen dari molekul hemoglobin. Efeknya kumulatif dan bertahan lama,
menyebabkan kekurangan pengangkutan oksigen ke jaringan. Pemberian udara
segar yang lama (atau oksigen murni) dibutuhkan untuk melepaskan ikatan
(9,10)
antara CO dan haemoglobin.
Selain itu, pembentukan COHb menyebabkan Hb mengikat oksigen
lebih ketat. Sehingga terjadi pergeseran kurva diasosiasi oksigen-haemoglobin
ke kiri yang berarti tekanan oksigen jaringan berada pada tingkat terendah.
Sehingga oksigen yang dilepaskan ke jaringan menurun yang berlanjut pada
hipoksia. Depresi miokard, vasolidatasi perifer, dan distrimia ventrikel
berperan dalam terjadi hipotensi, penurunan perfusi jaringan dan selanjutnya
(8,9)
terjadi hipoksia jaringan.

Gambar 2. Karbonmonoksida mengikat Hemoglobi

8
2. Berikatan dengan kompleks sitokrom oksidase sehingga terjadi penurunan
respirasi efektif intra sel
Saat karbon monoksida berikatan dengan sitokrom oksidasi, terjadi
disfungsi mitokondria sehingga oksidasi mitokondria untuk menghasilkan ATP
berkurang. Terjadi pembebasan nitrit okside dari sel platelet dan endotel
menjadi bentuk radikal bebas peroksinitrit. Lebih lanjut menginaktifkan enzim
mitokondrial dan merusak endotel vaskular di otak. Hasil akhir berupa lipid
peroksidase (degradasi asam lemak tak jenuh) di otak yang dimulai pada fase
reperfusi sehingga terjadi demieliminasi reversible dari lipid sistem saraf
pusat. Intoksida CO juga bisa menyebabkan stress oksidatif pada sel, dengan
menghasilkan oksigen radikal yang mengkonversi xantin dehirogenase menjadi
(7,8,10)
xanthin oksidasi.
(11)
3. Berikatan dengan mioglobin membentuk karboksi mioglobin (COMb)
CO juga memiliki afinitas tinggi terhadap mioglobin, dan berikatan
secara langsung dengan otot jantung dan skelet yang menyebabkan toksisitas
secara langsung (case history). Ikatan CO dengan mioglobin dapat
mengganggu cardiac out put dan menimbulkan iskemia serebral. Ditemukan
gejala yang lambat muncul akibat terpapar kembali CO dengan peningkatan
kadar COHb. Hal ini dikarenakan lambatnya pelepasan ikatan CO dengan
mioglobin setelah berikatan dengan hemoglobin.
Mekanisme keracunan CO adalah perinhalasi. Absorbsi CO terjadi di
paru-paru di mana CO kontak dengan sel darah merah di kapiler dan
mengadakan ikatan dengan CO-Hb. Karbon monoksida menyebabkan hipoksia
jaringan dengan cara bersaing dengan oksigen untuk melakukan ikatan pada
hemeprotein pembawa oksigen. Di samping itu, lebih kuatnya afinitas
hemoglobin terhadap CO mulai dari 30-500 kali lebih kuat dibandingkan
afinitas oksigen yang menyebabkan adanya karboksihemoglobin yang
mengganggu afinitas oksigen terhadap sehingga mengurangi pelepasan oksigen
(10,11)
ke jaringan. Namun demikian, ikatan reaksi ini adalah reversibel.
Karbon monoksida juga memiliki efek toksik langsung pada tingkat
seluler dengan cara mengganggu respirasi mitokondria, karena karbon
monoksida terikat pada kompleks sitokrom oksidase. Berbeda dengan

9
hemoglobin, afinitas sitokrom oksidase lebih kuat terhadap oksigen. Akan
tetapi selama anoksia seluler, karbon monoksida dapat terikat pada sitokrom
(9)
oksidase tersebut.
Oleh karena afinitas hemoglobin yang lebih kuat terhadap karbon
monoksida, konsentrasi rendah di udara dapat menghasilkan saturasi darah
yang tinggi dengan gas ini. Kelembaban, suhu lingkungan yang tinggi, pada
daerah ketinggian dan afinitas fisik akan meningkatkan kecepatan respirasi,
dan juga absorbsi karbon monoksida. The Occupational Safet and Health
Administration (OSHA) menganjurkan batas keterpaparan maksimum yang
dapat diterima adalah 35 ppm selama 8 jam. Untuk alasan keamanan, para
pekerja yang terpapar karbon monoksida seharusnya tidak pernah memiliki
karboksihemoglobin darah di atas 5%. Peningkatan kadar karboksigemoglobin
sebesar 10-14% sudah pernah ditemukan pada pemadam kebakaran setelah
memadamkan kebakaran. Peningkatan kadar karboksihemoglobin sebesar 13%
dapat juga ditemukan pada polisi yang bertugas diterowongan atau pekerja-
pekerja dibengkel di mana kendaraan bermotor dinyalakan.
Jadi asphyxia dengan kegagalan pernapasan atau sirkulasi merupakan sebab
(7,9,10)
kematian dari kematian karbon atau kombinasi dari kedua hal tersebut di atas.

2.5 Waktu Kelangsungan Hidup


Semakin tinggi konsentrasi CO di udara maka semakin cepat waktu yang
dibutuhkan untuk menghasilkan saturasi CO yang tinggi di darah. Berikut ini
waktu yang dibutuhkan oleh karbon monoksida pada konsentrasi yang berbeda-
beda untuk mencapai kadar CO-Hb tertentu dalam darah.
Jumlah karbon monoksida yang diproduksi oleh mesin berbahan bakar
bensin tergantung pada sejumlah faktor termasuk kecepatan pemanasan mesin,
rasio udara dan bahan bakar, rasio kompresi dan adanya pengubah katalitik.
Sebelum pengenalan pengubah katalitik, sebuah mesin akan lebih efisien, sehingga
karbon monoksida diproduksi kurang dari 0,5%. Mesin diesel menghasilkan
karbon monoksida dengan jumlah yang lebih kecil dibandingkan mesin berbahan
(9)
bakar bensin.

10
2.6 Kadar Fetal Karbon Monoksida
Kadar karboksihemoglobin pada seseorang yang meninggal karena
keracunan CO dapat sangat bervariasi, tergantung pada sumber CO, keadaan
sekitar tempat kematian, dan kesehatan atau penyakit paru obstruktif kronik,
saturasi serendah 20-30% dapat bersifat fatal. Kadar karboksihemoglobin dalam
rumah yang terbakar rata-rata 57%, pada umumnya dengan kadar karbon
monoksida 30-40%. Sebaliknya, seseorang yang meninggal karena menghirup gas
knalpot kadarnya kebanyakan melebihi 70% rata-rata 79%. (12)
Kadar rendah pada seseorang yang meninggal karena menghrirup gas
knalpot dapat ditemukan jika mobil berhenti setelah korban berada dalam kondisi
koma ireversibel tetapi masih terus bernapas, dimana hal ini secara perlahan akan
menurunkan konsentrasi karboksihemoglobin mereka meskipun terjadi cedera
hipoksia ireversibel di otak. (12)
Waktu paruh karbon monoksida, jika menghirup udara ruangan yang rata
dengan air laut, yaitu sekitar 4-6 jam. Tetapi oksigen mengurangi eliminasi waktu
paruh, tergantung pada konsentrasi oksigennya. Eliminasi waktu paruh dengan
terapi oksigen dipendekkan menjadi 40-80 menit dengan menghirup oksigen 100%
pada 1 atm, dan menjadi 15-30 menit dengan menghirup oksigen hiperbarik. Jika
seseorang masih bertahan hidup saat sampai di ruang gawat darurat, penggunaan
oksimeter nadi tidak dapat dipercaya untuk menentukan secara akurat kadar
oksigenasi. Alat ini tidak dapat membedakan antara karboksihemoglobin dengan
oksihemoglobin pada panjang gelombang yang biasa digunakan. (12)

2.7 Gejala dan Tanda Keracunan Karbon Monoksida


Keracunan gas karbon monoksida gejala didahului dengan sakit kepala,
mual, muntah, rasa lelah, berkeringat banyak, pyrexia, pernafasan meningkat,
confusion, gangguan penglihatan, kebingungan, hipotensi, takikardi, kehilangan
kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat muncul pada orang yang menderita
nyeri dada. 1,4
Studi oleh Haldane dn Kilick mungkin memberikan penjelasan paling baik
dari efek keterpaparan karbon monoksida (CO). Gejalanya, pada saat muncul
biasanya bersifat progesif dan kira-kira sebanding dengan kadar CO darah. Pada
awalnya, tanda dan gelaja seringkali sulit dipisahkan. Pada kadar saturasi

11
karbolsihemoglobin 0-10%, umumnya tanpa gejala. Pada seseorang yang istirahat,
kadar CO dari 10 sampai 20% sering tidak bergelaja, kecuali sakit kepala, akan
tetapi, jika diuji orang ini akan menunjukkan pelemahan dalam melakukan tugas-
tugas kompleks. Haldane mengamati tidak ada efek nyeri pada kadar 18-23%.
Gelaja Kellick dapat diabaikan pada kadar di bawah 30%, meskipun demikian
kadar antara 30-35%, dia menunjukan sakit kepala disertai denyutan dan perasaaan
12
penuh di kepala.
Kadar Co antara 30-40%, ada sakit kepala berdenyut, mual, muntah,
pingsan, dan rasa mengantuk pada saat istirahat. Pada saat kadarnya mencapai
40%, pengunaan tenaga sedikit pun menyebabkan pingsan. Denyut nadi dan
pernafasan menjadi cepat, tekanan darah turun. Kadar antara 40-60%, ada suatu
kebingungan mental, kelemahan, dan hilangnya koordinasi. Haldane pada kadar
56% tidak mampu berjalan sendiri tanpa bantuan. Pada kadar CO 60% dan
seterusnya, seseorang akan hilang kesadaran, pernapasan menjadi Cheyne-Stokes,
terdapat kejang intermitten, penekanan kerja jantung dan kegagalan pernafasan,
dan kematian, dapat disertai peningkatan suhu tubuh. 12

Tabel 2.1 Hubungan antara Gejala dengan kadar COHb dalam darah
%COHb Gejala-gejala
0-10 Tidak ada keluhan maupun gejala
10-20 Rasa berat di kepala, sedikit sakit kepala, pelebaran pembuluh
darah kulit
20-30 Sakit kepala menusuk-nusuk pada pelipis
30-40 Sakit kepala hebat, lemah, dizziness, padangan jadi kabur,
mausea, muntah-muntah
40-50 Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat
50-60 Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat, koma, kejang
yang intermetten
60-70 Koma, kejang yang intermitten, depresi jantung dan pernafasan
70-80 Nadi lemah, pernafasan lambat, kegagalan pernafasan dan
meninggal dalam beberapa jam
80-90 Meninggal dalam waktu kurang dari satu jam
> 90 Meninggal dalam beberapa menit

Akan tetapi perlu diketahui untuk beberapa kasus, kadar COHb tidak
berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala. Pada orang tua dan pada mereka yang
menderita penyakit berat seperti penyakit arteri koroner atau penyakit paru
obstruktif kronik, kadar COHb 20-30% sudah dapat bersifat fatal. Selain itu, pada

12
studi yang dilakukan terhadap binatang, tranfusi darah dengan kadar COHb yang
tinggi namun dengan kadar CO bebas yang minimal tidak menghasilkan gejala
klinis atau gejalanya minimal. Hal ini mengidikasikan bahwa adanya CO bebas
yang terlarut dalam plasma berperan penting dalam menimbulkan gejala pada
intoksikasi karbon monoksida.
Walaupun keracunan gas CO tersebut dapat diatasi, namun keterlambatan
penanganan masalah ini dapat berakibat fatal karena otak dan jantung manusia
organ tubuh sangat vital yang paling peka terhadap kekurangan oksigen dalam
darah.

Tabel 2.2 Pengaruh konsentrasi karbon monoksida terhadap kesehatan manusia

Konsentrasi dalam
No Konsentrasi Gejala terhadap kesehatan
darah (%COHb)
1 0-10 Lebih kecil Belum ada gejala
2 10 1,0 - 2,0 Gangguan pada tingkah laku
3 10-20 2,0 – 5,0 Gangguan pada sistem saraf
pusat, penglihatan, panca
indra dan lain-lain
4 30-50 5,0 – 10, 0 Perubahan fungsi pada
jantung dan paru-paru
5 50-70 10,0 – 80,0 Sakit kepala, lesu, pusing,
sesak nafas dan mati

2.8 Cara Kematian Akibat Keracunan


Keracunan gas Co dapat terjadi akibat kebakaran, sumber karbon
monoksida kedua tersering yang bersifat fatal adalah inhalasi asap knapot mobil.
Kebanyakan kematian akibat hal ini adalah karena bunuh diri, tetapi juga akibat
kecelakaan maupun pembunuhan.
a. Kecelakaan
Penyebab utama dari kematian monoksida karena struktur kebakaran
dirumah atau gedung lain, penyebab terbesar kematian pada kebakaran rumah
tidak disebabkan karena terbakar tapi karena menghirup asap. Keadaan fatal ini

13
disebabkan karena keracunan CO, walaupun gas-gas lain seperti sianida,
phosgene dan acrolein sebagian turut berperan. Kebanyakan karbon dari
kebakaran rumah, mati jauh dari pusat api, yang mungkin terdapat pada
ruangan berbeda atau lantai yang berbeda, jaringan monoksida pada jarak jauh
dan membunuh manusia walaupun sedang tidur atau terperangkap pada saat
didalam gedung. 1,4
Sumber karbon monoksida kedua tersering yang bersifat fatal adalah
inhalasi asap knalpot mobil. Hal ini hampir semata-mata disebabkan karena
kerusakan pada mesin, meskipun kematian sudah pernah terjadi pada saat mobil
terjebak di salju. Beberapa kematian pernah terjadi ketika mesin sedang
bergerak, dan beberapa lagi dengan kondisi jendela mobil sebagian (2-4 inchi).
Jarang ditemukan kematian yang tiba-tiba terjadi saat mobil mulai dihidupkan
dan dibiarkan hidup digarasi untuk pemanasan sementara pengemudinya
kembali ke rumah. Karbon monoksida dari knalpot kemudian masuk ke dalam
rumah dan membunuh penghuninya.
b. Bunuh Diri
Di Maio dan Dana melaporkan tiga kasus kematian akibat menghirup
karbon monoksida dari gas kanlpot mobil ketika berada di luar ruangan.
Konsentrasi karboksihemoglobin korban berkisar dari 58% (pada karbon yang
sudah membusuk) samapai 81%. Seluruh korban ditemukan bergeletak dekat
dengan pipa knalpot mobil. Dua meninggal karena bunuh diri. Kasus ini
menggambarkan kenyataan bahwa meskipun di luar ruangan, kematian karena
menghirup karbon monoksida dapat terjadi jika seseorang dekat dengan sumber
karbon monoksida dalam jangka waktu yang lama.
c. Pembunuhan
Kasus keracunan CO karena pembunuhan jarang terjadi sebaliknya
jangan diabaikan karena karbon sebelumnya dapat dibuat tidak sadar atau
mabuk lalu dibunuh oleh ibu yang memberi gas pada anaknya dan kemudian
bunuh diri. Pola kematian pada kasus CO harus dievaluasi dengan perhatian
penuh karena tindakan bunuh diri dapat dianggap sebagai kematian akibat
kecelakaan atau kematian yang wajar. 12

2.9 Pemeriksaan yang dilakukan

14
2.9.1 Pemeriksaan Fisik Keracunan Gas Karbon Monoksida
Selain melalui anamnesis, penegakan diagnosis keracunan gas Karbon
Monoksida juga dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan fisik keracunan gas Karbon Monoksida karbon hidup
ditemukan:

Vital Sign

Takikardia

Hipertensi/hipotesis

Hipotermi, tetapi pada keadaan terminal mungkin hipertermi

Takipneu, mungkin terjadi pernafasan Cheyne Stoke ( pada
intoksikasi berat pada umunya pernafasan menjadi lambat)


Kulit

Umumnya pucat

Tanda klasik cherry red sangatlah jarang (hanya tampak
setelah meninggal)

Mata

Pupil melebar dan reaksi cahaya menghilang (pada keadaan
koma)

Pendarahan retina

Vena retina berwarna merah terang (tanda-tanda awal yang
sensitif)

Papil edema

Homonim hemianopsia

Paru-paru

Pneumonia dan ederma paru non kardiologis

Sistem Saraf Pusat

Gangguan neurologis dan atau neuropsikiatri

Gangguan daya ingat (amnesia retrograde dan anteograde)

Emoasi yang labil, sulit untuk mengambil keputusan dan
menurunkan kognitif

Stupor sampai koma

15

Apraksia, agnosia, gangguan TIC, gangguan pendengaran
dan keseimbangan, kebutaan dan gangguan psikis. Hal tersebut oleh karena
paparan jangka panjang atau paparan yang berat meskipun akut akan
meninggalkan sequelae neuropsikiatri jangan panjang.

Darah

Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan yang
terpenting, darah di ambil dari vena secepat mungkin karena ikatan CO-Hb
cepat terrurai kembali menjadi CO dan keluar tubuh

Pada pemeriksaan laboratorium mungkin dijumpai
leukositosis, hiperlikemia, dengan glukosuria (dalam waktu 3-4 hari),
albuminuria peningkatan BUN dan peningkatan SGOT. Perubahan kadar
gama globulin juga pernah dilaporkan.

Urin

Pada pemeriksaan urin didapatkan positif untuk albumin dan
glukosa pada keracunan kronis

Pada Wanita Hamil 14

Pemerikasaan yang dilakukan sama dengan yang di
bicarakan di atas, yang perlu diperhatikan adalah akumulasi CO di janin
10- 15% lebih tinggi di banding darah itu waktu paruh HbCO pada janin
adalah 7-9 jam.

2.9.2 Pemeriksaan Tambahan Pada Korban Hidup


a. Analisa Gas Darah
Akan didapatkan tingkat PCO2 mungkin normal atau serdikit menurun.
Gambaran Asidosis metabolik terjadi sekunder karena asidosis laktat dari
iskemia.
b. Foto Thoraks
Diperlukan pada keracunan yang signifikan, gejala pulmonal, atau bila akan
diterapi dengan oksigen hiperbarik. Pada umumnya gambaran foto thoraks tidak
didapatkan kelainan. Gambaran ground glass, kesuraman perihilus dan edema
intra alveolar menunjukan prognosa yang buruk.

16
Gambar 3. Gambaran ground glass appearance 28
c. CT-Scan
Diperlukan pada keadaan intoksikasi berat atau perubahan status mental yang
tidak segera hilang. Tampak adanya edema serebri dan lesi fokal, kebanyakan
berupa daerah yang lebih gelap di basal ganglia. Hasil CT-Scan positif secara
umum dapat memperkirakan timbulnya komplikasi neurologis. CT-Scan serial
diperlukan bila terjadai perubahan status mental.

d. MRI
MRI lebih akurat dibanding dengan CT-Scan dalam menentukan lesi fokal dan
demielinisasi substansia alba. MRI juga sering digunakan untuk memantau
kemajuan pasien.
e. EKG
Sinus takikardi adalah kelainan yang paling sering tejadi. Aritmia mungkin
terjadi akibat hipoksi, iskemia atau infark. Mungkin juga ditemukan gelombang
T mendatar atau negatif, tanda insufiensi koroner, ekstrasistol dan fibrilasi
atrium.
f. Pengujian Neuropsychologic
Pengujian yang dilakukan diantaranya pengujian konsentrasi, fungsi motorik
halus, dan pemecahan masalah secara konsisten.

16,17
2.9.2.1 Diagnosis

17
Penegakan diagnosis keracunan gas karbon monoksida dilakukan dengan
menggabungkan antara anamnesis adanya riwayat paparan terhadap karbon
monoksida dan anamnesis gejala-gejala positif.
Penegakan diagnosis cukup sulit pada beberapa pasien karena kadar COHb
dapat rendah atau sampai tidak terukur karena rentang waktu paparan dan
kedatangan rumah sakit. Sehingga perlu dipertimbangkan beberapa faktor dalam
mengevaluasi pasien keracunan gas karbon monoksida. Faktor yang perlu
dipertimbangkan adalah terbukti adanya trauma oleh karena panas atau adanya
inhalasi. Peningkatan kadar sianida dilaporkan pada korban kebakaran, pada
penelitian didapatkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kadar COHb
dan konsentrasi sianida darah demikian pula bila korban keracunan COHb oleh
karena usaha bunuh diri, perlu juga dicari adanya obat-obat seperti asetaminofen,
salisilat dan etanol.
Pada kasus kebakaran, dalam hal inti untuk mengetahui apakah korban yang
terbakar itu sebelumnya sudah menjadi mayat dan maksud dilakukan pembakaran
tersebut menghilangkan jejak atau menutupi kejahatan : dengan kata lain orang
hidup atau orang mati yang dibakar ?
Pada kasus-kasus demikian pemeriksaan terutama ditunjuk untuk
mendapatkan tanda-tanda bahwa korban masih hidup sewaktu dibakar, yaitu
dengan menetukan kadar/saturasi COHb dalam darah. Sebagaimana diketahui pada
setiap pembakaran akan terbentuk gas karbon-monoksida (CO), jika orang yang
dibakar tadi orang hidup tentunya ia akan menghirup udara pernafasan yang
mengandung gas CO.
Pada orang mati yang dibakar, misalnya dibunuh dauhulu kemudian dibakar
tentunya kita tidak akan dapat menemukan gas CO (dalam bentuk COHb) di dalam
darahnya.
Pemeriksaan EKG harus dilakukan pada semua paseien baik pada gejala
atau tanpa gejala, dan bila terdapat (umumnya sinus takikardi dan perubahan
segmen ST), maka pemeriksaan serial enzim kreatinin kinase (CK) dan laktat
dehidrase (LDH) sebaiknya dilakukan dan pasien diobservasi secara ketat. Gas
karbon monoksida dengan sequale neuropsikiatri maka CT-Scan kepala atau MRI

18
kepala dapat menunjukan adanya karakteristik abnormal seperti nekrosis bilateral
dari globus pallidus, korteks serebi dan substansi nigra.

2.9.3 Pemeriksaan TKP


Salah satu kewajiban dokter ahli forensik atau ahli toksologi forensik
adalah melakukan pemeriksaan TKP pada kematian-kematian tidak wajar, karena
pemeriksaan TKP sangat membantu dalam penentuan proses lebih lanjut. Demikian
pula pada peristiwa keracunan gas karbon monoksida, dalam hal ini tugas seorang
dokter ahli adalah:
1. Menentukan korban masih hidup atau sudah meninggal.
2. Apabila didapati korban dalam keadaan masih hidup segera beri
pertolongan. Pertolongan yang dapat diberikan pada korban keracunan CO
antara lain:
 Segera korban dipindahkan dari sumber keracunan (penolong memakai
masker gas oksigen).
 Berikan pernafasan buatan dengan pemberian oksigen atau campuran
oksigen dengan 5 – 7 % CO 2 untuk merangsang pernafasan.
 Terapi simptomatis lain seperti:
-
Transfusi darah
-
Infus glukosa untuk mengatasi koma atau pemberian infus i.v.500 ml
mannitol 20 % dalam waktu 15 menit diikuti dengan 500 ml dextrose 5 %
selama kurang lebih 4 jam berikutnya untuk mengatasi cerebral odema.
-
Analgetika, antibiotika, antikonvulsi.
3. Mencari sumber-sumber gas karbon monoksida (bila memungkinkan
diambil contoh udara untuk test isolasi gas).
4. Membantu mengumpulkan barang bukti (untuk pemeriksaan toksologi
melalui analisis bahan yang terbakar).
5. Membuat catatan tentang lingkungan di TKP, mencari informasi dari orang-
orang terdekat korban atau yang berada di sekitar TKP.
6. Menentukan apakah keracunan tersebut sesuatu yang wajar atau tidak.
7. Apabila korban telah meninggal dan ada permintaan visum et repertum
(SPVR), maka jenasah segera diangkut ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi.

19
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, diharapkan pemeriksaan di
TKP dapat membantu dalam pemeriksaan toksikologi yang akan dilakukan.

2.9.4 Pemeriksaan Jenazah


a. Pemeriksaan luar
Khas warna lebam mayat merah terang (cherry red) baik permukaan
tubuh, membran mukosa, kuku jari, namun warna ini tidak sama di seluruh
tubuh misal tubuh bagian depan, leher dan paha berwarna lebih terang
dibanding dengan yang lain. Warna cherry red ini khususnya terdapat di daerah
hipostasis post mortem dan menunjukkan kejernihan kadar COHb telah
melampaui 30%. Pada pemeriksaan warna cherry red ini dibutuhkan
pencahayaan yang baik karena tidak semua warna cherry red yang ditemukan
dalam pemeriksaan luar jenasah sebagai indikator pasti untuk menentukan
adanya keracunan gas karbon monoksida. Warna cherry red tidak akan
ditemukan pada jenasah yang diawetkan.
Pada keracunan gas karbon monoksida juga ditemukan pel epuhan kulit
pada area tertentu yang dikenal dengan pelepuhan barbiturat, misal pada betis,
pantat, sekitar pergelangan tangan dan lutut merupakan hasil edema kulit akibat
koma yang lama, dimana terdapat immobilitas total serta tidak adanya darah
vena yang kembali dari gerakan otot. Hal ini merupakan tanda spesifik pada
keracunan gas CO akan tetapi karena sebagian besar kematian karena gas CO
relatif cepat maka pelepuhan ini jarang terjadi.
Eritema dan vesikel / bula pada kulit dada, perut, luka, atau anggota
gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan.
Kelainan tersebut disebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit.
(16,17)

Pada kasus yang meragukan, jenasah korban diperiksa dengan


pencahayaan yang baik, sehingga tingkat ketelitian dalam menentukan apakah
ada atau tidaknya warna cherry red pada permukaan tubuh dapat lebih baik.

20
Gambar 5. Keracunan karbon monoksida (CO) akan menyebabkan kulit
berwarna kemerahan. 18
b. Pemeriksaan dalam
Tidak ditemukan perdarahan di rongga pleura pada keracunan CO,
walau hal ini sering dihubungkan dengan asfiksia. Inilah membedakan
keracunan CO dan kehilangan oksigen.
Pada pemeriksaan dalam penting untuk diperhatikan dalam pengambilan
sampel
-
Pengambilan sampel darah --- lebih baik mengambil bahan dalam keadaan
segar dan lengkap, pengambilan darah dari jantung dilakukan secara
terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri bila darah masih dapat
16
ditemukan.
-
Pada korban yang meninggal, dapat diambil setiap saat sebelum terjadi
proses pembusukan sebab:
o Post mortem tidak terbentuk ikatan CO-Hb yang baru.
o Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan CO-Hb yang
telah terjadi.
Perubahan yang dapat terjadi antara lain:
1. Warna cherry red seluruh organ dalam, otot, terkadang pulpa gigi dan
sumsum tulang
2. Bintik bintik perdarahan (tanda asphyxia) pada otot jantung, jaringan otak,
conjunctiva, endocard.
3. Degenerasi anoksida terlokalisir (hepar, jantung, ginjal dan paru)

21
4. Odema paru dan bronkopneumonia
5. Nekrosis otot
6. Gagal ginjal akut
7. Nekrosis bilateral dari globus pallidus
8. Edema pada globus pallidus dan subthalamicus
9. Ptechie dari substansia alba otak
10. perlunakan korteks dan nucleus sentralis
11. Fatty degrenation dan nekrosis pada ginjal

c. Pemeriksaan Penunjang
Tes kimia terhadap korban keracunan CO
a. Analisa gas darah
-
analisa kualitatif
1. Alkali dilution test
Penentuan kualitatif yang cukup cepat untuk menentukan CO-Hb
dengan kadar lebih 10% dalam darah.
Cara kerja:
-
masukan darah korban 2-3 tetes dalam tabung reaksi I, encerkan
dengan aquadest sampai volume 15ml. Tabung reaksi II sebagai
kontrol teteskan 2-3 tetes darah orang sehat dewasa, encerkan
seperti pada tabung reaksi I.
-
Pada masing-masing tabung reaksi (setelah homogen) tambahkan
5 tetes larutan natrium hidrosikda 10% amati perubahan yang
terjadi.
Penilaian:
-
Darah normal (tabung reaksi II) kontrol segera berubah warna
dari merah muda menjadi coklat kehijauan dalam waktu kurang
dari 30 menit, karena terbentuknya alkali hematin.
-
Darah korban (tabung rekasi I) perubahan warna seperti di atas
membutuhkan waktu lebih besar dari 30 detik, karena sudah
terjadi ikatan CO-Hb.

22
-
Tes positif apabila perubahan warna tadi terjadi lebih dari 30
menit syarat darah kontrol:
-
Bukan darah foetus
-
Bukan darah perokok sebab darah perokok mempunyai tendensi
kadar CO cukup tinggi.
2. Katayama test
-
dalam rang 2 ml yang telah diencerkan, tambahkan 2 ml
Amonium sulfida kuning dan 2 ml asam asetat 30%
-
pada darah normal terjadi perbuhan warna menjadi hijau, sedang
darah korban keracunan CO tetap berwarna merah muda seperti
semula
3. Pemeriksaan spectroscopy
Penentuan dengan melihat spectrum dari COHb
-
Analisa kuantitatif:
1. Gettler Freimuth
Sebenarnya merupakan penentuan dengan cara semikuantitatif.
Prinsip kerja:
 Darah + iPottasium ferrisida CO dibebaskan dari Hb
 CO + PdCL 2 + H 2O+ Pd+CO+HCL
 Ion Palladium (Pd) akan diendapkan pada kertas saring warna
hitam
 Dengan membandingkan intentitas warna hitam tersebut dengan
warna standar maka akan didapatkan konsentrasi COHbsecara
semikuantitatif
2. Spectrophotometry
Merupakan cara terbaik untuk melakukan analisa konsentrasi gas
karbon monoksida pada korban yang masih hidup
Dengan mengunakan alat septrofotometer ditentukan perbandingan
(rasio) COHb terhadap oxy-Hb.
3. Chromatography
Cara mengukur kadar COHb udara ekspirasi. Walaupun kurang
akurat, akan sangat menolong di lapangan. Sering digunakan untuk

23
mengukur kadar COHb pada petugas pemadam kebarakan setelah
memadamkan api.
Pengukuran dilakukan dengan cara kromatografi, udara ditampung
dalam kantong dan kadar Co ditentukan dengan detector, perubahan
ionisasi sesudah hidralasi katalik dengan Tometahne.
Teknik yang lebih canggih termasuk radioimmunassay (RIA), thin-
layer chromatography (TLC),serapan ultraviolet (UV), penyerapan
inframerah (IR), performance liquid chromatography (HPLC), dan
14
kromatografi gas (GC).

24
Gambar 9. Alat kromatografi gas (GC), HLC, TLC

2.9.5 Pemeriksaan Tambahan Korban Mati


Tujuan yang terpenting dari dilakukannya pemeriksaan tambahan
(toksikologi) pada kasus keracunan adlaah untuk menegakkan diagnosa dari
keracuan, sehingga dapat segera dilakukan terapi yang tepat (pada korban hidup)
dan dapat memberikan kesimpulan yang pasti dari sebab kematian korban akibat
keracunan. Untuk itu pada setiap kasus keracunan atau diduga akibat keracunan
mutlak dilaksanakan pemeriksaan toksikologi:
Beberapa langkah pemeriksaan toksikologi yaitu:
-
Pengambilan sample darah
-
Pada korban hidup sample darah diambil dari vena secepat mungkinkarena
ikatan CO-Hb cepat terurai kembali menjadi CO dan keluar tubuh.
-
Pada korban yang meninggal, dapat diambil setiap saat sebelum menjadi proses
pembusukan sebab:

25
 post mortem tidak termasuk ikatan CO-Hb yang baru
 Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan CO-Hb
yang telah terjadi
Jenis pemeriksaan tambahan lain pada korban mati diantaranya:
a. Darah lengkap
Leukositosis ringan
b. Serum elektrolit
Laktoasidosis, hipokalemia
c. Gula darah
hiperglikemia
d. Tes fungsi ginjal
Terjadi GGA (gagal ginjal akut) oleh karena mioglobinuria
e. Tes fungsi liver
Terjadi peningkatan enzim-enzim hati pada gagal hati fulminan
f. Urinalisis
Albumin dan glukosa positif pada intoksikasi kronis
g. Methemoglobin
Sebagai diagnosis banding dengan saturasi O 2 rendah dan Pa O 2 normal.
h. Etanol
Etanol adalah faktor yang mengacaukan, apakah keracunan tersebut disengaja
ataukah tidak.
i. Kadar sianida
Jika diduga ada keracunan sianida (misalnya pada kebakaran pabrik), paparan
terhadap sianida ditandai dengan adanya asisodis metabolik yang tidak
diketahui sebabnya.
j. Histopatologis
Pemeriksaan PA menunjukkan adanya area nekrotik dan perdarahan
mikrokospis di seluruh tubuh juga terjadi edema dan kongesti hebat pada otak,
hati, ginjal dan limpa.

2.9.6 Penatalaksanaan Keracunan Karbon Monoksida

26
Pertolongan pertama pada seseorang yang keracunan karbon monoksida
adalah menjauhkan dari sumber karbon monoksida. Korban harus diberikan
oksigen murni. Korban keracunan gas CO ini harus diistirahatkan dan diusahakan
tenang. Meningkatnya gerakan otot menyebabkan meningkatnya kebutuhan
oksigen sehingga persediaan oksigen untuk otak dapat berkurang.
BP atau batas paparan dalam lingkungan industri 35 ppm. Keracunan dapat
terjadi melalui inhalasi gas karbon monoksida atau uap metilen klorida, dan juga
keracunan metilen klorida melalui mulut. Akibat keracunan karbon monoksida
terutama dispnea.
1. Tindakan penanggulangan dan tindakan gawat darurat
a. Untuk menghindari kontak selanjutnya, penderita harus segera dipindahkan.
b. Berikan oksigen 100% dengan masker, sampai kadar karboksihemoglobin
tidak membahayakan. Kadar karboksihemoglobin akan berkurang sampai
50% dalam waktu 1-2 jam. Jika kadar karboksihemoglobin dalam darah
lebih dari 20% perlu terapi oksigen hiperbarik).
c. Jika terjadi depresi pernapasan, berikan pernapasan buatan dengan oksigen
100% sampai pernapasan kembali normal.
2. Antidoum: oksigen yang diberikan pada tindakan gawat darurat
merupakan antidot terhadap keracunan karbon monoksida.
3. Tindakan umum
a. Usahakan suhu badan normal. Turunkan suhu badan, jika terjadi
hiperthermia.
b. Perhatikan tekanan darah penderita.
c. Untuk mengurangi edema serebral, berikan manitol 1 g / kg sebagai larutan
20% secara IV dalam waktu lebih dari 20 menit. Untuk mengatasi edema
serebral, berikan prednisolon 1 mg / kg secara IV atau IM tiap 4 jam, atau
obat golongan kortikosteroid lain yang setara.
d. Jika terjadi radang paru karena infeksi bakteri, berikan obat kemoterapi
yang spesifik.
e. Untuk mengurangi kemungkinan terjadi komplikasi neurologik yang timbul
kemudian, perlu istirahat di tempat tidur selama 2-4 minggu.

27
f.Atasi konvulsi atau hiperaktivitas yang terjadi dengan diberi diazepam 0,1 mg
/ kg secara IV perlahan-lahan.
4. Follow up
a. Pasien rawat inap
1) Memerlukan monitoring yang berkala
2) Pada beberapa kasus yang berat perlu dirawat di ICCU
b. Pasien rawat jalan
1) Penderita tanpa gejala dengan tingkat COHb dibawah 10%
2) Bisa dilakukan terapi O 2 hiperbarik untuk membersihkan kadar CO
dalam darah.

2.9.7 Tindakan Pencegahan Keracunan Karbon Monoksida


Di rumah:
Sumber potensial gas karbonmonoksida di rumah antara lain:
-
Gas knalpot mobil dalam garasi
-
Alat pemanggang berbeque di dalam garasi
-
Pengering pakaian
-
Dapur tanpa ventilasi yang memadai
-
Kebocoran tabung gas
-
Sumbatan pada cerobong asap rumah

28
Gambar 10. Sumber karbonmonoksida di rumah 20
-
Jangan pernah menggunakan peralatan berbahan bakar minyar dan gas di dalam
ruangan, dan jika memungkinkan gunakan peralatan yang digerakkan oleh
listrik.
-
Memasang detektor karbonmonoksida
-
Yakinkan untuk membuka jendela untuk mendapatkan ventilasi yang baik
-
Jika memiliki generator di rumah anda, yakinkan generator memiliki jarak
bebas sekitar 3-4 kaki di semua sisi dan di atasnya
-
Yakinkan semua peralatan yang digunakan di dalam ruangan bekerja dengan
kondisi baik
-
Jika mengalami gejala keracunan gas CO segera dapatkan udara segar dan
dapatkan perawatan medis

29
Gambar 11. Detektor

Di tempat kerja:
-
Memasang carbon monoside gas detector atau detektor gas CO, yang dilengkapi
dengan alarm, di ruangan di mana gas CO dihasilkan.
-
Memastikan bahwa sistem ventilasi terpasang dan beroperasi dengan baik.
-
Sebelum melakukan pekerjaan di area tertutup atau confined space, dilakukakn
terlebih dahulu.

Gambar 12. Contoh masker yang dapat dipakai untuk mencegah keracunan CO

Di dalam mobil
-
secara rutin periksa sistem pembangunan kendaraan anda setiap tahunya,
kebocoran kecil bisa memicu gas karbonmonoksida masuk ke dalam mobil

30
-
jangan menjalankan mobil di dalam garasi kendaraan yang sedang tertutup, gas
karbon monoksida bisa dengan cepat memenuhi ruangan
-
jika beristirahat di dalam mobil, jangan menutup semua kaca dan pintu dengan
penyejuk udara masih menyala. Banyak kasus kematian di dalam mobil karena
keracunan gas karbonmonoksida
-
periksa sistem AC mobil anda apakah ada kebocoran yang mungkin terjadi

Gambar 13. Detektor CO yang dipasang di mobil

2.9.8 Aspek Hukum


a. Kasus kecelakaan (Ketidaksengajaan)
Pasal 359 KUHP
“Barang siapa karena kekhilafanya menyebabkan orang mati, dipidana
dengan penjara selama-lamanya lima tahun, atau pidana kurungan selam-
lamanya satu tahun”. (UU. N.1/1960)
Pasal 360 KUHP
1) Barang siapa karena khilafan menyebabkan orang luka berat,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana
kurungan selama-lamanya satu tahun.
2) Barang siapa karena kekhilafatnya menyebabkan orang luka
sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak
dapat menjalankan jabatan atau pekerjaanya sementara dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya sembilan bulan atau dipidana dengan
pidana kuruangan selama-lamanya enam bulan atau pidana denda
setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah (UU. No. 1 Tahun 1960)
b. Kasus bunuh diri (kejahatan pada nyawa orang)
Pasal 345 KUHP

31
“Barang siapa dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri, atau
menolongnya dalam perbuatan ini, atau memberi ikhtiar kepadanya, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun, kalau jadi orangnya bunuh
diri:.
c. Kasus pembunuhan
Pasal 338 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang,karena
pembunuhan biasa, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya penjara
lima belas tahun”.
Pasal 340 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembuhuan
berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau
penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun”.
Sebab kematian seorang korban yang mati karena racun dan diduga karena
suatu tidak pidana, sangat perlu untuk diketahui oleh pihak pengadilan karena
memegang peranan penting dalam menentukan kesalahan yang telah dilakukan
oleh terdakwa, sehingga dengan demikian hakim dapat menjatuhkan pidana yang
seadil mungkin:
Apabila kesalahan itu dilakukan tanpa kesengajaan (karena kealpaannya)
maka terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan:

Pasal 203 KUHP:


1) “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaanya) menyebabkan bahwa
barang sesutau dimasukan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam
perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh bersama-
sama dengan orang lain. Sehingga karena perbuatan ituiar lalu berbahaya
bagi nyawa atau kesehatan orang diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

32
2) “Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
kurungan paling lama satu tahun”.

Pasal 205 KUHP


1) “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan
barang-barang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual,
diserahkan, atau dibagi-bagikan tanpa diketahui sifat bahaya oleh yang
memberli atau memperoleh diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana kurangan paling lama enam bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
2) “Barang-barang itu dapat disita

Pasal 359 KUHP:


Barang siapa karena kesalahanya (kealpaannya) menyebabkan orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.
Apabila perbuatan itu dilakukan dengan sengaja, maka terdakwa dapat
dijatuhi pidana berdasarkan pasal 202 dan 338 KUHP.

Apabila tidakan pembunuhan dengan racun itu dilakukan dengan direncanakan


terlebih dahulu, maka terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan pasal 304 KUHP
yang berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana,
dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh tahun”

Apabila tindakan itu dilakukan atas permintaan korban, terdakwa dapat dipidana
berdasarkan pasal 344 KUHP yang berbunyi:

33
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaa orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun”

Sesorang yang sengaja menghasut, membantu atau memberi sarana untuk


membunuh diri dengan racun, sehingga korban meninggal dunia, maka terdakwa
dapat dijatuhi pidana berdasarkan pasal 345 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa yang mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya
dalam perbuatan itu atau memberi sarana padanya untuk itu diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Dari pasal-pasal di atas dapatlah dilihat perbedaan lamanya pidana yang


dijatuhkan berdasarkan modus operandi yang dilakukan terdakwa dengan melihat
perbedaan itu, maka hasil pemeriksaan mengenai sebab kematian korban melalui
bedah jenasah sangat diperlukan dengan mengetahui apakah korban diperkirakan
meninggal meninggal karena recun atau bukan dan apakah korban meninggal
karena bunuh diri, kecelakan ataukah karena pembunuhan.
Dalam kasus kematian karena diduga karena racun, bedah jenasah dan
pemeriksaan toksikologinya harus dilakukan dengan teliti dan lengkap (dengan
pemeriksaan histopatologi).
Dalam kasus kematian yang diduga karena racun, penyidik harus secepat
mungkin mengajukan permintaan visum et repertum jenasah agar bedah dapat
dilakukan secepat mungkin pula. Pada kasus yang demikian, bedah jenasah harus
dilakukan dengan teliti dan lengkap (dengan pemeriksaan histopatologi).
Apabila dokter menemukan sebab kematian bukan karena racun, misalnya
karena sakit jantung atau penyakit penyakit yang lain, maka penyidik harus
menyidik lagi tempat kejadian pekara. Bila tidak ada kecurigaan bahwa matinya
karena racun, maka pemeriksaan toksikologi dapat dibatalkan.

34
BAB 3
KESIMPULAN

1. Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak

berbau yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna

dari material berbahan dasar karbon seperti kayu, batu bara, bahan

bakar minyak dan zat-zat organik lainnya.


2. Sumber utama karbon monoksida adalah gas buang kendaraan

bermotor, asap dari kebakaran dan asap dari mesin.


3. Pada TKP korban yang dicurigai keracunan CO harus diperhatikan

sumber dari gas CO. Pada korban yang mati tidak lama setelah

35
keracunan CO, ditemukan lebam mayat berwarna merah terang

(cherry pink color) yang tampak jelas bila kadar COHb menempati

30% atau lebih. Pada mayat yang didinginkan dan pada keracunan

CN, penampang ototnya berwarna biasa, tidak merah terang. Juga

pada mayat yang didinginkan warna merah terang lebam mayatnya

tidak merata selalu masih ditemukan daerah yang keunguan (livid).

Sedangkan pada keracunan CO, jaringan otot, visera dan darah juga

berwarna merah terang. Kadang-kadang dapat ditemukan petekiae di

substansia alba bila korban dapat bertahan hidup lebih dari ½ jam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guy N. Shochat, MD. Toxicity, Carbon Monoxide: Differential


Diagnoses and Workup. http://emedicine.medscape.com/article/819987-
Diagnosis , Apr 27, 2010. di akses tanggal 10 Juli 2010.
2. Idries. Abdul Mun’im, dkk. 2001. Ilmu Kedokteran Kehakiman.
Jakarta Pusat: Universitas Indonesia
3. Idries. Abdul Mun’im. Prdoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta
Pusat: Binarupa Aksara Publisher
4. Idries. Abdul Mun’im. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
Dalam Proses Penyidik. Jakarta Pusat: Sagung Seto
5. Soekamto, Tomie Hermawan. Intoksikasi Karbon Monoksida.
journal.unair.ac.id/download-fullpapers-CO%20Intoxication.pdf . November
26, 2014. Di akses tanggal 04 Februari 2018

36

Anda mungkin juga menyukai