PENDAHULUAN
Bell’s Palsy merupakan suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer yang
tidak diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama
meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan
nevus fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell’s palsy (Sukardi,
2004). Juga dikatakan Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis
tipe lower motor neuron (LMN) akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi
secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar system saraf pusat
tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya (Aminoff, 1993; Djamil,
2003,Davis,2005).
Bell’s palsy merupakan penyakit pada nervus fasialis yang paling sering
terjadi. Prevalensi Bell’s Palsy di beberapa negara cukup tinggi. Di Inggris dan
Amerika berturut-turut 22,4 dan 22,8 penderita per 100,000 penduduk per tahun.
Di Belanda (1987) 1 penderita per 5000 orang dewasa dan 1 penderita per 20,000
anak per tahun (Sukardi, 2004). BP lebih tinggi daripada wanita tidak hamil,
bahkan bisa mencapai 10 kali lipat (Djamil, 2003).
1
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, dan setiap saat tidak didapatkan
perbedaan insidensi antara iklim panas maupun dingin. Meskipun begitu pada
beberapa penderita didapatkan riwayat terkena udara dingin, baik kendaraan
dengan jendela terbuka, tidur di lantai, atau bergadang sebelum menderita Bell,s
Palsy (Suprayanti, 2008).
2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2. 2 Epidemiologi4
3
mellitus. (Finsterer 2008; Monini dkk, 2010). Bell’s palsy jarang
ditemukan pada anak- anak < 2 tahun. Tidak ada perbedaan pada sisi
kanan dan kiri wajah. Kadang- kadang paralisis saraf fasialis bilateral
dapat terjadi dengan prevalensi 0,3- 2% (Finsterer, 2008). Resiko
terjadinya rekurensi dilaporkan sekitar 8-12% kasus, dengan 36% pada
sisi yang sama dan 64% pada sisi yang berlawanan (Tiemstra dkk, 2007;
Kanerva 2008). Adanya riwayat keluarga positif diperkirakan pada 4-
14% kasus Bell’s palsy (Kubik dkk, 2012) Suatu studi epidemiologi
yang dilakukan oleh Monini dkk (2010) terhadap 500.000 penduduk di
satu wilayah di Roma ltalia selama 2 tahun, telah rnenemukan jumlah
pasien Bell’s palsy sebanyak 381 orang, dengan insiden kumulatif
sebesar 53,3 kasus pertahun.
4
Gambar 1. Nukleus dan Saraf Fasialis
5
berurutan: labirin, timpani dan mastoid. Segmen labirin terletak antara vestibula
dan cochlea dan mengandung ganglion genikulatum. Karena kanal paling sempit
berada di segmen labirin ini (rata- rata diameter 0,68 mm), maka setiap terjadi
pembengkakan saraf, paling sering menyebabkan kompresi di daerah ini. Pada
ganglion genikulatum, muncul cabang yang terbesar dengan jumlahnya yang
sedikit yaitu saraf petrosal. Saraf petrosal meninggalkan ganglion genikulatum,
memasuki fossa cranial media secara ekstradural, dan masuk kedalam foramen
lacerum dan berjalan menuju ganglion pterigopalatina. Saraf ini mendukung
kelenjar lakrimal dan palatina (gambar 3) (Ronthal dkk, 2012; Berg 2009).
6
7
Korda timpani mengandung serabut- serabut sekretomotorik ke kelenjar
sublingual dan submandibularis, dan serabut aferen viseral untuk pengecapan,
Badan sel dari neuron gustatori unipolar terletak didalam ganglion genikulatum,
dan berjalan malalui saraf intermedius ke traktus solitarius (gambar 4) (Ronthal
dkk, 2012; Monkhouse 2006).
8
Gambar 5. Saraf fasialis ekstrakranial
2. 4 Etiologi
Penjelasan yang paling bisa dipercaya untuk ini ialah radang akut
n.VII dalam foramen stylomastoideum. Belum jelas apakah gangguan
tersebut primer pada sarafnya, suatu neuritis interstitialis atau sekunder
pada tulang, suatu periostitis (Chusid, 1973: Merritt, 1973) kedua jenis
tersebut bisa karena “kena angin” pada daerah muka, tumor, fracture,
meningitis, hemoragi, dll. Dalam hal lain edema yang terjadi
menyebabkan kompresi pada serabut sarafnya yang akan menyebabkan
kelumpuhan. Mula-mula serabut-serabut tersebut membengkak yang
kemudian berkurang sampai terjadi jaringan fibrous (Brain, 1960).3
Etiologi bell’s palsy masih kontriversial. Kelainan ini tampak
seperti neuritis dengan kemungkinan etiologi viral, inflamasi, autoimun,
dan iskemik, bukti terbaru mengindikasi hubungan antara bell’s palsy
dengan reaktivitas virus herpes simplek tipe I dan herpes zoster pada
ganglia nervus kranial..5
9
2. Neoplasma: setelah pengangkatan tumor otak (neuroma akustik) atau
tumor lain
3. Trauma: fraktur basal tengkorak, luka di telinga tengah, dan
menyelam.
4. Neurologis: sindrom Guillain-Barre
5. Metabolic: kehamilan, diabetes mellitus, hipertiroidisme, dan
hipertensi
6. Toksik, alkohol, talidomid, tetanus, dan karbonmonoksida.
2. 5 Patofisiologi1
10
foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi
di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus
longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan
disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah
lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan
dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan
2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab
utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus
herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes
zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang
herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat
sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.
2. 6 Gejala Klinis
11
Gambar 1.1 Parese nervus VII perifer kanan (Afzal Mir, 2003)
Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan
tempat/lokasi lesi.. secara anatomis dari arah perifer ke sentral bila mengalami
gangguan bias terjadi3
a. Di luar foramen stylomastoideum
- Mulut perot, makanan terkumpul antara pipi dan gusi
- Rasa pada muka menghilang
- Tidak dapat bersiul, menutup mata maupun mengerutkan dahi
- Air mata terus keluar bila mata tidak dilindungi
- Bentuk kelumpuhan lower motor neuron
b. Di dalam canalis facialis dan mengenai n. chorda tympani
- Akan terjadi seperti pada A
- Terdapat kehilangan rasa pengecap pada 2/3 anterior lidah
- Produksi saliva pada fihak yang lumpuh akan berkurang
c. Lebih tinggi lagi dalam canalis facialis dan mengenai n.stapedius
- Seperti A dan B
- Terhadap hiperacusis
d. Lebih tinggi lagi dan mengenai ganglion geniculatum
- Gejala dan tanda klinik seperti A, B, C
- Biasanya akut
12
- Rasa nyeri dibelakang dan di dalam telinga
- Biasanya didahului dengan herpes di membrane tympani dan concha.
Ramsay Hunt syndrome adalah Bell’s palsy dengan herpes zoster di
ganglion geniculatum, di mana proses herpesnya tampak pada
membrane tympani, meatus acusticus externus dan pina
Gambar : Gejala Dan Tanda Klinik Bell’s Palsy Berhubungan Dengan Lokasi
Lesi.
13
Sindrom air mata buaya (crocodile tears syndrome) merupakan gejala
sisa Bell’s palsy, beberapa bulan pasca awitan, dengan manifestasi klinik: air
mata bercucuran dari mata yang terkena pada saat penderita makan. Nervus
fasilais menginervasi glandula lakrimalis dan glandula salivatorius
submandibularis. Diperkirakan terjadi regenerasi saraf salivatorius tetapi
dalam perkembangannya terjadi ‘salah jurusan’ menuju ke glandula
lakrimalis (Djamil, 2003).1
2.7 Diagnosa
Diagnose ditegakkan secara klinis. Hal terpenting adalah menentukan
apakah paralisis nervus fasial bersifat sentral atau perifer. Sebuah lesi yang
melibatkan neuron motoric sentral di atas tingkat nucleus nervus fasialis pada
pons menyebabkan kelemahan hanya di wajah bagian bawah saja.5
Anamnesis:
Gejala awal:7
14
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan neurologi
yaitu:
(m. frontalis)
(m. pyramidalis)
oculi)
Buccinator)
triangularis)
15
Pada setiap gerakan dari kesepuluh pasang otot tersebut yang kiri
diperiksa pada bagian ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan
rasa asam diperiksa pada bagian tengah lidah dengan bahan asam
sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah : pengecapan pada sisi yang tidak
c. Pemeriksaan Refleks.8
langsung dimana pada paresis nervus VII didapatkan hasil berupa pada
sisi yang sakit kedipan mata yang terjadi lebih lambat atau tidak ada
sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa refleks nasopalpebra pada
orang sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara kedua alis
16
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari
dibunyikan garpu tala pada membran stetoskop, maka suara yang keras
17
2. Adanya sinkinesis, kontraktur atau spasme hemifasial dapat
ditemukan
l. Asimetris luas.
18
2. Pemeriksaan Penunjang8
a. Elektromiografi (EMG)
19
b. Elektroneuronografi (ENOG)
20
2. Miller Fisher Syndrom
Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain Barre syndrome yang
jarang dijumpai.Miiler Fisher syndrom atau Acute Disseminated
Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa
opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom
didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan
kelemahan otot – otot mata . Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan
kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer
pada Miller Fisher syndrome menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa
didapatkan rasa kebas, pusing dan mual.
2.9 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa8
21
Algoritma Tatalaksana Bell’s Palsy
22
Dosis Prednison
Dosis Antiviral
b. Lindungi mata
Perawatan mata: lubrikasi okular topikal (artifisial air mata pada siang
hari) dapat mencegah corneal exposure. ( panduan praktis)
c. Fisioterapi1
d. Operasi1
Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat
menimbulkan komplikasi local maupun intracranial.
Tindakan operatif dilakukan apabila:
- Tidak terdapat penyembuhan spontan
- Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednisone
- Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total
23
Beberapa tindakan operatif yang dapat dikerjakan pada Bell’s palsy antara
lain dekompresi n. fasialis yaitu membuka kanalis fasialis pars piramidalis
mulai dari foramen stilomastoideum nerve graft operasi plastic untuk kosmetik
( muscle sling, tarsoraphi ) (Sukardi, 2004, Davis, 2005 )
2.10 Prognosa1
Sepertiga dari penderita Belly paly dapat sembuh seperti sedia kala tanpa
gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak
berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata.
Penderita Bell's paly dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.. Faktor
resiko yang memperburuk prognosis Bell's palsy adalah (Ropper, 2003):
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
25
DAFTAR PUSTAKA
26