Oleh :
1. Muhammad Alif Reza 2021340016
2. Ananda Zahwa 2021340013
3. Laila Nurul Amanah 2021349012
4. Daffa Radin Ramadhan 2020349027
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Dampak Adanya Serikat Pekerja
di Perusahaan ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sosiologi Industri. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Serikat Pekerja bagi para pembaca dan juga bagi penyusun.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Moch Sambas,SE ME, selaku dosen pengajar
mata kuliah Sosiologi Industri yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Serikat pekerja atau serikat buruh ialah organisasi buruh yang bergabung bersama untuk
mencapai tujuan umum di bidang seperti upah, jam dan kondisi kerja. Melalui
kepemimpinannya, serikat pekerja bertawar-menawar dengan majikan atas nama anggota
serikat (anggota orang kebanyakan) dan merundingkan kontrak buruh (perundingan kolektif)
dengan majikan. Hal ini dapat termasuk perundingan upah, aturan kerja, prosedur keluhan,
aturan tentang penyewaan, pemecatan, dan promosi buruh, keuntungan, keamanan dan
kebijakan tempat kerja.
Di Indonesia, definisi serikat pekerja/buruh berdasarkan Undang-Undang Serikat Pekerja
Nomor 21 Tahun 2000 adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh
baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri,
demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak
dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
Organisasi tersebut dapat terdiri atas buruh perseorangan, profesional, mantan buruh, atau
penganggur. Tujuan paling umum namun tidak punya arti apapun ialah "memelihara atau
memperbaiki keadaan pekerjaannya". Selama 300 tahun terakhir, banyak serikat buruh yang
telah berkembang ke sejumlah bentuk, dipengaruhi oleh bermacam rezim politik dan
ekonomi. Tujuan dan aktivitas serikat pekerja beragam, tetapi dapat termasuk ketetapan laba
untuk anggota, perundingan kolektif, tindakan industri, dan aktivitas politik.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah berjudul “ Dampak Adanya Serikat Pekerja di Perusahaan”
adalah sebagai berikut :
3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Pengertian
Serikat pekerja adalah merupakan organisasi perkumpulan para pekerja atau buruh
yang memiliki tujuan untuk melindungi hak-hak para pekerja. Ia didirikan agar
karyawan dapat menyelesaikan masalah terkait pemenuhan hak mereka oleh
perusahaan. Pembentukan serikat pekerja di Indonesia juga sudah diatur berdasarkan
hukum yang berlaku, khususnya pada Pasal 1 Ayat 17 Undang-undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam UU tersebut menjelaskan bahwa serikat
pekerja merupakan organisasi yang didirikan oleh pekerja dan untuk pekerja. Baik
dalam perusahaan maupun di luar perusahaan, serta memiliki sifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab demi kesejahteraan pekerja.
Terdapat juga dasar hukum lainnya perihal berdirinya serikat pekerja, yakni pada
Undang-undang No. 21 Tahun 2000. Isinya adalah sebagai berikut:
Hal yang mendasari terbentuknya serikat ini adalah agar karyawan dapat terpenuhi
haknya terkait dengan gaji, jam kerja, hingga lingkungan kerja mereka.
Jadi, ketika ada karyawan yang merasa haknya tidak dipenuhi oleh perusahaan, maka
serikat pekerja akan membantu mereka untuk menyelesaikannya dengan berbagai
cara. Biasanya, bisa dilakukan negosiasi atau mediasi dengan karyawan terkait,
anggota serikat, hingga perwakilan dari perusahaannya.
2
2.1.2 Fungsi dan Tujuan
Selain memiliki fungsi yang memihak para pekerja jika terjadi permasalahan,
serikat pekerja juga memiliki beberapa tujuan yang penting. Berikut beberapa di
antaranya :
Salah satu fungsi dan manfaat serikat pekerja adalah untuk mendukung karyawan
yang memiliki masalah terkait hak dan kewajiban mereka ketika bekerja. Sehingga
mereka mendapat kesempatan untuk hidup sejahtera.
Boleh jadi, satu hal atau aturan tertentu di perusahaan baru terlihat menjadi masalah
seiring berjalannya waktu.
3
Ketika permasalahan tersebut justru menyebabkan kerugian pada karyawan, serikat
pekerja dapat berperan sebagai penengah antara karyawan dengan manajemen
perusahaan. Bukan hal yang tidak mungkin setelah terjadinya perundingan ini, akan
ada penyesuaian aturan yang berlaku agar kedua belah pihak sama-sama tidak merugi.
Fungsi dan manfaat serikat pekerja adalah untuk bisa membantu karyawan
agar pendapat mereka juga turut didengarkan oleh perusahaan. Karena idealnya,
perusahaan harus melibatkan karyawan ketika ingin mengambil sebuah keputusan.
Di Indonesia sendiri terdapat banyak serikat pegawai yang sudah terdaftar resmi di
Kementerian Tenaga Kerja. Jika mengacu pada data Kemnaker, jumlah serikat
pegawai di tahun 2017 sendiri sudah mencapai sekitar 7.000 organisasi.
4
A. Definisi dan Fungsi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia)
Sama dengan SPSI, KSPI adalah merupakan salah satu organisasi yang hadir di
Indonesia. Dikutip dari halaman websitenya, KSPI adalah organisasi ini didirikan
pada bulan Februari tahun 2003. Visi misi dari KSPI di antaranya adalah:
Terciptanya keadilan sosial dan kesejahteraan bagi pekerja khususnya serta rakyat
Indonesia pada umumnya, dengan mengaktualisasikan perintah Konstitusi,
khususnya Pasal 27, Pasal 28 D ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28H ayat (3) dan Pasal
33 ayat (1) Amandemen Keempat UUD 1945.
5
2.1.4 Manfaat
Ketika seorang karyawan berada dalam serikat pekerja, mereka berada dalam satu
kelompok yang memiliki satu tujuan, yakni ingin agar aspirasi mereka didengarkan.
Dengan memiliki banyak suara, penyampaian hak tentunya jadi lebih efektif.
Sehingga dapat mempercepat penyelesaian masalah yang terjadi serta meminimalisir
konflik berkepanjangan.
Antara perusahaan dan karyawan harus memastikan bahwa masing-masing hak dan
kewajibannya saling terpenuhi. Manfaat serikat pekerja adalah dapat menjadi wadah
para karyawan untuk bertukar pikiran satu sama lain yang membantu karyawan
menjembatani kesulitan individu untuk menyampaikan pendapat-pendapat tersebut.
Apabila ada perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya, ia dapat menjadi
mediator untuk bersama-sama memecahkan masalah.
Ketika ada karyawan yang menerima perlakuan tidak adil dari perusahaan, serikat
pekerja adalah yang harus hadir untuk melakukan pembelaan terhadap mereka.
Contohnya saja, ketika permasalahan tersebut berlarut hingga menyeret hukum, ia
bisa memberikan akses bantuan hukum terhadap karyawan.
Ketika serikat pekerja memiliki manfaat untuk dapat mengakomodir karyawan untuk
menyampaikan aspirasi ke manajemen perusahaan, disanalah tercipta hubungan kerja
yang sehat.Karena pada dasarnya, setiap karyawan berhak mendapatkan perlakuan
yang adil dari perusahaan. Dengan demikian, perusahaan bisa beroperasi dengan baik
karena masalah dapat diselesaikan dengan damai. Karyawan pun senang karena
aspirasinya bisa didengarkan.
6
2.1.5 Peran Serikat Pekerja
Perjanjian Kerja Bersama berhubungan erat dengan kesejahteraan pekerja yang akan datang,
karena dalam pembuatannya, pekerja dapat melakukan tawar-menawar dengan pengusaha
mengenai syarat-syarat kerja dan juga fasilitas-fasilitas lainnya. Kualitas suatu Perjanjian
Kerja Bersama sangat ditentukan dalam proses pembuatannya itu sendiri. Oleh karena itu,
kemampuan daripada serikat pekerja sebagai tim perunding sangatlah menentukan.
Ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama,
yaitu: (1) Perjanjian kerja bersama disusun oleh serikat kerja dan dilaksanakan secara
musyawarah; (2) Perjanjian kerja tersebut harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan
menggunakan bahasa Indonesia; (3) Apabila dalam perjanjian kerja bersama tidak dapat
dicapai kata sepakat maka penyelesaiannya dilakukan dengan prosedur penyelesaian
perselisihan hubungan industrial; (4) Apabila dalam perusahaan hanya terdapat satu serikat
buruh yang beranggotakan lebih dari 50% karyawan di perusahaan tersebut, maka serikat
pekerja tersebut berhak mewakili pekerja dalam pembuatan perundingan pembuatan
perjanjian kerja bersama dengan pengusaha. Namun demikian, bila anggotanya kurang dari
50% pekerja di perusahaan tersebut maka serikat pekerja tersebut tetap dapat mewakili
perjanjian kerja asalkan mendapat dukungan dari 50% karyawan perusahaan tersebut; (5)
Apabila dalam perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja, maka yang berhak
mewakili karyawan dalam melakukan perundingan dengan pengusaha adalah serikat pekerja
yang beranggotakan lebih dari 50% karyawan perusahaan tersebut. Serikat kerja yang
anggotanya kurang dari 50% dari jumlah karyawan perusahaan tersebut dapat mengadakan
koalisi untuk berhak mewakili dalam kesepakatan kerja bersama dengan pengusaha. Apabila
7
hal tersebut tidak terpenuhi, maka dibuat tim perundingan yang anggotanya ditentukan secara
proporsional dengan jumlah keanggotaan dalam serikat pekerja; (6) Perjanjian kerja bersama
berlaku selama dua tahun dan dapat diperpanjang paling lama satu tahun (Priyo 2013)
Serikat pekerja harus mempersiapkan konsep Perjanjian Kerja Bersama dengan sebaik
mungkin karena sangat kecil kemungkinannya jika pihak perusahaan menerima konsep yang
diajukan. Hal tersebut disebabkan perusahaan juga nantinya akan membuat konsep Perjanjian
Kerja versi pengusaha yang lebih berpihak kepada pengusaha. Kedua konsep inilah yang
akan dirundingkan untuk memperoleh suatu Perjanjian Kerja Bersama yang disepakati oleh
pihak serikat pekerja dan perusahan. Dalam pasal 22 Permenakertrans Nomor 16 Tahun
2011, Perjanjian Kerja Bersama sekurang-kurangnya harus memuat: a. Nama, tempat
kedudukan serta alamat serikat pekerja; b. Nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;
c. Nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja pada instansi yang bertanggungjawab di
bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota; d. Hak dan kewajiban pengusaha; e. Hak dan
kewajiban serikat pekerja beserta pekerja; f. Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya
Perjanjian Kerja Bersama; dan g. Tanda tangan para pihak pembuat Perjanjian Kerja
Bersama.
Perjanjian Kerja Bersama di dalamnya berisi konteks finansial dan non-finansial (Hidayat et
al. 2020). Beberapa konteks finansial dalam Perjanjian Kerja Bersama seperti: a. sistem
pengupahan; b. hari pembayaran upah; c. tunjangan hari raya keagamaan; d. kesempatan
menikmati hasil produksi; e. premi dinas malam; f. tunjangan insentif kehadiran; g.
tunjangan transport; h. bonus tahunan; i. upah selama pekerja dalam tahanan pihak berwajib;
j. upah selama sakit berkepanjangan; k. jaminan sosial; l. program jaminan kesehatan; m.
jaminan makan; n. bantuan melahirkan; o. bantuan duka cita; p. bantuan suka cita; q.
penghargaan masa bakti dan purna bakti; r. bantuan biaya pendidikan; dan t. bantuan dana
rekreasi. Selain itu, beberapa konteks non-finansial dalam Perjanjian Kerja Bersama meliputi:
a. penerimaan, pengangkatan, penempatan, pemindahan dan promosi kerja; b. tata tertib kerja
dan larangan; c. Keselamatan dan kesehatan kerja; d. Keamanan; e. hari libur; f. Cuti
tahunan; g. Cuti melahirkan, gugur kandungan dan haid; h. Ijin meninggalkan pekerjaan.
Adapun hal yang menghambat peranan serikat pekerja dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja
Bersama yaitu kesulitan dalam menyesuaikan pendapat anggota dan induk perusahaan,
pendanaan, tindakan pekerja dan kebijakan kantor pusat (Nita dan Susilo 2020). Serikat
8
pekerja melakukan berbagai upaya untuk mengatasi hambatan tersebut khususnya dalam
mengatasi perbedaaan pendapat seperti dengan menyamakan persepsi, menggunakan teknik
komunikasi yang baik, mengembangkang konsep saling ketergantungan dan kepercayaan.
Perundingan bipatrit dapat dilakukan melalui sarana Lembaga Kerja Sama Bipatrit sebagai
forum komunikasi dan konsultasi di suatu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha
dan serikat pekerja (Utami 2013). Perundingan secara bipatrit merupakan penyelesaian yang
paling baik karena dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat di tingkat perusahaan.
Apabila dalam perundingan bipatrit tidak mencapai kesepakatan maka dilakukan proses
mediasi. Dalam proses mediasi, kedua belah pihak (serikat pekerja dan perusahaan)
memberitahukan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
9
ketenagakerjaan setempat (mediator) dan mediator akan menawarkan kepada kedua belah
pihak untuk menyepakati penyelesaiaan perselisihan melalui arbitase atau konsiliasi. Strategi
dasar mediasi yang dapat diterapkan yaitu konseptual, subtantif dan reflektif.
Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang ditunjuk oleh menteri.
Konsiliator wajib memberikan anjuran tertulis kepada pihak serikat kerja dan perusahaan
yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja dalam suatu perusahaan. Penyelesaian
melalui arbitrase dilakukan oleh seorang atau lebih arbitrer yang ditetapkan oleh menteri
untuk memberikan putusan mengenai perselisihan yang putusannya mengikat para pihak dan
bersifat final (Mantili 2021). Ada tiga bentuk arbitrase, yaitu arbitrase konvensional, arbitrase
perintah akhir dan kombinasi keduanya. Dalam arbitrase konvensional, arbirtrer bebas
menentukan cara penyelesaian perselisihan. Sementara, dalam arbitrase perintah akhir,
arbitrer dibatasi untuk memilih satu dari berbagai penyelesaian akhir yang ditawarkan.
10
3) Dalam hal pihak-pihak sepakat memilih penyelesaian melalui arbitrase akan
tetapi putusan arbitrase ditolak (tidak diterima) oleh salah satu atau pihak-pihak
yang berselisih maka penyelesaian selanjutnya dapat dilakukan dengan
mengajukan upaya hukum. Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
4) Dalam hal pihak-pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan melalui
mediasi, konsiliasi, atau arbitrase, maka atas kesepakatan kedua belah pihak atau
atas kemauan salah satu pihak penyelesaiannya dilakukan oleh Pengadilan PPHI.
Perundingan paling lama 30 (tiga puluh) hari harus diselesaikan sejak tanggal
dimulainya perundingan.
Penyelesaian perselisihan di tingkat pengadilan selambat-lambatnya 50 (lima puluh) hari
terhitung sejak sidang pertama dilakukan. Penyelesaian di tingkat Mahkamah Agung baik
dalam proses kasasi maupun Peninjauan Kembali harus selesai selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan kasasi atau peninjauan kembali. Dengan
ditetapkannya batas waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial diharapkan bahwa
setiap perselisihan telah memperoleh kepastian hukum dalam waktu maksimal 8 (delapan)
bulan.
Dari keseluruhan bentuk pendampingan yang dilakukan oleh serikat pekerja, upaya mogok
kerja dan unjuk rasa lebih sering dilakukan oleh serikat pekerja. Kecenderungan terhadap
mogok kerja dan unjuk rasa disebabkan karena serikat pekerja beranggapan bahwa upaya
tersebut lebih efektif dan efisien dibandingkan bentuk penyelesaian lainnya. Nilai efisien dan
keefektifan dari mogok kerja dan unjuk rasa dapat dilihat dari akibat yang ditimbulkan.
Mogok kerja dan unjuk rasa berpengaruh secara langsung terhadap proses berjalannya sebuah
perusahaan baik di bidang produksi ataupun lainnya sehingga perusahaan kekurangan sumber
daya manusia (pekerja).
Omnibus law merupakan RUU komprehensif yang akan mengatur berbagai ketentuan di
berbagai sektor industri menjadi satu undang-undang. Ini berupaya untuk memperkuat
ekonomi dengan meningkatkan daya saing, menciptakan lapangan kerja, dan mempermudah
berbisnis di Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa untuk mewujudkan visi tersebut harus
mengatasi masalah over regulasi di Indonesia (Hermawan et al. 2020). Birokrasi telah lama
menghambat pertumbuhan di negara ini dan menghalangi investasi asing. Omnibus law
11
dirancang untuk membantu memenuhi tujuan tersebut. Undang-undang tersebut akan
meringankan pembatasan di 11 bidang penting, termasuk undang-undang ketenagakerjaan,
penanaman modal, perizinan usaha, pajak perusahaan, dan pembebasan tanah. Dengan kata
lain, jika langkah-langkah ini diterapkan akan membuat Indonesia menjadi tujuan yang
sangat menarik bagi bisnis dan investor asing (Orinaldi 2020).
Undang-undang omnibus law ini dibuat tanpa konsultasi publik yang memadai, membuat
serikat pekerja, kelompok masyarakat sipil, dan akademisi tidak mengetahui isinya dan
memaksa mereka untuk menebak-nebak bahkan ketentuan yang paling kontroversial.
Pemerintah Indonesia menyelesaikan RUU tersebut pada akhir pekan dan mengesahkannya
menjadi undang-undang pada hari 5 Oktober 2020, tak lama sebelum serikat pekerja dapat
mengatur demonstrasi. Bahkan sekarang Omnibus law sudah mulai diimplementasikan dalam
kegiatan perekonomian negara.
Pemerintah mengaku telah melibatkan 14 serikat pekerja sebagai bagian dari Tim Koordinasi
Pembahasan dan Konsultasi Publik RUU omnibus law Cipta Kerja. Namun, serikat pekerja
membantah klaim tersebut, dengan mengatakan bahwa mereka tidak terlibat pada awal RUU
tersebut. Hal itu tidak memenuhi Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan
Politik (ICCPR), yang diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2005, yang memberikan hak
kepada masyarakat untuk “mengambil bagian dalam pelaksanaan urusan publik, secara
langsung atau melalui perwakilan yang dipilih secara bebas”. Dua hari setelah pengesahan
undang-undang tersebut, pemerintah dan parlemen belum secara resmi merilis versi final
undang-undang tersebut, sehingga publik mempertanyakan keabsahan dokumen yang mereka
baca. Beberapa anggota parlemen bahkan dengan anehnya mengaku belum membaca
undang-undang tersebut (BBC 2020).
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan unjuk rasa buruh untuk menolak
RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang digelar di lingkungan perusahaan/pabrik masing-
masing secara serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 6-8 Oktober 2020 dari pukul 06.00-
18.00 WIB (Tirto 2020). Aksi unjuk rasa melibatkan sekitar 2 juta buruh di 150
kabupaten/kota yang berada di 20 provinsi seluruh Indonesia, antara lain di DKI Jakarta
seluruhnya, di Banten dari Kota dan Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan, Serang dan
Cilegon. Jawa Barat melibatkan para buruh dari Bogor, Depok, Bekasi, Karawang,
Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung dan Cimahi. Jawa Tengah melibatkan para buruh dari
12
Semarang, Kendal, Jepara dan di Jawa Timur ada dari Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto,
Pasuruan, Gresik. Untuk wilayah Sumatera, ada dari Sumatera Utara, Medan, Deliserdang,
Serdang Bedagai. Di Kepulauan Riau ada kaum buruh dari Batam, Bintan, Karimun dan
masih banyak lagi lainnya. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk protes atas rencana
pengesahan RUU Cipta Kerja (omnimbus law) yang dinilai merugikan kaum buruh dan
diadakan di lingkungan kerja masing-masing, sebagai upaya untuk menghindari penyebaran
penularan wabah Covid-19.
Sementara itu, terdapat 10 tuntutan utama serikat kerja dan para buruh dalam unjuk rasa
tersebut antara lain:
1) Pemutusan hubungan kerja (PHK).
2) Sanksi pidana.
3) Tenaga kerja asing (TKA).
4) Upah minimum kota/kabupaten (UMK).
5) Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK).
6) Pesangon.
7) Waktu kerja.
8) Hak upah atas cuti atau cuti yang hilang.
9) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup,
atau alih daya seumur hidup.
10) Potensi hilangnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun akibat karyawan
kontrak atau alih daya seumur hidup.
Dalam 10 poin tuntutan tersebut, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memang
menyepakati agar isu tentang PHK, sanksi dan TKA dapat kembali kepada ketentuan yang
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, tetapi tujuh isu lainnya juga sangat
penting karena menyangkut kesejahteraan dan upah para buruh/pekerja. Pada ketentuan
terkait UMK dan UMSK, pemerintah dan DPR menetapkan harus bersyarat. Sementara,
serikat pekerja menuntut agar ketentuan terkait UMK dan UMSK itu tidak bersyarat.
Kemudian, para buruh juga menuntut agar pesangon tidak dikurangi, selain mereka juga tidak
setuju adanya ketentuan tentang karyawan kontrak dan tenaga alih daya seumur hidup tanpa
ada batas waktu (Tirto 2020).
13
BAB VI
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
BBC. 2020. Indonesia: Thousand Protest Against Omnibus law on Jobs. Diakses pada 17
November 2021 dari https://www.bbc.com/news/world-asia-54460090
Herwanan, Ary, Usman H. 2020. Indonesia’s Omnibus law is a Bust for Human Right.
Diakses pada 17 November 2021 dari https://www.newmandala.org/indonesias-
omnibus-law-is-a-bust-for-human-rights/
Hidayat OF, Indrayanti KW, Wisnuwardhani DA. 2020. Pelaksanaan perjanjian kerjasama
antar pengusaha dengan serikat pekerja. Merdeka Law Journal. 1(2):72-90.
KEPMENAKER No. PER-16/MEN/ tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan
Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Sama.
Mantili R. 2021. Konsep penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara serikat
pekerja dengan perusahaan melalui combined process (med-arbitrase). Jurnal
Bina Mulia Hukum. 6(1):48-65.
Nita S, Susilo J. 2020. Peranan serikat pekerja dalam membentuk perjanjian kerja bersama
sebagai hubungan kerja ideal bagi pekerja dan pengusaha. Jurnal Hukum
De’rechtsstaat. 6(2):143-151.
Orinaldi M. 2020. Relasi antara omnimbus law di era pandemi covid-19 dan perekonomian di
Indonesia. Jurnal Manajemen dan Sains. 5(2):269-275.
Podungge IP, Patiolo D, Silvya V, Hanifa I. 2021. Peran serikat pekerja/buruh dalam
penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang
dilakukan oleh perusahaan terhadap pekerja/buruh. Jurnal Hukum Lex Generalis.
2(5): 384-398.
Priyo GT. 2013. Efektivitas Peranan Serikat Pekerja dalam Pembuatan dan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Bersama. Artikel Ilmiah. Universitas Brawijaya.
Sanwani AH. 2018. Peranan serikat pekerja berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (studi kasus pembelaan hak-hak buruh oleh KSPSI di
Kabupaten Tangerang). Jurnal Mozaik. 10(2): 123-130.
Tirto. 2020. Kenapa RUU Cipta Kerja Ditolak dan Rencana Demo Omnibus Law. Diakses
pada 17 November 2021 dari https://amp.tirto.id/kenapa-ruu-cipta-kerja-ditolak-dan-
rencana-demo-omnibus-law-f5zX
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Utami. 2013. Peran serikat kerja dalam penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja.
Jurnal Wawasan Hukum. 28(1):675.
15