Anda di halaman 1dari 16

Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

STUDI PERBANDINGAN BAHASA JEPANG DAN INDONESIA


SEKOLAH DASAR
Abdul Aziz

Staf Pengajar di PAI Fakultas Tarbiyah UIN Malang


Abstrak

Pendidikan dasar secara umum terbagi dalam dua lembaga pendidikan


yakni sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Proses pendidikan yang berlangsung di sekolah dasar merupakan landasan
yang sangat penting untuk proses pendidikan di lembaga selanjutnya.
Tujuan yang sangat penting dari proses pendidikan di sekolah dasar
adalah pengembangan otot, emosi, sosialisasi, pengenalan lingkungan,dan
aspek kebahasaan. Kemudian, mulai kelas empat di sekolah dasar, para
siswa mendalami ilmu pengetahuan secara intensif. Sekolah dsar Jepang
pada pendidikan mental sehingga anak bisa lebih ulet, tabah, toleran, dan
optimis dalam hidup bermasyarakat. Pendidikan moral, olah raga,
keterampilan, dan pendidikan kesejahteraan keluarga sangat penting
dalam pengembangan kepribadian siswa.

Pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan banyak diajarkan dengan


pendekatan kontekstual di sekolah dasar di Indonesia dan Jepang. Kedua
Negara juga mulai memberikan pelajaran Bahasa Inggris kepada siswa
sekolah dasar untuk mengenalkan secara dini bahasa dan budaya bangsa
lain serta mempersiapkan mereka dalam persaingan global. melakukan
studi banding terhadap kondisi pendidikan Negara lain membuat kita
memperoleh informasi yang benar terhadap kita dan Negara lain di bidang
pendidikan serta membuat langkah-langkah perbaikan berdasarkan data
yang terpercaya bukan kabar burung yang tidak jelas.

Kata Kunci: Pendidikan Sekolah Dasar, Kegiatan Belajar, Kegiatan Belajar


Bahasa Inggris A. Latar Belakang Studi

Kementerian Pendidikan Republik Indonesia menyatakan bahwa kegiatan


pendidikan di sekolah dasar memainkan peran penting sebagai dasar untuk
mengembangkan anak-anak untuk mencapai potensi penuh mereka agar dapat
memberikan kontribusi positif bagi kehidupan masa depan mereka dan masyarakat.
Sekolah dasar merupakan pintu gerbang pertama bagi anak untuk mengenal diri
sendiri dan dunia sekitarnya, memfasilitasi siswa untuk memperoleh keterampilan
hidup dasar dan membina pikiran siswa untuk elemen dasar ilmu pengetahuan
dan teknologi. Sekolah Dasar adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan
program pendidikan 6 tahun termasuk sekolah dasar bagi siswa berkebutuhan
khusus. Tujuan utama pendidikan sekolah dasar di Indonesia adalah untuk mendidik para siswa

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

pengetahuan dasar, moral, keterampilan hidup dasar, kepribadian yang baik untuk kehidupan
masa depan yang bermakna dan untuk mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi di
tingkat sekolah menengah.

Lodge menyatakan bahwa hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah


kehidupan (Muhaimin et al, 2001). Artinya, pendidikan merupakan bagian integral dari
kehidupan manusia dan harus berkontribusi pada peningkatan taraf hidup masyarakat seperti
kemajuan teknologi, peningkatan kerjasama antar bangsa dan lain-lain. Pendidikan adalah
hak dasar bagi rakyat Jepang sebagaimana tercantum dalam Konstitusi Jepang yang berlaku
pada tahun 1946 bahwa semua orang berhak memperoleh pendidikan yang sama sesuai
dengan kemampuannya, sebagaimana diatur oleh undang-undang (Pasal 26). Hukum Dasar
Pendidikan Jepang yang berlaku pada tahun 1947 memutuskan tujuan pendidikan sebagai
berikut: pendidikan harus bertujuan untuk pengembangan kepribadian sepenuhnya, untuk
membesarkan orang, sehat dalam pikiran dan tubuh yang mencintai kebenaran dan keadilan,
menghargai nilai-nilai individu, menghormati tenaga kerja, memiliki rasa tanggung jawab yang
dalam, serta dijiwai oleh semangat kemandirian sebagai pembangun negara dan masyarakat
yang damai. Tujuan pendidikan tersebut di atas dijabarkan ke dalam beberapa poin khusus
sebagai tujuan pendidikan Jepang di abad kedua puluh satu, yaitu:

1. Berkembangnya wawasan yang luas, tubuh yang sehat, dan


kreativitas dalam individu;

2. Menumbuhkan semangat kebebasan, kemandirian, dan masyarakat


kesadaran;

3. Mendidik individu Jepang untuk masyarakat manusia global.

Baik Jepang maupun Indonesia sangat menghargai peran penting dan signifikan
dari sekolah dasar untuk mempersiapkan generasi muda untuk masa depan bangsa yang
cerah dan persaingan global yang ketat. Kedua negara WKLQNRI
WKHFKLOGUHQ·VSRVLWLRQDV WKHLQAset yang berharga dan harus melakukan
yang terbaik untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang modern dan canggih, merancang
kurikulum terkini, untuk mempekerjakan staf pengajar terbaik untuk mencapai prestasi
akademik yang sangat memuaskan. Anak-anak adalah benih dan kita harus merawat dan
memelihara dengan baik untuk tanaman terbaik di masa depan.

Jepang dan Indonesia secara budaya hampir mirip; mereka menghargai kehidupan
yang harmonis, menjaga kerjasama sosial di antara anggota masyarakat, dan sangat
menghargai budaya Asia. Seperti yang dikatakan oleh Junichiro Koizumi, mantan perdana
menteri Jepang, bahwa semua negara Asia terutama Indonesia dan Jepang harus bertindak
bersama dan maju bersama (berjalan bersama dan maju bersama). Kedua negara tersebut
terus meningkatkan tingkat pendidikannya untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara
maju khususnya negara-negara barat. Melakukan studi banding pada pendidikan sekolah
dasar kedua negara berarti mengambil pelajaran dari permasalahan pendidikan yang ada di
sekolah dasar Indonesia dan Jepang. Sama sekali bukan untuk menilai mana yang lebih baik
dalam prestasi pendidikan antara sekolah dasar di Indonesia

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

sekolah dasar dan sekolah dasar Jepang. Ini hanya dimaksudkan untuk membangkitkan
kesadaran kita tentang posisi kita dalam prestasi akademik internasional dan kita mengambil
beberapa langkah untuk mengatasi masalah pendidikan dari data yang dapat diandalkan bukan
dari masalah anekdot.

B. Kegiatan Belajar di SD Bahasa Indonesia dan Jepang

Jepang menetapkan target tahun-tahun awal sekolah dasar untuk mempersiapkan


generasi muda bersosialisasi dengan orang lain, mengembangkan keterampilan bahasa,
menumbuhkan aspek mental dan fisik, mengetahui cara melestarikan lingkungan demi kehidupan
saat ini dan masa depan. Kemudian, Jepang mulai mengasuh pikiran anak-anak dari kelas 4
sekolah dasar. Hal ini untuk mengembangkan anak-anak Jepang untuk mencapai kapasitas
penuh mereka dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan sekolah dasar
Jepang adalah sebagai berikut:

sebuah. Membantu anak memperoleh pengetahuan dasar, keterampilan, dan pikiran untuk
memiliki kehidupan sosial yang sehat sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat atau
bangsa.

b Untuk membantu anak-anak mengembangkan kemanusiaan yang kaya, mengenali pesona


dan individualitas mereka sendiri melalui interaksi dengan orang lain dan menumbuhkan
pikiran kemandirian.

Padahal, Kementerian Pendidikan Republik Indonesia memandang bahwa sekolah


dasar merupakan landasan penting untuk membina generasi muda menjadi manusia seutuhnya.
Artinya warga negara Indonesia harus pandai dalam aspek intelektual, fisik, dan moral agar
dapat memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan saling pengertian dalam kerjasama
internasional. Kemajuan belajar sekolah dasar akan menentukan keberhasilan akademik dan
non akademik di tingkat atas lembaga pendidikan dan masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut,
Indonesia berupaya keras untuk menciptakan suasana akademik sekolah dasar yang lebih baik.
Kurikulum, peningkatan kualitas guru, penganggaran menjadi prioritas utama pemerintah
Indonesia.

Jepang dan Indonesia mempromosikan kurikulum berbasis sekolah untuk melakukan


proses belajar mengajar di sekolah dasar. Pemerintah mendelegasikan wewenang untuk
merancang kurikulum kepada masing-masing sekolah karena sekolah itu sendiri mengetahui
target dan situasinya dengan baik. Guru seharusnya merancang kurikulum dan bahan ajar
sesuai dengan situasi kelas yang sebenarnya. Piaget mengusulkan gagasan perkembangan
anak sebagai dasar psikologis penting untuk merancang kurikulum sekolah dasar (Tanner dan
Tanner, 1980). Menurut Piaget, perkembangan psikologis anak diklasifikasikan menjadi beberapa
tahap sebagai berikut:

1. Tahap Sensory Motor (terjadi pada dua tahun pertama bayi): bayi menggunakan respons
organ dan motorik fisik untuk menangani objek fisik dan bahasa.

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

2. Tahap Pra Operasional (terjadi pada usia 6 atau 7 tahun): anak


belajar dengan mudah dari hal yang konkret.

3. Tahap Operasional Konkrit (terjadi pada usia 7 sampai 11 tahun): anak belajar dari
hal yang konkrit dan mulai memahami konsep yang abstrak.

4. Tahap Operasional Formal (terjadi pada akhir anak atau remaja awal): seorang anak
belajar untuk berpikir hipotetis dan berteori dan bereksperimen.

Kami memiliki pelajaran bagus yang bermanfaat bagi kami untuk mempelajari
semua aspek sekolah dasar Jepang. Sekolah dasar Jepang menekankan kreativitas
siswanya. Departemen Pendidikan Jepang memiliki sekolah SURPRWH KLJKO\
VWXGHQWV· DELOLW\ WR YLHZ WKLQJ IURm sudut yang berbeda.
Rohlen dan Bjork (1998) menyarankan bahwa pengasuhan yang relatif tidak membatasi
mendorong kreativitas pada anak-anak. Dalam hal ini, guru bahasa Jepang tidak lagi menjadi
sumber tunggal atau aktor dominan dalam kegiatan pembelajaran. Dia mendorong siswa
untuk belajar, menemukan fakta, dan melihat sendiri. Dia membimbing siswa untuk
merencanakan kegiatan belajar sesuai dengan langkah mereka sendiri. Belajar bukanlah
proses untuk mentransfer pengetahuan kepada siswa tetapi harus melibatkan siswa dalam
proses pembelajaran.

Guru bahasa Jepang menggunakan segala sesuatu yang ada di sekitar siswa
sebagai media pengajaran dan sumber belajar. Misalnya, ia meminta siswa untuk mengukur
lebar rumahnya sendiri di kelas Geometri. Kemudian, ia meminta siswa untuk menemukan
segala sesuatu di rumah yang mirip dengan bentuk segitiga, kubus, lingkaran, dan
sebagainya. Ia juga menyuruh siswa mengukur suhu nasi ketika ibu mereka sudah selesai
memasak nasi. Konsep tersebut sejalan dengan pemikiran Astuti bahwa kelas IPA harus
melibatkan siswa dalam proses pembelajaran dan menghubungkan konsep dengan situasi
nyata sehingga siswa mudah memahami materi (Agus Mukti W, 2009).

Lebih lanjut Hairur Rahman (2009) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah
sarana untuk memudahkan siswa memahami materi ajar dengan mudah.
Metode ini meminta siswa menghubungkan konsep dengan konteks nyata, mempelajari
benda-benda konkret dan belajar dari segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

Sekolah Jepang bukan hanya tempat untuk mengajarkan pengetahuan dan


keterampilan kepada siswa tetapi juga tempat untuk mentransfer nilai dan budaya kepada mereka.
Daoed Joesoef dan HAR Tilaar menyatakan bahwa sekolah merupakan pusat pengajaran
sekaligus pusat pendidikan (Kompas, 8 Juli 2009). Sekolah Jepang mengajarkan anak-anak
untuk menjadi tangguh, gigih, sangat optimis, memiliki pikiran dan tubuh yang sehat.
Solidaritas dan kesetaraan disarankan di sekolah Jepang, kesuksesan tim lebih penting
daripada kesuksesan individu. Sekolah Jepang menghilangkan sistem peringkat dalam
laporan akademik. Prestasi akademik tidak dinyatakan dalam angka tetapi dinyatakan dalam
sebuah pernyataan. Misalnya, siswa tidak mendapatkan nilai 7, 8, atau 9 dalam Matematika
tetapi guru menyatakan bahwa dia adalah

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

pandai menghitung dan analisis data namun dia masih harus bekerja keras untuk Geometri.

Kelas olahraga penting di sekolah Jepang untuk menjaga kesehatan tubuh dan
pikiran siswa. Judo, olahraga air, dan atletik adalah kegiatan wajib di kelas Olahraga bagi
siswa sekolah dasar Jepang untuk membuat tubuh mereka sehat, kuat, dan fleksibel untuk
bergerak. Kementerian Pendidikan Jepang memiliki aturan khusus untuk merekrut guru di
sekolah Jepang. Calon guru harus menguasai olahraga air dan olahraga lainnya seperti
pencak silat, permainan, atletik serta salah satu alat musik (terutama piano).

Pembuatan rumah dan kerajinan tangan digencarkan di sekolah Jepang untuk


membina generasi muda agar tangguh, sabar, kreatif, dan bertahan dalam kondisi yang
berat. Sekolah mengajarkan kegiatan rumah tangga siswa seperti memasak, menyetrika,
merajut, menjahit, dan kegiatan kerajinan tangan. Pembuatan rumah tangga dan kerajinan
tangan tidak hanya berkaitan dengan aspek keterampilan tetapi juga berhubungan dengan
aspek mental.

Pendidikan moral termasuk dalam kurikulum sekolah dasar Jepang dan Indonesia.
Pendidikan akhlak di sekolah Indonesia berkaitan dengan mata pelajaran Agama dan mata
pelajaran Pendidikan Moral. Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan pribadi yang
berwawasan luas di kalangan siswa sehingga mereka memiliki kepribadian yang baik,
harga diri yang tinggi, menghormati orang lain, menghargai norma-norma sosial,
mempromosikan saling pengertian kerjasama internasional dan sebagainya.
Namun, sekolah Indonesia lebih menekankan aspek teoritis untuk mata pelajaran
pendidikan agama dan moral. Masih ada evaluasi formal pada kedua mata pelajaran,
kebanyakan dalam tes tertulis.

Pendidikan moral secara resmi dimasukkan dalam Japanese School pada tahun
1958. Ini adalah mata pelajaran wajib untuk sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Namun, ini adalah mata pelajaran pilihan untuk sekolah menengah atas dan populer
disebut Etika. Guru bahasa Jepang harus menghubungkan pendidikan moral dengan
semua mata pelajaran sekolah. Pendidikan moral membahas beberapa topik sebagai
berikut: tentang diri sendiri, tentang hubungan antara orang lain, tentang alam dan hal-hal
yang mulia, tentang kelompok dan masyarakat. Sekolah Jepang menekankan kemampuan
praktis moral untuk mata pelajaran pendidikan moral. Misalnya, siswa harus menyadari
bahwa ia tidak memiliki pilihan untuk memiliki kulit berwarna, ia dapat H[SUHVV KLV
LGHD IUHHO\ EXW KH KDV WR UHVSHFW RWKHUV· LGHDDQG VR RQ 7KH
kurikulum menunjukkan bahwa tidak ada evaluasi formal pada mata pelajaran pendidikan
moral. Evaluasi berfokus pada perilaku praktis sehari-hari siswa.

Jepang dan Indonesia memiliki kesamaan dalam pengelolaan kelas di sekolah


dasar. Manajemen kelas di sekolah dasar Jepang dan Indonesia adalah kelas mandiri
bukan departementalisasi. Ini berarti bahwa guru mengelola semua mata pelajaran di
kelas. Guru tidak seharusnya mengajar mata pelajaran tertentu sesuai dengan bidangnya
sendiri. Kedua negara mempromosikan metode pengajaran berbasis tema atau metode
tematik dalam pembelajaran

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

proses di sekolah dasar. Guru menjelaskan topik materi pembelajaran dari berbagai sudut
pandang dan menghubungkan topik tersebut dengan mata pelajaran multidisiplin. Ketika guru
mengajar tentang ikan; dia bisa mengajar biologi, geografi, dan bahasa. Misalnya ia
mengajarkan daur hidup ikan, daerah tempat hidup ikan, dan ia dapat meminta siswa untuk
menulis karangan tentang ikan.

Tabel 1: Struktur Kurikulum SD Indonesia

Komponen Alokasi Kelas dan Waktu

1 2 3 4, 5, dan 6

1. Mata 3
Pelajaran Agama

2. Moral 2
Pendidikan

3. bahasa indonesia 5

4. Matematika 5

5. Ilmu 4
Sosial

6. Ilmu 3
Dasar

7. Seni dan 4
Kerajinan

8. Pendidikan 4
Kesehatan dan
Olahraga

Konten lokal 2

Kepribadian
Perkembangan 2

26 27 28 32

Tabel 2: Standar Jumlah Jam Sekolah Tahunan di Sekolah Dasar Jepang


Sekolah

ke-3
Subjek tahun pertama ke-2 tahun ke -4 tahun ke- 5 tahun ke- 6

tahun tahun tahun

Jepang 306 315 280 280 210 210


Bahasa

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

Penelitian sosial 105 105 105 105

Hitung 136 175 175 175 175 175

Sains 105 105 105 105

Kehidupan 102 105


Lingkungan
Studi

Musik 68 70 70 70 70 70

Menggambar dan 68 70 70 70 70 70
Kerajinan

Rumah tangga 70 70

Fisik 102 105 105 105 105 105


Pendidikan

Moral 34 35 35 35 35 35
Pendidikan

Umum 34 35 35 70 70 70
Subjek
Total 850 910 980 1.015 1.015 1.015

C. Pembelajaran Bahasa Inggris di SD Indonesia dan Jepang

Robert Lado (1961) mengatakan bahwa bahasa selalu hadir dalam aktivitas dan
pemikiran manusia. Bahasa lebih dari sekadar aliran suara yang tampaknya sederhana yang
mengalir dari lidah. Ini adalah sistem komunikasi yang kompleks dengan berbagai tingkat
kerumitan yang melibatkan pemilihan dan urutan makna, suara, dan unit serta pengaturan
yang lebih besar. Lebih lanjut, Brown (1987)) menyatakan bahwa sedikit jika ada, orang
mencapai kefasihan dalam bahasa asing hanya dalam batas-batas kelas.

Langkah awal untuk memasukkan bahasa Inggris ke dalam kurikulum sekolah dasar
dimulai secara resmi sejak tahun 1994 menyusul keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI
no. 060/U/1993 (Kasihani,2004). Di Provinsi Jawa Timur, pemberlakuan bahasa Inggris untuk
sekolah dasar berdasarkan SK Diknas Provinsi Jawa Timur No. 1702/105/1994. Peraturan
tersebut menyebutkan bahwa bahasa Inggris termasuk dalam kurikulum sekolah dasar
sebagai muatan lokal. Muatan lokal diklasifikasikan menjadi mata pelajaran wajib dan mata
pelajaran pilihan. Bahasa daerah termasuk mata pelajaran wajib dan mata pelajaran lain
seperti tari tradisional, musik tradisional, pariwisata, dan bahasa Inggris termasuk mata
pelajaran pilihan. Seperti yang dikatakan oleh Mudjito, Direktur Taman Kanak-Kanak dan
Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Republik Indonesia, bahwa bahasa Inggris telah
dimasukkan sebagai isi mata pelajaran sekolah dasar selama bertahun-tahun tetapi hanya
sedikit sekolah dasar Indonesia yang mengajarkan bahasa Inggris kepada siswa.

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

mahasiswa hingga tahun 1980-an. Pemerintah memutuskan bahwa bahasa Inggris diberikan
kepada siswa mulai dari tingkat tahun keempat. Tetapi banyak sekolah dasar di akhir tahun
1990-an mulai mengajarkan bahasa Inggris kepada siswa sedini mungkin, bahasa Inggris
diberikan kepada siswa bahkan di tingkat tahun pertama.

Brown (1987) menyatakan bahwa adalah menguntungkan untuk memulai pembelajaran


bahasa pada tahap awal karena pembelajar muda tidak terlalu takut untuk melakukan trial and
error. Pelajar muda selalu berkonsentrasi pada makna dan tidak peduli bentuk bahasa. Dan
mereka mudah untuk berlatih pengucapan karena otot mereka yang fleksibel. Lenneberg dan
Bickerton mengusulkan gagasan periode kritis dalam pembelajaran bahasa %URZQ :KHQ
WKH EUDLQ·V
pematangan berhenti dan lateralisasi selesai, maka pembelajaran bahasa menjadi sulit. Masa
kritisnya adalah pada usia pubertas. Marcelino
VD\VWKDWFKLOG·VPHPRU\LVVWURQJHUWKDQDGXOW·VPHPRU\VRLWZLOOPDNHLW
memudahkan anak untuk menghafal kosakata baru (Annita Kurniawati,2003). Studi oleh Sri
Rachmajanti dan Gunadi (2001) dan Annita Kurniawati (2003) menunjukkan bahwa guru, orang
tua, dan siswa bahasa Indonesia memiliki sikap positif terhadap pengajaran bahasa Inggris di
tingkat sekolah dasar.

Selain itu, beberapa sarjana Indonesia seperti Istiati Soetomo, Dibyo Wicaksono, dan
J. Drost memberikan pendapat yang berbeda tentang pengajaran bahasa Inggris kepada siswa
sekolah dasar (ibid, 2003). Mereka mengatakan bahwa pengajaran bahasa Inggris kepada
siswa sekolah dasar tidak efektif karena siswa menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
lokal dalam komunikasi sehari-hari, dan pengajaran bahasa Inggris menyebabkan kebingungan
terhadap perkembangan bahasa Indonesia dan bahasa lokal siswa. Pengajaran bahasa Inggris
hanya untuk gengsi orang tua.

Pengajaran bahasa Inggris di Indonesia dilakukan dengan menggunakan beberapa


pendekatan pembelajaran bahasa. Kurikulum 1947 menggunakan metode grammar translation
di kelas bahasa Inggris. Kurikulum 1968 menggunakan pendekatan lisan sebagai metode
pengajaran bahasa Inggris. Kurikulum 1975 menggunakan pendekatan lisan/audio-lingual untuk
melakukan kegiatan pembelajaran bahasa Inggris. Dan kurikulum 1994 menggunakan
pendekatan komunikatif dalam kegiatan berbahasa Inggris (Hatta dan Isnoewarti Soejoto,2002).

Yahya Muhaimin, mantan Menteri Pendidikan Nasional RI, mengatakan tujuan


pengajaran bahasa Inggris untuk siswa sekolah dasar adalah untuk mempersiapkan generasi
penerus Indonesia memasuki era perdagangan bebas dan global (www.Jawapos.com).
Kemudian Shofyanis menyatakan bahwa bahasa Inggris WHDFKLQJ IRU HOHPHQWDU\
VFKRRO VWXGHQWV LVDLPHGDW EURDGHQLQJ VWXGHQWV·
NQRZOHGJH DQG DLGLQJ VWXGHQWV· DELOLW\ WR FRPPXQLFDWH ZLWK WKH
dunia internasional (Annita Kurniawati, 2003).
Kurikulum 2006 melanjutkan kurikulum 1994 dengan menggunakan komunikatif
pendekatan dalam pengajaran bahasa Inggris. Ini adalah pendekatan pengajaran bahasa asing
bahwa tujuan pembelajaran bahasa adalah komunikatif

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

kompetensi (Richards et al, 1992). Menurut kurikulum 2006, siswa harus menguasai empat
keterampilan bahasa untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu.
Tingkat literasi meliputi tingkat performatif, fungsional, informasional, dan epistemik. Tingkat
performatif artinya siswa mampu menerapkan bahasa dalam empat keterampilan berbahasa
yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Tingkat fungsional berarti siswa mampu
menggunakan bahasa Inggris untuk kebutuhan sehari-hari seperti membaca koran, petunjuk,
manual, dan sebagainya. Tingkat informasi berarti siswa mampu menggunakan bahasa
Inggris untuk mengakses informasi, pengetahuan dan teknologi. Tingkat epistemik berarti
siswa mampu menggunakan bahasa Inggris untuk mentransfer pengetahuan dan teknologi.
Kurikulum 2006 menyarankan pembelajaran kontekstual dan pembelajaran berbasis tugas
atau aktivitas sebagai metode pembelajaran untuk melakukan aktivitas bahasa Inggris di
sekolah dasar. Dalam kurikulum 2006, metode ini disebut bahasa yang menyertai tindakan
dan metode di sini dan sekarang. Pembelajaran kontekstual PHDQV OHDUQLQJ
DFWLYLW\ VKRXOG EH UHODWHG WR VWXGHQWV· H[SHULHQFH DQG

lingkungan sekolah atau kelas. Pembelajaran berbasis tugas berarti kegiatan belajar yang
diorganisir di sekitar tugas-tugas seperti percakapan telepon, menggambar, memasak
makanan tradisional dan lain-lain (Richards et al, 1992).

Mudjito, Direktur Taman Kanak-Kanak dan Pendidikan Dasar Kementerian


Pendidikan Republik Indonesia, menyarankan bahwa pengajaran bahasa Inggris diberikan
kepada siswa sekolah dasar dalam dua jam per minggu dan harus dilakukan dengan cara
yang fleksibel dan situasi yang santai sehingga siswa percaya diri untuk mengekspresikan
ide-ide mereka. dalam Bahasa Inggris. Siswa bebas menggunakan bahasa Inggris dengan
dialek lokal seperti bahasa Inggris Sunda, bahasa Inggris Jawa, bahasa Inggris Madura atau
bahasa Inggris Indonesia. Balint mengatakan bahwa tidak ada gunanya dan membuang-
buang waktu untuk membuat pembelajar berkomunikasi seperti penutur asli (Matsuhata et
al, 1985). Hamid Hasan statHV WKDW YDULHW\ LQ VWXGHQWV·
latar belakang budaya mempengaruhi gaya belajar siswa sehingga belajar
DFWLYLW\VKRXOGDGDSW WRVWXGHQWV·FKDUDFWHULVWLFV WRJHWVDWLVIDFWRU\OHYHORI
prestasi belajar.

/DQJXDJHOHDUQLQJSUREOHPVGRQ·WHQGLQWKHPDWWHURf bagaimana
mengajar atau bagaimana belajar tetapi kita harus memperhatikan masalah penentuan
bahan belajar yang memfasilitasi kegiatan belajar bahasa siswa yang lebih baik (Littlewood,
1981). Ia mendasari bahwa pembelajaran bahasa berkaitan dengan keberadaan pembelajar
bahasa di dalam dan di luar kelas. Mengembangkan bahan ajar bahasa Inggris bagi siswa
yang mudah menguasai bahasa Inggris di luar kelas berbeda dengan mengembangkan
bahan ajar bagi siswa yang terbatas pada bahasa Inggris di luar kelas. Littlewood mengatakan
bahwa pembelajaran bahasa harus sengaja disusun untuk memberikan paparan yang
memadai terhadap bahasa dan NHHS VWXGHQWV· PRWLYDWLRQ /DQJXDJH
OHDUQLQJ RU WHDFKLQJ KDV WR PDNH

masuk akal bagi siswa (Cameron, 2001). Rencana pengajaran bahasa harus praktis dan
memfasilitasi pembelajaran bahasa siswa. Cameron menekankan bahwa mengajar tidak
pernah bisa menjamin pembelajaran, itu hanya membangun

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

kesempatan belajar untuk membantu peserta didik memanfaatkannya.


Bagaimana mengajar dan apa yang diajarkan adalah masalah yang paling diperhatikan
dalam proses pembelajaran bahasa.

Selain itu, tren pengajaran bahasa saat ini menyesuaikan materi pembelajaran
dengan bakat alami peserta didik (www.jawapos.com). The
OHDUQLQJPDWHULDOPXVWEHLQOLQHZLWK WKHOHDUQHUV· WDOHQW ,Q WKLVFDVH WKH
peserta didik dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok. Ada tipe peserta didik visual,
auditori, kinestetik, dan auditori digital. Pembelajar tipe visual mudah memahami materi
melalui gambar atau alat bantu visual lainnya.
Pembelajar tipe auditori sangat pandai mendengarkan sehingga aktivitas mendengarkan
banyak ditekankan dalam pembelajaran bahasa dengan menggunakan alat bantu audio.
Tipe pembelajar kinestetik pandai belajar bahasa melalui tindakan. Pembelajar tipe auditory
digital memiliki pemikiran analitis yang baik, materi pembelajaran
VKRXOGIDFLOLWDWHWKHOHDUQHUV·GHYHORSPHQWLQFRJQLWLYHDVSHFW

Cameron (2001) mengusulkan pembelajaran berbasis tema dan pembelajaran


berbasis tugas untuk merancang aktivitas pembelajaran bahasa. Van Geert (1995)
mengatakan bahwa tugas dan aktivitas kelas dipandang sebagai lingkungan atau ekosistem
tempat tumbuhnya keterampilan berbahasa asing (Cameron, 2001). Anak sebagai
pembelajar yang aktif secara mental selalu berusaha menemukan makna dan tujuan dari
kegiatan yang disajikan kepada mereka (ibid,2001).
Widdowson (1990) dan Breen (1984) menyatakan bahwa keaslian teks terlalu sulit sebagai
persyaratan tetapi keaslian aktivitas, atau interaksi pelajar dan teks, lebih diinginkan (ibid,
2001). Selanjutnya, Willis (1996) mengatakan bahwa pembelajaran berbasis tugas
menempatkan kenyataan dalam hasil, dengan peserta didik bekerja sama untuk melakukan
hal-hal seperti memecahkan masalah, melakukan teka-teki, bermain game atau berbagi dan
membandingkan pengalaman (ibid, 2001). Gagasan penting dari pengajaran berbasis tema
adalah bahwa banyak aktivitas yang berbeda dihubungkan bersama oleh isinya; Tema atau
topik berjalan melalui segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas dan bertindak sebagai
benang penghubung bagi peserta didik dan guru (ibid,2001).

Pembelajaran berbasis tema dan pembelajaran berbasis tugas saling berhubungan


dan membantu untuk mengelola aktivitas komunikatif pembelajaran bahasa. Pendekatan ini
berguna untuk memfasilitasi siswa untuk menggunakan bahasa Inggris selama kelas bahasa
Inggris. Tema seperti keluarga, pekerjaan, makanan, olahraga dikembangkan melalui
beberapa kegiatan selama kelas bahasa Inggris. Misalnya ketika guru memilih bahasa
Indonesia sebagai topik pembelajaran bahasa; ia dapat mengatur beberapa kegiatan
pembelajaran bahasa Inggris untuk siswa seperti memasak makanan Indonesia, bermain
permainan tradisional Indonesia dan sejenisnya. Guru harus memperhatikan pengelolaan
kelas untuk melakukan proses pengajaran menggunakan pembelajaran berbasis tema dan
pembelajaran berbasis tugas agar kegiatan bahasa Inggris berjalan efektif.

Pengajaran bahasa Inggris untuk pelajar muda adalah sebuah dilema. Di satu sisi,
anak-anak secara alami antusias dan aktif dalam pembelajaran bahasa

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

(Cameron, 2001 dan Littlewood, 1981). Ini adalah aset yang sangat berharga untuk
memulai pembelajaran bahasa sedini mungkin di usia muda. Di sisi lain, belajar
bahasa asing dapat menimbulkan trauma bagi anak (Kasihani,2004). Lebih lanjut
Kasihani mengatakan bahwa bahasa Inggris berbeda dengan bahasa ibu anak
Indonesia dalam pengucapan, ejaan, struktur, dan intonasi.
Ketersediaan guru bahasa Inggris profesional sangat penting di Indonesia. 80% guru
bahasa Inggris tidak memenuhi syarat untuk mengajar bahasa Inggris untuk pelajar
muda (Kasihani,2004). Conny Semiawan mengatakan bahwa ketersediaan guru yang
profesional merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan kualitas pendidikan
(Dedi 6XSULDGLmemberdayakan
7KHRWKHUIDFWRUVDUHSULQFLSDO·V
sumber daya sekolah secaramanajemen untuk
efektif, manajemen
kualitas pendidikan, kohesi dan jaringan elemen yang terlibat dalam pendidikan
seperti sekolah, orang tua, masyarakat, organisasi bisnis dan sebagainya.Manajemen
kualitas pendidikan terkait dengan pemerataan guru di seluruh negeri dan nol
kuantitas guru yang tidak cocok.Kasihani(2004) mengidentifikasi beberapa
keterampilan mengajar SUREOHPV UHODWHG WR WHDFKHU·V
TXDOLILFDWLRQ VXFK DV (QJOLVK SURILFLHQF \ , dan evaluasi. Kasihani
mengutip gagasan Fillmore bahwa anak-anak yang berhasil mengembangkan bahasa
Inggris berada di bawah bimbingan guru dengan kemampuan bahasa Inggris yang
baik. Di antara 520 guru yang mengikuti program pelatihan nasional oleh Kementerian
Pendidikan Indonesia, hanya 11% yang termasuk tingkat menengah I sampai tingkat
lanjut skor TOEIC (Hatta dan Isnoewarti Soejot o, 2002). Dari penelitian tersebut,
Kasihani menemukan bahwa hanya sedikit guru yang dapat menggunakan media
ajar dengan baik dan merancang materi pembelajaran berdasarkan karakteristik lokal.
Studinya juga menunjukkan bahwa beberapa guru dapat melakukan evaluasi dalam
pembelajaran bahasa. Lebih lanjut, Kasihani mencatat faktor positif pembelajaran
bahasa asing di sekolah dasar Indonesia. Siswa Indonesia menggunakan alfabet
seperti dalam bahasa Inggris, hal ini dapat menjadi fasilitas bagi siswa untuk belajar
bahasa Inggris.

Kegiatan Bahasa Inggris di sekolah dasar Jepang termasuk dalam mata


pelajaran umum (Sogo). Tujuan dari kegiatan bahasa Inggris adalah untuk mencapai
kompetensi komunikatif di kalangan siswa. Kementerian Pendidikan Jepang
(Monbukagakusho) memutuskan bahwa keterampilan penting dalam kegiatan bahasa
Inggris adalah mendengarkan dan berbicara. Silabus dikembangkan dengan
menggunakan metode eklektik yang mencakup pembelajaran bahasa komunitas dan
pengajaran bahasa komunikatif. Kegiatan bahasa Inggris dilakukan dalam situasi
yang lebih santai dan peran guru sebagai konselor dan fasilitator untuk memfasilitasi
proses pembelajaran. Guru bahasa Inggris asli sebagai asisten guru bahasa (ALT)
sering terlibat dalam kelas bahasa Inggris untuk melakukan pengajaran tim dengan
Guru Bahasa Jepang Bahasa Inggris (JTE).

Bahan ajar dikembangkan berdasarkan aktivitas berbasis tugas dan aktivitas


berbasis tema. Dan tidak ada buku pelajaran bahasa Inggris resmi di sekolah dasar
Jepang. Guru dan ALT menentukan aktivitas tertentu selama kelas bahasa Inggris.
Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa untuk menggunakan bahasa Inggris
dalam situasi nyata. Tema seperti olahraga, keluarga, belanja, makanan, dan lainnya adalah

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

dikembangkan sebagai bahan pembelajaran dan dilakukan melalui beberapa kegiatan seperti
permainan, latihan memasak dan lain sebagainya. Selama siswa melakukan aktivitas, WKH
WHDFKHUV· LQVWUXFWLons dan interaksi kelas dilakukan dalam bahasa Inggris.
Melalui kegiatan, para siswa didorong untuk menggunakan bahasa Inggris bukan untuk belajar
tentang bahasa Inggris. Dan keterlibatan ALT dalam aktivitas bahasa Inggris memberi siswa model
praktik komunikasi yang baik dan banyak kesempatan untuk XQGHUVWDQGRWKHUSHRSOH·VFXOWXUH

(QJOLVK DFWLYLW\ LV WR SUHSDUH WKH VWXGHQWV· IXWXUH OLIH ZLWK VRPH


masalah-masalah seperti globalisasi, masyarakat yang menua, industrialisasi, era perdagangan
bebas internasional, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kegiatan bahasa Inggris memiliki tujuan utama sebagai berikut:

sebuah. Untuk meningkatkan kompetensi komunikatif siswa dalam bahasa Inggris.

b. Untuk berkomunikasi dengan Asisten Guru Bahasa (Native English Teacher) untuk memahami
budaya dan karakteristik bangsa lain terutama negara berbahasa Inggris.

c. Untuk memiliki waktu belajar bahasa Inggris yang lebih lama agar memiliki lebih banyak kesempatan untuk
meningkatkan kompetensi komunikatif.

Departemen Pendidikan Jepang menetapkan standar nasional untuk kurikulum semua


tingkat sekolah untuk memastikan standar nasional pendidikan (Watanabe dan Sasahara, 2002).

Namun, sekolah memiliki garis lintang untuk GHVLJQV\OODEXVEDVHGRQVFKRROFLUFXPVWDQFH


VWXGHQWV·FKDUDFWHULVWLFV DQG
tahap perkembangan mental dan fisik mereka. Silabus desain sekolah dasar Jepang untuk kegiatan
bahasa Inggris berdasarkan pedoman oleh Kementerian Pendidikan yang mencakup situasi bahasa,
fungsi bahasa, dan unsur bahasa.

Situasi Bahasa a. Situasi

di mana ekspresi tetap sering digunakan seperti salam, perkenalan diri, panggilan telepon, belanja,
memberi arahan, bepergian, dll.

E 6LWXDWLRQ UHOHYDQW WR VWXGHQWV· OLYHV VXFK DV KRPH OLIH OHDUQLQJ DQG


kegiatan di sekolah, acara daerah, dll.

Fungsi bahasa

sebuah. Memperdalam pemikiran dan mentransmisikan informasi seperti memberikan pendapat,


menjelaskan, melaporkan, menyajikan, dll.

b. Tindakan menghasut dan mengungkapkan kemauan seperti mengajukan pertanyaan, meminta,


mengundang, menawarkan,
dll. menegaskan, menjanjikan, setuju/tidak setuju, menerima/menolak,

c. Mentransmisikan perasaan seperti mengungkapkan rasa terima kasih, mengeluh, memuji,


meminta maaf, dll.

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

Elemen Bahasa

sebuah. Bunyi Pidato

1. Pengucapan standar kontemporer 2. Perubahan

bunyi akibat kombinasi kata 3. Tekanan kata, frasa, dan

kalimat dasar
4. Intonasi kalimat dasar

5. Jeda dasar dalam kalimat

b. Huruf dan Simbol 1.

Huruf abjad yang dicetak dengan huruf kecil dan besar

2. Simbol dasar seperti titik, tanda tanya, koma, tanda kutip,


dll.

3. Kolokasi dan idiom dasar:

sebuah. 900 kata yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari seperti musim, bulan,
hari, angka, keluarga, dll.
b. kolokasi dasar.

F EDVLF LGLRPV OLNH H[FXVH PH , VHH ,·P VRUU\ WKDQN \RX \RXDUH
selamat datang, dll.

c. Item Tata Bahasa

1. Kalimat

sebuah. Kalimat sederhana, majemuk, dan kompleks.

b. Kalimat deklaratif afirmatif dan negatif. c. Kalimat

imperatif afirmatif dan negatif.

d. Interogatif dengan pertanyaan bantu dan WH.


d. Pola kalimat

1. Subjek + Kata

Kerja 2. Subjek + Kata Kerja + Pelengkap

- Subjek + menjadi + kata benda, kata ganti, kata sifat

- Subject + non be + noun, adjective 3.

Subject + Verb + O Subject + Verb + noun,

pronoun, gerund, to-infinitive, klausa yang diawali dengan that.

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

e. Kata ganti

1. Kata ganti pribadi, demonstratif, interogatif dan kuantitatif.

2. Penggunaan restriktif dasar dari kata ganti relatif that, which, dan who yang
digunakan dalam kasus nominatif, dan that dan which digunakan dalam kasus objektif.
D. Kesimpulan

Baik Indonesia maupun Jepang sangat menghargai peran penting dan signifikan
sekolah dasar untuk membina generasi muda menjadi manusia seutuhnya. Jepang sangat
memperhatikan kepribadian warga negaranya.
Kecerdasan itu penting tetapi kepribadian yang baik lebih penting. Kepribadian yang baik,
yang populer disebut soft skill, membuat seseorang bertahan dan beradaptasi dengan
kondisi apapun. Kreativitas, ketangguhan, kesabaran, daya tahan terhadap situasi apa
pun sering dikaitkan dengan kepribadian yang baik. Mata pelajaran sekolah seperti
pendidikan akhlak, olah raga, kerajinan tangan dan ibu rumah tangga sangat penting untuk
membina anak agar kuat dan luwes bergerak, sehat jasmani dan rohani, optimis, sportif,
ikhlas, toleran, dan tabah dalam segala hal.
situasi.

Kedua negara menyarankan pembelajaran kontekstual dalam kegiatan


pembelajaran untuk semua mata pelajaran sekolah dasar. Pengelolaan kelas sekolah
dasar di Jepang dan Indonesia adalah kelas mandiri. Guru berhasil mengajar semua mata
pelajaran suatu kelas tidak ada satu guru pun yang mengajar mata pelajaran tertentu
sesuai dengan bidangnya masing-masing. Solidaritas dan kesuksesan tim penting bagi
Jepang sebagai negara yang rentan. Sejalan dengan hal tersebut, sistem peringkat
ditiadakan di sekolah Jepang dan rapor tidak ditulis dalam angka tetapi dalam pernyataan.

Bahasa Inggris diperkenalkan kepada siswa sekolah dasar di Jepang dan


Indonesia. Hal ini berguna bagi anak-anak untuk mempersiapkan diri menghadapi
persaingan global masa depan dan undeUVWDQGLQJ RWKHUV· ODQJXDJH DQG
FXOWXUH Mengajar bahasa Inggris untuk pelajar muda masih menjadi dilema. Satu sisi,
anak-anak mudah untuk melatih pengucapan dengan baik. Di sisi lain, pembelajaran
bahasa Inggris bisa menjadi traumatis bagi mereka. Baik Jepang maupun Indonesia
menghadapi beberapa masalah dalam pengajaran bahasa Inggris untuk pelajar muda
seperti kualitas guru, IDFLOLW\ DQGVWXGHQWV·H[SRVXUHWRWKHODQJXDJH
E. Referensi

Adachi et al, 1998, Perceptions of the JET Programme, Hiroshima, Keisuisha Agus

Mukti Wibowo,2009, Penerapan STS Dalam Pembelajaran Sain di MI, Jurnal Madrasah
Vol. 1 No 2, UIN MMI Malang

Ali Saukah, 2005, Metode Penelitian Bahasa Inggris, UIN MMI Malang

Amano Ikuo, 1983, Pendidikan dan Ujian di Jepang, Universitas Tokyo


Tekan

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

Cameron, 2001, Mengajar Bahasa untuk Pembelajar Muda, Cambridge,


Pers Universitas Cambridge

Colin Marsh dan Paul Morris, 1991, Pengembangan Kurikulum di Asia Timur,
London, Falmer Press

Cook and Doll, 1973, Kurikulum Sekolah Dasar, Boston, Allyn&Bacon, Inc.

Cummings William, 1980, Pendidikan dan Kesetaraan di Jepang, New Jersey,


Pers Universitas Princenton

Douglas Brown, 1987, Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa, New Jersey,
Prentice-Hall, Inc.

Fairchild Henry, 1944, Kamus Sosiologi, New York, Filosofis


Perpustakaan

Fletcher Paul, 1985, $&KLOG·V / HDUQLQJ RI (QJOLVK, Oxford, Basil Blackwell


Penerbit

Hairur Rahman,2009, Pembelajaran Konstruktif Dengan Pendekatan CTL Pada


Teori Belajar Bermain Dienes, Jurnal Madrasah, UIN MMI Malang

Hall dan Jones, 1976, Pendidikan Berbasis Kompetensi, New Jersey, Prentice
Hall, Inc.

Herbert Passin, 1965, Masyarakat dan Pendidikan di Jepang, Tokyo, Kodansha


Internasional

James J. Shields, Jr., 1993, Sekolah Jepang, Universitas Negeri Pennsylvania

Johnson Robert, 1989, Kurikulum Bahasa Kedua, Cambridge

Kasihani, 2004, Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar, Universitas Negeri


Malang

Keenleyside dan Thomas, 1937, Sejarah Pendidikan Jepang, Tokyo, The


Pers Hokuseido

Koike Ikuo dkk, 1978, Pengajaran Bahasa Inggris di Jepang, Tokyo, Eichosha
Penerbitan

Lado Robert, 1961, Pengujian Bahasa, London, Longman

Littlewood William, 1981, Pengajaran Bahasa Komunikatif, Cambridge,


Pers Universitas Cambridge

Masduki, 1998, Membandingkan dan Membandingkan Pembelajaran Membaca di SMP


Sekolah Menengah Atas di Indonesia dan Jepang, Universitas Tottori

Matsuhata dkk, 1985, Bacaan tentang Pengajaran Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing,
Tokyo, Daishukan

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009


Machine Translated by Google

Abdul Aziz- Studi Banding Sekolah Dasar Jepang Dan Indonesia

Muhaimin dkk, 2001, Paradigma Pendidikan Islam (Pendidikan Islam)


Paradigma), Bandung, Rosdakarya
Okano dan Tsuchiya, 1999, Pendidikan di Jepang Kontemporer, Cambridge,
Pers Universitas Cambridge
Per Saugstad, 1980, Sebuah Teori Bahasa dan Pemahaman, Oslo,
Universitetsforlaget
Richards et al, 1992, Kamus Pengajaran Bahasa dan Linguistik Terapan,
Grup Longman
Rohlen dan Bjork, 1998, Pendidikan dan Pelatihan di Jepang, New york,
Routledge
Stevenson et al, 1986, Perkembangan dan Pendidikan Anak di Jepang, New
York, WH Freeman and Company
Tanner dan Tanner, 1980, Pengembangan Kurikulum, New York, MacMillan
Penerbitan
English Edu (Jurnal Pengajaran dan Penelitian Bahasa) Vol. II No. 2 Mei 2003
ISSN 1412-5161, Salatiga, Universitas Kristen Satyawacana

Tren Pendidikan Bahasa Asing/Bahasa Kedua di Asia dan Pasifik,


Institut Nasional untuk Penelitian Pendidikan Tokyo, 2002
Wahana Sekolah Dasar Tahun 9 No. 2 2001 (Jurnal Pendidikan Dasar),
Universitas Negeri Malang
www.depdiknas.go.id
www.jawapos.com
www.mext.go.jp

Madrasah, Vol. II No. 1 Juli - Desember 2009

Anda mungkin juga menyukai