Anda di halaman 1dari 7

REVIEW FILM

“NANTI KITA CERITA TENTANG HARI INI”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Kesehatan

Dosen Pengampu : Dewi Khurun Aini, M.A

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. Vinna Putriana (1807026024)

2. Nur Indah Sari Rini Palupi (1807026075)

3. Faridhotul Muafa (1807026086)

PRODI GIZI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2021
1. Review Film
Angga Dwimas Sasongko meluncurkan film berjudul “Nanti Kita Cerita
Tentang Hari Ini’’ (NKCTHI) pada pekan pertama 2020 dan sukses menyita
perhatian masyarakat Indonesia. Film tersebut diadaptasi dari buku karya Marchella
FP. dengan judul ‘’Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini’’. Pada buku tersebut hanya
berisikan kata-kata quotable atau pesan-pesan menyentuh, yang kemudian dijadikan
sebuah skenario berupa cerita utuh. Rio Dewanto, Sheila Dara Aisha, Rachel
Amanda, Susan Bachtiar, dan Okan Antara adalah pemain dalam film ini.
NKCTHI menceritakan tentang keluarga Narendra dan Ajeng, mereka
dikaruniai tiga orang anak yaitu Angkasa, Aurora, dan Awan. Sebagai kepala
keluarga, Narendra terbiasa melakukan banyak hal untuk membahagiakan ketiga
anaknya. Terutama Awan, anak bungsu yang sejak kecil selalu mendapatkan apapun
yang diinginkan oleh orangtuanya, dan bukan yang diinginkannya. Perlahan Awan
menyadari hal itu setelah bertemu dengan Kale. Dari pria tersebut Awan mengetahui
tentang dunia luar dan akhirnya mampu membuat keputusan sendiri. Namun sang
ayah belum mengizinkan dan tak menyetujui pilihan Awan, dengan alasan Awan
dianggap masih belum dewasa.
Perhatian Narendra (Ayah) yang hanya berfokus pada Awan menjadikan
kebahagiaan Aurora dan Angkasa terasingkan. Angkasa, anak pertama yang selalu
dituntut sang ayah untuk selalu menjaga adik-adiknya. Menjadikan tanggung jawab
kebahagiaan adik-adiknya dibebankan sepenuhnya ke Angkasa. Bahkan terkadang
sampai mengganggu pekerjaan dan urusan pribadinya. Aurora, anak kedua yang
merasa tidak pernah mendapatkan perhatian sedikitpun dari ayahnya. Ia merasa tak
dianggap ada dalam keluarga, sehingga ia selalu menyendiri di suatu ruangan dalam
rumah. Menurut Aurora, sang ayah hanya perhatian dengan Awan dan perhatian itu
tak Aurora dapatkan. Sampai di acara pentingnya yaitu pameran, sang ayah masih
mengurusi Awan, sehingga Aurora menjadi semakin kesal dan marah pada ayahnya.
Keluarga ini semakin lama makin tak harmonis setelah sang ayah ternyata
sejak lama memendam luka dalam keluarga. Luka tersebut sengaja disembunyikan
sang ayah dengan alasan tak ingin mengenalkan kesedihan atau kegagalan dalam
keluarga, tapi nyatanya dari kesedihan dan kegagalan seseorang bisa belajar dan lebih
menghargai kebahagiaan. Hal tersebut membuat konflik dalam keluarga semakin
memanas. Sang Ayah selalu memberikan apa yang dianggapnya benar untuk
membahagiakan anaknya, padahal belum tentu benar adanya dan malah justru lebih
terkesan mengatur dan mengekang. Dalam hal ini sebenarnya maksud dari sang ayah
baik, namun cara penyampaiannya salah.
Luka yang disembunyikan tersebut adalah kematian kembaran Awan.
Angkasa dan sang Ibu mengetahui hal itu, namun sang ayah meminta hal itu untuk
disembunyikan. Sang Ibu selalu merasa sedih jika teringat akan hal itu, Angkasa tidak
tega melihat sang ibu selalu sedih sehingga pada puncak konflik cerita ini Angkasa
membocorkan rahasia yang ayah mereka sembunyikan. Puncak konflik terjadi ketika
ketiga anaknya memberontak tentang rasa yang selama ini dipendamnya. Angkasa
memberontak dan bertengkar dengan sang ayah terkait luka yang disembunyikan
tersebut dan merasa lelah selalu disalahkan. Aurora memberontak dengan rasa kesal
seperti tak dianggap dan tak mendapat perhatian sedikitpun dari ayahnya. Awan
memberontak dan mulai membenci ayahnya setelah tau jika ayahnya selalu mengatur
hidupnya dan ia tak dibebaskan memilih keinginannya sendiri seperti kakak-
kakaknya.
Dari kejadian itu, Narendra mulai menyadari bahwa apa yang dilakukan
selama ini salah dan ia mengubah cara mendidik anak-anaknya. Angkasa tak
dibebankan lagi dengan tanggung jawab sepenuhnya untuk menjaga adik-adiknya.
Aurora mulai diperhatikan dan segala keinginan Aurora dituruti. Awan dibebaskan
memilih apa yang ia suka untuk menjalankan kehidupan. Mulai dari itu, keluarga
tersebut menjadi harmonis dan semakin kompak.
2. Kaitannya dengan Psikologi Kesehatan

Bentuk Stress dalam Film Nanti KIta Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI)

Stres merupakan salah satu reaksi atau respon psikologis manusia saat
dihadapkan pada hal-hal yang dirasa telah melampaui batas atau dianggap sulit untuk
dihadapi. Stres itu sendiri diartikan sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh
transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara
tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya dalam sistem biologis,
psikologis dan sosial dari seseorang.

Dalam cerita ini dijelaskan bahwa dalam keluarga tersebut mengalami stress
yang diakibatkan oleh beberapa hal. Berdasarkan dampaknya, stres dalam cerita ini
tergolong eustress yaitu kondisi stres yang cenderung berdampak pada performa atau
kondisi buruk pada diri individu. Ditandai dengan keinginan orang tua yang tak
sejalan dengan pilihan anak sehingga mengakibatkan ketiga anaknya memiliki trauma
kehidupan masing-masing yaitu anak pertama yang merasa terbebani, anak kedua
yang merasa tidak dianggap dan anak ketiga yang merasa terkekang. Keluarga ini
kian tak harmonis setelah sang ayah ternyata sejak lama memendam luka dalam
keluarga dan terjadi pemberontakan dari ketiga anaknya,

Selain itu, berdasarkan penyebabnya, stress dalam cerita ini tergolong stres
psikis yaitu stres akibat gangguan hubungan interpersonal. Dalam Film ini, Orang tua
memiliki keinginan yang tidak sesuai dengan pilihan anaknya sehingga anak merasa
tidak memiliki hak untuk menentukan keinginan mereka masing-masing. Orang tua
hanya memberikan apa yang dianggapnya benar untuk membahagiakan buah
cintanya. Padahal hal itu belum tentu benar. Selain itu terjadi perbedaan kasih sayang
antara anak pertama, kedua, dan ketiga yang membuat keluarga ini menjadi tidak
harmonis dan terjadilah banyak konflik didalamnya. Dalam cerita ini dijelaskan
bahwa anak pertama dituntut untuk menjadi perfectionist dan bertanggung jawab
untuk adik-adiknya. Anak kedua merasa tidak dianggap dalam keluarganya dan anak
ketiga merupakan sosok anak yang mendapat perhatian lebih dibanding yang lainnya
yang membuatnya merasa jadi terkekang. Dapat disimpulkan bahwa stress yang
terjadi diakibatkan oleh gangguan hubungan interpersonal/pribadi keluarga tersebut.

Stressor dalam cerita ini termasuk peristiwa penting dalam hidup yaitu
dimulai dari perilaku seorang ayah yang menuntut ketiga anaknya untuk sesuai
dengan keinginnanya dan sebuah trauma besar yang menimbulkan luka atau
kesedihan tapi hanya dipendam oleh seorang ayah demi kebahagiaan ketiga anaknya .
Sedangkan Strain dalam cerita ini yaitu reaksi dari setiap anak yang berubah dan
memberontak hingga terungkapnya rahasia dan trauma luka besar dalam keluarga
mereka. Transaction dalam cerita ini yaitu tuntutan seorang ayah yang tidak sesuai
dengan keinginan anak yang akhirnya menimbulkan pemberontakan dari ketiga
anaknya yang berpengaruh terhadap lingkungan interpersonal keluarga mereka hingga
terungkap sebuah trauma luka besar dalam keluarganya dan keluarga mereka menjadi
tidak harmonis lagi. Cerita ini sangat sesuai dengan realita kehidupan keluarga pada
umumnya sehingga banyak menarik perhatian dan emosional penontonnya.

3. Kaitannya dengan Jurnal Ilmiah Terkait Psikologi Kesehatan


Keberhasilan seseorang dalam kehidupannya tidak terlepas dari peran keluarga.
Keluarga merupakan akses terdekat dalam aktivitas kehidupan seseorang. Komunikasi
yang terjalin dengan baik mampu untuk memberikan dukungan positif bagi keberhasilan
anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya. Orang tua bertanggung jawab terhadap
anak dalam hal asih, asah, dan aduh. Asih yakni orangtua memberikan kasih sayang
terhadap anaknya. Asah yakni orangtua mengekplorasi kemampuan anak sesuai dengan
bakatnya. Dan asuh yakni orangtua mendidik anak sehingga memiliki perilaku yang
sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara
orangtua dan anak dalam hal berkomunikasi, mendidik, mengasuh, dan terus
berkelanjutan dari waktu ke waktu (Israfil, 2015).

Pola asuh atau mengasuh anak adalah semua aktivitas orang tua yang berkaitan
dengan pertumbuhan fisik dan otak. Apabila pola asuh yang diberikan orang tua kepada
anak salah maka akan berdampak pada kepribadian anak itu sendiri (Musaheri, 2007).
Menurut Diane Baumrind (dalam Sri Esti, 2006) identifikasi 3 cara orang tua yang
bervariasi, meliputi tingkat kontrol orang tua terhadap anak, kejelasan komunikasi orang
tua dan anak serta tuntutan orang tua kepada anak untuk menjadi matang. Cara mendidik
anak tersebut yaitu orang tua yang otoriter, orang tua yang membiarkan (permisif), dan
orang tua yang dapat dipercaya (otoritatif).
Pola asuh yang diberikan sejak dini akan membentuk kepribadian sang anak yang
akan mempengaruhi segala sikap dan tindakannya terhadap apapun. Anak yang diberikan
pola asuh otoritatif akan menjadi anak yang disiplin dan bertanggung jawab, mandiri dan
kreatif. Anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter akan membentuk anak menjadi
pribadi yang kurang percaya diri, tidak mandiri, tidak kreatif, meskipun taat pada aturan.
Anak yang diasuh dengan pola asuh permisif akan cenderung memiliki sikap bebas dan
perilaku bebas, tidak mandiri dan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya.
Lalu anak yang diasuh dengan pola asuh acuh tak acuh akan cenderung tidak memiliki
rasa simpati dan empati terhadap lingkungan sekitar, bahkan menganggap hidupnya tidak
berarti (Marisa, 2018).
Dalam urusan urutan kelahiran, Adler (dalam Fiest and Fiest, 2009) mengatakan
anak sulung kemungkinan besar memiliki perasaan berkuasa dan superioritas yang kuat,
kecemasan yang tinggi, serta kecenderungan memiliki sifat overprotektif. Anak sulung
memiliki sifat positif antara lain kemampuan untuk merawat dan melindungi oranglain,
organisator yang baik. Sementara sifat negatif anak sulung antara lain memiliki
kecemasan yang tinggi, memiliki perasaan berkuasa yang berlebihan, permusuhan secara
tidak sadar, berjuang untuk mendapatkan pengakuan, merasa paling benar, mudah
mengkritik orang lain, dan tidak bisa bekerja sama. Kepribadian anak kedua dibentuk
oleh persepsi mereka akan sikap anak sulung terhadap mereka. Jika sikap yang
ditunjukkan anak sulung adalah permusuhan dan balas dendam yang berlebihan, maka
anak kedua mungkin akan menjadi kompetitif atau sangat berkecil hati, atau sebaliknya
anak kedua mungkin akan memiliki daya saing yang cukup serta keinginan sehat untuk
mengalahkan saingan yaitu kakaknya. Anak kedua biasanya memiliki sikap positif yaitu
motivasi yang tinggi, bisa bekerja sama serta memiliki daya saing yang cukup. Anak
kedua memiliki sifat negatif mudah merasa berkecil hati dan kadang-kadang daya saing
yang terlalu tinggi. Anak bungsu biasanya paling dimanja dan konsekuensinya memiliki
risiko tinggi menjadi anak yang bersalah. Mereka sering memiliki perasaa inferior yang
kuat dan kurang mandiri. Anak bungsu memiliki motivasi yang cukup tinggi untuk
melebihi kakak-kakaknya. Anak bungsu memiliki ambisi yang realistis dan memiliki sifat
negatif yakni hidup yang manja, bergantung pada orang lain, dan ingin selalu unggul
dalam segala hal.
DAFTAR PUSTAKA

Feist, J, & Feist, G. J. 2009. Theories of Personality 7th ed. New York : McGraw-Hill.

Israfil. 2015. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak Usia
Prasekolah. Seminar Psikologi dan Kemanusiaan. 978-979.

Marisa, C., dkk. 2018. Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Motivasi Belajar
Remaja. Jurnal Konseling dan Pendidikan. Vol. 6., No. 1 : 29-30.

Musaheri. 2007. Pengantar Pendidikan. Yogyakarta : IRCiSoD.

Wuryani, Sri Esti. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai