Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia memiliki kepribadian yang bermacam–macam. Setiap individu
memiliki kepribadian yang berbeda dengan individu lainnya. Para ahli
beranggapan bahwa manusia itu memiliki banyak variasi, tetapi untuk dapat
memahami manusia yang bermacam–macam tersebut, maka dibutuhkan teknik
tertentu. Para ahli yang berpangkal pada pendekatan tipologis beranggapan bahwa
walaupun variasi kepribadian manusia itu banyak, tetapi variasi tersebut memiliki
komponen dasar yang hampir sama. Sehingga dominasi komponen – komponen
dasar tersebut dilakukan untuk menggolongkan manusia ke dalam tipe – tipe
tertentu.
Tipologi adalah usaha untuk menggambarkan kepribadian manusia dengan
melakukan kategorisasi dan penyederhanaan terhadap berbagai kemungkinan
kombinasi kepribadian. Karena salah satu sifatnya adalah penyederhanaan, maka
apapun tipologi kepribadian sebenarnya tidak mampu untuk menggambarkan
seluruh kemungkinan kepribadian. Namun, dengan tetap berpegang pada
pemahaman bahwa setiap manusia itu unik, tipologi kepribadian bagaimanapun
dapat membantu siapapun untuk lebih memahami kepribadian diri maupun orang
lain.
Salah satu tipologi tersebut adalah tipologi yang berdasarkan nilai
kebudayaan yang lebih dikenal dengan tipologi Spranger. Tipologi ini
mengelompokan manusia menjadi enam tipe. Enam tipe ini merupakan tipe–tipe
pokok atau tipe–tipe ideal, artinya tipe–tipe yang ada hanya dalam teori dan tidak
akan dijumpai pada dalam keadaan sebenarnya. Akan tetapi, keenam tipe ini dapat
membantu untuk menempatkan individu – individu yang dihadapinya ke dalam
kelompok yang paling dekat ke golongan atau tipe yang mana.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa Edward Edward Spranger ?
2. Bagaimana Pokok-pokok teori Edward Spranger?
3. Apa saja Tipologi Edward Spranger?
4. Apa arti Teori Edward Spranger?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui siapa itu Edward Spranger
2. Mengetahui Pokok-pokok teori Edward Spranger
3. Mengetahui Tipologi Edwrad Spranger
4. Mengetahui arti Teori Edward Spranger

[
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Eduard Spranger
Eduard spranger adalah seorang filsuf dari Jerman dan juga guru besar
Ilmu Filsafat dan Ilmu Pendidikan di Universitas-Universitas seperti: Leipzig,
Berlin, Tubingen. Spranger lahir di Berlin pada tanggal 27 Juni 1882 dan
meninggal di Tubingen pada tanggal 17 September 1963. Karya utamanya yang
mempersoalkan kepribadian manusia ini ialah: Lebensformen Psychologie und
Ethik der Personlichkeit.
B. Pokok-pokok Teori Spranger
Pokok pokok pikiran Spranger mengenai kepribadian manusia singkatnya
adalah sebagai yang dikemukakan berikut ini.
1. Dua Macam Roh (Gest)
Pertama-tama Spranger membedakan adanya dua macam roh (Geist),
yaitu:
a. Roh subyektif atau roh individual (subjective Geist, individuelle Geist), yaitu
roh yng terdapat pada manusia masing-masing (individual).
Roh individual ini merupakan struktur yang bertujuan:
1)Roh individual itu merupakan darakan struktur, karena roh individual
itu harus dapat dipahami kalau ditinjau sebagai anggota daripada struktur yang
lebih tinggi, yaitu kebudayaan.
2)Roh individual itu bertujuan. Adapun tujuannya yaitu mencapai atau
menjelmakan nilai-nilai tertentu, dan karena itu juga hanya dapat dipahami
dengan jalan memahami sistem nilai-nilai itu. Struktur yang lebih tinggi atau
sistem nilai-nilai itu ialah roh obyektif.
b. Roh obyektif atau roh supra-individual, atau kebudayaan (Objektive
Geist, Uber individuelle Geist, Kultur), yaitu roh seluruh umat manusia, yang
dalam konkretnya merupakan kebudayaan yang telah terjelma dan berkembang
selama berabad-abad bersama manusia-manusia individual.
2. Hubungan antara Roh Subyektif dan Roh Obyektif
Roh subyektif dan roh obyektif itu berhubungan secara timbal balik. Roh
subyektif atau roh individual, yang mengandung nilai-nilai yang terdapat pada
masing-masing individu, dibentuk dan dipupuk dengan acuan roh obyektif artinya
roh individual itu terbentuk dan berkembang dengan memakai roh obyektif
sebagaimana norma.
Roh obyektif atau kebudayaan itu mengandung unsur-unsur yang telah
mendapat pengakuan umum sebagai hal-hal yang menilai, karena itu diberi
kedudukan yang tinggi dan ditaruh di atas roh individual.
Individu tak dapat mengelak atau melepaskan diri dari pengaruh roh
obyektif, tiap individu mesti menerima pengaruh dari susunan dan keadaan-
keadaan lingkungan sosial dimana dia hidup. Roh obyektif juga tidak dapat
dipisahkan dari roh subyektif atau roh individual, walaupun roh obyektif itu dalam
batas tertentu dapat dinyatakan di luar jiwa perseorangan, namun tidak dapat
dibayangkan lepas dari (tanpa) roh subyektif. Sebab individu-individulah yang
dari abad ke abad menciptakan nilai-nilai kebudayaan itu. Nilai-nilai kebudayaan
akan lenyap jika sekiranya manusia-manusia sebagai individu tidak
mendukungnya serta menghayatinya. Karena itu bagaimanapun juga roh subyektif
dan roh obyektif saling berhubungan, roh subyektif tetap primer, dan roh obyektif
mempunyai kedudukan sekunder sebab sekalipun manusia sangat tergantung
kepada unsur-unsur kebudayaan yang ada, akan tetapi dia tidak hanya pasif
menerima saja, melainkan dia juga aktif dan kreatif. Manusia menerima
kebudayaan yang telah ada dan mengembangkan kebudayaan itu dengan
penciptaan-penciptaan baru. Jadi manusia sebagai pendukung roh subyektif dalam
hubungannya dengan kebudayaan tempat dia ada seperti juga pepatah jawa:
“Ngangsu apikulan warih” (mengambil air dengan mempergunakan air sebagai
pikulan).
3. Lapangan-lapangan Hidup
Kebudayaan (kultur) oleh Spranger dipandang sebagai sistem nilai-nilai,
karena kebudayaan itu tidak lain adalah kumpulan nilai-nilai kebudayaan yang
tersusun atau diatur menurut struktur tertentu. Kebudayaan sebagai system atau
struktur nilai-nilai ini oleh Spranger digolong-golongkan menjadi enam lapangan
nilai (Wertegebieten).
Keenam lapangan ini atau lapangan hidup itu masih dikelompok-
kelompokkan lagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Lapangan-lapangan nilai yang bersangkutan dengan manusia sebagai individu,
yang meliputi empat lapangan nilai, yaitu:
1) Lapangan pengetahuan (ilmu teori)
2) Lapangan ekonomi
3) Lapangan kesenian
4) Lapangan keagamaan
b. Lapangan-lapangan nilai yang bersangkutan dengan manusia sebagai anggota
masyarakat. Lapangan-lapangan ini menyangkut manusia dengan kekuatan cinta
(Macht der Liebe) dan cinta akan kekuasaan (Liebe zur Macht). Kelompok ini
mencakup dua nilai, yaitu:
1) Lapangan kemasyarakatan
2) Lapangan politik
Jadi menurut Spranger dalam kebudayaan itu terdapat adanya enam macam
lapangan nilai, atau yang disebut juga bentuk-bentuk kehidupan (Lebensformen).
C. Tipologi Spranger
1. Enam Tipe Manusia
Roh subyektif, sebagai struktur atau system nilai-nilai dalam masing-masing
individu yang terbentuk dan berkembang oleh pengaruh-pengaruh dasar,
pendidikan dan lingkungan dengan berpedoman kepada roh obyektif sebagai cita-
cita yang harus dicapai atau dijelmakan juga mengandung nilai-nilai kebudayaan
seperti yang telah dikemukakan di atas itu. Walaupun roh subyektif itu
mengandung keenam nilai kebudayaan itu, namun dalam kenyataannya kerap kali
hanya salah satu nilai sajalah yang dominan. Dan nilai yang dominan inilah yang
memberi corak atau bentuk kepada kepribadiannya.
Dengan berdasarkan kepada dasar bahwa ada enam nilai kebudayaan yang ada
pada tiap individu, dan kenyataan bahwa biasanya hanya salah satu saja yang
dominan itu, maka sampailah Spranger kepada pengolong-golongan manusia
menjadi enam golongan atau enam tipe. Dalam hal ini haruslah diingat, bahwa
tipe-tipe yang dikemukakan oleh Spranger itu hanyalah merupakan tipe-tipe
pokok atau tipe-tipe ideal (Grundtypen atau Idealtypen), artinya tipe-tipe yang
hanya ada dalam teori, dan tak akan dijumpai dalam kenyataan kehidupan. Akan
tetapi menurut Spranger, dengan tipe-tipe ideal itu orang dapat cepat
menempatkan individu-individu yang dihadapinya paling dekat ke golongan atau
tipe yang mana. Tipe-tipe manusia menurut Spranger itu secara singkat dapat
diikhtisarkan sebagai table berikut ini (lihat tabel 16)
Tabel 16. Ikhtisar TIpe-tipe Manusia Menurut Spranger
Nilai kebudayaan yang
No Tipe Tingkah laku dasar
dominan
1. Ilmu pengetahuan Manusia teori Berpikir
2. Ekonomi Manusia ekonomi Bekerja
3. Kesenian Manusia estetis Menikmati keindahan
4. Keagamaan Manusia agama Memuja
5. Kemasyarakatan Manusia social Berbakti/berkorban
6. Politik/Kenegaraan Manusia kuasa (ingin) berkuasa/memerintah

2. Pencandraan Tipe-tipe
Dalam bukunya LebensformenSpranger memberikan pencandraan (deskripsi)
masing-masing tipe itu secara luas. Akan tetapi kiranya akan terlalu jauhlah kalau
di sini disajikan uraian Spranger tersebut sampai mengunsur.
Secara garis besar dapatlah dikemukakan hal yang berikut ini. Seseorang itu corak
sikap hidupnya ditentukan oleh nilai kebudayaan mana yang dominan, yaitu nilai
kebudayaan mana yang olehnya dipandang sebagai nilai yang tertinggi (nilai yang
paling bernilai). Ia akan memandang segala sesuatu, jadi juga nilai-nilai
kebudayaan yang lain, dengan kacamata nilai yang dihargainya paling tinggi itu,
yaitu dari kacamata nilai-nilai dominan itu, sehingga nilai-nilai kebudayaan yang
lain itu akan diwarnai juga oleh nilai yang dominan. Di bawah ini diberikan secara
singkat pencandraan tipe-tipe tersebut.
a..Manusia Teori
Seorang manusia teori adalah seorang intelektualis sejati, manusia ilmu. Cita-cita
utamanya ialah mencapai kebenarannya dan hakikat daripada benda-benda.
Banyak kali motifnya mengusahakan ilmu pengetahuan itu hanya semata-mata
ilmu pengetahuan tersebut tanpa mempersoalkan faedah atau hasilnya; bagi orang-
orang golongan tipe ini berlakulah semboyan : La Science pour la science.
Tujuan yang dikejar oleh manusia teori adalah pengetahuan yang obyektif,
sedangkan segi lain seperti misalnya soal-soal moral, keindahan, dan sebagainya
terdesak ke belakang. Ia adalah ahli pikir yang logis, dan memiliki pengertian-
pengertian yang jelas serta membenci segala bentuk kekaburan. Dalam kehidupan
sehari-hari ia adalah seorang pecinta kebenaran, konsekuen, dan nuchter. Jika
sekiranya seorang guru besar termasuk tipe ini, maka dia akan memandang bahwa
pekerjaan memberi kuliah itu akan menghambat kemajuannya dalam studi dan
research. Jika sekiranya seorang ayah termasuk golongan tipe ini, maka ia akan
menganggap bahwa bersenda gurau dengan anak-anaknya adalah suatu perbuatan
yang membuang-buang waktu dan menghambat studinya.
Sikap terhadap nilai-nilai yang lain pun terpengaruh oleh nilai-nilai teori itu:
– Ia asing terhadap utilisme yang menjadi pedoman dalam lapangan ekonomi,
kurang mengindahkan kesenangan hidup dan kurang menghargai kekayaan,
memang dia mengejar kekayaan, akan tetapi bukan kekayaan akan harta benda,
melainkan kekayaan akan pengetahuan yang benar.
– Manusia teori tidak menaruh perhatian kepada masalah keindahan; sebagai
manusia teori dia menghendaki hal-hal yang berlaku umum dan obyektif,
sedangkan seniman-seniman justru menghendaki hal-hal yang individual,
mungkin juga dia mengembangkan rasa keindahannya, akan tetapi dalam bentuk
misalnya ilmu ukur atau keseragaman daripada alam.
– Jika sekiranya manusia teori itu tidak sering terhadap keagamaan, maka
besar kemungkinannya dia akan meninjau masalah keagamaan itu secara
rasionalistik, disini akan kita temui apa yang disebut “amor dei intelectualis”.
– Juga perhatiannya terhadap masyarakat tidak besar. Seringkali bersikap
masa bodoh terhadap lingkungan sosialnya, kalau dia bergaul maka akan
dipilihnya orang-orang yang sepaham, atau setidak-tidaknya orang-orang dari
golongan cendekiawan, sehingga pergaulannya itu dipandangnya berguna juga
bagi kemajuan studinya.
– Sikapnya terhadap politik pun tidak berbeda dengan sikapnya terhadap nilai-
nilai yang lain, dia tidak ingin berkuasa, tidak giat. Kalau berbuat paling-paling
dia mengeritik atau melakukan polemic secara teoritis.
b. Manusia Ekonomi
Orang-orang yang termasuk golongan manusia ekonomi ini selalu kaya
akan gagasan-gagasan yang praktis, kurang memperhatikan bentuk tindakan yang
dilakukannya, sebab perhatiannya terutama tertuju kepada hasil dari pada
tindakannya itu, hasilnya bagi dirinya sendiri. Manusia golongan ini akan menilai
segala sesuatu hanya dari segi kegunaannya dan nilai ekonominya, dia bersikap
egosentris, hidupnya dan kepentingannya sendirilah yang penting, dan orang-
orang lain hanya menarik perhatiannya selama mereka masih berguna baginya,
penilaian yang dikemukakannya terhadap orang lain, yang dikenakannya terhadap
sesama manusia, terutama didasarkan kepada kemampuan kerja dan prestasinya.
Sikap jiwanya yang praktis itu memungkinkan dia dapat mencapai banyak
hal di dalam hidupnya, dia mengajar kekayaan, dan dengan kekayaannya itu dia
akan mencapai yang diinginkannya.
c. Manusia Estetis
Manusia estetis menghayati kehidupan seakan-akan tidak sebagai pemain,
tetap sebagai penonton, dia selalu seorang impresionis, yang menghayati
kehidupan secara pasif, disamping itu dapat juga dia seorang ekspresionis, yang
mewarnai segala kesan yang diterimanya dengan pandangan jiwa subjektifnya.
Manusia estetis juga berkecenderungan kearah individualism, hubungan
dengan orang-orang lain kurang kekal. Apabila dia tidak asing dari keagamaannya
itu mungkin akan memuncak pada pendewasaan terhadap keselarasan dalam alam.
Baginya yang nomor satu adalah keindahan.

d. Manusia Agama
Menurut Spranger inti dari pada hal keagamaan itu terletak dalam
pencarian terhadap nilai tertinggi dari pada kebenaran ini, siapa yang belum
mantap akan hal ini belumlah mencapai apa yang seharusnya dikejarnya, dia
belum mempunyai dasar yang kuat bagi hidupnya. Sebaliknya siapa yang sudah
mencapai titik tertinggi itu akan merasa bebas, tentram dalam hidupnya.
Bagi seorang yang termasuk golongan tipe ini segala sesuatu itu diukur
dari segi artinya bagi kehidupan rohaniah kepribadian, yang ingin mencapai
keselarasan antara pengalaman batin dengan arti dari pada hidup ini.
e. Manusia Sosial
Sifat utama daripada manusia golongan tipe ini adalah besar kebutuhannya
akan adanya resonansi dari sesama manusia, butuh hidup di antara manusia-
manusia lain dan ingin mngabdi kepada kepentingan umum. Nilai yang
dipandangnya sebagai nilai yang paling tinggi adalah “cinta terhadap sesama
manusia”, baik tertuju kepada individu tertentu maupun yang tertuju kepada
kelompok manusia.
f. Manusia Kuasa
Manusia kuasa bertujuan untuk mengejar kesenangan dan kesadaran akan
kekuasaannya sendiri, dorongan pokoknya adalah ingin berkuasa, semua nilai-
nilai yang lain diabadikan kepada nilai yang satu itu. Kalau manusia ekonomi
mengejar penguasaan akan benda-benda, maka manusia kuasa mengejar
penguasaan atas manusia.
3. Diferensiasi Tipe-tipe
Keenam tipe yang baru saja dikemukakan pencandraannya itu adalah tipe-tipe
pokok (Grundtypen). Spranger tidak berhenti dengan mengemukakan tipe-tipe
pokok itu saja, tapi dia masih mengemukakan diferensiasi tipe-tipe dan kombinasi
tipe-tipe itu.
a. Diferensiasi tipe-tipe
Pada masing-masing tipe masih dapat ditemukan adanya variasi lagi, yaitu
berdasarkan kepada komponen-komponen yang paling menentukan dalam tipe
tersebut. Misalnya saja, manusia teori masih lagi dapat dibedakan adanya tiga
variasi, yaitu:
1) Manusia teori empiris,
Faham Empirisisme adalah pencarian kebenaran melalui pembuktian-
pembukitan indrawi. Kebenaran belum dapat dikatakan kebenaran apabila tidak
bisa dibuktikan secara indrawi, yaitu dilihat, didengar dan dirasa. Francis Bacon
(1561-1624) seorang filsuf Empirisme pada awal abad Pencerahan menulis dalam
salah satu karyanya Novum Organum: Segala kebenaran hanya diperoleh secara
induktif, yaitu melalui pengalaman dan pikiran yang didasarkan atas empiris, dan
melalui kesimpulan dari hal yang khusus kepada hal yang umum. Empirisisme
muncul sebagai akibat ketidakpuasan terhadap superioritas akal. Paham ini
bertolak belakang dengan Rasionalisme yang mengutamakan akal. Tokoh-
tokohnya adalah John Locke (1632-1704); George Berkeley (1685-1753); David
Hume (1711-1776). Kebenaran dalam Empirisme harus dibuktikan dengan
pengalaman. Peranan pengalaman menjadi tumpuan untuk memverifikasi sesuatu
yang dianggap benar. Kebenaran jenis ini juga telah mempengaruhi manusia
sampai sekarang ini, khususnya dalam bidang Hukum dan HAM.
2) Manusia teori sebagai rasionalis
Faham Rasionalisme adalah paham yang menyatakan kebenaran haruslah
ditentukan melalui pembuktian, logika, dan dan analisis yang berdasarkan fakta.
Paham ini menjadi salah satu bagian dari renaissance atau pencerahan dimana
timbul perlawanan terhadap gereja yang menyebar ajaran dengan dogma-dogma
yang tidak bisa diterima oleh logika. Filsafat Rasionalisme sangat menjunjung
tinggi akal sebagai sumber dari segala pembenaran. Segala sesuatu harus diukur
dan dinilai berdasarkan logika yang jelas. Titik tolak pandangan ini didasarkan
kepada logika matematika. Pandangan ini sangat popular pada abad 17. Tokoh-
tokohnya adalah Rene Descartes (1596-1650), Benedictus de Spinoza – biasa
dikenal: Barukh Spinoza (1632-1677), G.W. Leibniz (1646-1716), Blaise Pascal
(1623-1662).
3) Manusia teori sebagai kritisme
Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih
dulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Filsafat kritisisme adalah
faham yang mengkritik terhadap faham Rasionalisme dan faham Empirisme
b. Kombinasi tipe-tipe
Seperti telah dikemukakan, keenam tipe yang telah dibicarakan itu adanya
hanya di dalam teori dan tidak kita jumpai dalam kehidupan praktis. Dalam
kenyataannya, jadi dalam kehidupan praktis, yang bisa kita jumpai justru
kombinasi dari tipe-tipe teori dan tipe keagamaan, tipe teori dan tipe ekonomi, dan
sebagainya, ataupun kombinasi lebih dari dua tipe.
D. Arti Teori Spranger
1. Teori Spranger walupun banyak mengandung kelemahan, namun dalam
kenyataannya besar pengaruhnya, banyak ahli-ahli yang lebih kemudian
mengambil konsep Spranger sebagai bahan penyusunan konsepsinya. Pengaruh
itu tidak terbatas pada lapangan psikologi kepribadian saja, tetapi meluas ke
lapangan psikologi yang lain-lain, seperti misalnya pada lapangan psikologi
pemuda dan lebih dari itu saja meluas ke lapangan pendidikan
2.Diskusi segi positifnya itu teori Spranger juga tidak luput dari
kelemahan-kelemahan.
a. Tipologi Spranger itu disusun secara dedukatif. Hasil dari pemikiran dedukatif
itu adalah baik sekali, akan tetapi sebaiknya deduksi tersebut diverifikasikan
secara induktif dengan data empiris, dan hal ini tidak dilakukan oleh Spranger
b. Deduksi Spranger mengenai Lebensformen itu didasarkan pada kegiatan rohani
(Geistakt), akan tetapi hasil konsepsinya, yakni Lebensformen, ternyata
bertinjauan statis. Dengan demikian Lebensformen itu sukar dikenakan kepada
kepribadian-kepribdian manusia dalam kehidupan praktis, yang mempunyai dasar
dinamis. Lebensformen itu lebih mengatakan tentang “bagaimana individu itu
adanya” daripada mengatakan tentang “apa yang dikerjakan atau apa yang dapat
dikerjakan oleh individu itu”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian pustaka yang telah penyusun temukan mengenai motivasi
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Edward Spranger adalah seorang filsuf dan psikolog, sekaligus tokoh


utama aliran psikologi yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan kerohanian.
2. Pokok–pokok pikiran Spranger mengenai kepribadian manusia adalah
seperti berikut: dua macam roh (gest), hubungan antara roh subjektif dan roh
objektif, lapangan – lapangan hidup, dan tipologi spranger .
3. Spranger membedakan adanya dua macam roh yaitu roh subjektif atau roh
individual yang memiliki struktur yang bertujuan dan roh objektif atau
kebudayaan.
4. Roh subjektif dan roh objektif memiliki hubungan timbal balik karena roh
subjektif dibentuk dan dipupuk dengan acuan roh objektif
5. Tipologi Spranger mengelompokkan manusia menjadi enam tipe
berdasarkan nilai yang paling dominan, yaitu manusia teori, manusia ekonomi,
manusia estetis, manusia agama, manusia sosial, dan manusia kuasa.
6. Tipologi Spranger memiliki kelemahan–kelemahan, diantaranya tipologi
Spranger disusun secara dedukatif dan Lebensformen itu didasarkan pada
kegiatan rohani. Akan tetapi walaupun memiliki kelemahan, banyak ahli yang
kemudian memakai konsep Spranger untuk bahan konsepsinya.
B. Saran
Setelah penyusun menyusun makalah ini penyusun menjadi mengetahui
tentang tipologi Spranger yang membagi manusia menjadi enam tipe. Tetapi
keenam tipe tersebut jarang dapat kita temui dalam kehidupan nyata, karena
biasanya yang kita jumpai adalah kombinasi dari tipe–tipe tersebut. Karena setiap
tipe memiliki kelemahan dan kelebihan, maka kita dapat mengambil segi
positifnya.
DAFTAR PUSTAKA

Allport, G.W. Personality : a Psychological Interpretation. Henry Holt & Co New


York, 1973.
Brand (Comp), The Study Of Personality, John Wiley&Sons, New York, 1949.
Jause De Jonge,E,A.L,Karakterkunde, Bosch&Keuning,Baarn,1949.
Jung C.G.,Psychologische Typen (terjemahan Rob Limburg), Service,
s-Gravenage,1953.
Spranger,E,.Lebensformen. Neomatius, Tubingen, 1950.
Spranger,E,. Psychologie des Jugendalters. 20 Aufl, Quelle & Meyr,
Heidelberg,1949.

Anda mungkin juga menyukai