Oleh :
Oleh
.............................................
Disajikan Pada
Proses Belajar Mengajar Semester I (SATU)
DIPLOMA III Jurusan Keperawatan
Puji dan syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas petunjuk,
rahmat dan karunia-Nya, sehingga Modul Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disegala bidang
menyebabkan arus komunikasi dan transportasi semakin meningkat dan hal tersebut sangat
berpotensi mempengaruhi kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Dampak dari
meningkatnya arus transportasi, dapat meningkatkan tingginya perpindahan penduduk dari
desa ke kota, dari kota ke kota yang lain bahkan dari satu negara ke negara yang lain. Selain itu
tingginya kunjungan turis asing dari satu negara ke negara yang lain, dapat berpotensi
membawa bibit penyakit seingga terjadinya penularan penyakit. Karena itu tidak jarang kita
melihat klien yang dirawat disetiap Rumah Sakit khususnya didaerah-daerah wisata tidak
hanya penduduk lokal/masyarakat Indonesia tetapi juga mereka yang berasal dari manca negara
yang notebene kebudayaan mereka sangat berbeda dengan kebudayaan masyarakat Indonesia.
Untuk itulah diperlukan materi psikososial dan budaya dalam keperawatan dimasukan
kedalam kurikulum pendidikan profesi Ners, agar mahasiswa dapat dibekali dengan ilmu dan
keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien berdasarkan pendekatan
psikososial dan budaya.
Modul ini berisi materi tentang konsep psikososial dalam praktik keperawatan yang
mencakup konsep diri, kesehatan spiritual, seksualitas, stress adaptasi, konsep kehilangan,
kematian dan berduka, konsep teoritis Antropologi kesehatan mencakup kebudayaan,
masyarakat rumah sakit dan kebudayaan, etiologi penyakit, persepsi sehat sakit, peran dan
perilaku pasien, respoon sakit/nyeri pasien serta konsep globalisasi dan perspektif transkultural,
diversity dalam masyarakat, teori culture care leininger,pengkajian budaya, aplikasi
transkultural nursing sepanjang daurkehidupan manusia, aplikasi keprawatan transkultural
dalam berbagai masalaha kesehatan pasien.
Semoga Modul ini dapat membantu mahasiswa dan memberi inspirasi dalam
menerapkan penyusunan asuhan keperawatan dengan pendekatan konsep psikososial dan
budaya dari setiap klien yang dirawat di Rumah Sakit maupun di Puskesmas dan semoga dapat
bermanfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa.
Penulis,
B. Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar......................................................................i
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Standar kompetensi ..............................................................................................
Deskripsi Umum
Peta kedudukan modul ..........................................................................................
Petunjuk penggunaan modul .................................................................................
Glosarium ...........................................................................................................
BAB I : Psikososial dan budaya dalam keperawatan ………………………………. 1
C. Capaian Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kulian ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konsep
psikososial dalam praktik keperawatan, konsep antropologi kesehatan dan dapat
menerapkan keperawatan transkultural dalam membuat asuhan keperawatan pada klien
dengan baik dan benar.
D. Deskripsi Umum
Mata Kuliah ini menguraikan tentang konsep psikososial dalam praktik keperawatan yang
mencakup konsep diri, kesehatan spiritual, seksualitas, stress adaptasi, konsep kehilangan,
kematian dan berduka, konsep teoritis Antropologi kesehatan mencakup kebudayaan,
masyarakat rumah sakit dan kebudayaan, etiologi penyakit, persepsi sehat sakit, peran dan
perilaku pasien, respoon sakit/nyeri pasien serta konsep globalisasi dan perspektif
transkultural, diversity dalam masyarakat, teori culture care leininger,pengkajian budaya,
aplikasi transkultural nursing sepanjang daurkehidupan manusia, aplikasi keprawatan
transkultural dalam berbagai masalaha kesehatan pasien.
Proses belajar memberikan pangalaman pemahaman tentang psikososial dan budaya dalam
keperawatan melalui kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, tanya
jawab, diskusi, penugasan, jigsaw, round club, student facilitator.
G. Glosarium
...................................................................................................................
BAB I : PSIKOSOSIAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
Konsep Diri Dan Kesehatan Spiritual
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang konsep diri dan kesehatan spiritual mencakup
pengertian konsep diri, macam konsep diri, komponen konsep diri, pengertian
spiritual, dimensi spiritual, keterkaitan antara spiritual-kesehatan-sakit, factor yang
mempengaruhi spiritualitas, pasien yang membutuhkan dukungan spiritual, masalah
kebutuhan spiritual, macam-macam distress spiritual dan askep spiritual.
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian konsep diri dan komponen konsep diri
b. Mampu menjelaskan pengertian spiritual
c. Mampu menjelaskan keterkiatan antara spiritual-kesehatan-sakit
d. Mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi spiritual
e. Mampu menjelaskan pasien yang membutuhkandukungan spiritual
f. Mampu menjelaskan masalah kebuthan spiritualdan macam-macam distres
g. Mampu menyusun askep spiritual
B. Penyajian
1. Uraian materi konsep diri
a. Pengertian konsep diri
Konsep Diri didefenisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang
merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungan
dengan orang lain (Stuart & Sundeen 2005).
Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, fisikal, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual (Keliat, 2005).
Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari
perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri memberi kita
kerangka acuan yang mempengaruhi manejemen kita terhadap situasi dan hubungan
kita dengan orang lain (Potter & Perry, 2005)
b. Macam-macam konsep diri
Dua macam konsep diri adalah sebagai berikut :
1) konsep diri negatif : peka pada kritik, responsif sekali pada pujian, hiperkritis,
cenderung merasa tidak disenangi orang lain, bersikap pesimitis pada
kompetensi.
2) konsep diri positif : yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara
dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar akan keinginan dan
perilaku tidak selalu disetujui oleh orang lain, mampu memperbaiki diri.
3) Negatif ditandai dengan hubungan individu dan sosial yang mal adaptif.
Penerimaan keluarga
e. Komponen konsep diri
Konsep diri terdiri dari Citra Tubuh (Body Image), Ideal Diri (Self ideal), Harga
Diri (Self esteem), Peran (Self Rool) dan Identitas(self idencity).
Body Image (citra tubuh) adalah sikap individu terhadap dirinya baik disadari
maupun tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai
ukuran dan dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan
pengalaman-pengalaman baru.
Body image berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak
anak belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan
mereka. Body image (citra tubuh) dapat berubah dalam beberapa jam, hari,
minggu ataupun bulan tergantung pada stimuli eksterna dalam tubuh dan
perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi (Potter & Perry, 2005).
2) Ideal Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya.
Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu : dicintai, dihormati
dan dihargai. Mereka yang menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat,
berhasil dan dapat menyesuaikan diri, sebaliknya individu akan merasa dirinya
negative, relatif tidak sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau
tidak diterima di lingkungannya (Keliat BA, 2005).
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga
diri akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat
mengancam pada saat pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami
perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya
sendiri.
3) Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan
oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosial.
Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi
pada tiap waktu sepanjang daur kehidupannya. Harga diri yang tinggi
merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal
diri.
4) Identitas Diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu
dari observasi dan penilaian dirinya, menyadari bahwa individu dirinya berbeda
dengan orang lain. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat
akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya.
Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan
berkembangnya konsep diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan
percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan
menerima diri
Daftar Pustaka
Keliat, Budi Anna, Dkk. 2005 . Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi
2. Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Stuart, Gail & Sundeen, Sandra. 2005. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: EGC
2. Uraian Materi konsep spiritual
a. Pengertian spiritual
d) Mpy perasaan keterikatan dgn diri sendiri dan dengan Yg Maha Tinggi.
e) Stoll (1989)
b. Dimensi spiritual
Spiritualitas sbg konsep dua dimensi: dimensi VERTIKAL adalah hubungan dgn
Tuhan atau Yang Maha Tinggi yg menuntun kehidupan seseorang, sedangkan
dimensi HORIZONTAL adalah hubungan seseorang dgn diri sendiri, orang lain
dan dgn lingkungan.
Sebagai contoh, ada agama yg menetapkan makanan diit yg boleh dan tidak
boleh dimakan. Begitu pula metode keluarga berencana ada agama yg melarang
cara tertentu untuk mencegah kehamilan termasuk terapi medik atau
pengobatan.
2) Sumber dukungan
Pada saat mengalami stress, individu akan mencari dukungan dari keyakinan
agamanya.
Dukungan ini sangat diperlukan untuk dpt menerima keadaan sakit yg dialami,
khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses penyembuhan yg lama dgn
hasil yg blm pasti.
Sembahyang atau berdoa, membaca kitab suci, dan praktik keagamaan lainnya
sering membantu memenuhi kebutuhan spiritual yg juga merupakan suatu
perlindungan terhadap tubuh.
individu cenderung dpt menahan stress baik fisik maupun psikis yg luar biasa
karena mempunyai keyakinan yg kuat. Keluarga klien akan mengikuti semua
proses penyembuhan yg memerlukan upaya ekstra, karena keyakinan bahwa
semua upaya tersebut akan berhasil.
4) Sumber konflik
Pada suatu situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara keyakinan agama dgn
praktik kesehatan.
1) Pasien kesepian; Pasien dalam keadaan sepi dan tdk ada yg menemani akan
membutuhkan bantuan krn mereka merasakan tdk ada kekuatan selain kekuatan
tuhan, tdk ada yg menyertainya kecuali Tuhan.
2) pasien ketakutan dan cemas; adanya ketakutan dan kecemasan dpt menimbulkan
perasaan kacau, yg dpt membuat pasien membuutuhkan ketenangan pd dirinya,
dan ketenangan yg plg bsar adlh bersama tuhan.
3) pasien yg harus mengubah gaya hidup; pola gaya hidup dpt mengacaukan
keyakinan individu bila ke arah yg lbh buruk dan sebaliknya
Distress spiritual à suatu keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau
beresiko mengalami gangguan dalam kepercyaan atau sistem nilai yg
memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan.
1) Spiritual yang sakit, yaitu kesulitan menerima kehilangan dari orang yang
dicintai atau dari penderitaan yang berat
Pengkajian :
Diagnosa Keperawatan :
Definisi : gangguan pada prinsip hidup yang meliputi semua aspek dari
seseorang yang menggabungkan aspek psikososial dan biologis
Batasan karakteristik
Faktor yg berhubungan
b. sakit terminal
c. penyakit2
d. nyeri
e. trauma/terluka
f. keguguran
g. amputasi
h. pembedahan/operasi
EVALUASI
Menunjukkan sikap efektif tanpa rasa marah, rasa bersalah dan ansietas
Daftar Pustaka
a. Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi
Kesehatan, Cetakan Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
b. Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural,
Cetakan Pertama, Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
c. Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan
dalam Perspektif Ilmu Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama,
Yogyakarta.
d. Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan
Pendekatan Transkultural”, Edisi I, EGC, Jakarta
e. Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
f. Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli
kasinya, Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
g. Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing :
Concepts,Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi konsep diri dan kesehatan spiritual
melalui buku-buku maupun jurnal.
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi konsep diri dan
kesehatan spiritual untuk di presentasikan
C. Penutup
1. Evaluasi dan Kunci Jawaban
a. Jelaskan pengertian konsep diri
b. Jelaskan macam-macam konsep diri, komponen konsep diri
c. Jelaskan pengertian konsep kesehatan spiritual
d. Jelaskan dimensi spiritual, keterkaitan spiritual-kesehatan dan sakit
e. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
KEGIATAN PEMEBELAJARAN 2 & 3
Konsep Seksual, Konsep Stres Adaptasi, Konsep Kehilangan, Kematian Dan Berduka
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang konsep seksualitas mencakup : pengertian,
sikap terhadap seksualitas, respon seksual, kehamilan dan seksualitas, masalah yang
berhubungan dengan seksualitas, seksualitas dalam keperawatan, konsep stres
adaptasi mencakup : pengertian, manifestasi stress, factor yang mempengaruhi,
adaptasi, proses keperawatan stress management untuk perawat.
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian seksualitas
b. Mampu menjelaskan respon seksual
c. Mampu menjelaskan kehamilan dan seksualitas
e. Mampu menjelaskan masalah yang berhubungan seksualitas
f. Mampu menjelaskan seksualitas dalam keperawatan
g. Mampu menjelaskan pengertian stres adaptasi
h. Mampu menjelaskan manifestasi stres
i. Mampu menjelaskan faktor penyebab stres
j. Mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi stres
k. Mampu menyusun proses keperawatan stres mamagement.
B. Penyajian
1. Uraian Materi Seksualitas
a. Pengertian seksualitas
Seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang
berhubungan dengan alat reproduksi. (Stevens: 1999). Sedangkan menurut WHO
dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang
kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual,
erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi.
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak terpisahkan
dan berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan individu. Seksualitas
tidak sama dengan seks. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi
personal, dan lingkungan. Fungsi biologis mengacu pada kemampuan individu
untuk memberi dan menerima kenikmatan dan untuk bereproduksi. Identitas dan
konsep diri seksual psikologis mengacu pada pemahaman dalam diri individu
tentang seksualitas seperti citra diri, identifikasi sebagai pria atau wanita, dan
pembelajaran peran-peran maskulin atau feminin. Nilai atau aturan sosio budaya
membantu dalam membentuk individu berhubungan dengan dunia dan bagaimana
mereka memilih berhubungan seksual dengan orang lain. (Bobak: 2004)
2 aspek seksualitas:
1. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam kelamin adalah
sebagai berikut:
a. Alat kelamin itu sendiri
b. Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya
alat kelamin
c. Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan
perempuan
d. Hubungan kelamin
2. Seksualitas dalam arti luas
Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin antara lain:
a) Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dll
b) Perbedaan atribut: pakaian, nama, dll
c) Perbedaan peran. (Mardiana: 2012)
b. Fungsi Seksualitas
1) Kesuburan
Pada beberapa kebudayaan, seorang wanita muda mungkin merasakan adanya
keinginan yang kuat untuk membuktikan kesuburannya bahkan walaupun ia
sebenarnya belum menginginkan anak pada tahap kehidupannya saat itu. Ini
adalah macam masyarakat yang secara tradisional wanita hanya dianggap layak
dinikahi apabila ia sanggup membuktikan kesuburannya.
2) Kenikmatan
Mungkin pendorong primer atau mendasar perilaku seksual adalah kenikmatan
atau kesenangan yang dirasakan yaitu suatu kombinasi kenikmatan sensual dan
kenikmatan khas seksual yang berkaitan dengan orgasme.
3) Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan
Dalam suatu pertalian seksual yang ekslusif, pasangan melakukan secara
bersama-sama hal-hal yang tidak ingin mereka lakukan dengan orang lain. Ini
adalah esensi dari keintiman seksual. Efektivitas seks dalam memperkuat
keintiman tersebut berakar dari risiko psikologis yang terlibat; secara khusus,
resiko ditolak, ditertawakan, mendapati bahwa dirinya tidak menarik, atau
kehilangan kendali dapat memadamkan gairah pasangan.
4) Menegaskan maskulinitas atau feminitas
Sepanjang hidup kita, terutama pada saat-saat identitas gender terancam karena
sebab lain (mis., saat menghadapi perasaan tidak diperlukan atau efek penuaan),
kita mungkin menggunakan seksualitas untuk tujuan ini.
5) Meningkatkan harga diri
Merasa secara seksual bagi orang lain, atau berhasil dalam upaya seksual, secara
umum dapat meningkatkan harga diri.
6) Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan
Kekuasaan (power) seksualitas cenderung dianggap sebagai salah satu aspek
maskulinitas, dengan pria, baik karena alasan sosial maupun fisik, biasanya
berada dalam posisi dominan. Namun, seks dapat digunakan untuk
mengendalikan hubungan baik oleh pria dan wanita dan karenanya sering
merupakan aspek penting dalam dinamika hubungan. Kekuasaan tersebut
mungkin dilakukan dengan mengendalikan akses ke interaksi seksual,
menentukan bentuk pertalian seksual yang dilakukan, dan apakah proses
menimbulkan efek positif pada harga diri pasangan. Sementara dapat terus
menjadi faktor dalam suatu hubungan yang sudh berjalan, hal ini juga
merupakan aspek yang penting dan menarik dalam perilaku awal masa
“berpacaran”.
7) Mengungkapkan permusuhan
Aspek penting dalam masalah “dominasi” pada interaksi seksual pria-wanita
adalah pemakaian seksualitas untuk mengungkapkan permusuhan. Hal ini
paling relevan dalam masalah perkosaan dan penyerangan seksual. Banyak
kasus penyerangan atau pemaksaan seksual dapat dipandang sebagai perluasan
dari dominasi atau kekuasaan, biasanya oleh pria terhadap wanita. Juga terdapat
keadaan-keadaan dengan penyerangan seksual dapat dipahami sebagai suatu
ungkapan kemarahan, baik terhadap wanita itu sendiriatau terhadap wanita itu
sebagai pengganti wanita lain.
8) Mengurangi ansietas atau ketegangan
Menurunnya gairah yang biasanya terjadi setelah orgasme dapat digunakan
sebagai cara untuk mengurangi ansietas atau ketegangan.
9) Pengambilan resiko
Interaksi seksual menimbulkan berbagai risiko, berkisar dari yang relatif ringan,
misalnya ketahuan, sampai serius misalnya hamil atau infeksi menular seksual.
Adanya resiko tersebut menjadi semakin bermakna dan mengganggu dengan
terjadinya epidemi HIV dan AIDS. Bagi sebagian besar orang, kesadaran
adanya resiko akan memadamkan respon seksual sehingga mereka mudah
menghindari resiko tersebut. Namun, bagi beberapa individu, gairah yang
berkaitan dengan persepsi resiko malah meningkatkan respons seksual. Untuk
individu yang seperti ini, resiko seksual menjadi salah satu bentuk kesenangan
yang dicari.
10. Keuntungan materi
Prostitusi adalah bentuk yang jelas dari aktivitas seksual untuk memperoleh
keuntungan dan hal ini sering merupakan akibat dari kemiskinan. Pernikahan,
sampai masa ini masih sering dilandasi oleh keinginan untuk memperoleh satu
bentuk perlindungan dan bukan semata mata ikatan emosional komitmen untuk
hidup bersama. ( Glasier: 2005 )
c. Kesehatan Seksualitas
Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai kesejahteraan fisik,
mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin dari ekspresi
yang bebas namun bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya
misalnya dalam menjaga hubungan dengan teman atau pacar dalam batasan yang
diperbolehkan oleh norma dalam masyarakat atau agama. Bukan hanya tidak
adanya kecacatan, penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai
bila hak seksual individu perempuan dan laki-laki diakui dan dihormati (BKKBN,
2006).
d. Pertumbuhan Dan Perkembangan Seks Manusia
Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri dari beberapa
tahap yaitu:
1) Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan seks
dengan menghisap puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan, Dengan
bayi baru dapat tidur setelah disusui ibu, menghisap botol atau tidur sambil
menghisap jarinya. Oleh karena itu perilaku demikian tidak perlu dilarang.
2) Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air
besar, antara umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet, sehingga kepuasannya
tercapai.
3) Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan alat
kelaminnya.
4) Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah
terbenam, karena mungkin lebih banyak bermain, mulai masuk sekolah, dan
adanya pekerjaan rumah dari sekolah, Sehingga anak-anak cepat lelah dan lekas
tertidur, untuk siap bangun pagi dan pergi ke sekolah.
5) Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder mulai
berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak dan terus
berlangsung sampai mencapai usia lanjut. Suara mulai berubah, keinginan
dipuja dan memuja mulai muncul, keingian dicumbu dan mencumbu pun mulai
tampak. Saat ini masa yang sangat berbahaya, sehingga memerlukan perhatian
orang tua. Pada wanita telah mulai dating bulan (menstruasi) dan pria mulai
mimpi basah sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka
melakukan hubungan seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani belum
mencapai tingkat dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang tidak dihendaki,
memberikan dampak kejiwaan yang sangat menyedihkan. (chandranita :2009)
Berkembangnya seksualitas dan pertalian seksual
a) Remaja
Pada awal masa remaja, sebagian besar seksualitas berkaitan dengan
penegasan identitas gender dan harga diri. Pada saat awitan pubertas terjadi
perubahan-perubahan di tubuh yang berlangsung tanpa dapat diduga
sementara perubahan-perubahan hormon menimbulkan dampak pada
reaktivitas emosi.
b) Pasangan dan awal perkawinan
Setelah perkawinan dimulai, tantangannya adalah membangun rasa aman
dalam pertalian seksual yang juga mulai kehilangan pengaruh “pengalaman
barunya”. Pada tahap inilah membangun komunikasi yang baik menjadi
sangat penting untuk kelanjutan perkembangan pertalian seksual. Apabila
pasangan tidak mengembangkan cara-cara yang memungkinkan pasangannya
mengetahui apa yang mereka nikmati dan apa yang tidak menyenangkan
maka akan muncul masalah yang seharusnya dapat dihadapi dan dipecahkan.
c) Awal menjadi orang tua
Kehamilan, dan beberapa bulan setelah kelahiran, menimbulkan kebutuhan
lebih lanjut akan penyesuaian seksual. Wanita besar kemungkinannya
mengalami penurunan keinginan seksual dan kapasitas untuk menikmati seks
menjelang akhir kehamilnya karena terjadinya perubahan-perubahan fisik
dan mekanis. Periode pascanatal, karena berbagai alasan merupakan salah
satu periode saat munculnya kesulitan-kesulitan seksual yang apabila
pasangan obesitas belum mengembangkan metode-metode yang sesuai untuk
mengatasinya, dapat menimbulkan kesulitan berkepanjangan. Masalah
jangka panjang yang paling sering dalam hali ini adalah hilangnya gairah
seksual pihak wanita.
4) Usia paruh baya
Seksualitas pada hubungan yang sudah terjalin lama biasanya menghadapi
hambatan yang berbeda-beda. Pada tahap ini sesuatu yang baru dalam
hubungan seksual telah lama hilang. Bagi banyakorang halini tidak
menimbulkan masalah. Mereka telah mengembangkan bentuk kenyamanan
intimasiseksual lain yang tetap menjadi bagian integral dari hubungan
mereka. Tetapi bagi yang lain, kualitas hubungan seksual yang rutin ini akan
memakan korban. Pada keadaan seperti ini stress di tempat kerja misalnya
akan mudah menyebabkan kelelahan dan memadamkan semua antusiasme
spontan untuk melakukan aktivitas seksual. Hubungan intim menjadi jarang
dilakukan dan sebagai konsekuensinya dapat timbul ketegangan dalam
hubungan pasangan tersebut.
Pada kelompok yang lebih tua lagi masalah seksual yang kita hadapi
terutama adalah masalah ereksi pada pria dan hilangnya minat seksual pada
wanita. Proses penuaan memang menimbulkan dampak pada seksualitas
tetapi tentu tidak selalu negatif. Pasangan pada usia ini lebih kecil
kemungkinannya meminta pertolongan dalam konteks keluarga berencana
atau kesehatan reproduksi (Glasier: 2005)
e. Respon Seksualitas
Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi berturut-
turut. “Normal” pada umumnya mengacu pada panjang siklus masing-masing
fase, dan hasil bercinta yang memuaskan. Empat tahapan siklus respon seksual
:
1) Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari
beberapa menit sampai beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase
kegembiraan meliputi:
a) Peningkatan ketegangan otot
b) Peningkatan denyut jantung
c) Perubahan warna kulit
d) Aliran darah ke daerah genital
e) Mulainya pelumasan Vagina
f) Testis membengkak dan skrotum mengencang
2) Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa
perubahan yang terjadi dalam fase ini meliputi:
a) Fase kegembiraan meningkat
b) Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina
c) Klitoris menjadi sangat sensitive
d) Testis naik ke dalam skrotum
e) Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan
tekanan darah
f) Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot
3) Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan
fase terpendek, hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki
karakteristik seperti berikut:
a) Kontraksi otot tak sadar
b) Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan
c) Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim
berirama
d) Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan
ejakulasi
e) Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh
4) Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara
perlahan kembali ke tingkat fisiologis normal. Fase resolusi ditandai dengan
relaksasi, keintiman,dan seringkali kelelahan. Sering kali perempuan tidak
memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke aktivitas seksual dan
kemudian orgasme, sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan
sebelum orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-laki, panjang
dari fase refraktori akan sering meningkat.
f. Dimensi seksualitas
Seksualitasmemiliki dimensi-dimensi.Dimensi-dimensi Seksualitasseperti
sosiokultural,dimensi agamadanetik,dimensi psikologisdandimensi biologis (Perry
& Potter, 2005). Masing-masing dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Dimensi Sosiokultural
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan
apakah perilaku yang diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara
global menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan
menghadapi spectrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya termasuk
cara dan perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang dianggap
merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual,
dengan siapa seseorang menikah dan siapa yang diizinkan untuk menikah.
Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai
dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan
ekspresi seksual anggotanya. Setiap kelompok sosial mempunyai aturan dan
norma sendiri yang memandu perilaku anggotanya.
Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara berpikir individu dan
menggarisbawahi perilaku seksual, termasuk, misalnya saja, bagaimana
seseorang menemukan pasangan hidupnya, seberapa sering mereka melakukan
hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka melakukan
hubungan seks.
2) Dimensi Agama dan etik
Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide
tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan
seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum
sikap yang ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional
tentang hubungan seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang
memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan
seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik
internal.
3) Dimensi Psikologis
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang
sesuai dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati
perilaku orangtua. Orangtua biasanya mempunyai pengaruh signifikan pertama
pada anak-anaknya.
Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi yang halus
dan nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual
berhubungan dengan apa yang telah orangtua mereka tunjukan kepada mereka
tentang tubuh dan tindakan mereka. Orangtua memperlakukan anak laki-laki
dan perempuan secara berbeda berdasarkan jender.
4) Dimensi Biologis
Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan perempuan
yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang telah
dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan perbedaan seksual.
Ketika hormone seks mulai mempengaruhi jaringan janin, genitalia membentuk
karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon mempengaruhi individu kembali
saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi dan
perkembangan karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami
pembentukan spermatozoa (sperma) yang relatif konstan dan perkembangan
karakteristik seks sekunder.
g. Permasalahan Seksualitas
Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:
1) Ketidaktahuan mengenai seks
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya
sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh
banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat.
Ini berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar dari antara
masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang,
pengetahuan seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi
karena mereka tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga
formal lainnya. Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai
media. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada
anak-anaknya sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur
dalam satu kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama
perempuan atau laki-laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak-
anaknya mandi bersama keluarga atau juga teman-temannya.
Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya soal seks. Jawaban-
jawaban yang diberikan hendaknya mudah dimengerti dan sesuai dengan usia si
anak. Karena itulah, orang tua dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-
pengetahuan tentang seks. Terlebih lagi, perubahan fisik dan emosi anak akan
terjadi pada usia 13 – 15 tahun pada pria dan 12 – 14 tahun pada wanita. Saat
itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak
menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan
jenisnya.
2) Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini
dalam melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup,
sang wanita harus ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-
hari. Pada waktu suami istri pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan
pasangan yang sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik
minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan
bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis
dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan
gairah seks.
3) Konflik
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai
perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik
menjadi kendala hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser
proses foreplay. Pasangan dapat mempertajam perselisihan mereka dengan
menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan
dengan orang lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan
kecemasan yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual
antara lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak
bercinta. Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak
juga buruk. Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan,
ketegangan atau perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks.
4) Kebosanan
Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap
seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi
berlebihan sampai ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa
bosan
itu adalah kemarahan yang disadari atau tidak disadari karena harapan anda
tidak terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah
hidup bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup bersama
untuk jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan yang
datang ketika melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang
demikian melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan
mitra baru.
h. Membantu Kesulitan Seksual
Kemampuan yang dapat sangat membantu tidak hanya memfasilitasi pasien dalam
mengekspresikan kekhawatiran mereka mengenai kesulitan seksual, tetapi juga
dengan mendengarkan secara empati. Tidak jarang, ini merupakan pertama kali
pasien benar-benar mengutarakan masalah mereka dan mampu melakukannya,
makamasalah dan kemungkinan-kemungkinan penyebabnya lebih mudah dibawa ke
dalam perspektif. Pada banyak kasus, mungkin tidak tersedia informasi mengenai
respons seksual normal dan apa yang dapat diharapkan. Hal ini dapat dengan mudah
diperbaiki. Contoh-contoh umum adalah asumsi bahwa pasangan harus mencapai
orgasme bersama-sama atau bahwa pihak wanita harus mengalami orgasme hanya
melalui hubungan per vaginam.
Dengan cara berbicara dengan pasangan,kita dapat membantu mereka untuk lebih
memahami satu sama lain dan mengetahui arti pengalaman seksual bagi masing-
masing. Mendorong pasangan untuk berbicara secara lebih terbuka dan nyaman
mengenai perasaan-perasaan seksual mereka sering merupakan hal yang sangat
penting, karena cara tersebut dapat membuka jalan bagi pasangan untuk
menyelesaikan sendiri masalahnya. ( Glasier: 2005 )
d. ADAPTASI
Adaptasi adalah penyesuaian diri terhadap suatu penilaian. Dalam hal ini respon
individu terhadap suatu perubahan yang ada dilingkungan yang dapat
mempengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis dalam
perilaku adaptip. Hasil dari perilaku ini dapat berupa usaha untuk
mempertahankan keseimbangan dari suatu keadaan agar dapat kembali pada
keadaan normal, namun setiap orang akan berbeda dalam perilaku adaptip ada
yang dapat berjalan dengan cepat namun ada pula yang memerlukan waktu lama
tergantung dari kematangan mental orang itu tersebut.
Adaptasi terhadap stress dapat berupa :
1) Adaptasi fisiologis
Adaptasi fisiologis adalah proses penyesuaian diri secara alamiah atau secara
fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dalam berbagai faktor yang
menimbulkan keadaan menjadi tidak seimbang contoh: masuknya kuman
pennyakit ketubuh manusia.
2) Adaptasi psikologi
Adaptasi secara psikologis dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a) LAS ( general adaptation syndroma)
adalah apabila kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal contoh:
seperti ketika kulit terinfeksi maka akan terjadi disekitar kulit tersebut
kemerahan, bengkak, nyeri, panas dll yang sifatnya lokal atau pada daerah
sekitar yang terkena.
b) GAS ( general adaptation syndroma)
adalah apabila reaksi lokal tidak dapat diaktifitasi maka dapat
menyebabkan gangguan dan secara sistemik tubuh akan melakukan proses
penyesuaian diri seperti panas di seluruh tubuh, berkeringat
e. Proses keperawatan stress managemen stress untuk perawat
Manajemen stress adalah kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai
aktivitas atau intervasi atau mengubah pertukaran respon terhadap penyakit.
Fokusnya tergantung pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan
keperluan pasien. Perawat bertanggung jawab pada implemenetasi pemikiran
yang dikeluarkan pada beberapa daerah perawatan.Untuk mencegah dan
mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka dapat
dilakukan dengan cara :
1) Pengaturan Diet dan Nutrisi
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi
dan mengatasi stres melalui makan dan minum yang halal dan tidak
berlebihan, dengan mengatur jadwal makan secara teratur, menu bervariasi,
hindari makan dingin dan monoton karena dapat menurunkan kekebalan
tubuh.
2) Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena
dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keadaan tubuh.
Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup dan
memperbaiki sel-sel yang rusak.
3) Olah Raga atau Latihan Teratur
Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya
tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan
cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-
lama yang penting menghasilkan keringat setelah itu mandi dengan air
hangat untuk memulihkan kebugaran.
4) Berhenti Merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat
meningkatkan ststus kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan
kekebalan tubuh.
5) Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras
Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan
terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan
ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena
minuman keras banyak mengandung alkohol.
6) Pengaturan Berat Badan
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres.
Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan
tubuh terhadap stres.
7) Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan
menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaaan yang
dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat
dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta
melihat aspek prokdutivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk
menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat.
8) Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres yang
dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi
sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi
kognitif afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang
lain. Obat-obatan yang digunakan biasanya digunakan adalah anti cemas dan
anti depresi.
9) Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang
dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang lain.
10) Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan
kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan
psikoterapi redukatif di mana psikoterapi suportif memberikan motivasi atau
dukungan agar pasien mengalami percaya diri, sedangkan psikoterapi
redukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang. Selain
itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.
11) Terapi Psikoreligius
Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi
permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi permasalahn psikologis
mengingat dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan seseorang
harus sehat secara fisik, psikis, sosial, dan sehat spiritual sehingga stres yang
dialami dapat diatasi.
12) Homeostatis
Merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
dalam menghadapi kondisi yang dialaminya. Proses homeostatis ini dapat
terjadi apabila tubuh mengalami stres yang ada sehingga tubuh secara
alamiah akan melakukan mekanisme pertahanan diri untuk menjaga kondisi
yang seimbang, atau juga dapat dikatakan bahwa homeostatis adalah suatu
proses perubahaan yang terus menerus untuk memelihara stabilitas dan
beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.
Homeostatis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh
suatu sistem endokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses homeostatis
dapat terjadi dalam tubuh manusia. Dalam mempelajari cara tubuh
melakukan proses homeostatis ini dapat melalui empat cara di antaranya:
a) Sself regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang
yang sehat seperti dalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh
manusia.
b) Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidak
normalan dalam tubuh.
c) Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan
penyimpangan dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki
dalam tubuh dimana apabila tubuh dalam keadaan tidak normal akan
secara sendiri mengadakan mekanisme umpan balik untuk
menyeimbangkan dari keadaan yang ada.
d) Cara umpan balik untuk mengkoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis.
c) Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan
terjadi.Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan
berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung.
Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota)
menderita sakit terminal.
Tipe dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres. Misalnya,
kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distres
yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat
dengan kita. Nanun demikian, setiap individunberespon
terhadap kehilangan secara berbeda.kematian seorang
anggota keluargamungkin menyebabkan distress lebih
besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi
bagi orang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan
menyebaabkan disters emosional yang lebih besar
dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah
bertemu selama bertahun-tahun. Kehilangan dapat
bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat
actual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya
seorang anak yang teman bermainya pindah rumah.
Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di
salahartikan ,seperti kehilangan kepercayaan diri atau
prestise.
5) Lima kategori kehilangan
a) Kehilangan objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala
kepemilikan yang telah menjadi usang berpinda tempat,
dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman
berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang
hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut
terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari
benda tersebut.
b) Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari
lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan
yang telah dikenal Selma periode tertentu atau
kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke
kota baru atau
perawatan diruma sakit. Kehilangan melalui perpisahan
dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui
situasi maturaasionol, misalnya ketika seorang lansia
pindah kerumah perawatan, atau situasi situasional,
contohnya mengalami cidera atau penyakit dan
kehilangan rumah akibat bencana alam.
c) Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-
anak, saudara sekandung, guru, teman, tetangga, dan
rekan kerja.Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi
orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan
bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan
sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat
perpisahan atau kematian.
d) Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian
tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis.Kehilangan
anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak , mata,
rambut, gigi, atau payu dara. Kehilangan fungsi fsiologis
mencakupo kehilangan control kandung kemih atau usus,
mobilitas, atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi fsikologis
termasuk kehilangan ingatan, harga diri, percaya diri atau
cinta.Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat
penyakit, cidera, atau perubahan perkembangan atau
situasi.Kehilangan seperti ini dapat menghilangkan
sejatera individu.Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami
perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
e) Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-
detik dimana orang tersebut akan meninggal. Doka
(1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang
mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase
presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala klien
atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis
diagnosis. Dalam fase kronis klien bertempur dengan
penyakit dan pengobatanya ,yang sering melibatkan
serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat
pemulihan atau fase terminal Klien yang mencapai fase
terminal ketika kematian bukan hanya lagi kemungkinan,
tetapi pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan
keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam
dan terus berubah Seseorsng dapat tumbuh dari
pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan
dari orang lain, dan dukungan adekuat.
6) Tahapan proses kehilangan
a) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan
kehilangan – individu berfikir positif – kompensasi positif
terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu
beradaptasi dan merasa nyaman.
b) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan
kehilangan – individu berfikir negatif – tidak berdaya –
marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri
( tidak diungkapkan)– muncul gejala sakit fisik.
c) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan
kehilangan individuberfikir negatif– tidak berdaya –
marah dan berlaku agresif diekspresikan ke luar diri
individu –berperilaku konstruktif perbaikan mampu
beradaptasi dan merasa kenyamanan.
d) Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan
individuberfikir negative tidak berdaya marah dan
berlaku agresif diekspresikan ke luar diri individu
berperilaku destruktif perasaan bersalah
ketidakberdayaan.
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan
terhadap kehilangan adalah pemberian makna (personal
meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon)
dan kompensasi yang positif (konstruktif).
7) KEMATIAN
Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh
manusia. Namun, bencana gempa di Bantul memaksa anak
untuk melihat dan atau mengalami kematian secara tiba-
tiba. Pemahaman akan kematian mempengaruhi sikap dan
tingkah laku seseorang terhadap kematian. Selain
pengalaman, pemahaman konsep kematian juga
dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan lingkungan
sosial budaya. Kebudayaan Jawa yang menjadi latar
tumbuh kembang anak menjadi penting untuk
diperhatikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pemahaman anak usia sekolah dan praremaja tentang
kematian dengan mengacu pada tujuh subkonsep
kematian, yakni irreversibility, cessation, inevitability,
universability, causality, unpredictability, dan personal
mortality dari Slaughter (2003). Penelitian dilakukan
melalui pendekatan kualitatif dengan metode wawancara
yang dilakukan pada tiga anak usia (6-7 tahun) dan 4
praremaja (10-11 tahun).
Hasil penelitian menunjukkan pemahaman konsep
kematian yang berbeda-beda pada ketiga subjek yang
berusia 6-7 tahun. Dua subjek belum memahami
subkonsep unpredictability dan causality, sedangkan
kelima subkonsep lainnya sudah dipahami oleh anak. Satu
subjek lainnya hanya memahami subkonsep inevitability,
universality, dan personal mortality, sedangkan empat
subkonsep lainnya belum dipahami sama sekali. Secara
umum ketiga subjek belum memahami kematian sebagai
fenomena biologis. Partisipan yang berusia 10-11 tahun
sudah memiliki ketujuh subkonsep kematian
walaupun belum bisa
mendeskripsikannya secara utuh. Hasil penelitian ini disoroti
dari teori kematian, teori perkembangan dan budaya Jawa.
Hasil penelitian ini berimplikasi pada teori perkembangan
konsep kematian pada anak, dan juga pada seberapa jauh
budaya Jawa memberikan kesempatan pada anak untuk
memiliki pemahaman yang utuh tentang kematian.
Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari
perkembangan konsep tentang kematian. Usaha manusia
untuk memperpanjang kehidupan dan menghindari
kematian dengan mempergunakan kemajuan iptek
kedokteran telah membawa masalah baru dalam
euthanasia, terutama berkenaan dengan penentuan kapan
seseorang dinyatakan telah mati. Berikut ini beberapa
konsep tentang mati yaitu :
a) Mati sebagai berhentinya darah mengalir
Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa
berhentinya jantung. Dalam PP No. 18 tahun 1981
dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi
jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah
ketinggalan zaman. Dalam pengalaman kedokteran,
teknologi resusitasi telah memungkinkan jatung dan
paru-paru yang semula terhenti dapat dipulihkan
kembali.
b) Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada
tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian
menimbulkan kesan seakan-akan nyawa dapat ditarik
kembali.
c) Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen
Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ
berfungsi sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak
telah mati. Untuk kepentingan transplantasi, konsep ini
menguntungkan. Namun, secara moral tidak dapat
diterima karena kenyataannya organ-organ masih
berfungsi meskipun tidak terpadu lagi.
d) Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali
sadar dan melakukan interaksi social
Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk
social, yaitu individu yang mempunyai kepribadian,
menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat,
mengambil keputusan, dan sebagainya, maka penggerak
dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak
dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam batang
otak. Olah karena itu, jika batang otak telah mati, dapat
diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan social telah
mati. Dalam keadaan seperti ini, kalangan medis sering
menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi, DNR (do
not resuscitation).
Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik
atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam
beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama
yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel, karena
alasan yang belum jelas. Organ-organ lain akan mati
kemudian.
7) Berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap
kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih,
gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka
yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang
aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih
dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
a) Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk
menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka
hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk
membantu mereka memahami kesedihan mereka dan
mengatasinya. Peran perawat adalah untuk
mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,
mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.
(1) Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai
beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada
seseorang yang sedang berduka maupun menjelang
ajal.
(aFase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan
mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi
tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan,
diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak
bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
(b)Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara
nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi,
dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
(cFase III (restitusi)\
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan
perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan
masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang
baru dari seseorang yang bertujuan untuk
mengalihkan kehilangan seseorang.
(dFase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan
bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
(e)Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat menerima
kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
(2) Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross
(1969) adalah berorientasi pada perilaku dan
menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
aPenyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-
apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa
telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak,
tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi
pada saya!” umum dilontarkan klien.
bKemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin
“bertindak lebih” pada setiap orang dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan.
Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga
mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini
merupakan koping individu untuk menutupi rasa
kecewa dan merupakan menifestasi dari
kecemasannya menghadapi kehilangan.
cPenawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian
dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah
kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari
pendapat orang lain.
(d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul
dampak nyata dari makna kehilangan tersebut.
Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk
berupaya melewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah.
(e) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial
berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap
penerimaan ada bila seseorang mampu
menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah
pada pengunduran diri atau berputus asa.
(3) Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan
yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan
tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi
dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi
respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus
menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12
bulan dan berduka yang mendalam mungkin
berlanjut sampai 3-5 tahun.
(4) Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi
3 katagori:
(a) Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak
percaya.
(b) Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat
tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan
kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling
dalam dan dirasakan paling akut.
(c) Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan
kedukaan akut dan mulai memasuki kembali
secara emosional dan sosial dunia sehari-hari
dimana klien belajar untuk menjalani hidup
dengan kehidupan mereka.
Daftar Pustaka
a. Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan,
Cetakan Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
b. Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
c. Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam
Perspektif Ilmu Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
d. Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan
Transkultural”, Edisi I, EGC, Jakarta
e. Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
f. Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli
kasinya, Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
g. Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing :
Concepts,Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi seksualitas, stres adaptasi,
kehilangan, kematian dan berduka melalui buku-buku maupun jurnal.
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi seksualitas, stres
adaptasi, kehilangan, kematian dan berduka dalam setiap kesempatan
C. Penutup
1. Evaluasi dan Kunci Jawaban
a. Jelaskan tentang respon seksual
b. Jelaskan masalah yang berhubungan denganseksualitas
c. Jelaskan manifestasi stres
d. Jelaskan faktor yang mempengaruhi stres
e. Jelaskan langkah-langkah proses keperawatan stres
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
BAB II : ANTROPOLGI KESEHATAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN 4 & 5
Kebudayaan, Masyarakat Rumah Sakit Dan Kebudayaan
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang konsep kebudayaan, masyarakat rumah sakit
dan kebudayaan meliputi pengertian kebudayaan, unsure-unsur kebudayaan, wujud
dan komponen budaya, hubungan antara unsure-unsur budaya, cara pandang terhadap
kebudayaan, .
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian kebudayaan
b. Mampu menjelaskan unsur-unsur kebudayaan
c. Mampu membedakan komponen budaya
d. Mampu merinci hubungan antara unsur-unsur budaya
e. Mampu mengabstrasikan cara pandang kebudayaan
B. Penyajian
1. Uraian Materi
a. Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya
itu dipelajari.[1]
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak,
dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-
unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2]
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi
dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu
perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang
mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu
mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme
kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan
kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya
dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan
nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk
memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren
untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan
perilaku orang lain.
b. Pengertian kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits
dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan Dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan
memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
c. Unsur-Unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur
kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1) Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
a) alat-alat teknologi
b) sistem ekonomi
c) keluarga
d) kekuasaan politik
2) Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
a) Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
b) organisasi ekonomi
c) alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
d) organisasi kekuatan (politik)
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga:
GAGASAN, AKTIVITAS, DAN ARTEFAK.
1) Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya
abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam
kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat
tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat tersebut.
2) Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
3) Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda
atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling
konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan
bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari
wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal
mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak)
manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen,
menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :
Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret.
Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan
dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan
seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi,
pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari
generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian
tradisional.
Lembaga social
Lembaga social dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek
berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social yang terbantuk
dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan social
masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita
tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan.
Tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier
Sistem kepercayaan
Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau
keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada
dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan,
bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai
dengan cara bagaimana berkomunikasi.
Estetika
Berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan
tari –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia
setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami
dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan
efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerah, setiap akan membangu
bagunan jenis apa saj harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai
symbol yang arti disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang
mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.
Bahasa
Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah,
bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu
komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa
memiliki sidat unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna
bahasa tersebu. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan
dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati
dan simpati dari orang lain.
4) Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling
berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan
(bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada
lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan
diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus
mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan
fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial.
Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan
dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-
naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
5) Kesenian
Karya seni dari peradaban Mesir kuno.
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi
hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga.
Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan
berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian
yang kompleks.
6) Sistem Kepercayaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam
menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara
bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad
raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya.
Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat,
manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada
penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan
kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin
religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang
penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion
(Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:
sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama
untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang
terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan
kebahagiaan sejati.[3]
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama
Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama
dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi.
Agama juga memengaruhi kesenian.
Agama Samawi
Tiga agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai
agama Samawi[4] atau agama Abrahamik.[5] Ketiga agama tersebut memiliki
sejumlah tradisi yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang mendasar
dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam
kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.
Yahudi adalah salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagai yang pertama,
adalah agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai
sekarang. Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan
dalam agama Abrahamik lainnya, seperti Kristen dan Islam. Saat ini umat Yahudi
berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.[6]
Kristen (Protestan dan Katolik) adalah agama yang banyak mengubah wajah
kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun
banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan
Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1 milyar pemeluk agama
Kristen di seluruh dunia.[7]
Islam memiliki nilai-nilai dan norma agama yang banyak memengaruhi
kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia
Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari 1,5 milyar pemeluk agama Islam di dunia.[8]
Agama dan filsafat dari Timur
Agama tradisional
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama tradisional
Agama tradisional, atau kadang-kadang disebut sebagai "agama nenek moyang",
dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh
bereka cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan
atau bahkan menjadi agama negara, seperti misalnya agama Shinto.
Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan
rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah,
tertimpa musibah dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan
manusia itu sendiri.
"American Dream"
American Dream, atau "mimpi orang Amerika" dalam bahasa Indonesia, adalah
sebuah kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat.
Mereka percaya, melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa
memedulikan status sosial, seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih
baik. [9]
Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah
"kota di atas bukit" (atau city upon a hill"), "cahaya untuk negara-negara" ("a
light unto the nations"),[10] yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada sejak
kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.
Pernikahan
Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan
gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja
biasanya memasukkan acara pengucapan janji pernikahan di hadapan tamu,
sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat
Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan gerejanya.
Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah salah, dan
orang yang bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja. Sementara Agama
Islam memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan
untuk tidak melakukan perceraian, namun memperbolehkannya.
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak
dengan kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola
budaya dalam suatu masyarakat.
Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa
dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat
dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan
bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
Ada tiga faktor yang dapat memengaruhi perubahan sosial:
a. Tekanan kerja dalam masyarakat
b. Keefektifan komunikasi
c. Perubahan lingkungan alam.[11]
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan
masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh,
berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan
kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Penetrasi kebudayaan
Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas
yang "elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau
mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk
menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-
aktivitas di atas.
Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah
musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional
dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul
anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada
kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu
dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang
ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang
"berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan
sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan"
dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen
dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran
"manusia alami" (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan
antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu
-berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan
dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak
alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia.
Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas
pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of
life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara
kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka
menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan
"kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing masyarakat memiliki
kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer
(popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang
diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah
sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju
kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut
dengan tribalisme.
Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli
kasinya, Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Rijadi, S. (1994) Tantangan industri rumah sakit Indonesia 2020. Jurnal Administrasi
Rumah Sakit. Volume 2, No.2, 11-18.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi kebudayaan dan masyarakat Rumah
Sakit melalui buku-buku, internet maupun jurnal.
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi kebudayaan,
masyarakat Rumah Sakit disetiap kesempatan
C. Penutup
1. Evaluasi dan Kunci Jawaban
a. Jelaskan pengertian kebudayaan
b. Jelaskan unsur-unsur kebudayaan
c. Jelaskan kebudayaan Rumah Sakit
d. Jelaskan karakteristik kebudayaan Rumah Sakit
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang etiologi penyakit mencakup pengertian dan
konsep penyakit, konstruksi sosial mengenai penyakit, persepsi sehat sakit, peran dan
perilaku pasien, respon sakit/nyeri pasien.
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian dan etiologi penyakit, konstruksi sosial mengenai
penyakit
b. Mampu menjelaskan persepsi sehat sakit
c. Mampu peran dan perilaku pasien
d. Mampu menjelaskan respon sakit/nyeri pasien
B. Penyajian
1. Uraian Materi
a. Pandangan social/budaya tentang penyakit
Dalam sosiologi terdapat perbedaan pandangan antara desease dan illness. Menurut
Conread dan Kern, disease adalah merupakan gejala fiisiologi yang mempengaruhi
tubuh. Sedangkan illness adalah gejala sosial yang menyertai atau mengelilingi
disease. Masyarakat beranggapan bahwa penyakit merupakan produk dari budaya
(Geest)
Persepsi masyarakat tentang kejadian penyakit berbeda antara daerah yang satu
dengan lainnya, karena tergantung dari kebudayaan yang ada di masyarakat
tersebut. Hal ini dapat turun dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Contoh
persepsi masyarakat tentang penyakit Malaria. Masyarakat Papua; makanan
pokoknya adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa-rawa dan tidak jauh dari situ
ada hutam lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik
penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuan.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian dan
lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi,
menggigil dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuuh dengan cara meminta
ampun kepada penguasa hutan, kkemudian memetik daun daripohon tertentu yang
dapat dibuat ramuan untuk diminum dan dioleskan keseluruh tubuh penderita.
Pendapat lain bahwa penyakitadalah kutukan Allah, mahluk gaib, roh-roh jahat,
udara busuk, tanaman berbisa, binatang dan sebagainya.
Pandangan orang tentang criteria tubuh sehat atau sakit tidak selalu bersifat
obyektif, karena itu petugas kesehatan harus berusaha sedapat mungkin
menerappkan criteria medis secara obyektif berdasarkan gejala yang tampak guuna
mendiagnosa kondisi fisikk individu.
Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu agar
memperoleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang
dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk
ppencegahan penyakit, perawatankebersihan diri, penjagaan kebugaran dan
makanan bergizi. Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yangmerasa dirinya
sehat meskipun secara medis belum tentu mereka sehat.
Tinkahlaku dan peranan seseorang merupakan suatu hal yang selalu mengikuti
kemanapun dalam setiap kejadian kehidupan, bahkan tingkah laku dan peranan
biasanya terjadi karena merupakan suatu respons terhadap keadaan tertentu.
Demikian pula kejadian sakit dan penyakit telah memicu respons tingkah laku dan
peran yang berbeda pada diri seseorang.
Mecahanic dan Volkhart(1961)mendefinisikan tingkah laku sakit sebagai suatu
cara-cara dimana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi dan diperankan oleh seorang
individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda lain dari fungsi
tubuh yang kurang baik.
Tingkah laku sakit dapat terjadi tanpa peranan sakit dan peranan pasien.
Seorang dewasa yang bangun tidur dengan leher sakit menjalankan peranan sakit,
maka ia harus memutuskan apakah ia akan minum aspirin dan mengharapkan
kesembuhan atau memanggil dokter.
Namun demikian ini bukanlah tingkah laku sakit, hanya apabila penyakit itu telah
didefinisikan secara cukup serius sehingga menyebabkan seseorang tersebut tidak
dapat melakukan sebagaian atau seluruh peranana normalnya yang berarti
mengurangi dan memberikan tuntutan tambahan atas tingkah laku peranan orang-
orang di sekelilinngnya, maka barulah dikatakn bahwa seseorang itu melakukan
peranan sakit.
Apabila kemudian dokter dihubungi dan si individu bertindak menurut instruksinya
maka peranan pasien itu menjadi kenyataan.
Tingkah laku sakit, peranana sakit dan peranana pasien sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor Seperti Kelas sosial, suku bangsa, dan budaya yang berlaku di suatu
tempat.
Dalam mempelajari tingkah laku sakit, penting bagi kita untuk mengingat pesan
Von Mering, bahwa”studi yang mengenai makhluk manusia yang sakit berperan
bahwa setiap individu hidup dengan gejala-gejala maupun konsekuensi penyakit,
dalam aspek-aspek fisik, mental, aspek budaya dan aspek sosialnya. Untuk
meringankan penyakitnya, si sakit terlibat dalam rangkaian proses pemecahan
masalah yang bersifat internal maupun eksternal baik yang spesifik maupun yang
non spesifik”(Von Mering 1970:1972-273).
Pasien yang dirawat dengan keluhan sakit pada area perut kanan di IGD RS
PERSAHABATAN pada tanggal 8 Desember 1998. Pasien Manado ingin
segera ditangani secepatnya. Karena RS Persahabatan merupakan RS
pemerintah yang sarananya serba terbatas, maka sulit untuk memenuhi semua
keinginan pasien. Dari segi penampilan pasien dan keluarga nampak bagus dan
rapi. Pasien juga sering mengeluh dan mengerang-erang kesakitan serta
memanggil-manggil perawat untuk segera ditangani.
Penjelasan dari perawat sering diabaikan dan meminta penjelasan langsung dari
dokter. Setelah diberi penjelasan dari dokter, pasien malahan lebih sering
mengeluh dan menuntut penatalaksanaan secepatnya tanpa memperdulikan
proses penyakitnya dan prosedur penanganan karena keterbatasan alat dan
tenaga, tindakan tidak bisa dilakukan dengan segera. Keluarga pasien
menyatakan complain pada pelayanan yang diberikan dan pasien dengan suara
merintih meminta segera di pindahkan ke Rumah Sakit yang lebih memadai.
Perawat kemudian menyarankan rujukan ke RS swasta.
Dari observasi diatas, nampak bahwa pasien Manado merupakan tipe Public
Pain dimana mereka meminta perhatian yang berlebih dari perawat maupun
dokter serta menginginkan yang terbaik buat mereka.
3) Masyarakat Bali
Pasien di Rumah Sakit Sanglah Denpasar pada periode tahun 1995-1996 di
beberapa ruangan rawat inap.
Pasien Bali dalam menghadapi perawatan terhadap dirinya jarang meminta
perhatian lebih dari perawat atau dokter teteapi mereka akan sangat
berterimakasih bila diperhatikan secara sewajarnya. Kehidupan beragama yang
begitu kental membuat setiap pasien selalu meminta tempat untuk
menghanturkan sesajen di samping tempat tidurnya. Jika lupa atau terlambat,
mereka biasanya merasa tidak enak. Sesajen biasanya dihaturkan oleh keluarga
pasien untukm meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.Kebersamaan adat yang kental membuat Rumah Sakit terkadang dipenuhi
oleh sanak saudara dan anggota banjar (sejenis RW dengan ikatan yang kuat)
dari pasien yang bersangkutan. Kehadiran sanak saudara bagi pasien merupakan
suatu kebahagiaan dan kebanggaan karena disanalah kualitas hubungan si pasien
dengan masyarakat komunitasnya. Bila sedikit yang datang mengunjungi
malahan pasien akan sangat bersedih. Dan itu tentui akan menghambat proses
kesembuhan si pasien.
Dari observasi diatas, nampak bahwa pasien Bali merupakan tipe Private Pain
dimana mereka mempunyai perasaan berterimakasih yang sangat besar. Bila
pasien merasa puas akan pelayanan yang diberikan kepadanya, tidak jarang
pasien memberikan oleh-oleh atau hadiah kepada perawat atau dokter yang
menanganinya. Bahkan setelah pasien sembuh banyak pasien menjalin
hubungan yang lebih akrab dengan perawat atau dokter yang merawatnya
Saat seseorang mengalami nyeri, banyak faktor yang dapat mempengaruhi nyeri
yang dirasakan dan cara mereka bereaksi terhadapnya. Faktor-faktor ini dapat
meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri pasien, toleransi terhadap nyeri dan
mempengaruhi reaksi terhadap nyeri (Le Mone & Burke).
Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang spesifik
dan sering dapat diperkirakan. Kenyataannya, setiap orang mempunyai jaras nyeri
yang sama, atau dengan kata lain setiap orang menerima stimulus nyeri pada
intensitas yang sama. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor
yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status emosional,
pengalaman nyeri masa lalu, sumber dan anti dari nyeri dan dasar pengetahuan
pasien. Ketika sesuatu menjelaskan seseorang sangat sensitif terhadap nyeri,
sesuatu ini merujuk kepada toleransi nyeri seseorang dimana seseorang dapat
menahan nyeri sebelum memperlihatkan reaksinya. Kemampuan untuk
mentoleransi nyeri dapat rnenurun dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan,
marah, cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan obat-
obatan, alkohol, hipnotis, kehangatan, distraksi dan praktek spiritual (Le Mone &
Burke).
2) Kecemasan
Toleransi nyeri, titik di mana nyeri tidak dapat ditoleransi lagi, beragam diantara
individu. Toleransi nyeri menurun akibat keletihan, kecemasan, ketakutan akan
kematian, marah, ketidakberdayaan, isolasi sosial, perubahan dalarn identitas
peran, kehilangan kemandirian dan pengalarnan masa lalu (Smeltzer & Bare).
Kecemasan hampir selalu ada ketika nyeri diantisipasi atau dialami secara
langsung. Ia cenderung meningkatkan intensitas nyeri yang dialami. Ancaman
dari sesuatu yang tidak diketahui lebih mengganggu dan menghasilkan
kecemasan daripada ancaman dari sesuatu yang telah dipersiapkan. Studi telah
mengindikasikan bahwa pasien yang diberi pendidikan pra operasi tentang hasil
yang akan dirasakan pasca operasi tidak mencrima banyak obat-obatan untuk
nyeri dibandingkan orang yang mengalami prosedur operasi yang sama tetapi
tidak diberi pendidikan pra operasi. Nyeri menjadi lebih buruk ketika
kecemasan, ketegangan dan kelemahan muncul (Taylor & Le Mone).
Umumnya diyakini bahwa kecemasan akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak
seluruhnya benar dalam semua keadaan. Namun, kecemasan yang relevan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri
(Smeltzer & Bare).
Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan nyeri dapat
meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Secara klinik, kecemasan pasien
menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan
neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan
saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan sensasi nyeri (Le Mone
& Burke).
Serotonin merupakan salah satu neurotransmitter yang diproduksi oleh nucleus
rafe magnus dan lokus seruleus. Ia berperan dalam sistem analgetik otak.
Serotonin menyebabkan neuron-neuron lokal medulla spinalis mensekresi
enkefalin. Enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan . Jadi,dpresinaptik
dan postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C dan A sistem analgetika ini
dapat memblok sinyal nyeri pada tempat masuknya ke medulla spinalis
(Guyton).
Selain itu keberadaan endorfin dan enkefalin juga membantu menjelaskan
bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri yang berbeda dari
stimuli yang sama. Kadar endorfin beragam di antara individu, seperti halnya
faktor-faktor seperti kecemasan yang mempengaruhi kadar endorfin. Individu
dengan endorfin yang banyak akan lebih sedikit merasakan nyeri. Sama halnya
a ktivitas fisik yang berat diduga dapat meningkatkan pembentukan endorfin
dalarn sistem kontrol desendens (Smeltzer & Bµ,re,).
3) Umur
Umur dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau ada sejak
dilahirkan (Poerwadarminta). Menurut Ramadhan (2001), umur adalah usia
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.
Umumnya lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari proses
penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas kesehatan. Di
lain pihak, normalnya kondisi nycri hebat pada dewasa muda dapat dirasakan
sebagai keluhan ringan pada dewasa tua. Orang dewasa tua mengalami
perubahan neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan persepsi sensori
stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Selain itu, proses penyakit kronis
yang lebih umum terjadi pada dewasa tua seperti penyakit gangguan,
kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu transmisi impuls saraf
normal (Le Mone & Burke).
Menurut Giuffre, dkk. (1991), cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat berbeda
dengan cara bereaksi orang yang lebih muda. Karena individu lansia
mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap
massa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih muda, oleh karenanya
analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri pada lansia.
Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan
patologis berkaitan dengan beberapa penyakita (misalnya diabetes), akan tetapi
pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah (Smeltzer
& Bare).
Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah
kesehatan kronis yang dapat menyebabkan nyeri. Lansia cenderung
mengabaikan lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan
karena sebagian dari mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan
normal. Sebagian lansia lainnya tidak mencari perawatan kesehatan karena
mereka takut nyeri tersebut menandakan penyakit yang serius. Penilaian tentang
nyeri dan ketepatan pengobatan harus didasarkan pada laporan nyeri pasien dan
pereda ketimbang didasarkan pada usia (Smeltzer & Bare).
4. Jenis Kelamin
Menurut Oakley (1972) jenis kelarnin (sex) merupakan perbedaan yang telah
dikodratkan Tuhan, oleh sebab itu, bersifat permanen. Perbedaan antara laki-laki
dan perempuan tidak sekadar bersifat biologis, akan tetapi juga dalam aspek
sosial kultural. Perbedaan secara sosial kultural antara laki-laki dan perempuan
merupakan dampak dari sebuah proses yang membentuk berbagai karakter sifat
gender. Perbedaan gender antara manusia berjenis kelamin laki-laki dan
perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Terbentuknya
perbedaan-perbedaan gender disebabkan oleh berbagai faktor terutarna
pembentukan, sosialisasi, kemudian diperkuat dan dikonstruksi baik secara
sosial kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara (Ahyar & Anshari).
Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan
tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu
ternyata erat hubungannya dengan jenis kelatnin, dengan berbagai sifat tertentu.
Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang
berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang secara genetik berperan
dalam perbedaan jenis kelarnin (Noor).
Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang berbeda dapat belajar dengan
cepat untuk mengabaikan nyeri daripada mengeksploitasi nyeri untuk
rnemperoeh perhatian dan pelayanan dari anggota keluarga. Anak-anak
mungkin belajar bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dalam mengekspresikan nyeri. Anak perempuan boleh pulang ke rumah sambil
menangis ketika lututnya terluka, sedangkan anak laki-laki diberitahu untuk
berani dan tidak menangis. Laki-laki dan perempuan dewasa mungkin
berpegang pada pengharapan gender ini sehubungan dengan komunikasi nyeri
(Taylor & Le Mone).
Dalam banyak budaya, laki-laki merupakan figur yang dominan. Dalam budaya
yang menganut paham ini, laki-laki membuat keputusan untuk anggota keluarga
lain seperti halnya untuk dirinya sendiri. Dalam budaya dimana laki-laki
merupakan figur dominan, maka perempuan cenderung untuk pasif. Dalam
keluarga Afrika-Amerika pada banyak keluarga caucasian, perempuan sering
menjadi figur yang dominan (Taylor & Le Mone).
Pengetahuan tentang anggota keluarga yang dominan sangat penting sebagai
bahan pertimbangan untuk rencana keperawatan. Jika anggota keluarga dominan
yang sakit maka kemungkinan anggota keluarga lain akan menjadi cemas dan
bingung. Jika anggota keluarga non dominan yang sakit, maka ia akan meminta
pertolongan secara verbal (Taylor & Le Mone).
Pada tahun 1995, Vallerand meninjau penelitian tentang nyeri pada wanita dan
mengusulkan implikasi untuk praktik klinik. Meskipun penelitian tidak
menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam mengekspresikan
nyerinya, pengobatan ditemukan lebih sedikit pada perempuan. Perempuan
lebih suka mengkomunikasikan rasa sakitnya, sedangkan laki-laki menerima
analgesik opioid lebih sering sebagai pengobatan untuk nyeri (Taylor & Le
Mone).
5. Sosial Budaya
Karena norma budaya mempengaruhi sebagian besar sikap, perilaku, dan nilai
keseharian kita, wajar jika dikatakan budaya mempengaruhi reaksi individu
terhadap nyeri. Bentuk ekspresi nyeri yang dihindari oleh satu budaya mungkin
ditunjukkan oleh budaya yang lain (Taylor & Le Mane).
Menurut Zatzick dan Dimsdale (1990), budaya dan etniksitas mempunyai
pengaruh pada cara seseorang bereaksi terhadap nyeri (bagaimana nyeri
diuraikan atau seseorang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri). Namun,
budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi nyeri (Smeltzer & Bare).
Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu
kita untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan
dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan
mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih
akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif
dalarn menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer & Bare).
6. Nilai Agama
Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan sebagai cara
untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu individu menghadapi
nyeri dan menjadikan sebagai sumber kekuatan. Pasien dengan kepercayaan ini
mungkin menolak analgetik dan metode penyembuhan lainnya; karena akan
mengurangi persembahan mereka (Taylor & Le Mane).
3. Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli
kasinya, Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Momon Sudarma, (2009), Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Penerbit Salemba
Medika
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi etiologi penyakit, persepsi sehat sakit,
peran dan perilaku pasien, respon sakit/nyeri pasien
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan etiologi penyakit, persepsi
sehat sakit, peran dan perilaku pasien, respon sakit/nyeri pasien.
C. Penutup
1. Evaluasi danKunci Jawaban
a. Jelaskan pandangan masyarakat tentang etiologi penyakit
b. Jelaskan persepsi sehat sakit menurut menurut masyarakat
c. Jelaskan peran dan perilaku pasien ketika mereka sakit
d. Jelaskan bagaimana respon sakit/nyeri pasien
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
BAB III : TRANSKULTURAL DALAM
KEPERAWATAN PEMBELAJARAN 9-10
Globalisasi Dan Perspektif Transkultural, Diversity Dalam Masyarakat
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang globalisasi dan perspektif transkultural,
diversity dalam masyarakat berserta pengaruhinya baik positif maupun negative,
alternative dalam pemecahan masalah yang timbul dalam masyarakat multikultur.
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan globalisasi dan perspektif transkultural
b. Mampu menjelaskan diversity dalam masyarakat
c. Mampu menjelaskan pengaruh diversity dalam masyarakat
d. Mampu menjelaskan alternative dalam pemecahan masalah yang timbul dalam
masyarakat multikultur
B. Penyajian
1. Uraian Materi Globalisasi dan perspektif transkultural
a. Keperawatan transkultural dan globalisasi dalam layanan kesehatan
Globalisasi menyebabkan masyarakat hidup dalam suasana multikultural yang
disebabkan karena migrasi antar daerah dan negara menjadi lebih mudah.
Keperawatan transkultural menjadi komponen utama dalam kesehatan dan menjadi
konstituen penting dari perawatan, yang mengharapkan para perawat kompeten
secara budaya dalam praktek sehari-hari. Perawat yang kompeten dalam budaya
memiliki pengetahuan tentang budaya lain dan terampil dalam mengidentifikasi
pola-pola budaya tertentu sehingga dirumuskan rencana perawatan yang akan
membantu memenuhi tujuan yang telah ditetapkan untuk kesehatan pasien
(Gustafson, 2005).
Kebudayaan merupakan fenomena yang universal, yang memiliki gambaran yang
khas tiap kelompok tertentu, mencakup pengetahuan, kepercayaan, adat dan
ketrampilan yang dimiliki anggota kelompok tersebut.
Pada era globalisasi kemajuan teknologi, transportasi, telekomunikasi dan
informasi telah semakin menghubungan dunia dalam berbagai aspek kehidupan,
dan dengan sangat cepat dan kuat masuk ke seluruh bangsa-bangsa di dunia.
Dengan berbagai kemajuan tersebut, mobilitas penduduk dunia semakin
meningkat, dan informasi tentang berbagai hal di dunia dengan cepat mengglobal.
Perubahan tersebut membawa dampak terjadinya perubahan budaya pada
penduduk dunia. Penduduk dari kelompok sosiokultural yang berbeda akan
mempunyai perbedaan budaya, kepercayaan, tata nilai dan gaya hidup. Beberapa
faktor tersebut secara bermakna akan mempengaruhi cara individu berespon
terhadap masalah keperawatan, terhadap pemberi pelayanan keperawatan dan
terhadap keperawatan itu sendiri.
Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan professional harus dapat mengetahui,
memahami dan bertindak dengan perspektif global bagaimana merawat pasien
dengan berbagai macam budaya yang berbeda dari berbagai tempat di dunia saat
ini. Jika faktor tersebut tidak dipahami dan dihargai oleh pemberi pelayanan
kesehatan, maka pelayanan keperawatan yang diberikan mungkin menjadi tidak
efektif. Adanya keragaman budaya akan menjadi jelas, bahwa perbedaan budaya
harus dipertimbangkan, dipahami dan dihargai dan pelayanan keperawatan yang
diberikan harus sesuai dengan budaya yang dimiliki. Leininger (2002),
beranggapan bahwa sangat penting memperhatikan keragaman budaya,
kepercayaan, nilai-nilai dan gaya hidup dalam penerapan asuhan keperawatan
kepada pasien.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mengetahui situasi tertentu
dari makna budaya dan sosial yang dimiliki pasien dan menghindari memaksakan
sistem nilai yang dianut dan diyakini perawat ketika mempunyai pandangan yang
berbeda dengan pasien. Asuhan keperawatan perlu disesuaikan dengan nilai-nilai,
kepercayaan, cara hidup, dan budaya.
Asuhan keperawatan yang komprehensif secara budaya mengacu pada tindakan
dan keputusan kognitif yang diatur agar sesuai dengan gaya hidup, kepercayaan
dan nilai budaya seseorang, keluarga, kelompok, komunitas atau institusi, untuk
memperoleh asuhan kesehatan yang berarti, menguntungkan dan memuaskan.
Tindakan dan keputusan yang diambil terdiri dari:
1) Mempertahankan asuhan budaya atau Culture Care Preservation/ Maintenance,
mengacu pada tindakan dan keputusan professional yang dapat membantu
pasien meningkatkan dan mempertahankan status kesehatannya.
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan.
2) Akomodasi dan negosiasi asuhan budaya atau Culture Care Accomodation
/Negotiation, mengacu pada tindakan dan keputusan professional yang akan
membantu seseorang dengan budaya tertentu beradaptasi untuk dapat
memperoleh hasil akhir kesehatan yang menguntungkan dan memuaskan
3) Restrukturisasi dan pemolaan kembali asuhan keperawatan atau Culture Care
Repatterning/ Restructuring, mengacu pada tindakan dan keputusan
professional yang dapat membantu pasien mengatur kembali, mengubah, atau
memodifikasi gaya hidup mereka ke arah pola asuhan kesehatan yang baru,
berbeda dan lebih menguntungkan. Selain itu kepercayaan dan nilai budaya
pasien tetap dihormati dan dapat diperoleh gaya hidup yang lebih baik atau
lebih sehat
Asuhan keperawatan yang komprehensif secara budaya mengacu kepada
integrasi kompleks sikap, pengetahuan dan ketrampilan termasuk pengkajian,
pengambilan keputusan, penilaian, berpikir kritis dan evaluasi yang
memungkinkan perawat memberikan asuhan dengan cara yang peka secara bu
daya
b. Konsep dan prinsip dalam teori keperawatan transkultural
Keperawatan transkultural adalah area keilmuan budaya pada proses belajar
dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan,sehat dan sakit didasarkan pada
nilai budaya manusia,keprcayaan dan tindakan ( Leininger,2002 )
Konsep dalam keperawatan transkultural
1) Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang di
pelajari dan di bagi serta memberi petujuk dalam berfikir-bertindak dalam
mengambil keputusan.
2) Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih di
inginkan atau sesuatu tindakan yang di pertahankan pada suatu waktu
tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.
3) Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang
optimal mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang
di butuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai
individu kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan
dari individu yang dating dan individu yang mungkin akan kembali lagi
( Leininger,1985 )
1) Pengaruh positif
BIDANG POLITIK
Dapat menimbulkan integrasi nasional yang berdirikan Bhineka Tunggal Ika
BIDANG EKONOMI
Dapat menjadi asset nasional yang mendatangkan devisa Negara yang besar dan sekaligus
dapat meningkatkan kesejateraan rakyat
BIDANG SOSIAL
Dapat menjadi sarana untuk memajukan pergaulan antar kelompok sosialis dan suku bangsa
melalui pertukaran pelajar
BIDANG PARIWISATA
Menimbulkan daya tarik bagi wisatawan mancanegara
BIDANG BUDAYA
Dapat memperkaya khasanah kebudayaan bangsa
BIDANG INOVASI
Dapat menjadi sumber motivasi dan inspirasi bagi masing-masing daerah atau suku bangsa
untuk lebih memajukan daerahnya.
2) Pengaruh Negatif
a) Konflik Bersifat Ideologis, tipe konflik social yang berlatar belakang
pembagian system nilai yang dianut dan dijadikan ideology dari berbagai
kesatuan social.
b) Konflik Bersifat Politis, tipe konflik social yang berlatar belakang
pembagian status kekuasan dan sumber-sumber ekonomi yang
terbatas adanya dalam masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, di dunia hanya 12 negara yang memiliki etnis
homogeny( moro etnis), yakni: Austria, Eslandia, Norwegia, Belanda,
Maroko, Swaziland, Portugal, Jerman, Denmark, Botswana, Somalia,
Jepang,
Berdasarkan Negara multi etnik lebih cenderung mengalami konflik
yang tidak ada habisnya, seperti India, bekas Yugoslavia, bekas
Belgia, Nigeria, Malaysia, dan lain-lain.
Indonesia sebagai Negara majemuk tidak lepas dari konflik yang
cenderung berhubungan dengan Suku, Agama, Ras, Adat Istiadat.
Seperti:
(a) Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun 1948
dan Gerakan 30 September/ Partai Komunis Indonesia
(G30S/PKI) 1965.
(b) Pemberontakan Darul Islam Indonesia (DII)/ TII di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Aceh, dan Kalimantan Selatan.
(c) Pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi
Papua Merdeka (OPM).
(d) Konflik Sambas, konflik Sampit (Suku Dayak melawan
transmigran Suku Madura di Kalimantan), Konflik Ambon
(Konflik agama), Konflik Kupang, Konflik Poso, dan lain-lain.
3. Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Transkultural”,
Edisi I, EGC, Jakarta
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli kasinya,
Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
Momon Sudarma, (2009), Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Penerbit Salemba
Medika
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi globalisasi dan perspektif
transkultural
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi globalisasi dan
perspektif transkultural
C. Penutup
1. Evaluasi danKunci Jawaban
a. Jelaskan globalisasi dan perspektif transkultural
b. Jelaskan diversity dalam masyarakat
c. Jelaskan pengaruh-pengaruh diversity dalam masyarakat
d. Jelaskan alternatif pemecahan masalah yang Timbul dalam Masyarakat Multikultural
e. Jelaskan Pengembangan Sikap Kritis, Sikap Toleransi, dan Empati Sosial
dalam Kehidupan Masyarakat Multikultural
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
PEMBELAJARAN 11-12
Teori Culture Care Leininger
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang sejarah teori cultura care Leininger, pengertian,
asumsi dasar, konsep teori dan paradigma keperawatan.
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian culture care
b. Mampu menjelaskan asumsi dasar
c. Mampu menjelaskan konsep teori culture care
d. Mampu menjelaskan paradigma keperawatan
B. Penyajian
1. Uraian Materi
Dari studinya yang dalam dan pengalaman pertama dengan masyarakat Gadsup,ia
terus mengembangkan teori perawatan kulturalnya dan metode ethno
nursing. Teori dan penelitiannya telah membantu mahasiswa keperawatan untuk
memahami perbedaan budaya dalam perawatan, manusia, kesehatan dan penyakit.
Dia telah menjadi pemimpin utama perawat yang mendorong banyak mahasiswa
dan fakultas untuk melanjutkan studi dalam bidang anthropologi dan
menghubungkan pengetahuan ini kedalam praktik dan pendidikan keperawatan
transkultural. Antusiasme dan perhatiannya yang mendalam terhadap
pengembangan bidang perawatan transkultural dengan fokus perawatan pada
manusia telah menyokong dirinya selama 4 dekade.
b. Pengertian
“Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan
budayakepada manusia” (Leininger, 2002).
c. Asumsi dasar
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakankeperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan
dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring
semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan
pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal.
Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan
dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring
merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya
bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
2) Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk
menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam
aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu
ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif
(Andrew and Boyle, 1995).
3) Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang
sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling
berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik.
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti
daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di
daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari
sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang
berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam
masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus
mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan
individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup,
bahasa dan atribut yang digunakan.
4) Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai
dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan
adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi
budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
a) Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga
klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b) Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani lain.
c) Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
3. Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Transkultural”,
Edisi I, EGC, Jakarta
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli kasinya,
Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
Momon Sudarma, (2009), Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Penerbit Salemba
Medika
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi culture care Leininger
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan culture care Leininger
C. Penutup
1. Evaluasi danKunci Jawaban
a. Jelaskan sejarah culture care Leininger
b. Jelaskan pengertian culture care
c. Jelaskan asumsi dasar teori culture care
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
PEMBELAJARAN 13
Pengkajian Budaya
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang pengkajian keperawatan kepada pasien berbasis
budaya dengan menggunakan model matahari terbit, kelebihan dan kelemahan teori
model matahari terbit/Leininger theory Sun Rise Model
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian pengkajian budaya
b. Mampu menjelaskan tujuh komponen pengkajian menurut model matahari terbit
c. Mampu menjelaskan kelebihan dan kelemahan konsep model matahari terbit
B. Penyajian
1. Uraian Materi Pengkajian Budaya
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(sunrise model) seperti yang terlihat pada gambar 1. Geisser (1991) menyatakan
bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan
asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Madeleine M. Leininger
Culture Care Diversity and Universality
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak
tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger
adalah agar seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan
profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup
klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian
juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan
klien. Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan
panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan
serta penelitian ilmiah.
b) Proses Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada
pada "Sunrise Model" yaitu :
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
3) Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah
suatu proses memilih strategi yang tepat.
4) Pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan
dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien
kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang
dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a) Cultural care preservation/maintenance
(1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
melahirkan dan perawatan bayi.
(2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
(3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b) Cultural care accomodation/negotiation
(1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien.
(2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
(3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
c) Cultual care repartening/reconstruction
(1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan
dan melaksanakannya.
(2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari
budaya kelompok
(3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
(4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang
dapat dipahami oleh klien dan orang tua
b) Kelemahan :
(1) Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa berdiri
sendiri dan hanya digunakan sebagai pendamping dari berbagai macam
konseptual model lainnya.
(2) Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam
mengatasi masalah keperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model
teori lainnya.
3. Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Transkultural”,
Edisi I, EGC, Jakarta
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli kasinya,
Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
Momon Sudarma, (2009), Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Penerbit Salemba
Medika
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi pengkajian kepada pasien berbasis
budaya dengan menggunakan pendekatan model matahari terbit
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi pengkajian
keperawatan kepada pasien berbasis budaya untuk dipresentasikan
C. Penutup
1. Evaluasi danKunci Jawaban
a. Jelaskan pengkajian budaya menggunakan model matahari terbit
b. Jelaskan tujuh pedoman pengkajian budaya menurut model matahari terbit
c. Jelaskan trategi tindakan keperawatan menurut Leininger
2. Lembar Kejra Mahasiswa .
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
PEMBELAJARAN 14
Aplikasi Transcultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang perawatan kehamilan dan kelahiran, perawatan
dan pengasuhan anak, kebudayaan dan perawatan pada Lanjut usia, perawatan
sebelum dan sesudah meninggal, kepercayan dan pengobatan kuno .
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan perawatan kehamilan dan kelahiran menurut aspek budaya
b. Mampu menjelaskan perawatan dan pengasuhan anak
c. Mampu menjelaskan kebudayaan dan perawatan Lansia
d. Mampu menjelaskan perawatan sebelum dan sesudah meninggal
e. Mampu menjelaskan kepercayaan dan pengobatan kuno
B. Penyajian
1. Uraian Materi Konsep Penerapan Kultur Dalam Daur HidupManusia
. Konsep Penerapan Kultur Dalam Daur HidupManusia terdiri dari :
a. Perawatan Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya dalam
suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu, fisiologi kelahiran secara
universal sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang
berbeda oleh aneka kelompok masyarakat (Jordan, 1993).
Berbagai kelompok yang memiliki penilaian terhadap aspek kultural tentang
kehamilan dan kelahiran menganggap peristiwa itu merupakan tahapan yang harus
dijalani didunia. Salah satu kebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi Jambi
misalnya, wanita hamil dilarang makan rebung karena menurut masyarakat
setempat jika wanita hamil makan rebung maka bayinya akan berbulu seperti
rebung. Makan jantung pisang juga diyakini menurut keyakinan mereka akan
membuat bayi lahir dengan ukuran yang kecil.
Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh
bulan diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita hamil tersebut selamat dalam
proses melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan
lagi ulos tondi kepada cucunya sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan
menggendong anaknya dengan ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat
besar. Ulos tersebut dinamakan ulos parompa.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih
dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini,
pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat untuk
menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya berbeda,
serta berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien dan keluarga
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh masyarakat yang sering menitik
beratkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa kelahiran dan
kehamilan adalah orang jawa yang didalam adat dan istiadat mereka terdapat
berbgai upacara adat yang rinci untuk untuk menyambut kelahiran bayi seperti
upaca mintonin procotan dan brokahan .
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan kelahiran oleh
dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya, kesehatan modern
penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi
penangana dengan adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono
dukun bayi umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaan
tertentu, dukun bayi adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu yang
disebut balian manak dengan usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat
digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong persalinan, sang dukun
harus membacakan mantra mantra yang hanya boleh diucapkan oleh laki laki
karena sifat sakralnya
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacam macam.
Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses belajar yang
diwariskan dari nenek atau ibunya, namun ada pula yang mempelajari dari seorang
guru karena merasa terpanggil. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya
merupakan suatu proses semata mata berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja,
namun tempat melahirkan pun harus terhindar dari berbagai kotoran tapi “kotor”
dalam arti keduniawian, sehingga kebudayaan menetapkan bahwa proses
mengeluarkan unsur unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di
tempat yang sesuai keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka
dukun bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin, umumnya
ramuan itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan bahan lainnya yang
diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses persalinan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan dan
kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan sebagai
proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti; pandangan
budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam
pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan
bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran,
pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta
perawatan bayi dan ibunya.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi kliennya yang
memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki keterampilan
dalam pengkajian budaya yang akurat dan konprehensif sepanjang waktu
berdasarkan warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural. Organisasi social,
agama, dan kepercayaan serta pola komunikasi . Semua Budaya mempunyai
deminsi lampau, sekarang, dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat
memahami orientasi waktu wanita yang mengalami transisi kehidupan dan
sensitive terhadap warisan budaya keluarganya.
a) Budaya Jawa
Menurut orang Jawa, “sehat “ adalah keadaan yang seimbang dunia fisik dan
batin . Bahkan , semua itu berakar pada batin . Jika “ batin karep ragu nututi
“artinya batin berkehendak, raga / badan akan mengikuti. Sehat dalam konteks
raga berarti “ waras “ . Apabila seseorang tetap mampu menjalankan peranan
sosialnya sehari-hari, misalnya bekerja di ladang, sawah, selalu gairah bekerja,
gairah hidup, kondisii inilah yang dikatakan sehat. Dan ukuran sehat untuk
anak-anak adalah apabila kemauannya untuk makan tetap banyak dan selalu
bergairah main.
Untuk menentukan sebab-sebab suatu penyakit ada dua konsep , yaitu konsep
personalistik dan konsep naluralistik. Dalam konsep personalistik, penyakit
disebabkan oleh makhluk supernatural ( makhluk gaib, dewa ), makhluk yang
bukan manusia ( hantu, roh leluhur, roh jahat ) dan manusia ( tukang sihir ,
tukang tenung ). Penyakit ini disebut “ora lumrah“ atau “ora sabaene“ ( tidak
wajar / tidak biasa ). Penyembuhannya adalah berdasarkan pengetahuan secara
gaib atau supernatural, misalnya melakukan upacara dan sesaji. Dilihat dari segi
personalistik jenis penyakit ini terdiri dari kesiku, kebendhu, kewalat, kebulisan,
keluban, keguna-guna, atau digawe wong, kampiran bangsa lelembut dan lain
sebagainya . Penyembuhan dapat melalui seorang dukun atau “wong tuo“.
Pengertian dukun bagi masyarakat Jawa adalah yang pandai atau ahli dalam
mengobati penyakit melalui “Japa Mantera “ , yakni doa yang diberikan oleh
dukun kepada pasien. Ada beberapa kategori dukun pada masyarakat Jawa yang
mempunyai nama dan fungsi masing-masing :
(2) Dukun pijat / tulang (sangkal putung) : Khusus menangani orang yang sakit
terkilir, patah tulang, jatuh atau salah urat.
(3) Dukun klenik : khusus menangani orang yang terkena guna – guna atau “
digawa uwong “..
(4) Dukun mantra : khusus menangani orang yang terkena penyakit karena
kemasukan roh halus.
Berdasarkan hari dimulainya sakit juga dapat ditentukan tentang jenis- jenis
penyakit sebagaimana diuraikan dalam Kitab Primbon Betal jemur Adam
makna, yang dibuat sebagai berikut :
Selain hari-hari biasa, Budaya Jawa juga memiliki hari-hari yang disebut
hari pasaran dengan urutan : Pon, Wage, kliwon, legi, pahing. Budaya jawa
beranggapan bahwa nama yang “berat“ bisa mendatangkan sial. Pendapat
yang lain mengatakan “nama yang buruk” akan mempengaruhi aktivitas
pribadi dan sosial pemilik nama itu. Dan juga kebiasaan bagi orang jawa
yakni jika ada salah satu pihak keluarga atau sanak saudara yang sakit ,
maka untuk menjenguknya biasanya mereka mengumpulkan dulu semua
saudaranya dan bersama-sama mengunjungi saudaranya yang sakit tersebut.
Karena dalam budaya Jawa dikenal prinsip “mangan ora mangan, seng
penting kumpul“
b) Budaya Sunda
Konsep sehat sakit tidak hanya mencakup aspek fisik saja , tetapi juga
bersifat sosial budaya . Istilah lokal yang biasa dipakai oleh masyarakat Jawa
Barat ( orang sunda ) adalah muriang untuk demam , nyerisirah untuk sakit
kepala , yohgoy untuk batuk dan salesma untuk pilek / flu. Penyebab sakit
umumnya karena lingkungan , kecuali batuk juga karena kuman .
Pencegahan sakit umumnya dengan menghindari penyebabnya. Pengobatan
sakit umumnya menggunakan obat yang terdapat di warung obat yang ada di
desa tersebut , sebagian kecil menggunakan obat tradisional . Pengobatan
sendiri sifatnya sementara , yaitu penanggulangan pertama sebelum berobat
ke puskesmas atau mantri.
Menurut orang sunda , orang sehat adalah mereka yang makan terasa enak
walaupun dengan lauk seadanya, dapat tidur nyenyak dan tidak ada yang
dikeluhkan , sedangkan sakit adalah apabila badan terasa sakit , panas atau
makan terasa pahit, kalau anak kecil sakit biasanya rewel, sering
menangis, dan serba salah / gelisah. Dalam bahasa sunda orang sehat
disebut cageur, sedangkan orang sakit disebut gering. Ada beberapa
perbedaan antara sakit ringan dan sakit berat. Orang disebut sakit ringan
apabila masih dapat berjalan kaki, masih dapat bekerja, masih dapat
makan-minum dan dapat sembuh dengan minum obat atau obat tradisional
yang dibeli di warung. Orang disebut sakit berat, apabila badan terasa
lemas, tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari, sulit tidur, berat badan
menurun, harus berobat ke dokter / puskesmas, apabila menjalani rawat
inap memerlukan biaya mahal.
Konsep sakit ringan dan sakit berat bertitik tolak pada keadaan fisik
penderita melakukan kegiatan sehari-hari , dan sumber pengobatan yang
digunakan. Berikut beberapa contoh sakit dengan penyebab , pencegahan
dan pengobatan sendiri. :
a) Sakit Kepala
b) Sakit Demam
c) Keluhan Batuk
Batuk TBC, yaitu batuk yang sampai mengeluarkan darah dari mulut,
batuk biasa (bahasa sunda = fohgoy), dan batuk yang terus menerus
dengan suaranya melengking (bahasa sunda = batuk bangkong )
dengan gejala tenggorokan gatal , terkadang hidung rapet , dan kepala
sakit ) . Penyebab batuk TBC adalah karena orang tersebut menderita
penyakit TBC paru, sedangkan batuk biasa atau batuk bangkong adalah
menghisap debu dari tanah kering yang baru tertimpa hujan, alergi
salah satu makanan, makanan basi, masuk angin, makan makanan yang
digoreng dengan minyak yang tidak baik, atau tersedak makanan /
keselek . Pencegahan batuk dilakukan dengan menjaga badan agar
jangan kedinganan, jangan makan makanan basi, tidak kebanyakan
minum es, menghindari makanan yang merangsang tenggorokan, atau
menyebabkan alergi. Pengobatan sendiri batuk dapat dilakukan dengan
obat warung misalnya konidin atau oikadryl. Bila batuk ringan dapt
minum obat tradisional yaitu air perasan jeruk nipis dicampur kecap,
daun sirih 5 lembar diseduh dengan air hangat setengah gelas atau
rebusan jahe dengan gula merah.
d) Sakit Pilek
e) Sakit Panas
c) Budaya Batak
Arti “sakit“ bagi orang Batak adalah keadaan dimana seseorang hanya
berbaring , dan penyembuhannya melalui cara – cara tradisional, atau ada
juga yang membawa orang yang sakit tersebut kepada dukun atau “orang
pintar“. Dalam kehidupan sehari – hari orang batak, segala sesuatunya
termasuk mengenai pengobatan jaman dahulu, untuk mengetahui bagaimana
cara mendekatkan diri pada sang pencipta agar manusia tetap sehat dan jauh
dari mara bahaya. Bagi orang batak , di samping penyakit alamiah, ada juga
beberapa tipe spesifik penyakit supernatural, yaitu :
1) Jika mata seseorang bengkak, orang tersebut diyakini telah melakukan
perbuatan yang tidak baik ( mis : mengintip ). Cara mengatasinya agar
matanya tersebut sembuh adalah dengan mengoleskan air sirih.
3) Ada juga orang batak sakit karena tarhirim misalnya seorang bapak
menjanjikan akan memberi mainan buat anaknya, tetapi janji tersebut
tidak ditepati. Karena janji tersebut tidak ditepati, si anak bisa menjadi
sakit.
4) Jika ada orang batak menderita penyakit kusta, maka orang tersebut
dianggap telah menerima kutukan dari para leluhur dan diasingkan dalam
pergaulan masyarakat.
(3) Perawatan bayi : biasanya menggunakan kemiri, biji lada putih dan
iris jorango
(4) Perawatan dugu – dugu : sebuah makanan ciri khas Batak saat
melahirkan yang diresap dari bangun-bangun, daging ayam, kemiri
dan kelapa.
Asal mula manusia menurut orang batak adalah dari ayam dan burung.
Obat dappol si buruk ini dulunya berasal dari burung siburuk yang
mana langsung di praktikkan dengan penelitian alami dan hamper
seluruh keturunan Siraja Batak menggunakan obat ini dalam kehidupan
sehari – hari.
(1) Jika ada orang batak yang menderita penyakit gondok , maka cara
pengobatannya dengan menggunakan belau.
(2) Apabila ada orang batak yang menderita penyakit panas ( demam )
biasanya pengobatannya dengan cara menyelimutinya dengan
selimut / kain yang tebal
d) Budaya Flores
Damianus Wera orang Flores satu ini punya karunia yang sangat langka.
Dami dikenal sebagai penyembuh alternative unik. Damianus Wera bukan
dokter, buta huruf, tak makan sekolah, tapi buka praktik layaknya dokter
professional. Dia melakukan operasi hanya menggunakan pisau.
Menurut Dami ada tiga jenis penyakit yang dikeluhkan para pasien.
Pertama, jenis penyakit nonmedis atau santet / guna – guna . Biasanya tubuh
korban dirusak dengan paku, silet, lidi, kawat, beling, jarum, benang kusut.
Kedua, penyakit medis seperti jantung koroner, batu ginjal, tumor , kanker,
dll. Dami mengangkat penyakit ini dengan operasi dan juga sedot darah
melalui selang . Ketiga, sakit psikologis misalnya : banyak utang, stress, sulit
hamil, dll. Dami mengingatkan kunci sehat itu sebenarnya ada di pikiran
yang sehat. Sebaliknya, pikiran yang ruwet, penuh beban dan tekanan, justru
memicu munculnya penyakit dalam tubuh manusia.
Dami di datangi ayahnya yang sudah meninggal dan dikasih gelang. Dan saat
dia bermimpi ia akan di di karuniai penyembuhan . Pagi-pagi ia menemukan
pisau di bawah bantal. Pisau itu untuk mengoprasi orang sakit.
Dami mempunyai 7 metode untuk mengatasi penyakit :
2) Air putih : Pasien diminta membawa air putih dalam botol 1, 5 liter .
Setelah didoakan, pasien minum di rumah masing-masing. Kalau mau
habis, tambahkan dengan air yang baru.
3) Kapsul ajaib : Pasien diminta minum kapsul ajaib seperti obat biasa.
5) Suntik : Jarum suntik diperoleh dengan cara muntah. Cairan atau obat
diperoleh lewat doa tertentu.
7) Operasi / bedah : Operasi atau bedah bisa untuk penyakit medis maupun
non medis.
Di samping itu, orang flores juga percaya adanya sejenis kain yang
berwarna hitam yang dipercaya dapat menyembuhkan orang yang sakit
panas / demam tinggi yaitu dengan cara di selubungkan atau ditutupkan di
seluruh tubuhnya hingga tidak ada yang kelihatan lagi, dan biarkan orang
yang sakit panas tersebut hingga ia merasa nyaman dan pansanya
berkurang.
Bawang merah dipercaya untuk mengobati batuk, yakni dengan cara
dihancurkan (dikunyah ) lalu dibungkus dengan sepotong kain, kemudian
ditempelkan di tenggorokan. Cara ini baik diterapkan pada waktu sebelum
tidur malam.
Daun sirih untuk mengobati orang yang mimisan, yaitu dengan digulung
kemudian disumbatkan ke lubang hidung yang keluar darah.
Daun papaya yang masih muda digunakan untuk menghentikan
keluarnya darah dari bagian tubuh yang luka, yaitu dengan dikunyah
sampai halus kemudian ditempelkan di bagian yang luka tersebut.
Pengaruh Kepercayaan, Agama dan Aliran Lain, Jinis Kelamin dan
Masalah Analisis
b) Jenis Kelamin
c) Masalah Analisis
3. Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Transkultural”,
Edisi I, EGC, Jakarta
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli kasinya,
Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
Momon Sudarma, (2009), Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Penerbit Salemba
Medika
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi aplikasi transkuktural nursing
sepanjang daur kehidupan manusia mencakup perawatan kehamilan dan kelahiran,
perawatan dan asuhan pada anak, perawatan pada lansia, perawatan sebelum dan
sesudah meninggal, kepercayaan dan pengobatan kuno
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi aplikasi transkuktural
nursing sepanjang daur kehidupan manusia baik melalui buku-buku maupun melalui
internet.
C. Penutup
1. Evaluasi danKunci Jawaban
a. Jelaskan perawatan kehamilan dan kelahiran berdasarkan padangan budaya
b. Jelaskan perawatan pada anak, dan lansia berdasarkan pandangan budaya
c. Jelaskan beberapa pengobatan kuno yang masih digunakan/diterapkan
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%
PEMBELAJARAN 15
Aplikasi Keperawatan Transkultural Dalam Berbagai Masalah Kesehatan Pasien
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi/Uraian Materi
Mata Kuliah ini menguraikan tentang alpikasi keperawatan transkultural dalam
berbagai masalah kesehatan pasien mencakup pengertian transkultural nursing, tujuan
keperawatan transkultural, hubungan model dan paradigm, hubungan model dengan
konsep caring, konsep utama teori transkultural, mitos-mitos yang berkaitan dengan
kesehatan .
2. Kompetensi Dasar
a. Mampu menjelaskan pengertian keperawatan transkultural
b. Mampu menjelaskan tujuan keperawatan transkultural
c. Mampu menjelaskan hubungan model Leininger dengan konsep caring
d. Mampu menjelaskan mitos yang berkaitan dengan kesehatan
B. Penyajian
12 Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors) Agama adalah
suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan
kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang
harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang
klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
14 Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors) Perawat pada tahap
ini harus mengkaji faktor- faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat
tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
15 Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) Nilai-nilai budaya
adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap
baik atau buruk. Norma- norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini
adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi
sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
16 Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors) Kebijakan
dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi
kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle,
1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu,
cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
25 Tugas Individu Buat Proses Asuhan Keperawatan pada Fenomena Kasus Ny. D
Selamat Berkerja, Sukses Selalu dengan kerja keras
Kompetensi Budaya
Adalah seperangkat perilaku ,sikap, dan kebijaksanaan yang bersifat saling
melengkapi dalam satu system kehidupan sehingga memungkinkan untuk berinteraksi
secara efektif dalam satu kerangka yang saling berhubungan antar budaya di dunia
(Cross ,T.et al, 1998 ).
Penggunaan Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi lintas budaya dapat menjadi perhatian
khusus.Ini merupakan sebagai cirri khas dari setiap orang menurut bahasa yang
digunakan dengan perhatian pola kata tertentu.
MITOS
Fakta Di Lapangan :
Masih banyak ditemukan dan bahkan di lapangan khususnya masyarakat pedesaan
masih mempercayainya. Kegiatan ini sudah ada sejak zaman nenek moyang yang
terdahulu. Tempat yang mereka pakai dahulunya terletak pada daerah yang dimana disitu
merupakan bagian terpenting akan terkabulnya kenginan mereka. Intinya kegiatan yang
dilakukan ini bisa merupakan wujud ungkapan rasa syukur,penghormatan maupun
bentuk rasa berbagi dengan sesame yang ditujukan untuk Tuhan.Memakan makanan
yang berasal dari sesaji tersebut merupakan bentuk rasa penghormatan pada yang Kuasa
dan juga bisa mendoakan akan apa yang kita inginkan.
Teori
Dilihat dari bentuk yang dihidangakn berupa nasi,sayur-sayuran,ayam,dll.yang menjdai
inti permasalahannya adalah pembagian ayamnya dari yang masih utuh menjadi bagian
kecil-kecil,bila orang yang membagikan tidak tahu akan makna bersih maka akan
terabaikan kebersihan dari kuman ayam tersebut.Selain itu ada juga bagaimana proses
memasaknya untuk ayam tersebut,terkadang ayam ada bagian yang belum mencapai
tingkat kematangan dan itu akan berpengaruh pada proses pencernaan dan keamanan
mengkonsumsi makanan tersebut. Kandungan daging ayam sesungguhnya banyak
mengandung protein dan nutrisi nutrisi lain didalamnya yang berguna untuk keperluan
tubuh.Sayur-sayuran juga diperlukan tubuh untuk proses pencernaan seperti bayam yang
banyak mengandung serat berfungsi untuk memperlancar proses metabolisme.
Opini
Kepercayaan yang timbul sejak zaman dahulu sudah sangat melekat dan kental akan
budaya yang tiap tahun diadakan akan sulit dihilangkan karena akan menjadi cirri khas
pada daerah itu.Mereka beranggapan barang siapa menghilangkan budaya ini dampaknya
sangat bervariasi, bisa dikucilkan masyarakat karena dianggap tidak menghargai para
pendahulunya, dan yang paling fatal bisa diusir dari lingkungan.
Fakta Di Lapangan
Sekarang ini dilhat dari kesadaran masyarakat tentang kesehatan sudah sangat
berkembang.Banyak anak kecil yang sudah lulus tingkat sekolah dasar maupun yang
masih menempuhnya sudah dilakukan khitan atau sirkumsisi.Faktor yang mempengaruhi
keinginan untuk dikhitan biasnya berasal dari anak itu sendiri malu pada teman-
teamanya maupun dari orang tua yang mendesak untuk dilakukanya khitan.Di daerah
sudah ada alat yang mumpuni untuk melakukan proses sirkumsisi secara modern.Agenda
yang dilakukan institusi kesehatan biasanya yang sering kita dengar Khitanan masal dan
ini sangat membantu bagi keluarga yang tidak mampu untuk mengkhitankan anaknya.
Teori
Dari segi agama islam sangat dianjurkan untuk diilakukan sirkumsisi atau khitan dengan
tujuan memberikan kesehatan pada umatnya.Ini merupakan tanda sudah baligh bila
sudah di khitan atau sirkumsisi. Dahulunya untuk melakukan khitan atau sirkumsisi
masih sangat sederhana dan masih menggunakan metode yang classic.Untuk
penyembuhanya sendiri bisa berbulan setelah dilakukan sirkumsisi atau khitan.Obat yang
digunakan masih sangat terbatas selain itu di daerah desa juga sangat terbatas petugas
kesehatanya.Tapi sekarang dengan kemajuan tekhnologi diharapkan bisa terlaksana
proses sirkumsi yang lebih maju dan mencapai tingkat kesejahteraan
masyarakat.Sirkumsisi atau khitan adalah memotong sebagian dari alat kelamin dari pria
untuk menjaga kebersihan dari alat kelamin pria.Ini bisa dibuktikan dengan urin yang
keluar bila belum khitan atau sirkumsisi akan sebagian tertinggal,selanjutnya akan
mengendap dan bahayanya bila terjdai hhubungan intim akan membahayakan bagi si
wanita karena sperma yang keluaar bersama dengan endapan tadi akan memyebabkan
kanker rahim.
Opini
Dilakukan khitan atau sirkumsisi dapat mempercepat proses pendewasaan dari postur
tubuh biasanya dengan tanda jakun yang membesar,suara yang terlihat besar, dan
tentunya bertambahnya tinggi dan berat badan.Setelah dikhitan akan merasa lega karena
sudah melaksanakan tugas dari rosul.untuk syarat sahnya sholat salah satunya juga
sirkumsisi atau khitan ini bila kita sebagai imam.
Fakta Di Lapangan
Ibu hamil itu boleh makan pisang, nanas, mentimun itu kan bisa menyebabkan
keputihanbahkan masyarakat sekitar saya berpendapat bahwa nanas bisa menyebabkan
keguguran,apakah semua itu benar?????
Sewaktu ibu hamil,jika suami memotong ayam, apakah anak yang akan lahir cacat?
Fakta dari mitos diatas tidak akan terjadi kecacatan pada bayi yang dilahirkan,jika bayi
yang lahir cacat bukan dari mitos tersebut,kerena cacat itu bisa dari faktor kelainan
genetiknya.
Teori
Jadi mengkonsumsi pisang , nanas, mentimun justru disarankann karena kaya akan
vitamin C dan serat yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh dan melancarkan
proses pembuangan sisa-sisa pencernaan. Untuk kehamilan itu untuk memenuhi nutrisi
untuk menjaga perkembangan janin menjadi baik.
Kehamilan seseorang tidak bisa ditentukan dengan kelahiran yang normal maupun
tidak,tapi secara medis untuk kelahiran yang tak normal banyak berbagai faktor yang
mempengaruhi salah satunya adalah kelainan gen pembawa dari ayah maupun ibu ini
sangat berpengaruh bagi kelahirannya.
Opini
Ibu hamil rentan akan masalah yang bisa ditimbulkan.Sebisa mungkin perhanan akan
kondisi sehat sangat kuat dengan dukungan keluarga,suami dan teman-taman.budaya di
mana dia tinggal sangatlah berpengaruh bagi perkembangan kehamilannya.keyakinan
inilah yang dipegang untuk menjaga,merawat, melindungi kehamilan si ibu.Nilai-
nilai,norma,adat masih dipegang kuat.
Menurut pendapat kami tentang mitos diatas tersebut itu hanya keyakinan seseorang atau
kelompok,karena belum tentu setiap desa atau kota menpunyai mitos yang sama.karena
belum tentu mitos itu akan jadi kenyataan,memang kadang-kadang ada ibu hamil
anaknya lahir dalam kondisi tidak normal(cacat), misalnya makan buah yang menjadi
pantangan ibu hamil anaknya lahir cacat itu hanya bertepatan saja,dibalik semua itu
mungkin ada kelainan pada saat bayi masih dalam kandungan.
3. Daftar Pustaka
Nova Maulana, (2014), Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Cetakan
Pertama, Nuha Medika, Yogyakarta
Arum Pratiwi, (2011), Buku Ajar Keperawatan Transkultural, Cetakan Pertama,
Penerbit Gosyen Pulishing, Yogyakarta
Wahyu Ratna, (2010),”Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan”, Edisi I, Pustaka Rihama, Yogyakarta.
Sudiharto,(2007) “Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Transkultural”,
Edisi I, EGC, Jakarta
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta, Grafiti.
Sarwono, S. 1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Apli kasinya,
Yogyakarta, Gadjah Mada Press.
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,Theories,
Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies
Momon Sudarma, (2009), Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Penerbit Salemba
Medika
4. Latihan/Tugas
a. Setiap mahasiswa membuat rangkuman materi alpikasi keperawatan transkultural
dalam berbagai masalah kesehatan pasien baik melalui buku-buku, jurnal maupun
internet
b. Setiap kelompok mencari, menggali dan mendiskusikan materi aplikasi keperawatan
transkuktural dalam bebbagai masalah kesehatan pasien untuk dipresentasikan.
C. Penutup
1. Evaluasi danKunci Jawaban
a. Jelaskan perawatan pengertian kepperawatan transkultural
b. Jelaskan tujuan keperawatan transkultural
c. Jelaskan hubungan model dan paradigma
d. Jelaskan mitos-mitos yang berkaitan dengan kesehatan.
1. Tujuan Tugas :
2. Uraian Tugas :
a. Obyek garapan : ....................
b. Yang harus dikerjakandan batasan-batasan : ...................
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan : ........
d. Deskripsiluaran tugas yang digunakan : ................
3. Kriteria penilaian :
a. .................................. .........................%
b. .................................... ..........................%
c. ................................. .........................%