Penyusun :
1
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS
STIKES BANYUWANGI
2021
2
VISI DAN MISI STIKES BANYUWANGI
Visi
Menjadi Institusi Pendidikan Tinggi di bidang Kesehatan yang menghasilkan
tenaga kesehatan berdaya saing global berlandaskan pada keimanan dan
ketaqwaan pada tahun 2025.
Misi:
1. Menyelenggarakan proses pendidikan akademik,profesi dan vokasi yang
berdaya saing global serta berorientasi pada pengembangan hard skill dan soft
skill
2. Melaksanakan penelitian di bidang kesehatan yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan serta berorientasi kepada kebutuhan
masyarakat.
3. Mengembangkan aktivitas pengabdian masyarakat yang berkontribusi dalam
pembangunan kesehatan dengan mengacu kepada hasil penelitian dan
kearifan lokal.
4. Menciptakan lulusan yang memiliki kemandirian, keimanan dan ketaqwaan.
5. Mengembangkan kerjasama institusional dalam negeri dan luar negeri sebagai
upaya optimalisasi kegiatan Tridarma.
6. Mengembangkan jiwa kewirausahaan dan wawasan kebangsaan kepada
seluruh akademika
Visi :
3
Menjadi program studi pendidikan ners yang unggul di bidang keperawatan
holistik berbasis spiritual serta berdaya saing asia tahun 2025
Misi :
1. Menyelenggarakan pendidikan akademik dan ners dengan keunggulan
keperawatan holistik berlandaskan spiritual
2. Menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan
keunggulan keperawatan holistik berlandaskan spiritual
3. Mengoptimalkan kerjasama dalam negeri dan luar negeri sebagai optimalisasi
kegiatan tridharma perguruan tinggi
Tujuan:
1. Menghasilkan lulusan yang unggul pada keperawatan holistik berlandaskan
spiritual
2. Menghasilkan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang memiliki
keunggulan keperawatan holistik berlandaskan spiritual
3. Menghasilkan kerjasama dalam negeri dan luar negeri sebagai optimalisasi
kegiatan tridharma perguruan tinggi
4
PRAKATA
Banyuwangi,
Penulis
5
DAFTAR ISI
Judul ...................................................................................................................................... 1
Visi-Misi ............................................................................................................................... 3
Prakata ................................................................................................................................. 4
Pendahuluan ..................................................................................................................... 6
Materi 1 ............................................................................................................................... 9
Materi 2 ............................................................................................................................... 18
Materi 3 ............................................................................................................................... 22
Materi 4 ............................................................................................................................... 27
Materi 6 ............................................................................................................................... 66
Materi 7 ............................................................................................................................... 69
Materi 8 ............................................................................................................................... 105
Materi 9 ............................................................................................................................... 134
Referensi ............................................................................................................................. 137
6
BAB I
PENDAHULUAN
8
BAB II
Materi 1
Konsep diri
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu
memahami, menjelaskan dan menerapkan tentang konsep diri
B. Materi
KONSEP DIRI
1. Pengertian Konsep Diri Secara Umum
Secara umum, pengertian konsep diri adalah cara pandang dan sikap
seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri sangat erat hubungannya
dengan dimensi fisik, karakter individu, dan motivasi diri. Pandangan terhadap
diri sendiri mencakup berbagai kekuatan individual dan juga kelemahannya,
bahkan termasuk kegagalannya.
Konsep diri adalah inti dari kepribadian dalam diri seseorang. Inti
kepribadian individu punya peranan yang sangat penting dalam menentukan
dan mengarahkan perkembangan kepribadian serta perilaku seseorang di
tengah-tengah masyarakat. Secara sederhana, konsep diri adalah pandangan
atau penilaian seseorang pada dirinya sendiri. Seorang ahli di bidang psikologi
bernama Eastwood Atwater membagi konsep diri menjadi tiga bentuk, antara
lain;
Body image, yaitu kesadaran seseorang melihat tubuh dan dirinya sendiri.
Ideal self, yaitu harapan dan cita-cita seseorang tentang dirinya sendiri.
Social self, yaitu bagaimana ia berpikir orang lain melihat dirinya.
Penilaian terhadap diri sendiri sangat berpengaruh pada berbagai aspek
kehidupan, mulai dari sosial hingga lingkungan pekerjaan sekalipun. Seseorang
memiliki penilaian negatif terhadap diri sendiri bila memandang dirinya tidak
berdaya, lemah, malang, gagal, tidak disukai, tidak kompeten dan sebagainya.
2. Komponen Konsep Diri
9
Konsep diri terdiri dari beberapa komponen, di antaranya:
a. Citra Tubuh
Citra tubuh atau gambaran diri adalah sikap individu terhadap dirinya
(fisik) baik disadari maupun tidak disadari. Komponen ini mencakup
persepsi masa lalu dan/atau sekarang mengenai ukuran dan bentuk tubuh
serta potensinya.
b. Ideal Diri
Ideal diri merupakan persepsi individu tentang bagaimana ia
seharusnya berperilaku berdasarkan standar pribadi dan terkait dengan
cita-cita. Pembentukan ideal diri mulai terjadi sejak masa anak-anak dan
dipengaruhi oleh orang-orang yang dekat dengan dirinya.
c. Harga Diri
Harga diri merupakan persepsi individu terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan
ideal dirinya. Komponen konsep diri yang satu ini mulai terbentuk sejak
kecil karena adanya penerimaan dan perhatian dari sekitarnya.
d. Peran Diri
Peran diri adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan kelompok sosial terkait dengan fungsi seseorang di dalam
masyarakat.
e. Identitas Diri
Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dimiliki oleh
seseorang dari hasil observasi dan penilaian dirinya, menyadari bahwa
dirinya berbeda dengan orang lain. Komponen konsep diri ini mulai
terbentuk dan berkembang sejak masa kanak-kanak.
3. Jenis-Jenis Konsep Diri
Secara umum, self-concept dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Konsep Diri Positif
Orang yang memiliki konsep diri positif akan lebih mudah beradaptasi
dengan banyak situasi. Ia memandang hal-hal buruk memiliki hikmah dan
bukan sebagai akhir dari segalanya. Orang seperti ini biasanya lebih
percaya diri, optimis dan selalu berpikir ada yang bisa dipecahkan.
10
Ciri-ciri individu yang memiliki konsep diri positif adalah:
Menganggap orang lain sama dengan dirinya
Punya keyakinan mampu mengatasi bermacam masalah
Bisa menerima pujian tanpa merasa malu
Punya kesadaran bahwa orang lain punya perasaan, keinginan, dan
perilaku yang belum tentu diterima semua anggota masyarakat
Keinginan dan kemampuan dalam memperbaiki diri sendiri
b. Konsep Diri Negatif
Orang-orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung lebih
pesimistik dan sulit melihat kesempatan dalam kesulitan. Bahkan, mereka
merasa kalah sebelum mencoba. Jika pun gagal, orang-orang seperti ini
akan menyalahkan keadaan, orang lain atau diri sendiri.
Ciri-ciri individu yang memiliki konsep diri negatif adalah:
Merasa pesimis setiap kali menghadapi persaingan
Sangat sensitif terhadap kritikan
Responsi terhadap pujian
Cenderung bersikap hiperkritis
Punya perasaan tidak disenangi oleh orang lain
4. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Masalah yang terjadi pada manusia sebagian besar berakar pada cara
pandangnya terhadap diri sendiri. Pemahaman ini kerap berakar dari pikiran
negatif baik pada diri sendiri, seperti merasa inferior, tidak berguna, tidak
cantik dan berbagai kritik pada diri sendiri yang justru membangun
problematika.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi self-concept seseorang selain pola
asuh orang tua, diantaranya:
a. Kegagalan
Disadari atau tidak, kegagalan yang terjadi secara terus menerus akan
memberikan pertanyaan besar pada kemampuan diri sendiri yang berujung
pada anggapan lemah dan tidak berguna.
b. Depresi
Ketika seseorang dilanda depresi, ia akan cenderung memikirkan hal
11
yang negatif.
c. Overthinking
Bersikap overthinking sangatlah tidak baik karena bisa mengarah ke
pikiran yang buruk, terlebih pada penilaian diri sendiri. Seseorang
cenderung menilai diri sendiri ke arah yang negatif sehingga berpikir
terlalu berlebihan harus segera dihentikan.
C. Evaluasi
1. Jelaskan tentang konsep diri?
12
BAB III
Materi 2
Kesehatan spiritual
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu
memahami, menjelaskan dan menerapkan tentang kesehatan spiritual
B. Materi
KESEHATAN SPIRITUAL
13
memungkinkan individu untuk memperoleh manfaat dari
pembelajaran seumur hidup. Belajar untuk mengetahui dan
memahami, menemukan, mengerti, dan peduli dengan alam sekitar,
serta membantu manusia membedakan mana yang benar dan mana
yang salah.
b. Learning to do
Belajar untuk melakukan artinya menekankan seseorang untuk
berperilaku dengan baik dan benar dalam berbagai macam situasi
dan menekankan pembelajaran berdasarkan pengalaman atau
proses mengartikan sesuatu dengan pengalaman langsung.
Hubungan antara pengetahuan dan dunia nyata tergantung dari
kemampuan individu tersebut mengatur dan beradaptasi dengan
peraturan dalam berbagai situasi yang tidak terduga di kehidupan
nyata.
c. Learning to be
Belajar mengembangkanmind and body, intelegensi,
sensitivitas, aesthetic sense, tanggung jawab dan nilai spiritual
seseorang serta kesempurnaan personalitas seseorang. Bertujuan
untuk memenuhi kesempurnaan dan perkembangan seseorang
dengan cara yang holistik.
d. Learning to live together
Belajar untuk hidup bersama (manusia, makhluk hidup, dan alam
sekitar) dipandang perlu untuk mengembangkan pemahaman orang
lain, sejarah, tradisi, dan spiritualitas mereka.
Dikembangkannya spirit empathy, saling memahami, damai, dan
solidaritas sepanjang hidup mereka (UNESCO,2014).
2. Spiritualitas dalam keperawatan
Spiritualitas merupakan faktor penting yang membantu individu
mencapai keseimbangan yang diperlukan untuk memelihara kesehatan dan
kesejahteraan, serta untuk beradaptasi dengan penyakit. Peneliti
menunjukkan spiritualitas yang positif mempengaruhi dan meningkatkan
kesehatan, kualitas hidup, perilaku yang meningkatkan kesehatan, dan
14
kegiatan pencegahan penyakit (Aaron et al., 2003; Figueroaet al., 2006;
Gibson dan Hendricks, 2006; Grey et al.,2004; Grimsley, 2006; Poter &
Perry, 2011).
Asuhan keperawatan juga meliputi tindakan untuk menolong klien
menggunakan sumber daya spiritual selama mereka menentukan dan
menggali apa yang paling berarti dalam kehidupan mereka dan
menemukancara untuk beradaptasi dengan akibat yang ditimbulkan oleh
penyakit dan tekanan Kepercayaan dan keyakinan dalam diri seseorang
merupakan sumber daya yang paling kuat untuk proses penyembuhan.
Spiritualitas memberikan individu energi yang dibutuhkan untuk
menumbuhkan kesadaran diri dalam mengambil hikmah dan kepercayaan
terhadap kekuatan Tuhan. Energi yang berasal dari spiritualitas membantu
klien merasa sehat dan membantu membuat pilihan sepanjang kehidupan.
Kekuatan batiniah merupakan suatu sumber energi yang menanamkan
harapan, memberikan motivasi, dan mempromosikan harapan yang positif
pada kehidupan (Poter & Perry, 2011)
Penyakit atau trauma menciptakan suatu perjuangan yang tidak
diharapkan untuk menggabungkan dan beradaptasi dengan kenyataan baru
(misalnya kecacatan). Kekuatan spiritualitas klien mempengaruhi
bagaimana klien beradaptasi dengan penyakit yang tiba-tiba dan seberapa
cepat klien beralih kemasa pemulihan. Perawat menggunakan pengetahuan
kesejahteraan spiritual individu untuk memaksimalkan perasaan damai dan
penyembuhan dari dalam (Grant, 2004; Potter dan Perry, 2010).
15
1) FICA
i. Faith and believe
Pertanyaan yang mengacu pada keyakinan dan
kepercayaan (agama) klien dan seberapa penting keyakinan
tersebut terhadap klien dalam menghadapi stressor dan
kehidupan klien menjadi lebih berarti.
ii. Importance
Keyakinan dan kepercayaan setiap klien berbeda, nilai
terhadap kehidupan, pengaruh terhadap perilaku sehari-
hari dalam menyikapi sehat dan sakit, serta peran
keyakinan dan kepercayaan dalam mendapatkan kembali
kesehatan klien.
iii. Community
Apakah klien termasuk dari bagian kesehatan spiritual di
komunitas tempat tinggal klien, seberapa jauh dukungan
yang diberikan terhadap klien serta adakah tokoh atau figur
tertentu yang dianggap penting dalam kehidupan
spiritualitas klien.
iv. Address in care
Bagaimana penilaian klien terhadap kita sebagai pemberi
pelayanan kesehatan. Apakah klien menyukai kita atau
sebaliknya, serta apa yang klien harapkan untuk mengatasi
masalah ini dalam perawatan kesehatan.
2) HOPE
i. Sumber harapan, kenyamanan, kekuatan, dan sistem
dukungan
ii. Agama dan nilai agama tersebut bagi klien
iii. Spiritualitas personal dan aplikasi dalam kehidupan sehari-
hari serta dampak pada kesehatan. Bagaimana pengaruh
situasi saat ini dalam melakukan kegiatan spiritual klien serta
hubungan klien terhadap Tuhan.
b. Membuat rencana spiritual care : menggambarkan intervensi yang
16
direncanakan, dibangun untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan
kebutuhan seseorang.
1) Menawarkan satu persatu tindakan keperawatan spiritualitas
yang tersedia sesuai dengan keinginan dan kepercayaan klien.
Spritual hanya hal-hal yang berhubungan dengan agama,
spiritualitas bisa berasal dari hubungan teman dan saudara atau
seseorang yang sangat berarti bagi klien.
2) Klien bisa mengambil dalam ritual-ritual agama tertentu sesuai
dengan keyakinan dan kepercayaan klien. Beberapa orang
mungkin ingin menjelajahi agama yang berbeda untuk melihat
apa yang mungkin tepat untuk mereka.
3) Klien mungkin berpikir itu bisa membantu mereka untuk
menghabiskan waktu sendirian dalam doa atau meditasi. Untuk
ini mereka membutuhkan ruang yang tepat, waktu dan sumber
daya.
4) Klien bisa kontak lebih informal dengan komunitas iman mereka,
5) Ide-ide dari kegiatan non-religius bisa menginspirasi mereka
secara rohani dan membantu mereka utnuk menemukan makna
dan tujuan didalam pengalaman-pengalaman saat ini maupun
masa depan mereka.
c. Pelaksanaan : pelaksanaan perawatan yang dijelaskan dalam rencana
perawatan. Siapa, kapan, dan bagaimana akan tergantung pada keadaan
spiritual klien. Mengatasi rohani klien perlu dilakukan sesuai dengan
rencana perawatan yang telah dibuat sebelumnya, akan tetapi harus
disesuaikan dengan kondisi klien.
1) Jika orang memiliki spiritualitas tidak sehat, dan berisiko tidak
terkendali dan berperilaku merusak, tidak mungkin untuk
melakukan penilaian spiritual dan membuat rencana perawatan
spiritual sampai klien menjadi lebih tenang.
2) Klien yang mengalami kurang kesadaran spiritual, pendekatan
kreatif sangat diperlukan. Melibatkan latar belakang budaya dan
dan agama juga diperlukan dalam pelaksanaanspiritual care.
17
3) Klien yang tidak mengalami gangguan dalam spiritualitas penting
untuk menjaga keadaan tersebut. Dukungan harus ditawarkan
dengan orang yang tepat atau sesuai dengan keinginan klien.
Akan tetapi, seseorang dengan spiritulitas sehat mungkin tidak
selalu memiliki iman agama formal. Mereka mungkin ingin dapat
difasilitasi dengan
C. Evaluasi
1. Jelaskan tentang kesehatan spiritual!
18
BAB IV
Materi 3
Konsep seksualitas
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami,
menjelaskan dan menerapkan konsep seksualitas
B. Materi
KONSEP SEKSUALITAS
1. Pengertian Seksualitas
Seks merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat
total, multi-determined dan multi-dimensi. Oleh karena itu,
seksualitas bersifat holistik yang melibatkan aspek biopsikososial
kultural dan spiritual.
Identitas seksual adalah pengenalan dasar tentang seks diri
sendiri secara anatomis yang sangat berhubungan dengan kondisi
biologis, yaitu kondisi anatomis dan fisiologis, organ seks, hormon
dan otak dan saraf pusat. Seorang anak dapat menafsirkan secara
jelas perilaku orang lain yang sesuai dengan identitas seksualnya,
yang bagaimana seorang memutuskan untuk menafsirkan identitas
seksual untuk dirinya sendiri atau citra diri seksual (sexual self-
image) dan konsep diri.
Peran jender berhubungan dengan bagaimana identitas
jender seseorang diekspresikan secara sosial dalam perilaku jenis
seks yang sama atau berbeda. Identitas jender mulai berkembang
sejak usia 2 hingga 3 tahun yang dipengaruhi oleh faktor biologis
(embrionik dan sistem saraf pusat), anatomi genital dan pola orang
tua terhadap anak. Dengan demikian, sebenarnya peran jender
terbina melalui pengamatan.
19
Dalam hal ini dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya
seksualitas tidak terbatas hanya di tempat tidur atau bagian tubuh
saja, tetapi merupakan ekspresi kepribadian, perasaan fisik dan
simbolik tentang kemesraan, menghargai dan saling memperhatikan
secara timbal balik. Perilaku seksual seseorang sangat ditentukan
oleh berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan akan cinta dan kasih
sayang, rasa aman psikologis, serta harga diri sebagai wanita atau
pria. Pada kondisi dimana kesehatannya mengalami gangguan,
seseorang kemungkinan besar akan mengalami gangguan
pemenuhan kemenuhan kebutuhan seksualitasnya, yang dapat
ditampilkan melalui berbagai perilaku seksual.
Tinjauan Seksual Dari Beberapa Aspek
Makna seksual dapat ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya:
a. Aspek Biologis
Aspek ini memandang dari segi biologi seperti pandangan
anatomi dan fisiologi dari sistem reproduksi (seksual), kemampuan
organ seks, dan adanya hormonal serta sistem saraf yang berfungsi
atau berhubungan dengan kebutuhan seksual.
b. Aspek Psikologis
Aspek ini merupakan pandangan terhadap identitas jenis
kelamin,sebuah perasaan dari diri sendiri terhadap kesadaran
identirasnya, serta memandang gambaran seksual atau bentuk
konsep diri yang lain
c. Aspek Sosial Budaya
Aspek ini merupakan pandangan terhadap identitas jenis
kelamin,sebuah perasaan dari diri sendiri terhadap kesadaran
identirasnya, serta memandang gambaran seksual atau bentuk
konsep diri yang lain
2. Perkembangan Seksualitas
Perkembangan seksualitas diawali dari masa pranatal dan bayi,
kanak-kanak, masa pubertas, masa dewasa muda dan pertengahan
umur, serta dewasa
20
a. Masa Pranatal dan Bayi
Pada masa ini komponen fisik atau biologis sudah mulai
berkembang. Berkembangnya organ seksual mampu merespon
rangsangan, seperti adanya ereksi penis pada laki-laki dan adanya
pelumas vagina pada wanita. Perilaku ini terjadi ketika mandi, bayi
merasakan adanya perasaan senang. Menurut Sigmund Freud,
tahap perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah:
1) Tahap oral, terjadi pada umur 0-1 tahun. Kepuasaan,
kesenangan, atau kenikmatan dapat dicapai dengan cara
menghisap, menggigit, mengunyah, atau uk mendapat bersuara.
Anak memiliki ketergantungan sangat tinggi dan selalu minta
dilindungi untuk mendapat rasa aman. Masalah yang diperoleh
pada tahap ini adalah masalah menyapih dan makan.
2) Tahap anal, terjadi pada umur 1-3 tahun. Kepuasan pada tahap
ini terjadi pada saat pengeluaran feses. Anak mulai menunjukkan
keakuannya, sikapnya sangat narsistik (cinta terhadap diri
sendiri), dan egois. Anak juga mulai mempelajari struktur
tubuhnya. Pada tahap ini anak sudah dapat dilatih dalam hal
kebersihan.
b. Masa Kanak-Kanak
Masa ini dibagi dalam usia toddler, prasekolah, dan sekolah.
Perkembangan seksual pada masa ini diawali secara biologis atau
fisik, sedangkan perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah:
1) Tahap oedipal/phalik, terjadi pada umur 3-5 tahun. Kepuasan
anak terletak pada rangsangan otoerotis, yaitu meraba-raba,
merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya. Anak
juga mulai menyukai lain jenis. Anak laki-laki cenderung suka
pada ibunya daripada ayahnya, sebaliknya anak perempuan
lebih suka pada ayahnya. Anak mulai dapat mengidentifikasikan
jenis kelamin dirinya, apakah laki-laki atau perempuan, belajar
malalui interaksi dengan figur orang tua, serta mulai
21
mengembangkan peran sesuai dengan jenis kelamin.
2) Tahap laten, terjadi pada umur 5-12 tahun. Kepuasan anak mulai
terintegrasi, mereka memasuki masa pubertas dan berhadapan
langsung pada tuntutan sosial, seperti suka hubungan dengan
kelompoknya atau teman sebaya, dorongan libido mulai mereda.
Pada masa sekolah ini, anak sudah banyak bertanya tentang hal
seksual melalui intetraksi dengan orang dewasa, membaca, atau
berfantasi.
c. Masa Pubertas
Pada masa ini sudah terjadi kematangan fisik dari aspek seksual
dan akan terjadi kematangan secara psikososial. Terjadinya
perubahan secara psikologis ini ditandai dengan adanya perubahan
citra tubuh (body image), perhatian yang cukup besar terhadap
perubahan fungsi tubuh, pemelajaran tentang perilaku, kondisi
sosial, dan perubahan lain, seperti perubahan berat badan, tinggi
badan, perkembangan otot, bulu di pubis, buah dada, atau
menstruasi bagi wanita. Tahap yang disebut Freud sebagai tahap
genital ini terjadi pada umur lebih dari 12 tahun. Kepuasaan anak
pada tahp ini akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan
cinta yang matang terhadap lawan jenis.
d. Masa Dewasa Muda Dan Pertengahan Umur
Pada masa ini sudah terjadi kematangan fisik dari aspek seksual
dan akan terjadi kematangan secara psikososial. Terjadinya
perubahan secara psikologis ini ditandai dengan adanya perubahan
citra tubuh (body image), perhatian yang cukup besar terhadap
perubahan fungsi tubuh, pemelajaran tentang perilaku, kondisi
sosial, dan perubahan lain, seperti perubahan berat badan, tinggi
badan, perkembangan otot, bulu di pubis, buah dada, atau
menstruasi bagi wanita. Tahap yang disebut Freud sebagai tahap
genital ini terjadi pada umur lebih dari 12 tahun. Kepuasaan anak
pada tahp ini akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan
cinta yang matang terhadap lawan jenis.
22
e. Masa Dewasa Tua
Perubahan yang terjadi pada tahap ini pada wanita di antaranya
adalah atropi pada vagina dan jaringan payudara, penurunan cairan
vagina, dan penurunan intensitas orgasme pada wanita ; sedangkan
pada pria akan mengalami penurunan jumlah sperma,
berkurangnya intensitas orgasme, terlambatnya pencapaian ereksi,
dan pembesaran kelenjar prostat.
C. Evaluasi
a. Bagaimana Konsep seksualitas?
23
BAB V
Materi 4
Konsep stres adaptasi
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan konsep stres adaptif
B. Materi
Contoh:
Seorang mahasiswa gagal dalam ujian akhir program, mungkin ia
akan bekerja keras (terang-terangan), regresi dengan keluar dari
pendidikan, serta mungkin mau mengulang lagi dengan berusaha
semampunya (kompromi)).
c. Jenis Adaptasi
1) Adaptasi fisiologik – bisa terjadi secara lokal atau umum
Contoh: Seseorang mampu mengatasi stres, tangannya tidak
berkeringat dan tidak gemetar, serta wajahnya tidak pucat.
2) Adaptasi psikologis – bisa terjadi secara:
a) Sadar: Individu mencoba memecahkan/menyesuaikan diri dengan
masalah.
b) Tidak sadar: Menggunakan mekanisme pertahanan diri (defence
mechanism).
c) Menggunakan gejala fisik (konversi) atau
psikofisiologik/psikosomatik
Apabila seseorang mengalami hambatan atau kesulitan dalam
beradaptasi, baik berupa tekanan, perubahan, maupun ketegangan
emosi dapat menimbulkan stres. Stres bisa terjadi apabila tuntutan
atau keinginan diri tidak terpenuhi.
C. Evaluasi
1. Bagaimana konsep stres adaptasi
BAB VI
Materi 5
Konsep kehilangan, kematian, dan berduka
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu:
1. Memahami dan menjelaskan konsep kehilangan
2. Memahami dan menjelaskan konsep kematian
3. Memahami dan menjelaskan konsep berduka
B. Materi
KONSEP KEHILANGAN, KEMATIAN, DAN BERDUKA
1. Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai
sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin
terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik,
diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa
kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam
rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami
suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau
pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu.
b. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,
misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan,
misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan
perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
c. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-
tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai.
Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan
yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa
dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang
mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri
sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan
dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap,
sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang
misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan
kegunaan benda tersebut.
Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat
dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu
periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka
akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan
respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang
sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
d. Rentang Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
a. Fase denial
1) Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
2) Verbalisasi : itu tidak mungkin, saya tidak percaya itu terjadi.
3) Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
b. Fase anger / marah
1) Mulai sadar akan kenyataan
2) Marah diproyeksikan pada orang lain
3) Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan
mengepal.
4) Perilaku agresif.
c. Fase bergaining / tawar- menawar.
Verbalisasi :kenapa harus terjadi pada saya ? kalau saja yang sakit
bukan saya seandainya saya hati-hati.
d. Fase depresi
1) Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
2) Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
e. Fase acceptance
1) Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
2) Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”,
“ yah, akhirnya saya harus operasi “
2. Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap
kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas,
sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal
pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari
berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
3. Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses
berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat
digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya
dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan
mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap
perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri,
duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan,
diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan
kelelahan.
Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin
mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian
yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan
seseorang.
Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap
almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
C. Evaluasi
1. Bagaimana konsep kehilangan?
2. Bagaimana konsep kematian?
3. Bagaimana konsep berduka?
BAB VII
Materi 6
Kebudayaan dalam antropologi kesehatan
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali kebudayaan dalam antropologi kesehatan
B. Materi
Antropologi kesehatan merupakan subdisiplin baru dari ilmu
antropologi. Antropologi kesehatan muncul usai berakhirnya Perang Dunia
II. Pada waktu itu, banyak para ahli antropologi sosial budaya maupun
antropologi biologi yang semakin mendalami studi lintas budaya mengenai
sistem kesehatan. Para ahli antropologi sosial budaya mencoba memusatkan
perhatian pada pokok-pokok persoalan terkait sistem medis tradisional
(etnomedisin), masalah petugas-petugas kesehatan, dan profesionalitasnya.
Persoalan terkait hubungan petugas medis dan pasien, serta upaya
memperkenalkan pelayanan kesehatan barat kepada masyarakat tradisional
juga turut menjadi perhatian. Para ahli antropologi biologi pun
memperlihatkan ketertarikannya pada sistem budaya, tetapi pada pokok
pokok persoalan berbeda. Misalnya saja kaitan budaya dengan aspek
pertumbuhan dan perkembangan manusia, studi mengenai penyakit-
penyakit purba (paleopatologi), atau peranan penyakit dalam evolusi
manusia.
Foster dan Anderson (2009) percaya bahwa antropologi kesehatan
dapat didefinisikan sebagai aktivitas formal antropologi yang berhubungan
dengan kesehatan dan penyakit.
Untuk definisi kerja, antropologi kesehatan adalah istilah yang digunakan
oleh ahli-ahli antropologi untuk mendeskripsikan:
C. Evaluasi
1. Bagaimana kebudayaan dalam antropologi kesehatan
BAB VIII
Materi 7
Masyarakat rumah sakit dan kebudayaan
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali masyarakat rumah sakit dan kebudayaan
B. Materi
A. Definisi masyarakat rumah sakit dan kebudayaan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit BAB I Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Sedangkan Masyarakat adalah sekumpulan manusia saling “bergaul”, atau
dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi” (Koentjaraningrat, 2009) Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan masyarakat rumah sakit adalah
sekumpulan manusia yang saling berinteraksi didalam lingkungan rumah
sakit. Kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang
harus didapatkannya dengan belajar dan semua itu tersusun dalam
kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 2009). Kebudayaan rumah sakit
merupakan hasil belajar atau nilai yang tersusun dalam masyarakat rumah
sakit.
B. Konsep Masyarakat rumah sakit dan kebudayaan dalam keperawatan
a. Kebudayaan rumah sakit mencangkup beberapa hal yaitu :
a) Pasien
Kebudayaan RS perspektif pasien
1. Tidak enak, harus bayar, tidak gratis,
C. Evaluasi
1. Jelaaskan hubungan antara masyarakat rumah sakit dan kebudayaan?
BAB IX
Materi 8
Etiologi penyakit
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali tentang etiologi penyakit
B. Materi
Etiologi adalah sebab dari suatu penyakit atau serangkaian peristiwa
yang menyebabkan sakitnya penderita. Definisi lain etiologi adalah penetapan
sebab dari fenomena meliputi identifikasi faktor-faktor yang menimbulkan
penyakit. Sebagai contoh pada penyakit TBC paru, maka Mycobacterium
tuberculosis ditetapkan sebagai etiologinya. Selanjutnya ditetapkan faktor
etiologi lain seperti faktor lingkungan, status gizi dan risiko tertular dari
penderita lain.
Dalam terminologi etiologi terjadi perdebatan penggunaan istilah antara
penyebab dan agen penyakit. Sebagai contoh dalam menerangkan penyakit
Tuberkulosis,dikatakan bahwa mycobacterium adalah agen penyebab
sedangkan penyebabnya adalah kemiskinan, malnutrisi dan lingkungan.
Kita akan maklumi dan pahami perbedaan kedua istilah tersebut ketika
diterapkan lebih jauh dalam memahami penyakit. Seperti diketahui bahwa
penyakit dapat disebabkan oleh multifaktor yaitu keterlibatan beberapa faktor
bersama sama untuk menjadi penyebab penyakit. Semisal penyakit TBC paru
bukan hanya disebabkan oleh agen infeksi yaitu bakteri yang bernama
mycobacterium tuberculosis tetapi juga faktor lingkungan yang buruk. Contoh
lain yaitu penyakit yang sebelumnya tidak diketahui penyebabnya saat ini telah
ditemukan bahwa terdapat faktor genetik yang menjadi penyebab penyakit
anemia sel sabit dan haenofilia.
Pembahasan tentang sebab penyakit juga menyangkut masalah
hubungan sebab. Diterangkan bahwa hubungan sebab dapat bersifat absolut
atau tidak absolut (eksklusif). Hal tersebut dapat dijelaskan dengan contoh
penyakit kanker paru sebagai berikut. Para perokok berat ternyata tidak selalu
menderita kanker paru sehingga bisa dikatakan bahwa merokok tidak dapat
katakan sebagai penyebab utama karena untuk menderita kanker paru
diperlukan faktor lain.
Materi 9
Persepsi sehat sakit
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali persepsi sehat sakit
B. Materi
KONSEP SEHAT DAN SAKIT
5. Konsep Sehat
Pepatah terkenal mengatakan “Mensana in Corporesano” yang artinya di
dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Pernyataan tersebut
sudah sejak lama dikenal oleh banyak orang. Kebenaran bahwa dalam
tubuh sehat memang terdapat jiwa yang kuat, sehingga orang rutin
melakukan olah raga agar memiliki tubuh yang sehat dan bugar. Tubuh
yang sehat akan membuat kita dapat melakukan kegiatan seharI-hari
dengan baik, bersemangat, tidak mudah lelah, dan tidak mudah terserang
penyakit. Selain itu, di dalam tubuh yang sehat, terdapat psikis atau jiwa
yang sehat pula, selalu berprasangka baik, mampu mengelola setiap emosi
dengan baik pula. Semua tercermin dalam menjalani kehidupan ini,
seseorang melaluinya dengan tenang dan bahagia apapun kondisinya.
Upaya mencapai kedamaian dengan diri sendiri merupakan suatu
perjalanan panjang. Memiliki kondisi sehat adalah sebuah upaya. Hal itu
bisa dilakukan oleh individu sendiri maupun bantuan orang lain yang
memiliki kepedulian terhadap sesama. Keyakinan akan sehat timbul pada
setiap diri individu. Seseorang merasa dirinya sehat akan tampak dari raut
wajah dan semangatnya dalam menghadapi kehidupan dan setiap
permasalahan yang dihadapi. Raut wajah yang segar, tegar, dan kuat sering
kali ditampakkan badandiri seseorang yang merasa sehat. Keyakinan ini
sangat penting, sebagai bentuk prasangka baik terhadap diri atas karunia
Tuhan kepadanya.
Sehat adalah keadaan tubuh yang normal baik jasmani, rohani, dan
sosial, tidak terbatas dari suatu penyakit dan ketidakmampuan atau
kecacatan menurut WHO. UU No.36 tahun 2009, yang dimaksud kesehatan
dimana kondisi baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial dimana
setiap orang mampu hidup produktif baik sosial maupun ekonominya.
Ada pandangan bahwa tolok ukur yang digunakan untuk menetapkan
apakah seseorang sehat, haruslah berdasarkan kajian yang dilakukan oleh
profesional (Yuliandari, 2018: 20). Namun, ada juga pandangan bahwa
keyakinan sehat bergantung dari persepsi seseorang akan kondisi dirinya.
Berbicara tentang sehat yang berkaitan dengan kesehatan manusia
melibatkan dua aspek, yaitu aspek psikologi dan aspek psikososial. Karena
manusia adalah individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Konsep sehat
sangat berhubungan dengan sikap, nilai, perilaku yang berkembang. Sehat
merupakan tanggungjawab diri sendiri, sehingga pilihan akan makna sehat
yang sesungguhnya bergantung pada pandangan dan cara memperoleh
kesehatan setiap individu.
Menurut John Wayne (dalam Yuliandari, 2018: 24) bahwa ada 6
parameter kesehatan, yaitu : 1) fungsi fisik, orang sehat tidak mengalami
gangguan fisik, 2) kesehatan mental, dimana perasaan nyaman, mampu
mengontrol emosi diri, perilaku positif, 3) sosial well-being, hubungan
interpersonal aktif, 4) fungsi peran, tidak mengalami gangguan hubungan
dengan sesama, 5) persepsi umum pandangan diri tentang kesehatan
pribadi, 6) symtom-symtom, tidak ada gangguan fisiologi maupun
psikologi. Sehingga dari keenam parameter tersebut saling berkaitan.
Difinisi sehat yang di kemukakan oleh WHO:
a. Merekflesikan perhatian pada manusia.
b. Sehat dari sudut pandang lingkungan dari dalam dan luar.
c. Pemaknaan sehat sebagai pola hidup aktif berkarya dan berproduksi.
Materi 10
Peran dan perilaku pasien
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali tentang peran dan perilaku pasien
B. Materi
A. Pengkajian Transkultural
a. Pandangan social/budaya tentang penyakit
Dalam sosiologi terdapat perbedaan pandangan antara desease dan
illness. Menurut Conread dan Kern (1994) , disease adalah merupakan
gejala fisiologi yang mempengaruhi tubuh. Sedangkan illness adalah gejala
sosial yang menyertai atau mengelilingi disease. Masyarakat beranggapan
bahwa penyakit merupakan produk dari budaya (Geest).
b. Konstruksi social mengenai penyakit
Conread dan Kern (1994) menjelaskan bahwa penyakit merupakan
konstruksi budaya. Contohnya adalah perempuan sebagai mahluk lemah
dan tidak rasional yang terkungkung oleh faktor khas keperempuanan
sepertiorgan reproduksi dan keadaan jiwa mereka, kecendrungan untuk
mengkonstruksikan sindrom premenstruasi dan menopause sebagai
gangguan kesehatan yang memerlukan terapi khusus.
c. Persepsi sehat sakit
Persepsi masyarakat tentang kejadian penyakit berbeda antara
daerah yang satu dengan lainnya, karena tergantung dari kebudayaan yang
ada di masyarakat tersebut. Hal ini dapat turun dari satu generasi
kegenerasi berikutnya.
Contoh persepsi masyarakat tentang penyakit Malaria. Masyarakat
Papua; makanan pokoknya adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa-rawa
dan tidak jauh dari situ ada hutam lebat. Penduduk desa tersebut
beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum
setiap orang yang melanggar ketentuan. Pelanggaran dapat berupa
menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian dan lain-lain akan
diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil
dan muntah.
Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit tidak selalu
bersifat obyektif, karena itu petugas kesehatan harus berusaha semaksimal
mungkin menerapkan kriteria medis secara obyektif berdasarkan gejala
yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik individu.
B. Peran Pasien
Dalam kehidupan bermasyarakat, peran merupakan konsekuensi
dari status seseorang. Bila dalam masyarakat ada orang yang berstatus
sebagai perawat, dokter, bidan, atau pasien, maka terhadap individu-
individu tersebut diharapkan muncul perilaku yang sesuai dengan
statusnya masing-masing.
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang
diharapkan oleh individu sesuai dengan status sosialnya (Asmadi,
2008). Menurut Ralf Dahrendrof (dalam Veeger, 1993), peran dimaknai
sebagai satu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai, sikap yang
diharapkan oleh masyarakat muncul dan menandai sifat dan tindakan si
pemegang status atau kedudukan sosial.
Peran pasien adalah :
1. Menjaga komunikasi yang baik dengan perawat dan
tenaga kesehatan yang lain.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab sebagai
pasien.
3. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah
sakit.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
atas setiap tindakan.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
1. Peranan sakit
Orang yang berpenyakit (Having a disease) dan orang yang sakit
(Having a illness) adalah dua hal yang berbeda. Berpenyakit adalah
suatu kondisi patologis yang objektif, sedangkan sakit adalah evaluasi
atau persepsi individu terhadap konsep sehat sakit.
Dua orang atau lebih secara patologis menderita suatu jenis
penyakit yang sama. Bias jadi orang kesatu merasa lebih sakit dari yang
lain, dan bahkan orang yang satunya lagi tidak merasakan sakit sama
sekali. Hal ini disebabkan karena evaluasi atau persepsi mereka yang
berbeda tentang sakit.
2. Faktor yang memengaruhi tingkah laku sakit, peranan sakit, peranan pasien
a. Internal
1) Presepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami.
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu
rutinitas kegiatan sehari-hari. Misalnya: Tukang Kayu yang menderita sakit
punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan mengancam
kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan. Akan tetapi persepsi
seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang
takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya
dan tidak mau mencari bantuan.
2) Asal atau jenis penyakit.
Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin
mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan
segera mencari pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasanya berlangsung lama (>6 bulan)
sehingga jelas dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada.
b. Eksternal
1) Gejala yang dapat dilihat.
Gejala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan
Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan
lebih cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan,
karena mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang
dialaminya.
2) Ekonomi.
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap
terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari
pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
3) Kelompok social
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau
justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang
berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya
benjolan pada Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka
mendiskusikannya dengan temannya masing- masing. Teman Ny. A mungkin
akan mendorong mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu
dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny.B mungkin akan mengatakan itu
hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
4) Kemudahan akses terhadap sistem pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering
mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan
kesehatan. Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang
kompleks dan besar dan mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas
yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.
5) Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang
bersifat peningkatan kesehatan.
6) Latar belakang budaya
Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi
sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu
memahami latar belakang budaya yang dimiliki klien.
C. Perilaku Pasien
1. Perilaku sakit
Perilaku sakit (illness behaviour) mencakup respon seseorang terhadap sakit
dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan
gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya. Sedangkan perilaku
peran sakit (the sick role behaviour) dari segi sosiologi, orang sakit
( mempunyai peran yang mencakup hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban
sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh
orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarga), yang selanjutnya
disebut perilaku peran orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi:
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
b. Mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan atau
penyembuhan penyakit yang layak
c. Mengetahui hak dan kewajiban orang sakit
o Hak-hak orang sakit
Bebas dari segala tanggung jawab sosial yang normal,
Mengklaim bantuan atau perawatan kepada orang lain
o Kewajiban orang sakit
Kewajiban untuk sembuh dari penyakitnya
Mencari pengakuan, nasihat-nasihat, dan kerja sama
dengan para ahli (dalam hal ini petugas kesehatan) yang
ada didalam masyarakat.
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui
proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari
pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004; Notoatmodjo,
2003). Tingkat pengetahuan mencakup di dalam domain kognitif yang
mempunyai enam tingkatan, yaitu :
1. Tahu ( know )
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu
spesifik dari seluruh beban yang dipelajari.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya
satu sama yang lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian-penilaian itu,
didasarkan atas suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria yang tersedia.
7. Sikap
Sikap merupakan respon tertutup individu terhadap suatu
stimulus atau obyek, baik yang bersifat dari dalam maupun luar,
sehingga gejalanya tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut.
Sikap yang realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap
stimulus tertentu (Sunaryo,2004; Purwanto, 1999). Tingkatan respon
adalah menerima (receiving), merespon (responding), menghargai
(valuing) dan bertanggung jawab (responsible) (Sunaryo, 2004;
Purwanto, 1999 ).
8. Kepercayaan
Keyakinan seseorang terhadap satu hal tertentu akan
mempengaruhi perilaku individu dalam menghadapi suatu penyakit
yang mempengaruhi kesehatannya (Green, 2000).
9. Nilai-nilai
Norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang
(Green, 2000).
10. Persepsi
Persepsi merupakan proses pengorganisasian, terhadap suatu
rangsang yang diterima oleh individu sehingga merupakan sesuatu yang
mempunyai arti dan menyeluruh dalam diri individu. Individu yang
mempunyai persepsi yang baik tentang sesuatu cenderung akan
berperilaku sesuai dengan persepsi yang dimilikinya (Sunaryo, 2004;
Notoatmodjo, 2003).
BAB XII
Materi 11
Respon sakit/nyeri pasien
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali tentang respon sakit/nyeri pasien
B. Materi
A. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau
yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.1,7 Nyeri bersifat
subjektif dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti budaya, pengalaman-
pengalaman nyeri sebelumnya, mood, kepercayaan, dan kemampuan untuk
menyesuaikan diri.
B. Klasifikasi Nyeri
Nyeri berdasarkan durasi terbagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.
Nyeri berdasarkan patofisiologi terdiri dari nyeri fisiologis, nosiseptif dan
neuropatik.
Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri dengan onset segera dan
memiliki durasi terbatas. Nyeri akut biasanya memiliki hubungan
temporal dan kausal dengan perlukaan seperti pembedahan, trauma
dan infeksi yang menyebabkan peradangan. Nyeri kronik umumnya
menetap lebih dari waktu penyembuhan suatu perlukaan (>3-6 bulan)
dan sering tidak memiliki penyebab yang jelas.
Nyeri fisiologis merupakan rasa ketidaknyamanan non traumatic yang
segera dengan durasi yang sangat singkat. Nyeri fisiologis sebagai
penanda bagi individu terhadap adanya potensi stimulus lingkungan
yang berpotensi menyebabkan cedera, seperti objek yang panas dan
menginisisasi refleks menghindar yang mencegah atau meminimalisasi
kerusakan jaringan. Nyeri ini sifatnya sementara, hanya selama ada
rangsang nyeri dan dapat dilokalisir.
Nyeri nosiseptif merupakan akibat adanya kerusakan sel setelah
operasi, trauma atau cedera yang berhubungan dengan penyakit. Nyeri
nosiseptif juga disebut dengan inflamasi karena inflamasi perifer dan
mediator inflamasi berperan penting dalan inisisasi serta
perkembangannya. Secara umum, intensitas nyeri nosiseptif sesuai
dengan besarnya kerusakan jaringan serta lepasnya mediator inflamasi.
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang disebabkan oleh lesi atau disfungsi
patologi pada sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Nyeri neuropatik
sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak bertujuan atau tidak
jelas kerusakan organnya. Nyeri neuropatik bersifat terus menerus atau
episodik dan digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa
terbakar, tertusuk, shooting, seperti kejutan listrik, pukulan, remasan,
spasme atau dingin. Beberapa hal yang mungkin berpengaruh pada
terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer, timbulnya aktifitas
listrik ektopik secara spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi struktur,
adanya proses disinhibisi sentral, dimana mekanisme inhibisi dari
sentral yang normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada
koneksi neural, dimana serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas
dari yang normal.5
C. Patofisiologi Nyeri
Nyeri timbul akibat adanya rangsangan oleh zat-zat algesik pada
reseptor nyeri yang banyak dijumpai pada lapisan superficial kulit dan pada
beberapa jaringan di dalam tubuh, seperti periosteum, permukaan sendi, otot
rangka dan pulpa gigi. Zat-zat algesik yang mengaktifkan reseptor nyeri adalah
ion K, H, asam laktat, serotonin, bradikinin, histamin dan prostaglodin. Respon
terhadap stimulus untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor yang merupakan
ujung-ujung saraf bebas tidak bermielin yang mampu mengubah berbagai
stimulus menjadi impuls saraf, yang diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi
nyeri. Badan-badan sel saraf tersebut terdapat pada ganglia radiks dorsalis,
atau saraf trigeminal pada ganglia trigeminal, dan badan-badan sel saraf
tersebut mengirimkan satu cabang serat saraf menuju ke perifer, serta cabang
lainnya menuju medula spinalis atau batang otak.
Nosiseptor diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu saraf-saraf tidak
bermielin dan berdiameter kecil yang mengkonduksikan impuls saraf dengan
lambat, yaitu serabut saraf C dan saraf-saraf bermielin berdiameter lebih besar
yang mengkonduksikan impuls-impuls saraf lebih cepat yaitu serabut saraf Aδ.
Impuls-impuls saraf yang dikonduksikan oleh serat nosiseptor Aδ
menghasilkan sensasi nyeri yang tajam dan cepat, sedangkan serat nosiseptor C
menghasilkan sensasi nyeri yang tumpul dan terlambat. Kebanyakan
nosiseptor beujung bebas yang mendeteksi adanya kerusakan jaringan.
Selama proses inflamasi, nosiseptor menjadi lebih peka dan
mengakibatkan nyeri yang terus menerus. Rangkaian proses yang menyertai
antara kerusakan jaringan sebagai sumber stimuli nyeri sampai dirasakannya
persepsi nyeri adalah suatu proses elektrofisiologik yang disebut sebagai
nosisepsi. Terdapat empat proses dalam nosisepsi, yakni : transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi.
1. Transduksi
Transduksi merupakan proses pengubahan stimuli nyeri
(noxious stimuli) menjadi suatu impuls listrik pada ujung-ujung saraf.7
Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang
berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor
ini (nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus
yang datang seperti kerusakan jaringan atau trauma.8 Trauma tersebut
kemudian menghasilkan mediator- medator nyeri perifer sebagai hasil
dari respon humoral dan neural. Prostaglandin beserta ion H+ dan K+
berperan penting sebagai activator primer nosiseptor perifer serta
menginisiasi respon inflamasi dan sensitisasi perifer yang menyebabkan
pembengkakan jaringan dan nyeri pada lokasi cedera.5
2. Transmisi
Transmisi merupakan serangkaian kejadian-kejadian neural
yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses
transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf
berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar. Saraf aferen
akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini
dilanjutkan melalui sistem contralateral spinalthalamic melalui ventral
lateral dari thalamus menuju cortex serebral. Proses penyaluran impuls
melalui saraf sensoris setelah proses transduksi. Impuls ini akan
disalurkan oleh serabut Aδ fiber dan C fiber sebagai neuron pertama
dari perifer ke medula spinalis.7 Proses tersebut menyalurkan impuls
noxious dari nosiseptor primer menuju ke sel di dorsal horn medulla
spinalis.
3. Modulasi
Modulasi adalah proses yang mengacu kepada aktivitas neural
dalam upaya mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut. Proses
modulasi melibatkan sistem neural yang komplek. Impuls nyeri ketika
sampai di saraf pusat akan dikontrol oleh sistem saraf pusat dan
mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari system saraf
seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan
melalui saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi
efektor.
d. Persepsi
Persepsi adalah proses yang subjective. Persepsi merupakan
hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai
dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya
menghasilkan suatui perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri.7 Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan
proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan tetapi juga meliputi
cognition (pengenalan) dan memory (mengingat). Oleh karena itu,
faktor psikologis, emosional, dan berhavioral (perilaku) juga muncul
sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut.
Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu
fenomena yang melibatkan multidimensional.
Materi 12
Globalisasi & perspektif transkultural
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali tentang globalisasi & perspektif transkultural
B. Materi
Office of Minority Health (OMH) (n.d) menggambarkan budaya sebagai ide-
ide, komunikasi, tindakan, kebiasaan, kepercayaan, nilai-nilai, adat istiadat dari
kelompok ras, etnik, agama, atau sosial. Budaya meliputi segala aspek
kehidupan di dalam manusia. Budaya menunjukkan cara pandang seseorang
dalam mengambil keputusan.
Keperawatan transkultural didefinisikan sebagai penelitian perbandingan
budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan perbedaan
(budaya tertentu) di antara kelompok manusia. Tujuan keperawatan
transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya atau
pelayanan yang sesuai pada nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya.
Mengetahui nilai-nilai pelayanan budaya klien, arti, kepercayaan, dan
praktiknya sebagai hubungan antara perawat dan pelayanan kesehatan
mewajibkan perawat untuk menerima aturan pelajar atau teman sekerja
dengan klien dan keluarganya dalam bentuk karakteristik arti dan keuntungan
dalam pelayanan.
Pelayanan kompeten secara budaya adalah kemampuan perawat
menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya yang
berbeda, serta membuat klien dan keluarganya mencapai pelayan yang penuh
arti dan suportif. Contohnya, perawat yang mengetahui tentang kebudayaan
kliennya, maka perawat memerlukan dukungan dalam menyesuaikan keadaan
klien. Klien juga membutuhkan informasi, perundingan, dan permintaan.
Kompetensi budaya adalah proses perkembangan kesadaran budaya,
pengetahuan, keterampilan, pertemuan, dan keinginan. Perawat harus bisa
mengintrospeksi tentang latar belakang dirinya. Perawat juga harus memiliki
pengetahuan yang merupakan perbandingan antar kelompok. Keterampilan
budaya termasuk pengkajian social maupun budaya yang mempengaruhi
pengobatan dan perawatan klien. Pertemuan sebagai mediapembelajaran.
Keinginan sebagai motivasi dan komitmen pelayanan.
Konflik budaya juga dapat muncul dalam proses keperawatan. Konflik
budaya yang muncul dapat berupa etnosentrisme, pemikiran bahwa cara hidup
yang dianut lebih baik dibandingkan dengan budaya lain. Hal ini menyebabkan
adanya pilihan untuk mengabaikan budaya dan menggunakkan nili-nili dan
gaya hidup mereka sebagai petunjuk dalam berhubungan dengan klien dan
menafsirkan tingkah laku mereka.
Globalisasi menyebabkan tuntutan asuhan keperawatan semakin besar.
Perpindahan penduduk dan pergeseran tuntutan keperawatan dapat terjadi.
Perawat yang tidak mampu menyesuaikan asuhan keperawatan terhadap
kondisi yang ada akan menyebabkan penurunan kualitas pada pelayanan
keperawatan. Oleh karena itu, hal ini menyebabkan dibutuhkannnya
peningkatan terhadap profesi keperawatan. Peningkatan pengetahuan,
koordinasi antar profesi atau tenaga kerja kesehatan lain sangat diperlukan.
Perawat harus lebih aktif dalam menghadapi globalisasi terutama dalam
pelayanan kesehatan.
C. Evaluasi
Jelaskan tentang globalisasi & perspektif transkultural!
BAB XIV
Materi 13
Diversity dalam masyarakat
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali tentang diversity dalam masyarakat
B. Materi
A. Pengertian Diversity (Keragaman)
Keragaman berasal dari kata ragam yang menurut kamus besar bahasa
indonesia artinya tingkah laku, macam jenis, lagu musik langgan, warna
corak ragi, laras. Sehingga kergaman berarti perihal beraga-ragam berjenis-
jenis;perihal ragam hal jeniskergaman yang di maksud di sini suatu kondisi
dalam masyarakat dimana terdapat perbedaaa-perbedaan dalam berbagai
bidang, terutama suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan,ideologi,adat
kesoponan serta situasi ekonomi.
Realitas di atas harus di akui dengan sikap terbuka logis, dan dewasa
karena dengannya, kemajemukkan yang ada dapat di pertumpul. Jika
keterbukaan dan kedewasaan sikap dikesampingkan, besarkemungkinan
tercipta masalah-masalah menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa
seperti:
1. Disharmonisasi, adalah tidak adanya kesesuaian atas keragaman
antara manusia dengan dunia lingkungannya. Disharmonisasi di bawa
oleh virus paparoks yang ada dalam globalisasi. Paket globalisasi begitu
memikat masyarakat dunia dengan tawarannya akan keseragman global
untuk maju bersama dan komunikasi gaya hidup ,manusia yang bebas
dan harmonis dalam tatanan dunia, dengan menyampingkan keunikan
dan keberagaman indonesia sebagai pelaku utama.
2. Perilaku diskriminatif terdapat etnis atau kelompok masyarakat
tertentu akan muncul masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam
berbagai bidang yang tentu saja yang tidak mengentungkan bagi hidup
berbangsa dan bernegara.
3. Eksklusivme,realisis, bersumber dari superioritas, alasannya dapat
bermacam-macam antara lain; keyakinan bahwa secara koadrati
ras/sukunya ke kelompoknya lebih tinggi dari ras/suku/kelompok lain
C. Evaluasi
Jelaskan tentang diversity dalam masyarakat!
BAB XV
Materi 14
Teori Kulture Care Leininger
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali tentang teori kulture care leininger
B. Materi
Teori Kulture Care Leininger
C. Evaluasi
Jelaskan tentang teori kulture care leininger!
BAB XVI
Materi 15
Pengkajian budaya
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali tentang pengkajian budaya teori kulture care leininger
B. Materi
Pengkajian Budaya
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu :
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya
adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada
penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan
jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan,
kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi
sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan
diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas
budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah :
peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah
anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang
dirawat.
- Jangan membuat streotip bisa terjadi konflik misal : orang padang pelit,
orang jawa halus
C. Evaluasi
Jelaskan tentang Pengkajian budaya !
BAB XVII
Materi 16
Aplikasi keperawatan transkultural dalam berbagai
masalah kesehatan pasien
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali tentang aplikasi keperawatan transkultural dalam
berbagai masalah kesehatan pasien
B. Materi
Definisi KeperawatanTranskultural
Pengertian Transkultural bila ditinjau dari makna kata , transkultural
berasal dari kata trans dan culture, trans berarti alur perpindahan, jalan lintas
atau penghubung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti
melintang , melintas , menembus , melalui. Culture berarti budaya . Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti; -kebudayaan , cara pemeliharaan ,
pembudidayaan. - Kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum
berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya ,
sedangkan cultural berarti; sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan. Budaya
sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat. Dan kebudayaan berarti hasil
kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia seperti kepercayaan ,
kesenian dan adat istiadat atau keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakan untuk menjadi pedoman tingkah lakunya. Jadi ,
transkultural dapat diartikan sebagai lintas budaya yang mempunyai efek bahwa
budaya yang satu mempengaruhi budaya yang lain atau juga pertemuan kedua
nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial.
TransculturalNursing merupakan suatu area yang berkaitan dengan perbedaan
maupun kesamaan nilai– nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda , ras , yang
mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan
kepada klien / pasien ) menurut Leininger ( 1991 ). Leininger beranggapan bahwa
sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam
penerapan asuhan keperawatan kepada klien.
Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya
kepada manusia (Leininger, 2002).
Perilaku caring adalah bagian dari keperawatan yang membedakan,
mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan caring
adalah tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu
secara utuh. Perilaku ini seharusnya sudah tertanam di dalam diri manusia sejak
lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai individu
tersebut meninggal. Hal ini tetap ikut berkembang dengan seturut jalannya
perkembangan manusia tersebut.
Tujuan Penggunaan KeperawatanTranskultural
Menurut Leniger tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah
dalam pengembangan sains dan ilmu yang humanis sehingga tercipta praktek
keperawatan pada kebudayaan yang spesifik. Kebudayaan yang spesifik adalah
kebudayaan dengan nilai dan norma yang spesifik yang tidak dimiliki oleh
kelompok lain contohnya suku Osing, Tengger dan Dayak. Sedangkan, kebudayaan
yang universal adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang diyakini dan
dilakukan oleh hampir semua kebudayaan seperti budaya olahraga untuk
mempertahankan kesehatan.
Dengan adanya keperawatan transkultural dapat membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya.
Perawat juga dapat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan status kesehatan. Misalnya, jika klien
yang sedang hamil mempunyai pantangan untuk makan makanan yang berbau
amis seperti akan, maka klien tersebut dapat mengganti ikan dengan sumber
protein nabati yang lain. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan
dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga budaya dipandang sebagai
rencana hidup yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Konsep Dalam KeperawatanTranskultural
C. Evaluasi
Bagaimana aplikasi keperawatan transkultural dalam berbagai masalah
kesehatan pasien?
BAB XVII
Materi 16
Aplikasi keperawatan transkultural dalam berbagai
masalah kesehatan pasien
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan kembali tentang aplikasi keperawatan transkultural dalam
berbagai masalah kesehatan pasien
E. Materi
Definisi KeperawatanTranskultural
Pengertian Transkultural bila ditinjau dari makna kata , transkultural
berasal dari kata trans dan culture, trans berarti alur perpindahan, jalan lintas
atau penghubung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti
melintang , melintas , menembus , melalui. Culture berarti budaya . Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti; -kebudayaan , cara pemeliharaan ,
pembudidayaan. - Kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum
berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya ,
sedangkan cultural berarti; sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan. Budaya
sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat. Dan kebudayaan berarti hasil
kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia seperti kepercayaan ,
kesenian dan adat istiadat atau keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakan untuk menjadi pedoman tingkah lakunya. Jadi ,
transkultural dapat diartikan sebagai lintas budaya yang mempunyai efek bahwa
budaya yang satu mempengaruhi budaya yang lain atau juga pertemuan kedua
nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial.
TransculturalNursing merupakan suatu area yang berkaitan dengan perbedaan
maupun kesamaan nilai– nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda , ras , yang
mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan
kepada klien / pasien ) menurut Leininger ( 1991 ). Leininger beranggapan bahwa
sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam
penerapan asuhan keperawatan kepada klien.
Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya
kepada manusia (Leininger, 2002).
Perilaku caring adalah bagian dari keperawatan yang membedakan,
mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan caring
adalah tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu
secara utuh. Perilaku ini seharusnya sudah tertanam di dalam diri manusia sejak
lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai individu
tersebut meninggal. Hal ini tetap ikut berkembang dengan seturut jalannya
perkembangan manusia tersebut.
Tujuan Penggunaan KeperawatanTranskultural
Menurut Leniger tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah
dalam pengembangan sains dan ilmu yang humanis sehingga tercipta praktek
keperawatan pada kebudayaan yang spesifik. Kebudayaan yang spesifik adalah
kebudayaan dengan nilai dan norma yang spesifik yang tidak dimiliki oleh
kelompok lain contohnya suku Osing, Tengger dan Dayak. Sedangkan, kebudayaan
yang universal adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang diyakini dan
dilakukan oleh hampir semua kebudayaan seperti budaya olahraga untuk
mempertahankan kesehatan.
Dengan adanya keperawatan transkultural dapat membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya.
Perawat juga dapat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan status kesehatan. Misalnya, jika klien
yang sedang hamil mempunyai pantangan untuk makan makanan yang berbau
amis seperti akan, maka klien tersebut dapat mengganti ikan dengan sumber
protein nabati yang lain. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan
dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga budaya dipandang sebagai
rencana hidup yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Konsep Dalam KeperawatanTranskultural
F. Evaluasi
Bagaimana aplikasi keperawatan transkultural dalam berbagai masalah
kesehatan pasien?
REFERENSI
Andrew,MM & Boyle, J.S (2008). Transcultural Concepts in nersing care. 5th ed.
Lippincott, USA
Leininger, MM & McFarland, MR. (2006). Culture Care Diversity and Universality:
A Worldwide Nursing Theory. 2th ed. Jones & Bartlett Publisher.
Wagiyo, M.S., 2004. Cet.4. Teori Sosiologi Modern. Pusat penerbitan Universitas
Terbuka. Jakarta.