Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Modifikasi perilaku merupakan teknik dalam psikologi untuk menghilangkan perilaku


maladaptive atau perilaku yang kurang baik dalam masyarakat. Ada berbagai macam prinsip
dalam modifikasi perilaku salah satunya adalah dengan hukuman (hukuman). Hukuman
adalah suatu teknik dalam mofikasi perilaku yang berupa pemberian respon yang tidak
menyenangkan atau pun menghilagkan respon yang menyenangkan apabila individu
melakukan tindakan yang tidak baik.
Hukuman dibagi menjadi dua macam yaitu hukuman negative dan hukuman positif.
Selain itu, terdapat dua macam hukuman yang didasarkan pada waktu pemberian hukuman.
Hukuman langsung dan hukuman tertunda. Dalam menerapkan teknik hukuman tedapat
faktor yang mempengaruhi keefektifan dari hukuman dan juga kekurangan serta kelebihan
hukuman sebagai salah satu prinsip dalam modifikasi perilaku.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Hukuman?
2. Bagaimana Pembagian Hukuman
3. Apa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keefektifan Hukuman
4. Perinsip Hukuman
5. Masalah Yang Timbul Dari Hukuman
6. Bagaimana Prinsip-Prinsip Penerapan Hukuman
7. Apa Saja Macam-Macama Hukuman
8. Bagaimana Penerapan Hukuman Dalam Modifikasi Perilaku.
9. Apa Dampak Positif Dan Negatif Hukuman

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian hukuman (hukuman)

Seperti telah diketahui bersama bahwa pelaksanaan pendidikan dan pengajaran tidak
akan terlepas dari pada bagaimana cara untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dari
semula dan/atau bagaimana cara mengajar agar bisa berjalan dengan lancar berdasarkan
metode atau alat yang akan digunakan. Alat pendidikan ialah suatu tindakan atau situasi yang
sengaja diadakan untuk tercapainya suatu tujuan pendidikan tertentu. Dalam menggunakan
alat pendidikan ini, pribadi orang yang menggunakannya adalah sangat penting, sehingga
penggunaan alat pendidikan itu bukan sekedar persoalan teknis belaka, akan tetapi
menyangkut persoalan batin atau pribadi anak.
Hukuman sebagai salah satu teknik pengelolaan kelas sebenarnya masih terus menjadi
bahan perdebatan. Akan tetapi, apa pun alasannya, hukuman sebenarnya tetap diperlukan
dalam keadaan sangat terpaksa, katakanlah semacam pintu darurat yang suatu saat mungkin
diperlukan. Hukuman merupakan alat pendidikan represif, disebut juga alat pendidikan
korektif, yaitu bertujuan untuk menyadarkan anak kembali kepada hal-hal yang benar
dan/atau yang tertib. Alat pendidikan represif diadakan bila terjadi suatu perbuatan yang
diangap bertentangan dengan peraturan-peraturan atau suatu perbuatan yang dianggap
melanggar peraturan. Penguatan negatif dan penghapusan sebenarnya bernilai hukuman juga.
Menyajikan stimulus tidak menyenangkan dalam pemakaian teknik penguatan negatif
maupun tidak memberikan penguatan yang diharapkan siswa dalam teknik penghapusan,
pada dasarnya adalah hukuman walaupun tidak langsung. Kalau penguatan negatif dan
penghapusan dapat dikatakan hukuman tidak langsung, maka yang dimaksud dengan hukuan
di sini adalah hukuman langsung, dalam arti dapat dengan segera menghentikan tingkah laku
siswa yang menyimpang. Dengan kata lain, hukuman adalah penyajian stimulus tidak
menyenangkan untuk menghilangkan dengan segera tingkah laku siswa yang tidak
diharapkan. Yang termasuk alat pendidikan di antaranya ialah berupa hukuman dan/atau
ganjaran.
Hukuman berasal dari bahasa inggris yaitu kata hukuman yang berarti law atau hukuman
atau sikasaan. Menurut istilah terdapat perbedaan terdapat berbagai pengetian yang
disampaikan oleh para ahli antara lain :

2
a. Hukuman adalah usaha edukatif untuk memperbaiki dan mengerahkan siswa kearah
yang benar, bukan praktek hukuman dan siksaan yang memasung kreatifitas (Malik
Fadjar)
b. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:150) yang mengemukakan bahwa.
Hukuman adalah suatu perbuatan dengan sengaja menjatuhkan nestapa kepada orang lain,
baik dari segi kejasmanian maupun kerohanian orang lain yang memiliki kelemahan dari
pada diri kita dan oleh karena itu kita mempunyai tanggung jawab membimbingnya dan
melindunginya. Hukuman (hukuman) adalah sebuah konsekuensi yang menurunkan
kemungkinan bahwa sebuah perilaku akan muncul.
c. Menurut Roestyah, hukuman adalah suatu perbuatan yang tidak menyenangkan dari
orang yang lebih tinggi kedudukannya untuk pelenggaran dan kejahatan, bermaksud
memperbaiki kesalahan.
d. Hukuman adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh
seseorang (guru, orang tua,dll)setelah terjadi pelanggaran, kejahatan auat kesalahan (M.
Ngalim Purwanto).
Hukuman tidaklah menjadi sebuah siksaan kepada seseorang yang melakukan kesalahan
akan tetapi dalam modifikasi periaku hukuman dijadikan sebagai cara untuk mengubah
perilaku yang kurang baik atau pun yang maladaptif agar menjadi lebih baik, bisa dikatakan
hukuman adalah cara untuk mendidik dan memotivasi seseorang menjadi lebih baik.
Hukuman diberikan untuk menyadarkan individu bahwa perbuatan yang dilakukan salah,
membentuk pribadi yang baik dan menanamkan tanggung jawab kepada individu atas
konsekuensi dari kesalahan atau pun pelanggaran yang dilakukan.

B. Pembagian Hukuman
Dalam teori Skinner hukuman dibagi menjadi dua yaitu:
a. Hukuman positif (positif hukuman) adalah berkurangnya perilaku ketika diikuti
dengan rangsangan yang tidak menyenangkan.
Contoh : seorang anak sekolah dasar yang ketahuan menyontek oleh gurunya diberi
hukuman dengan menyuruh untuk berdiri di depan kelas dengan mengangkat kaki
satu dan tangannya memegang telinga secara menyilang.
b. Hukuman negatif (negative hukuman) adalah berkurangnya perilaku ketika
rangsangan positif dihilangkan atau diambil.
Contoh : seorang anak yang tidak mau belajar maka uang sakunya akan dikurangi.

3
Menurut waktu pemberian hukuman, hukuman dibagi menjadi dua yaitu hukuman
langsung dan hukuman yang tertunda. Hukuman langsung adalah hukuman yang diberikan
segera setelah melakukan perbuatan yang salah. Hukuman ini lebih efektif untuk menurunkan
tingkat kemunculan perilaku yang kurang baik. Kedua, hukuman yang tertunda yang
diberikan secara langsung dengan jeda waktu yang tidak lama setelah melakukan suatu
kesalahan.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Hukuman


1. Immediacy/Kesegeraan
Waktu antara munculnya perilaku dan konsekuensi yang menguatkan adalah
faktor yang penting. Konsekuensi akan lebih efektif jika diberikan segera setelah
munculnya perilaku. Contoh: saat seorang siswa berkata kasar di kelas, maka guru
yang sedang mengajar segera menunjukkan wajah marah kepada siswa tersebut. Hal
ini akan menjadi lebih efektif jika dilakukan segera pada saat anak mengeluarkan
kata-kata kasar dibandingkan dengan menundanya hingga 30 menit kemudian atau
beberapa menit kemudian.

2. Contingency
Ketika respon secara terus menerus diikuti oleh konsekuensi yang segera,
akibatnya akan lebih efektif untuk menghentikan respon yang ingin dihilangkan.
Hukuman akan lebih efektif jika dipasangkan secara konsisten.

3. Establishing Operations
Establishing operations adalah kejadian yang mengubah nilai sebuah stimulus
menjadi sebuah penguat. Contoh: orang tua memberitahukan kepada anak-anaknya
yang berbuat nakal saat makan malam maka ia tidak akan mendapatkan makanan
penutup (dessert), menjadi kurang efektif jika saat itu anak sudah menikmati dua atau
lebih makanan penutup.

4. Individual Differences
Perbedaan Individual dan Magnitude/Kwantitas dari penghukum. Keefektifan
pemberian hukuman berbeda untuk setiap individu karena memang setiap individu
memang berbeda dalam merespon stimulus yang ia terima. Selain itu, penghukum
akan lebih efektif jika kwantitasnya banyak. Contoh: digigit nyamuk adalah sesuatu

4
yang dinilai sebagai stimulus yang sedikit tidak menyenangkan untuk kebanyakan
orang; perilaku memakai celana pendek di dalam hutan mungkin menjadi hukuman
karena nyamuk menggigit kaki, dan merindukan memakai celana panjang pada situasi
ini diperkuat secara negatif (negatively reinforced) untuk menghindari gigitan
nyamuk. Contoh lainnya, sebagai pembanding, adalah sakit yang sangat dirasakan
akibat sengatan lebah merupakan punisment bagi kebanyakkan orang. Orang akan
menghentikan perilaku yang akan mengakibatkannya disengat lebah dan
meningkatkan perilaku mereka yang dapat menghindarkan mereka dari sengatan
lebah. Karena disengat lebah lebih menyakitkan bila dibandingkan dengan digigit
nyamuk, maka sengatan lebah menjadi lebih efektif sebagai punisher.

D. Perinsip Hukuman
Dalam memberikan suatu hukuman, para pendidik hendaknya berpedoman kepada
perinsip "Punitur, Quia Peccatum est" artinya dihukum karena telah bersalah, dan
"Punitur, ne Peccatum" artinya dihukum agar tidak lagi berbuat kesalahan, (M.J.
Langeveld, 1995:117). Jika kita mengikuti dua macam perinsip tersebut, maka akan kita
dapatkan dua macam titik pandang, sebagaiman yang dikemukakan oleh Amin Danien
Indrakusuma, (1973:148) yaitu:
1. Titik pandang yang berpendirian bahwa hukuman itu ialah sebagai akibat dari pelanggaran
atau kesalahan yang diperbuat. Dengan demikian, pandangan ini mempunyai sudut tinjauan
ke belakang, tinjauan kepada masa yang lampau, yaitu pandangan "Punitur, Quia Peccatum
est";
2. Titik pandang yang berpendirian bahwa hukuman itu adalah sebagai titik tolak untuk
mengadakan perbaikan. Jadi, pandangan ini mempunyai sudut tinjau ke muka atau ke masa
yang akan datang, yaitu pandangan "Punitur, ne Peccatur" .

E. Masalah yang Timbul dari Hukuman


1. Hukuman dapat menghasilkan tindakan yang emosional yang berupa tindakan verbal
maupun non verbal.
2. Penggunaan hukuman dapat secara negatif menguatkan untuk orang yang menghukum
sehingga dapat mengakibatkan penyalahgunaan atau menghukum secara berlebihan.
3. Hukuman bisa menjadi bentuk modeling dan perilaku seseorang yang dihukum akan
cenderung untuk menggunakan hukuman pada masa mendatang.

5
F. Prinsip-prinsip Penerapan Hukuman
Dalam penerapan hukuman harus memperhatikan prinsip-prinsipnya. Berikut
beberapa prinsip dalam penerapan hukuman menurut Brau ;
1. Memilih hukuman yang paling relevan dengan kesalahan yang dilakukan seseorang.
2. Untuk individu yang mengakui kesalahan, maka penghukum hanya memberikan
peringatan.
3. Memperhatikan situasi moral individu setelah ia melakukan kesalahan.

Selain prinsip yang disampaikan oleh Brau, terdapat prinsip hukuman yang disampaikan
oleh Sabri dan Haryati yaitu :
1. Hukuman harus diberikan atas dasar kasih sayang.
2. Hukuman diberikan karena suatu keharusan (tidak ada alat pendidikan lain lagi).
3. Hukuman harus menimbulkan kesan kesadaran dan penyesalan dalam hati individu.
4. Tidak memukul pada tempat yang sensitive dan pukulannya tidak boleh menyakiti siswa
atau tidak membekas.
5. Hukuman baru bisa diberikan kepada individu yang berusia 10 tahun yang diawali dengan
hukuman yang ringan sesuai dengan kesalahan yang dilakukan.

G. Macam- macam Hukuman.


Dalam buku ilmu pendidikan teoritis dan praktis oleh M. Ngalim Purwanto terdapat beberapa
jenis hukuman, antara lain :
1. Hukuman prefentif
Penushment yang dimaksudkan agar suatu pelanggaran atau perilakuu maladaptive
tidak terjadi atau dengan kata lain mencegah pelanggaran. Hukuman prefentif memiliki
berbagai bentuk seperti :
a. Tata tertib yang harus dipatuhi misalnya siswa dalam sekolah dan bila melanggar maka
ia akan diberi hukuman.
b. Anjuran dan perintah dengan memberikan saran aktivitas yang baik untuk dilakukan
seperti belajar setiap hari, menepati janji dan menabung.
c. Larangan yang merupakan kebalikan dari perintah. Larangan manyuruh individu agar
tidak melakukan hal yang buruk, misalnya pulang malam, menyontek, mencuri, dll.

6
d. Paksaan yang berupa perintah dengan kekerasan kepada individu untuk melakukan
tugas yang seharusnya dilakukan. Paksaan bertujuan agar dalam proses belajar misalnya,
tidak terhambat dan terganggu.
e. Disiplin adalah hukuman prefentif dengan mematuhi perintah dan menjauhi larangan
atas dasar kesadaran dalam diri individu.
2. Hukuman represif.
Hukuman represif adalah hukuman yang diberikan setelah pelanggaran dilakukan.
Hukuman represif bertujuan menyadarkan kesalahan individu agar kembali melakukan hal
yang baik lagi. Bentuk dari hukuman represif adalah sebagai berikut :
a. Perberitahuan kepada individu yang telah melakukan kesalahan karena ia belum tahu
aturan yang harus dipatuhi.
b. Teguran adalah pemberitahuan kepada siswa tentang kesalahan yang telah dilakukan
dan ia telah tahu aturan yang seharusnya dipatuhi.
c. Peringatan diberikan kepada siswa yang telah berulang kali melakukan kesalahan dan
telah ditegur berulang kali.
d. Hukuman diberikan kepada seseorang yang tetap melakukan pelanggaran walaupun
sudah ditegur dan diperingatkan berkali-kali.

Wiliam Stern juga membedakan hukuman atas dasar tingkat perkembangan anak-anak
yang menerima hukuman, yaitu :
a. Hukuman asosiatif
Anak-anak biasanya menghubungkan antara hukuman dengan perilaku yang membuat
mereka dihukum dan mereka pun akhirnya berusaha untuk tidak melakukan hal itu lagi
karena konsekuensi berupa hukuman yang pasti akan mereka terima setelah melakukan
tindakan yang salah menyakitkan atau tidak menyenangkan.
b. Hukuman logis.
Anak telah menyadari bahwa hukuman yang diberikan menandakan bahwa perbuatan
tersebut tidak baik bukan sekedar menghubungkan suatu tindakan dengan akibat yang
diterima adalah saling berkaitan. Mereka berpikir bahwa hukuman adalah akibat yang
logis dari perbuatan yang tidak baik yang telah dilakukannya.
c. Hukuman normative.
Hukuman normative bertujuan untuk memperbaiki moral anak-anak. Hukuman
diberikan terhadap pelanggaran norma etika seperti mencuri, berbohong, dll. Hukuman

7
normative juga bisa membentuk watak anak dan menanamkan suara hati yang baik
dalam diri anak agar lebih tertarik untuk melakukan perbuatan yang baik.

H. Tujuan hukuman
Dalam memberikan suatu hukuman tentunya terdapat tujuan yang merupakan hal
utama yang ingin dicapai. Hukuman bertujuan agar individu yang mengulangi suatu
perbuatan yang salah. Tujuan hukuman ada yang berjangka panjang dan pendek. Tujuan
jangka panjang dari hukuman adalah untuk menyadarkan dan menghentikan sendiri apabila
ia bertingkah laku salah serta menanamkan nilai moral dalam diri individu. Sedangkan tujuan
jangka pendeknya hanyalah menghentikan perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan pada
saat itu.
Tujuan pemberian hukuman berbeda-beda tergantung teori yang mendasarinya.
Berikut ini penjelasan mengenai beberapa teori hukuman :
1. Teori pembalasan.
Hukuman dalam teori ini bertujuan sebagai balas dendam terhadap kesalahan
yang telah dilakukan seseorang.
2. Teori perbaikan.
Hukuman disini digunakan untuk memperbaiki perilaku pelanggar agar tidak
mengulangnya lagi.
3. Teori perlindungan
Dalam teori ini, hukuman dijadikan sebagai perlindungan terhadap masyarakat dari
tindakan yang merugikan. Hukuman ini dapat melindungi orang lain dari
pelanggaran yang dilakukan pelanggar.
4. Teori ganti rugi
Hukuman dalam teori ini digunakan sebagai ganti rugi atas pelanggaran yang telah
dilakukan seseorang. Teori ini banyak terjadi dalam masyarakat.
5. Teori menakut-nakuti.
Hukuman dalam teori ini digunakan untuk menimbulkan rasa takut kepada pelanggar
akan akibat yang akan diperoleh apabila melakukan pelanggaran.
Dalam teori diatas saling melengkapi karena setiap teori hanya mengandung satu aspek.
Teori-teori saling melengkapi satu sama lain dalam penerapan hukuman.

8
I. Penerapan Hukuman dalam Modifikasi Perilaku.
Penerapan hukuman dalam modifikasi perilaku bertujuan untuk mengubah perilaku
yang kurang baik dan menyadarkan individu akan kesalahannya. Dalam penerapannya
terdapat berbagai bentuk, antara lain :
Menarik kejadian-kejadian yang menimbulkan kepuasan. Pendekatan ini berupa
menjauhkan stimulus atau rangsang-rangsang yang diinginkan individu. Pendekatan ini
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Response cost, yakni menarik stimulus yang diinginkan seperti makanan, mainan,
uang diukur berdasarkan respon sasaran.
b. Exclusion and nonexclusion time-out, yakni semua sumber kepuasan ditarik dari
dekat individu. Menghentikan penguataan positif meliputi memindahkan individu dari
semua sumber penguatan yang menyertai tingkah laku yang tidak tepat. Ada dua jenis
time-out yaitu time outnon-eksklusi dan time-out ekslusi.
Time-out non–eksklusi. Time-out ini menghilangkan semua sumber yang
menimbulkan kepuasan bagi siswa tanpa membatasi lingkungannya. Cara ini meliputi
kombinasi tiga pendekatan yaitu: siswa dicegah dari semua media dan material yang dapat
member kepuasan (misalnya: radio, tape, krayon, kertas, pensil, buku); siswa dijauhkan dari
aktifitas yang menimbulkan kepuasan (seperti; bermain, berpartisipasi dalam diskusi ); siswa
dihambat dari sumber-sumber perhatian orang dewasa atau temannya.
Time-out eksklusi. Time-out ini mencakup menarik siswa secara fisik dari lingkungan
yang secara potensial me-reinforce. Ruang yang digunakan untuk mengisolasi siswa tidak
perlu dirancang secara khusus, namun demikian disarankan memakai ruang yang tepat
menjamin keamanan. Kriteria ruang: harus memiliki luas dan penerangan yang memadai,
memiliki penerangan dan ventilasi yang memadai, ruang hendaknya tidak terkunci dengan
berbagai alat mekanik yang dapat menghambat kemungkinan orang dewasa melakukan
supervise, dan ruang harus memungkinkan guru/konselor memonitor siswa tanpa perlu hadir
di ruang itu, ruang harus bebas dari obyek-obyek yang membahayakan, jika siswa senang
berperilaku agresif, sebaiknya lantai dan dinding diberi karpet, pintu ruang harus cukup lebar
untuk mengantisipasi keamanan kalau sewaktu-waktu siswa agresif dimasukkan ke dalam
ruang itu; dan siswa tidak ditarik dari kebutuhan fisik dasar seperti makanan kecil, air, dan
ruang untuk membasuh diri.

9
J. Kasus dan Implemantasi Hukuman dalam Lingkup Keluarga.
Dari penjelasan di atas mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan hukuman, mulai
dari pengertian, macam – macam hukuman, teori, tujuan,dll akan lebih baik jika mengambil
kasus dalam kehidupan sehari – hari yang sekiranya hukuman digunakan sehingga lebih
memberikan pemahaman. Oleh sebab itu, kami mengambil kasus dalam keluarga yaitu
seorang anak yang beumur 2 tahun yang sudah masuk play group, dia memiliki perilaku yang
hiperaktif. Ketika di kelas, dia tidak bisa fokus dalam belajar, dan selalu bermain dengan
mainan kesukaannya. Kasus ini terjadi pada bulan agustus 2011 di play group kelas spanyol.
Analisis kasus hukuman tersebut beserta modifikasi perilakunya sebagai berikut:
1. Ketika pelajaran berlangsung, dia tidak memperhatikan pelajaran tersebut, melainkan dia
asyik bermain dengan mainan kesukaannya. Guru yang melihat perilakunya tersebut,
kemudian memberi tahu kepadanya bahwa tidak boleh mainan di dalam kelas. Namun, dia
tetap saja mengulangi perilaku tersebut, meskipun dia tahu itu tidak boleh dilakukan.
2. Karena dia masih mengulangi perbuatannya, maka guru tersebut menegurnya, dengan
berkata “ Richad.., Miss tadi kan sudah bilang, kalau di dalam kelas tidak boleh mainan.
Nanti bisa mengganggu teman yang lain, karena Richad kan teriak-teriak. Sekarang
mainannya disimpan dulu ya, nanti kalau sudah pulang sekolah, Richad boleh mainan lagi.”
3. Richad tetap saja masih asyik dengan mainannya dan tidak menghiraukan segala teguran
dari gurunya, meskipun telah ditegur berulang kali. Gurunya pun kemudian
memperingatkannya, dengan berkata “ Richad, Miss kan sudah berulang kali bilang sama
Richad, mainannya nanti sayang.. sekarang belajar dulu. Kalau Richad masih mainan lagi
nanti mainannya Miss ambil ya..”
4. Setelah gurunya berulang kali menegur dan memperingatkannya, dia tetap saja mengulangi
perbuatannya. Akhirnya gurunya menghukumnya dengan bentuk hukuman Exclusion and
nonexclusion time-out.
a. Time-out non–eksklusi: gurunya mengambil mainan kesukaannya tersebut
b. Time-out eksklusi: gurunya memindah tempat duduknya ke sudut kelas.
5. Setelah kejadian tersebut, Richad diberi nasihat oleh pengasuhnya dengan bahasa yang
halus, sehingga dia bisa mengerti apa maksud dari gurunya melakukan hal tersebut
kepadanya. Setelah dia mengerti, di keesokan harinya tidak lagi mengulangi perbuatannya.
Dari kasus di atas bisa diambil kesimpulan bahwa jenis hukuman yang digunakan
guru dalam mengubah perilaku Richad yang hiperaktif adalah hukuman negative.

10
K. Dampak Positif dan Negatif dari Hukuman.
Hukuman memiliki dampak yang berbeda pada setiap individu yang menjadikan
hukuman sebagai pelajaran tapi ada pula yang menjadikannya sebagai model yang akan
berdampak pada perilakunya di masa yang kan mendatang. Hukuman bertujuan untuk
memperbaiki watak dan kepribadian anak didik, meskipun hasilnya belum tentu dapat
diharapkan.

M. Ngalim Purwanto mengatakan ada tiga dampak negatif dari hukuman, yaitu:
a. Menimbulkan perasaan dendam pada orang yang dihukum. Akibat ini harus
dihindari karena hal ini akibat dari hukuman yang sewenang-wenang dan tanpa
tanggung jawab.
b. Anak menjadi lebih pandai menyembunyikan pelanggaran.
c. Si pelanggar menjadi kehilangan perasaan salah, karena si pelanggar merasa telah
membayar hukumannya dengan hukuman yang telah diterimanya.
Dampak positif hukuman menurut Armai Arief antara lain:
a. Menjadikan perbaikan-perbaikan terhadap kesalahan murid.
b. Murid tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.
c. Merasakan akibat perbuatannya sehingga ia akan menghormati dirinya.

11
BAB III
Kesimpulan
A. Kesimpulan
Hukuman merupakan alat pendidikan represif, disebut juga alat pendidikan korektif, yaitu
bertujuan untuk menyadarkan anak kembali kepada hal-hal yang benar dan/atau yang tertib.
Alat pendidikan represif diadakan bila terjadi suatu perbuatan yang diangap bertentangan
dengan peraturan-peraturan atau suatu perbuatan yang dianggap melanggar peraturan.
Penguatan negatif dan penghapusan sebenarnya bernilai hukuman juga. Menyajikan
stimulus tidak menyenangkan dalam pemakaian teknik penguatan negatif maupun tidak
memberikan penguatan yang diharapkan siswa dalam teknik penghapusan, pada dasarnya
adalah hukuman walaupun tidak langsung. Kalau penguatan negatif dan penghapusan dapat
dikatakan hukuman tidak langsung, maka yang dimaksud dengan hukuan di sini adalah
hukuman langsung, dalam arti dapat dengan segera menghentikan tingkah laku siswa yang
menyimpang. Dengan kata lain, hukuman adalah penyajian stimulus tidak menyenangkan
untuk menghilangkan dengan segera tingkah laku siswa yang tidak diharapkan. Yang
termasuk alat pendidikan di antaranya ialah berupa hukuman dan/atau ganjaran.

12

Anda mungkin juga menyukai