Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ARTRITIS REUMATOID

1. Pengertian Artritis Reumatoid


Artritis reumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang
tidak diketahui penyebabnya, diakrekteristikkan oleh kerusakan dan
proliferasi membran sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang
sendi, ankilosis, dan deformitas. (Kusharyadi, 2010)
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik yang kronis dan
terutama menyerang persendian, otot-otot, tendon, ligamen, dan pembuluh
darah yang ada disekitarnya. (Kowalak, 2011).
Artritis Reumatoid adalah gangguan berupa kekakuan, pembengkakan,
nyeri dan kemerahan pada daerah persendian dan jaringan sekitarnya
(Padila, 2013).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai
usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur
(Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
2. Etiologi Artritis Reumatoid
Penyebab utama penyakit artritis reumatoid masih belum diketahui secara
pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis
reumatoid, yaitu :
a. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
b. Endokrin
Kecenderungan wanita untuk menderita artritis reumatoid dan sering
dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan
dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu
faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena
pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan
perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil
dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab
penyakit ini.
c. Autoimmun
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun
dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi
mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau
grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang
rawan sendi penderita.
d. Metabolik
e. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga
berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya
hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II,
khususnya HLA-DR4 dengan artritis reumatoid seropositif. Pengemban
HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.

3. Patofisiologi Artritis Reumatoid


Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis artritis reumatoid
terjadi akibat rantai peristiwa imunologis sebagai berikut : Suatu antigen
penyebab artritis reumatoid yang berada pada membran sinovial, akan
diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai
jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang
semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya.
Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+
bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan
membran APC tersebut membentuk suatu kompleks trimolekular.
Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang
dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan
terjadinya aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan
mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2
yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor
spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya
mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan
berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut.
Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai
limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis factor b (TNF-b),
interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage colony
stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja
merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan
merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi.
Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan
akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke
dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi
sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen C5a.
Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain
meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel
polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut.
Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi
yang paling dini dijumpai pada artritis reumatoid adalah peningkatan
permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan
pengendapan fibrin pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh
pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien,
prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang
akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas
dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu
radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat
merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1
dan TNF-b. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila
antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi
pada artritis reumatoid, antigen atau komponen antigen umumnya akan
menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan
berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada artritis
reumatoid kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor
reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop
fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien artritis reumatoid.
Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami
agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut terus.
Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi
mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan
berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan
kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan
elemen yang paling destruktif dalam patogenesis artritis reumatoid.
Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara
histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya
sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen
4. Manifestasi Klinik Artritis Reumatoid
Jika pasien artritis reumatoid pada lansia tidak diistirahatkan, maka
penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap :
a. Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan
kelebihan produksi cairan sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat
merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada.

b. Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat


dilihat. Pasien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada
deformitas sendi.
c. Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga
mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan
penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas.
Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.
d. Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat
mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot
yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti medula-nodula
mungkin terjadi.
Pada lansia artritis reumatoid dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok,
yaitu :
1. Kelompok 1
Artritis reumatoid klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan
sebagian besar terlibat. Terdapat faktor reumatoid, dan nodula-nodula
reumatoid yang sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat
mendorong ke arah kerusakan sendi yang progresif.
2. Kelompok 2
Termasuk ke dalam klien yang memenuhi syarat dari American
Rheumatologic Association untuk artritis reumatoid karena mereka
mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering
melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari.
3. Kelompok 3
Sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu dan
panggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekuatan pada
pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan
adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan
sindrome karpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang
dapat sembuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan
menggunakan prednison dosis rendah atau agens antiinflamasi dan
memiliki prognosis yang baik.

5. Pemeriksaan Diagnostik Artritis Reumatoid


a. Pemeriksaan cairan synovial :
1) Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang
menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
2) Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses
inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).
3) Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan
berbanding terbalik dengan cairan sinovium.
b. Pemeriksaan darah tepi :
1) Leukosit : normal atau meningkat ( <>3 ). Leukosit menurun bila
terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s
Syndrome.
2) Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
c. Pemeriksaan kadar sero-imunologi :
1) Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita
dengan nodul subkutan.
2) Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis
rheumatoid dini.

6. Komplikasi Artritis Reumatoid


Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid.

7. Penatalaksanaan Artritis Reumatoid


Tujuan utama dari program penatalaksanaan perawatan adalah sebagai
berikut :
a. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
b. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari
penderita.
c. Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada
sendi.
d. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang
lain.
8. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi
(perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis)
penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk
regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi
penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan
oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-
menerus.
b. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah
yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari,
tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat.
Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu
beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
c. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi.
Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang
sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu
diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang
sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Latihan dan
termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah
mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja.
Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang
memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
9. Penatalaksanaan Medikamentosa
1. Penggunaan OAINS
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada
penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk
mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai
walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain
dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgesik
yang sangat baik. OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim
siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin. Masih belum
jelas apakah hambatan enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal
ini, akan tetapi jelas bahwa OAINS berkerja dengan cara:
a. Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal.
b. Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi
(histamin, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
c. Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan.
d. Menghambat proliferasi seluler.
e. Menetralisasi radikal oksigen.
f. Menekan rasa nyeri

2. Penggunaan DMARD
Terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada
pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian DMARD
tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini. Pendekatan ini
didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi pada
masa dini penyakit. Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan
dua atau lebih DMARD secara simultan atau secara siklik seperti
penggunaan obat obatan imunosupresif pada pengobatan penyakit
keganasan. digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari
proses destruksi akibat artritis reumatoid. Beberapa jenis DMARD yang
lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah:
a. Klorokuin : Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari
hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis
harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis
makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam bentuk
enteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg / hari,
untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai
mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2
g / hari, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g /hari
untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisi sempurna
terjadi.
c. D-penicillamine : Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg
atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai 300
mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu
sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250
sampai 300 mg/hari.
3. Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta
terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan
pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat
ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement,
memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan
organ-organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan
misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-
bentuk arthritis lainnya.
1. Aktivitas/ istirahat
a. Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan
stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral
dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup,
waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
b. Tanda : Malaise Keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kulit,
kontraktor/ kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
a. Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali
normal).
3. Integritas ego
a. Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis : finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan
ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )Ancaman pada konsep
diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada
orang lain).
4. Makanan/ cairan
a. Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk
mengunyah.
b. Tanda : Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
a. Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi. Ketergantungan.
6. Neurosensori
a. Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada
jari tangan.
b. Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/ kenyamanan
a. Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
a. Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus
kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan
rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada meta dan
membran mukosa.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator kimia (bradikinin).
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
3. Risiko cedera berhubungan dengan kontraktur sendi.

3. Rencana Intervensi
DIAGNOSA
KEPERAWAT TUJUAN (NOC) INTERVENSI
AN
Nyeri akut Setelah dilakukan Tindakan :
berhubungan asuhan keperawatan
dengan age selama 3x24 jam Observasi
cedera biologis diharapkan nyeri
ditandai dengan hilang/ terkontrol - Identifikasi faktor pencetus dan
Ds : Klien dengan kriteria hasil: pereda nyeri
ü - Monitor kualitas nyeri (mis. Terasa
mengungkapka
tjam, tumpul, diremas.remas,
n nyeri yang  Terlihat rileks, ditimpa beban berat)
dapat - Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
dirasakan
tidur/beristiraha - Monitor intensitas yeri dengan
t dan mengunakan skala
Do : - diaforesis berpartisipasi - Monitor durasi dan frekuensi nyeri
dalam aktivitas
- meringis sesuai Terapeutik
kemampuan.
,
 Mengikuti
gerakan program - Atur inerval waktu pematauan sesuai
farmakologis dengan kondisi pasien
mata
yang diresepkan - Dokumentasikan hasil pemantauan
berpenc  Menggabungka
n keterampilan Edukasi
ar atau
relaksasi dan
pada aktivitas - Jelaskan tujuan dan prosedur
hiburan ke pemantauan
satu
dalam program - Informasikan hasil pemantauan jika
fokus kontrol nyeri. perlu
- fokus
pada diri
sendiri
- Mengek
spresika
n
perilaku
nyeri
- Perubah
an posisi
untuk
menghin
dari
nyeri

Hambatan Setelah dilakukan Tindakan


mobilitas fisik asuhan keperawatan
berhubungan selama 3x24 jam Observasi
dengan diharapkan mobilitas
kerusakan fisik baik dengan - Identifikasi adanya nyeri atau
musculoskeletal kriteria : keluhan fisik lainya
ditandai dengan - Identifiksi toleransi ativitas fisik
:  Mempertahanka melakukan pergerakan
n fungsi posisi - Monitor frekuensi jantung dari
DS : dengan tidak tekanan darah sebelum memulai
hadirnya/ mobilisasi
Menyatakan
pembatasan - Monitor kondisi umum selama
kesulitan untuk kontraktur. melakukan mobilisasi
 Mempertahanka
bergerak
n ataupun Terapeutik
meningkatkan
kekuatan dan - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
fungsi dari dan/ alat bantu (mis, pagar tempat tidur)
DO :
atau - Fasilitasi melakukan pergerakan,
- Kekuanatan kompensasi jika perlu
bagian tubuh - Libatkan keluarga untuk membantu
Otot
 Mendemonstras pasien dalam meningkatkan
menurun ikan tehnik/ pergerakan
perilaku yang
- Pasien
memungkinkan Edukasi
terlihat melakukan
aktivitas - Jelaskan tujuan dan prosedur
kesulitan
mobilisasi
dalam - Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarka mobilisasi sederhana yang
membolak
harus dilaukan (mis, duduk ditempat
– balik tidur, duduk disisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur kekursi)
posisi.
- Kehilangan
integritas
struktur
tulang
Keengganan
untuk memulai
gerak
Resiko jatuh Setelah dilakukan Tindakan
berhubungan asuhan keperawatan
dengan selama 3x24 jam Observasi
kelemahan diharapkan resiko
ditandai cedera tidak terjadi - Identifikasi defisit kognitif atau fisik
dengan: dengan criteria: pasien yang dapat meningkatkan
potensi terjatuh dilingkungan
DS: tertentu
 Klien terbebas - Identifikasi perilaku dan faktor yang
menyatakan
dari cedera mempengaruhi risiko terjatuh
gangguan  Mampu - Identifikasi riwayat terjatuh
mengenali - Identifikasi karakteristik lingkungan
psikomotor
perubahan yang dapat meningkatkan potensi
status kesehatan jatuh (mis, lantai licin dan tangga
terkini terbuka)
DO: - hambatan
 Klien mampu - Monitor keterampilan,
fisik menjelaskan keseimbangan, dan tingkat kelelahan
factor resiko dengan ambulasi
- Disfung
dari lingkungan - Monitor kemampuan untuk pindah
si dari tempat tidur kekursi dan
sebaliknya
efektor - Periksa persepsi keseimbangan, jika
perlu
- Ganggu
an Terapeutik
mekanis
- Atur interval pemantauan sesuai
me kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
pertahan
- Informasikan hasil pemantauan, jika
an perlu
primer
- Usia
ekstrem
DAFTAR PUSTAKA

Anonymus, Artritis Rematoid. (online). http:// www. naturindonesia. com/ artikel-berbagai-


penyakit- degeneratif/ 449-artritis-reumatoid-.html, diakses tanggal 11 Maret
2013 pukul 12.30
Anonymus, 2012. Makalah Rematoid Artritis. (online). http://profesional-eagle. blogspot.
Com /2012/05/makalah- reumatoid- artritis-copast.html, diakses tanggal 11 Maret
2013 pukul 12.40
Anonymus, 2012. Asuhan Keperawatan Rematoid Artritis. (online). http://www.
kapukonline.com/2012/01/askep-asuhan keperawatan rheumatoid arthri. html,
diakses tanggal 11 Maret 2013 pukul 12.50
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. EGC : Jakarta.
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika : Jakarta.
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai