Anda di halaman 1dari 8

Teratogen adalah agen eksogenus yang dapat menggangu perkembangan fetus dalam

rahim. Teratogenesis meliputi gangguan perkembangan normal baik pada embrio maupun
janin didalam rahim, menyebabkan kondisi abnormal pada bayi yang baru lahir. Gangguan
ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan karenanya tidak ada mekanisme umum yang
mendasari jenis respon ini. Bahan-bahan teratogenik dapat berupa obat-obatan yang
dikonsumsi selama kehamilan, bahan-bahan pencemar lingkungan, bahan-bahan kimia di
tempat kerja (Timbrell, 1996). Teratogen dapat mengakibatkan terjadinya malformasi
kongenital, gangguan pertumbuhan, dan perubahan tingkah laku pada neonatus, bahkan jika
paparan terjadi secara masif dapat menyebabkan keguguran. Dari berbagai macam agen
eksogenus, teratogen digolongkan menjadi tiga kelompok besar, antara lain:
a. Agen infeksius
b. Agen kimia termasuk obat-obatan
c. Agen fisik
Berbagai agen eksogenus tersebut menganggu berbagai proses penting embriogenesis
antara lain pertumbuhan sel, diferensiasi sel, interaksi sel, dan proses migrasi sel. Dampak
signifikan dari teratogen akan muncul pada usia kehamilan 3 hingga 8 minggu saat terjadinya
proses organogenesis. Efek yang ditimbulkan teratogen bergantung pada lamanya ibu
terpapar teratogen, dosis teratogen, dan tahapan organogenesis yang sedang terjadi saat
mengalami paparan terhadap teratogen.
Jika ibu terpapar teratogen pada usia kehamilan satu hingga dua minggu efek yang
ditimbulkan teratogen akan bersifat all or none. Pengertian all or none dalam hal ini memiliki
dua kemungkinan yaitu terjadi abortus pada janin atau tidak muncul efek teratogen pada
janin. Paparan teratogen yang terjadi pada usia kehamilan 3 hingga 8 minggu akan
menimbulkan efek kerusakan yang sifatnya spesifik di organ tertentu pada masa
pembentukan organ tertentu.
Pemaparan tunggal suatu obat selama kehamilan dapat mempengaruhi struktur tubuh
janin yang tumbuh pesat pada waktu tersebut. Thalidomid merupakan contoh obat yang
sangat mempengaruhi pertumbuhan anggota pada setelah pemaparan yang singkat. Namun
pemaparan tersebut harus terjadi pada waktu kritis dalam pertumbuhan anggota badan.
Resiko phocomelia akibat thalidomid terjadi selama minggu ke-empat dan ke-tujuh karena
selama waktu ini lengan dan kaki tumbuh (Katzung, 1998).
Contoh Penyakit Infeksius yang Merupakan Teratogen
Agen infeksius dapat menyebabkan terjadinya penghambatan mitosis, efek sitotoksik, dan
gangguan vascular pada embrio. Proses repair pada jaringan yang telah mengalami kerusakan
akan menimbulkan scar dan kalsifikasi yang menghambat proses histogenesis.
1. Rubella
Virus yang menyebabkan penyakit Rubella dapat menyebabkan terjadinya
malformasi kongenital. Virus Rubella dapat menyebabkan terjadinya malformasi
kongenital pada organ mata, telinga, jantung, dan gigi. Bahkan beberapa kejadian
menunjukkan adanya gangguan otak beserta keterbelakangan mental pada penderita.

2. Sitomegalovirus
Infeksi sitomegalovirus pada tahap awal kehamilan akan menyebabkan kerusakan
berat pada janin hingga terjadinya kematian janin. Janin dapat terjangkiti oleh
sitomegalovirus jika pada rahim ibu terinfeksi oleh virus ini. Bentuk malformasi
kongenital yang dapat terjadi pada janin adalah mikrosefali, kebutaan mata, pengapuran
otak, hepatosplenomegali, dan koriorenitis.
3. Varisela
Terdapat dua puluh persen kejadian kongenital yang disebabkan oleh varisela.
Bentuk kelainan kongenital yang dapat terjadi adalah atrofi otot, hipoplasia ekstremitas,
dan keterbelakangan mental karena abnormalitas pada saraf pusat, katarak,
mikrooftalmia, dan kurangnya berat badan saat kelahiran. Hipoplasia pada ekstremitas
terjadi sebanyak 50%. Terjadinya infeksi varicella saat usia kehamilan kurang dari 20
minggu dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang dinamakan Fetal Varicella
Syndrome (FVS).
4. Toksoplasmosis
Tidak terjadi malformasi pada kehamilan yang bersamaan dengan infeksi
Toxoplasma gondii pada ibu. Gangguan yang dapat terjadi adalah hidrosefalus karena
adanya kalsifikasi otak yang diakibatkan oleh meningoensefalitik kronik.
5. Sifilis
Ibu hamil yang menderita sifilis dapat menjadi penyebab tuli kongenital dan
keterbelakangan mental pada janin yang dikandungnya.
Contoh Zat Kimia yang Merupakan Teratogen
1. Logam berat
Contoh logam berat yang berbahaya bagi janin adalah timbal dan merkuri. Wanita
yang pernah mengalami keracunan timbal sebelum hamil dapat membahayakan bagi janin
jika wanita tersebut mengalami kehamilan. Hal ini disebabkan timbal dapat terseimpan
dalam tulang dan pada suatu saat timbal tersebut dapat dilepasakan di darah. Batas
seseorang dikatakan keracunan timbal jika kadar timbal dalam darahnya mencapai
50μg/dl. Efek berat dari keracunan timbal adalah terjadinya aborsi spontan. Keracunan
timbal juga sangat berhubungan dengan teratogenik pada perkembangan saraf. Keracunan
merkuri pada saat kehamilan dapat menyebabkan terjadinya atrofi pada lapis granular
serebellum, kerusakan lapisan korteks otak, dan beberapa kejadian menunjukkan adanya
polyneuritis.
2. Alkohol
Tidak ada batas aman konsumsi alkohol bagi ibu hamil. Konsumsi alkohol 1-2
kali sehari dapat menyebabkan berat lahir neonatus dibawah rata-rata. Sedangkan
konsumsi alkohol sebanyak 4 sampai 6 kali dalam sehari dapat menimbulkan sindrom
yang dinamakan FAS (Fetal Alcohol Syndrome). Ciri khas dari penderita FAS ringan
hingga berat adalah kelainan bentuk wajah. Tulang maksila mengalami hiperplasia
sehingga akan terlihat lebih lebar. Selain berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala
penderita FAS akan berbeda dari neonatus normal.
3. Marijuana
Marijuana mengandung 8,9-tetrahidrokanabinol yang mudah larut pada lemak
sehingga komponen ini akan sangat mudah melewati plasenta. Ibu yang merokok dengan
marijuana akan menimbulkan malformasi dan retardasi mental pada janin yang
dikandung.

4. Rokok

Rokok mengandung nikotin, tar dan zat kimia lain yang berbahaya. Merokok
dapat meningkatkan risiko perkembangan janin secara kesulurahan dan mengalami berat
lahir rendah ketika dilahrikan. Ibu hamil yang merokok dapat menyebabkan bayi cacat
lahir dengan kelainan jantung dan otak. Bayi yang terpapar asap rokok juga lebih
mungkin mengalami masalah motorik ketika lahir, seperti refleks kaget yang lambat dan
mengalami tremor. Semakin lama seorang ibu merokok dan semakin banyak puntung
rokok yang Ibu hisap semakin meningkatkan risiko bayi lahir cacat

5. Kokain 

Kokain adalah stimulan kuat yang memengaruhi fungsi otak dan bersifat adiktif
tinggi. Kokain dapat mengganggu perkembangan saraf pusat sekaligus perkembangan
organ janin selama dalam kandungan. Paparan kokain juga meningkatkan risiko anak
mengalami gangguan perilaku ketika bayi lahir.

Contoh Obat-obatan yang Merupakan Teratogen

Mekanisme terjadinya efek teratogen akibat obat-obat sulit diketahui dan mungkin
mempunyai berbagai faktor. Sebagai contoh, obat-obat dapat mempunyai efek sekunder atau
tidak langsung pada janin. Obat dapat mengganggu jalur oksigen ataupun makanan yang
masuk melalui plasenta sehingga memberikan efek pada jaringan yang bermetabolisme cepat
dalam janin. Akhirnya obat mungkin dapat mempunyai kerja langsung pada proses
diferensiasi jaringan yang berkembang. Contohnya vitamin A (retinol) mempunyai kerja
terarah pada diferensiasi jaringan normal (Katzung, 1998).

Dalam upaya mencegah terjadinya efek yang tidak diharapkan dari obat-obat yang
diberikan selama kehamilan, maka Australian Drug Evaluation Commitee maupun Food and
Drug Administration (FDA-USA), obat-obatan dikategorikan menjadi 5 yaitu kategori A,
kategori B, kategori C, kategori D, kategori X. Kategori A, B, C, D, X ini memaparkan
tentang seluk beluk obat yang boleh dan tidak boleh diberikan ketika hamil, dimana uraian
tersebut sampai saat ini masih dipakai sebagai rujukan atau acuan di penjuru dunia, termasuk
Indonesia. Australian Drug Evaluation Commitee maupun Food and Drug Administration
(FDA-USA) membuat kategori obat menurut tingkat bahayanya terhadap janin. Australian
Drug Evaluation Commitee dikategorikan sebagai berikut:

a). Kategori A
Obat dalam kategori ini adalah obat-obat yang telah banyak digunakan oleh wanita
hamil tanpa disertai kenaikan frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk lainnya, seperti
asam folat (Anonim, 1994).

b). Kategori B

Obat kategori B meliputi obat-obat yang pengalaman pemakaian pada wanita hamil
masih terbatas, tetapi tidak terbukti meningkatkan frekuensi malformasi atau pengaruh buruk
lainnya pada janin. Mengingat terbatasnya pengalaman pemakaian pada wanita hamil, maka
obat-obat kategori B dibagi lagi berdasarkan temuantemuan pada studi toksikologi pada
hewan, yaitu:

B1: Dari penelitian pada hewan tidak terbukti meningkatnya kejadian kerusakan janin
(fetal damage). Contohnya simetidin, dipiridamol (Anonim, 1994).

B2: Data dari penelitian pada hewan belum memadai, tetapi ada petunjuk tidak
meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contohnya amfoterisin, dopamine
(Anonim, 1994).

B3: Penelitian pada hewan menunjukan peningkatan kejadian janin, tetapi belum tentu
bermakna pada manusia. Contohnya pirimetamin, mebendazol (Anonim,

1994).

c). Kategori C

Merupakan obat-obat yang dapat memberi pengaruh buruk pada janin tanpa disertai
malformasi anatomik semata-mata karena farmakologiknya. Umumnya bersifat Reversibel
(membaik kembali). Contoh adalah fenotiazin, rifampisin, aspirin (Anonim, 1994).

d). Kategori D

Obat-obat yang terbukti menyebabkan meningkatkatnya kejadian malformasi janin


pada manusia atau menyebabkan kerusakan janin yang bersifat Irreversibel (tidak dapat
membaik kembali). Obat-obat dalam kategori ini juga mempunyai efek farmakologik yang
merugikan terhadap janin. Contohnya fenitoin, pirimidon, fenobarbiton (Anonim, 1994).

e). Kategori X
Obat-obat yang terbukti dalam kategori ini adalah yang terbukti mempunyai resiko
tinggi terjadinya pengaruh buruk yang menetap (Irreversibel) pada janin jika diminum pada
masa kehamilan. Obat dalam kategori ini merupakan kontraindikasi mutlak selama
kehamilan. Contohnya adalah isotretinoin dan dietilstilbestrol (Anonim, 1994). Conoh
lainnya diantaranya :

1. Talidomid
Dahulu, talidomid banyak digunakan sebagai obat untuk mencegah mual saat
hamil. Sekarang talidomid ditarik dari peredaran karena memiliki hubungan timbal balik
dengan kejadian amelia dan meromelia pada neonatus. Talidomid dapat mengakibatkan
terjadinya kelainan pada tulang panjang, kelainan jantung, atresia usus, anomali pada
saluran urinaria, defek genital, anomali pada gigi dan telinga. Jarang terjadi kasus bibir
sumbing dengan konsumsi talidomid. Selain itu, konsumsi talidomid tidak mempengaruhi
susunan saraf pusat dan penderita memiliki kecerdasan yang normal.
2. Warfarin
Warfarin adalah obat yang dapat dengan mudah menembus plasenta. Dengan
kemudahan tersebut, warfarin akan mengacaukan pengolahan vitamin K pada fetus
sehingga mengakibatkan pendarahan pada berbagai organ fetus. Efek kedua yang akan
timbul adalah dapat mengacaukan aktivitas enzim vitamin K reduktase yang akan
menghambat produksi inhibitor-inhibitor mineralisasi yang bergantung pada vitamin K
(vitamin-K dependent mineralization inhibitors). Hal ini mengakibatkan penyimpangan
dalam menyimpan kalsium pada epifisis dan septum nasalis. Anomali yang dapat terjadi
karena penggunaan warfarin adalah pemendekan leher, hypoplasia pada hidung,
abnormalitas pada laring, obstruksi saluran nafas atas, brakidaktili, pemendekan
ekstremitas, dan lain sebagainya.

gambar 1 hipoplasia nasal dan brakidaktili

3. Antineoplastik
Contoh dari agen antineoplastik adalah aminopterin dan methotrexate yang
merupakan antagonis dari asam folat. Hal ini berhubungan dengan penurunan
penggunaan asam folat bagi janin dan dapat meningkatkan risiko terjadinya neuraltube
defect (NTD). Kedua contoh antineoplastik tersebut merupakan teratogen kuat karena
antineoplastik akan mencegah terjadinya mitosis pada sel-sel. konsumsi antineoplastik
saat kehamilan memiliki hubungan dengan bibir sumbing dengan atau tanpa palatoskisis.
4. Diazepam
Diazepam memiliki efek teratogenik yang kebanyakan dapat menimbulkan bibir
sumbing dengan atau tanpa palatoskisis. Diazepam memberikan efek samping yang
merugikan dalam hal pembelahan sel dan interaksi antarsel.
5. Angiotensin Converting Enzyme (ACE inhibitor)
ACE inhibitor biasa digunakan sebagai obat antihipertensi. Penggunaan ACE
inhibitor saat kehamilan akan meningkatkan risiko malformasi kongenital mayor
dibandingkan dengan antihipertensi lain dan ibu yang tidak mengonsumsi ACE inhibitor.
Malformasi dapat terjadi pada sistem kardiovaskular dan susunan saraf pusat. Kelainan
yang terjadi pada uterus adalah oligohidroamnion, retardasi pertumbuhan intrauterine,
disfungsi ginjal, dysplasia ginjal, anuria, dan kematian.

Ilustrasi kasus :

Seorang ibu muda sering merasa pusing dan mual-mual, untuk menghilangkan rasa
pusing seperti biasa dia mengkonsumsi obat sakit kepala yang dijual bebas di pasaran.
Setelah sekian lama kira-kira 2 bulan rasa pusingnya juga tidak pernah mereda, maka dia
memeriksakan dirinya ke dokter. Dari pemeriksaan ternyata ibu tadi dinyatakan telah hamil 2
bulan. Setelah mengetahui kehamilannya maka dia lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi
obat-obatan, pada usia kehamilan yang ke 40 minggu ibu tadi melahirkan anaknya dengan
normal. Setelah mengikuti perkembangan anaknya ternyata anak tersebut usia 2 tahun belum
dapat berbicara. Padahal berdasarkan perkembangan anak normal seharusnya anak tersebut
sudah dapat berbicara 1 sampai 2 patah kata. Anak tersebut mengalami kelambatan wicara
(delayed speech).
Ilustrasi tersebut di atas merupakan gambaran salah satu penyebab lahirnya anak
berkebutuhan khusus. Masih banyak jenis keracunan yang merupakan penyebab yang cukup
banyak ditemukan karena seperti pola hidup masyarakat, keracunan dapat secara langsung
pada anak, maupun melalui ibu hamil. Munculnya FAS (fetal alchohol syndrome) adalah
keracunan janin yang disebabkan ibu mengkonsumsi alkohol yang berlebihan, kebiasaan
kaum ibu mengkonsumsi obat bebas tanpa pengawasan dokter merupakan potensi keracunan
pada janin. Jenis makanan yang dikonsumsi bayi yang banyak mengandung zat-zat
berbahaya merupakan salah satu penyebab. Adanya polusi pada berbagai sarana kehidupan
terutama pencemaran udara dan air, seperti peristiwa Bhopal dan Chernobil sebagai
gambarannya.

Referensi :

Mangunsong, Frieda, dan Conny R. Semiawan. 2010. Keluarbiasaan Ganda (Twice


Exceptionality): Mengeksplorasi, Mengenal, Mengidentifikasi, dan Menanganinya.
Jakarta: Kencana.
NUGRAHINI, D. (2009). EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN IBU HAMIL
DI POLIKLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA TAHUN 2008 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
Fitrianingsih, S. P. (2015). Waspada Terhadap Bahan-Bahan Yang Berpotensi Teratogen
Pada Kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai