Anda di halaman 1dari 50

EFEK TERATOGENIK

DAN EFEK TOKSIK


OBAT
HENNY SRI PURWANTI
EFEK TERATOGENIK
OBAT
PENDAHULUAN
Kelompok kehamilan, persalinan & nifas merupakan
kelompok khusus dalam farmakoterapi

Perlu beberapa penyesuaian seperti dosis & perhatian


lebih besar pada kemungkinan efek obat pada janin
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Hampir sebagian besar obat dapat
melintasi sawar darah/plasenta

kemungkinan dapat menimbulkan


efek negatif pada janin
Zat-zat teratogenik mulai dikenal setelah penggunaan talidomid
Obat ini digunakan, untuk meringankan mual pada trimester
pertama
Dalam tahun  1960, dilaporkan beberapa kasus phocomelia.
Pada tahun berikutnya, kasus ini semakin banyak ditemukan.
Penelusuran penyebab phocomelia pada kasus-kasus berujung pada
penggunaan talidomid, terutama antara minggu ketiga dan minggu
ke delapan kehamilan. Kemudian obat ini dilarang beredar. 
Teratogen berasal dari
bahasa Yunani yang
berarti monster
Pengertian
efek yang menimbulkan kerusakan
janin, khususnya cacat pada
penggunaan obat dengan dosis
normal
Faktor yang mempengaruhi berat ringannya ganguan
akibat penggunaan obat selama kehamilan yaitu :
Potensi obat yaitu kemampuan obat untuk menimbulkan efek
teratogenik dan efek-efek yang merugikan lainnya.

Dosis dan kemampuan obat mencapai sirkulasi.

Kondisi ibu yang mendorong atau memperberat terjadinya pengaruh-


pengaruh buruk tersebut

Umur kehamilan, kelainan yang terjadi pada janin tergantung pada usia
berapa janin terpapar oleh obat.
Minggu ke-3 hingga bulan ke-3 (trimester I)
adalah periode organogenesis merupakan
periode paling rentan/periode sensitif
untuk terjadi malformasi.
Mekanisme terjadinya efek teratogen obat sulit
diketahui.

Obat  mengganggu jalur oksigen ataupun


makanan melalui plasenta  metabolisme
cepat pada janin  berpengaruh pada proses
diferensiasi jaringan yang berkembang.
Kelainan bentuk /malformasi yang sering ditemukan :
Sirenomelia (anggota tubuh seperti ikan duyung)
phocomelia (anggota tubuh seperti anjing laut, tangan dan
kaki seperti sirip untuk mendayung)
polydactyly (berjari banyak)
syndactyly (jari menyatu)
dwarfisme (kerdil)
gigantisme (raksasa)
Lip cleft
lip and palate cleft
Untuk mencegah terjadinya efek teratogen,
Food and Drug Administration (FDA-USA),
mengkategorikan obat-obatan menjadi 5
yaitu kategori A, kategori B, kategori C,
kategori D, kategori X.
Kategori ini memaparkan tentang obat
yang boleh dan tidak boleh diberikan
ketika hamil

masih dipakai sebagai rujukan atau acuan


di penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Kategori A

Studi terkontrol tidak memperlihatkan adanya


risiko bagi janin pada trimester pertama dan
tidak ada bukti mengenai risiko pada trimester
kedua dan ketiga. Kemungkinan adanya bahaya
terhadap janin rendah.

Contohnya asam folat


Kategori B
Studi pada reproduksi binatang percobaan tidak
memperlihatkan adanya risiko pada janin tetapi belum ada
studi terkontrol pada ibu hamil ATAU studi pada sistem
reproduksi binatang percobaan menunjukkan efek samping,
namun tidak ada studi kontrol pada wanita saat trimester
pertama dan tidak ada bukti risiko janin pada trimester
berikutnya.

Contoh amoksisilin dan eritromisin


Kategori C

Studi pada binatang percobaan menunjukkan adanya efek


samping pada janin (teratogenik) dan tidak ada studi
terkontrol pada wanita

Obat dalam kategori ini hanya boleh diberikan kepada ibu


hamil jika manfaatnya > risiko yang mungkin didapat oleh
janin.

Contoh asam mefenamat dan aspirin


Kategori D

Terdapat bukti adanya risiko terhadap janin manusia,


tapi keuntungan penggunaannya bagi wanita hamil
boleh dipertimbangkan (terjadi situasi yang dapat
mengancam ibu hamil, dimana obat lain tidak dapat
digunakan atau tidak efektif).

Contohnya karbamazepin dan phenitoin


Kategori X

Studi pada binatang percobaan atau manusia telah


memperlihatkan adanya kelainan janin
(abnormalitas) atau terbukti berisiko terhadap janin.
Risiko penggunaan obat > manfaat yang diperoleh.

Obat kategori X merupakan kontraindikasi bagi


wanita hamil. Contohnya isotretinoin, simvastatin
Penggunaan obat terapeutik
dalam kehamilan dan
pengaruhnya pada janin
Asetaminofen (Paracetamol)
paling sering dipakai selama kehamilan
Dipakai pada semua trimester untuk jangka waktu pendek (analgesik
dan antipiretik)
menembus plasenta dan ditemukan juga dalam air susu ibu dalam
konsentrasi yang kecil
tidak ditemukan bukti adanya anomali janin akibat pemakaian
tidak boleh melebihi 12 tablet @325 mg atau 8 tablet @500 mg,
dalam 24 jam
jarak waktu penggunaan 4-6 jam
Vitamin
untuk mempertahankan kesehatan dan melahirkan janin
yang sehat

Vitamin A (Retinol) berpengaruh terhadap diferensiasi


jaringan normal.

Beberapa analog vitamin A (isotretinoin, etretinat)


merupakan teratogen kuat  dapat mengubah proses
diferensiasi normal.
Asam Folat
Defisiensi asam folat di trimester I dapat menyebabkan
aborsi, spina bifida, prematur, BBLR, dan solusio plasenta
(pelepasan plasenta yang lebih dini dari seharusnya

 Kebutuhan asam folat untuk sehari adalah 180 g

Untuk kehamilan diperlukan asam folat sebanyak 400


sampai 800 g
Zat Besi
Kebutuhan zat besi dua kali lebih banyak

Jika tidak anemia, tidak memerlukan suplemen besi


sampai trimester kedua  mual, muntah, dan
sembelit.

Kebutuhan tertinggi pada trimester ketiga, karena


diperlukan pada proses persalinan dan menyusui
PRINSIP PENGGUNAAN OBAT SELAMA HAMIL
1.Pertimbangkan untuk mengatasi penyakit tanpa obat
2.Obat hanya digunakan bila manfaat > risiko
3.Pilihlah obat yang sudah dikenal luas
4.Hindari polifarmasi
5.Cari tahu kategori obat A,B,C,D atau X
EFEK TOKSIK OBAT
Obat adalah
benda yang
bermuka dua
Pengertian
Efek yang tidak diinginkan dari penggunaan
obat dengan dosis berlebih (berada di atas
jendela terapi)
Secara bahasa, toksik berarti racun.
Berefek toksik artinya obat bisa menyebabkan keracunan.
Obat bisa menyebabkan keracunan pada berbagai anggota tubuh
terutama anggota tubuh yang banyak dilewati oleh aliran darah.
Contohya adalah ginjal (oleh obat cefalexin, cisplatin, gentamisin); hati
(contoh obat parasetamol, isoniazid, clorpromazin); paru-paru (contoh
amiodaron, bleomisin); sistem reproduksi (contoh obat kanker bisa
menimbulkan fertilitas pada pria); dan lain-lain.
Efek Morfologis, Fungsional, dan Biokimia
Efek morfologis berkaitan dengan perubahan bentuk
luar dan mikroskopis pada morfologi jaringan.
Berbagai efek jenis ini, misalnya nekrosis dan
neoplasia, bersifat nirpulih dan berbahaya.
Efek Fungsional
Efek fungsional berupa perubahan fungsi organ. Pada
penelitian toksikologi, fungsi hati dan ginjal selalu
diperiksa (misalnya, laju ekskresi zat warna).
Oleh karena efek fungsional biasanya berpulih,
sedangkan efek morfologis tidak, beberapa penelitian
dilakukan untuk mengetahui apakah perubahan
fungsional dapat diketahui lebih dini daripada dosis yang
menyebabkan perubahan morfologis.
Efek Biokimia
Walaupun semua efek toksik berkaitan dengan perubahan
biokimiawi, yang dimaksud dengan “efek biokimiawi” adalah
efek toksik yang tidak menyebabkan perubahan
morfologis. Contohnya, penghambatan enzim kolinesterase
setelah pajanan insektisida organofosfat dan karbamat.
Berbagai jenis efek toksik dapat dikelompokkan
menurut organ sasarannya, mekanisme kerjanya,
atau ciri-ciri lain.
a. Efek lokal dan Sistemik.
Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan cedera pada
tempat bahan itu bersentuhan dengan tubuh. Misalnya
pada saluran pencernaan, bahan korosif pada kulit, serta
iritasi gas atau uap pada saluran napas. Efek lokal ini
menimbulkan kerusakan pada sel-sel hidup.
Efek sistemik terjadi hanya setelah toksikan diserap dan
tersebar ke bagian lain tubuh. Pada umumnya toksikan
hanya mempengaruhi satu atau beberapa organ saja.
Organ seperti itu dinamakan “organ sasaran”.
Kadar toksikan dalam organ sasaran tidak selalu yang paling
tinggi. Contohnya, organ sasaran metil merkuri adalah SSP,
tetapi kadar metil merkuri di hati dan ginjal jauh lebih tinggi.
Efek berpulih dan Nirpulih.

Efek toksik disebut berpulih (reversibel) jika efek itu


dapat hilang dengan sendirinya. Sebaliknya, efek
nirpulih (ireversibel) akan menetap atau justru
bertambah parah setelah pajanan toksikan dihentikan.
Efek nirpulih di antaranya karsinoma, mutasi, kerusakan saraf, dan
sirosis hati.

Efek toksikan dapat berpulih bila tubuh terpajan pada kadar yang
rendah atau untuk waktu yang singkat.
Sementara, efek nirpulih dapat dihasilkan pada pajanan dengan
kadar yang lebih tinggi atau waktu yang lama.
Efek Segera dan Tertunda
Banyak toksikan menimbulkan efek segera, yaitu efek yang
timbul segera setelah satu kali pajanan. Contohnya,
keracunan sianida.

Sedangkan efek tertunda timbul beberapa waktu setelah


pajanan. Pada manusia, efek karsinogenik pada umumnya
baru nyata jelas 10-20 tahun setelah pajanan toksikan.
Reaksi Alergi dan Idiosinkrasi.
Reaksi alergi (reaksi hipersensitivitas) disebabkan oleh paparan
sebelumnya oleh toksikan itu atau bahan yang mirip secara kimiawi.

Toksikan membentuk antigen yang merangsang pembentukan


antibodi.

Pajanan berikutnya akan menghasilkan interaksi antigen-antibodi


berupa reaksi alergi.
Reaksi Alergi dan Idiosinkrasi.
Pada umumnya, reaksi idiosinkrasi didasari oleh faktor
keturunan yang menyebabkan reaktivitas abnormal
terhadap bahan kimia tertentu.

Contohnya, pada orang yang kekurangan NADH


methemoglobinemia reduktase yang sangat peka terhadap
nitrit dan bahan kimia lain sehingga terjadi
methemoglobinemia.
Hepatotoksik
Ototoksik
Nefrotoksik
neurotoksik
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai