Kasus Myasthenia
Gravis pada Anjing_Kelompok C3 PPDH Periode 1.docx
2
3
4
5
6
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebuntingan atau gestasi merupakan proses alamiah pada hewan betina.
Proses kawin pada beberapa hewan hanya bisa terjadi pada periode tertentu yaitu
pada fase estrus. Pubertas pada anjing mulai umur 6-18 bulan, sedangkan pada
kucing 6-12 bulan (Lorenz et al. 2009). Kebuntingan terjadi akibat adanya
fertilisasi antara ovum dan sperma kemudian berkembang menjadi embrio. Lama
kebuntingan pada hewan berbeda setiap spesies. Anjing merupakan famili Canidae
yang memiliki lama kebuntingan 57-72 hari, sedangkan pada kucing berkisar 52-
74 hari (Lamm dan Njaa 2012).
Deteksi dini terhadap kebuntingan merupakan hal yang penting di dalam
manajemen reproduksi pada praktisi hewan kecil (Aissi dan Slimani 2008). Deteksi
kebuntingan pada hewan kecil dapat dilakukan dengan melihat perubahan anatomi
dan perilaku, serta dapat juga menggunakan alat yaitu ultrasonografi (USG).
Perubahan anatomi pada anjing dan kucing yang jelas terlihat yaitu abdomen yang
membesar, serta puting memerah dan lebih besar dari sebelumnya. Penggunaan
USG dalam deteksi dan pemeriksaan kebuntingan pada hewan kecil sering
digunakan. USG merupakan metode yang sangat efektif untuk diagnosis awal
kebuntingan, penentuan jumlah fetus, kematian fetus, dan menentukan jenis
kelamin (Morase et al. 2009). Pengetahuan tentang kebuntingan hewan dapat
memudahkan pemilik maupun dokter hewan untuk memanajemen kebuntingan
tersebut, mulai dari pemberian pakan dan nutrisi hingga manajemen pemberian obat
oleh dokter hewan jika hewan tersebut sakit.
Kebuntingan adalah suatu kondisi fisiologis khusus di mana pemberian obat
harus diperhatikan, karena fisiologi kebuntingan dapat mempengaruhi
farmakokinetik obat yang digunakan dan obat tertentu dapat mencapai fetus dan
menyebabkan bahaya pada fetus (Sachdeva et al. 2009). Perubahan fisiologis
selama kebuntingan dapat mengubah absorpsi, distribusi, dan tingkat eliminasi
obat, penyesuaian dosis diperlukan untuk keamanan dan keefektifan obat (Rebuelto
dan Loza 2010). Pemilihan sediaan obat pada hewan bunting perlu hati-hati karena
dapat menyebabkan malformasi kongenital beberapa organ hingga kematian pada
fetus. Informasi mengenai sediaan obat yang tidak aman bagi hewan bunting
terutama anjing dan kucing masih sedikit. Makalah ini akan membahas lebih lanjut
mengenai beberapa sediaan obat dan terapi yang tidak aman diberikan, disertai
dengan studi kasus pemberian sediaan yang aman bagi anjing atau kucing bunting.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mempelajari sediaan obat dan
terapi yang tidak aman diberikan pada anjing dan kucing yang sedang bunting.
PEMBAHASAN
Farmakokinetika saat Kebuntingan
Perubahan fisiologis hewan dapat memengaruhi farmakokinetika suatu obat,
salah satu contoh adalah saat kebuntingan. Absorbsi, distribusi, dan eliminasi akan
2
Antibiotik
Antibiotik golongan betalaktam merupakan obat pilihan yang digunakan
selama kebuntingan disebabkan oleh faktor risiko yang rendah, sehingga tidak
membahayakan janin, dan serta kekuatan molekul transplasenta adalah rendah,
karena difusi sederhana (Garrido et al. 2010). Penggunaan antibiotik golongan
Makrolida secara klinis untuk pasien yang alergi terhadap betalaktam. Plasenta
mampu menjadi barrier yang efektif untuk mengurangi pajanan antibiotik
mikrolida terhadap fetus.
Nitrofurantoin, streptomycin, gentamicin, amikacin, tetracyclines
(doxycycline, oxytetracycline), sulphonamides, trimethoprim, dan metronidazole
merupakan kontraindikasi pada hewan bunting, golongan antibiotik ini terbukti
akan menyebabkan malformasi kongenital atau embryotoxicity. Golongan
3
NSAIDs
Penggunaan NSAIDs (Nonsteroidal Anti-inflammatory drugs) pada hewan
bunting tidak dianjurkan. Paparan obat pada fetus dapat menyebabkan teratogenitas
dan menghambat perkembangan fetus. Pada aspirin, beberapa kasus di manusia
menunjukkan kejadian abnormalitas fetus seperti pendarahan cerebral,
penyempitan duktus arteriosus, neonatal acidosis dan toksisitas akibat neonatal
salicylate (Østensen dan Skomsvoll 2005).
Tindakan farmakologi dari NSAID terhadap fetus muncul melalui
penghambatan jalur sintesis prostaglandin, yang memengaruhi sirkulasi darah di
berbagai organ pada fetus. Efek NSAID pada fetus dan neonatal berbeda-beda
tergantung pada periode kebuntingan saat diadministrasikan obat. Hewan yang
diobati dengan NSAID selama awal kebuntingan berisiko memiliki fetus dengan
anomali kongenital (Antonucci et al. 2012).
Antikoagulan
Penggunaan obat-obatan kardiovaskular seperti antikoagulan dapat
menyebabkan berbagai komplikasi bagi janin dan induk. Di samping itu, kehamilan
menyebabkan suatu kondisi hiperkoagulasi sehingga dapat meningkatkan kejadian
tromboemboli (Cunningham et al. 2010). Antikoagulan warfarin banyak digunakan
karena memiliki beberapa kelebihan yaitu pemakaiannya mudah, efektif, dan
murah. Akan tetapi, karena mempertimbangkan dampak yang bisa terjadi pada
janin, maka penggunaan warfarin memiliki batasan-batasan tertentu, terutama
mengenai penggunaan pada trimester pertama (Srivastava et al. 2007). Meskipun
telah dilaporkan bahwa warfarin merupakan antikoagulan yang bersifat acceptable,
namun beberapa peneliti menyarankan untuk menghindari penggunaan warfarin
terutama kehamilan trimester pertama karena warfarin diketahui bersifat
teratogenik dan dapat melewati plasenta. Pendapat lain menyatakan bahwa
penggunaan warfarin masih dapat ditoleransi pada hewan bunting namun dengan
penggunaan dosis yang lebih rendah dari 5 mg/hari, meskipun hal ini masih bersifat
kontroversial.
Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan hormon yang disekresi oleh kelenjar adrenal.
Kortikosteroid bekerja menghambat respon inflamasi dan mendorong
glukoneogenesis (glukokortikoid) dan mendorong retensi natrium dan melepas
4
Antifungal
Masa kebuntingan merupakan salah satu kondisi yang paling rentan akan
infeksi dari luar, contohnya infeksi jamur. Pemilihan obat yang digunakan harus
melalui pertimbangan matang akan risiko terhadap fetus maupun induknya.
Beberapa pertimbangan yang harus diambil diantaranya adalah farmakodinamik,
farmakokinetik, maupun mekanisme kerja dari antifungi tersebut (Pilmis et al.
2015). Dalam kondisi bunting, rute pemberian antifungsi secara topikal lebih
disarankan dibandingkan secara sistemik. Beberapa golongan imidazole lebih
disarankan digunakan dalam keadaan topikal karena memiliki aktivitas antifungi
yang baik serta absorbsi yang minimal kedalam tubuh. Penggunaan dari antifungi
seperti griseofulvin, ketoconazole, dan flucytosine lebih baik dihindari pada masa
kebuntingan karena telah terbukti memiliki efek teratogenik dan embriotoksik pada
hewan (King et al. 1998).
Hormon Estrogen
Hormon estrogen memiliki peran yang penting di dalam fase reproduksi,
seperti saat masa estrus dan ovulasi. Penggunaan hormon estrogen sintetik memiliki
efek samping menimbulkan gejala seperti gangguan keseimbangan tulang,
gangguan vasomotor, maupun psikologis (Mulyati et al. 2006). Ketidakseimbangan
hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron pada awal masa kebuntingan
dapat meningkatkan risiko miscarriage atau keguguran (Xu et al. 2017). Oleh
karena itu, dibuatlah terapi dengan menggunakan estrogen sintetik. Penggunaan
estrogen sintetik yang tidak benar terutama pada hewan bunting dapat mengancam
kelangsungan hidup maupun menyebabkan abnormalitas dari fetus. Contoh dari
estrogen sintetik ialah diethylstilbestrol (DES) dan estradiol.
5
Antibiotik
Doxycycline
Contoh :
Sediaan
Ciprofloxacin
Nama generik : Ciprofloxacin
Nama paten : Cipro® 500 mg tablet, Cipro-A Vet® 100 mL injeksi
Bentuk : Tablet: 500 mg tablet
sediaan Infus: 200 mg per vial
Injeksi: 100 mL per vial
Dosis : ● Kucing: 5-15 mg/kg dua kali sehari secara PO atau 10
mg/kg sekali sehari secara IV
● Anjing: 5-15 mg/kg dua kali sehari secara PO atau 15
mg/kg sekali sehari secara IV; Untuk infeksi saluran
kemih (UTI) dapat digunakan 10 mg/kg sekali sehari
secara PO selama 7-14 hari
Mekanisme : Ciprofloxacin menghambat DNA gyrase maupun sintesis dari
sel DNA dan RNA. Ciprofloxacin memiliki efek antimikroba
spektrum luas, sehingga dapat digunakan pada bakteri gram
negatif maupun gram positif
Indikasi : Infeksi bakteri pada kulit dan jaringan lunak, serta pneumonia
Kontraindikasi : Hewan yang masih muda maupun hewan yang berisiko pada
kejadian seizure
Interaksi obat : 1. Efek kelasi dengan alumunium, kalsium, seng, dan
fosfor bila dicampurkan
2. Meningkatkan risiko kardiotoksisitas dengan quinidine
3. Menghambat absorbsi bila digunakan bersamaan
dengan sulfacrate
Contoh :
sediaan
Enrofloxacin
Nama generik : Enrofloxacin
Nama paten : Baytril®
Bentuk sediaan : Tablet: 22,7 mg, 5,7 mg, dan 68 mg
Injeksi: 22,7 mg/mL
Dosis : Untuk anjing: 5-20 mg/kg/hari
Untuk kucing 5 mg/kg setiap 24 jam.
Dosis rendah 5 mg/kg/hari digunakan untuk organisme sensitif
dengan MIC 0,12 mcg/mL atau lebih kecil, infeksi saluran
kemih; dosis 5-10 mg/kg/hari digunakan untuk organisme
dengan MIC 0,12-0,5 mcg/mL; dosis 10-20 mg/kg/hari
digunakan untuk organisme dengan MIC 0,5-1,0 mcg/mL.
Larutan tidak dianjurkan digunakan secara IV, tetapi
pemberian melalui rute ini aman apabila diberikan secara
lambat (Wientarsih et al. 2020).
Contoh sediaan :
Kortikosteroid
Dexamethasone
Nama generik : Dexamethasone tablet 0.5 mg, Dexamethasone injeksi 5 mg/ml
Nama paten : Dexaharsen® tablet 0.5 mg, Baycuten® ointment 0.4 mg dexa
Bentuk sediaan : Tablet (Dexamethasone, Dexaharsen® tablet 0.5 mg)
Injeksi (Dexamethasone injeksi 5 mg/ml)
Ointment (Baycuten® ointment 0.4 mg dexa)
Dosis : Anjing dan Kucing
- Anti inflamasi: 0.07-0.15 mg/kg s12-24j IV, IM, PO.
(Dosis 0.15 mg/kg biasa digunakan pada kucing)
- Ophthalmic: salep (s6-24j) atau tetes mata (1 drop per s6-
12j)
- Immunosuppressive: 0.125-0.25 mg/kg s24j, IV, IM, PO
pada treatment awal.
- Oral dose (cats): 0.1-0.2 mg/kg q24h, PO, added to food.
After initial dose, lower dose to maintenance of 0.05 mg/kg
q48-72h, PO.
- Pemeriksaan fungsi adrenal: Low-dose dexamethasone
suppression test: 0.01 mg/kg IV (anjing) dan 0.1 mg/kg IV
(kucing), High-dose dexamethasone suppression test: 0.1
mg/kg IV (anjing) dan 1.0 mg/kg IV (kucing).
Mekanisme : Dexamethason merupakan kortikosteroid, anti inflamasi dan
immunosupresif. Mekanisme anti inflamasi dexamethasone
adalah menghambat sel inflammatory dan mensupresi sel
mediator inflamasi. Dexamethasone sediaan berbeda dengan
dexamethasone sodium phosphate yang bersifat water soluble
dan dapat digunakan pada injeksi via IV.
Indikasi : Dexamethasone digunakan sebagai obat anti inflamasi dan
pada penyakit immune-mediated. Obat ini dipakai untuk
mengetes fungsi kelenjar adrenal. Pada hewan besar,
dexamethasone digunakan untuk induksi partus dan perawatan
anti inflamasi.
10
NSAIDs
Aspirin
Nama generik : Aspirin/Asam asetilsalisilat
Nama paten : Cardio® aspirin tablet 100 mg, Aspilets® chew tab 80 mg
Bentuk sediaan : Tablet (Cardio® aspirin tablet 100 mg, Aspilets® chew tab 80
mg)
Dosis : Analgesik: 10 mg/kg s12j PO (anjing), 10 mg/kg s48j (kucing)
Anti-inflamasi: 20-25 mg/kg s12j PO (anjing), 10-20 mg/kg
s48j PO (kucing)
Antiplatelet: 1-5 mg/kg s24-48j PO (anjing), 80 mg per ekor
s48j PO (kucing)
Mekanisme : Aspirin merupakan golongan obat NSAIDs. Antiinflamasi
karena pada mekanismenya menghambat prostaglandin.
Aspirin mengikat enzim COX/ cyclo-oxygenase pada jaringan
untuk menghambat sintesis prostaglandin. Pada dosis yang
rendah, aspirin lebih memengaruhi enzim COX-1 daripada
11
Antikoagulan
Warfarin
Nama generik : Warfarin
Nama paten : Warfarin, Simarc-2
Bentuk sediaan : Tablet: 1 mg, 2 mg, 2,5 mg, 4 mg, 5 mg, 7,5 mg dan 10 mg
Dosis : anjing: 0,1-0,2 mg/kg s24j PO
kucing yang mengalami tromboemboli mulai dari 0,5
mg/kucing/hari dan dosis ditetapkan berdasarkan
pemeriksaan terbentuknya clot (Wientarsih et al. 2020).
12
Antifungal
Griseofulvin
Nama generik : Griseofulvin
Nama paten : Fulvicin® 250 mg tablet, Grisactin® 250, 500 mg tablet,
Grifulvin® 125 mg/5 mL suspensi oral
Bentuk : Tablet: 250, 500 mg
sediaan Suspensi oral: 125 mg/5 mL
Powder: 15 mg
13
Estrogen
Estradiol
Nama generik : Estradiol cypionate
Nama paten : Ginodiol, Depo-Estradiol
Bentuk sediaan : Tablet: 0,1 mg, 0,2 mg, 1 mg, 2 mg
Injeksi: 2 mg/mL
Dosis : anjing: 22-44 mcg/kg IM (dosis total tidak lebih dari 1,0 mg)
kucing: 250 mcg/kucing IM di antara 40 jam dan lima hari
setelah matang. Penggunaan estradiol dimulai 22 mcg/kg
diberikan sekali secara IM selama 3-5 hari masa estrus atau
sedikitnya tiga hari. Ada satu penelitian yang membuktikan
dosis 44 mcg/kg lebih efektif dibandingkan dosis 22 mcg/kg
yang diberikan selama estrus atau diestrus (Wientarsih et al.
2020).
Mekanisme : Estrogen sintetik yang masuk ke dalam tubuh akan
menyebabkan kadar estradiol dalam darah semakin meningkat.
Kerja progesteron untuk menekan kadar estradiol dalam darah
akan mengalami kesulitan sebab sifat dari etinyl estradiol
sintetik tersebut yang sulit untuk didegradasi. Turunan etinyl
estradiol adalah suatu estrogen kuat dan relatif aktif bila
diberikan per oral, karena resisten terhadap metabolisme hati.
Estradiol secara reversibel diubah menjadi estron dan estriol;
estradiol oral juga mengalami resirkulasi enterohepatik melalui
konjugasi di hati, diikuti oleh ekskresi konjugat sulfat dan
glukuronida ke dalam empedu, kemudian hidrolisis di usus dan
reabsorpsi estrogen.
Indikasi : Estradiol adalah senyawa estrogen semisintesis yang
digunakan terutama untuk menginduksi aborsi pada hewan.
Kontraindikasi : Estradiol tidak boleh digunakan pada hewan bunting yang
nantinya akan menunjukkan bukti kelainan janin. Estradiol
dapat mengubah produksi atau komposisi laktasi. Penelitian
pada hewan percobaan telah menunjukkan abnormalitas pada
janin atau ada bukti risiko kepada janin berdasarkan
pengalaman pengguna.
Diethylstilbestrol
Nama generik : Diethylstilbestrol
Nama paten :
Stibrol® 10 mL injeksi
Bentuk :
Tablet: 0.1, 0.25, 0.5 mg
sediaan Injeksi: 10 mL
Dosis : ● Kucing: 0.05-0.1 mg/ekor sehari satu kali secara PO.
● Anjing: 0.1-1 mg/ekor sehari satu kali secara PO,
menyesuaikan dosis dengan ukuran dari anjing.
Lanjutkan penggunaan selama 5 hari, kemudian
kurangi frekuensi menjadi 2 atau 3 kali seminggu
Mekanisme : Diethylstilbestrol digunakan sebagai pengganti estrogen pada
hewan, dapat menghambat proses laktasi, ovulasi, dan sekresi
androgen. DES juga dapat meningkatkan sensitivitas dari
reseptor alfa pada sphincter dalam kasus inkontinensia urin
Indikasi : Pengobatan estrogen-responsive incontinence dan
menginduksi aborsi pada anjing. Obat DES tidak terjual secara
komersil, namun masih terdapat sebagai campuran dari obat
racikan. Saat ini, penggunaan dari DES dapat digantikan
dengan incurin sebagai pengobatan dari inkontinensia pada
anjing betina (Papich 2016).
Kontraindikasi : Memiliki risiko menyebabkan kanker dan pemakaian dosis
tinggi dapat mengakibatkan anemia pada hewan
Seekor anjing Yorkshire terrier berumur 6 tahun sedang bunting tua dengan
usia kebuntingan 62 hari. Berat anjing tersebut adalah 6.5 kg. Anjing tersebut
memiliki keluhan berupa muntah-muntah, nafsu makan menurun, batuk, poliuria,
dan polidipsia. Anjing di kandangkan di dalam rumah, diberi pakan kering, dan
sudah divaksin maupun diberi obat cacing. Sebelumnya anjing sudah pernah buntin
dua kali dan dalam keadaan normal tanpa ada masalah.
Pada pemeriksaan fisik, anjing menjadi waspada, responsif, dan mengalami
takipnea. Membrane mukosa pink, CPR 2 detik, denyut jantung 120 kali/menit.
Suhu rektal 37.8 °C dan tekanan darah sistol 100 mmHg. Anjing mengalami
dehidrasi 7%. Terjadi distensi abdomen pada saat dipalpasi. Hasil pemeriksaan
biokimia darah lengkap menunjukkan anemia normositik dan normokromik
regeneratif sedang, limfositosis sedang, hiperglikemia, dan ketonemia. Hasil
pemeriksaan urin menunjukkan nilai USG rendah, ketonuria, dan glikosuria.
Hasil pemeriksaan radiografi toraks menunjukkan adanya interstisial
pattern dan pada radiografi abdominal menunjukkan adanya 6 tengkorak fetus.
Diduga adanya pneumonia bakterial berdasarkan radiografi toraks. Anjing tersebut
dirawat inap dan diberi suplai oksigen selama masa tersebut. Beberapa jam setelah
terapi dlakukan, anjing mulai partus dan dalam 5 jam keenam anak anjing lahir
dengan selamat. Dua minggu setelah awal terapi dilakukan, hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah sudah dalam rentang normal. Sebulan kemudian dilakukan
pemeriksaan radiografi toraks dan hasilnya normal. Pemeriksaan dan terapi untuk
mengatasi diabetes dilanjutkan dan satu sampai enam bulan kemudian kadar
glukosa darah tetap dalam rentang normal (Armenise et al. 2011).
17
Antiemetik: 0.2 mg/kg Tiga kali ▪ Dosis 1 kali pemberian: 6,5 kg x 0,2
Metoklopram sehari mg/kg= 1,3 mg
ide ▪ Dosis 5 hari: 1,3 mg x 3 kali x 5 hari=
Tablet 10 mg 19,5 mg
Bronkodilata 100 mg/d 1 kali sehari ▪ Sediaan dipasaran: 10%= 100 mg/ml
tor: ▪ Dosis 1 kali pemberian: 100 mg/day
Acetylcystei Volume 1 kali pemberian: 100 mg /
ne Solutio 100 mg/ml= 1 ml
10%
18
Resep Obat
SIMPULAN
Pemilihan obat dalam terapi pada hewan bunting harus dilakukan dengan
berhati-hati. Beberapa obat yang dapat menyebabkan masalah selama kebuntingan
seperti abortus maupun abnormalitas pada fetus. Penting untuk melihat
kontraindikasi dari obat yang digunakan untuk mencegah pemberian obat tersebut
kepada hewan bunting dan menggantinya dengan obat yang lebih aman. Salah
satunya seperti pemilihan antibiotik golongan betalaktam dibandingkan golongan
lainnya karena faktor risikonya yang lebih rendah.
19
DAFTAR PUSTAKA
Wientarsih I, Prasetyo BF, Madyastuti R, Sutardi LN, Akbari RA. 2020. Obat-
obatan untuk Hewan Kecil Edisi Revisi. Bogor (ID): IPB Press.
Xu Q, Chen J, Wei Z, Brandon T, Zava D, Shi YE, Cao Y. 2017. Sex hormone
metabolism and threatened abortion. Med Sci Monit. 23: 5041-5048.
Yoshida M, Takahashi M, Inoue K, Hayashi S, Maekawa A, Nishikawa A. 2011.
Delayed adverse effects of neonatal exposure to diethylstilbestrol and their
dose dependency in female rats. Toxicol. Pathol. 39: 823-834.
22
LAMPIRAN DISKUSI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Tujuan ditulisnya makalah ini adalah untu mempelajari kasus, terapi dan
sediaan obat pada kasus Feline Rhinotracheitis.
TINJAUAN PUSTAKA
Feline Rhinotracheitis
Patofisiologi
Virus masuk ke tubuh kucing melalui hidung, rute oral atau konjungtiva. Ini
menyebabkan litik infeksi epitel hidung dengan penyebaran ke konjungtiva, faring,
trakea, bronkus dan bronkiolus. Lesi ditandai dengan nekrosis epitel multifokal
dengan neutrofil infiltrasi dan peradangan. Replikasi FHV terjadi secara istimewa
pada suhu yang lebih rendah. Ekskresi virus dimulai 24 jam setelah infeksi dan
berlangsung selama 1–3 minggu. Penyakit akut sembuh dalam 10–14 hari.
Beberapa hewan dapat mengembangkan lesi kronis di saluran pernapasan bagian
atas dan jaringan mata. Virus menyebar di sepanjang saraf sensorik dan mencapai
neuron, terutama di ganglia trigeminal, yang merupakan situs utama latensi (Thiry
et al. 2009). Latensi terjadi setelah fase akut penyakit, dengan reaktivasi virus
secara berkala yang terkadang dikaitkan dengan tanda klinis muncul kembali
(Gaskell et al. 2007).
Transmisi
FHV-1 dapat ditularkan dalam sekresi mata, hidung, dan mulut dan sebagian
besar melalui transmisi kontak langsung dengan kucing yang terinfeksi. Hewan
yang terinfeksi secara akut jelas merupakan salah satu sumber virus yang paling
utama, tetapi kucing pembawa yang terinfeksi secara laten (carrier) juga dapat
melepaskan virus dan menginfeksi kucing yang. Dalam beberapa situasi, transmisi
tidak langsung juga dapat terjadi melalui kontaminasi perumahan, pemberian
makan, kebersihan perkakas, dan kebersihan personal (Gaskell et al. 2007).
Gejala Klinis
Diagnosa
sequestra kornea, darah atau biopsi. Metode molekuler tampaknya lebih sensitif
daripada isolasi virus atau indirect imunofluoresensi (Thiry et al. 2009).
Penanganan Penyakit
Terapi Suportif
Pemulihan cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa (misalnya,
penggantian kehilangan kalium dan bikarbonat karena salivasi dan kurangnya
asupan makanan), pemberian lebih disukai melalui infus, diperlukan pada kucing
dengan tanda klinis penyakit yang parah. Asupan makanan sangat penting. Banyak
kucing tidak mau makan karena kehilangan indra penciuman atau bisul di rongga
mulut. Dapat digunakan stimulan nafsu makan (misalnya siproheptadin). Untuk
mencegah infeksi bakteri sekunder, antibiotik spektrum luas yang mencapai
penetrasi ke saluran pernapasan harus diberikan pada semua kasus akut. Kotoran
hidung harus dibersihkan dengan menggunakan saline dan salep lokal. Obat
mukolitik (misalnya, bromheksin) mungkin berguna. Tetes mata atau salep dapat
diberikan beberapa kali sehari. Nebulisasi dengan garam bisa digunakan untuk
memerangi dehidrasi saluran udara. Pemberian vitamin juga dapat dilakukan (Thiry
et al. 2009).
Antiviral
Beberapa antiviral yang dapat digunakan yaitu Trifluridin, Feline IFN-ω,
Human IFN-α, L-lysine, Idoxuridine, Ganciclovir, dan Aciclovir (Thiry et al.
2009). Antiviral seperti Trifluridin, ganciclovir, idoxuridin, famciclovir, vidarabin,
dan aciclovir berperan sebagai DNA analog yang akan berkompetisi menghambat
polimerase dan replikasi DNA sehingga replikasi virus dapat ditekan (Gould 2011).
Vaksinasi
Menurut Thiry et al. (2009), Infeksi virus herpes kucing sering terjadi dan
dapat menyebabkan penyakit yang parah, dan terkadang fatal. Oleh karena itu
vaksinasi direkomendasikan pada kucing untuk mengurangi tingkat keparahan
apabila kucing mengalami feline rhinotracheitis. Gould (2011) menyatakan bahwa
vaksin FHV tidak serta merta melindungi kucing dari infeksi FHV-1. Vaksin FHV
hanya mengurangi tingkat keparahan apabila kucing terinfeksi.
PEMBAHASAN
Mekanisme Terapi
tahun 1995, dari 14 kucing milik klien dengan penyakit mata herpetik oleh infeksi
FHV-1 yang diobati dengan trifluridine, idoxuridine, atau vidarabine yang
dioleskan secara topikal, 43% gagal untuk membaik atau memburuk (Stiles 1995).
Maka penting untuk mengetahui manajemen terapi dan pengobatan yang tepat
untuk penyakit ini.
Amoxicillin
Nama Generik Amoxicillin trihydrate dan clavulanic acid (Co-Amoxiclav)
Nama Paten Synulox®
Bentuk Sediaan Tablet
Dosis 12,5 mg/kg 2x sehari untuk kucing
Mekanisme Amoxcillin mengikat protein penisilin yang berperan dalam
sintesis dinding sel bakteri sehingga menurunkan kekuatan
dinding sel dan menghancurkan bakteri.
Indikasi Manajemen pengobatan infeksi bakteri gram positif, gram
negatif serta anaerob obligat.
Kontra Indikasi Aplikasi antibiotik oral pada penderita gangguan saluran
gastrointestinal, hewan yang mengalami hipersensitivitas
terhadap antimikroba golongan beta-laktam, pemberian
antibiotik pada marmot, hamster dan kelinci
Bentuk Sediaan
Famsiklovir
Nama Generik Famsiklovir
Nama Paten Famvir®
Bentuk Sediaan Tablet
31
Lysine
Nama Generik Lysine
Nama Paten L-Lysin®
Bentuk Sediaan Kapsul
Dosis 260-500 mg PO 2x sehari untuk kucing dewasa
Mekanisme Mencegah konsetrasi arginin yang diperlukan untuk
replikasi virus sehingga suplemen dapat menekan infeksi
dan reaktivasi FHV-1
Indikasi Sumplemen untuk menekan infeksi dan reaktivasi FHV-1
pada kucing
Kontra Indikasi Jangan menggunakan sediaan yang mengandung
propylene glycol karena bersifat toksik untuk kucing.
Bentuk Sediaan
Studi Kasus
Sinyalemen.
Bulan Agustus 2009, terdapat seekor kucin jantan ras domestik berumur
sembilan bulan dibawa untuk perawatan klinis veteriner di kotamadya Faxinal dos
Guedes, Brasil.
32
Anamnesa.
Kucing memiliki riwayat hidung berlendir, bersin dan nafsu makan
menurun. Pemilik melaporkan bahwa kucing pada usia enam bulan mengalami
bersin dengan adanya cairan hidung. Setelah sembuh, kucing kembali sakit pada
umur 9 bulan. Kucing kasus tinggal bersama kucing lain dan kedua kucing tersebut
memiliki gejala serupa.
Pemeriksaan Fisik.
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan kucing terlihat apatis, selaput lendir
pucat, skor tubuh 3 (3 dari 9), sekret hidung mukopurulen, keratitis bilateral (parah)
dengan kebutaan yang jelas dan beberapa ulkus dengan diameter 0.3 cm pada
mukosa gingiva.
Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengidentifikasi virus pada bahan
kerokan konjungtiva. Hasil pemeriksaan sitopatologi langsung konjungtiva
menunjukkan terdapat badan inklusi FHV-1 (Feline Herpesvirus-1).
Terapi
Pengobatan yang diberikan pada kucing adalah terapi antibiotik amoxicillin
trihydrate dan clavulanic acid (Synulox®) 62,5 mg (dosis: 12.5 mg/kg) sebanyak
dua kali sehari dan suplemen pakan yang kaya lisin yaitu Cat Lysin® 1,5 g/hari
dicampur dalam pakan kucing, keduanya diresepkan selama 30 hari. Karena adanya
ulserasi pada mukosa mulut, pasty food (Recovery®) diresepkan pada minggu
pertama pengobatan. Setelah lima hari, hewan kembali dievaluasi untuk mengamati
penyembuhan ulkus mulut dan penurunan cairan hidung. Pada saat itu, pemilik
melaporkan bahwa kucing kasus telah kembali memiliki nafsu makan yang normal.
Setelah 20 hari, kucing kasus menjadi sehat dan menunjukkan perbaikan dan
perubahan yang nyata pada tanda-tanda klinisnya.
Dosis Frekuensi
Obat Perhitungan
Pemberian Pemberian
Pemberian sehari :
62.5 mg x 2 kali = 125 mg
Amoxicillin +
Clavulanic acid 2x sehari
62.5 Pemberian 10 hari :
(Synulox® selama 30
mg/ekor 125 mg x 10 hari=1250 mg
500 mg) hari
Pemberian 30 hari:
1250 x 3 = 3750 mg = 8 tablet
Pemberian sehari : 1500 mg
SIMPULAN
Feline herpes virus-1 (FHV-1) merupakan virus penyebab terjadinya infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang dikenal sebagai feline rhinotracheitis. Gejala
klinis pada penyakit ini meliputi sekresi cairan hidung dan mata, bersin, batuk, dan
dispnea. Diagnosa kasus feline rhinotracheitis dapat dilakukan melalui PCR atau
isolasi virus. Terapi yang dapat diberikan pada kasus feline rhinotracheitis adalah
terapi suportif dan obat antiviral, serta vaksinasi untuk terapi preventif.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN DISKUSI
Anggia MW : Pada kasus FHV-1, apakah pada lesi mata diberikan treatment
antiviral dengan rute administrasi topikal?
Jawaban : Iya, contohnya trifluridine merupakan obat dengan sediaan topikal
yang digunakan pada kasus FHV-1. Namun, pada kasus yang
dijelaskan Castro (2012), kucing tidak memiliki gejala pada bagian
mata sehingga pemberian antiviral untuk mata secara topikal tidak
diperlukan. Pada kasus ini terapi antiviral diberikan secara sistemik
melalui pemberian Lysine peroral.
Sella SA : Mengapa pemulihan cairan tubuh diperlukan sebagai terapi
suportif untuk feline rhinotracheitis?
Jawaban : Pemulihan cairan tubuh diberikan tergantung pada kondisi tubuh
kucing yang terinfeksi. Kucing yang terinfeksi FHV-1 dapat
mengalami gejala seperti hipersalivasi dan kekurangan nafsu makan.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya dehidrasi, sehingga pemulihan
cairan tubuh diperlukan.
Stevani VE : Kasus ini menggunakan coamoxiclave apakah ada pilihan
antibiotik lain yg dapat digunakan pada kasus feline rhinotracheitis?
Jawaban : Ada, Pertanyaan virda cefalosporin sama cefadroksil
Elvina N : Pada kasus ini digunakan l-lysine yg sebenarnya tidak begitu efektif
untuk pengobatan penyakit menular dalam populasi. Apakah ada
imunomodulator lain yang efektif digunakan untuk penyakit feline
rhinotracheitis?
Jawaban : dalam sebuah populasi sebaiknya kucing diberikan vaksin, Lysin
sebagai supelemen diharapkan bekerja antagonis terhadap arginin
pada virus.
Resma I : Apa yang menyebabkan tingkat kematian pada kitten yang
terinfeksi FHV-1 tinggi?
Jawaban : mortalitas mencapai 30% morbiditas 100%. Biasa menginfeksi
kitten umur 2-8 mg dimana pada umur ini kita belum bisa
memberikan vaksin. Selain itu berbahaya juga karena penyakit ini
bisa dibawa oleh induk yang carier dan menular ke anak, biasa
muncul pada umur 5 mg
37
38
39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Diagnosa
penting untuk mendapatkan hasil klinis yang baik pada kebanyakan kasus MG yang
didapat (LeCouteur 2014). Perawatan suportif meliputi terapi cairan, manajemen
nutrisi, dan penggunaan alat bantu makan. Salah satu sediaan obat yang biasa
digunakan dalam pengobatan MG adalah Pyridostigmine bromide 60 mg,
Neostigmine bromide 0.5 mg, dan Prednisone 10 mg.
Pyridostigmine
Nama Generik :Pyridostigmine 60g
Nama Paten :Mestinon® 60mg
Bentuk sediaan :Tablet
Dosis :0.5-3 mg/kg BID/TID
Mekanisme :Mencegah kerusakan bahan alami tertentu (asetilkolin) di
dalam tubuh. Asetilkolin dibutuhkan untuk fungsi otot
normal.
Indikasi :Digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot
Kontraindikasi :Obstruksi usus mekanik atau kemih, dan perhatian khusus
harus dilakukan dalam pemberian pada pasien asma
bronkial
Interaksi obat :Hindari obat-obatan yang mengganggu transmisi
neuromuskuler, termasuk ampisilin, aminoglikosida, dan
fenotiazin. Organofosfat dapat meningkatkan toksisitas
obat antikolinesterase
Contoh sediaan
Neostigmine
Nama Generik :Neostigmine Bromide 0.5mg
Nama Paten :Prostigmin® 0.5mg
Bentuk sediaan :Vial
Dosis :0.04 mg/kg SC s6j
Mekanisme :Menghambat hidrolisis asetilkolin dengan cara bersaing
dengan asetilkolin untuk pelekatan ke asetilkolinesterase di
lokasi penularan kolinergik. Ini meningkatkan aksi
kolinergik dengan memfasilitasi transmisi impuls melintasi
persimpangan neuromuskuler.
Indikasi :Pengobatan gejala myasthenia gravis
43
Prednisone
Nama Generik :Prednisone 10mg
Nama Paten :Cadista PredniSONE® 10 g
Bentuk sediaan :Tablet
Dosis : 0.5 mg/kg PO SID (1-2 minggu), increase to 2-4 mg/kg PO
SID if needed
Mekanisme :Menurunkan inflamasi melalui penekanan migrasi
polimorfo nuklear leukosit, membalikkan permeabilitas
kapiler yang meningkat, menekan sistem kekebalan dengan
mengurangi aktivitas dan volume sistem kekebalan.
Indikasi :Respon yang tidak adekuat terhadap obat antikolinesterase
Kontraindikasi :Pneumonia aspirasi, diabetes melitus, obesitas berat,
hipertensi yang tidak terkontrol, dan ulserasi
gastrointestinal.
Interaksi obat :Obat-obatan penurunan kortison dalam darah (misalnya
rifampisin, karbamazepin, fenobarbital, fenitoin, primidon)
atau penurunan absorpsi kortison gastrointestinal (misalnya
balutan lambung) litium (kortikosteroid menurunkan kadar
litium dalam darah)
Contoh sediaan
44
Sediaan Immunosupresif
Azathriopine
Nama Generik :Azathioprine 50mg
Nama Paten : Imuran® 50mg
Bentuk sediaan : Tablet
Dosis : Anjing (1-2 mg/kg), Kucing (0.3 mg/kg)
Mekanisme :Menghambat sintesis purin. Purin dibutuhkan untuk
menghasilkan DNA dan RNA. Dengan menghambat sintesis
purin, lebih sedikit DNA dan RNA yang diproduksi untuk
sintesis sel darah putih, sehingga menyebabkan
imunosupresi.
Indikasi :Anemia hemolitik, trombositopenia, artritis, radang hati
kronis, penyakit radang usus dan miastenia gravis
Kontraindikasi :Anemia signifikan. penurunan trombosit darah. penurunan
parah sel darah putih. bekuan darah di pembuluh darah hati.
Interaksi obat :Beberapa produk yang dapat berinteraksi dengan obat ini
adalah: febuxostat, penggunaan obat kanker tertentu di masa
lalu atau sekarang (seperti siklofosfamid, melphalan), obat
lain yang melemahkan sistem kekebalan / meningkatkan
risiko infeksi (seperti rituximab, tofacitinib).
Contoh sediaan
Cyclosporin
Nama Generik : Cyclosporin 10/25/50/100mg
Nama Paten : Atopica capsule 10/25/50/100mg
Bentuk sediaan :Kapsul
Dosis :5 mg/kg PO BID
Mekanisme :Memodulasi sistem imun adaptif. Pada dosis yang
diindikasikan untuk kondisi dermatologis, siklosporin
memiliki efek antiinflamasi pada berbagai leukosit
Indikasi :Profilaksis penolakan organ pada transplantasi alogenik
ginjal, hati, dan jantung. Itu selalu digunakan dengan
kortikosteroid adrenal. Obat ini juga dapat digunakan dalam
pengobatan penolakan kronis pada pasien yang sebelumnya
diobati dengan agen imunosupresif lainnya
Kontraindikasi :Anjing dengan hipersensitivitas terhadap siklosporin.
Interaksi obat :Beberapa produk yang dapat berinteraksi dengan obat ini
antara lain: coal tar, orlistat, obat lain yang melemahkan
sistem kekebalan / meningkatkan risiko infeksi (seperti
natalizumab, rituximab, tofacitinib)
45
Contoh sediaan
Kasus 1
Presentasi Kasus
Seekor anjing jantan Golden Retriver berumur 7 bulan dengan berat badan 32
kg. Pemilik mengatakan anjing mengalami muntah dan regurgitasi beberapa menit
setelah makan, ptyalism, dan aktifitas gerak tubuh yang berkurang. Hasil
pemeriksaan complete blood count, profil serum biokimia, dan urinalisis tidak
menunjukkan adanya abnormalitas pada metabolik. Radiogafi thorax
memperlihatkan cervical distal yang normal dan adanya thocic megaoesophagus.
Hasil pemeriksaan hematologi, gula darah, kalsium, sodium, dan potassium masih
berada pada batas normal. Selain itu juga elektrokardiogram memperlihatkan hasil
yang normal.
46
Terapi
Berdasarkan gejala klinis yang tampak, dalam kasus ini anjing diberikan
terapi berupa injeksi ringer laktat 300 ml secara IV, Vomidine 1 mg, Pan 40 mg
diberikan berdasarkan hasil radiografi yang memperlihatkan anjing mengalami
megaesofagus. Pyridostigmine diberikan dengan dosis setiap 8 jam sekali selama
dua minggu. Pan 40 mg diberikan sebelum makan dengan lama pemberian selama
dua minggu bertujuan untuk mengurangi kerusakan akibat asam lambung pada
esofagus akibat regurgitasi.
Frekuensi
Gejala Klinis Obat Dosis Perhitungan
pemberian
Muntah dan Injeksi Ringer
regurgitasi laktat 300 ml - - -
Domperidone 1
2 kali sehari 1 kali pemberian = 1
(Vomidone®) ml/kg
(5 hari) mg/kg x 32 kg = 32 mg
Total pemberian = 32mg
x 2 x 5 /10 mg
= 32 tablet
Megaesofagus Pantoprazole 1 kali sehari 1 kali pemberian = 1
1 (2 minggu) mg/kg x 32 kg = 32 mg
mg/kg Total pemberian = 32
mg x 1 x 14/40 mg = 11
tablet
Myasthenia Pyridostigmine 3 kali sehari 1 kali pemberian = 0.5
gravis (2 minggu) mg/kg x 32 kg =
0.5 16 mg
mg/kg Total pemberian = 16
mg x 3 x 14 / 60 mg = 11
tablet
47
Kasus 2
Acquired myasthenia gravis in a dog – a case report
Fernandes et al. 2020. Brazilian Journal of Veterinary Medicine. 42:1-4
Presentasi Kasus
Seekor anjing betina ras campuran berumur 4 tahun yang terlihat di Rumah
Sakit Hewan, memiliki riwayat kepincangan dan pernah menderita paresis
intermiten pada pelvic limbs (PL) selama hari 30 hari, dengan evolusi progresif ke
toraks limb (TL) selama 15 hari terakhir. Anjing tersebut mengalami regurgitasi
sporadik berkelanjutan. Pada pemeriksaan fisik, anjing bersikap waspada dan
tanggap terhadap rangsangan, BCS 3/5, tanda vital normal, ada tetraparesis, terjatuh
saat berjalan. Evaluasi neurologis menegaskan tidak defisit pada saraf kranial, tes
propriosepsi tidak berubah, namun terdapat kelemahan otot terutama di pelvic limb,
ekstensor tidak selaras, refleks keempat kaki lemah. Gaya berjalan menunjukkan
adanya ataksia dan tetraparesis. Berdasarkan riwayat, tanda klinis dan evolusi yang
progresif diduga MGa. Hasil uji darahnya biasa saja dan radiografi kontras
menunjukkan kemungkinan megaesofagus, namun serum biokimia menunjukkan
peningkatan enzim keratin kinase.
Terapi
Berat badan tidak diketahui pada jurnal, diasumsikan berat badan anjing 20 kg
700mg/60mg= 11,7
=12 tablet
Terapi lanjutan
1 x pemberian :
20 kg x 2.5 mg/kg
s12j =50 mg
2.5 mg / kg (6bulan –
Pyridostigmi
Myasthenia (PO) diresepkan Total pemberian per
ne bromide
Gravis per 10 10 hari
(Mestinon®)
hari) 2 x 10 hari x 50 mg=
60mg
1000 mg
1000mg/60mg= 16,7
=17 tablet
s12j 1 x pemberian :
(2 bulan 20kg x 0.5 mg/kg =
0.5 mg/kg diresepkan 10 mg
Prednison
Myasthenia (PO) per10
(antiinlamasi
Gravis hari) Total pemberian
+
10hari :
peningkatan
sistem imun)
2 x 10hari x 10 mg =
200 mg
20mg
200mg/20mg = 10
tablet
50
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ercolini AM, Miller SD. 2009. The role of infections in autoimmune disease.
Clinical And Experimental Immunology 155 : 1-15.
Fernandes MedSL, Brock GW, Peixoto AJR, Correa CG, Oliveira Pd, Adeodato
AG, Silva MFAd, Coelho CMM. 2020. Acquired myasthenia gravis in a dog-
a case report. Brazilian Journal of Veterinary Medicine. 42:1-4.
Gilhus NE. 2016. Myasthenia gravis. The New England Journal of Medicine. 375
(26): 2570-2582.
Hopkins AL. 1992. Canine myasthenia gravis. Journal of Small Animal Practice.
33: 477-484.
Juel VC, Massey JM. 2005. Autoimmune myasthenia gravis: recommendations for
treatment and immunologic modulation. Current Treatment Options in
Neurology 7:3-1.
Juel VC, Massey JM. 2007. Myasthenia gravis. Orphanet Journal of Rare Disease.
2 (44). https://doi.org/10.1186/1750-1172-2-44.
LeCouteur RA. 2014. How I Treat Myasthenia Gravis. University of California-
Davis. (USA): California.
52
LAMPIRAN
Diskusi :
1. Bagaimana mekanisme pantoprazole dan bagaimana cara uji
antikolinesterase yang dilakukan pada kasus AMG ? (Stevani Virda)
➔ Dalam kasus ini digunakan pantoprazol untuk megaesofagus yang akan
menyebabkan regurgitasi dan muntah. Sediaan pantaprazol merupakan
obat golongan proton pump inhibitor. Proton pump inthibitor
merupakan golongan obat yang bekerja untuk menghambat asam
lambung. Proton pump inhibitor bekerja lebih efektif dan juga lebih
cepat dalam mengurangi kerukasan yang akibatkan oleh asam lambung
dibandingkan dengan obat2an reseptor H2 antagonis (Abdi)
➔ Uji antikolinesterasi merupakan uji cepat untuk myasthenia gravis,
sediaan yang digunakan berupa neostigmine atau edrophonium ya
diberikan denga rite intravena. Sediaan yang digunakan memperpanjang
dan memperkuat efek neurotransmitter asteilkolin pada sinaps yang
akan terlihat perbaikan kekuatan otot (Fadhil)
2. Manajemen pakan apa yang perlu dilakukan dalam penanganan myasthenia
gravis? (Atika)
➔ Manajemen pakan yang dapat dilakukan diantaranya pemberian pakan
yg halus, mudah dicerna, tinggi kalori, dan suplement penambah imun,
yang mengandung prebiotik, saat melakukan treatmennt pakan, feeding
tube, memastikan anjing dalam konddisi kepala tinggi (Anggia, Elvina)
3. Kenapa pada penanganan myasthenia gravis tidak menggunakan antibiotik
(M. Agung Nulhakim)
➔ Penanganan pada myasthenia gravis berupa treatment simptomatis, pada
kasus yang digunakan tidak terjadi adanya aspirasi pneumonia atau
masuknya makanan ke saluran nafas. Treatment berupa antibiotik
digunakan jika terjadi pneumonia aspirasi yang disebabkan karena
lemahnya otot saluran nafas dan cerna bagian atas (Anggia)
4. Apakah ada treatment lain yang dapat digunakan selain pyridostigmin dan
neostigmine? (Andi Maisya)
➔ Ada sediaan lain yang dapat digunakan yaitu kortikosteroid. Menurut
beberapa penelitian kortikosteroid dapat mengurangi kelainan atau
gangguan pada reseptor acetilkolin. Namun penggunaan kortikosteriod
dalam mengatasi MG tidak sebanyak pyridostigmine dan neostigmen
karena efek respon yang lambat (Abdi)
5. Bagaimana cara kerja sediaan neostigmine pada penanganan myasthenia
gravis? (Resma)
➔ Neostigmine bersaing dengan asetilkolin untuk pelekatan ke
asetilkolinesterase di lokasi penularan kolinergik. Ini meningkatkan aksi
kolinergik dengan memfasilitasi transmisi impuls melintasi
persimpangan neuromuskuler (Michele)
6. Apakah ada efek samping dari penggunaan neostigmine? (Sella)
➔ Efek samping penggunaan neostigmine diantaranya mual, muntah,
hipersalivasi, untuk mengatasinya diberikan bersamaan dengan sediaan
54
atropine. Namun pada kasus yang digunakan tidak terjadi efek samping
tersebut. (Fadhil, Anggia)
7. Bagaimana mekanisme sediaan piridostigmine pada penanganan
myasthenia gravis? Apakah ada treatment lain seperti akupuntur hidroterapi
yang dapat digunakan? (Prasad)
➔ Pyridostigmine bekerja dengan memperlambat breakdown asetilkolin
saat dilepaskan dari ujung saraf. Ini berarti ada lebih banyak asetilkolin
yang tersedia untuk melekat pada reseptor otot, dan ini meningkatkan
kekuatan otot (Michele)
➔ Treatment lain yang dapat digunakan yaitu akupuntur dengan
merangsang reseptor asetilkolin pada keadaan tidak terproduksinya
asetilkolin (Abdi)
➔ Penggunaan alat bantu berdiri pada anjing dengan myasthenia grafis
tetraparesis dapat digunakan. Namun untuk hidroterapi tidak dapat
dilakuakn karena myasthenia gravis dapat semakin parah dengan
exercise (Elvina)
55
56
57
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi
Gejala Klinis
Diagnosa
PEMBAHASAN
Mekanisme terapi
Contoh sediaan :
Studi Kasus 1
Rencana terapi untuk kasus ini adalah mengobati endometritis klinis yang
dapat mempengaruhi status reproduksi sapi di masa depan. Flunixin meglumine 1.1
mg / kg diberikan secara intramuskular dua kali sehari selama 3 hari sebagai anti-
inflamasi, antipiretik dan analgesik. Antibiotik long acting oxytetracycline 20 mg /
kg juga diberikan sekali secara intramaskuler untuk mengobati infeksi saat ini dan
untuk mencegah infeksi bakteri sekunder. Selain itu, Fercobsang 1 ml / 10kg
diberikan secara intramuskular sekali sebagai suplemen zat besi. Kasus pada jurnal
ini adalah kasus endometritis klinis yang dikonfirmasi, pencucian intrauterin
64
Frekuensi
Gejala Klinis Obat Dosis Pemberian Perhitungan
Pemberian
Sekali pemberian
1.1 mg/kg x 400 kg = 440 mg
440 𝑚𝑔
→ 50 𝑚𝑔/𝑚𝑙= 8,8 ml
Flunixin
2 x sehari Total Pemberian
meglumine Inj 1.1 mg/kg
selama 3 hari 2 x 3 hari x 8.8 ml = 52.8 ml
Fluxicon® IM
1 vial = 100 ml
→52.8 ml / 100 ml = 1 vial
1 vial = 100 ml
→40 ml/ 100 ml = 1 vial
0.9% NaCL IV - - -
65
Studi Kasus 2
Sapi aceh adalah sapi hasil persilangan antara sapi lokal (Bos sondaicus)
dengan sapi keturunan zebu dari India (Bos indicus). Sapi aceh merupakan salah
satu plasma nutfah sapi potong di Indonesia yang banyak dipelihara dan tersebar di
Aceh (Basri 2006). Sapi aceh memiliki nilai konsumsi yang tinggi bagi masyarakat,
sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha ternak. Salah satu jenis
gangguan reproduksi pada ternak yang sering terjadi adalah endometritis.
Endometritis adalah peradangan pada lapisan endometrium uterus (Ratnawati et al.
2007). Penanganan penyakit endometritis dapat dilakukan dengan memberikan
terapi antibiotik, salah satu antibiotik yang sering digunakan adalah oksitetrasiklin.
Sheldon dan Noakes (1998) menyatakan bahwa oksitetrasiklin efektif digunakan
untuk terapi endometritis. Antibiotik ini besifat bakteriostatik, bekerja dengan
66
Dosis Frekuensi
Gejala Klinis Obat Perhitungan
Pemberian Pemberian
Sekali pemberian
1 mg x 5 ml = 25 mg → per sapi
Dinoprost
Tromethamine 2 x sehari Total Pemberian
5 ml/sapi
– PGF2α selama 10 5 ml x 2 kali x 10 hari = 100 ml
(IM)
(LUTALYSE®) hari
POM-V 1 vial = 100 ml
→100 ml / 100 ml = 1 vial
Diagnose
endometritis Sekali pemberian
250 mg/ 100 kg x 400 kg (cnth) = 1000 mg
1000 𝑚𝑔
→ 50 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 20 ml
Oxytetracycline
250 mg/ Sekali dalam
VET-OXY
100 kg (IU) pengobatan Volume maksimal pemberian
SB® IU 10 ml/injection site
1 vial = 100 ml
→20 ml/100 ml = 0.2 = 1 vial
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah FFJ, Chung ELT, Abba Y, Tijjani A, Sadiq MA, Mohammed K, Osman
AY, Adamu L, Lila MAM and Haron AW. 2015. Management of clinical
case of endometritis in a cow: a case report. Journal of Veterinary
Advances. 5(4): 887-890.
Basri H. 2006. Penelusuran Arah Pembibitan Sapi Aceh. Banda Aceh (ID):
Universitas Syiah Kuala Darussalam.
Blood DC, Studdert VP, Gay CC. 2011. Saunders Comprehensive Veterinary
Dictionary 4th Ed. London (UK): Saunders.
Budiyanto A, Tophianong TC, Dewi HK. 2016. Gangguan reproduksi Sapi Bali
pada pola pemeliharaan semi intensif di daerah system integrase sapi –
kelapa sawit. Acta Veterinaria Indonesiana. 4(1): 14-18.
Dolezel R, Palenik T, Cech S, Kohoutova L, Vyskocil. 2010. Bacterial
contamination of the uterus in cows with various clinical types of metritis
and endometritis and use of hydrogen peroxide for intrauterine treatment.
Veterinarmi Medicina. 55(10): 504-511.
Fazil R, Ginta R, Razali D. 2019. Diagnosa endometritis pada sapi aceh dengan
menggunakan alat metricheck dan vaginoskop. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Veteriner. 3(4):181-188.
Galvao KN. 2011. Identifying and treating uterine disease in dairy cows.
Proceeding 47th Florida Dairy Prod Conf. Gainesville.
Gilbert R.O. 2015. Metritis and Endometritis in Large Animals [Internet]. MSD
Manual Veterinary Manual [Internet]. [diakses 5 September 2020].
Tersedia pada: https://www.msdvetmanual.com/reproductive-system/met
ritis-in-large-animals/metritis-and-endometritis-in-large-animals.
Kahn CM, Line S. 2005. The Merck Veterinary Manual 9th Ed. USA: Merial.
Lee SC, Jeong JK, Choi IS, Kang HG, Jung YH, Park SB, Kim IH. 2018.
Cytological endometritis in dairy cows: diagnostic threshold, risk factors,
and impact on reproductive performance. Journal of Veterinary Science.
19(2): 301-308.
McDougall S, Macaulay R, Compoton C. 2007. Association between endometritis
diagnosis using a novel intravaginal device and reproductive performance
in dairy cattle. Animal Reproduction Science. 99(1): 19-23.
69
Sesi 2
Tambahan