Anda di halaman 1dari 4

Ovulasi

Peristiwa penentuan ini memisahkan fase folikuler dan luteal dari siklus menstruasi. Setelah ovulasi,
korpus luteum berkembang dari sisa-sisa folikel graafian dalam suatu proses disebut sebagai luteinisasi.
Pemisahan membran basement sel granulosa-lutein dan teka-lutein rusak, dan pada hari ke-2
pascaovulasi, pembuluh darah dan kapiler menginvasi lapisan sel granulosa. Selama luteinisasi, sel-sel ini
mengalami hipertrofi dan meningkatkan sintesis hormon. LH adalah faktor luteotropik utama yang
bertanggung jawab untuk pemeliharaan korpus luteum

Pola sekresi hormon korpus luteum berbeda dari folikel. Pertama, kapasitas yang lebih besar dari sel-sel
granulosa-lutein untuk menghasilkan hasil progesteron dari ditingkatkan akses ke lipoprotein densitas
rendah (LDL) yang ditularkan melalui darah kolesterol, yang merupakan prekursor steroidogenik (Carr,
1981). Produksi progesteron ovarium memuncak pada 25 hingga 50 mg/hari selama fase midluteal.
Dengan kehamilan, korpus luteum melanjutkan produksi progesteron sebagai respons terhadap
plasenta human chorionic gonadotropin (hCG). LH dan hCG keduanya bekerja melalui reseptor LH-hCG
yang sama.

Korpus luteum manusia adalah organ endokrin sementara. Dengan tidak adanya kehamilan, dengan
cepat mengalami apoptosis 9 sampai 11 hari setelah ovulasi. Penurunan dramatis dalam sirkulasi
estradiol dan tingkat progesteron memulai molekuler peristiwa yang menyebabkan menstruasi.

Hiperplasia Endometrium

Perkembangan endometrium yang berlebihan biasanya manifestasinya terdapat perdarahan diluar


siklus haid dengan jumlah yang sangat banyak, diperngaruhi hormon estrogen dari dalam (nulipara, dm,
hipertensi, pcos, obesitas) dan dari luar penggunaan (hormonal terapi, obat tamoxifen pd ca mamae).
Sering menjadi dilematik jika bertemu dengan simplek, kompleks, atipia, dan non atipik.

Hiperplasia Endometrium Atipik akan jadi masalah termasuk lesi prakanker, jika mengarah ke sel” atipik
berpengaruh besar mengarah ke ca endometrium jika tidak ditangani dengan cepat maka progresifitas
dan perdarahan akan timbul.

Perdarahan pada endometrium ini kadang didx kelainan hormonal sehingga diberikan terapi hormonal,
yang terbaik dilakukan pemeriksaan transvaginal USG, sehingga kita bisa meliat ketebalan dari
endometrium dan timbul kecurigaan ini merupakan HE, lalu faktor resiko umur dll, riwayat dm dsb. Dan
dilakukan sampling endometrium nipple, kuret, histeroskopi.

HE perteman antara jaringan endo yg tdk normal dan kelenjar lalu didapatkan peningkatan yang
abnormal dari estrogen, jika ingin diagnosa pada HE harus terdapat hasil dari pemeriksaan histopatologi
sedangkan mioma bisa di dx dengan hasil usg

Hiperplasia kompleks atipik menunjang terjadinya ca endometrium lalu diberikan terapi progesteron
namun perlu dipertimbangkan lagi, dapat berpotensi terjadi keganasan. Untuk HE jika mengacu pada
algoritma dari RCOG untuk yang non atipik nya bsa diberikan (progentron oral atau progestron IUD
hormonal) bisa diberikan (norethisterone 5 mg 14 hr) dievaluasi selama 3 bulan dan di evaluasi kembali
dengan diambil sampling diliat apakah masih ada HE dikatakan gagal terpai hormonal bisa dilanjtkan
dengan dosis yang ditambah atau dilakukan hiterektomi (apabila tdk membutuhkan lagi fungsi
reproduksi)

Usia pasien sangat berpengaruh 10-14 mm bahkan bisa lebih, jika usia telah memasuki masa
menopause, 55 tahun HE non atipik dan thyroid pilihan yang paling tepat dengan histerektomi. Mungkin
bisa dengan terapi iud namun mengingat terapi tersebut membutuhkan waktu yang panjang, sebaiknya
jika dilakukan progestron, untuk masalah tiroid ditanyakan apakah ada riwayat breast ca dikarenakan ini
dapat menekan endometrium.

Bagaimana kaitan paparan estrogen dan progestron apakah kuretase dapat disembuhkan dengan itu,
kuretase itu sbg terapi dan diagnositik, pasien harus betul” dijelaskan dalan mengonsumsi obat bukan
karena darahnya sudah tidak keluar jadi berhenti meminum obat.

Ablasia endometrium, endometrium dihabiskan hingga tidak dapat tumbuh lagi

Obesitas salah satu faktor resiko HE ujung”nya mengarah pada unapossed estrogen yaitu paparan
estrogen yang tidak terkendali, salah satu cara memotong yaitu dari pola hidup.

Pasien berkali-kali dikuret dan hasilnya tetap sama, apakah perlu dilakukan hiterektomi? Jika usia masih
reproduksi perlu dijelaskan terlebih dahulu atau dilakukan tindakan alternatif yaitu tindakan kuretase
dan dilakukan pengecekan kembali untuk hasil histopatologinya.

Seberapa cepat progresifitasnya sehingga dapat menjadi ca endometrium; gejala awal yaitu AUB
tergantung dari hasil histopatologinya

 Hiperplasia non atipik : 1% kemungkinan terjadi ca endometrium sktr 5 th


 Kompleks : 3%
 Atipik : 50-60 % kemungkinan sktr 3-5 th progresifitasnya menjadi Ca endometrium

IUD jika melebihi batas masa vaginal discharge harus dilakukan evaluasi, iud non hormonal reaksi
inflamasi steril sehingga iud menjadi alat kontrasepsi berapa lama bisa mengarah keganasan
dikarenakan proses infeksi, jika penggunaan iud hormonal dia tidak terjadi perdarahan jika selama 5 th

Terapi hormonal kita berikan dengan progestron oral (norethisterone atau diberikan
medroksiprogestron asetat 5-10 mg selama 3 minggu) folllow up selama 3 bulan lalu dilakukan samplig
endometrium jika masih terdapat bisa dinaikan dosis nya, setelah 6 bulan jika tidak ada respon bsa
dilakukan hiterektomi. Harapannya agar endometrium itu tidak ada perdarahan lagi dan tidak ada lagi
sampel yg mengarah ke keganasan.

Endometriosis

Penyebab pasti endometriosis masih belum diketahui, tetapi teori telah diajukan. Yang lebih disukai
menggambarkan menstruasi retrograde melalui saluran tuba (Sampson, 1927). Fragmen endometrium
yang direfluks ini menginvasi mesothelium peritoneal dan mengembangkan suplai darah untuk
kelangsungan hidup dan pertumbuhan implan. Data pendukung antara lain laporan yang dibedah
pemusnahan saluran keluar pada babun menginduksi endome triosis (D'Hooghe, 1997). Dalam korelasi,
wanita dengan arus keluar obstruksi saluran juga memiliki insiden endometriosis yang tinggi, yang sering
hilang setelah bantuan obstruksi (Sanfilippo, 1986; Williams, 2014). Namun yang penting, kebanyakan
wanita mengalami menstruasi retrograde (Halme, 1984). Dengan demikian, faktor lain, seperti
komponen imunologi dan angiogenik, mungkin membantu ketekunan implan.

Teori lain menyangkut metaplasia coelomic dan menyarankan bahwa peritoneum parietal bersifat
pluripoten dan dapat mengalami transformasi metaplastik menjadi jaringan yang secara histologis
identik dengan endometrium normal. Karena ovarium dan nenek moyang endometrium, saluran
mullerian, keduanya berasal dari coelomic epithelium, metaplasia tersebut dapat membantu
menjelaskan endome triosis yang melibatkan ovarium. Proses ini juga dapat mendasari kasus
endometriosis pada mereka yang tidak menstruasi, seperti preme narchal perempuan dan laki-laki
diobati dengan estrogen dan orchiectomy untuk kanker prostat (Marsh, 2005; Taguchi, 2012). Terakhir,
teori dimaksudkan bahwa sisa-sisa Mullerian tertinggal di sepanjang jalur embrionik mereka mengalami
diferensiasi abnormal

Estrogen memainkan peran penyebab dalam pembentukan endometriosis dan berasal dari berbagai
sumber. Pertama, kebanyakan estrogen pada wanita diproduksi langsung oleh ovarium. Kedua, jaringan
perifer juga menghasilkan estrogen melalui (konversi androgen ovarium dan adrenal oleh enzim
aromatase). Endometriotik implan mengekspresikan aromatase dan 17β-hidroksisteroid dehidrogenase
tipe 1, yang merupakan enzim yang bertanggung jawab untuk konversi androstenedione menjadi estron
dan estron menjadi estradiol, masing-masing. Implan, bagaimanapun, kekurangan 17β-hidroksisteroid
dehidrogenase tipe 2, yang menonaktifkan estrogen.

Kombinasi enzimatik ini memastikan bahwa implan menciptakan lingkungan estrogenik. Apalagi itu
memberikan alasan untuk penggunaan inhibitor aromatase untuk berkurang aktivitas aromatase dalam
kasus klinis refraktori (hal. 241). Terakhir, sel stroma endometriotik secara unik mengekspresikan
pelengkap penuh gen dalam kaskade steroidogenik, yang cukup untuk mengubah kolesterol menjadi
estradiol itu sendiri.

Selain lingkungan estrogenik, efek progester satu yang normal dilemahkan pada endometriosis.
Progesteron ini resistensi diperkirakan berasal dari konsentrasi reseptor progesteron yang rendah secara
keseluruhan di dalam implan (Attia, 2000). Secara khusus, overekspresi patologis reseptor estrogen β
pada endometriosis menekan ekspresi α reseptor estrogen. Hal ini mengurangi induksi reseptor
progester 1 yang dimediasi estradiol dalam sel endometriotik

Sebagai salah satu konsekuensi dari resistensi ini, kelangsungan hidup direfluks endometrium pada
wanita yang terkena mungkin didukung. Yaitu, endometrium normal tidak mengekspresikan aromatase
dan memiliki peningkatan kadar 17β-hidroksisteroid dehidrogenase tipe 2 dalam menanggapi
progesteron (Satyaswaroop, 1982). Sebagai akibat, progesteron memusuhi efek estrogen pada
endometrium endo normal selama fase luteal. Endometriosis, bagaimanapun, memanifestasikan
keadaan resistensi progesteron relatif, yang mencegah antagonisme ini dalam implannya. Resistensi
progesteron juga dapat meningkatkan implantasi endometrium yang mengalami refluks. Invasi
mesothelium dapat terjadi dibantu oleh matrix metalloproteinases (MMPs). Ini adalah grup protein
kolagenase yang dapat mencerna dan merombak ekstraseluler matriks dan terlibat dalam omset
endometrium selama menstruasi normal. Dari berbagai MMP, ekspresi MMP-3 adalah meningkat secara
signifikan pada wanita dengan endometriosis dibandingkan dengan kontrol yang sehat, dan ekspresinya
meningkat secara signifikan selama fase luteal (Kyama, 2006). Progesteron menekan aktivitas MMP
(Itoh, 2012). Dengan demikian, pasien yang tidak terpengaruh, resistensi progesteron di dalam implan
ini dapat menambah aktivitas MMP yang diperlukan untuk invasi implan.

Anda mungkin juga menyukai