Anda di halaman 1dari 13

JURNAL Endometriosis dan Infertilitas: Patofisiologi dan Manajemen

Diajukan Kepada : dr. .........................

Disusun Oleh : Nama : ..................... NIM : .....................

SMF ILMU PENYAKIT ............... FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2012

Lembar Pengesahan Telah dipresentasikan dan disetujui Jurnal berjudul : Endometriosis dan Infertilitas: Patofisiologi dan Manajemen Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat ujian di SMF Ilmu Penyakit RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh : Nama : ................... NIM : ..................

Telah dipresentasikan Tanggal :

Dokter pembimbing,

dr. .........................................

Endometriosis dan Infertilitas: Patofisiologi dan Manajemen Endometriosis dan infertilitas berhubungan secara klinis. Terapi medis dan bedah untuk endometriosis memiliki efek yang berbeda pada kemungkinan konsepsi seorang wanita, baik secara spontan atau melalui reproduksi yang dibantu teknologi (ART). Terapi medis untuk endometriosis bersifat kontraseptif. Data, yang sebagian besar tidak terkontrol, menunjukkan bahwa operasi pada setiap stadium endometriosis meningkatkan kemungkinan konsepsi alamiah. Kriteria untuk endometrioma yang tidak diangkat antara lain: kista bilateral, riwayat pembedahan masa lalu, dan perubahan cadangan ovarium. Kekhawatiran bahwa operasi dapat mengubah fungsi ovarium telah disepakati melalui aturan: tidak ada operasi sebelum ART. Pengecualian untuk acuan ini adalah apabila terdapat nyeri, hidrosalping, dan endometrioma yang sangat besar. Pengobatan medis, misalnya selama 3-6 bulan dengan analog gonadotropin-releasing hormon (GnRH) -meningkatkan hasil ART. Operasi sebaiknya dipertimbangkan segera mengingat usia, cadangan ovarium, status pria dan status tuba sehingga waktu dapat digunakan untuk upaya memperoleh kehamilan secara alami. Dalam kasus lain, preferensi yang digunakan adalah administrasi analog gonadotropin-releasing hormon sebelum ART, dan tidak ada operasi sebelumnya. Namun strategi untuk operasi awal tampaknya masih menjadi kontroversi karena adanya keyakinan bahwa pilihan upaya non-bedah yang lebih ringan harus ditawarkan pertama kali dan operasi menjadi pilihan terakhir (hanya jika upaya pengobatan awal gagal). Menimbang keuntungan masing-masing dari operasi, terapi medis dan ART adalah dasar untuk pendekatan global infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis. Pendahuluan Endometriosis merupakan penyakit misterius yang dikarakteristikkan dengan perkembangan jaringan endometrium di luar uterus yang menyebabkan adanya nyeri dan infertilitas. Terdapat hubungan antara jumlah, tipe, dan lokasi dari lesi endometriotik dengan keluhan nyeri yang timbul. Sebaliknya hubungan antara endometriosis dan infertilitas masih belum jelas, meskipun hubungan ini telah dikenali secara klinis. Pandangan yang berlaku saat ini adalah bahwa infertilitas pada endometriosis merupakan multifaktorial dengan banyak mekanisme yang teridentifikasi bahwa endometriosis mungkin mengganggu reproduksi. Setelah mengetahui patofisiologi dan latar belakang endometriosis dan infertilitas, kami akan menilai masing-masing terapi bedah dan medis. Terapi medis yang dimaksud adalah banyaknya agen yang bervariasi dikenal pada pengobatan endometriosis (seluruhnya memblok fungsi ovarium namun dengan cara yang berbeda). Saat ini, obatobatan yang terutama adalah agonis GnRH, kontrasepsi oral, dan pengobatan hormon lainnya (misal progestin). Meskipun demikian hal ini tidak mencakup variasi reproduksi yang dibantu teknologi (ART) seperti stimulasi ovarium yang digunakan untuk augmentasi dari fertilitas dan kadang-kadang dilakukan untuk pasien endometriosis. Saat terapi bedah dan medis gagal dilakukan, atau konsepsi alami tidak dimungkinkan terjadi karena adanya penyakit tuba atau perubahan karakteristik pria, kembalinya terapi pada terapi ART menjadi penting untuk dilakukan. Beberapa teknik meliputi fertilisasi in vitro (IVF) dan variannya untuk faktor infertilitasi pria adalah injeksi sperma intrasitoplasmik. Dengan demikian kami juga akan membahas mengenai bagaimana terapi medis dan 4

bedah untuk endometriosis akan mempengaruhi hasil dari ART. Pada akhirnya dengan dasar pendekatan global untuk infertilitas yang terkait dengan endometriosis, kami akan menyusun algoritme praktis sebagai acuan dalam manajemen klinik terkait endometriosis. Patofisiologi Gambar 1 menunjukkan kemungkinan mekanisme dimana endometriosis berpengaruh terhadap fertilitas. Proses ini dijelaskan dibawah menurut lokasi endometriosis pada cavum pelvis, ovarium, atau uterus. Cavum Pelvis Menstruasi retrograde yang pertama kali dideskripsikan oleh Sampson masih menjadi mekanisme primer dari patogenesis endometriosis. Adanya peranan dari peritoneum teori metaplasia coelomic juga telah diperkirakan. Pada akhirnya lesi endometriotik kemudian dihubungkan dengan perubahan lebih lanjut dari cairan peritoneal yang mengelilingi organ pelvis. Cairan ini, berupa cairan serosa ultrafiltrasi dengan jumlah sekitar 20 ml, berisi sekresi ovarium pada wanita termasuk cairan folikular yang dilepaskan pada saat ovulasi. Fertilisasi pada oosit manusia (konsepsi alamiah) terjadi pada ujung distal dari tuba fallopi, yaitu ampula, pada daerah yang berdekatan dengan ovarium. Dengan adanya ruang terbuka yang luas dengan cavum pelvis, ampula juga terkena dari cairan peritoneal yang juga berkontribusi dengan lingkungan di mana fertilisasi terjadi secara normal. Dengan demikian secara logis perubahan karakteristik dari cairan peritoneal dapat mempengaruhi terjadinya konsepsi alamiah pada tempat tersebut. Inflamasi pelvis, sebuah gejala klasik dari endometriosis, tidak hanya merupakan hasil dari lesi endometriotik tetapi juga merupakan faktor yang mencetuskan proliferasi dan pertumbuhan ektopik dari jaringan endometrial. Bukti dari perubahan inflamasi pada endometriosis yang dapat berpengaruh terhadap cairan peritoneal meliputi : proliferasi, aktivasi, dan disfungsi fagosit dari makrofag, sekresi faktor proinflamasi, faktor pertumbuhan, dan faktor, angiogenik, dan peningkatan sel Natural Killer dan Limfosit T dan disfungsi sel tersebut, termasuk berkurangnya aktivitas sitotoksik. Beberapa data yang dipublikasikan (namun tidak seluruhnya) menduga bahwa cairan peritoneal dari wanita dengan endometriosis mengarah kepada terjadinya imobilisasi sperma melalui aktivitas dari makrofag. Interleukin 1 dan 6 secara langsung berpengaruh terhadap mobilitas sperma. Tumor necrosis factor (TNF) menyebabkan kerusakan DNA pada sperma tergantung dengan konsentrasi dan waktunya. Faktor penghambat migrasi makrofag dalam jumlah yang meningkat pada cairan peritoneal wanita dengan endometriosis mengubah motilitas sperma tergantung dosisnya. Faktor penghambat migrasi, TNF , interleukin 6, dan stress oksidatif dapat menghalangi kapasitas sperma. Sehingga cairan peritoneal pasien dengan endometriosis menghambat interaksi oosit-sperma. Cairan periotenal menurunkan ikatan sperma dengan zona pelusida melalui TNF , interleukin 1, faktor inhibitor migrasi, dan sitokin RANTES (regulated upon activation, normal T cell expressed and secreted ). Stress oksidatif juga dapat merusak reaksi akrosome dan fusi oosit-sperma.

Produksi berlebihan dari sitokin embriotoksik dan prostaglandin pada cairan peritoneal mempengaruhi oosit dan embrio berikutnya. Pada tikus, TNF menghambat pembelahan embrio dua sel dan implantasi. Pada wanita, efek langsung dari endometriosis pada kualitas oosit dan embrio telah diajukan namun masih tetap dipertanyakan. Ovarium Endometriosis kadang-kadang meluas hingga ovarium membentuk kista atau endometrioma. Melalui efek desakan ruang, reaksi lokal, atau keduanya, kista dapat mengurangi jumlah jaringan ovarium fungsional yang tersedia, yang dapat semakin buruk jika dioperasi. Meskipun pendekatan bedah terbaik untuk endometrioma masih belum dapat dipastikan, kami saat ini mengenali bahwa bentuk pembedahan apapun dapat menyebabkan kerusakan tambahan dari fungsi ovarium. Secara umum penurunan folikel ovarium yang terjadi sepanjang usia tidak menghambat secara berarti pada kemungkinan terjadinya konsepsi sebelum usia 37 tahun. Namun, kemunduran ini dapat terjadi pada usia yang lebih dini pada kasus endometriosis ovarium. Pengetahuan mengenai folikel ovarium yang masih tersisa dan bagaimana jumlah ini memprediksikan kesuburan telah mengarah pada gagasan mengenai cadangan ovarium. Beberapa teknik telah dikenalkan untuk menilai cadangan ovarium. Seluruh tes menginformasikan jumlah (bukan kualitas) dari oosit yang tersisa. Dua pendekatan yang paling sering digunakan antara lain pengukuran FSH pada hari ke-3 dari siklus menstruasi dan jumlah dari folikel ovarium antral yang dihitung dengan USG (antral follicle count). Petanda lain yang dianjurkan dari cadangan ovarium meliputi penilaian hormon antimullerian yang diproduksi oleh folikel ovarium yang sedang bertumbuh (folikel preantral). Konsentrasi dari hormon ini tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi atau kontrasepsi oral, menjadikan pengukuran mungkin untuk dilakukan pada setiap waktu pada siklus mens atau saat memasukkan terapi hormonal. Konsentrasi rata-rata dari hormon antimullerian berkurang pada wanita infertile dengan endometriosis. Saat penurunan jumlah folikel ovarium dihasilkan karena penuaan (misal pada wanita dengan usia > 40 tahun), data ART menunjukkan penurunan parallel dari kualitas oosit. Hasil ini tidak muncul pada jumlah folikel ovarium yang berkurang pada wanita dengan endometriosis pada usia yang lebih muda. Kemungkinan efek dari endometriosis ovarium pada kualitas oosit masih menjadi perdebatan. Beberapa peneliti menyebutkan angka fertilisasi berkurang pada wanita dengan endometriosis. Sebaliknya, data ART menunjukkan bahwa efek apapun dari endometriosis pada kualitas oosit mungkin minimal karena angka kehamilan tetap bertahan pada wanita dengan endometriosis, bahkan pada wanita dengan respon yang buruk terhadap hiperstimulasi ovarium terkontrol. Uterus Sekitar 25 tahun pengalaman dengan ART telah mengajarkan kita bagaimana hormon mengontrol penerimaan endometrial terhadap implantasi embrio. Secara khusus, estradiol eksogen dan progesterone telah cukup untuk mengawali penerimaan endometrium saat ovarium tidak berfungsi misal pada resipien dari donor ovum. Namun, penemuan menunjukkan bahwa endometrium (lapisan endometrium eutopik pada cavum 6

uterus) berubah pada wanita dengan endometriosis. Penemuan ini kemudian menimbulkan pertanyaan apakah endometrium dapat menerima implantasi secara optimal pada endometriosis. Perubahan endometrial yang tercatat pada wanita dengan endometriosis tidak tergantung pada konsentrasi estradiol dan progesterone pada sirkulasi, namun berasal dari area lokal. Terdapat dua jenis anomali : 1) abnormal, yang berhubungan dengan inflamasi, produksi in situ estradiol, dan 2) resistensi terbuka dari efek progesterone. Produksi prostaglandin uterus E2 dan F2 telah diketahui dengan baik selama menstruasi. Peningkatan pembentukan prostaglandin merupakan penemuan khas pada dismenore, suatu gangguan yang terkadang berespon terhadap inhibitor COX. Pada endometriosis, perubahan dari produksi prostaglandin pada endometrium eutopik telah diidentifikasi. Hal ini meliputi aktivasi COX 2 dan prostaglandin E2 yang dibentuk oleh interleukin 1 dan sitokin lainnya yang diproduksi secara lokal melalui makrofag. Beberapa langkah kunci diidentifikasi pada wanita dengan endometriosis meliputi aktivasi faktor steroidogenik 1. Faktor transkripsi ini mengaktifkan prostaglandin E2 untuk menginisiasikan ekspresi dari CYP19A1 (kode untuk aromatase, enzim yang mentransformasikan testosterone menjadi estradiol) melalui stimulasi promoter CYP19A1 tipe IIa. Proses ini pada akhirnya mengarah pada produksi insitu dari estradiol yang mungkin mengganggu aktivitas peristaltik dari miometrium. Produksi lokal estradiol juga menyebabkan resistensi progesterone. Seringkali hubungan ini tetap tidak aktif pada endometrium dengan menurunkan faktor steroidogenik 1 melalui hipermetilasi promotornya. Pada endometriosis jumlah dari makrofag dan sel dendritik ditingkatkan pada endometrium eutopik. Sel-sel ini merupakan sumber utama dari sitokin interleukin 6, 8, dan 10, mentransformasikan faktor pertumbuhan dan TNF yang menginisiasikan aktivasi COX 2 dan produksi faktor neurotropik meliputi faktor pertumbuhan saraf dan faktor neurotropik yang berasal dari otak. Pada wanita dengan endometriosis, faktor neurotropik yang berasal dari otak menyebabkan perkembangan sensori Adrenergik A dan serat saraf kolinergik pada lapisan fungsional endometrium. Proses ini berkelanjutan yang terlihat pada lesi peritoneal dan infiltrasi endometriotik yang dalam. Supresi ovarium dengan analog GnRH atau kontrasepsi oral mengoreksi perubahan endometrial. Efek ini dapat meningkatkan hasil ART setelah supresi ovarium dengan analog GnRH. Lama terapi yang diperlukan untuk normalisasi endometrium pada endometriosis belum diketahui dengan tepat. Pada siklus menstruasi, reseptor progesterone berkembang pada endometrium selama fase folikular dibawah efek estradiol. Proses ini penting untuk ekspresi antiproliferatif dan diferensiasi dari progesterone pada kelenjar dan stroma endometrium selama fase luteal. Kondisi wanita dengan endometriosis berangkat dari proses fisiologis normal ini. Data menunjukkan resistensi terbuka pada kedua sifat dari progesterone pada endometriosis. Resistensi ini berkurangnya penyebaran penuh efek biokimiawi dari progesterone dapat diakibatkan dari perubahan isoform reseptor progesterone yang tidak sama dengan withdrawal progesterone fungsional yang terjadi pasca persalinan. Pembentukan Endometriosis Sebagai ringkasan, perubahan yang tercatat pada endometrium eutopik pada wanita dengan endometriosis mengubah karakteristik sel endometrial. Debris endometrial 7

terkumpul pada cavum pelvis pada saat implant bedah dan berproliferasi dengan lebih cepat pada in vitro ketika berasal dari pasien dengan endometriosis dibandingkan dengan wanita yang tidak terpengaruh. Meskipun demikian endometriosis tidak dihasilkan hanya melalui perdarahan retrograde sendiri. Sifat dari sel endometrial yang berada pada cavum pelvis meliputi kecenderungan untuk berimplantasi dan proliferasi, mungkin memiliki peranan yang penting. Gagasan baru ini membantah keberatan dari teori Sampson bahwa meskipun banyak wanita mengalami menstruasi retrograde, hanya sedikit yang berkembang menjadi endometriosis. Peran Campuran dari Nyeri Pada wanita dengan endometriosis, nyeri pelvis dan secara khusus dispareunia mempengaruhi kemampuan pasangan dalam mengalami hubungan seksual yang teratur dan dengan demikian akan bercampur dengan masalah infertilitas. Penyebab primer dari nyeri adalah lesi endometriosis dengan infiltrasi yang dalam dan masuk ke otot sekitar organ (misal kandung kemih atau rectum). Namun belum jelas apakah infiltrasi dalam ini menghambat fertilitas secara langsung. Adanya nyeri secara praktis mendukung pembedahan dan penemuan menunjukkan bahwa pembedahan untuk infiltrasi endometriosis yang dalam meningkatkan kesuburan. Dengan demikian anamnesis pasien mengenai adanya nyeri pelvis dan intensitasnya adalah penting untuk dilakukan meskipun perlu penilaian secara cermat jika pembedahan dipertimbangkan. Keuntungan Praktis Terapi Medis dan Bedah pada Keberhasilan Konsepsi Konsepsi Alamiah Hingga saat ini, seluruh bentuk terapi medis tersedia untuk endometriosis yang memblok fungsi ovarium dan juga bersifat kontraseptif (misal danazol, analog GnRH, progestin, dan kontrasepsi oral). Agen-agen ini efektif untuk nyeri dan mengurangi risiko rekurensi gejala setelah pembedahan. Namun secara kontras kesuburan tidak pulih pada pemberhentian pengobatan. Terapi medis dengan demikian tidak diindikasikan untuk infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis baik sebagai pilihan tersendiri maupun setelah pembedahan. Wacana mengenai apakah pembedahan lesi endometriotik, baik secara laparoskopi atau laparotomi, meningkatkan kemungkinan wanita memperoleh konsepsi alami merupakan hal yang kompleks. Banyaknya bentuk yang berbeda dari endometriosis, (endometriosis superficial yang meluas menurut skor American Fertility Society, endometrioma, dan endometriosis infiltrasi dalam), jenis pembedahan yang dilakukan, dan penilaian fertilitas (in vivo atau in vitro). Efek yang diajukan dalam pembedahan adalah meningkatnya kemungkinan konsepsi alamiah melalui reduksi inflamasi pelvis, namun dugaan ini tidak pernah diverifikasi. Bukti lini pertama pada dukungan pembedahan untuk endometriosis superficial datang dari uji coba acak yang dilaporkan Marcoux et al, dan meta analisis berikutnya. Peneliti ini memperhitungkan intervensi misalnya stimulasi ovarium yang terjadi kurang 10 % dari peserta, kasus, dan kontrol yang serupa. Mereka melaporkan peningkatan odd ratio untuk konsepsi alamiah sekitar 1,66 (95 % CI 1,09 2,51) setelah pembedahan endometriosis superfisial. Namun sayangnya, sejauh kita ketahui, seluruh studi lain dari kemungkinan kehamilan setelah pembedahan untuk variasi stadium dari endometriosis banyak yang 8

tidak terkontrol dan tidak prospektif. Pada uji coba melihat 222 wanita yang menjalani pembedahan untuk berbagai stadium endometriosis tanpa penyebab lain dari infertilitas, angka kumulasi dari kehamilan adalah berkisar 30 dan 50 % masing-masing pada 18 dan 36 bulan. Kemungkinan konsepsi tidak berbeda menurut stadium endometriosis. Pada studi meta analisis tim yang sama meninjau hasil dari 14 uji coba kemungkinan kehamilan setelah terapi laparoskopik dari kista endometriotik. Angka konsepsi pasca operasi bervariasi dari 30 67 % dengan rata-rata 50 %. Menurut Hart et al. eksisi laparoskopi endometrioma yang lebih besar dari 3 cm disarankan untuk kemungkinan yang lebih baik dari konsepsi lanjutan in vivo dibandingkan dengan drainase atau vaporisasi. Pembedahan untuk endometriosis infiltrasi dalam terutama ditujukan pada pengurangan nyeri yang secara klasik dihubungkan dengan lesi ini. Informasi dari kehamilan lanjutan tidak selalu tersedia. Angka kehamilan yang dilaporkan bervariasi antara 24 hingga 54 %. Vercellini et al. menekankan bahwa data yang dilaporkan mungkin overestimasi. Kemungkinan terjadinya bias adalah saat beberapa pasien tidak secara aktif mencoba untuk hamil sebelum pembedahan. Lebih lanjut hasil suboptimal dan negative sedikit dipublikasikan sehingga dapat menjadi bias publikasi. Selama lebih dari 25 tahun pengalaman dengan ART, sebuah tren untuk terapi selain IVF telah tercatat, terdiri dari hiperstimulasi ovarium terkontrol dengan atau tanpa inseminasi intrauterine sebagai pilihan terapi intermediate. Hal ini telah diajukan secara umum pada seluruh pasangan yang mampu melakukan konsepsi secara in vivo menurut karakteristik tuba dan semen mereka. Namun upaya ini tidak efektif secara biaya. Keefektifannya pada endometriosis masih menjadi pertanyaan sejak Omland et al. melaporkan hasil yang berkurang pada wanita dengan kelainan ini dengan infertilitas yang belum dapat dijelaskan. Pada sebuah studi dengan hasil yang tampak berbeda, Werbrouck et al. menunjukkan bahwa angka kehamilan dari hiperstimulasi ovarium terkontrol dengan inseminasi intrauterine adalah serupa pada wanita dengan endometriosis ringan dan minimal dan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan. Namun seluruh pasien endometriosis telah menjalani pembedahan (diagnostic dan kuratif) dalam waktu 6 bulan sebelumnya. Dengan demikian maka penemuan ini sebenarnya menunjukkan bahwa pembedahanlah yang dapat menyediakan efek serupa pada fertilisasi in vivo daripada kelompok hiperstimulasi ovarium terkontrol saja maupun inseminasi intrauterine. Sampai data tambahan diperoleh dan bukti keefektifan dari hiperstimulasi ovarium terkontrol dengan inseminasi intrauterine tersedia, kami tidak merekomendasikan pendekatan ini pada wanita dengan endometriosis baik sebelum atau pasca pembedahan. Konsepsi dengan ART Terapi premedikasi yang terkontrol analog GnRH telah memiliki efek yang diharapkan pada hasil ART pada wanita dengan endometriosis. Pada uji coba klasik acak, wanita yang didiagnosis dengan terapi bedah memiliki endometriosis dalam waktu 60 bulan mempunyai angka kehamilan yang lebih baik jika sebelumnya diberi analog GnRH untuk 3 bulan sebelum ART. Penemuan ini juga menunjukan premedikasi tidak merusak respon ovarium terhadap hiperstimulasi ovarium terkontrol). Sebuah meta analisis dari 3 uji coba acak yang terdiri dari 165 wanita mengkonfirmasikan keuntungan 3-6 bulan pemasukan GnRH atau analognya sebelum inisiasi ART. Durasi optimal dari premedikasi 9

belum diketahui. Namun karena uji coba hanya dilakukan 3-6 bulan, saat ini belum diketahui apakah upaya lain dari supresi ovarium (misal dengan kontrasepsi oral) memberikan hasil yang sama efektifnya. Mekanisme dimana premedikasi dengan analog GnRH meningkatkan hasil ART masih belum dapat dipastikan dan hanya dapat dispekulasi. Namun, kami dapat menyimpulkan dengan rasional bahwa supresi ovarium sebelum ART menambah hasil melalui koreksi perubahan endometrial pada endometriosis sehingga dengan demikian memperkuat penerimaan. Untuk mendukung hipotesis ini, perubahan endometrial yang tercatat pada wanita dengan endometriosis menghilang setelah supresi ovarium dengan kontrasepsi oral atau analog GnRH. Diakui reduksi dari bundel saraf yang tercatat pada wanita yang menerima kontrasepsi oral tidak begitu penting menunjukkan bahwa endometrium benar-benar kembali normal jika kemudian kembali berproliferasi setelah kontrasepsi oral berhenti. Laporan dari efek pembedahan pada hasil ART masih divergen. Beberapa menunjukkan keuntungan pada kasus endometriosis yang dalam, lainnya melihat efek pembedahan pada endometrioma yang menunjukkan tidak ada efek dan beberapa lainnya menunjukkan bukti kerusakan. Namun laporan-laporan ini setuju untuk menunjukkan bahwa setiap kejadian yang tidak diinginkan dari pembedahan pada hasil ART mungkin berasal dari pembedahan ovarium untuk endometrioma yang mereduksi jumlah jaringan ovarium yang tersisa. Pada laporan kasus kontrol klasik, Garcia Velasco et al menunjukkan bahwa pembedahan untuk endometriosis ovarium gagal meningkatkan hasil ART berlawanan dengan harapan manajemen. Pada studi lain pembedahan untuk endometrioma dapat menyebabkan kerusakan secara khusus pada wanita dengan gangguan cadangan ovarium bilateral, atau yang pernah menjalani operasi endometrioma sebelumnya. Aboulghar et al menekankan bahwa pembedahan untuk endometriosis ovarium dapat menghambat respon ovarium melalui titik yang menyebabkan penundaan siklus. Berhentinya siklus tidak terlalu penting dikenali jika hanya angka kehamilan yang dinilai pada setiap pemulihan. Pada analisis pro dan kontra dari pembedahan untuk endometrioma, kriteria yang mendukung adalah cadangan ovarium yang intak, tidak adanya pembedahan ovarium sebelumnya, penyakit unilateral, dan pertumbuhan cepat. Sebaliknya, riwayat pembedahan, perubahan cadangan ovarium, dan bilateral endometrioma sebaiknya tidak ada. Pada akhirnya mengikuti aturan tidak adanya pembedahan sebelum ART, mungkin memiliki kekurangan pada endometrioma yang tidak dapat diangkat. Endometrioma yang tetap berada di tempat meningkatkan risiko infeksi pada pemulihan oosit. Aturan mengenai tidak ada pembedahan sebelum ART datang dengan pengecualian. Salah satunya adalah kebutuhan untuk mengangkat hidrosalping yang mana akan menurunkan hasil ART sekitar 50 %. Saat salpingectomy menjadi tantangan karena perluasan penyakit endometriosis, preferensi pembedahan meliputi reseksi proksimal, clipping, atau bahkan aspirasi pada saat IVF. Pembedahan sebelum ART juga sebaiknya dipertimbangkan pada kasus nyeri dimana nyeri dapat berhubungan dengan infertilitas. Dengan demikian pembedahan dapat disarankan jika endometrioma sangat besar atau terdapat keraguan mengenai endometrioma secara tepat. Beberapa pengamatan tidak mendukung pendapat umum bahwa pembedahan paling baik dihindari sebelum ART untuk mencegah hambatan dari cadangan ovarium. Bianchi et al. melaporkan bahwa melalui eksisi laparoskopi dari endometriosis infiltrasi 10

dalam meningkatkan hasil IVF. Littman et al juga mencatat bahwa pembedahan masih membantu wanita dengan kegagalan ART, dengan 22 dari 29 yang menjalani pembedahan setelah ART berencana untuk hamil secara alamiah (76 %). Tidak ada informasi tersedia untuk mengeksklusikan kecurigaan bahwa ART murni telah dilakukan terlalu cepat pada wanita-wanita tersebut. Manajemen Infertilitas Gambar 2 menunjukkan garis besar variable primer yang diperhitungkan selama terapi infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis. Strategi yang diajukan menunjukkan esensi dari pendekatan global yang menggabungkan keuntungan masingmasing pembedahan terkait dan ART, dan sesuai dengan panduan European Society of Human Reproduction and Embryology dan American Society for Reproductive Medicine. Pembedahan sebaiknya ditawarkan pada awal terapi endometriosis jika terjadi infertilitas karena keuntungan primer dari pembedahan adalah meningkatkan kemungkinan konsepsi alamiah. Dari pekerjaan Vercellini et al, kita mengetahui bahwa pembedahan meningkatkan kemungkinan konsepsi alamiah terlepas dari stadium penyakitnya. Dengan demikian memberatkan keuntungan pembedahan, pertimbangan sebaiknya memasukkan ketersediaan waktu, cadangan ovarium, dan kapasitas untuk memperoleh konsepsi alamiah (status tuba dan sperma) daripada stadium penyakitnya. Waktu yang cukup (minimal 12 bulan) perlu dialokasikan setelah pembedahan untuk memaksimalkan kemungkinan kehamilan alami. Sebaliknya, pembedahan yang dilakukan sebelum ART secara prinsip memiliki keuntungan yang sedikit. Upaya Infertilitas Pengukuran cadangan ovarium

IVF darurat jika fungsi ovarium menurun

Analisis semen IVF jika kehamilan alamiah tidak mungkin Penilaian tuba falopi Pengecualian : Nyeri pelvis Hidrosalping Endometrioma besar Tidak ada pembedahan sebelum ART Supresi ovarium dengan analog GnRH 3-6 bulan Gambar 2. Algoritme Manajemen

Pembedahan

6-18 bulan untuk kehamilan spontan

IVF atau ICSI 11

IVF = In Vitro fertilization, ART = assisted reproductive technologies, GnRH = Gonadotropine-releasing Hormone, ICSI = intracytoplasmic sperm injection.

Wanita infertile memiliki rata-rata 30 % kemungkinan untuk terjadinya endometriosis jika diperiksa melalui bedah yang dapat meningkat hingga 50 % jika terdapat dismenore sedang-berat. Pencitraan pelvis, meliputi USG dan MRI semakin tajam mengungkapkan lesi endometriotik infiltrasi dalam namn gagal mengidentifikasi penyakit superfisial. Data yang ditinjau di atas menunjukkan bahwa wanita yang diterapi bedah untuk stadium apa saja dari endometriosis memiliki kemungkinan berkisar 50 % terjadinya konsepsi spontan 1-2 tahun setelah pembedahan. Meskipun bias dapat meningkatkan jumlah ini secara signifikan, kami percaya keuntungan klinis dari pembedahan penting untuk dipertimbangkan. Rekomendasi untuk pembedahan pada awal manajemen endometriosis terkait dengan infertilitas melawan pengetahuan saat ini yang mendukung pendekatan progresif. Sebuah strategi progresif akan mendukung pilihan pertama terlebih dulu (terapi medis, metode non-IVF) sementara pengukuran kompleks (pembedahan dan IVF) bertahan jika gagasan sederhana tersebut gagal. Oleh karenanya, pertimbangan rasional untuk pembedahan awal pada strategi terapetik untuk infertilitas terkait endometriosis sebaiknya dijelaskan seluruhnya kepada pasien karena hal tersebut berlawanan. Sebelum pembedahan dipertimbangkan, beberapa verifikasi diperlukan. Cadangan ovarium sebaiknya diukur selama infertilitas dan jika terdapat perubahan, pasien yang berusia > 38 tahun atau infertilitas yang lama, perlu dipertimbangkan mengenai ART yang menjadikan terapi pembedahan menjadi tidak perlu. Sama dengan di atas, karakteristik semen, atau status tuba yang tidak kompatibel dengan konsepsi alami dapat langsung menjalani ART. Pembedahan sebaiknya dipertimbangkan pada seluruh kasus lainnya karena pembedahan endometriosis mungkin meningkatkan kemungkinan konsepsi alamiah. Setelah pembedahan, pasangan harus berupaya mengalami konsepsi secara alamiah sesuai prinsip minimal 1 tahun. Jika upaya ini gagal, kami merekomendasikan untuk scara langsung menjalani IVF. Kami menyarankan melawan siklus dari hiperstimulasi ovarium terkontrol dengan inseminasi intrauterine, yang terkadang direkomendasikan sebelum ART. Data menunjukkan bahwa pengukuran ini tidak cost efektif pada infertilitas umum dan memiliki hasil yang jelek pada wanita dengan endometriosis. Selanjutnya individu dimana pembedahan tampak tepat sebaiknya ditawarkan setidaknya alternatif ART secepatnya. Pada seluruh kasus, pasien sebaiknya sadar penuh bahwa keuntungan dan kesulitan masing-masing pilihan. Jika ART dibutuhkan, pembedahan secara umum memiliki nilai yang kecil. Terapi premedikasi pada prinsipnya 3 bulan pemberian analog GnRH direkomendasikan. Data menunjukkan bahwa kontrasepsi oral mengoreksi kelainan endometrial yang terlihat pada endometriosis, menyarankan bahwa terapi singkat kontrasepsi oral mungkin sama efektifnya dengan analog GnRH untuk optimalisasi hasil ART pada endometriosis. Uji klinis mengenai hal tersebut dibutuhkan. Aturan mengenai tidak adanya pembedahan sebelum ART datang dengan pengecualian, termasuk nyeri pelvis (mungkin meningkat selama hiperstimulasi ovarium terkontrol), adanya hidrosalping, dan endometrioma yang besar (terutama jika tidak dapat dipastikan secara tepat). Pada seluruh kasus ini, ART diambil secara langsung setelah pembedahan. 12

Kesimpulan Penyebab infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis masih tetap sulit dipahami, dengan penemuan saat ini yang mengajukan mekanisme multifaktorial. Keuntungan masing-masing pembedahan, terapi medis, dan ART terjalin secara kompleks pada wanita dengan gangguan ini. Hal ini menyulitkan pendekatan global yang mengoptimalisasi setiap pilihan. Hanya strategi tertentu yang dapat melawan situasi yang sering berlaku saat ini, saat alasan utama untuk pilihan terapi bedah atau ART datang dari aktivitas primer dokter yang pertama kali dikonsultasikan.

13

Anda mungkin juga menyukai