PENGARUH EKSTRAK MAHKOTA DEWA (Phaleria Marcocarpa) TERHADAP
ESTROGEN RESEPTOR (ER-β) DAN PROGESTERON RESEPTOR (PR) PADA
JARINGAN PERITONEUM MODEL MENCIT ENDOMETRIOSIS
PROPOSAL TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir Tesis Memperoleh Gelar Magister Kebidanan
Oleh LENI RIA ARIANA 216070400141009
PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2022 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Endometriosis didefinisikan sebagai adanya kelenjar endometrium dan lesi seperti stroma di luar rahim. Lesi dapat berupa lesi peritoneum, implan superfisial atau kista pada ovarium, atau penyakit infiltrasi dalam.Meskipun tidak ada etiologi pasti endometriosis, ada beberapa hipotesis mengenai bagaimana lesi endometriosis berkembang. Salah satu mekanisme yang mungkin adalah menstruasi retrograde, ciri siklus menstruasi pada wanita dan primata non-manusia, yang merupakan aliran keluar lapisan endometrium melalui tuba falopi paten ke dalam rongga panggul. Oleh karena itu, faktor lain, seperti Sebagai alternatif, lesi endometriosis mungkin timbul dari sisa-sisa Mullerian yang tidak berdiferensiasi atau bermigrasi dengan benar selama perkembangan janin atau dari sel-sel darah yang bersirkulasi yang berdiferensiasi menjadi endometriosis. Endometriosis mempengaruhi 10%-15% dari semua wanita usia reproduksi. dan 70% wanita dengan nyeri panggul kronis. banyak dari wanita ini, sering terjadi keterlambatan dalam diagnosis endometriosis yang mengakibatkan penderitaan yang tidak perlu dan penurunan kualitas hidup. Pada pasien berusia 18-45 tahun, keterlambatan rata-rata adalah 6,7 tahun Karena kebanyakan wanita dengan endometriosis melaporkan timbulnya gejala selama masa remaja, rujukan dini, diagnosis, identifikasi penyakit dan pengobatan dapat mengurangi rasa sakit, mencegah perkembangan penyakit, dan dengan demikian mempertahankan kesuburan. Hambatan untuk diagnosis dini termasuk tingginya biaya diagnosis dan pengobatan pada pasien remaja dan presentasi gejala pengganggu seperti nyeri siklik dan asiklik. Dengan demikian, alat non-invasif untuk mendiagnosis endometriosis dapat memfasilitasi diagnosis dan intervensi dini yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup dan mempertahankan kesuburan. Terdapat beberapa luaran gejala yang berkaitan dengan endometriosis, yaitu pertama nyeri yang berkaitan dengan nyeri haid (dysmenorrhea), nyeri saat mengejan (dyschezia), nyeri saat bersenggama (dyspareunia), maupun nyeri kronis. Kedua terdapat benjolan atau massa adnexa, dan ketiga adalah infertilitas. Patogenesis dari endometriosis masih belum jelas. Beberapa ahli mencoba menerangkan kejadian endometriosis dengan berbagai teori. Beberapa teori berbeda telah dicoba untuk menunjukkan alasan mengapa endometriosis hanya terjadi pada wanita tertentu. Pada banyak kasus penderita endometriosis mengalami penatalaksanaan yang belum efektif efisien, hal ini disebabkan oleh penegakan diagnosis endometriosis yang sulit sehingga perlu waktu lama dan prosedur terapiutik yang sering dikaitkan dengan beberapa efek samping . Terapi endometriosis antara lain steroid kontrasepsi, progestogen, dan Gonadotropin-Releasing Hormone agonis misalnya leuprolide acetat (tapros, divalin), danazol, progestin selektif misalnya dienogest (visanne), dan terapi operatif, serta androgen dan agen antiinflamasi non steroid. Pengobatan ini hanya dapat digunakan untuk waktu yang terbatas karena tedapat beberapa efek samping seperti vagina kering, penurunan libido, perubahan mood dan nyeri kepala serta ditemukan tingkat kekambuhan yang tinggi. Oleh karena itu strategi pengobatan dari endometriosis sampai saat ini masih terus diteliti. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) merupakan tanaman perdu yang beasal dari famili Thymelaeaceae dan dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah mencapai ketinggian 1200 mdpl. Mahkota Dewa dapat hidup didaerah tropis dan mampu hidup selama puluhan tahun (10-20 tahun) (Fatmawati, 2019). Tanaman Mahkota Dewa merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat sehingga sering digunakan masyarakat dalam pengobatan berbagai penyakit. Tanaman Mahkota Dewa memiliki kandungan bahan aktif berupa mineral, vitamin, alkaloid, flavonoid, dan vincristine (polifenol) yang sangat berkhasiat sebagai obat kanker, obat diabetes, batu ginjal, anti diare, anti muntah dan lain- lain (Siswandono dalam Candrarisna, 2018). Daging buah Mahkota Dewa memiliki kandungan senyawa flavonoid, sebagai zat antioksidan yang paling tinggi. Selain flavonoid, pada daging buah Mahkota Dewa juga mengandung fenol, minyak atsiri, lignin, sterol, alkaloid, dan tanin (Harmanto dalam Yulianti & Arijana, 2016). Senyawa lain yang terkandung pada tanaman Mahkota Dewa dari bagian buah, biji, daun dan kulit buah diantaranya yaitu senyawa alkaloid, terpenoid, polifenol, saponin dan lignan (Fatmawati, dkk 2019). Patogenesis dan patofisiologi endometriosis belum sepenuhnya dipahami. Namun, ekspresi berlebih dari reseptor estrogen-b (ER-b) pada jaringan endometriosis diperkirakan berkontribusi pada inisiasi dan perkembangan nyeri terkait endometriosis.6 Peningkatan ekspresi ER-b pada gilirannya akan menekan ekspresi reseptor estrogen-a (ERa), meningkatkan rasio ER-b/ER-a. Overekspresi ER-bals juga menginduksi supresi reseptor progesteron dan merangsang aktivitas siklooksigenase-2 (COX-2), berkontribusi terhadap resistensi progesteron dan reaksi inflamasi. Berdasarkan temuan ini, obat yang mengatur ER-b dan mempertahankan rasio ER-b/ER-a yang normal menjanjikan terapi potensial untuk mencegah resistensi progesteron dan peradangan yang terkait dengan nyeri terkait endometriosis. Jaringan endometrium endometriotik dan eutopik merespons E2 dan progesteron dengan perubahan histologis yang tampaknya serupa, dan kedua jaringan tersebut mengandung ER dan PR imunoreaktif. Endometrium eutopik diprediksi menjadi atrofi sebagai respons terhadap terapi progestin berkepanjangan atau kontrasepsi oral yang mengandung progestin. Pengobatan dengan agen ini, bagaimanapun, tidak dapat diprediksi menekan pertumbuhan jaringan endometriosis. Jaringan endometrium di lokasi ektopik, seperti peritoneum atau ovarium, pada dasarnya berbeda dari endometrium eutopik di dalam rahim dalam hal produksi sitokin dan prostaglandin, biosintesis dan metabolisme estrogen, dan respons klinis terhadap progestin. Ada perbedaan molekuler yang substansial berkaitan dengan respon progesteron antara endometrium normal dan jaringan eutopik dan ektopik dari wanita dengan endometriosis. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh ekstrak mahkota dewa (phaleria macrocarpa) terhadap estrogen reseptor (ER-β) dan progesterone reseptor pada jaringan peritoniuem model mencit endometriosis. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan pada penelitian ini adalah apakah ada pengaruh pemberian ekstrak mahkota dewa (phaleria macrocarpa) terhadap penurunan ekpresi estrogen reseptor beta (ER-β) dan penurunan ekspresi progesterone reseptor (PR) pada mencit model endometriosis. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui pengaruh pemberian flavonoid ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap penurunan kadar ER-β pada jaringan peritoneum dan PR pada jaringan peritoneum mencit model endometriosis. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengaruh pemberian flavonoid ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) berbagai dosis terhadap penurunan kadar ER-β pada jaringan peritoneum mencit model endometriosis 2. Mengetahui pengaruh pemberian flavonoid ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) berbagai dosis terhadap penurunan PR pada jaringan peritoneum mencit model endometriosis 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Memberikan bukti ilmiah adanya pengaruh pemberian flavonoid ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap penurunan kadar ER-β dan PR pada mencit model endometriosis. 1.4.2 Manfaat Terapan Sebagai bahan pilihan atau alternatif untuk terapi penunjang menggunakan herbal pada wanita dengan endometriosis