Anda di halaman 1dari 12

ENDOMETRIOSIS

Prodi Pendidikan Profesi Bidan


Anggota Kelompok:
1. Mardalena (PO.7124.4.23.001)
2. Teti Herawati (PO.7124.4.23.002)
3. Yunetra Franciska (PO7124.4.23.007)

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG


PROGRAM STUDI PROFESI PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN 2023
BAB I
PENGANTAR
Endometriosis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya kelenjar
endometrial dan lesi seperti stroma di tempat di luar rongga rahim, ditemukan
terbanyak di rongga panggul, yaitu ovarium, ligamen uterosakra, dan kantung
Douglas (Parasar et al., 2017). Faktor–faktor yang mempengaruhi endometriosis
yaitu usia, tingkat pendidikan faktor menstruasi dan reproduksi, penggunaan
kontrasepsi oral, bentuk tubuh, gaya hidup dan lingkungan, anomali mullerin, dan
predisposisi genetik (Bijlani & Sonawane, 2012). Komplikasi dari endometriosis
adalah endocrinopathy yang dapat menyebabkan infertilitas, rupturnya kista
coklat, infeksi kista coklat, gambaran obstruksi saluran cerna dan obstruksi ureter
yang mengarah pada infeksi ginjal, dan keganasan walaupun jarang terjadi
(Konar, 2016). Infertilitas, nyeri pelvik kronik dan dismenorea yang diakibatkan
oleh endometriosis sangat berdampak pada quality of life dan produktivitas
perempuan usia produktif 18-45 tahun (Nnoaham et al., 2011). Di negaranegara
industri, endometriosis merupakan salah satu penyebab gangguan ginekologi
utama yang menyebabkan pasien dirawat di rumah sakit (Bellelis et al., 2010).
Endometriosis melibatkan sekitar 3-10 % dari semua perempuan di usia
reproduksi, 2-5 % dari perempuan pasca menopause, dan 25-80 % dari kelompok
infertil (Akbarzadeh-Jahromi et al., 2015). Beberapa penelitian 2 menyebutkan
bahwa 25-50% dari wanita dengan infertilitas juga menderita endometriosis, dan
30-50% wanita dengan endometriosis juga mengalami infertilitas (Meuleman et
al., 2009). Lebih dari 70 juta perempuan di dunia mengalami endometriosis
(Anwar et al., 2015). 3-10% wanita di Indonesia menderita endometriosis,
terutama wanita usia produktif. Belum diketahui secara pasti mengenai data
pasien yang menderita endometriosis di Indonesia karena untuk mengetahui
diagnosis pasti hanya dapat ditentukan melalui operatif/laparoskop. Peningkatan
paparan menstruasi (proses menarche yang lebih cepat, siklus menstruasi yang
lebih pendek dan nullipara) dan IMT (indeks massa tubuh) yang rendah memiliki
pengaruh yang kuat terhadap timbulnya endometriosis (Kvaskoff et al., 2014).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bellelis et al., (2010), sebanyak 56,5 %
dari pasien endometriosis yang diteliti adalah nullipara dan dari 387 pasien yang
tersisa yaitu sebanyak 43,4 % ditemukan 191 pasien yang hanya pernah hamil
sekali (49,3 %). Keluhan yang paling sering ditemukan dari endometriosis adalah
dismenorea (42,22 %) diikuti oleh menstruasi yang tidak teratur (17,77 %),
menorrhagia (12,2 %), dispareunia (9,4 %) dan nyeri panggul kronis (4,41 %)
(Mishra et al., 2015). Sebanyak 69,5% pasien endometriosis telah menikah dan
76,9% pasien endometriosis memiliki pendidikan yang tinggi (Bellelis et al.,
2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wu et al., (2017), 51,9% pasien
merupakan ibu rumah tangga dan lokasi terbanyak ditemukan yaitu lokasi internal
(98,1%) terdiri dari ovarium (73.6%), uterus (24,5%), dan tuba 3 (1,9%)
sedangkan pada lokasi eksternal hanya pada peritoneum abdomen (1,9%). Rata-
rata usia dalam penelitian di RS Dr. Cipto Mangunkusumo Periode 2000 - 2005
adalah 33,39 ± 6,40 tahun, dengan kelompok usia 30-34 tahun dengan jumlah 33
orang (29,72 %) menjadi kelompok usia terbanyak. Rata-rata usia pertama
menarche 13,19 ± 1,87 tahun dengan usia pertama menarche terbanyak adalah
usia 12 tahun dengan jumlah 36 orang (32,4 %). Sebanyak 48,6% pasien
mengalami waktu menstruasi yang lebih lama dari normal. Stadium endometriosis
yang dialami pasien didapatkan stadium 3 (sedang) sebesar 44,1% dan stadium 4
(berat) sebesar 46,3% (Puspasari et al., 2007).
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi endometriosis
b. Untuk mengetahui fisiologi dan patologi endometriosis
c. Untuk mengetahui pemilihan jenis obat, sediaan obat dan nama generic
obat endometriosis
d. Mengetahui dosis dan penggunaan serta lama penggunaan obat
endometriosis
e. Mengetahui efek samping obat

2. Manfaat
3. Menambah pengetahuan endometriosis
4. Menambah pengetahuan fisiologi dan patologi endometriosis
5. Menambah pengetahuan pemilihan jenis obat, sediaan obat dan nama
generic obat endometriosis
6. Menambah pengetahuan dosis dan penggunaan serta lama penggunaan
obat endometriosis
7. Menambah pengetahuan efek samping obat
BAB III
PEMBAHASAN

1. Definisi
Endometriosis (EM) adalah kelainan kronis yang bergantung pada estrogen dan
oleh karena itu umumnya terjadi ketika jaringan endometrium tumbuh tidak
normal dan menempel di luar rahim. Endometriosis memiliki tingkat prevalensi
yang tinggi pada wanita usia reproduksi dan dibagi menjadi Endometriosis
ovarium, Endometriosis peritoneum, dan Endometriosis infiltrasi dalam menurut
tempat implantasi. Lokasi yang paling umum adalah ovarium dan gejala yang
paling umum adalah nyeri panggul kronis, terutama dismenorea, dispareunia, dan
infertilitas, yang semuanya dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien.
2. Fisiologi dan patologi penyakit
Endometriosis jarang mengalami transformasi menjadi ganas, namun disertai
dengan peningkatan risiko kanker ovarium, payudara, dan kanker lainnya serta
kelainan autoimun dan atopik . Mekanisme patogenik endometriosis yang pasti
masih belum diketahui. Meski baru-baru ini, peneliti mengajukan beberapa teori,
antara lain teori implantasi, teori metaplasia epitel selom, dan teori induksi.
Penelitian terus memeriksa faktor risiko lain yang mungkin berpotensi terlibat
dalam pembentukan EM, termasuk genetika [3], faktor kekebalan tubuh [4],
faktor inflamasi [5], spesifisitas endometrium eutopik, dan racun lingkungan [6] .
Endometriosis memiliki penyebab multifaktorial, termasuk menstruasi retrograde,
faktor genetik dan lingkungan, perubahan sistem kekebalan tubuh, dan
diferensiasi ektopik sel induk mesenkim. Estrogen memainkan peran penting
dalam patofisiologi endometriosis, karena mendorong implantasi sel-sel
endometrium. jaringan di peritoneum, memiliki efek proliferatif dan antiapoptosis
pada sel endometrium, dan menstimulasi peradangan lokal dan sistemik.
Berdasarkan “hipotesis ambang batas estrogen,” penekanan estrogen secara
menyeluruh mungkin tidak diperlukan untuk mengendalikan nyeri terkait
endometriosis, dan estrogen dapat disesuaikan ke tingkat yang cukup untuk
mengendalikan rasa sakit tetapi meminimalkan efek hipoestrogenik.
Terdapat tiga teori utama yang menunjang mekanisme terjadinya endometriosis:
[4,5] 1. Implantasi langsung sel endometrium, biasanya dengan cara menstruasi
retrograde (teori Sampson): Mekanisme ini sering dengan terjadinya
endometriosis pelvis dan kecenderungannya pada ovarium dan peritoneum pelvis,
serta pada beberapa tempat seperti bekas luka insisi atau bekas luka episiotomi.
(Banyak wanita mengalami beberapa tingkat menstruasi retrograde tanpa
terjadinya endometriosis.) 2. Penyebaran sel endometrium melalui pembuluh
darah dan limfatik (teori Halban): Endometriosis yang jauh dapat dijelaskan
dengan mekanisme ini (misalnya, Endometriosis di lokasi seperti kelenjar getah
bening, rongga pleura, dan ginjal). 3. Metaplasia coelomic dari sel-sel
multipotensial di rongga peritoneum (teori Meyer): Dalam kondisi tertentu, sel-sel
ini dapat berkembang menjadi jaringan endometrium yang fungsional. Kejadian
ini bahkan dapat terjadi sebagai respons terhadap iritasi yang disebabkan oleh
menstruasi retrograde. Pembentukkan awal dari endometriosis pada beberapa
remaja yang belum menstruasi mendukung pada teori ini.

Setelah endometriosis didiagnosis, tingkat dan keparahannya harus ditentukan.


Sistem klasifikasi yang paling banyak diterima telah didirikan oleh American
Society for Reproductive Medicine (Gambar. 3). Meskipun skema klasifikasi ini
memiliki keterbatasan, skema ini menyediakan sistem yang seragam untuk
mencatat temuan dan membandingkan hasil berbagai terapi.
3. Pemilihan obat, jenis obat. sediaan obat nama generic, dosis, lama
pemberiaan obat dan efek samping
Terapi pada endometriosis yang ada yaitu obat-obatan, hormonal, bedah dan
kombinasi obat dan bedah. Pilihan pengobatan tergantung pada keadaan individu
pasien, yang meliputi
(1) gejala yang muncul dan keparahannya,
(2) lokasi dan keparahan endometriosis, dan
(3) keinginan untuk memiliki anak selanjutnya. Tidak ada pengobatan yang
menjanjikan penyembuhan permanen. Histerektomi abdominal total dengan
salpingo-ooforektomi bilateral berkaitan dengan 10% risiko berulang dan 4%
risiko endometriosis tambahan.
Tujuan dalam penatalaksanaan endometriosis meliputi pengurangan nyeri
panggul, meminimalkan intervensi bedah, dan menjaga kesuburan.Pasien dapat
dirawat dengan penuh harapan (yaitu, tanpa terapi medis atau bedah) dalam
beberapa kasus tertentu, termasuk dengan penyakit yang gejalanya minimal atau
tidak ada dan mereka yang ingin memiliki keturunan berikutnya. Karena
endometriosis berespons terhadap estrogen dan progesteron, pasien yang lebih tua
dengan gejala ringan dapat memilih untuk menunggu sampai penurunan alami
kadar hormon ini yang terjadi dengan menopause.
Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan:
a. Pengobatan Simtomatik.
Pengobatan dengan memberikan antinyeri seperti paracetamol 500 mg 3
kali sehari, Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) seperti
ibuprofen 400 mg tiga kali sehari, asam mefenamat 500 mg tiga kali
sehari. Tramadol, parasetamol dengan codein, Gamma Amino Butiric Acid
(GABA) inhibitor seperti gabapentin.
b. Kontrasepsi Oral.
Penanganan terhadap endometriosis dengan pemberian pil kontrasepsi
dosis rendah. Kombinasi monofasik (sekali sehari selama 6–12 bulan)
merupakan pilihan pertama yang sering dilakukan untuk menimbulkan
kondisi kehamilan palsu dengan timbulnya amenorea dan desidualisasi
jaringan endometrium. Kombinasi pil kontrasepsi apa pun dalam dosis
rendah yang mengandung 30–35 μg etinilestradiol yang digunakan secara
terus-menerus bisa menjadi efektif terhadap penanganan endometriosis.
Membaiknya gejala dismenorea dan. Tingkat kambuh pada tahun pertama
terjadi sekitar 17 – 18%. Kontrasepsi oral merupakan pengobatan dengan
biaya lebih rendah dibandingkan dengan lainnya dan bisa sangat
membantu terhadap penanganan endometriosis jangka pendek, dengan
potensi keuntungan yang bisa dirasakan dalam jangka panjang.
c. Progestin.
Progestin memungkinkan efek antiendometriosis dengan menyebabkan
desidualisasi awal pada jaringan endometrium dan diikuti dengan atrofi.
Medroxyprogesterone Acetate (MPA) adalah hal yang paling sering diteliti
dan sangat efektif dalam meringankan rasa nyeri. Dimulai dengan dosis 30
mg per hari dan kemudian ditingkatkan sesuai dengan respons klinis dan
pola perdarahan. MPA 150 mg yang diberikan intramuskuler setiap 3
bulan, juga efektif terhadap penanganan rasa nyeri pada endometriosis.
Pemberian suntikan progesterone depot seperti suntikan KB dapat
membantu mengurangi gejala nyeri dan perdarahan. Pilihan lain dengan
menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yang mengandung
progesteron, levonorgestrel dengan efek timbulnya amenorea dapat
digunakan untuk pengobatan endometriosis. Strategi pengobatan lain
meliputi didrogestron (20 – 30 mg perhari baik itu terus-menerus maupun
pada hari ke 5 – 25) dan lynestrenol 10 mg per hari.
d. Danazol.
Danazol dapat menyebabkan level androgen berada dalam jumlah yang
tinggi dan estrogen dalam jumlah yang rendah sehingga menekan
berkembangnya endometriosis dan timbul amenorea yang diproduksi
untuk mencegah implant baru pada uterus sampai ke rongga peritoneal.
Cara praktis penggunaan danazol adalah memulai perawatan dengan 400 –
800 mg per hari, dapat dimulai dengan memberikan 200 mg dua kali
sehari selama 6 bulan. Dosis dapat ditingkatkan bila perlu untuk mencapai
amenorea dan menghilangkan gejala-gejala. Efek samping yang paling
umum adalah peningkatan berat badan, akne, hirsutisme, vaginitas atrofik,
kelelahan, pengecilan payudara, gangguan emosi, peningkatan kadar LDL
kolesterol, dan kolesterol total.
e. Gestrinon.
Gestrinon bekerja sentral dan perifer untuk meningkatkan kadar
testosterone dan mengurangi kadar Sex Hormon Binding Globuline
(SHGB), menurunkan nilai serum estradiol ke tingkat folikular awal
(antiestrogenik), mengurangi kadar Luteinizing Hormone (LH), dan
menghalangi lonjakan LH. Amenorea sendiri terjadi pada 50 – 100%
perempuan. Gestrinon diberikan dengan dosis 2,5 – 10 mg, dua sampai
tiga kali seminggu, selama enam bulan. Efek sampingnya sama dengan
danazol tapi lebih jarang. f. Gonadotropin Releasing Hormone Agonist
(GnRHa). GnRHa akan menciptakan keadaan yang hipogonadotropik
hipogonadisme, dimana ovarium tidak aktif sehingga tidak terjadi siklus
haid. GnRHa dapat diberikan intramuskular, subkutan, intranasal.
Biasanya dalam bentuk depot satu bulan ataupun depot tiga bulan. Efek
samping antara lain vagina kering, kelelahan, sakit kepala, pengurangan
libido, depresi, atau penurunan densitas tulang. Berbagai jenis GnRHa
antara lain leuprolide, busereline, dan gosereline. Untuk mengurangi efek
samping dapat disertai dengan terapi add back dengan estrogen dan
progesteron alamiah. GnRHa diberikan selama 6 - 12 bulan.
f. Aromatase Inhibitor.
Fungsinya menghambat perubahan C19 androgen menjadi C18 estrogen.
Aromatase P450 banyak ditemukan pada perempuan dengan gangguan
organ reproduksi seperti endometriosis, adenomiosis, dan mioma uteri.

Selain penatalaksanaan medis, dapat juga dilakukan penatalaksanaan


bedah. Pembedahan pada endometriosis adalah untuk menangani efek
endometriosis itu sendiri, yaitu nyeri panggul, sebfertilitas, dan kista. Pembedahan
bertujuan menghilangkan gejala, meningkatkan kesuburan, menghilangkan bintik-
bintik dan kista endometriosis, serta menahan laju kekambuhan. Penanganan
bedah yang dapat dilakukan antara lain:
a. Penanganan Pembedahan Konservatif.
Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengangkat semua sarang
endometriosis dan melepaskan perlengkatan serta memperbaiki kembali
struktur anatomi reproduksi. Sarang endometriosis dibersihkan dengan
eksisi, ablasi kauter, ataupun laser. Sementara itu kista endometriosis < 3 cm
di drainase dan di kauter dinding kista, kista > 3 cm dilakukan kistektomi
dengan meninggalkan jaringan ovarium yang sehat. Penanganan
pembedahan dapat dilakukan secara laparotomi ataupun laparoskopi.
Penanganan dengan laparoskopi menawarkan keuntungan lama rawatan
yang pendek, nyeri pasca operatif minimal, lebih sedikit perlengkatan,
visualisasi operatif yang lebih baik terhadap bintik-bintik endometriosis.
Penanganan konservatif dapat menjadi pilihan pada perempuan yang masih
muda, menginginkan keturunan, memerlukan hormon reproduksi,
mengingat endometriosis ini merupakan suatu penyakit yang lambat
progresif, tidak cenderung ganas, dan akan regresi bila menopause. Terapi
obat-obatan dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah endometriosis
sebelum operasi, dan untuk memfasilitasi penyembuhan segera dan
mencegah kekambuhan setelah operasi
b. Penanganan Pembedahan Radikal.
Dilakukan dengan histerektomi dan bilateral salfingo-ooforektomi.
Ditujukan pada perempuan yang mengalami penanganan medis ataupun
bedah konservatif gagal dan tidak membutuhkan fungsi reproduksi. Setelah
pembedahan radikal diberikan terapi substitusi hormone.
c. Penanganan Pembedahan Simtomatis.
Dilakukan untuk menghilangkan nyeri dengan presacral neurectomy atau
LUNA (Laser Uterosacral Nerve Ablation)

Daftar Pustaka
Kong S, Zang WH, Liu CF, et all, The Complementary and Alternative Medicine
for Endometriosis: A Review of Utilization and Mechanism,
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3950373/

David L, Olive M.D, Elizabeth A, Pritts, Treatment of Endometriosis. The New


England Journal of medicine, Vol 345 No 4, 2021

Sodarman L, Bottiger Y, Edlund M,et all, Adjuvant use of melatonin for pain
management in endometriosis-associated pelvic pain-A randomized double-
blinded, placebo-controlled trial, PloS One Juni 2023, e 0286182
DOI: 10.1371/journal.pone.0286182

Anda mungkin juga menyukai