Anda di halaman 1dari 5

Landasan Aksiologis Pancasila

Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu
kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai
Pancasila. Istilah aksiologi berasal dari kata Yunaniaxios yang artinya nilai, manfaat, dan logos
yang artinya pikiran, ilmu atau teori. Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan,
disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan
metafisika suatu nilai. Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin valere yang yang
artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak
yang dapat diartikan sebagai keberhargaan ( worth) atau kebaikan (goodness). Nilai itu
sesuatu yang berguna. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan

KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT

Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang
bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis
serta dasar axiologis dari sila-sila Pancasila. Sebagaimana dijelaskan bahwa kesatuan sila-sila
Pancasila adalah bersifat hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal, digunakan untuk
menggambarkan hubungan urutan-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan
kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis. Wawasan filsafat meliputi bidang
penyelidikan ontologi, epistemologi, axiologi. Ketiga bidang ini dapat dianggap mencakup
kesemestaan

1. Aspek Ontologi
Menurut Runes, ontologi ialah teori tentang ada, keberadaan atau eksistensi. Menurut
Aristoteles, ontologi adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya
dengan metafisika. Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesatuan yang

menyangkut sila-silanya saja melainkan juga meliputi hakikatdasar dari sila-sila Pancasila atau
secara filosofis merupakan dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila,
setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan memiliki satu
kesatuan dasar ontologi. Dasar ontologi Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang
memilki hakikat hak mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini disebut sebagaioleh
karena itu hakikat dasar ini disebut sebagai dasar antropologis.dasar antropologis.

Subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut: bahwa yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan, yang berkerayatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia
(Notonogoro 1975:23). Demikianlah juga jikalau kita pahami dari segi filsafat negara bahwa
Pancasila adalah dasar nilai filsafat negara, adapun pendukung pokok negara adalah rakyat dan
unsur rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa
hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia.

2. Aspek Epistemologi
Epistemologi, menurut Runes, adalah bidang atau cabang filsafat yang menyelidiki asal,
syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia, sebagai hasil
pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya. Bagaimana proses terjadinya meliputi
pengetahuan sampai membentuk kebudayaan, sebagai wujud keutamaan (superioritas ) manusia,
ingin disadari lebih dalam. Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu, atau bagaimana
manusia mengetahui bahwa sesuatu itu ilmu pengetahuan, hal itu menjadi penyelidikan
epistemologi.

Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan


serta batas dan validitas ilmu pengetahuan. Jadi, epistemologi dapat disebut ilmu tentang ilmu
atau teoti terjadinya ilmu atau science of science atau Wissenchaftslehre. Yang termasuk cabang
epistemologi adalah matematika, logika, gramatika, dan semantik. Jadi, epistemologi adalah
bidang filsafat yang menyelidiki makna dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat
dan proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika, metematika, dan teori ilmu.

3. Aspek Axiologi
Axiologi, menurut Runes, berasal dari istilah Yunani,axios yang berati nilai, manfaat,
pikiran atau ilmu/teori. Dalam pengertian yang modern, axiologi disamakan dengan teori nilai,

yakni sesuatu yang diinginkan, disukai, atau yang baik, dan juga bidang yang menyelidiki
hakikat nilai, kriteria, dan kedudukan metafisika sebagai suatu nilai.

Menurut Prof. Brameled, axiologi dapat disimpulkan sebagai suatu cabang filsafat
yang menyelidiki:
1. tingkah laku moral, yang berwujud etika;
2. ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan keindahan;
3. sosio-politik, yang berwujud ideologi.

Axiologi ialah cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis dan
tingkatan nilai, dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan, dan agama. Kehidupan
manusia sebagai makhluk subyek budaya, pencipta, dan penegak nilai, berarti manusia secara
sadar mencari, memilih, dan melaksanakan (menikmati) nilai; jadi, nilai merupakan fungsi
kepribadian manusia. Bahkan, nilai di dalam kepribadian, seperti pandangan hidup, keyakinan
(agama) dan bagaimana kualitas kepribadian. Martabat manusia ditentukan oleh keyakinannya
dan amal kebajikannya.

a. Teori Nilai

Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak
dan sudut ppandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian serta hierarki
nilai. Menurut tinggi rendahnya, nilai- nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkat, sebagai
berikut :

1. Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang

mengenakan dan tidak mengenakan.


2. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi
keidupan (Werte des vitalen Fuhlens) misalnya kesehatan.
3. Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai- nilai kejiwaan yang sama
tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam itu
ialah keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4. Nilai-nilai kerohanian: dalam ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan
tidak suci.

Walter G. Everet menggolong-golongkan nilai-nilai manusiawi ke dalam kelompok yaitu:


1. Nilai-nilai ekonomis, ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda
yang dapat dibeli.
2. Nilai-nilai kejasmanian, membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan
dari kehidupan badan
3. Nilai-nilai hiburan, nilai-nilai permainan dan waktu senggan yang dapat
menyumbangkan pada pengayaan kehidupan
4. Nilai-nilai sosial, berasal mula dari pelbagai bentuk perserikatan manusia
5. Nilai-nilai watak, keseluruhan dari keutuhan keporibadian dan sosial yang
diinginkan
6. Nilai-nilai estetis, nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni
7. Nilai-nilai intelektual, nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran
8. Nilai-nilai keagamaan

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga yaitu:

1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani. Nilai kerohanian
ini dapat dibedakan atas empat macam :
Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal manusia.
Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan manusia.
Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
Nilai religius,
Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius
yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius
ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Anda mungkin juga menyukai