Anda di halaman 1dari 23

EVAKUASI DAN TRANSPORTASI KLIEN GAWAT DARURAT

DENGAN TRAUMA ABDOMEN

Disusun oleh :
Kelompok 7

1. Achmad Aziz Fachrudin (16.09.2.149.001)


2. Mega Puspa Astutik (16.09.2.149.024)
3. Putriana Dwi Wulan Sari (16.09.2.149.029)
4. Sulis Ana (16.09.2.149.078)
5. Yuni Nur Alfiyah (16.09.2.149.043)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NAHDLATUL ULAMA TUBAN (KAMPUS-B)

Jl. Letda Sucipto No.211 Tuban Telp.(0356) 321287


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan Puji Syukur tercurahkan kepada Allah SWT karena atas
limpahan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. sehingga atas izin dan kuasaNya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah dengan judul ” Evakuasi Dan Transportasi Klien
Gawat Darurat Dengan Trauma Abdomen” ini dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah “Gadar 1” program studi ilmu keperawatan. Penyusunan makalah
terlaksana dengan baik berkat dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang bersangkutan.

Kesalahan bukan untuk dibiarkan tetapi kesalahan untuk diperbaiki.


Walaupun demikian, dalam makalah ini kami menyadari masih belum sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan tugas
makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi kami dan dapat dijadikan
acuan bagi pembaca terutama bagi ilmu keperawatan.

Tuban, 28 Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
1.4 Manfaat ............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Evakuasi dan Transport klien gawat darurat ........................ 3
2.2 Evakuasi Korban ............................................................................... 6
2.3 Alat Ekstriksi dan Transportasi ......................................................... 7
2.4 Pedoman Tata Tertib Pengangkuta Beregu ....................................... 8
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Definisi Trauma Abdomen ................................................................ 11
3.2 Etiologi Trauma Abdomen ................................................................ 12
3.3 Patofisiologi Trauma Abdomen ........................................................ 12
3.4 Manifestasi Klinis Trauma Abdomen ............................................... 13
3.5 Pemeriksaan Penunjang Trauma Abdomen ...................................... 13
3.6 Penanganan Prehospital dan Hospital ............................................... 15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 19
4.2 Saran .................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (Sjamsuhidayat, 1998). Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan
terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan
oleh luka tumpul atau yang menusuk.
Salah satu organ kita yang paling sering mengalami cedera pada suatu
trauma tumpul pada daerah perut atau toraks kiri bagian bawah adalah lien.
Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung yang
menyebabkan laserasi kapsul lien dan avulsi pedikel lien sebagian atau
menyeluruh. Pada trauma lien yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda-tanda
perdarahan yang memperlihatkan keadaan hipotensi, syok hipovolemik, dan nyeri
abdomen pada kuadran atas kiri dan nyeri pada bahu kiri karena iritasi diafragma.
Perdarahan lambat yang terjadi kemudian pada trauma tumpul lien dapat
terjadi dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma.
Untuk menentukan diagnosis trauma tumpul maka diperlukan anamnesis adanya
riwayat trauma abdomen bagian kiri bawah, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, yang menunjukkan tanda-tanda trauma tumpul dengan ruptur lien.
Jurnal yang kami ambil melaporkan dua buah kasus ruptur lien akibat trauma
tumpul abdomen. Keduanya adalah korban kecelakaan lalu lintas dan masih
tergolong usia muda atau produktif. Pada kedua pasien dilakukan tindakan operasi
berupa laparotomi eksplorasi dan splenectomy karena didapatkan tanda-tanda
syok hipovolemik dan nyeri hebat di daerah abdomen.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana definisi trauma abdomen?
2. Bagaimana etiologi trauma abdomen?
3. Bagaimana patofisiologi trauma abdomen?
4. Bagaimana manifestasi klinis trauma abdomen?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang trauma abdomen?
6. Bagaimana penanganan prehospital dan hospital trauma abdomen?

1
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui evakuasi dan transportasi klien gawat darurat dengan trauma
abdomen.
1.3.2 Tujuan Kusus
1. Mengetahui dan memahami definisi trauma abdomen
2. Mengetahui dan memahami etiologi trauma abdomen
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi trauma abdomen
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis trauma abdomen
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang trauma abdomen
6. Mengetahui dan memahami penanganan prehospital dan hospital
trauma abdomen

1.4 MANFAAT
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
memahami evakuasi klien gawat darurat dengan trauma abdomen.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Evakuasi Dan Transport Klien Gawat Darurat.


Istilah evakuasi dapat diartikan luas atau sempit, istilah evakuasi korban
diartikan sebagai upaya memindahkan korban ke pusat pelayanan kesehatan atau
tempat rujukan lainnya agar korban mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih
lanjut. Evakuasi korban merupakan kegiatan memindahkan korban dari lokasi
kejadian menuju ke tempat aman, sehinggga akhirnya korban mendapatkan
perawatan dan pengobatan lebih lanjut.
Upaya ini dalam situasi dan keadaan tertentu sangat penting, misalnya saat
evakuasi korban gawat darurat, ketika korban harus mendapatkan perawatan dan
pengobatan di rumah sakit sehingga evakuasi korban harus dilakukan nsecara
cepat dan dan waspada serta diusahakan tidak memperburuk keadaaan korban
atau menambah cidera baru.
1. Syarat korban untuk dapat dievakuasi
a. Penilaian awal sudah dilakukan lengkap, dan keaadan umum korban
dipantau terus.
b. Denyut nadi dan napas korban stabil dan dalam batas normal.
c. Perdarahan yang ada sudah diatasi dan dikendalikan.
d. Patah tulang yang ada sudah ditangani.
e. Mutlak tidak ada cidera.
f. Rute yang dilalui memungkinkan dan tidak membahayakan penolong dan
korban.
2. Hal-hal yang harus diperhatikan dan erat hubungannya dengan proses ekstriksi
dan transportasi
a. Setelah menemukan korban dan melakukan pertolongan pertama, langkah
selanjutnya adalah membawa korban ke fasilitas kesehatan.
b. Nyeri pinggang (low back pain) merupakan hal yang paling sering
dikeluhkan oleh tenaga medis dilapangan: perhatikan cara mengangkat.
3. Prinsip Mengangkat:
a. Jangan menambah cidera kepada korban.

3
b. Hindari pemindahan korban jika tidak stabil.
c. Jangan membahayakan diri penolong.
d. Jelaskan apa yang akan anda lakukan kepada korban.
e. Jangan pernah lakukan sendiri.
f. Satu komando/aba-aba.
4. Dasar-dasar pengkatan:
a. Rencanakan setiap gerakan.
b. Pertahankan sikap tegak saat berdiri, berlutut maupun duduk, jangan
bungkuk.
c. Konsentrasikan beban pada otot paha, bukan pungung.
d. Gunakan otot fleksor (otot untuk menekuk, bukan otot untuk meluruskan).
e. Saat mengangkat dengan tangan, telapak tangan menghadap ke arah
depan.
f. Jaga titik beban sedekat mungkin ke tubuh anda.
g. Gunakan alat bantu.
h. Jaga jarak antara kedua lengan dan tungkai adalah selebar bahu.
i. Terlalu rapat dapat mengurangi stabilitas.
j. Terlalu lebar dapat mengurangi tenaga.
5. Evakuasi Gawat Darurat (Emergency Moves)
Indikasi:
a. Kebakaran atau sesuatu yang akan terbakar.
b. Ledakan atau sesuatu yang akan meledak.
c. Bangunan tidak stabil.
d. Bahan-bahan kimia yang berbahaya
e. Cuaca yang berbahaya.
f. Mencari akses karena ingin mencapai penderita lain yang membutuhkan
pertolongan.
g. Ketika penyelamatan tidak dapat diberikan karena lokasi atau posisi
penderita tidak memungkinkan.
6. Macam-macam evakuasi gawat darurat:
a. Tarikan baju.
b. Tarikan bahu.

4
c. Tarikan selimut.
d. Piggy back carry (mengendong pasien di belakang).
e. Fire fighter’s/tarikan pemadam.
f. Fire fighter’s carry/ angkatan ala pemadam.

Bahaya yang mungkin terjadi akibat proses pemindahan adalah memicu


terjadinya cidera spinal, yang dapat dikurangi dengan melakukan gerakan searah
dengan sumbu panjang badan dan menjaga kepala dan leher tetap ekstensi. Pada
keadaan yang tidak darurat, pemindahan korban dilakukan apabila semuanya telah
siap dan korban selesai ditangani. Agar cidera korban tidak tambah parah, tunggu
sampai orang yang ahli datang karena penanganan yang ceroboh dapat
memperparah. Misalnya tulang yang patah dapat merobek pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan hebat. Pilihlah teknik pengangkatan dan pemindahan
korban yang sesuai dengan kondisi cidera, jumlah tenaga penolong, ukuran tubuh
korban, dan rute yang akan dilewati. Penggunaan tubuh penolong dalam
melakukan pengangkatan dan pemindahan korban perlu mendapatkan perhatian
yang serius. Jangan sampai akibat cara melakukan yang salah cidera atau keadaan
korban bertambah parah, atau bahkan penolong mengalami cidera.
Pada korban luka berat atau terhimpit oleh benda berat atau bangunan,
sangat memerlukan resusitasi secepatnya. Oleh karena itu, dalam mengevakuasi
korban, tim penolong harus memiliki keterampilan melakukan resusitasi sebagai
life saving yang dilakukan bersamaan dengan pembebasan korban dari himpitan
benda berat dan membawa korban ke tempat pelayanan yang telah disiapkan.
Khusus pada pembebasan korban yang terisolasi di suatu tempat reruntuhan harus
selalu dibarengi dengan prosedur resusitasi, tetapi prosedur ini mengalami
beberapa kesulitan seperti posisi korban dan ruangan yang sangat terbatas untuk
melakukan manuver oksigenisasi. Oleh karena itu harus mempunyai keterampilan
dan alat khusus untuk membebaskannya.
Selama pembebasan (evakuasi) korban dari himpitan, tim penolong harus
dapat menstabilkan tulang belakang, mengimobilisasi korban untuk kemungkinan
adanya fraktur tulang panjang, mengontrol rasa nyeri, dan mencegah kematian
mendadak akibat hiperkalemia atau hipotermia.

5
2.2 Evakuasi Korban
1. Evakuasi Oleh Satu Penolong
Sebelum melakukan pemindahan harus sudah dipastikan bahwa korban
tidak mengalami cidera spinal, cidera tlang tengkorak, dan gegar otak.
a. Teknik Menarik Korban
Teknik ini dapat digunakan untuk memindahkan korban dalam jarak dekat.
Pastikan permukaan tanah cukup rata agar tidak menambah luka.
1) Menarik kemeja korban (shirt drag)
Bagian kemeja yang ditarik adalah bagian punggung belakang. Jika
terlalu depan, terdapat risiko kemeja lepas dan mencekik korban.
2) Menarik ketiak korban (shoulder drag)
Tempatkan kedua tangan pada masing-masing ketiak korban. Tarik
korban perlahan. Teknik menarik ketiak ini adalah teknik drag paling
aman bagi korban sebab korban dipegang langsung oleh penolong
sehingga risiko terlepas lebih kecil.
3) Menarik dengan selimut (blanket drag)
Tempatkan bahan tertentu sebagai alas, seperti kain selimut, kardus
dsb.
4) Mengusung melalui lorong sempit (fire fighter drag)
Tangan korban diikat dan digantungkan di leher penolong. Cegah
kepala korban agar tidak terseret di tanah dengan menggunakan satu
tangan atau menggantungkannya.
b. Teknik Mengangkat Korban (Carry)
Teknik ini dipakai untuk memindahkan korban dengan jarak sedang atau
cukup jauh. Dengan teknik ini, penolong dapat sedikit lebih menghemat
tenaga sebab tidak perlu membungkukkan badan, tetapi harus menopang
keseluruhan berat badan korban. Untuk itu pertimbangkan kekuatan angkat
dan berat badan korban.
1) Gendong punggung (piggy back carry)
Untuk korban sadar tetapi tidak dapat berdiri, dapat dipindahkan
dengan mengendong korban di belakang penolong. Posisi tangan
penolong dapat menopang pantat atau pengunci kedua lengan korban.

6
2) Mengangkat depan/memapah (craddle carry)
Korban yang sadar tetapi lemas, tidak dapat berjalan, dan tangan hanya
dapat menggantung pasif ke leher penolong, sebaiknya dipindahkan
dengan cara membopong.
3) Menjulang
Teknik menjulang dilakukan untuk penolong satu orang dan
diperlukann pergerakan yang cepat atau menempuh jarak jauh. Posisi
ini akan membuat penolong lebih leluasa untuk bergerak.
c. Teknik Menopang (cruth)
1) Memapah 1 orang (one rescuer crutch)
Jika masih dapat berjalan meskipun sedikit, maka korban dapat dibantu
dengan memapahnya. Tangan korban dirangkulkan di pundak
penolong, salah satu tangan penolong memegang pinggang korban
untuk mengantisipasi jika korban pingsan atau mendadak lemas.
2. Evakuasi Oleh Dua Penolong
1) Korban diangkat dengan menggunakan tangan sebagai tandu.
2) Mengusung korban dengan menggunakan kursi sebagai tandu.
3. Mengusung Korban Oleh 3 Penolong.
2.3 Alat Ekstriksi dan Transportasi.
Extrication (ekstrikasi) adalah teknik-tehnik yang dilakukan untuk melepaskan
penderita dari jepitan dan kondisi medan yang sulit dengan mengedepankan
prinsip stabilisasi ABCD. Ekstrikasi dapat dilakukan setelah keadaan aman bagi
petugas penolong, dan seringkali memerlukan hal-hal yang bersifat rescue untuk
mempermudah pertolongan yang akan dilakukan dan membebaskan benda-benda
yang mempersulit pelaksanaan ekstrikasi contohnya memotong pintu kendaraan,
membuka kap kendaraan, mengangkat korban dari dasar atau tepi jurang,
menolong korban terjun payung yang tersangkut di gedung atau pohon yang
tinggi dsb.
1. Kendrik Ekstrication Device (KED)
Alat untuk mempermudah mengeluarkan korban dari dalam mobil atau tempat
pada saat korban dalam posisi duduk.
2. Long Spine Board

7
Alat ini biasanya terbuat dari kayu/fiber yang tidak menyerap cairan. Biasanya
ada lubang dibagian sisinya untuk tali pengikat. Indikasi: untuk pasien yang
dicurigai cidera tulang belakang. Jangan meletakan psien di atas LSB terlalu
lam (>2 jam). Short Spine Board: Sama seperti LSB hanya panjangnya lebih
pendek (sekitar 1 meter).
3. Scoop Strecher
Hanya untuk memindahkan pasien (dari brankard ke tempat tidur atau
sebaliknya). Bukan alat untuk imobilisasi pasien, bukan alat transportasi, dan
jangan mengangkat scoop strecher hanya pada ujungnya saja karena dapat
menyebabkan scoop stretcher melengkung ditengah bahkan sampai patah.
2.4 Pedoman Tata Tertib Pengangkutan Beregu
Dalam sebuah operasi pertolongan, kita sering ditugaskan sebagai satu
kesatuan kelompok atau sebuah regu sehingga untk menyeragamkan sikap dan
tindakan dalam pelaksanaan pertolongan pertama dalam pengangkutan beregu
maka perlu diperhatikan pedoman pelaksanaan angkutan beregu sebagai berikut:
1. Tiap regu terdiri dari sekurang-kurangnya 6 orang.
2. Pembagian masing-masing anggota regu adalah seperti tabel dibawah.
3. Posisi korban saat diangkut adalah berbaring di atas tandu ata posisi lain
sesuai kondisi dan indikasi korban dengan kaki menghadap ke depan, kecuali
saat:
a. Melewati pagar/tembok penghalang.
b. Melewati gorong-gorong.
c. Naik tebing (jalan naik).
d. Melewati sungai yang arusnya berlawanan.
e. Melewati jalan sempit dengan angkutan tanpa alat (ATA).
f. Memasukan korban ke ambulans.
4. Saat berjalan sebaiknya langkah penolong disamakan sehingga teratur dan
ritmis. Untuk itu dalam mengawali setiap perjalanan langkah harus seragam
dan bersamaan.

8
Tabel Pembagian Tugas Kelompok Saat Evakuasi
Jabatan Tugas Tempat Saat Tempat Saat
Mengangkat Mengangkut
Ketua Regu Memberi Berhadapan dengan Kanan Belakang
komando dan anggota 3
mengatur (membantu)
pembagian tugas.
Melakukan RJP
Wakil Ketua Membantu no 1 Bagian kepala dan Kiri Belakang
Regu melakukan RJP. dada korban
Melakukan
pengobatan dan
pembalutan, serta
pembidaian
anggota
tubuh bagian atas.
Anggota A Melakukan Bagian badan dan Kanan Depan
pengobatan dan pinggul
pembalutan serta
pembidaian serta
pembidaian
anggota tubuh
bagian
bawah.
Anggota B Membantu Bagian ekstremitas Kiri Depan
anggota A bawah
Anggota C Mempersiapkan Membenahi tandu Sebagai logistic
dan membereskan dan Didepan sebagai
peralatan/obat- peralatan/obatobatan penunjuk jalan,
obatan yang akan membawa
atau bendera dan tas
sudah dipakai. P3K

9
Bertindak sebagai
penunjuk jalan.
Melakukan survei
rintangan
Anggota lain Membantu
(jika ada) anggota lain saat
pertolongan.
Membawa tas,
peralatan atau
barangbarang
lain saat
pengangkutan.
Siap
menggantikan
anggota lain
melakukan
pengangkutan.

10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Trauma Abdomen

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang


terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Trauma penetrasi
a. Luka tembak
b. Luka tusuk
2. Trauma non-penetrasi
a. Kompres
b. Hancur akibat kecelakaan
c. Sabuk pengaman
d. Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi Kontusio
dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi
eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
2. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma
Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002)
terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum: Cedera pada isi abdomen mungkin di
sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen: Luka tusuk pada abdomen dapat
menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.

11
3. Cedera thorak abdomen: Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus
sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
(Sjamsuhidayat, 1998).
3.2 Etiologi Trauma Abdomen

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada
abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan
kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan
kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau
benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk
sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan
fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga,
benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50%
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam
atau luka tembak.

3.3 Patofisiologi Trauma Abdomen


Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran
klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-
tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam
trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan

12
distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok
telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga
terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak.
Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila
terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan
(Mansjoer, 2001).
3.4 Manifestasi Klinis Trauma Abdomen

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri
dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan
nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini
ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh
kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragik.
3.5 Pemeriksaan Penunjang Trauma Abdomen
A. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya

13
trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara
bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan
gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma
pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
- Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
- Trauma pada bagian bawah dari dada
- Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
- Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,
alkohol, cedera otak)
- Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum
tulang belakang)
- Patah tulang pelvis
b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
- Hamil
- Pernah operasi abdominal
- Operator tidak berpengalaman
- Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan

14
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum
dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
B. Pemeriksaan khusus
1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000
eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah
dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan
indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung
sumber penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
C. Penatalaksanaan Medis
1. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan
indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
3. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4. Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5. Laparotomi
3.6 Penanganan Prehospital dan Hospital

A. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi
kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian
awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon,
maka segera buka dan bersihkan jalan napas.

15
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas
menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan.
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1. Stop makanan dan minuman
2. Imobilisasi
3. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien.

16
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.
B. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang
ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal
untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila
ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara
intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi. Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
d. Sistografi Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada :
- Fraktur pelvis
- Trauma non-penetrasi
2. Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit :
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk
pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan
laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium,
glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita
dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara

17
ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma,
yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Trauma pada abdomen dibagi menjadi 2 jenis yaitu trauma penetrasi dan
trauma non penetrasi. Trauma pada dinding abdomen terdiri dari kontusio,
laserasi, dan cidera torak abdomen. Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2
kekuatan yang merusak yaitu paksaan atau benda tumpul dan trauma tembus.
Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri sepontan,
nyeri lepas, dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis
umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan
suhu tubuh juga terdapat leukositosis.
Tanda dan gejala trauma abdomen yaitu nyeri pada abdomen, adanya
penumpukan darah dan cairan di rongga peritoneum yang disebabkan iritasi,
cairan dan udara di bahawah diafragma, mual dan muntah, dan penurunan
kesadaran. Trauma abdomen dapat di periksa lanjut dengan pemeriksaan
diagnostik antara lain foto thorak, pemeriksaan darah rutin, plain abdomen foto
tegak, pemeriksaan urin rutin, VP (intravenous pyelogram), diagnostic peritoneal
lavage (DPL), ultrasonografi dan CT-scand. Untuk penanganan prehospital bisa
dilakukan dengan Airway, Breathing, dan Circulation.

4.2 SARAN
Kurang lebihnya makalah evakuasi dan transportasi klien gawat darurat
dengan trauma abdomen dapat membantu proses pembelajaran ilmu keperawatan
kususnya matakuliah gawat darurat. Untuk lebih lengkapnya diharapkan pembaca
mengunjungi daftar pustaka yang telah terlampir.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.15/3/2015.“Transportasi Dan Evakuasi Klien Gawat Darurat”.2019.


Dikutip dari: https://www.scribd.com/doc/258776200/TRANSPORTASI-
DAN-EVAKUASI-KLIEN-GAWAT-DARURAT-pdf

Laxius, Alexi.24/2/2014.“Trauma Abdomen”.2019. Dikutip dari:


https://www.scribd.com/doc/208878603/trauma-abdomen-pdf

Dikwastri, Eunike.“Trauma Abdomen”2019. Dikutip dari:


https://id.scribd.com/document/36046464/208878603-trauma-abdomen-
pdf-pdf

Aleq Sander, Mochamad.2013.“Kasus Serial Ruptur Lien Akibat Trauma


Abdomen: Bagaimana Pendekatan Diagnosis Dan
Penatalaksanaannya”.2019. Dikutip dari: Jurnal Keperawatan, ISSN
2086-3071

20

Anda mungkin juga menyukai