Anda di halaman 1dari 23

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pneumonia

1. Definisi

Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim

paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut

(ISNBA) (Sylvia A price) Dengan gejala batuk dan disertai dengan

sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri.

mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-

paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui

gambaran radiologis (Kusuma H, 2015).

2. Etiologi

Penyebaran Infeksi terjadi melalui droplet dan sering dlsebabkan

oleh streptoccus pneumonia, melalui selang infuse oleh staphylococcus

aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan

enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien

seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronls, polusi lingkungan

menggunaan antibiotik yang tidak tepat (Kusuma H, 2015).

Setelah masuk keparu-paru organisme bermultiplikasi dan, ilka telah

berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia.

Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya

yaitu:

10
11

a. Bacteria: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptokokus

hemolyticus, Streptokoccus aureus, Hemophilus lnfluinzae,

Mycobacterium tuberkolusis, Bacillus Friedlander.

b. Virus:Respiratory Syncytial Virus, Adeno virus, V. Sitomegalitik, V

Influenza.

c. Mycoplasma pneumonia

d. Jamur: Histoplasma Capsulatum, Cryptococcus Neuroformans,

BIastomyces Dermatitides, Coccidodves Immitis, Aspergilus

Species, Candida Albicans.

e. Aspirasi: Makanan. Kerosene (bensin, minyak tanah), Cairan

Amnion, Benda Asing.

f. Pneumonia Hipostatik.

g. Sindrom Loeffler.

Klasifikasi berdasarkan anatomi. (IKA FKUI) :

a. Pneumonia Lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dan

satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal

sebagai pneumonia bilateral atau ”ganda".

b. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir

bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk

membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada

didekatnya. disebut juga pneumonia loburalis.

11
12

c. Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses Inflamasi yang terjadi di

dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta

Interlobular (Kusuma H, 2015).

Menurut Kusuma H (2015) Klasifikasi: pneumonia berdasarkan

inang dan lingkungan:

a. Pneumonia Komunitas

Dijumpai pada H. influenza pada pasien perokok, pathogen

atipikal pada Iansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo,

dengan adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopolmonal/jamak,

atau paska terapi antibiotika spectrum luas.

b. Pneumonia Nosokomial

Tergantung pada 3 fakto yaitu: tingkat berat saklt, adanya

resiko untuk jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul

onset pneumonia.

c. Pneumonia Aspirasi

Disebabkan oleh linfeksi kuman, penumonitis kimia akibat

aspirasi bahan toksin, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan

makanan atau lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik

simple oleh bahan padat.

d. Pneumonia pada Gangguan lmun

Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi.

Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau

12
13

mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berupa bekteri,

protozoa, parasit, virus,jamur, dan cacing.

3. Manifestasi Klinis

a. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling

sering terjadi pada usia 6 bulan-3 tahun dengan suhu mencapai 39,5-

40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka

rangsang atau terkadang euforia dan lebih aktif dari normal,

beberapa anak bicara dengan kecepatan vang tidak biasa.

b. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges.

Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tlba dengan disertai sakit

kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda

kernig dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun.

c. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan

penvakit masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari

penyakit. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit

melalui tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai

ke tahap pemulihan.

d. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang

merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung

singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.

e. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat.

Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.

13
14

f. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa

dibedakan dari nyeri apendiksitis.

g. Sumbatan nasal, pasase nasaI kecil dari bayi mudah tersumbat oleh

pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi

pernafasan dan menyusu pada bayi.

h. Keluaran nasal, sering menyenai infeksi pernafasan. Mungkin encer

dan sedikit (rinorea) atau kental dan puruIen, bergantung pada tipe

dan atau tahapinfeksi.

i. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat

menjadi bukti hanya selama fase akut.

j. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi

terdengar mengi, krekels.

k. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada

anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk

minum dan makan peroral.

l. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan/minum,

atau memuntahkan semua, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis,

dustress pernapasan berat.

m. Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanva terdapat napas

cepat saja

1) Pada anak umur 2 bulan-11 bulan: > 50 kali/menit

2) Pada anak umur l tahun- 5 tahun:>40kali/menit (Kusuma H,

2015).

14
15

4. Pemerlksaan penunjang

a. Sinar x: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,

bronchm dapat luga menyatakan abses)

b. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis

c. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat

mengndenttifikasi semua organisme yang ada

d. Pemenksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis

organisme khusus

e. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru,menetapkan

luas berat penvakit dan membantu keadaan

f. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi

a. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda

asing (Kusuma H, 2015).

5. Penatalaksanaan

Kepada penderita yang penvakitnya tidak terlalu berat, bisa

diberikan antibiotik per-oral dan tempat tinggal di rumah. Penderita

yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyaklt

jantung atau penyakit paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik

dlberikan melalui Infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan,

cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik (Kusuma H, 2015).

Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap

pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.

Penatalaksanaan umum vang dapat diberikan antara lain:

15
16

a. Oksigen 1-2 L/menit.

b. VFD dekstrose 10 %-NaCl 0,996 = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml

cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status

hidrasi.

c. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulau makanan enteral

bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.

b. Jika sekresi lendir berlebihan dapat dlberikan inhalasi dengan salin

normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.

Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. (Kusuma

H, 2015).

Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab,

antibiotik diberikan sesual hasul kultur. Untuk kasus pneumonia

community based:

a. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.

b. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.

Untuk kasus pneumonia hospital based:

a. Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pembenan.

c. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kall pemberian (Kusuma H,

2015).

6. Discharge Planning

a. Ajarkan pada orang tua tentang pemberian obat

1) Dosis, rute dan waktu yang cocok dan menyelesaikan dosis

seluruhnya.

16
17

2) Efek samping.

3) Respon anak.

b. Berikan Informasi pada orang tua tentang cara pengendalian infeksi

serta cara pencegahannva

1) Hindari pemajanan kontak infeksius I.

2) kuti jadwal imunisasi.

c. Bayi : ASI eksklusif 6 bulan, karena didalam kandungan ASI adanya

system kekebalan yang dapat menjaga tubuh anak sehingga tidak

mudah terserang penyakit.

d. Gizi seimbang dan cukup sesuai usia anak.

e. Tutup mulut saat batuk karena penularan pneumonia banyak.

berasal dari percikan batuk atau bersin pasien pneumonia Hindari

asap rokok (Kusuma H, 2015).

B. Tinjauan Tentang Anak Pra Sekolah

1. Definisi

Anak adalah individu yang bergantung pada orang dewasa dan

lingkungannya, dimana dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan

dasarnya dan untuk belajar mandiri (Supartini, 2004).

Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

perubahan perkembangan yang mulai dari bayi sampai remaja (Hidayat,

2008).

Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu yang selalu tumbuh dan

berkembang sejak saat konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal

17
18

inilah yang membedakan anak dari orang dewasa. Jadi anak tidak biasa

diidentikkan dengan dewasa dalam bentuk kecil. Ilmu pertumbuhan dan

perkembangan merupakan dasar ilmu kesehatan anak dan kedua istilah itu

disatukan menjadi ilmu tumbuh kembang, oleh karena meskipun

merupakan proses yang berbeda, keduanya tidak berdiri sendiri, tetapi

saling berkaitan satu sama lain (Moersintowart, 2002 dalam Pratiwi, Y,

2012).

Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia 3-6 tahun . Anak

usia pra sekolah ini menunjukkan perkembangan motorik, verbal dan

keterampilan sosial secara progresif. Pada masa ini adalah meningkatnya

antusias dan energi untuk belajar dan menggali banyak hal. Dalam upaya

mempermudah melakukan tindakan medis, petugas kesehatan dapat

menggunakan teknik role-playing dari pada menjelaskan kepada anak

secara verbal dalam perincian, misalnya ketika anak harus disuntik, untuk

memperagakan prosedurnya dengan boneka sehingga anak bersedia untuk

disuntik (Kaplan & Sadock, 1997 dalam Hasim, M, 2013).

Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa anak

usia prasekolah adalah merupakan usia perkembangan anak antara usia tiga

hingga enam tahun. Pada usia ini terjadi perubahan yang signifikan untuk

mempersiapkan gaya hidup yaitu masuk sekolah. dengan

mengkombinasikan antara perkembangan biologi, psikososial, kognitif,

spiritual dan prestasi social.

18
19

1. Perkembangan Biologis

Pertumbuhan fisik pada usia ini termasuk dalam tahap laten, dimana

pertumbuhan mengalami perlambatan. Penambahan berat badan ratarata

tiap tahunnya adalah 2,3 kg sedangkan tinggi badan berkisar antara 6,75

sampai dengan 7,5 cm/tahun. Postur anak pada usia prasekolah lebih

langsing tetapi kuat, anggun, tangkas dan tegap. Karakteristik fisik

sudah sesuai dengan jenis kelamin. Sistem tubuh sebagian besar telah

matur dan stabil serta dapat menyesuaikan diri dengan stress dan

perubahan yang moderat. Selama periode ini sebagian besar anak sudah

menjalani toilet training. Perkembangan motorik semakin kuat dan

halus dibanding dengan periode sebelumnya, seperti berjalan, berlari

dan melompat. Namun, perkembangan otot dan pertumbuhan tulang

masih jauh dari matur. Untuk perkembangan motorik kasar anak usia

prasekolah sudah mampu melakukan lompat satu kaki dengan lancar

serta mampu menangkap bola dengan baik. Kemampuan motorik halus

yang sudah dicapai adalah menggambar dan berpakaian, keterampilan

ini merupakan kesiapan anak untuk memasuki usia sekolah.(Sutini,

2011)

2. Perkembangan Psikososial

Menurut Erikson, tugas psikososial utama pada periode prasekolah

adalah menguasai rasa inisiatif. Anak sedang ada dalam stadium belajar

energik. Mereka bermain, bekerja dan hidup sepenuhnya serta

merasakan rasa pencapaian dan kepuasan yang sebenarnya dalam

19
20

aktivitas mereka. Ketika anak mengalami kegagalan dari apa yang

diharapkannya maka anak akan merasa bersalah, cemas dan takut.

Perkembangan super-ego atau kesadaran, merupakan tugas utama untuk

anak prasekolah. Mempelajari kebenaran dari kesalahan dan

mempelajari kebaikan dari keburukan adalah permulaan perkembangan

moralitas.

3. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget, anak usia 2 sampai 7 tahun ada pada fase

praoperasional. Fare praoperasional dibagi dua yaitu fase prakonseptual

yang berkembang pada anak usia 2-4 tahun sedangkan fase pikiran

intuitif terjadi pada rentang usia 4-7 tahun. Salah satu transisi utama

selama kedua fase ini adalah perubahan dari pikiran egosentris total

menjadi kesadaran sosial dan kemampuan untuk memahami sudut

pandang orang lain.

Pada usia 2-4 tahun anak sudah dapat menghubungkan satu kejadian

dengan kejadian yang simultan dan anak mampu menampilkan pemikirn yang

egosentrik, pada usia 4-7 tahun anak mampu membuat klasifikasi,

menjumlahkan, dan menghubungkan objek-objek anak mulai menunjukkan

proses berfikir intuifif (anak menyadari bahwa sesuatu adalah benar tetapi dia

tidak dapat mengatakan alasanya ), anak menggunakan banyak kata yang

sesuai tetapi kurang memahami makna sebenarnya serta anak tidak mampu

untuk melihat sudut pandang orang lain (Muscari, 2005 dalam Isnaini, 2015).

20
21

4. Perkembangan Moral

Pada usia ini anak berprilaku sesuai dengan kebebasan dan batasan

yang berlaku pada suatu tindakan. Pada oreintasi hukuman dan

kepatuhan, anak menilai apakah suatu tindakan baik atau buruk

bergantung dari apakah hasilnya berupa hukuman atau penghargaan.

Apabila anak dihukum berarti tindakan tersebut baik, apabila anak tidak

dihukum berarti tindakan tersebut baik tanpa mempertimbangkan

makna dari tindakan tersebut (Sutini, 2011)

5. Perkembangan spiritual

Orang tua atau orang terdekat akan memberikan pengalaman dan

pengetahuan tentang keyakinan dan agama. Namun, pemahaman anak

mengenai spiritualitas dipengaruhi oleh kemampuan kognitifnya,

dimana anak prasekolah memiliki konsep konkrit mengenai Tuhan

dengan karakteristik fisik yang menyerupai teman imaginernya

(Hockenberry & Wilson, 2009 dalam Sutini, 2011).

6. Perkembangan citra tubuh

Menurut Muscary (2001) meskipun perkembangan citra tubuh telah

maju, anak prasekolah tidak dapat mendefinisikan ruang lingkup

tubuhnya dengan baik dan mereka hanya memiliki sedikit pengetahuan

mengenai anatomi internalnya. Tindakan-tindakan yang mengganggu

integritas tubuhnya merupakan pengalaman yang sangat menakutkan,

seperti tindakan injeksi dan pembedahan, karena mereka beranggapan

bahwa isi tubuh akan bocor atau keluar jika ada kerusakan pada

21
22

integritas kulitnya. Oleh karena itu, pada usia ini tidakan invasif harus

diupayakan seminimal mungkin untuk mencegah trauma pada anak.

(Sutini, 2011)

7. Perkembangan seksualitas

Perkembangan seksual selama masa ini merupakan fase yang sangat

penting untuk identitas dan kepercayaan seksual individu secara

menyeluruh. Anak membentuk kedekatan dengan orang tua yang

berlawanan jenis kelamin dan mengidentifikasi orang tua yang berjenis

kelamin sama. Meniru peran ayah atau ibu merupakan aktivitas yang

penting untuk mengembangkan konsep diri dan membentuk kesadaran

akan gender (Hockenberry & Wilson, 2009 dalam Sutini, 2011)

C. Tinjauan Tentang Status Pernapasan

1. Definisi

Status pernapasan anak dapat dikaji melalui observasi perilaku dan

pemeriksaan fisik sistem pernapasan yang meliputi observasi dinding

dada, ekspansi dada, retraksi dinding dada, dan pola pernapasan (frekuensi

napas, irama, suara napas, kedalaman, usaha napas, dan penggunaan otot

abntu napas) (Fergusson, 2008; Hockenberry & Wilson, 2012).

Observasi perilaku dapat dilakukan dengan mengkaji ekspresi

wajah, tingkat kesadaran, warna kulit, dan adanya jari tabuh (clubbing

finger). Pengkajian pola napas sebaiknya dilakukan saat bayi atau anak

dalam kondisi tenang atau tertidur. Mengukur pernapasan bayi dilakukan

dengan mengobservasi pergerakan abdomen dan menghitung frekuensi

22
23

napas selama satu menit penuh karena peprnapasan bayi masih belum

teratur (Hockenberry & Wilson, 2012).

2. HR atau Denyut Nadi

Pengkajian kardiovaskular (frekuensi denyut nadi) termasuk ke

dalam pengkajian keadekuatan ventilasi selain pengkajian perfusi jaringan

(Capillary Refill Time dan saturasi oksigen) (Fregusson, 2008).

Pengukuran nadi melalui radial baru efektif setelah anak berusia lebih dari

dua tahun, sementara pada bayi hingga usia dua tahun penghitungan

denyut nadi dapat melalui arteri brachialis atau denyut apikal pada jantung

yang lebih valid (Hockenberry & Wilson, 2012).

3. Wang Clinical Severity Scoring System (WCSSS)

Wang Clinical Severity Scoring System (WCSSS) merupakan

sebuah sistem penilaian untuk menentukan tingkat keparahan klinis pada

bayi dan anak-anak dengan gangguan sistem pernapasan yang sudah

sering digunakan sejak tahun 1992 (Postiaux et al, 2011).

Penilaian tingkat keparahan anak dengan menggunakan WCSSS

akan sangat membantu tim medis untuk menentukan dirawat atau

tidaknya anak. Selain itu WCSSS juga dapat digunakan untuk evaluasi

pemberian medikasi seperti bronkodilator dan medikasi lain yang bekerja

pada saluran pernapasan (Chin & Seng, 2004).

Menurut Chin dan Seng (2004) WCSSS memiliki inter-rater

reliability yang tinggi (0,99) sementara validitas dan reliabilitasnya juga

cukup baik (r=0,43). Mardiyanti (2013) dalam penelitiannya yang

23
24

berjudul “Dampak Fisioterapi Dada terhadap Perubahan Status

Pernapasan (SpO2, WCSS, HR) Anak Usia Kurang dari Dua Tahun

dengan ISPA di RSPAD Gatot Subroto Jakarta” juga telah menggunakan

WCSSS yang dimodifikasi agar sesuai dengan nilai rujukan dari WHO

dalam Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS, 2008). Hasil modifikasi

tersebut meliputi pernapasan kurang dari 40 diberikan nilai 0, antara 40-

49 diberikan nilai 1, anatara 50-59 diberikan nilai 2, dan frekuensi

pernapasan ≥60 diberikan nilai 3. Komponen WCSSS dapat dilihat pada

Tabel.

Tabel 2. Wang Clinical Severity Scoring System (WCSS)

Nilai
0 1 2 3
Retraksi Tidak Hanya tracheosternal Retraksi berat
dinding ada intercosta dengan napas
dada cuping hidung
Frekuensi <40 40-49 50-59 ≥60
napas
(kali/menit)
Wheezing Tidak Akhir Terdengar Terdengar pada
ada pernapasan pada seluruh inspirasi dan
atau hanya ekspirasi atau ekspirasi tanpa
terdengar terdengar stetoskop
dengan walau tanpa
stetoskop stetoskop
Kondisi normal Rewel, letargi,
umum toleransi makan
yang buruk

24
25

D. Tinjauan Tentang Purse Lift Breating (PLB)

1. Definisi

Pursed-lip breathing (PLB) merupakan salah satu teknik termudah

dalam mengurangi sesak napas. Teknik ini merupakan cara mudah dalam

memperlambat frekuensi napas sehingga napas menjadi lebih efektif.

Teknik ini dapat membantu untuk menghasilkan udara yang banyak ke

dalam paru dan mengurangi energi yang dikeluarkan saat bernapas.

Selain itu juga PLB dapat meningkatkan tekanan alveolus pada setiap

lobus paru sehingga dapat meningkatkan aliran udara saat ekspirasi.

Peningkatan aliran udara pada saat ekspirasi akan mengaktifkan silia

pada mukosa jalan napas sehingga mampu mengevakuasi sekret keluar

dari saluran napas. Tindakan ini sebagai salah satu upaya yang diduga

mampu meningkatkan status oksigenasi (Brunner & Sudarth, 2008 dalam

Sutini, 2011).

Pursed Lip Breathing merupakan latihan pernafasan dengan cara

penderita duduk dan inspirasi dalam saat ekspirasi penderita

menghembuskan melalui mulut hampir tertutup seperti bersiul secara

perlahan (Smeltzer, 2008 dalam Bakti A, 2015 ).

Pursed-lip brething adalah teknik dimana udara ekspirasi sengaja

dihambat melalui bentuk bibir yang menyempit. Melalui bibir yang

menyempit ini udara menjadi sulit keluar, sehingga dibutuhkan bantuan

kontraksi otot abdomen dan diafragma. Diafragma menjadi dilatih untuk

berkontraksi maksimal.ketika diafragma dapat berkontraksi maksimal,

25
26

volume paru meningkat, yang mana diikuti dengan peningkatan volume

tidal (Spahija, 2005 dalam Widowati, 2010).

Pursed-lip breathing (PLB) merupakan salah satu teknik termudah

dalam mengurangi sesak napas. Teknik ini merupakan cara mudah dalam

memperlambat frekuensi napas sehingga napas menjadi lebih efektif.

Teknik ini dapat membantu untuk menghasilkan udara yang banyak ke

dalam paru dan mengurangi energi yang dikeluarkan saat bernapas.

Selain itu juga PLB dapat meningkatkan tekanan alveolus pada setiap

lobus paru sehingga dapat meningkatkan aliran udara saat ekspirasi.

Peningkatan aliran udara pada saat ekspirasi akan mengaktifkan silia

pada mukosa jalan napas sehingga mampu mengevakuasi sekret keluar

dari saluran napas. Tindakan ini sebagai salah satu upaya yang diduga

mampu meningkatkan status oksigenasi (Brunner & Sudarth, 2002).

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Pursed Lip

Breathing merupakan latihan pernafasan dengan cara penderita duduk

dan inspirasi dalam saat ekspirasi penderita menghembuskan melalui

mulut hampir tertutup seperti bersiul secara perlahan dimana tujuannya

adalah untuk mengatur frekuensi dan pola pernafasan sehingga

mengurangi air trapping, memperbaiki ventilasi alveoli untuk

memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan,

mengatur dan mengkoordinasi kecepatan pernafasan sehingga bernafas

lebih efektif dan mengurangi sesak nafas

26
27

Penulis belum menemukan hasil penelitian tentang efektifitas (PLB)

yang diterapkan pada anak, namun pada orang dewasa PLB sering

digunakan. Hasil penelitian menyatakan bahwa, PLB efektif untuk

mengatasi dyspnea dibuktikan dengan adanya peningkatan saturasi

oksigen setelah dilakukan pengukuran dengan menggunakan oksimetri

(Tiep, Burns, Kao, Madison & Herrera, 1986 dalam Sutini, 2011).

2. Manfaat Teknik Purse Lift Breating (PLB)

Menurut Brunner dan Sudarth (2008) dalam Sutini (2011) PLB

merupakan bagian dari latihan napas yang diperlukan untuk klien yang

mengalami gangguan pada sistem pernapasan, karena PLB

memberikan efek yang baik terhadap sistem pernapasan, diantaranya

adalah:

a) Meningkatkan ventilasi

b) Membebaskan udara yang terperangkap dalam paru-paru

c) Menjaga jalan napas tetap terbuka lebih lama dan mengurangi kerja

napas,

d) Memperpanjang waktu ekshalasi yang kemudian memperlambat

frekuensi napas,

e) Meningkatkan pola napas dengan mengeluarkan udara ‘lama’ dan

memasukkan udara ‘baru’ ke dalam paru,

f) Menghilangkan sesak napas

g) Meningkatkan relaksasi.

27
28

3. Teknik-Teknik Pursed Lip Breathing (PLB)

Teknik Pursed Lips Breathing diantaranya meliputi:

a) Mengatur posisi pasien dengan semi fowler/fowler ditempat

tidur/kursi

b) Pasien menarik nafas melalui hidung sampai hitungan 3 detik sampai

dada terasa mengembang maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama

inspirasi, tahan nafas selama 2 detik

c) Menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit

terbuka (mencucu) dalam 7 detik

d) Melakukan pengulangan 6 kali dengan jeda 2 detik setiap pengulangan

e) Setiap pengulangan latihan ini dilakukan setiap hari selama 3 hari

(Ignatavicius & Workman (2006) dalam Dewi (2015))

E. Tinjauan Tentang Terapeutik

Kata terapeutik bila kita lihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

merupakan sesuatu yang berkaitan dengan terapi. Yang dimaksud dengan efek

terapeutik adalah suatu hasil dari penanganan medis tertentu yang sesuai dengan

keinginan yang ingin didapatkan, mempunyai takaran yang sesuai dengan

tujuan pemberian penanganan, baik pada aspek yang telah diperkirakan

sebelumnya maupun aspek yang belum atau tidak diperkirakan sebelumnya.

Salah satu jenis terapeutik adalah bermain meniup yang berfungsi untuk pasien

dengan gangguan pernapasan.

Bermain meniup dapat dianalogikan dengan latihan napas dalam (Pursed

Lip Breathing), merupakan suatu permainan atau aktivitas yang memerlukan

28
29

inhalasi lambat dan dalam untuk mendapatkan efek terbaik. Dengan teknik

tersebut maka ekspansi alveolus pada semua lobus dapat meningkat, dan

tekanan didalamnya pun menjadi meningkat. Tekanan yang tinggi dalam

alveolus dan lobus dapat mengaktifkan silia pada saluran napas untuk

mengevakuasi sekret keluar dari jalan napas, sehingga jalan napas menjadi lebih

efektif. Membersihkan sekret dari jalan napas berarti akan menurunkan tahanan

jalan napas dan meningkatkan ventilasi, yang pada akhirnya memberikan

dampak terhadap proses perfusi dan difusi oksigen ke jaringan (Sutini, 2011)

Alat yang digunakan berupa mainan yang disebut ”tiupan lidah”. Cara

meniupnya menggunakan teknik Pursed Lip Breathing, yaitu anak bernapas

dalam dan ekhalasi melalui mulut, dengan mulut dimonyongkan atau mencucu

dan dikerutkan sehingga mainan yang tadinya tergulung setelah ditiup menjadi

mengembang dan panjang karena terisi udara. Meniup dilakukan terus menerus

sebanyak 30 kali dalam rentang waktu 10-15 menit dan setiap tiupan diselingi

dengan istirahat (napas biasa). Posisi anak saat bermain adalah duduk atau

bersandar dengan posisi setengah duduk diatas tempat tidur atau kursi (Sutini,

2011)

Dalam permainan ini anak berperan dalam memegang alat, memperhatikan,

mengikuti atau mendemonstrasikan yang dilakukan oleh perawat sedangkan

perawat berperan dalam memberikan contoh untuk bermain. Saat bermain

perawat harus memperhatikan keadaan umum anak serta dapat memberi pujian

apabila anak dapat melakukan permainan dengan benar (Sutini, 2011)

29
30

F. Kajian Empiris

Khasanah (2011) “Effektifitas Posisi Condong Ke Depan (CKD) Dan

Pursed Lips Breathing (PLB) Terhadap Penurunan Keluhan Sesak Nafas Pasien

Penyakit Paru Obstetrik Kronik (PPOK)”.Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui Effektifitas Posisi Condong Ke Depan (CKD) Dan Pursed Lips

Breathing (PLB) Terhadap Penurunan Keluhan Sesak Nafas Pasien Penyakit

Paru Obstetrik Kronik (PPOK)” Desain penelitian adalah randomized control

trial pre post test with control group. Populasi pada penelitian ini adalah para

pasien PPOK yang dirawat di rumah sakit Margono Soekarjo dan sekitarnya.

Hasil riset menunjukkan posisi CKD dan PLB dapat membantu meningatkan

kondisi pernafasan pasien PPOK. Mengetahui efektifitas posisi CKD dan PLB

terhadap penurunan keluhan sesak nafas pasien PPOK.Eksperimen randomized

control trial pre post test with control group. Sample 25 pasien, dengan random

sampling terdapat tiga kelompok: intervensi/klp 1 (diposisikan CKD dan PLB),

kontrol 1/ klp 2 (diposisikan semi fowler dan natural breathing) dan kontrol 2/

klp 3 (diposisikan CKD dan natural breathing), masingmasing tindakan

dilakukan selama 3 hari. Posisi CKD dan PLB yang dilakukan selama 3 hari

lebih efektif dalam menurunkan keluhan sesak nafas dengan p-value (0,000)

<α (0,05).

Sukartini (2011) “Latihan Nafas Modifikasi Meniup Balon Terhadap

Pengembangan Paru Pada Pasien Hematothoraks Dan Pneumothoraks”

Penelitian ini merupakan penelitian Quasy- experimental. Bahan yang

digunakan dalam penelitian adalah balon dengan ukuran dan produk yang sama.

30
31

Adapun alat yang dipakai adalah spirometri, arloji dan alat pemeriksaan X

ray thoraks. Hasil pemeriksan vital capacity didapatkan bahwa ada pengaruh

antara vital capacity dengan latihan nafas modifikasi meniup balon pada

kelompok perlakuan (p=0.018), kelompok kontrol (p=0.020), dan antara

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p=0.026)

Royani (2015) “Pengaruh Terapi Aktivitas Bermain Meniup Balon

Terhadap Perubahan Fungsi Paru Anak Dengan Asmadi Rumah Sakit Islam

Siti Khadijah Palembang”. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya pengaruh

terapi aktivitas bermain meniup balon terhadap perubahan fungsi paru anak

dengan asmadi Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang tahun 2015. Jenis

penelitian pre-eksperimen dengan rancangan penelitian one group pre test and

post test design dengan menggunakan alat bantu berupa peak flow meter dan

balon. Hasil penelitian didapatkan Ada perbedaan antara perubahan fungsi paru

anak dengan asma sebelum dilakukan terapi meniup balon dan setelah

dilakukan terapi meniup balon di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang

tahun 2015 dengan nilai p value = 0,000 < 0,05.

Sutini (2011) “Pengaruh Aktivitas Bermain Meniup “Tiupan Lidah”

terhadap Status Oksigenasi pada Anak Usia Prasekolah dengan pneumonia di

Rumah Sakit Islam Jakarta” . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” terhadap status oksigenasi

pada anak usia prasekolah dengan pneumonia. Penelitian ini menggunakan

studi kuasi eksperimen dengan jumlah sampel 34 sampel. Teknik pengambilan

data adalah purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan rata-

31
32

rata RR, HR dan SaO2 antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol

dengan nilai P value 0,0005. Karakteristik responden tidak berpengaruh

terhadap RR dan HR namun Hb memberikan pengaruh terhadap SaO2,

Sulisnadewi (2014) “Kegiatan Bermain Meniup Mainan Tiupan Terhadap

Status Oksigenasi Balita Dengan Pneumonia”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh aktivitas bermain meniup mainan tiupan terhadap status

oksigenasi anak usia balita. Penelitian ini menggunakan pra-experimental

design dengan pendekatan rancangan pretest-posttest design dengan jumlah

sampel sebanyak 15 balita yang diambil dengan teknik accidental sampling.

Metoda pengumpuln data dilakukan dengan cara observasi dan pengukuran.

Hasil penelitian menunjukkan Terdapat perbedaan yang signifikan status

oksigenasi (RR,HR dan saturasi oksigen) sebelum dan sesudah diberikan

kegiatan bermain tiupan (p value = 0,000).

32

Anda mungkin juga menyukai