Anda di halaman 1dari 220

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN KEGIATAN RESIDENSI KEPERAWATAN


PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR
DENGAN PENERAPAN MODEL THE CARE CURE AND CORE LYDIA HALL
DI RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA
JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

OLEH

ERLIN IFADAH

1006833653

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALIS

KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DEPOK, JULI 2014

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang
dikutip maupun yang dirujuk telah saya lakukan dengan benar.

Nama : Erlin Ifadah

NPM : 1006833653

Tanda tangan,

Tanggal : Juli 2014

iii

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh


Nama Erlin Ifadah
NPM 1006833653
Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Judul Tesis Laporan Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah
pada Pasien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskulm
dengan Penerapan Theory Care, Core, And CureLydiaE
Hall di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
Harupanl<tta Jakarta

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian per"syaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis
Keperawatan Medikal Bedah pada Program Ners Spesialis (Sp1) Medikal Bedah,
Fakultas llmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

DEWAIY PENGUJI

Pembimbing Prof. Elly Nurachmal4 DN.Sc

Pembimbing Tuti Herawati, S.Kp.,MN

Penguji DR. Rita Sekarsari, S.Kp.,MHSM.,Sp.KV ,M


Penguji Dewi Meilin4 S.Kep.,Ners., Sp.KV ,@ )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal :8Juli2014

Universitas lndonesia

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :

Nama : Erlin Ifadah

NPM : 1006833653

Program Studi : Pendidikan Ners Spesialis

Fakultas : Fakultas Ilmu Keperawatan

Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Eksklusif (Non-Exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul” Laporan Kegiatan Residensi
Keperawatan Pada Pasien Gangguan Sistem Kardiovaskular Dengan Penerapan
Model The Care Cure And Core Lydia Hall Di Rumah Sakit Jantung Dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta” beserta perangkat yang ada (jika
diperlukan).Dengan Hak bebas Royalti Non Eksklusif ini, Universitas Indonesia
berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir sayaselama tetap
mencantumkan nama saya sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 8 Juli 2014

Yang menyatakan

Erlin Ifadah

vii
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Erlin Ifadah

Program Studi : Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

Judul : Laporan Kegiatan Residensi Keperawatan Pada Pasien Gangguan


Sistem Kardiovaskular Dengan Penerapan Model The Care Cure
And Core Lydia Hall Di Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh
Darah Harapan Kita Jakarta

Karya Ilmiah Akhir ini merupakan analisis dari seluruh kegiatan praktik residensi
Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah. Kegiatan tersebut meliputi
penerapan model The Care Cure and Core Lydia Hall dalam asuhan keperawatan
pasien gangguan sistem kardiovaskular, penerapan praktik keperawatan
berdasarkan pembuktian dan melakukan inovasi keperawatan.pengkajian pada
model The Care Cure and Core berfokus pada kebutuhan pasien berdasarkan 3
aspek berbentuk lingkaran yang saling menumpuk, dimana salah satu lingkaran
akan lebih besar dari yang lain pada saat aspek itu menjadi dominan pada pasien,
dan lingkaran akan menjadi sama besar pada saat masalah pada pasien di 3 aspek
tersebut berkurang atau teratasi. Praktik keperawatan berdasarkan pembuktian
yang dilakukan adalah foot reflexology yang digunakan untuk mengurangi nyeri
sternotomy pada pasien paska bedah jantung. Pelaksanaan inovasi keperawatan
berupa pelaksanaan konsultasi keperawatan yang dilakukan oleh konsultan
keperawatan jantung pada pasien gagal jantung di unit rawat jalan Rumah Sakit
Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.

Kata kunci : Gangguan sistem kardiovaskular, model The Care Cure and Core
Lydia Hall, foot reflexology, konsultan keperawatan

viii
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
ABSTRACT

Name : Erlin Ifadah

Study Program : Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

Title : Nursing Residency Project Report on Patient Cardiovascular


System Disorders with An Application Model The Care Cure
And Core of Lydia Hall in National Cardiovascular Center
Harapan Kita Jakarta

Final Scientific is an analysis of all activities residency practice nurses Specialist


Medical Surgical Nursing. These activities include the application of the model of
The Care Cure Core Lydia Hall in nursing care of patients disorders of the
cardiovascular system. The Care Cure and Core focuses on the needs of patients
based on three aspects of the overlapping circular , where one circle will be larger
than others when it became the dominant aspect of the patient, and the circle will
be equal to the current problems in patients in these three aspects is reduced or
resolved. Evidence-based nursing practice foot reflexology done is used to reduce
pain in patients with post-sternotomy cardiac surgery. Implementation of nursing
innovations in the form of nursing consultation exercise undertaken by the
consultant cardiac nursing in heart failure patients in the outpatient unit in
National Cardiovascular Center Harapan Kita Jakarta

Keywords : Disorders of the cardiovascular system, Nursing model of The Cure


Care and Core by Lydia Hall, foot reflexology, nursing consultant.

ix
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, nikmat sehat, dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat meyelesaikan
Karya Ilmiah Akhir. Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai syarat untuk
menyelesaikan proses pendidikan Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah di
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Proses penyusunan Karya Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, motivasi
serta do’a dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Ibu Prof. Dra. Elly Nurrachmah, DNSc.,RN selaku supervisor utama yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan saran dalam menyelesaikan Karya
Ilmiah akhir ini.
2. Ibu Tuti Herawati, S.Kp., MN selaku Pembimbing II yang telah memberikan
masukan dan arahan selama penyusunan tesis ini.
3. Ibu Dr. Ns. Rita Sekarsari, S.Kp., SpKV., MHSM., selaku supervisor klinik
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan
saran selama praktek residensi di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
(RSJPD) Harapan Kita Jakarta.
4. Ibu Ns. Westri Ambarsih, S.Kep., SpKV, selaku pembimbing klinik di ruang
IW Bedah yang telah memberikan bimbingan dan dukungan selama
pelaksanaan proyek penerapan Evidence Based Nursing Practice (EBNP) di
ruang IW Bedah RSJPD Harapan Kita Jakarta.
5. Ibu Dra. Junaiti Sahar, SKp., M.APP.Sc., Ph.D., Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
6. Ibu Henny Permatasari, SKp., M.Kep.,Sp.Kep.Kom selaku Ketua Program
Studi Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
7. Direktur RSJPD Harapan Kita Jakarta yang telah memberikan ijin dan fasilitsa
dalam melaksanakan praktik residensi.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


8. Seluruh Dosen Program Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan terutama
Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah
9. Ibu Herawani M.Kes.,M.Kep selaku Kepala Program Studi Keperawatan
Universitas Respati Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan
mendorong penulis untuk menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini
10. Kepada Ayahanda (Alm) dan Ibunda yang telah mendidik dan memberikan
kasih sayang serta merengkuh ananda dalam setiap doa, selalu mendukung
langkah ananda dalam menuntut ilmu tanpa lelah, khususnya dalam
menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini.
11. Kepada kakanda dan adinda tercinta Miftahuddin, Wardah, Ilman dan
Badriyah yang telah menyemangati ananda serta membantu dalam setiap
kendala yang dihadapi selama Karya Ilmiah Akhir ini, hidup tak akan
sempurna tanpa kalian.
12. Kepada keponakan-keponakan tersayang, Faqih, Zahra, Feyza, Alya, Ikhsan,
Iman dan Salamah yang telah memberi motivasi dan semangat pada ananda
dengan tingkah polah yang unik, hidup tidak akan berwarna tanpa kalian.
13. Rekan-rekan Program Pendidikan Ners Spesialis Keperawatan Medikal
Bedah Kekhusussan Kardiovaskular Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia atas kerjasama, kekompakan, dukungan dalam menyelesaikan
program spesialis ini.
14. Semua pihak yang peneliti tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, yang
telah memberi dukungan baik moril maupun materil

Semoga segala bantuan dan kebaikan serta dukungan yang telah diberikan kepada
peneliti mendapatkan ridho dan pahala dari Allah SWT, Amin.

Depok, Juli 2014

Penulis

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
karya ilmiah akhir ini disusun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan yang
berlaku di Universitas Indonesia. Jika kemudian hari ternyata saya melakukan
tindakan plagiarisme, saya bertanggungjawab sepenuhnya dan bersedia menerima
sanksi yang diberikan oleh Universitas Indonesia kepada saya

Depok, Juli 2014

Erlin Ifadah

ii

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME......................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................ v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................................ vii
ABSTRAK................................................................................................. viii
ABSTRACT............................................................................................... ix
DAFTAR ISI.............................................................................................. x
DAFTAR TABEL...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiv

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian..................................................................... 6
1.3 Manfaat Penelitian................................................................... 6
1.4 Sistematika Penulisan.............................................................. 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Penyakit Jantung Koroner........................................................ 8
2.2 Patofisiologi.............................................................................. 9
2.3 Faktor Resiko............................................................................ 10
2.4 Diagnosis.................................................................................. 10
2.5 Penanganan.............................................................................. 12
2.6 Coronary Artery Bypass Graft (CABG)..................................... 13
2.7 Konsep Nyeri.............................................................................. 16

x
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
2.8 Model Teori Lydia Hall.......................................................... 23

BAB III : ANALISIS LAPORAN


3.1 Gambaran Singkat Kasus Kelolaan.................................... 28
3.2 Penerapan Model Lydia Hall.............................................. 30
3.3 Analisis Penerapan Model Kasus Resume......................... 62
3.4 Penerapan EBNP............................................................... 64
3.5 Analisis Perawat Sebagai Inovator..................................... 80

BAB IV : PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Kasus Kelolaan Individu................................ 90
4.5 Pembahasan Kasus Kelolaan Resume................................. 102
4.6 Refleksi Penerapan Model Lydia Hall................................ 120
4.7 Pembahasan EBNP.............................................................. 121
4.8 Pembahasan Inovasi............................................................ 123

BAB V : PENUTUP DAN SARAN


5.1 Kesimpulan......................................................................... .. 128
5.2 Saran....................................................................................... 129
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Format pengkajian lydia hall

Lampiran 2 : Buku panduan foot reflexology

Lampiran 3 : Gambar zona point area foot reflexology

Lampiran 4 : Surat kesedian untuk dilakukan foot reflexology berbasis bukti

Lampiran 5 : Format pengkajian dan penilaian nyeri

Lampiran 6 : Standar Prosedur Operasional (SPO) foot reflexology

Lampiran 7 : Resume kasus – kasus kelolaan

xiv

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tabel Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner 10

Tabel 2.2 Tabel Cara Diagnostik PJK 11

Tabel 3.1 Tabel Diagnosa dan Intervensi Care 30

Tabel 3.2 Tabel Implementasi dan Evaluasi Care 34

Tabel 3.3 Tabel Hasil Laboratorium 39

Tabel 3.4 Tabel Diagnosa dan Intervensi Cure 42

Tabel 3.5 Tabel Implementasi dan Evaluasi Cure 46

Tabel 3.6 Tabel Diagnosa dan Intervensi Core 55

Tabel 3.7 Tabel Implementasi dan Evaluasi Core 58

Tabel 3.8 Tabel Distribusi Kasus Kelolaan 62

Tabel 3.9 Tabel Distribusi Kasus Kelolaan Berdasarkan Umur

Dan Jenis Kelamin 63

Tabel 3.10 Tabel Distribusi Frekuensi Responden EBNP

Berdasarkan Jenis Kelamin 69

Tabel 3.11 Tabel Analisis Pengaruh Foot Reflexology Terhadap

Sistolik Diastolik Frekuensi Nadi Dan Pernapasan 70

Tabel 3.12 Tabel Analisis Pengaruh Foot Reflexology Terhadap

Hari Dilakukannya Foot Reflexology 79

Tabel 3.13 Tabel Analisis Pengaruh Foot Reflexology Terhadap

Waktu Dilakukannya Foot Reflexology 80

xii
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
Tabel 3.14 Tabel Rincian Kegiatan Inovasi 87

Tabel 3.15 Tabel karakteristik pasien inovasi berdasarkan jenis

kelamin umur pendidikan jumlah rawatan 88

Tabel 3.16 Tabel Rekapitulasi Pasien Dalam kegiatan Inovasi 89

xii
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit jantung dan sistem pembuluh darah adalah penyebab utama kematian di
Eropa, terhitung 4 juta kematian setiap tahunnya. Mendekati setengah (47%) dari
semua kematian disebabkan penyakit jantung (52% pada wanita dan 42% pada
laki-laki). Penyebab utama penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner dan
stroke. Terdapat kurang lebih 206.000 kematian dibawah usia 75 tahun, 19% pada
laki-laki dan 17% pada perempuan (European Cardiovascular Disease Statistics,
2012)

Penyakit jantung dan pembuluh darah juga merupakan penyebab kematian utama
di UK (United Kingdom), terhitung hampir 180.000 kematian terjadi pada tahun
2010 dan penyebab utama dari penyakit jantungnya adalah penyakit jantung
koroner. Penyakit jantung koroner sendiri merupakan penyebab utama kematian
yang umum terjadi di UK. Tahun 2010 total terjadinya kematian sekitar 80.000
jiwa. Stroke menyebabkan hampir 50.000 kematian di UK dan 49.000 kematian
disebabkan masalah sirkulasi pembuluh darah. Acute Myocardial Infarction
(AMI) adalah penyebab kematian yang signifikan di UK, dengan mayoritas
kematian terjadi dibawah usi 85 tahun (British Heart Foundation, 2012).

Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Tahun


2008 menunnjukkan angka kematian lebih dari 2200 orang setiap harinya atau
setiap 39 detik sekitar 6 orang meninggal dunia. Rata-rata kematian orang
Amerika yang disebabkan oleh penyakit jantung sekitar 244.8 per 100.000 ribu
orang, angka kematian pada usia < 65 tahun diperkirakan sekitar 150.000 orang,
dan pada usia 75 tahun sebelum mencapai usia harapan hidup yaitu 77,9 tahun
angka kematian sekitar 33%. Coronary Artery Disease (CAD) merupakan
penyebab terbesar dari penyakit jantung yaitu sekitar 1 dari 6 kematian

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


2

disebabkan karena CAD, angka kematian sebanyak 405.309 orang pada tahun
2008 (American Heart Association, 2012).

Penyakit jantung koroner dikatakan sebagai penyebab kematian dari setiap 6


kematian di Amerika Serikat tahun 2009. PJK merupakan penyakit yang
menimbulkan masalah global pada setiap etnis di dunia. Diperkirakan bahwa
antara 1990-2020, angka mortalitas PJK meningkat di negara berkembang (120%
pada wanita dan 137% pada laki-laki) sedagkan di negara maju (29% dan 48%).
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi harus mendapatkan perhatian untuk
mengurangi atau menghindari PJK ini (AHA, 2013)

Diperkirakan pada tahun 2030 orang yang meninggal akibat penyakit jantung
diperkirakan sekitar 23,6 juta orang. Kematian tersebut terutama diakibatkan oleh
penyakit jantung dan stroke akan tetap menjadi penyebab utama kematian. Angka
kematian karena penyakit jantung di negra yang berpendapatan rendah dan
menengah hampir sama pada pria dan wanita mencapai lebih dari 80% (WHO,
2011)

Prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis di


Indonesia sebanyak 0,5%, dan berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan atau
gejala sebesar 1,5%. Prevalensi jantung koroner berdasarkan terdiagnosis tertinggi
Sulawesi tengah (0,8%) diikuti Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Aceh masing-masing
0,7 persen. Sementara prevalensi jantung koroner menurut diagnosis atau gejala
tertinggi di Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah (3,8%),
Sulawesi Selatan (2,9%) dan Sulawesi Barat (2,6%). Prevalensi Penyakit Jantung
Koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang didiagnosis tenaga kesehatan atau
gejala meningkat seiring dengan bertambahnya usia , tertinggi pada kelompok
usia 65-74 tahun yaitu 2,0% dan 3,6%. Prevalensi PJK lebih tinggi pada
masyarakat yang tidak bersekolah dan tidak bekerja lebih banyak diperkotaan dari
pada di pedesaan (Riset Kesehatan Dasar, 2013)

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


3

Penyakit jantung koroner merupakan salah satu jenis penyakit jantung yang
menjadi penyebab utama kematian tersebut (Lewis, Heitkemper, Bucher &
Camera, 2011). Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang menyebab
terganggunya sirkulasi darah tidak adekuat sehingga arteri yang mengalirkan
darah ke miokard mengakibatkan jantung tidak dapat memompa darah secara
adekuat ke organ vital dan jaringan tubuh lainnya, kurangnya suplai oksigen dapat
menyebabkan terjadinya kematian.

Dijelaskan di atas bahwa penyakit jantung merupakan pembunuh paling populer


baik di maju seperti Amerika, Eropa dan lainnya maupun di negara berkembang.
Indonesia adalah negara yang besar resikonya dengan resiko tinggi dengan
banyak orang yang mengalami obesitas, kurangnya aktifitas fisik dan kebiasaan
merokok. Semua faktor ini merupakan resiko tinggi yang dapat menyebabkan
penyakit koroner. Beberapa teknologi yang lebih maju dibutuhkan untuk
scepatnya menemukan adanya penyakit jantung koronerjika sudah ditemukan
diagnosis yang tepat dari penyakit jantung, langkah berikutnya adalah
menentukan tindakan terbaik untuk mengatasi penyakitnya. Tindakan terbaik
untuk penyakit jantung koroner adalah tindakan revaskularisasi pada
penyumbatan pembuluh darah jantung (Jakarta Cardiovascular Summit,2014)

Pada kasus penyakit jantung koroner, ada 2 tindakan pilihan untuk revaskularisasi,
yaitu Percutaneous Coronary Intervention (PCI)/stents dan Coronary Artery
Bypass Grafting (CABG). Indikasi PCI diantaranya : Pada pasien dengan Severe
Vascular Disease (SVD) sebagai prosedur untuk mengurangi gejala-gejala
objektif yang mengarah pada severe ischemia dan pada pasien dengan angina
yang bukan termasuk pada golongan resiko tinggi. Sedangkan CABG di
indikasikan pada : LM (Left Main) disease, berkaitan dengan gejala-gejala
keparahan pada disfungsi LV (Left Ventricle), pasien dengan 3VD yang meliputi
lesi LAD proximal dan disfungsi LV, pasien dengan 2VD dengan lesi LAD
proximal dan disfungsi LV atau adanya resiko tinggi pada pemeriksaan non
invasive. Pada pasien diabetes dan jantung koroner advance, CABG merupakan
tindakan yang signifikan jika dibandingkan dengan PCI. Miokard Infark dan

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


4

semua yang menyebabkan kematian akan menurun, sedangkan pada stroke


perlahan meningkat. CABG merupakan metode yang sangat dianjurkan untuk
revaskularisasi pada pasien dengan Diabetes Mellitus (DM) dan multi vessel CAD
(Jakarta Cardiovascular Summit, 2014)

Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu metode revaskularisasi yang
umum dilakukan pada klien yang mengalami atherosklerosis dengan 3 atau lebih
penyumbatan pada arteri koroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left
Main Artery Coroner (Chulay & Burns, 2006). Secara sederhana, CABG adalah
operasi pembedahan yang dilakukan dengan membuat pembuluh darah baru atau
bypass terhadap pembuluh darah yang tersumbat sehingga melancarkan kembali
aliran darah yang membawa oksigen untuk otot jantung yang diperdarahi
pembuluh tersebut.

Operasi CABG merupakan pilihan terakhir jika tindakan untuk menghilangkan


sumbatan karena arterosklerosis sudah diusahakan ataupun tidak mungkin
dilakukan. Jumlah klien yang melakukan operasi CABG di Rumah Sakit Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita (RSPJNHK) pada tahun 2012 terdapat 144.820
kunjungan dengan masalah jantung dan pembuluh darah, + 2000 kasus
diantaranya menjalani pembedahan. Tindakan bedah CABG dan repair atau
replace katup paling sering dilakukan pada unit bedah dewasa (Soetisna, 2013).

Pasien yang akan menjalani post CABG memrlukan perawatan yang prima.
Dalam hal ini pasien perlu dirawat oleh perawat profesional. Perawat mempunyai
peranan yang besar dalam membantu memulihkan kondisi pasien dengan
memenuhi kebutuhan dasar pasien yang terganggu sebagai respon terhadap
operasi yang telah dilakukan. Perawatan pada pasien dengan gangguan
kardiovaskular dibutuhkan perawat yang mempunyai pengetahuan dan
keterampilan khusus di bidang kardiovaskular atau yang disebut dengan Clinical
Nurse Specialist (CNS) adalah perawat yang teregistrasi melalui studi pada
tingkat pascasarjana serta ahli baik secara pengetahuan amupun praktek di bidang

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


5

tertentu pada area klinis keperawatan yang dipilih (Society for Clinical Nurse
Specialist Education/SCNSE, 2013).

Di indonesia untuk menjadi seorang perawat spesialist kardiovaskular maka


perawat harus menyelesaikan program pendidikan Magister Keperawatan,
kemudian melanjutkan program pendidikan pada program Ners Spesialis
Keperawatan Medikal Bedah peminatan kardiovaskular. Praktek klinik program
residensi peminatan kardiovaskular dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita Jakarta selama kurang lebih satu tahun.
Selama kurun waktu satu tahun residen menjalankan peranan dan fungsi sebagai
pemberi asuhan keperawatan, pendidik, peneliti dan sebagai motivator.

Berperan sebagai seorang pemberi asuhan keperawatan residen mengelola pasien


dengan memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien kelolaan dengan
gangguan sistem kardiovaskular dengan menerapkan teori The Care Cure and
Core yang dikemukakan oleh Lydia Hall terhadap 30 kasus pasien kelolaan
dengan gangguan sistem kardiovaskular, terdiri dari kasus Sindroma Koroner
Akut (SKA), Acute Decompensated Heart Failure (ADHF), post CABG, Aritmia,
yang dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), Intensive Cardiovascular Care
Unit (ICVCU), Intermediate Ward (IW) Bedah.

Peranan pendidik mengharuskan residen memberikan pendidikan kepada pasien


dan keluarga, berdiskusi dengan Ners generalis tentang jurnal terbaru di bidang
keperawatan khususnya kardiovaskular. Selain itu juga residen melaksanakan
perannya sebagai peneliti dengan menerapkan Evidence Based Nursing Practice
(EBNP) berupa tindakan foot reflexology untuk mengurangi nyeri pada pasien
sternotomy post CABG di ruang IW Bedah yang dapat dilakukan tanpa biaya dan
tidak membahayakan pasien serta tidak mempunyai efek samping yang berarti.
Sebagai inovator residen menerapkan hal-hal baru yang dapat dilakukan pada
tatanan pelayanan yang dapat meningkatkan pelayanan prima keperawatan, dalam
hal ini residen melakukan proyek inovasi berupa konsultasi paska rawat inap pada

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


6

klien dengan gagal jantung sebagai tindak lanjut keperawatan di Unit Rawat Jalan
RSJPD Harapan Kita.

Gambaran pelaksanaan peran perawat spesialis yang dilakukan oleh residen


Keperawatan Medikal Bedah di RSJPD Harapan Kita Jakarta dijelaskan secara
jelas dan rinci dalam bentuk Karya Ilmiah Akhir yang berjudul “Laporan
Kegiatan Residensi Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dengan Penerapan Model The Care Cure and Core Lydia Hall di
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta”.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran secara umum tentang pelaksanaan penerapan
Model The Care Cure and Core Lydia Hall pada pasien gangguan sistem
kardiovaskular di RSJPD Harapan Kita Jakarta

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Menganalisa peran perawat spesialis sebagai pemberi asuhan
keperawatan dengan menerapkan Model The Care Cure and Core Lydia
Hall pada pasien dengan gangguan sistem kardiovakular khususnya pada
pasien Sindrom Koroner Akut
1.2.2.2 Menganalisa peran perawat spesialis dalam menerapkan EBNP pada
pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular
1.2.2.3 Menganalisa peran perawat spesialis dalam melaksanakan program
inovasi di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
1.3.1.1 Menambah pengetahuan perawat medikal bedah khususnya di RSJPD
Harapan Kita Jakarta dalam memberikan asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan dengan
menggunakan Model The Care Cure and Core Lydia E Hall.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


7

1.3.1.2 Menambah pengetahuan perawat untuk menerapkan intervensi


keperawatan berbasis bukti atau EBNP dalam memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas
1.3.1.3 Memberikan contoh bagi institusi pelayanan untuk terus melakukan
inovasi ditatanan klinik untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
dan memberikan pelayanan keperawatan yang prima.

1.3.2 Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan


1.3.2.1 Menambah pengetahuan penerapan konsep model keperawatan The Care
Cure and Core Lydia E Hall bagi perawat klinik keperawatan medikal
bedah serta mahasiswa keperawatan
1.3.2.2 Menjadi salah satu rujukan bagi institusi pendidikan dalam melaksanakan
proses pembelajaran mahasiswa keperawatan tentang penggunaan model
konsep keperawatan The Care Cure and Core Lydia Hall dalam asuhan
keperawatan sistem kardiovaskular.
1.3.2.3 Menjadi rujukan bagi institusi pendidikan keperawatan dalam
melaksanakan proses keperawatan

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan Karya Ilmiah Akhir Ini Adalah :
BAB I Pendahuluan
BAB II Studi Pustaka
BAB III Proses Residensi
BAB IV Pembahasan
BAB V Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
Lampiran

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Jantung Koroner

2.1.1 Definisi

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat kondisi


patologik arteri koroner ditandai dengan penimbunan lipid yang abnormal atau
jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang disebut aterosklerosis.
Aterosklerosis koroner menyebabkan penyempitan lumen arteri dan penyumbatan
aliran darah ke jantung (Black & Hawk, 2005)

Penyakit jantung koreoner adalah penyakit dimana substansi lunak yang dikenal
dengan plaque (plak) terbentuk didalam pembuluh arteri jantung. Pembuluh darah
arteri merupakan pembuluh darah yang mensuplai darah kaya akan oksigen ke
otot-otot jantung. Ketika plak terbentuk di dalam arteri maka kondisi ini disebut
dengan aterosklerosis. Pembentukan plak dapat terjadi selama beberapa tahun.
Dari waktu ke waktu plak akan mengeras atau akan robek. Plak yang menempel
pada pembuluh darah arteri akan menyebabkan rendahnya aliran darah yang kaya
oksigen menuju ke jantung. Jika plak robek maka bekuan darah akan menyebar ke
permukaan pembuluh darah. Luasnya bekuan darah akan memyebabkan
terhentinya aliran darah secara total di sepanjang pembuluh darah arteri jantung.
Aliran darah yang berhenti total akan menimbulkan nyeri dada yang
menyebabkan terjadinya serangan jantung (The National Herat, Lung and Blood
Institute/NHLBI, 2007).

2.1.2 Angina

Angina Pektoris Stabil (APS) merupakan sindrom klinik yang ditandai dengan
rasa tidak enak di dada, rahang, bahu, punggung ataupun lengan, yang biasanya
dicetuskan oleh kerja fisik atau stress emosional dan keluhan ini dapat berkurang
bila istirahat arteri oleh obat nitrogliserin.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


9

Angina Prinzmetal merupakan nyeri dada disebabkan oleh spasmearteri koronaria,


sering timbul pada waktu istirahat, tidak berkaitan dengan kegiatan jasmani dan
kadang-kadang siklik (pada waktu yang sama setiap harinya)

2.1.3 Sindroma Koroner Akut (SKA)

Sindrom klinik yang mempunyai dasar patofisiologi yang sama yaitu adaya erosi ,
fisur, ataupun robeknya plak atheroma sehingga menyebabkan trombosis vaskular
yang menimbulkan ketidak seimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
Termasuk kategori SKA adalah : Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS, unstable
angina), ditandai dengan nyeri dada yang mendadak dan lebih berat, yang
serangannya lebih lama (lebih dari 20 menit) dan lebih sering. Angina yang baru
timbul (kurang dari satu bulan), angina yang timbul dalam satu bulan setelah
serangan infark juga digolongkan dalam angina tidak stabil, yang lain adalah
Infark Miokard Akut (IMA), merupakan nyeri angina pada infark jantung akut
umumnya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih). Walaupun demikian
infark jantung dapat terjadi tanpa nyeri dada (20-25%). IMA bisa non Q MI
(NSTEMI) dan gelombang Q MI (STEMI) (Abdul Majid, 2007)

2.2 Patofisiologi
Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami kerusakan
oleh adanya faktor resiko antara lain : faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-
zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, diet aterogenik,
peningkatan kadar gula darah, dan oxidasi dari LDL-C. Diantara faktor-faktor
resiko PJK, diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolesterolemia, obesitas, merokok,
dan kepribadian merupakan faktor-faktor yang harus diketahui.

Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhession molecule,


seperti sitokin (interleukin -1,(IL-1), tumor nekrosis faktor alfa (TNF-alpha),
kemokin (Monocyte Chemoattractant Factor 1, (MCP-1; IL-8) dan growth factor,
(bFGF). Sel inflamasi seperti monosit dan T- Limfosit masuk ke permukaan
endotel dan migrasi dari endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian
berdiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat
lebih atherogenik dibanding LDL. Makrofag ini kemudian membentuk sel busa.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


10

LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilakn respon


infalamasi. Sebagai tambahan, terjadi respon dari angiotensin II, yang
menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan efek protrombik dengan
melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan endotelterjadi respon
protektif dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak aterosklerotik yang dipicu
oleh infalamasi. Plak yang terjadi dapat tidak stabil (vulnerable) dan mengalami
ruptur sehingga terjadi Sindroma Koroner Akut (Abdul Majid, 2007).

2.3 Faktor Resiko

Faktor resiko penyakit jantung koroner terdapat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner

Dapat diubah Tidak dapat dirubah Resiko baru


 Usia  Merokok  Inflamasi
 Jenis kelamin  Hipertensi  Fibrinogen
 Riwayat keluarga  Dislipidemia  Homosistein
 Etnis  Diabetes mellitus  Stres oksidatif
 Obesitas
 Sindrom metabolik
 Stres
 Diet lemak tinggi
kalori
 Inaktifitas fisik

2.4 Diagnosis

Langkah pertama dalam pengelolaan PJK penetapan diagnosis pasti.diagnosis


yang tepat amat penting, karena bila diagnosis PJK telah dibuat di dalamnya
terkandung pengertian bahwa pasien mempunyai kemungkinan akan dpat
mengalami infark jantung atau kematian mendadak. Diagnosis yang salah selau
mempunyai konsekuensi buruk terhadap kualitas hidup pasien.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


11

Tahapan evaluasi yang dilakukan pada pasien dengan nyeri angina dapa dilihat
pada tabel 2 dibawah ini :

Tabel 2.2 Cara-Cara Diagnostik Untuk Menentukan PJK

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Laboratorium
4. Foto dada
5. Pemeriksaan jantung non invasif
- Ekg istirahat
- Uji latihan jasmani (treadmill)
- Uji latihan jasmani kombinasi pencitraan
- Ekokardiografi istirahat
- Monitor EKG ambulator
- Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner
6. Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner :
- Arteriografi koroner
- Ultrasound intra vaskular

Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis yang teliti, penentuan
faktor resiko, pemeriksaan jasmani dan EKG. Pada pasien dengan gejala angina
pektoris ringan, cukup dilakukan pemeriksaan non-invasif. Bila pasien dengan
keluhan berat dan kemungkinan diperlukan tindakan revaskuarisasi, maka
tindakan angiografi sudah merupakan indikasi.

Pada keadaan yang meragukan dapat dilakukan treadmill test . Treadmill test
lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan EKG istirahat dan merupakan tes
pilihan untuk mendeteksi pasien dengan kemungkinan Agina Pektoris,
pemeriksaan ini tersedia sarananya dan biaya terjangkau. Bila pada treadmill sulit
untuk diinterpretasi maka alternatif lain yang dilakukan adalah ekokardiografi dan
teknik non-invasif penentuan kalsifikasi koroner dan anatomi koroner, Computed
Tomography, Magnetic Resonance Arteriography, dengan sensitifitas yang lebih

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


12

tinggi. Disamping itu tes ini juga cocok untuk pasien yang tidak dapat melakukan
exercise.

2.5 Penanganan

Tujuan pengobatan adalah memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark


miokard dan kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi
terjadinya trombotik akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat dicapai
dngan modifikasi gaya hidup ataupun intervensi farmakologik yang akan
mengurangi progresif plak, menstabilkan plak dengan mengurangi inflamasi dan
memperbaiki fungsi endotel, dan akhirnya mencegah trombosis bila terjadi
disfungsi endotel ataupun pecahnya plak. Tujuan lainnya adalah untuk
memperbaiki simtom dan iskemi. Berdasarkan guideline American Heart
Association (AHA) manajemen penanganan pada penyakit jantung koroner adalah
sebagai berikut :

2.5.1 Reperfusi

Reperfusi merupakan tindakan untuk membuka sumbatan di arteri koroner


sehingga aliran darah adekuat untuk mensuplai oksigen dan nutrisi menuju
miokard. Reperfusi dapat dilakukan dengan :

1. Pemberian fibrinolitik
Fibrinolitik akan bermanfaat bila onset < 12 jam, optimal bila onset < 3 jam,
bila dikirim ke rumah sakit untuk Percutaneous Coronary Intervention
memerlukan waktu lebih dari 90 menit, fibrinolitik di mulai di kendaraan
(ambulance) menuju rumah sakit. Pada saat diberikan fibrinolitik harus
diperhatikan adanya lesi struktur vaskular cerebral, ada neoplasma maligna di
intrakranial, stroke iskemik pada 3 bulan terakhir, suspek diseksi aorta,
perdarahan akut. Komplikasi pemberian fibrinolitik adalah perdarahan,
stroke, syok. Harus diperhatikan tanda-tanda keberhasilan reperfusi yaitu
nyeri hilang, ST elevasi turun > 50% dan bila gagal segera dilakukan rescue
PCI

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


13

2. Tindakan PCI
Terdapat macam-macam jenis PCI yaitu primary PCI dimana pasien langsung
dilakukan tindakan reperfusi dengan membuka sumbatan di arteri koroner
tanpa dilakukan fibrinolitik terlebih dahulu, rescue PCI dilakukan setelah
gagal dengan terapi fibrinolitik, facilitated PCI dilakukan pada pasien yang
dilakukan fibrinolitik terlebih dahulu meskipun sudah ada rencana PCI,
urgent PCI yaitu PCI yang dilakukan secepatnya dimana ada indikasi
hemodinamik tidak stabil, aritmia maligna, angina (+) dengan terapi, EF <
40%, gagal jantung, riwayat PCI, CABG dalam 6 bulan terakhir, dan early
PCI dilakukan dalam waktu 24 jam pertama

2.5.2 Pembedahan

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah Coronary Artery Bypass Graft


(CABG). Dilakukan pada pasien dengan STEMI yang tidak bisa dilakukan
dengan PCI.

2.6 Coronary Artery Bypass Graft (CABG)


Operasi jntung pertama dilakukan pada tahun 1949 oleh Wilfed Bigelow dan
kawan-kawan, operasi jantung terbuka ini dilakukan pada hewan percobaan dalam
keadaan hipotermia. Selanjutnya, dengan dibantu oleh alat pompa jantung paru
yang dibuat oleh John Gibbon pada tahun 1953, selain itu Jhon Lewis berhasil
melakukan Atrial Septal Defect (ASD) Closure pada seorang anak perempuan
berumur 5 tahun. Operasi jantung kemudian dilakukan tidak hanya pada penyakit
jantung bawaan atau penyakit katup (Kabo, 2011)

Pada tahun 1957 , Mason Sone mendemonstrasikan Cine Coronary Angiography,


cara ini dilakukan untuk mengetahui letak stenosis arteri koroner secara tepat dan
memungkinkan ahli bedah untuk melakukan pembedahan dengan baik dan benar,
yaitu menyambungkan pembuluh darah baru di bagian distal yang mengalami
penyempitan (Kabo, 2011)

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


14

Pembuluh darah yang digunakan adalah vena dari tungkai bawah karena
ukurannya hampir sama dengan ukuran arteri koroner. Kemudian berkembang
menggunakan arteri misalnya arteri mammari interna atau arteri radialis yang
dilaporkan memiliki harapan hidup lebih baik bagi pasien. Harapan hidup sangat
tergantung dari tipe penyempitan, kondisi pasien sendiri, fasilitas kamar bedah
dan yang terakhir adalah pengalaman dokter bedah (Kabo, 2011)

2.6.1 Definisi
CABG adalah operasi denganmenyambungkan pembuluh darah yang baru untuk
transport darah antara aorta atau arteri besr lainnya dengan miokard bagian distal
yang arterinya menagalami sumbatan (Lewis et al, 2011). Tujuan operasi CABG
adalah untuk meningkatkan supali darah ke miokard sehingga dapat meredakan
keluhan nyeri dada, menurunkan kejadian serangan jantung dan memperpanjang
usia harapan hidup pasien (Kabo, 2011)

Pembuluh darah yang dipakai untuk bypass disebut graft, ujung yang satu
dihubungkan dengan Aorta Ascenden sedangkan ujung yang lain akan
disambungkan ke arteri koroner di bagian bawah dari yang mengalami
penyempitan. CABG membutuhkan waktu kurang lebih 4-6 jam. Pada tahun
1967, Favoloro pertama menggunakan vein graft
(Kabo, 2011)

2.6.2 Indikasi

CABG dilakukan pada pasien yang gagal dengan manajemen, mempunyai


sumbatan di arteri koroner left main atau dengan tiga vesel disease (VD), bukan
indikasi untuk PCI, gagal PCI dengan nyeri dada terus menerus (Lewis et al,
2011).
Pasien pjk yang dianjurkan CABG adalah mereka yang hasil kateterisasi jantung
ditemukan adanya penyempitan > 50% dari arteri koroner kiri utama pangkal atau
(left main disease) atau left main equivalent yaitu penyempitan menyerupai left
main artery, misalnya saja ada penyempitan di bagian pangkal atau proximal dari
arteri anterior desenden dan arteri circumflex, penderita dengan 3 vesel disease

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


15

yang fungsi jantung mulai menurun (EF ≤ 50%), pasien yang gagal dilakukan
PTCA, penyempitan 1 atau 2 pembuluh darah namun pernah mengalami henti
jantung dan anatomi pembuluh darahyang sesuai untuk operasi bypass

2.6.3 Kontra Indikasi

Pasien PJK yang tidak dianjurkan untuk operasi bypass adalah usia lanjut, tidak
ada gejala angina,, EF < 30%, struktur koroner tidak mungkin disambung (Kabo,
2011)

2.6.4 Jenis Pelaksanaan CABG

Selama proses pembedahan CABG pasien diberi anantesi umum, pernafasan


dibantu dengan ventilator. CABG dilaksanakan dengan on pump yaitu dengan
menggunakan mesin Cardiopulmonary Bypass (CPB), darah dialirkan dari
jantung ke mesin, kemudian darah dioksigenasi dan kembali ke pasien. Pada saat
pembedahan dilakukan cardioplegic, pembedahan dilakukan tanpa kerja jantung.
Setelah itu dinding thorax dibuka, jantung yang sedang berdenyut dihentikan
dengan suhu dingin, kemudian aliran darah yang secara normal dipompakan
keluar dari jantung dialihkan pada mesin jantung paru. Dokter bedah dapat dengan
tenang menggunakan sepotong vena atau arteri untuk membuat bypass padabagian
arteri yang stenosis atau sudah oklusi total (Kabo, 2011), operasi bisa dilakukan
juga dengan off pump, yaitu prosedur operasi tanpa menggunakan mesin CPB,
jantung tetap bekerja pada saat pembedahan dilakukan. Indikasi untuk off pump
adalah pasien dengan EF yang sangat rendah, penyakit paru yang berat, gagal
ginjal akut atau kronik, resiko stroke atau aorta kalsifikasi (Lewis et al, 2011)

2.6.5 Komplikasi

Komplikasi pembedahan bypass yang sering terjadi yaitu :

1. Komplikasi kardiovaskular : perdarahan, cardiac tamponade, infark miokard,


disritmia
2. Komplikasi pulmonal : haemothorax dan pneumothorax, atelektasis,
pneumonia, emboli paru, kegagalan weaning ventilator

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


16

3. Komplikasi ginjal : terjadi bila sebelum operasi pasien mengalami renal


insufisiensi, juga pasien yang menggunakan mesin CPB saat pembedahan
4. Komplikasi gastro intestinal : ileus, perdarahan gastro intestinal
5. Komplikasi neurologis dan psikologis : disfungsi kognitif
6. Infeksi : mediastinitis, nasokomi
7. Gangguan kontrol glukosa akibat stres fisik karena pembedahan, anastesi,
CPB, hiponatremia dan infus inotropik dapat menyebabkan peningkatan
glukosa darah
8. Gangguan keseimbangan elektrolit (Moser & Riegel, 2008)

2.7 Konsep Nyeri

2.7.1 Definisi

Nyeri merupakan pengalaman kompleks seseorang berupa sensasi yang tidak


spesifik dan tidak dapat dibagi dengan orang lain serta mempunyai dimensi
intensitas secara individual. Beberapa aspek dapat meyebabkan nyeri, nyeri dapat
di jelaskan secara individu dan digambarkan sebagai sensasi internal yang tidak
dapat langsung di observasi atau di ukur. Pengalaman seseorang tentang nyeri
dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya, sikap keluarga, kebudayaan,
situasi dan kondisi, kecemasan, suggesti dan faktor unik lain dari individu

2.7.2 Klasifikasi nyeri (Mac Lellan, 2006)


2.7.2.1 Kategori nyeri
a. Nyeri akut
Nyeri berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awitan gejalanya mendadak,
dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui, nyeri akut ditandai
dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya
meningkatkan persepsi nyeri, misalnya pada luka paska operasi.
b. Nyeri kronis
Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyerinya bisa diketahui
bisa tidak, dan ini tergantung juga dengan proses penyembuhan luka tersebut.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


17

2.7.2.2 Sumber nyeri


Merupakan sumber atau area nyeri yang ada. Sumber nyeri mempengaruhi reaksi
berbagai organ tubuh yang lain terhadap nyeri tersebut, sumber nyeri meliputi :
a. Cutaneous pain, merupakan stimulasi sensasi reseptor nyeri yang berasal dari
kulit.
b. Somatic pain, stimulasi nyeri yang berasal dari struktur reseptor nyeri yang
lebih dalam, misalnya nyeri pada otot, tulang, sendi, tendon dan ligament.
c. Visceral pain, stimulasi nyeri yang diproduksi oleh reseptor nyeri dari lapisan
viseral, biasanya berhubungan lokasi organ tubuh.

2.7.2.3 Kecepatan sinyal transmisi persyarafan


a. Nyeri cepat
Nyeri cepat ditransmisikan dari serat A-delta, ini terjadi sangat cepat,
biasanya dengan kecepatan 0,1 detik setelah stimulus dihantarkan, dan ini
tidak dirasakan oleh jaringan terdalam yang ada di dalam tubuh.
b. Nyeri lambat
Nyeri lambat ditransmisikan dari serat C, serat C lebih lama dari serat A-delta
untuk mentransmisikan nyeri dan berakhir pada area yang sangat luas pada
area brain stem dan thalamus

2.7.2.4 Nyeri lain


a. Phantomb limb pain
Sensasi nyeri yang datang dari ekstermitas yang sudah tidak ada, misalnya
amputasi.
b. Neuropathic pain
Sensasi nyeri dapat terjadi sebagi hasil dari trauma atau penyakit pada
jaringan syaraf itu sendiri.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


18

2.7.3 Fisiologi Nyeri

2.7.3.1 Resepsi
Semua kerusakan selular yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik,
kimiawi, atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi yang
menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi, dan
zat-zat kimia menyebabkan pelepasan substansi, seperti histamin, bradikinin, dan
kalium yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang
berespons terhadap stimulus yang membahayakan) untuk memulai transmisi
neural, yang dikaitkan dengan nyeri (Potter & Perry, 2006).

Tidak semua jaringan terdiri dari reseptor yang mentransmisikan tanda nyeri.
Otak dan alveoli paru merupakan contoh jaringan yang tidak mentransmisikan
nyeri. Apabila kombinasi dengan respons nyeri mencapai ambang nyeri (tingkat
intensitas stimulus minimum yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls
saraf) terjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk dan
ukuran tubuh, maka distribusi reseptor nyeri di setiap bagian tubuh bervariasi. Hal
ini menjelaskan subjektivitas anatomis terhadap nyeri. Bagian tubuh tertentu pada
individu yang berbeda lebih atau kurang sensitif terhadap nyeri. Selain itu,
individu memiliki kapasitas produksi substansi penghasil nyeri yang berbeda-beda
yang dikendalikan oleh gen individu. Semakin banyak atau parah sel yang rusak,
maka semakin besar aktivasi neuron nyeri.

Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar di sepanjang serabut
saraf perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer mengonduksi stimulus nyeri:
serabut A-delta yang bermielinasi dengan cepat dan serabut C yang tidak
bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A-delta mengirim
sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan
mendeteksi intensitas nyeri. Serabut tersebut menghantarkan komponen suatu
cedera akut dengan segera (Potter & Perry, 2006).

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


19

2.7.3.2 Teori Pengontrolan Nyeri


Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls
nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang
sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelantinosa
substansia di dalam kornu dorsalis pada medulla spinalis, talamus, dan sistem
limbik. Dengan memahami hal-hal yang dapat mempengaruhi pertahanan ini,
maka perawat dapat memperoleh konsep kerangka kerja yang bermanfaat untuk
penanganan nyeri. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat
sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup.
Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri.

Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden
dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan
substansi P untuk mentransmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu,
terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang
melepaskan neurotransmitter penghambat. Apabila masukan yang dominan
berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini
mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok
punggung pasien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi
mekanoreseptor. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut A-delta dan
serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan
sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantar ke otak, terdapat pusat korteks
yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi persepsi nyeri. Alur saraf desenden
melepaskan opiate endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembuluh nyeri
alami yang berasal dari tubuh. Neuromodulator ini menutup mekanisme
pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. Teknik distraksi,
konseling, dan pemberian placebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin.

2.7.3.3 Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri

ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke talamus dan otak tengah. Dari talamus,

serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


20

sensori dan korteks asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus frontalis, dan sistem

limbik Ada sel-sel di dalam sistem limbik yang diyakini mengontrol emosi,

khususnya untuk ansietas. Dengan demikian, sistem limbik berperan aktif dalam

memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi saraf berakhir di dalam

pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan mempersepsikan sensasi nyeri

(Potter dan Perry, 2006).

2.7.3.4 Reaksi

Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku yang terjadi

setelah mempersepsikan nyeri.

2.7.3.5 Respon Fisiologis

Respon terhadap nyeri merupakan respon fisiologi dan perilaku yang terjadi

setelah mempersepsikan nyeri. Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis

menuju ke batang otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi

sebagai bagian dari respon stress.

2.7.3.6 Respons Perilaku


Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus, yang apabila

tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya, dapat

mengubah kualitas kehidupan individu secara bermakna. Nyeri dapat memiliki

sifat yang mendominasi, yang mengganggu kemampuan individu berhubungan

dengan orang lain dan merawat diri sendiri (Potter & Perry, 2006)

2.7.4 Pengkajian nyeri


Pengkajian nyeri dapat ditetapkan dengan menentukan intensitas, kulaitas dan
lokasi serta durasi nyeri. Beberapa alat ukur untuk menentukan nyeri dapat berupa
single dimensional scales, meliputi :

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


21

2.7.4.1 Verbal Rating Scale


Verbang Rating scale terdiri dari empat atau lima kata yang menjelaskan ukuran
nyeri, pasien dianjurkan untuk memilih salah satu kata yang menurut pasien
mewakili rasa sakitnya, contohnya kata mild, moderate atau severe.

2.7.4.2 Visual Analogue Scale


Visual Analogue Scale terdiri dari satu garis lurus yang menunjukkan angka
sesuai dengan nyeri yang di rasakan oleh klien.

2.7.4.3 Numeric Rating Scale


Numeric Rating Scale merupakan variasi dari VAS dengan menanyakan pada
pasien untuk memilih skala angka dari 1-10

2.7.5 Terapi Alternatif dan Komplementer


Terapi alternatif dan komplementer sudah ditetapkan sebagai praktik keperawatan
dan kesehatan yang digunakan sebagai terapi diluar obat-obatan konvensional,
dimana sudah divalidasi menggunakan metode penelitian. Tiadak ada buku
manajemen nyeri yang dapat mengabaikan keberadaan terapi alternatif dan
komplementer (Eisenberg dalam Mac Lellan, 2006).

Terapi komplementer satu dan yang lain mempunyai perbedaan filosofi dan
praktik, tetapi sebagian besar mengarah pada kesehatan dan penyembuhan. Terapi
komplementer berkonsentrasi pada individe secara menyeluruh, melalui
pendekatan individual, seringkali menganjurkan untuk merubah gaya hidup atau
perilaku. Terapis komplementer meyakini bahwa menyembuhkan diri sendiri
merupakan dasar dari penyembuhan. Faktor –faktor ini meningkatkan popularitas
terapi komplementer pada manajemen nyeri.

2.7.6 Klasifikasi Terapi alternatif dan Komplementer


Terapi alternatif dan komplementer dapat diklassifikasikan ke dalam lima
kelompok :

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


22

a. Sistem pengobatan alternatif (alternatif medical systems) Berdasarkan terapi


pengobatan bergaya timur seperti pengobatan Cina dan Ayurveda
b. Intervensi pikiran dan tubuh (Mind-body interventions) Terapi ini
menggunakan kapasitas pikiran untuk mempengaruhi fungsi tubuh dan
masalahnya, contohnya Meditasi
c. Perawatan fisik (physiological treatments) Terapi ini seringkali menggunakan
substansi alamiah seperti herbal. Contohnya suplemen makanan
d. Manipulasi terapi pada tubuh ( manipulation of the body therapies)
Berdasarkan manipulasi pada satu bagian atau lebih dari tubuh, misalnya
Reflexology
e. Terapi energi (energy therapies), terapi ini membutuhkan energi ruangan,
misalnya Reiki

2.7.7 Pengobatan Nyeri

a. Agen Anestetik Lokal

Anestesi lokal bekerja dengan memblok konduksi saraf saat diberikan

langsung ke serabut saraf. Anestesi lokal dapat memberikan langsung ke

tempat yang cedera (misalnya, anestesi topikal dalam bentuk semprot untuk

luka bakar akibat sinar matahari) atau cedera langsung ke serabut saraf

melalui suntikan atau saat pembedahan (Mac Lellan, 2006).

b. Opioid

Opioid (narkotik) dapat diberikan melalui beragam rute, termasuk oral,

intravena, subkutan, intraspinal, rektal, dan rute transdermal. Faktor-faktor

yang dipertimbangkan dalam menentukan rute, dosis, dan frekuensi medikasi

termasuk karakteristik nyeri pasien, status pasien keseluruhan, respons pasien

terhadap analgesik, dan laporan pasien tentang nyeri (Mac Lellan, 2006)).

c. Obat-obat Anti Inflamasi Nonsteroid (NSAID)


Obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) diduga dapat menurunkan nyeri
dengan menghambat produksi prostaglandin dari jaringan-jaringan yang

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


23

mengalami trauma atau inflamasi, yang menghambat reseptor nyeri untuk


menjadi sensitif terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya.

Aspirin adalah obat antiinflamasi nonsteroid yang paling umum. Namun,


karena aspirin menyebabkan efek samping yang berat dan sering, aspirin
jarang digunakan untuk mengatasi nyeri akut atau nyeri kronis. Ibuprofen
sekarang digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang, karena
ibuprofen efektif dan mempunyai tingkat insiden efek merugikan yang rendah
(Smeltzer dan Bare, 2002).

Diklofenak sodium adalah NSAIA/NSAID terbaru yang mempunyai waktu


paruh plasmanya 8-12 jam. Efek analgesik dan antiinflamasinya serupa
dengan aspirin, tetapi efek antipiretiknya minimal atau tidak sama sekali ada.
Indikasi untuk artritis rematoid, osteoartritis, dan ankilosing spondilitis.
Reaksi sama seperti obat-obat NSAIA/NSAID lain. Ketorolac adalah agen
antiinflamasi pertama yang mempunyai khasiat analgesik yang lebih kuat
daripada yang lain. Dianjurkan untuk nyeri jangka pendek. Untuk nyeri pasca
bedah, telah terbukti khasiat analgesiknya sama atau lebih dibanding
analgesik opioi

2.8 Model Teori Lydia Hall

Lydia Hall lahir di kota New York pada tanggal 21 September 1906, ia bergabung
dalam keperawatan kesehatan komunitas dan mempeunyai pengetahuan
keperawatan psikiatrik dan mempunyai pengalaman di Loeb Center tempat
dimana dia memformulasikan teori keperawatannya. Selain seorang yang
mempunyai visi yang jelas dan berani mengambil resiko apapun demi
pengetahuan serta profesional dalam bidangnya. Lydia Hall juga seorang yang
menginspirasikan pengetahuannya dengan berkomitmen dan memberikan
dedikasi pada konsep kerangka kerja yang unik dalam praktek keperawatan
sebagai kunci untuk merawat dan merehabilitasi pasien (Parker, 2005).

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


24

Hall merupakan pemberi kontribusi yang signifikan pada praktek keperawatan


sesuai model keperawatan yang ia desain, model keperawatan diaplikasikan pada
Loeb Center for Nursing Rehabilitation di Montefiore Medical center di New
York. Buka pada tahun 1963, Loeb center merupakan 5 tahun titik kulminasi dari
perencanaan dan konstruksi dibawah arahan Hall. Dibawah arahan Hall, pasien di
Loeb Center mendapatkan pelayanan perawat yang handal berdasarkan
kompetensinya pada hal rehabilitasi. Perawat-perawat profesional yang
berkualitas disediakan untuk meberikan perawatan langsung pada pasien, dan ini
terkoordinasi dengan baik sesuai dengan pelayanan yang dibutuhkan. Setelah
beberapa waktu, keefektifan model keperawatan Hall yang dipraktikkan
memperlihatkan hasil yang menunjukkan menurunnya tingkat readmission pada
pasien yang melakukan rehabilitasi di Loeb Center (Parker, 2005).

Hall meninggal dunia pada tanggal 27 Februari tahun 1969 disebabkan penyakit
jantung di Queens Hospital New York. Pada tahun 1984, dia diperkenalkan
sebagai salah satu perawat yang patut di berikan penghargaan dan berdirilah satu
lembaga yang dinamakan American Nurse’s Association Hall. Seiring dengan
kematiannya, ilmu yang diberikan Hall masih tetap hidup di Loeb Center (Parker,
2005).

Terdapat tiga aspek yang dilihat oleh Hall dari seseorang sebagai pasien : the
person, the body and the disease. Aspek-aspek ini terkumpul menjadi satu
sebagai gambar lingkaran yang saling menumpuk dan saling mempengaruhi satu
dengan lainnya. Hall mengatakan “ Setiap orang yang bergerak pada bidang
kesehatan tidak boleh mengabaikan tiga aspek ini, jadikan ini sebagai profesi
yang sebenarnya, harus mempunyai area yang eksklusive tentang keterampilan
yang handal dalam mempraktikannya, membuat praktik-praktik baru, teori-teori
baru dan memperkenalkannya pada perawat baru tentang praktik yang dilakukan
(Parker, 2005).

Tanggung jawab medis menurut Hall berada pada lingkup patologi dan
pengobatan. Pada area person, menurut Hall sudah sangat menyedihkan karena
area ini cukup diabaikan, dan ini berhubungan dengan beberapa profesi yang ada,
diantaranya psikiatri, pekerja sosial, dan departemen satu dengan lainnya. Dia

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


25

melihat keperawatan melihat area tubuh hanya sekedar tubuh saja, padahal ini
sangan mempengaruhi dua area lainnya. Hall menjelaskan bahwa fokus
keperawatan adalah memelihara tubuh secara keseluruhan. Dia merefleksikan
pada publik bahwa area ini adalah milik keperawatan secara eksklusive. Menjadi
terampil untuk memberikan perawatan tubuh secara keseluruhan tidak semudah
yang dibayangkan. Untuk menjadi terampil, perawat harus tau cara memodifikasi
perawatan sesuai dengan kondisi patologi dan pengobatan pasien sebagai individu
yang mempunyai kepribadian yang unik (Parker, 2005).

Berdasarkan gambaran orang sebagai pasien, konsep keperawatan Hall


mempunyai 3 aspek dan merupakan aspek yang dominan pada keperawatan, dan
aspek ini dapat berbagi dengan profesi yang lain. Hall meyakini bahwa model ini
dapat direfleksikan sebagai keperawatan alamiah dengan menggunakan
pendekatan interpersonal secara profesional. Hall melihat bahwa 3 konsep
lingkaran yang overlapping sebagai aspek dari proses keperawatan yang
berhubungan dengan pasien, yang mendukung ilmu pengetahuan dan berdasarkan
pada filosofi yang dinamis. Lingkaran saling menumpuk dan akan berubah
ukurannya sesuai dengan kemajuan kondisi pasien berdasarkan krisis pengobtan
pada fase rehabilitasi penyakit. Pada fase akut, lingkaran cure akan lebih besar
dibandingkan dengan lingkaran yang lain. Pada saat fase evaluasi atau fase follow
up, lingkaran care yan akan lebih besar dibandingkan dengan lainnya. Kerangka
konsep Hall untuk keperawatan sudah dijelaskan sebagai “Care, Cure and Core
Model” (Parker, 2005).

2.8.1 Care

Hall menjelaskan bahwa bagian yang harus menjadi bahan perhatian adalah
dengan memperhatikan kebutuhan tubuh secara keseluruhan (memandikan,
memberi makan, membantu eliminasi, melakukan perubahan posisi, membantu
pergerakan, membantu berpakaian, membantu membuka pakaian dang
menyediakan lingkungan yang sehat) merupakan hal yang spesifik dalam
keperawatan. Keperawatan dibutuhkan ketika manusia tidak dapat lagi memenuhi
kebutuhan atau aktifitasnya sendiri. Aspek ini merupakan kesempatan untuk
melakukan pendekatan secara interpersonal pada pasien. Hall memberikan label

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


26

“Care”, dan mengidentifikasi pengetahuan yang alami dengan pengetahuan


biologi sabagai pondasi dalam melakukan praktik keperawatan. Fokus dari
perawatan tubuh secara keseluruhan adalah untuk memberikan rasa nyaman pada
pasien. Sehubungan dengan kenyamanan ini, manusia sebagai pasien dilihat
memberi perlakuan yang baik terhadap tubuhnya sesuai respon perawatan fisik
dari pasien itu sendiri (Alligood, 2006)

2.8.2 Cure

Aspek yang kedua dari proses keperawatan ini berbagi dengan pengobatan dan di
beri label “Cure”.selama aspek ini, proses pemberian asuhan harus dimodifikasi
supaya tidak overlapping dengan pengobatan. Hall mengatakan ada dua
komponen yang bisa dilakukan keperawatan pada aspek pengobatan. Mungkin
dapat dilihat perawat sebagai rekan dokter pada saat melakukan pemberian obat
pada pasien. Gambaran lainnya dari aspek ini saat perawat membantu pasien
dengan kondisi penyakitnya melalui tindakan pembedahan dan perawatan
rehabilitasi pada pemberian rasa nyaman dan asuhan keperawatannya. Hall merasa
bahwa profesi keperawatan banyak terlibat jauh pada aspek medis dan pada saat
yang sama kita harus memberikan asuhan keperawatan pada pasien sehingga
asuhan keperawatan yang akan diberikan kurang dipersiapkan dengan baik
(Alligood, 2006)

2.8.3 Core

Aspek ketiga yang mengharuskan keperawatan berbagi dengan profesi lain yang
berkaitan dengan aspek terapetik dan diberi label sebagai “Core”. Area ini
meliputi kebutuhan sosial, emosional, spiritual dan intelektual pasien yang
berhubungan dengan keluarga, institusi, masyarakat dan dunia. Pondasi
pengetahuan core berdasarkan ilmu-ilmu sosial dan penggunaan terapi pada diri
sendiri. Sama seperti pada saat perawat memberikan asuhan keperawatan pada
tubuh secara keseluruhan, pasien akan merasa nyaman untuk membicarakan
apapun dengan perawat tanpa memandang siapa dia, dimana, kemanan dia mau
tidak merasa ada penolakan untuk membantunya dan pasien akan merasa
termotivasi, dan ini sangat mempengaruhi masa penyembuhan dan sangat

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


27

membantu pada saat fase rehabilitasi. Hall meyakini bahwa proses ini akan
membuat pasien merasa dipandang sebagai seorang manusia yang seutuhnya dan
dimanusiakan. Pengetahuan dan keterampilan sangat diperlukan perawat untuk
dapat memberikan asuhan keperawatan yang terapetik termasuk mengetahui diri
sendiri dan mempelajari keterampilan interpersonal.tujuan dari proses
interpersonal adalah membantu pasien memahami diri mereka sendiri untuk
terlibat langsung dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Hall berdiskusi
tentang bagaimana pentingnya kerjasama perawat dengan pasien untuk mencapai
kesembuhan yang paripurna pada pasien (Alligood, 2006)

Gambar 2.1 Circle of Lydia Hall Theory

The Person
Theurapetic use of
self
“The Core”

The Disease
The Body Seeing The
Intimate Patient and
Bodily Care Family Through
“The Care” Medical Care
“The Core”

Nursing Theories and Nursing Practice (Marylin E, 2005), Nursing Theorist and
Their Works : A Revolution in Nursing Science (Alligood, 2006)

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


28

BAB III

ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI PEMBERI ASUHAN


KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR

3.1 Gambaran Singkat Kasus Kelolaan


3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : Universitas
Pekerjaan : Pensiunan pemda
Alamat : Pontianak Kalimantan
Diagnosa Medis : NSTEMI (Angina progressif)
Tanggal Masuk CVC : 27 Februari 2014
No. Rekam Medik : 2014361078
Tanggal Pengkajian : 28 Februari 2014

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. K
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Pegawai swasta
Alamat : SDA
Hubungan dengan klien : Anak

3.1.2 Keluhan Utama

Nyeri dada berulang

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


29

3.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang


Nyeri dada berulang 4 hari sebelum masuk rumah sakit, dirasakan pada saat
pasien istirahat, nyeri dirasakan di dada sebelah kiri seperti ditusuk-tusuk,
menjalar ke leher dan punggung belakang, skala nyeri 9, hilang dengan ISDN sub
lingual, dengan durasi kurang lebih 20 menit setelah itu nyeri masih hilang timbul
dan semakin bertambah berat.

3.1.4 Riwayat Kesehatan Dahulu

Tn. D sudah menderita hipertensi sejak tahun 2002, kontrol teratur di RSUD
Pontianak, pada awal tahun 2012 pasien terkena serangan jantung yang pertama
kali, dirawat di RSUD Pontianak beberapa hari dan boleh pulang, pada akhir
tahun 2013 pasien kembali terkena serangan jantung dan dirawat di RSUD
pontianak, karena tidak ada perubahan klien meminta rujukan untuk datang ke
RSPJNHK, ada rencana untuk melakukan Coronary Angiography (CAG) tapi
hasil creatinin klien tinggi dan pasien juga menolak untuk dilakukan, akhirnya
pasien pulang ke pontianak, bulan februari (08-16 Februari 2014) pasien masuk
RSUD Pontianak dengan keluhan yang sama, dikatakan mengalami serangan
jantung, diberi suntikan di perut sebanyak 5 kali kemudian diizinkan pulang.
Pasien kembali masuk RSUD Pontianak setelah beberapa hari pulang ke rumah
(19-22 Februari 2014), selama 3 hari dirawat dan merasa tidak ada kemajuan,
pasien meminta pulang dan kembali berobat ke RSPJNHK. Obat-obatan yang
biasa diminum klien diantaranya : CPG 1x75 mg, Allopurinol 1x300 mg, ISDN
3x5 mg, Aminefron 2x35 mg, Prudaxa 2x10 mg, Livercare 3x1, Trizeden MR
2x35 mg, Asam folat 3x1, Amlodipine 1x5 mg. Faktor resiko : merokok,
dislipidemia, hipertensi.

3.1.5 Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak ada di keluarga pasien yang menderita hipertensi, DM ataupun penyakit


jantung seperti yang diderita oleh pasien.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


30

3.2 Penerapan Model Lydia Hall


3.2.1 Care

Selama di rawat di Cardio Vascular Care (CVC) pasien dianjurkan untuk bedrest,
hampir sebagian besar keperluan perawatan diri dibantu oleh perawat, meliputi
keperluan personal hygiene (mandi, sikat gigi, memakai pakaian, menyisir
rambut), kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, dan lain-lain.

3.2.2 Asuhan keperawatan (diagnosa,intervensi,implementasi,evaluasi)


Tabel 3.1
Diagnosa dan intervensi keperawatan pada masalah keperawatan
intoleransi aktivitas dan defisit perawatan diri pada Tn.D
tanggal 28 Februari s.d tanggal 4 Maret 2014
di ruang CVC RSPJNHK Jakarta

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Intoleransi NOC : Activity tolerance NIC :
aktivitas b.d Setelah diberikan tindakan Energy management
ketidakseimbangan keperawatan selama 1x24 jam Mandiri
kebutuhan oksigen pasien dapat melakukan aktivitas
1. Anjurkan bedrest
yang di keluarkan secara bertahap dengan kriteria
untuk mengurangi
jantung dengan hasil :
beban kerja jantung.
yang dibutuhkan 1. Berpartisipasi dalam prosedur
2. Periksa tanda vital
tubuh yang diberikan (merubah posisi)
sebelum & segera
2. Tidak ada keluhan nyeri dada
setelah aktivitas,
3. Tidak ada sesak nafas
khususnya bila
4. Secara verbal mengatakan dapat
menggunakan
meningkatkan aktivitas sesuai
vasodilator, diuretik,
kondisi
penyekat beta.
5. Memperlihatkan peningkatan
3. Catat respon
aktivitas yang bisa ditoleransi
kardiopulmonal
(makan, minum)
terhadap aktivitas,

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


31

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria Hasil
catat takikardia,
disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat
4. Kaji presipitator/
penyebab kelemahan,
contoh pengobatan,
nyeri, obat.
5. Evaluasi peningkatan
intoleran aktivitas
6. Berikan bantuan
dalam aktivitas
perawatan diri sesuai
indikasi. Selingi
periode aktivitas
dengan periode
istirahat.

2. Defisit perawatan NOC : Self care ; activity daily NIC


diri b.d living Selfcare assistance :
ketidakseimbangan Setelah diberikan tindakan bathing,
kebutuhan oksigen keperawatan selama 1x24 jam dressing,toileting
yang di keluarkan pasien dapat melakukan perawatan Mandiri
jantung dengan diri sendiri secara bertahap dengan 1. Pertimbangkan
yang dibutuhkan kriteria pengunaan alat
tubuh hasil : mandi khususnya
1. Pasien dapat mandi sendiri pada pasien resiko
tanpa bantuan tinggi (lansia, adanya
2. Pasien dapat menyisir sendiri luka, penggunaan
3. Pasien dapat memakai pakaian kateter, drain)
sendiri 2. Orientasikan tujuan

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


32

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria Hasil
4. Pasien terlihat bersih dan segar memandikan sebagai
5. Secara verbal mengatakan pengalaman yang
senang berpartisipasi dalam menyenangkan dan
pemenuhan kebutuhan memberi rasa
perawatan diri nyaman pada pasien
6. Menyatakan dengan verbal 3. Jadilah contoh yang
kenyamanan yang dirasakan baik dalam
memberikan
perawatan :
menawarkan dan
memberikan pasien
hak memilih
4. Jadikan pasien
sebagai sasaran
utama untuk
memberikan rasa
nyaman :
menghormati pasien
pada saat
komunikasi.
5. Jaga privacy pasien
bila ruang perawatan
merupakan ruang
terbuka
6. Inspeksi kondisi kulit
selama memandikan
7. Rasakan temperatur
suhu air pada saat
akan memandikan
pasien

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


33

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria Hasil
8. Perhatikan range of
movement pasien,
kekuatan ekstremitas
atas, keseimbangan,
kordinasi, sensai,
kemampuan untuk
mobilisasi kaki.
9. Gunakan baju yang
nyaman untuk pasien
(kancing depan)
10. Pakaikan pakaian ke
arah yang banyak
menggunakan alat
dan setelah itu baru
ke sisi yang bebas
11. Rapihkan rambut
sesuai dengan
keinginan pasien
12. Identifikasi untuk
keperluan toileting,
kebiasaan BAK dan
BAB setiap harinya

13. Gunakan alat bantu


toileting yang
diperlukan (urinal,
bedpans, commode,
pegangan tangan di
toilet )
14. Berikan privacy pada

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


34

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria Hasil
pasien ketika sedang
melakukan toileting
15. Buat jadwal toileting
sesuai dengan
kebiasaan pasien

Tabel 3.2
Implementasi dan evaluasi keperawatan pada masalah keperawatan
intoleransi aktivitas dan defisit perawatan diri pada Tn.D
tanggal 28 Februari s.d tanggal 5 Maret 2014
di ruang CVC RSPJNHK Jakarta
No Tanggal, Implementasi Evaluasi
Dx Jam
1. 28/2/2014  Memonitor dan S : Belum bisa melakukan aktivitas
07.30- mendokumentasikan tanda- sendiri
14.30 tanda vital setiap jam (TD, O :
HR, RR, Suhu))  TD : range sistolik 110- 140
 Memeriksa bunyi jantung mmHg, range diastolik 70- 100
dan bunyi nafas mmhg. Range HR : 60-110
 Mengevaluasi peningkatan x/menit, range RR : 16-24
intoleran aktivitas x/menit, S : 36,20C
 Membantu pasien merubah  Bunyi nafas vesikuler, bunyi
posisi untuk makan snack jantung BJ I BJ II normal,
(semi fowler ke fowler) terpasang oksigen 5l/m, saturasi
 Menanyakan pasien apakah oksigen 98-100%
selama merubah posisi ada A : Aktivitas sepenuhnya masih
keluhan sesak atau nyeri dada Dibantu, masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


35

01/3/2014  Memonitor dan S : Makan, minum dan merubah


07.30 – mendokumentasikan tanda- posisi masih dibantu
14.30 tanda vital setiap jam (TD, O :
HR, RR, Suhu))  TD : range sistolik 110- 130
 Memeriksa bunyi jantung mmHg, range diastolik 70- 95
dan bunyi nafas mmhg. Range HR : 60-100
 Mengevaluasi peningkatan x/menit, range RR : 16-22
intoleran aktivitas x/menit, S : 36,60C
 Membantu pasien merubah  Bunyi nafas vesikuler, bunyi
posisi untuk makan snack jantung BJ I BJ II normal,
(semi fowler ke fowler) terpasang oksigen 5l/m, saturasi
 Menanyakan pasien apakah oksigen 98-100%, terpasang
selama merubah posisi ada IABP di femoral kiri.
keluhan sesak atau nyeri dada A : Makan, minum, merubah posisi
sendiri, masalah sebagian
teratasi
P : Lanjutkan intervensi

03/3/2014  Memonitor dan S : Merubah posisi sudah bisa


14.00 – mendokumentasikan tanda- sendiri hanya saja agak sulit
20.30 tanda vital setiap jam (TD, karena terpasang IABP di

HR, RR, Suhu)) femoral kiri

 Memeriksa bunyi jantung O :


dan bunyi nafas  TD : range sistolik 110- 130

 Membantu pasien merubah mmHg, range diastolik 70- 95

posisi untuk makan snack mmhg. Range HR : 60-100

(semi fowler ke fowler) x/menit, range RR : 16-22

 Membantu merubah posisi x/menit, S : 36,30C

pasien untuk makan malam  Bunyi nafas vesikuler, bunyi

 Menanyakan pasien apakah jantung BJ I BJ II normal,

selama merubah posisi ada terpasang oksigen 3l/m, saturasi


oksigen 99-100%, terpasang

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


36

keluhan sesak atau nyeri dada IABP di femoral kiri dan sheat
post PCI di femoral kanan
A : Makan, minum sendiri,
merubah posisi masih dibantu,
masalah sebagian teratasi
P : Lanjutkan intervensi

04/4/2014  Memonitor dan S : Dapat melakukan mobilisasi


14.00 – mendokumentasikan tanda- secara bertahap (turun dari
20.30 tanda vital setiap jam (TD, tempat tidur)
HR, RR, Suhu)) O:
 Memeriksa bunyi jantung  TD : range sistolik 110- 130
dan bunyi nafas mmHg, range diastolik 70- 90
 Menanyakan pasien apakah mmhg. Range HR : 60-100
ada keluhan sesak atau nyeri x/menit, range RR : 16-22
dada x/menit, S : 36,30C
 Bunyi nafas vesikuler, bunyi
jantung BJ I BJ II normal,
saturasi oksigen 99-100%, IABP
dan sheat post PCI sudah di lepas
A : Aktivitas sudah bisa dilakukan
sendiri walau pun masih harus
perlahan, masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi jika
diperlukan di ruang perawatan
selanjutnya.

2. 28/2/2014  Membantu pasien bertukar S : Tidak dapat bertukar pakaian


07.30 – pakaian sendiri, meminta tolong untuk
14.30  Membantu pasien merubah duduk.
posisi semifowler ke fowler O : Klien terlihat lemah sesekali

 Membantu pasien melakukan meringis bila nyeri dada

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


37

oral hygiene timbul, sebagian besar


 Membantu pasien BAK di perawatan diri masih di bantu
urinal A : Masalah belum teratasi
 Melakukan massage pada P : Lanjutkan intervensi
daerah punggung belakang
 Menyuapi pasien makan

01/3/2014  Menyisir rambut pasien yang S : Merasa lebih nyaman


07.30 – berantakan O : Pasien masih terlihat lemah,
14.30  Membantu pasien merubah bedrest, merubah posisi masih

posisi untuk makan snack di bantu

 Melakukan massagepada A : Sebagian besar perawatan diri


daerah punggung belakang, masih dibantu, masalah belum

siku dan tumit dengan teratasi

menggunakan olive oil P : Lanjutkan intervensi

03/3/2014  Membantu pasien merubah S : Pasien sudah dapat menggosok


14.00 – gigi sendiri, menyisir
posisi
20.30 rambut sendiri, menancingkan
 Membantu pasien memenuhi
baju sendiri
kebutuhan personal hygiene
O : Pasien terlihat lebih segar,
(mandi, sikat gigi, mengganti
bedrest, perawatan diri sebagian
pakaian, menyisir rambut)
masih dibantu
 Melakukan massage pada
A : Masalah teratasi sebagian
daerah punggung belakang,
P : Lanjutkan intervensi
siku dan tumit dengan
menggunakan olive oil
 Merubah posisi untuk makan
snack

 Mengobservasi pasien dalam


04/3/2014 S : Pasien merasa lebih nyaman
melakukan perawatan diri
14.00 – untuk melakukan perawatan diri

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


38

20.30 secara mandiri secara mandiri dan dirinya


senang sudah tidak merepotkan
 Menanyakan apakah ada
lagi
keluhan selama melakukan O : Perlahan sudah dapat
perawatan diri sendiri melakukan perawatan diri
secara mandiri
 Menganjurkan pasien untuk
A : Masalah teratasi
tidak terburu-buru dalam
P : Pertahankan intervensi jika
melakukan perawatan diri
diperlukan diruang perawatan
 Menganjurkan untuk lapor selanjutnya.
bila ada keluhan selama
melakukan perawatan diri

3.2.3 Cure

Pasien masih merasakan nyeri dada yang hilang timbul setiap harinya, sesak (+),
TD 133/64 mmHg, HR 88x/m, RR 28x/m, afebris. Mata : anemis (-), ikterik (-),
leher : JVP 5+2 cmH2O, Cor : BJ I BJ II, murmur (-), gallop (-), Pulmo :
vesikuler, Ronchi -/-, wheezing -/-, abdomen : supel, lunak, BU (+). Hari ini
setelah makan snack pada jam 09.20 pasien mengatakan nyeri dada muncul,
kolaborasi NTG di naikkan 120 mcg/menit, EKG dilakukan, interpretasi : SR, rate
70x/menit, gelombang P normal, PR int 0,16, QRS duration 0,08, Q patologis III,
AVF, ST elevasi III, AVF, ST depresi I, AVL, VI-V6. Pasien masih merasakan
nyeri dada, NTG dinaikkan kembali 150 mcg/menit dengan TD 130/69 mmhg,
HR 82x/menit dan saturasi O2 100% dengan oksigenasi nasal kanule 3 l/menit,
nyeri dada tidak ada perubahan, dosis NTG kembali dinaikkan 200 mcg/menit,
belum juga ada perubahan, skala nyeri 6, dengan kolaborasi diberikan MO 2 mg
IV dan NTG dinaikkan menjadi 250 mcg/menit. Pemasangan douwer catheter
dilakukan, urine keluar berwarna kuning jernih sebanyak 600 ml, rencana
tindakan medis untuk pasien adalah pemasangan IABP, early PCI. Beberapa saat
pasien tertidur dan tiba-tiba terbangun mengeluh nyeri dada kembali muncul,
skala nyeri 5, kolaborasi diberikan extra MO 2,5 mg dan NTG dinaikkan 300

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


39

mcg/menit. Beberapa saat kemudian nyeri dada kembali muncul skala nyeri 4,
ISDN 5 mg SL diberikan. Pada jam 13.15 pasien dipasang IABP dengan setting
IABP on trigger EKG frekwensi 1:1, Observasi awal IABP, tekanan sistolik 121,
diastolik 69, tekanan rata-rata 102, augmentasi 105, RR 86, pulsasi ekstremitas
bawah : dorsalis pedis ka/ki +/+, poplitea ka/ki +/+. Femoralis ka/ki +/+,
kehangatan ekstremitas bawah : ekstremitas ka/ki H/H, Warna kulit ekstremitas
M/M.

3.2.3.1 Pemeriksaan penunjang


a. Laboratorium
Tabel 3.3
Hasil pemeriksaan laboratorium pada Tn. D di RSJPNHK

Jenis Nilai
Pemeriksaan Normal Satuan 28/02/14 01/03/14 03/03/14 04/03/14

Hematologi

Hb 13-16 gr/dl 9,5 8,2 9,4 9,1

Ht 40-48 /ul 27 24 27 26

5000-
Leukosit Vol % 8090
10000

Lipid
Cholesterol total < 200 Mg/dl 148

Cholesterol HDL < 40 Mg/dl 31

Cholesterol LDL < 100 Mg/dl 146

Trigliserida <150 Mg/dl 186

Cholesterol ratio <5 4,77

Cardiac

CK U/l 62 70

CKMB 0-24 U/l 16 11

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


40

Has Trop T <14 Mg/L 1134 495

Coagulation

APTT 27,4 - 37 second 76,8 54,7 61,1

Renal prostate

Ureum 17 - 56 Mg/dl 57 47 47 62

BUN 6 - 20 Mg/dl 27 22 22 29

Creatinin 0,72- 1,25 Mg/dl 2,58 2,48 2,6 2,1

Asam urat 3,5-4,5 Mg/dl 3,7

Elektrolit

Natrium darah 135 – 147 mmol/L 138 141

Kalium darah 3,1 – 5,1 mmol/L 3,9 4,6

Klorida darah 96 – 111 mmol/L 108 98

Magnesium 1,6 – 2,6 Mg/dl 2,2 1,9

Diabetes

Sewaktu 70-140 Mg/dl 98 112

ACT 21.00 01.00 05.00 09.30

03/03/2014 280

04/03/2014 197 155 144

b. EKG (28-02-2014)
SR, rate 70x/menit, gelombang P normal, PR int 0,16, QRS duration 0,08, Q
patologis III, AVF, ST elevasi III, AVF, ST depresi I, AVL, VI-V6
c. Coroangiografi :
LM : Normal
LAD : Total oklusi di mid D1, distal terisi dari RCA
LCx : Total oklusi di proksimal sebelum OM 1, distal terisi dari RCA
RCA : subtotal stenosis di mid sebelum RV branch, distal memberikan
kolateral ke LAD dan LCx

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


41

Kesimpulan :
CAD 3VD, dilakukan PCI dengan 1 BMS di RCA dan 1 BMS di LCx, hasil
baik
Saran : Graft di LAD
d. Echocardiografi
Disfungsi diastolic gangguan relaksasi
Fungsi sistolik baik
EF 47%

3.2.3.2 Terapi yang diberikan


a. NTG dinaikkan 300 mcg/menit
b. Heparin 750iu/jam
c. Aspilet 1x80 mg
d. Plavix 1x75 mg
e. Allopurinol 1x300 mg
f. ISDN 3x10 mg
g. Simvastatin 1x20 mg
h. Ominefron 3xII caps
i. Trizeden MR 2x35 mg
j. Diazepam 1x 5 mg
k. Amlodipine 1x10 mg
l. Bisoprolol 1x1,25 mg

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


42

3.2.4 Asuhan keperawatan (diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi)


Tabel 3.4
Diagnosa dan intervensi keperawatan pada masalah keperawatan nyeri,
resiko penurunan curah jantung, resiko perdarahan dan resiko infeksi
pada Tn.D tanggal 28 Februari s.d tanggal 5 Maret 2014
di ruang CVC RSPJNHK Jakarta

No Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b.d NOC : NIC :
iskemia Comfort level, pain control, pain Pain management
miokard level
Setelah diberikan tindakan Mandiri
keperawatan selama 1x24 jam nyeri
1. Monitor tanda-tanda
berkurang atau hilang dengan
vital setiap 5 menit
kriteria hasil :
sampai nyeri benar-benar
1. Secara verbal mengatakan nyeri
hilang
berkurang (skala 0-10)
2. Anjurkan klien untuk
2. Vital sign dalam batas normal
melapor jika nyeri dada
3. Postur tubuh, ekspresi wajah,
terjadi berulang
bahasa tubuh dan tingkat
3. Identifikasi pencetus
aktivitas menunjukkan
nyeri dada (frekuensi,
berkurangnya rasa nyeri
durasi, intensitas, dan
lokasi nyeri)
4. Evaluasi adanya nyeri
yang menjalar ke dagu,
leher, bahu, pergelangan
tangan khususnya di
bagian sebelah kiri
5. Observasi gejala yang
dapat menyertai nyeri
dada seperti sesak nafas,

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


43

No Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
mual, muntah, sakit
kepala dan adanya
palpitasi
6. Anjurkan klien untuk
istirahat setelah episode
serangan
7. Tinggikan kepala klien
jika ada sesak nafas
8. Berikan lingkungan yang
nyaman dan tenang serta
batasi kunjungan

Kolaboratif
1. Berikan oksigen sesuai
dengan kebutuhan
2. Berikan terapi sesuai
indikasi (NTG,beta
blocker,calcium channel
blocker,analgesic,morphi
ne sulfate)
3. Monitor perubahan EKG

2. Resiko NOC NIC


penurunan Cardiac pump efectiveness Cardiac care
curah jantung Setelah diberikan perawatan selama Mandiri
b.d gangguan 1x24 jam, penurunan curah jantung 1. Pertahankan posisi
preload dan tidak terjadi dengan kriteria : bedrest yang nyaman
afterload 2. Monitor tanda-tanda
1. Menunjukkan tanda –tanda vital
vital dan irama jantung
dalam batas normal (TD,HR,RR)
3. Auskultasi bunyi nafas

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


44

No Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
2. Keluhan sesak berkurang atau dan bunyi jantung
tidak ada 4. Anjurkan untuk istirahat
3. Ekstremitas hangat yang adekuat. Berikan
4. Capillary refill 1-3” bantuan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari
jikan diperlukan
5. Anjurkan untuk tidak
melakukan manuver
valsava
6. Kenali dengan segera
jika ada keluhan nyeri
pada saat pemberian
obat dengan cepat
7. Observasi adanya tanda-
tanda gagal jantung

Kolaborasi
1. Berikan oksigen sesuai
dengan kebutuhan
2. Pastikan kepatenan iv
line
3. Review serial EKG
4. Monitor hasil lab
(cardiac enzym, AGDA,
dan elektrolit, PTT)
5. Berikan terapi sesuai
indikasi (beta blocker,
calcium channel blocker,
anti platelet, IV heparin,
anti emetic)

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


45

No Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
3. Resiko NOC NIC
perdarahan b.d Blood loss severity Bleeding precaution
prosedur invasif Setelah dilakukan tindakan 1. Cek tanda-tanda vital
(PCI,IABP), keperawatan selama 1x24 jam, setiap jam
penggunaan peradarahan tidak terjadi dengan 2. Cek irama jantung
obat pengencer kriteria hasil : 3. Monitor hasil lab ; Hb,
darah. 1. Tanda-tanda vital dalam batas Ht, INR, PT, APTT
normal (TD,HR,RR) 4. Monitor tanda bleeding
2. Menjelaskan tindakan jika pada urine, sputum,
peradarahan terjadi daerah penusukan
3. Tidak terdapat tanda-tanda IABP, daerah
perdarahan. penusukan PCI

NIC
4. Resiko infeksi NOC
Infection protection and
b.d prosedure Imune status
control
invasif Setelah dilakukan tindakan
(PCI,IABP) keperawatan selama 1x24 jam, 1. Observasi daerah
infeksi tidak terjadi dengan kriteria penusukan IABP dan
hasil : post PCI
1. Tanda-tanda vital dalam batas 2. Pertahankan teknik
normal perawatan luka secara
2. Tidak terdapat tanda-tanda steril
infeksi (bengkak, kemerahan, 3. Bila ada tanda-tanda
panas,nyeri,gagal infeksi, lakukan kultur
penyembuhan luka) luka
4. Motivasi pasien untuk
menghabiskan porsi
dietnya
5. Kolaborasi anti biotik

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


46

Tabel 3.5
Implementasi dan evaluasi keperawatan pada masalah keperawatan
nyeri, resiko penurunan curah jantung, resiko perdarahan dan resiko
infeksi pada Tn.D tanggal 28 Februari s.d tanggal 4 Maret 2014
di ruang CVC RSPJNHK Jakarta
No Tanggal, Implementasi Evaluasi
Dx Jam
1. 28/02/2014  Mengkaji rasa nyeri : Jam 10
07.30- Jam 09.20 S : nyeri dada masih terasa dan
14.30  Mengeluh chest pain dengan Berulang, skala nyeri 5
skala nyeri 7, lapor dr Joel : O:
 Meningkatkan dosis NTG  Pasien terlihat pucat, exspresi
120mcg/m. wajah kesakitan
 Mengobservasi tanda-tanda  Terpasang oksigenasi nasal
vital kanul 5l/m
Jam 09.25  Saturasi O2 100%
 Pasien kembali mengeluh  TD 130/69 mmHg, HR
chest pain dengan skala 6, 82x/m,RR 25x/m
lapor dr. Joel :  NTG ditingkatkan 250 mcg/m
 Meningkatkan dosis NTG A : Masalah belum teratasi
150 mcg/m dengan TD : P : Lanjutkan intervensi
136/74 mmHg, HR 80x/m,
saturasi 02 100%, belom Jam 11.00
lama pasien mengeluh chest S : Nyeri berkurang, skala 3
pain tidak berkurang, O :
kembali meningkatkan NTG  Pasien terlihat pucat, exspresi
200mcg/m. wajah cukup tenang
Jam 09.30  Terpasang oksigenasi nasal
 Melaporkan pada dr. Joel kanul 5l/m
bahwa pasien masih  Saturasi O2 100%
merasakan nyeri dada dengan  TD 128/71 mmHg, HR
skala nyeri 5 76x/m,RR 20x/m

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


47

 Memberikan MO 2 mg untuk  Terpasang NTG di lengan


pasien karena nyeri berulang, sebelah kiri 250 mcg/m
NTG kembali ditingkatkan  Pasien istirahat
menjadi 250 mcg/m. A : masalah belum teratasi
Jam 10.30 P : lanjutkan intervensi
 Mengkaji skala nyeri pada keperawatan
pasien Jam 12
 menganjurkan pasien untuk S : nyeri berkurang skala 1
istirahat O:
 Mengukur tanda-tanda vital  Pasien tampak tertidur
 Terpasang oksigenasi nasal
Jam 13.00 kanul 5l/m
 Melaporkan pada dr, Joel  Saturasi O2 100%
bahwa pasien mengeluh chest  TD 111/64 mmHg, HR
pain lagi 66x/m,18 x/m
 Meningkatkan dosis NTG  Terpasang NTG di lengan
menjadi 300 mcg/menit sebelah kiri 230 mcg/m
 Memberikan ekstra MO 2,5 A : masalah teratasi sementara
mg P : lanjutkan intervensi
Jam 13.30 keperawatan
 Melaporkan pada dr. Joel Jam 14.00
pasien kembali mengeluh nyeri S : Nyeri berkurang skala 1
dengan skala nyeri 5 O:
 Memberikan ekstra ISDN 5  Pasien
mg SL  Terpasang oksigenasi nasal
kanul 5l/m
 Saturasi O2 100%
 TD 128/62 mmHg, HR 71x/m,
21 x/m
 Terpasang NTG di lengan
sebelah kiri 300 mcg/m

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


48

A : Malah teratasi sementara


P : Lanjutkan intervensi

01/03/2014  Mengukur tanda-tanda vital S : Nyeri sudah jarang muncul


07.30-  Menanyakan keluhan saat ini O:
14.30  Melaporkan adanya nyeri  Pasien terlihat lebih tenang
dada  Skala nyeri 1-5
 Memberikan posisi  Terpasang oksigenasi nasal
semifowler kanul 5l/m
 Mengukur TD setiap 1 jam  Saturasi O2 98-100%
 Mengkaji sirkulasi perifer  TD : 108/62 mmHg N : 68
 Mengkaji perubahan x/menit, RR : 18 x/menit, S :
neurologis 36,70C
 Menganjurkan klien untuk  Terpasang NTG di lengan
melapor jika nyeri di dada sebelah kiri 10 mcg/m
tidak hilang setelah pemberian A : Malah teratasi sementara
terapi P : Lanjutkan intervensi
 Memberikan terapi ISDN 10
mg

 Mengukur tanda-tanda vital S : Tidak ada nyeri dada


03/03/2014 O:
 Menanyakan keluhan saat ini
14.00-
 Memberikan posisi  Pasien terlihat lebih tenang
20.30
semifowler  Terpasang oksigenasi nasal

 Mengukur TD setiap 1 jam kanul 3l/m

 Mengkaji sirkulasi perifer  Saturasi O2 99- 100%

 Mengkaji perubahan  TD : 105/64 mmHg N : 74

neurologis x/menit, RR : 23 x/menit, S :

 Menganjurkan klien untuk 36,40C

melapor jika nyeri di dada  Terpasang NTG di lengan

timbul sebelah kiri 10 mcg/m

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


49

A : Masalah teratasi sementara


P : Pertahankan intervensi

04/03/2014  Mengukur tanda-tanda vital S : Tidak ada nyeri dada


14.00-  Menanyakan keluhan saat ini O:
20.30  Memberikan posisi  Pasien terlihat tenang
semifowler  Saturasi O2 100%
 Mengukur TD setiap 1 jam  TD : 126/73 mmHg N :
 Mengkaji sirkulasi perifer 81x/menit, RR : 23 x/menit, S
 Mengkaji perubahan : 36,40C
neurologis  NTG off
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi bila
diperlukan

2. 28/02/2014  Mempertahankan posisi S : Klien mengatakan agak


07.30- sesak
bedrest yang nyaman
14.30
 Monitor tanda-tanda vital dan O :
irama jantung  Bedrest

 Melakukan Auskultasi bunyi  Klien terlihat pucat


nafas dan bunyi jantung  TD : 130/69 mmHg, HR
 Menganjurkan untuk istirahat 82x/m, RR 25x/m, afebris
yang adekuat.  BJI BJII normal, Bunyi nafas
 Anjurkan untuk tidak vesikuler
melakukan manuver valsava  Terpasang oksigen nasal 5l/m
(mengedan, batuk)  Saturasi O2 98-100%
 Memberikan oksigen A : Penurunan curah jantung tidak
 Menganjurkan pada keluarga terjadi
untuk tidak banyak mengobrol P : Lanjutkan intervensi
pada saat jam besuk
 Menganjurkan kepada

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


50

keluarga untuk membatasi


kunjungan pada jam besuk
 Memberikan terapi kolaborasi
bisoprolol 1,25 mg

01/03/2014  Mempertahankan posisi S : -


07.30- bedrest yang nyaman O:
14.30  Monitor tanda-tanda vital dan  Bedrest
irama jantung  Tampak tenang
 Melakukan Auskultasi bunyi  TD : 108/62 mmHg N : 68
nafas dan bunyi jantung x/menit, RR : 18 x/menit, S :
 Menganjurkan untuk istirahat 36,70C
yang adekuat.  BJI BJII normal, Bunyi nafas
 Anjurkan untuk tidak vesikuler
melakukan manuver valsava  Terpasang oksigen nasal 5l/m
(batuk)  Saturasi O2 100%
 Memberikan oksigen sesuai A : Masalah tidak terjadi
dengan kebutuhan P : Lanjutkan intervensi
 Memberikan terapi kolaborasi
bisoprolol 1,25 mg

03/03/2014
 Monitor tanda-tanda vital dan S : -
14.00- O:
irama jantung
20.30
 Melakukan Auskultasi bunyi  Tampak tenang
nafas dan bunyi jantung  TD : 105/64 mmHg N : 74
 Menganjurkan untuk istirahat x/menit, RR : 23 x/menit, S :
yang adekuat. 36,40C

 Memberikan oksigen sesuai  BJI BJII normal, Bunyi nafas


dengan kebutuhan vesikuler
 Terpasang oksigen nasal 3l/m
 Saturasi O2 100%

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


51

A : Masalah tidak terjadi


P : Lanjutkan intervensi

04/03/2014  Monitor tanda-tanda vital dan S : -


14.00- irama jantung O:
20.30  Melakukan Auskultasi bunyi  Tampak tenang
nafas dan bunyi jantung  TD : 126/73 mmHg N :
 Menganjurkan untuk istirahat 81x/menit, RR : 23 x/menit, S
yang adekuat. : 36,40C
 BJI BJII normal, Bunyi nafas
vesikuler
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan intervensi

3. 28/03/2014  Mengukur tanda-tanda vital S : -


07.30- setiap jam O:
14.30  Memonitor irama jantung  TD : 130/69 mmHg, HR
 Memonitor hasil lab ; Hb, 82x/m,RR 25x/m, afebris
 Memonitor tanda bleeding  Irama jantung sinus rythme
pada urine, sputum, daerah  Hasil lab Hb : 9,5 gr/dl
penusukan IABP  Warna urine kuning jernih,
haematuria (-), sputum (-),
tidak ada rembesan darah pada
daerah penusukan IABP.
A : perdarahan tidak terjadi
P : pertahankan intervensi

01/04/2014
 Mengukur tanda-tanda vital S : -
07.30-
setiap jam O:
14.30
 Memonitor irama jantung  TD : 108/62 mmHg N : 68
 Memonitor hasil lab ; Hb, x/menit, RR : 18 x/menit, S :
36,70C

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


52

 Memonitor tanda bleeding  Irama jantung sinus rythme


pada urine, sputum, daerah  Hasil lab Hb : 8,2 gr/dl
penusukan IABP  Warna urine kuning jernih,
haematuria (-), sputum (-),
tidak ada rembesan darah pada
daerah penusukan IABP.
A : Perdarahan tidak terjadi
P : Pertahankan intervensi

03/04/2014  Mengukur tanda-tanda vital S : -


14.00- setiap jam O:
20.30  Memonitor irama jantung  TD : 105/64 mmHg N : 74
 Memonitor hasil lab ; Hb, x/menit, RR : 23 x/menit, S :
 Memonitor tanda bleeding 36,40C
pada urine, sputum, daerah  Irama jantung sinus rythme
penusukan IABP  Hasil lab Hb : 9,2 gr/dl
 Warna urine kuning jernih,
haematuria (-), sputum (-),
tidak ada rembesan darah pada
daerah penusukan IABP
A : Perdarahan tidak terjadi
P : Pertahankan intervensi

 Mengukur tanda-tanda vital S : -


04/04/2014 setiap jam O:
14.00-  Memonitor irama jantung  IABP sudah di aff, Sheat PCI
20.30
 Memonitor hasil lab ; Hb, juga sudah di aff
 Memonitor tanda bleeding  TD : 126/73 mmHg N :
pada urine, sputum, daerah 81x/menit, RR : 23 x/menit, S
penusukan IABP dan post PCI : 36,40C
 Irama jantung sinus rythme

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


53

 Hasil lab Hb : 9,1 gr/dl


 Warna urine kuning jernih,
haematuria (-), sputum (-),
tidak ada rembesan darah pada
daerah penusukan IABP dan
PCI
A : Masalah teratasi
P : Stop intervensi

4. 28/02/2014  Mengobservasi daerah S : -


07.30- penusukan IABP O : Tidak terdapat tanda-tanda
14.30  Mempertahankan teknik infeksi pada daerah
perawatan luka secara steril penusukan IABP dan post
 Mengobservasi tanda-tanda PCI
infeksi A : Infeksi tidak terjadi
 Memotivasi pasien untuk P : Pertahankan intervensi
menghabiskan porsi dietnya

01/03/2014  Mengobservasi daerah S : -


07.30- penusukan IABP O : Tidak terdapat tanda-tanda
14.30  Mempertahankan teknik infeksi pada daerah

perawatan luka secara steril penusukan IABP

 Mengobservasi tanda-tanda A : Infeksi tidak terjadi

infeksi P : Pertahankan intervensi

 Memotivasi pasien untuk


menghabiskan porsi dietnya

03/03/2014
 Mengobservasi daerah S : -
14.00- O : Tidak terdapat tanda-tanda
penusukan IABP
20.30 infeksi pada daerah
 Mempertahankan teknik
penusukan IABP
perawatan luka secara steril
A : Infeksi tidak terjadi

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


54

 Mengobservasi tanda-tanda P : Pertahankan intervensi


infeksi
 Memotivasi pasien untuk
menghabiskan porsi dietnya

04/03/2014  Mengobservasi daerah S : -


14.00- penusukan IABP dan post PCI O:
20.30  Mempertahankan teknik  Tidak terdapat tanda-tanda
perawatan luka secara steril infeksi pada daerah

 Mengobservasi tanda-tanda penusukan IABP dan post

infeksi PCI

 Memotivasi pasien untuk  IABP dan sheat PCI sudah di

menghabiskan porsi dietnya aff


A : Infeksi tidak terjadi
P : Pertahankan intervensi

3.2.5 Core
Pasien mengatakan khawatir dengan penyakit yang di deritanya karena nyeri yang
dirasakan masih hilang timbul, klien lebih banyak terdiam dan lebih sering
mengatakan ingin istirahat saja. Keluarga mengatakan klien seseorang yang aktif
di masyarakat, bergaul baik dengan keluarga maupun masyarakat, tetapi sejak
sakit pasien lebih banyak diam dan sedikit temperamental.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


55

Tabel 3.6
Diagnosa dan intervensi keperawatan pada masalah keperawatan
kecemasan dan kurang pengetahuan pada Tn.D
tanggal 28 Februari s.d tanggal 4 Maret 2014
di ruang CVC RSPJNHK Jakarta

No Kebutuhan untuk Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


dibantu (Diagnosa Hasil
Keperawatan)
1. Cemas b.d perubahan NOC : NIC :
status kesehatan Anxiety control Anxiety Reduction
Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan
selama 1x24 jam, yang menenangkan
kecemasan klien 2. Nyatakan dengan jelas
berkurang dengan kriteria harapan terhadap pelaku
hasil : pasien
1. Klien mampu 3. Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi dan dan apa yang dirasakan
mengungkapkan gejala selama prosedur
cemas 4. Pahami perspektif pasien
2. Mengidentifikasi, terhadap situasi stres
mengungkapkan dan 5. Temani pasien untuk
menunjukkan tehnik memberikan keamanan
untuk mengontol dan mengurangi rasa
cemas cemas
3. Vital sign dalam batas 6. Berikan informasi
normal faktual mengenai
4. Postur tubuh, ekspresi diagnosis, tindakan
wajah, bahasa tubuh prognosis
dan tingkat aktivitas 7. Dorong keluarga untuk
menunjukkan menemani
berkurangnya 8. Lakukan back / neck rub

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


56

No Kebutuhan untuk Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


dibantu (Diagnosa Hasil
Keperawatan)
kecemasan 9. Dengarkan dengan
penuh perhatian
10.Identifikasi tingkat
kecemasan
11.Bantu pasien mengenal
situasi yang
menimbulkan kecemasan
12.Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
13. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
14.Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan

2. Kurang pengetahuan b.d NOC NIC


kurangnya informasi Knowledge : disease Teaching : disease process
process, medication, 1. Kaji pengetahuan dasar
treatment procedure pasien dan keluarga
Setelah dilakukan tentang
pendidikan kesehatan penatalaksanaan
selama 30 menit penyakit pasien untuk
pengetahuan pasien mencegah kekambuhan
bertambah dengan kriteria 2. Review bersama-sama
hasil : pasien dan keluarga
1. Pasien dapat tentang tanda-tanda
menjelaskan yang spesifik dari

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


57

No Kebutuhan untuk Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


dibantu (Diagnosa Hasil
Keperawatan)
penyakitnya, penyakit pasien
pengobatan dan 3. Jelaskan tentang
paham cara pentingnya mengelola
pencegahan faktor resiko dengan
kekambuhan berulang benar : obesitas,
2. Menjelaskan rasional diabetes mellitus,
kenapa terapi dislipidemia dan
diberikan hipertensi
3. Merubah gaya hidup 4. Jelaskan pada keluarga
sesuai dengan untuk berpartisipasi
pengetahuan yang dalam kegiatan
didapat rutinitas pasien dan
4. Menambah percaya terus memotivasi
diri bahwa pasien pasien dalam
dapat mengontrol melaksanakan
penyakitnya penatalaksanaan
5. Memperlihatkan penyakitnya
kepuasan terhadap 5. Lakukan evaluasi
terapi yang diberikan terhadap penjelasan
6. Mempunyai sumber yang telah diberikan
untuk bertanya jika
pasien sudah pulang
ke rumah

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


58

Tabel 3.7
Implementasi dan evaluasi keperawatan pada masalah keperawatan
kecemasan dan kurang pengetahuan
pada Tn.D tanggal 28 Februari s.d tanggal 4 Maret 2014
di ruang CVC RSPJNHK Jakarta
No Tanggal, Implementasi Evaluasi
Dx Jam
1. 28/02/2014  Membina hubungan saling S : -
07.30- percaya dengan pasien Allo anamnesa dengan keluarga,
1430  Menjelaskan setiap pasien menolak untuk dilakukan
prosedur yang akan prosedur yang sudah
dilakukan terhadap pasien direncanakan (IABP, early PCI)
 Menjelaskan bahwa O :
prosedur yang dilakukan  Klien lebih banyak diam
untuk kebaikan pasien  Ekspresi wajah tegang
 Menjelaskan pada pasien  Mengatakan ingin tidur jika
bahwa reaksinya adalah di ajak bicara
reaksi yang normal dan A : Masalah belum teratasi
tidak hanya pasien yang P : lanjutkan intervensi
mengalaminya
 Mendorong pasien untuk
bercerita tentang apa yang
dicemaskannya
 Memberikan dukungan
positif pada pasien
 Menganjurkan keluarga
menemani dan meberikan
dukungan pada pasien
 Menganjurkan pasien untuk
menggunakan teknik
relaksasi bila kecemasan
datang

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


59

01/03/2014  Membina hubungan saling S : Khawatir penyakitnya tidak


07.30- percaya dengan pasien akan sembuh
1430  Menjelaskan setiap O :
prosedur yang akan  Mulai kooperatif
dilakukan terhadap pasien  Menerima pada saat perawat
 Menjelaskan bahwa datang
prosedur yang dilakukan  Sesekali sudah tersenyum
untuk kebaikan pasien  Menunjukkan area nyeri
 Menjelaskan pada pasien dada yang sering dirasakan
bahwa reaksinya adalah  Mau mendemonstrasikan
reaksi yang normal dan tehnik relaksasi yang
tidak hanya pasien yang diajarkan
mengalaminya  Keluarga ikut memberikan
 Mendorong pasien untuk dukungan pada pasien
bercerita tentang apa yang A : Masalah belum teratasi
dicemaskannya P : Lanjutkan intervensi
 Memberikan dukungan
positif pada pasien
 Menganjurkan keluarga
menemani dan meberikan
dukungan pada pasien
 Menganjurkan pasien untuk
menggunakan teknik
relaksasi bila kecemasan
datang

03/03/2014
 Menjelaskan setiap S : Cemas berkurang
14.00-
prosedur yang akan O :
20.30
dilakukan terhadap pasien  Tampak mendengarkan
(dr. Joel menjelaskan penjelasan dr. Joel dengan
tindakan early PCI yang antusias
akan dilakukan)  Pasien tampak tenang

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


60

 Menjelaskan bahwa  Menerima prosedur yang akan


prosedur yang dilakukan dilakukan
untuk kebaikan pasien  Keluarga mendukung penuh
 Mendorong pasien untuk pasien
bercerita tentang apa yang A : masalah teratasi sebagian
dicemaskannya P : Lanjutkan intervensi
 Memberikan dukungan
positif pada pasien
 Menganjurkan keluarga
menemani dan meberikan
dukungan pada pasien
 Menganjurkan pasien untuk
menggunakan teknik
relaksasi bila kecemasan
datang

04/03/2014  Mendorong pasien untuk S : Sudah tidak cemas lagi, pasien


14.00- bercerita tentang apa yang mengatakan akan pindah
20.30 dicemaskannya ruangan

 Memberikan dukungan O :
positif pada pasien  Pasien tampak tenang
 Terlihat percaya diri
A : masalah teratasi
P : Stop intervensi

2. 28/02/2014
 Mengkaji pengetahuan S : Mengatakan ingin istirahat
07.30-
dasar pasien dan keluarga O :
1430
tentang penatalaksanaan  Pasien tampak tidak
penyakit pasien untuk kooperatif
mencegah kekambuhan  Menutup matanya dengan
 Menjelaskan tentang cepat
pentingnya mengelola  Ekspressi wajah tidak mood

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


61

faktor resiko dengan benar A : masalah belum teratasi


: obesitas, diabetes P : lanjutkan intervensi
mellitus, dislipidemia dan
hipertensi
 Menganjurkan pada
keluarga untuk
berpartisipasi dalam
kegiatan rutinitas pasien
 Menganjurkan keluarga
untuk terus memotivasi
pasien dalam program
pengobatan dan perawatan
 Melakukan evaluasi
terhadap penjelasan yang
telah diberikan

01/03/2014  Menjelaskan tentang S : Paham apa yang dijelaskan


07.30- pentingnya mengelola perawat
1430 faktor resiko dengan benar O :
: obesitas, diabetes  Pasien kooperatif
mellitus, dislipidemia dan  Bertanya pada perawat tentang
hipertensi penyakitnya
 Menganjurkan pada  Pasien menjawab sesuai
keluarga untuk dengan pertanyaan yang
berpartisipasi dalam diajukan
kegiatan rutinitas pasien A : Masalah teratasi
 Menganjurkan keluarga P : Pertahankan intervensi
untuk terus memotivasi
pasien dalam program
Melakukan evaluasi
terhadap penjelasan yang
telah diberikan

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


62

3.3 Analisis Penerapan model Lydia Hall pada 30 kasus kelolaan

Kegiatan residensi III dilaksanakan selama 4 bulan terhitung mulai dari tanggal 17
Februari 2014 s.d 20 Mei 2014. Kasus-kasus yang dikelola oleh residen adalah
kasus-kasus kasrdiovaskular di ruangan ; Instalasi Gawat Darurat (IGD),
Intermediate Ward (IW) Bedah, Intensive Cardiovaskular Care Unit (ICVCU),
Cardiovaskular Care (CVC), Kamar Operasi. Selama praktek residen mengelola
30 kasus dengan menggunakan model Lydia Hall yang meliputi kasus : Sindrom
Koroner Akut (SKA), Bedah jantung, Congestif Heart Failure CHF) dan Acute
Decompensated Heart Failure (ADHF). Perincian kasus yang dikelola residen
diliat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.8
Distribusi Kasus Kelolaan Praktek Residensi Berdasarkan Diagnosa Medik di
RSJPD Harapan Kita thaun 2014 (n=30 0rang)
No Kasus r %
1. SKA 11 36,6
2. Bedah Jantung 11 36,6
3. CHF 4 13,4
4. ADHF 3 10
5 Aritmia 1 3,33
Total 30 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kasus SKA dan bedah jantung
merupakan kasus yang dikelola paling banyak oleh residen masing-masing 11
kasus (36,6%) kemudian CHF 4 kasus (13,4%), ADHF 3 kasus (13,4%) dan
aritmia berjumlah 1 kasus (3,33%)

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


63

Tabel 3.9
Distribusi kasus kelolaan praktek residensi di RSJPD Harapan Kita Berdasarkan
umur dan jenis kelamin tahun 2014 (n=30 0rang)

No Kasus Jenis kelamin Usia


Jenis f % Jenis f %
≤ 50 2 22,2
Laki-laki 9 81,8 >50 7 77,8
1. SKA Perempuan 2 18,2 ≤ 50 2 100
>50
≤ 50 1 18,2
2. Bedah Laki-laki 8 72,7 >50 9 81,8
Jantung Perempuan 3 27,3 ≤ 50 1 100
>50
≤ 50
3. CHF Laki-laki 3 75 >50 3 100
Perempuan 1 25 ≤ 50 1 100
>50
≤ 50
4. ADHF Laki-laki 2 66,6 >50 2 100
Perempuan 1 33,4 ≤ 50 1 50
>50 1 50
≤ 50
5. Aritmia Laki-laki 1 100 >50 1 100
Perempuan ≤ 50
>50

Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa SKA dan bedah
jantung merupakan kasus yang paling banyak dikelola oleh residen dan
dominan terjadi SKA pada laki-laki lebih banyak (81,8%) dibandingkan
dengan perempuan (18,2%), lebih banyak terjadi pada usia > 50 tahun.

3.3.1 Sindrom Koroner Akut


Sindrom koroner akut merupakan sebagian besar kasus yang dikelola residen
yaitu berjumlah 11 kasus, yang terdiri dari 2 STEMI, 1 di ruang Instalasi Gawat
darurat (IGD) dan 1 di Cardiovascular Care (CVC), NSTEMI berjumlah 5 kasus,
4 di CVC, 1 di IGD dan 4 kasus UAP keseluruhan di IGD.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


64

3.3.2 Bedah Jantung

Residen mengelola 11 kasus bedah jantung , diantaranya 6 di Intensive


Cardiovascular Care Unit (ICVCU), 4 di IW Bedah dan 1 di OK. Mayoritas
pasien yang dikelola adalah post CABG dengan 3VD pada EF yang berbeda-beda.

3.3.3 Congestive Heart Failure (CHF)

Pasien kelolaan dengan CHF sebanyak 4 orang, dan keseluruhan di rawat di


Cardiovasculare Care (CVC).

3.3.4 Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)

Pasien kelolaan dengan ADHF sebanyak 3 orang, dan keseluruhan di rawat di


Instalasi Gawat Darurat.

3.3.5 Aritmia

Residen hanya mengelola satu pasien dengan aritmia dengan jenisnya Atrial
Fibrilasi Rapid Ventricular Respon (AFRVR) yang bertempat di ruang Instalasi
Gawat Darurat

3.4 Penerapan Evidence Based Nursing Practice (EBNP) pada Gangguan


Sistem Kardiovaskular
3.4.1 Latar Belakang
Nyeri dada pada pada sternum merupakan komplikasi yang umum tejadi setelah
CABG. Nyeri pada sternotomy diakibatkan adanya jaringan syaraf yang terpotong
pada lapisan kulit yang di jelaskan dengan keluhan nyeri di sekitar daerah operasi
dan daerah terpotongnya jaringan itu berada.. Nyeri dapat berlangsung selama 3
bulan sebagai nyeri kronis diawali dengan nyeri akut yang dimulai dari 1 jam
pertama pada tindakan CABG dan biasanya akan membaik setelah diberikan obat-
obatan jenis narkotika sampai 48 jam setelah pembedahan. Nyeri menyebabkan
aktivasi dari sistem persyarafan dan sistem kardiovaskular yang akan membentuk
siklus peningkatan gambaran haemodinamik jantung. Respon fisiologis
berhubungan dengan adanya nyeri akut yang dirasakan dengan bekerjanya syaraf

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


65

autonom yang berlebihan meliputi ; peningkatan cardiac output, frekwensi nadi


dan tekanan darah serta pernafasan. Nyeri juga dapat meningkatkan emosi klien
yang secara verbal atau non verbal yang dapat diobservasi seperti adanya
kecemasan dan ketakutan.

Rasa nyeri juga berefek pada peningkatan aktifitas klien dan meningkatkan
terjadinya komplikasi seperti immobilisasi, keterlambatan penyembuhan,
pneumonia, dan menambah biaya perawatan (Caudill, 2009). Foot Reflexlogy
merupakan salah satu terapi komplementer non farmakologi dan non invasive
yang dapat mengontrol atau mengurangi rasa nyeri klien dengan sternotomy post
CABG. Terapi komplementer ini belum pernah dilakukan pada pasien sternotomy
post CABG. Foot Reflexology sangat mudah dilakukan dan dapat diterapkan
untuk mengurangi nyeri pada pasien sternotomy post CABG

3.4.2 Hasil Penelitian Jurnal


3.4.2.1 Shermeh S, Bozorgzad, Ghouforian, et all (2009) dengan judul “Effect of
foot reflex massage on sternotomy pain after coronary artery bypass graft
surgery”.
Shermeh et all mengadakan penelitian untuk mengetahui efek foot reflex massage
pada klien dengan sternotomy post CABG terhadap penurunan nyeri. Hal yang
diukur adalah intensitas nyeri, tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi nafas.

Studi quasi experimental dengan metode pengambilan sampel yang dilakukan


dengan teknik random. McGill Visual Scale (MVS) atau sama dengan Visual
Analog Scale (VAS) sebagai single pain scale, digunakan untuk mengukur nyeri.
tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas diukur sebelum dan setelah tindakan.
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 90 klien yang dibagi pada tiga grup ;
intervensi, kontrol dan placebo. Grup intervensi menerima foot reflexology pada
kaki kanan selama 10 menit yang dilakukan 2 hari sekali dengan interval waktu
setiap 4 jam selama 2 hari. Grup placebo menerima foot reflexology selama 10
menit pada kaki kiri dan kontrol group tidak dilakukan intervensi. Setelah
diberikan terapi foot reflexology tingkatan nyeri menurun secara signifikan pada 3

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


66

grup (p<0.001). Independent T test memperlihatkan hasil penurunan yang


signifikan pada intensitas nyeri post CABG antara grup intervensi dengan grup
kontrol (p<0.001). Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa metode foot reflexology
sangat bermanfaat untuk mengurangi nyeri pada klien dengan sternotomy post
CABG.

3.4.2.2 Bagheri N, Zargar N, Khalilian A et all (2012) judul “The effect of foot
reflexology massage on pain and fatigue of patients after coronary artery
bypass graft”
Bagheri et all mengadakan penelitian untuk mengetahui efek dari foot
reflexology untuk mengurangi nyeri dan keletihan pada klien post CABG. Hal
yang diukur adalah skala nyeri berdasarkan Visual Analogue Scale (VAS),
tekanan darah, frekuensi nadi.

Metode pengambilan sample menggunakan tehnik random sampling, sebanyak


80 klien yang di rawat setelah post CABG di Mazandran Heart Center. Kemudian
sampel dibagi menjadi 2 grup, grup intervensi dan kontrol. Grup intervensi
mendapatkan foot reflexology selama 20 menit pada kaki kiri setelah 2 hari post
CABG untuk 4 hari berturut-turut. Pada kontrol grup, kaki kiri klien hanya
diberikan pelembab selama 1 menit tanpa memberikan tekanan. Intensitas nyeri
dan kelelahan di ukur sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan
visual analogue scale. Analisa dedkriptif dan statistic inferensial digunakan untuk
menganalisa data.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada tingkat


nyeri dan kelelahan setelah dilakukan intervensi pada 2 grup ( p = 0.0001).
melihat pada penelitian ini, bahwa foot reflexology merupakan intervensi yang
bermanfaat untuk mengurangi nyeri dan kelelahan pada klien post CABG.

3.4.2.3 Babajani S, Darzi Babatabar H, Ebadi A et all (2013), judul “ The effect of
foot reflexology massage on the level of pain during chest tube removal
after open heart surgery”

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


67

Babajani et all mengadakan penelitian untuk mengetahui efek dari foot


reflexology untuk mengurangi nyeri saat removal of chest tube pada pasien post
CABG. Hal yang diukur adalah skala nyeri berdasarkan Numerical Rating Scale
(NRS).

Metode pengambilan sample menggunakan tehnik random sampling, sebanyak


90 pasien yang di rawat setelah post CABG di Baqiyatallah Medical Sciences.
Kemudian sampel dibagi menjadi 3 grup, grup intervensi, control dan placebo.
Grup intervensi mendapatkan foot reflexology pada bagian depan jari kaki 1-3,
dan pada placebo group foot reflexology dilakukan pada bagian belakang jari kaki
1-3 masing-masing selama 10 menit sebelum dilakukan removal chest tube. Nyeri
di ukur setelah removal chest tube dilakukan dan segera didokumentasikan.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan tidak signifikan tingkat nyeri


pada group intervensi (p = 0.08) sedangkan pada kelompok kontrol dan placebo
terdapat peningkatan nyeri yang signifikan pada saat removal chest tube dilakukan
(p = 0.001 dan p = 0.000) . Dapat disimpulkan bahwa foot reflexology sangat
berguna untuk intervensi keperawatan dalam mengurangi rasa nyeri pada removal
chest tube setelah CABG. Intervensi ini merupakan kemajuan dalam dunia
keperawatan dan mempercepat penyembuhan pasien CABG dengan biaya yang
murah dan tanpa komplikasi

3.4.3 Praktik Keperawatan Berdasarkan Pembuktian


3.4.3.1 Penerapan Evidence Base Nursing Practice (EBNP)

Tempat pelaksanaan adalah ruangan IW bedah yang dilaksanakan pada tanggal 05


Mei s.d tanggal 25 Mei 2014. Subjek dalam penerapan EBNP ini adalah pasien
paska bedah jantung yang dirawat di ruang IW Bedah dengan kriteria inklusi :
bersedia menjadi responden, usia kurang dari 70 tahun, pasien kooperatif,
hemodinamik stabil, sudah tidak mendapatkan obat narkotika (MO), mendapat
terapi parasetamol 3x1000 mg, hari kedua sampai hari keenam post operasi, skala
nyeri ringan s.d sedang, telapak kaki sehat. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


68

pasien yang tidak sadar, mempunyai gangguan mental, tampak perdarahan di area
kulit yang akan dilakukan foot reflexology, terlihat adanya infeksi pada area yang
akan dilakukan foot reflexology.

Jumlah subjek yang diambil dalam penerapan EBNP ini diambil berdasarkan
perhitungan The Number Needed to Treat (NNT), yang dipandang tepat dalam
menilai efek dari suatu intervensi (Gouskova, Kundu & Imrey, 2010). Diketahui
bahwa proporsi keberhasilan kelompok intervensi = 0,334 dan proporsi
keberhasilan kelompok kontrol = 0,5, sehingga jumlah subjek sebanyak 12 0rang.
Jumlah subjek dalam penerapan EBNP ini adalah minimal 12 orang.

Pelaksanaan EBNP untuk kelompok intervensi ; mengidentifikasi pasien yang


memenuhi kriteria inklusi dengan mengobservasi langsung keadaan umum pasien
dan melihat dokumentasi catatan keperawatan dan medis pasien, menjelaskan
pada pasien tentang tujuan, manfaat dan prosedur pelaksanaan EBN, bila pasien
telah mengerti dan bersedia menjadi responden, jelaskan bahwa pada saat
dilakukan foot reflexology pasien harus tenang dan rileks, menyiapkan alat zaitun
oil atau sejenisnya, sebelum tindakan dilakukan tanyakan pada pasien skala nyeri
yang dirasakan dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS), mengukur
tekanan darah, frekuensi oksigen dan pernapasan. Pasien ditempatkan dalam
posisi supine senyaman mungkin, lalu lepaskan papan tempat tidur di dekat kaki
pasien untuk mempermudah perawat melakukan foot reflexology, selain itu tempat
tidur ditinggikan sesuai dengan kebutuhan untuk mendapatkan posisi yang
nyaman bagi pasien dan perawat selama foot reflexology dilakukan. Sebelum
melakukan foot reflexology, perawat mengobservasi titik telapak kaki yang akan
di lakukan reflexology apakah ada luka atau tidak, perawat kemudian mencuci
tangan lalu usapkan zaitun oil pada area yang akan dilakukan reflexology
secukupnya, lamanya selama 10 menit, setelah selesai dilakukan evaluasi :
menanyakan tingkatan nyeri, mengukur tekanan darah, frekuensi nadi dan
pernapasan.

Pada kelompok kontrol : mengkaji skala nyeri dengan menggunakan Visual


Analogue Scale (VAS), mengukur tekanan darah, frekuensi nadi dan pernapasan,

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


69

dan tidak dilakukan apapun selama 10 menit. Setelah itu mengkaji skala nyeri
dengan VAS, mengukur tekanan darah, frekuensi nadi dan pernapasan.

3.4.3.2 Hasil Penerapan EBNP

Penerapan EBNP ini dilakukan pada 6 orang responden kelompok intervensi dan
6 orang kelompok kontrol. Responden adalah pasien sternotomy post CABG,
kelompok intervensi diberikan terapi foot reflexology selama 10 menit sedangkan
kelompok kontrol tidak dilakukan apapun. Semua responden mendapatkan terapi
paracetamol 3 x 1000 mg dengan cara pemberian oral. Adapun hasil dari EBNP
dapat dilihat pada paparan di bawah ini :

(1) Karakteristik Responden


Karakteristik responden dalam penerapan EBNP ini dapat dilihat dari tabel di
bawah ini :

Tabel 3.10
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin Di
IW Bedah RSJPD Harapan Kita Bulan Mei 2014
Kelompok Kelompok
Intervensi Intervensi Jumlah
No Variabel (n=6) (n=6) (n=12)
f (x) % f (x) % f (x) %
1 Jenis kelamin
Perempuan 1 16.7 2 33.4 3 25
Laki-laki 5 83.3 4 66.6 9 75

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden


pada kelompok intervensi berjenis kelamin laki-laki (83.3%), begitu juga
pada kelompok kontrol (66.6%)

(2) Pengaruh foot reflexology terhadap nyeri, tekanan darah, frekuensi nadi dan
pernapasan pada responden

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


70

Pengujian pengaruh foot reflexology pada kelompok intervensi dan kelompok


kontrol dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi. Apabila ada perbedaan skala nyeri, tekanan darah, frekuensi
nadi dan pernafasan responden antara sebelum dan sesudah perlakuan
membuktikan bahwa ada pengaruh foot reflexology terhadap skala nyeri, tekanan
darah, frekuensi nadi dan pernapasan. Hasil analisis sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 3.11
Analisis pengaruh foot reflexology terhadap sistolik, diastolik, frekuensi
nadi, frekuensi pernapasan, dan skala nyeri yang dilakukan pada waktu
siang dan sore selama 2 hari berturut-turut di R. IW Bedah RSJPD
Harapan Kita Bulan Mei 2014

Siang Sore
Kelompok Mean Mean P Mean Mean P
SD SD
(Pre) (Post) Value (Pre) (Post) Value
 Kontrol
- Hari – 1
o Sistolik 120.67 120.50 3.656 0.915 121.50 119.50 2.000 0.058
o Diastolik 64.83 66.17 5.428 0.574 67.00 66.33 2.503 0.543
o HR 82.33 81.00 4.844 0.530 83.67 81.33 3.386 0.152
o RR 24.33 25.67 3.502 0.394 24.33 24.17 2.927 0.895
o Nyeri 4.83 4.67 0.408 0.363 4.83 4.67 0.753 0.611
- Hari - 2
o Sistolik 120.33 118.83 3.391 0.328 120.00 119.67 4.457 0.862
o Diastolik 67.33 67.00 3.983 0.846 66.83 66.67 3.371 0.908
o HR 82.83 83.17 3.724 0.835 82.50 81.67 3.545 0.590
o RR 23.50 24.33 2.401 0.434 22.00 22.83 2.229 0.402
4.17 3.83 0.516 0.175 4.00 3.83 0.408 0.363
 Intervensi
- Hari – 1
o Sistolik 121.67 117.67 2.608 0.013 119.83 117.00 1.722 0.010

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


71

o Diastolik 69.83 65.50 2.066 0.004 67.50 63.83 1.751 0.004


o Hr 83.67 78.67 4.195 0.033 81.67 79.83 0.983 0.006
o Rr 26.00 23.33 1.862 0.017 25.33 22.33 1.265 0.002
o Nyeri 5.33 4.33 0.754 0.014 4.50 3.50 0.632 0.012

- Hari - 2
o Sistolik 118.83 116.17 1.211 0.003 119.50 116.67 1.169 0.002
o Diastolik 70.00 66.33 1.211 0.001 72.00 68.50 1.871 0.006
o HR 82.83 79.67 1.472 0.003 81.17 79.17 1.095 0.007
o RR 24.33 21.67 1.033 0.001 23.67 21.67 1.265 0.012
o Nyeri 4.33 3.50 0.753 0.42 3.83 3.17 0.516 0.025

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari pertama di waktu siang hari rata-rata sistolik
sebelumnya adalah sebesar 120.67 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata
sistolik sebesar 120.50 dengan SD = 3.656, setelah dilakukan pengujian dengan
menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan sistolik yang tidak signifikan
dengan nilai p = 0,915 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan sistolik
sebesar 0,17 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata sistolik sebelum
dilakukan foot reflexology sebesar 121,67 dan setelah dilakukan rata-rata sistolik
sebesar 117,67 dengan SD = 2,608, dan hasil pengujian dengan t-dependent
didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,013 (p value < α = 0,05)
dengan rata-rata penurunan sistolik 4 poin.

Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari pertama di waktu
sore hari rata-rata sistolik sebelumnya adalah sebesar 121.50 dan setelah sepuluh
menit didapatkan rata-rata sistolik sebesar 119.50 dengan SD = 2.000, setelah
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan
sistolik yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,058 (p value < α = 0,05) dengan
rata-rata penurunan sistolik sebesar 2 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan
rata-rata sistolik sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 119,83 dan setelah
dilakukan rata-rata sistolik sebesar 117,00 dengan SD = 1.722, dan hasil

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


72

pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p =


0,010 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan sistolik 2.83 poin.

Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari pertama di waktu siang hari rata-rata diastolik
sebelumnya adalah sebesar 64,83 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata
diastolik sebesar 66,17 dengan SD = 5.428, setelah dilakukan pengujian dengan
menggunakan uji t-dependent terdapat peningkatan diastolik dengan nilai p =
0,574 (p value < α = 0,05). Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata
diastolik sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 69,83 dan setelah dilakukan
rata-rata diastolik sebesar 65,50 dengan SD = 2,066, dan hasil pengujian dengan t-
dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,001 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan diastolik 4.33 poin.

Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari pertama di waktu
sore hari rata-rata diastolik sebelumnya adalah sebesar 67.00 dan setelah sepuluh
menit didapatkan rata-rata diastolik sebesar 66.33 dengan SD = 2.503, setelah
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan
diastolik yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,543 (p value < α = 0,05) dengan
rata-rata penurunan diastolik sebesar 0,67 poin. Pada kelompok intervensi
didapatkan rata-rata diastolik sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 67,50
dan setelah dilakukan rata-rata diastolik sebesar 63,83 dengan SD = 1.751, dan
hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai
p = 0,004 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan sistolik 3.67 poin.

Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari pertama di waktu siang hari rata-rata frekuensi heart
rate sebelumnya adalah sebesar 82,33 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-
rata frekuensi nadi sebesar 81,00 dengan SD = 4.844, setelah dilakukan pengujian
dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan frekuensi heart rate
yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,530 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata
penurunan frekuensi heart rate 1,33 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan
rata-rata frekuensi heart rate sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 83,67
dan setelah dilakukan rata-rata frekuensi heart rate sebesar 78,67 dengan SD =

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


73

4,195, dan hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan
dengan nilai p = 0,033 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi
heart rate sebesar 5 poin.

Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari pertama di waktu
sore hari rata-rata frekuensi heart rate sebelumnya adalah sebesar 83.67 dan
setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata frekuensi heart rate sebesar 81.33
dengan SD = 3,386, setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-
dependent terdapat penurunan frekuensi heart rate yang tidak signifikan dengan
nilai p = 0,152 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi heart
rate sebesar 2,34 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata frekuensi
heart rate sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 81,67 dan setelah dilakukan
rata-rata frekuensi heart rate sebesar 79,83 dengan SD = 0,983 dan hasil pengujian
dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,006 (p
value < α = 0,05) dengan rata-rata frekuensi heart rate 1.84 poin.

Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari pertama di waktu siang hari rata-rata frekuensi
pernapasan sebelumnya adalah sebesar 24,33 dan setelah sepuluh menit
didapatkan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 25,67 dengan SD = 3,502,
setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat
penigkatan frekuensi heart rate yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,394 (p
value < α = 0,05) dengan rata-rata peningkatan frekuensi pernafasan 1,34 poin.
Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata frekuensi pernapasan sebelum
dilakukan foot reflexology sebesar 26,00 dan setelah dilakukan rata-rata frekuensi
heart rate sebesar 23,33 dengan SD = 1,862, dan hasil pengujian dengan t-
dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,017 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi pernapasan sebesar 3,33 poin.

Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari pertama di waktu
sore hari rata-rata frekuensi pernapasan sebelumnya adalah sebesar 24.33 dan
setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 24.17
dengan SD = 2,927, setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-
dependent terdapat penurunan frekuensi pernapasan yang tidak signifikan dengan

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


74

nilai p = 0,895 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi


pernapasan sebesar 0.16 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata
frekuensi pernapasan sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 25,33 dan
setelah dilakukan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 22,33 dengan SD = 1,265
dan hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan
nilai p = 0,002 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi
pernapasan 3 poin.

Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari pertama di waktu siang hari rata-rata skala nyeri
sebelumnya adalah sebesar 4,83 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata
skala nyeri sebesar 4,67 dengan SD = 0,408, setelah dilakukan pengujian dengan
menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan skala nyeri yang tidak
signifikan dengan nilai p = 0,363 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan
skala nyeri 0,16 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata skala nyeri
sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 5,33 dan setelah dilakukan rata-rata
skala nyeri sebesar 4,33 dengan SD = 0,862, dan hasil pengujian dengan t-
dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,009 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan skala nyeri sebesar 1 poin.

Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari pertama di waktu
sore hari rata-rata skala nyeri sebelumnya adalah sebesar 4.83 dan setelah sepuluh
menit didapatkan rata-rata skala nyeri sebesar 4.67 dengan SD = 0,753, setelah
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan
frekuensi skala nyeri yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,611 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan skala nyeri sebesar 0.16 poin. Pada kelompok
intervensi didapatkan rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan foot reflexology
sebesar 4,50 dan setelah dilakukan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 3,50
dengan SD = 1,265 dan hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang
signifikan dengan nilai p = 0,012 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan
frekuensi pernapasan 1 poin.

Dari hasil analisis diatas disimpulkan bahwa pada kelompok kontrol tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara sistolik, diastolik, frekuensi heart rate dan

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


75

pernapasan serta skala nyeri sebelum dan sesudah waktu 10 menit terhadap
penurunan nyeri pada pasien sternotomy post CABG yang dilakukan pada hari
pertama di waktu siang dan sore, kemudian pada kelompok intervensi terdapat
perbedaan bermakna antara sistolik, diastolik, frekuensi heart rate dan pernapasan
serta skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan foot reflexology terhadap
penurunan nyeri pada pasien sternotomy post CABG yang dilakukan pada hari
pertama di waktu siang dan sore

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari kedua di waktu siang hari rata-rata sistolik
sebelumnya adalah sebesar 120.33 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata
sistolik sebesar 118.83 dengan SD = 3.391, setelah dilakukan pengujian dengan
menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan sistolik yang tidak signifikan
dengan nilai p = 0,328 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan sistolik
sebesar 1,5 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata sistolik sebelum
dilakukan foot reflexology sebesar 118,83 dan setelah dilakukan rata-rata sistolik
sebesar 116,67 dengan SD = 1,211, dan hasil pengujian dengan t-dependent
didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,003 (p value < α = 0,05)
dengan rata-rata penurunan sistolik 2,16 poin.

Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari kedua di waktu
sore hari rata-rata sistolik sebelumnya adalah sebesar 120.00 dan setelah sepuluh
menit didapatkan rata-rata sistolik sebesar 119.67 dengan SD = 2.457, setelah
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan
sistolik yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,862 (p value < α = 0,05) dengan
rata-rata penurunan sistolik sebesar 0,33 poin. Pada kelompok intervensi
didapatkan rata-rata sistolik sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 119,50
dan setelah dilakukan rata-rata sistolik sebesar 116,67 dengan SD = 1.169, dan
hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai
p = 0,002 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan sistolik 2,83 poin.

Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari kedua di waktu siang hari rata-rata diastolik
sebelumnya adalah sebesar 67,33 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


76

diastolik sebesar 67,00 dengan SD = 3.391, setelah dilakukan pengujian dengan


menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan diastolik dengan nilai p = 846
(p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan 0,33 poin. Pada kelompok
intervensi didapatkan rata-rata diastolik sebelum dilakukan foot reflexology
sebesar 70,00 dan setelah dilakukan rata-rata diastolik sebesar 66,33 dengan SD =
1,211, dan hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan
dengan nilai p = 0,001 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan diastolik
3,67 poin.

Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari kedua di waktu
sore hari rata-rata diastolik sebelumnya adalah sebesar 66.83 dan setelah sepuluh
menit didapatkan rata-rata diastolik sebesar 66.67 dengan SD = 3.371, setelah
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan
diastolik yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,908 (p value < α = 0,05) dengan
rata-rata penurunan diastolik sebesar 0.16 poin. Pada kelompok intervensi
didapatkan rata-rata diastolik sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 72,00
dan setelah dilakukan rata-rata diastolik sebesar 68,50 dengan SD = 1.871, dan
hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai
p = 0,006 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan sistolik 3.5 poin.

Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari kedua di waktu siang hari rata-rata frekuensi heart
rate sebelumnya adalah sebesar 82,83 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-
rata frekuensi nadi sebesar 83,17 dengan SD = 3.724, setelah dilakukan pengujian
dengan menggunakan uji t-dependent terdapat peningkatan frekuensi heart rate
yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,835 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata
peningkatan frekuensi heart rate 0,34 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan
rata-rata frekuensi heart rate sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 82,83
dan setelah dilakukan rata-rata frekuensi heart rate sebesar 79,67 dengan SD =
1.472, dan hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan
dengan nilai p = 0,003 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi
heart rate sebesar 3,16 poin.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


77

Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari kedua di waktu
sore hari rata-rata frekuensi heart rate sebelumnya adalah sebesar 82.50 dan
setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata frekuensi heart rate sebesar 81.67
dengan SD = 3,545, setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-
dependent terdapat penurunan frekuensi heart rate yang tidak signifikan dengan
nilai p = 0,590 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi heart
rate sebesar 0,83 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata frekuensi
heart rate sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 81,17 dan setelah dilakukan
rata-rata frekuensi heart rate sebesar 79,17 dengan SD = 1,095 dan hasil pengujian
dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,007 (p
value < α = 0,05) dengan rata-rata frekuensi heart rate 2 poin.

Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari pertama di waktu siang hari rata-rata frekuensi
pernapasan sebelumnya adalah sebesar 23,50 dan setelah sepuluh menit
didapatkan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 24,33 dengan SD = 2,401,
setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat
peningkatan frekuensi pernapasan yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,434 (p
value < α = 0,05) dengan rata-rata peningkatan frekuensi pernafasan o,83 poin.
Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata frekuensi pernapasan sebelum
dilakukan foot reflexology sebesar 24,33 dan setelah dilakukan rata-rata frekuensi
heart rate sebesar 21,67 dengan SD = 1,033, dan hasil pengujian dengan t-
dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,001 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi pernapasan sebesar 2,66 poin.

Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari kedua di waktu
sore hari rata-rata frekuensi pernapasan sebelumnya adalah sebesar 22.00 dan
setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 22.83
dengan SD = 2,229, setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-
dependent terdapat peningkatan frekuensi pernapasan yang tidak signifikan
dengan nilai p = 0,402 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata peningkatan frekuensi
pernapasan sebesar 0,83 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata
frekuensi pernapasan sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 23,67 dan

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


78

setelah dilakukan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 21,67 dengan SD = 1,265


dan hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan
nilai p = 0,012 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi
pernapasan 2 poin.

Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari kedua di waktu siang hari rata-rata skala nyeri
sebelumnya adalah sebesar 4,83 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata
skala nyeri sebesar 4,17 dengan SD = 0,516, setelah dilakukan pengujian dengan
menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan skala nyeri yang tidak
signifikan dengan nilai p = 0,175 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan
skala nyeri 0,66 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata skala nyeri
sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 4,33 dan setelah dilakukan rata-rata
skala nyeri sebesar 3,50 dengan SD = 0,753, dan hasil pengujian dengan t-
dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,042 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan skala nyeri sebesar 0,83 poin.

Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari kedua di waktu
sore hari rata-rata skala nyeri sebelumnya adalah sebesar 4.00 dan setelah sepuluh
menit didapatkan rata-rata skala nyeri sebesar 3.83 dengan SD = 0,408, setelah
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan
frekuensi skala nyeri yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,363 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan skala nyeri sebesar 0,17 poin. Pada kelompok
intervensi didapatkan rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan foot reflexology
sebesar 3,83 dan setelah dilakukan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 3,17
dengan SD = 0,516 dan hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang
signifikan dengan nilai p = 0,025 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan
frekuensi pernapasan 0,66 poin.

Dari hasil analisis diatas disimpulkan bahwa pada kelompok kontrol tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara sistolik, diastolik, frekuensi heart rate dan
pernapasan serta skala nyeri sebelum dan sesudah waktu 10 menit terhadap
penurunan nyeri pada pasien sternotomy post CABG yang dilakukan pada hari
kedua di waktu siang dan sore, kemudian pada kelompok intervensi terdapat

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


79

perbedaan bermakna antara sistolik, diastolik, frekuensi heart rate dan pernapasan
serta skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan foot reflexology terhadap
penurunan nyeri pada pasien sternotomy post CABG yang dilakukan pada hari
kedua di waktu siang dan sore

Tabel 3.12
Analisis pengaruh foot reflexology terhadap sistolik, diastolik, frekuensi
nadi, frekuensi pernapasan, dan skala nyeri terhadap hari dilakukannya
prosedur (pertama,kedua) di R. IW Bedah
RSJPD Harapan Kita Bulan Mei 2014

Hari I Hari II
Mean Mean Mean Mean
Kelompok P P
(Post) (Post) SD (Post) (Post) SD
Value Value
Siang Sore Siang Sore
 Intervensi
o Sistolik 117.67 117.00 6.861 0.821 116.17 116.67 4.135 0.779
o Diastolik 65.50 63.83 5.046 0.455 66.33 68.50 3.869 0.228
o Hr 78.67 79.83 5.672 0.636 79.67 79.17 3.082 0.707
o Rr 23.33 22.33 2.280 0.332 21.67 21.67 3.688 1.000
o Nyeri 4.33 3.50 0.983 0.093 3.50 3.17 0.516 0.175

Pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa foot reflexology tidak mempunyai
perbedaan yang bermakna terhadap hasil sistolik, diastolik, frekuensi heart rate
dan pernapasan serta skala nyeri yang dilakukan pada hari pertama dan kedua
(nilai p > 0,05), jadi foot reflexology dapat dilakukan baik pada hari pertama
maupun hari kedua.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


80

Tabel 3.13
Analisis pengaruh foot reflexology terhadap sistolik, diastolik, frekuensi
nadi, frekuensi pernapasan, dan skala nyeri terhadap waktu dilakukan
prosedur (siang, sore) selama 2 hari berturut-turut
di R. IW Bedah RSJPD Harapan Kita Bulan Mei 2014

Siang Sore
Mean Mean Mean Mean
Kelompok P P
(Post) (Post) SD (Post) (Post) SD
Value Value
Hari I Hari II Hari I Hari II
 Intervensi
o Sistolik 117.67 116.17 1.871 0.107 117.00 116.67 5.046 0.878
o Diastolik 65.50 66.33 6.616 0.770 63.83 68.50 7.118 0.169
o Hr 78.67 79.67 6.481 0.721 79.83 79.17 3.882 0.691
o Rr 23.33 21.67 2.422 0.153 22.33 21.67 4.502 0.732
o Nyeri 4.33 3.50 0.408 0.004 3.50 3.17 0.516 0.175

Pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa foot reflexology tidak mempunyai
perbedaan yang bermakna terhadap hasil sistolik, diastolik, frekuensi heart rate
dan pernapasan serta skala nyeri yang dilakukan pada waktu siang dan sore (nilai
p > 0,05), jadi foot reflexology dapat dilakukan baik pada siang hari maupun sore
hari.

3.5 Analisis perawat sebagai inovator


Kegiatam inovasi dilakukan dalam rangka menjalankan peran perawat spesialis
sebagai inovator, kegiatan ini merupakan kegiatan kelompok dengan anggota
kelompok terdiri dari : 1) Erwin, 2) Misfatria Noor, 3) Erlin Ifadah. Proyek
inovasi yang dilakukan oleh kelompok adalah tentang praktik klinik konsultan
keperawatan untuk pasien Congestive heart Failure (CHF) di unit rawat jalan
Rumah sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita Jakarta

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


81

3.5.1 Latar Belakang


Praktik keperawatan berkelanjutan merupakan proses dimana pasien dan tenaga
kesehatan bekerjasama dalam pengelolaan penangana masalah kesehatan untuk
mencapai kualitas kesehatan yang optimal dengan biaya yang efektif, perawatan
berkelanjutan berfokus pada pasien dengan kulaitas keperawatan yang terus
menerus (Gulliford,2006)

Keperawatan berkelanjutan sangat penting untuk pasien masalah kardiovaskular


khususnya pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF), tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah terjadinya rawat inap ulang
yang dapat membebani pasien dan keluarga (Huntington et al, 2011)

Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) atau biasanya dikenal dengan gagal
jantung kongestif merupakan suatu keadaan patofisiologis dimana jantung gagal
mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan
pengisian cukup. Gagal jantung merupakan kondisi yang telah diketahui selama
berabad-abad namun penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya
definisi tunggal kondisi ini. Gagal jantung merupakan keadaan klinis dan bukan
suatu diagnosis. (Gray , Dawkins, Morgan & Simpson, 2005).

Sekitar 3-20 per 1000 penduduk mengalami gagal jantung dan prevalensinya
meningkat seiring bertambahnya usia ( 100 per 1000 orang ) pada usia diatas 65
tahun (Gray , Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). Gagal jantung merupakan
penyakit kronis, saat ini penderita gagal jantung di Amerika 5.8 juta jiwa , dan
diperkirakan terdiagnosis setiap tahunnya sebanyak 670000 (Brinker, Mauren,
Garbez, Esquive, White, 2013). Di Inggris sekitar 100.000 pasien dirawat
dirumah sakit setiap tahunnya dengan penyakit CHF, ,mempresntasikan 5% dari
semua rawatan medis dan menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan
nasional (Gray , Dawkins, Morgan & Simpson, 2005).

Saat ini gagal jantung merupakan satu-satunya penyakit cardiovascular yang terus
meningkat insiden dan prevalensinya. Resiko kematian akibat gagal jantung
berkisar 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan dan akan meningkat 30-40%

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


82

pada gagal jantung berat. Gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering
memerlukan pengobatan ulang dirumah sakit meskipun pengobatan rawat jalan
telah diberikan secara optimal ( Suryadipraja, 2004). Dari hasil pencatatan dan
pelaporan rumah sakit Sitem Informasi Rumah Sakit (SIRS) menunjukkan adanya
case fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada gagal jantung yaitu sebesar 13.42%
(Riakesdas, 2007)

Salah satu media di Amerika Serikat mengadakan wawancara kesehatan online


tentang perlunya konsultan keperawatan dalam perawatan pasien dengan
Congestive Heart Failure, dan hasilnya beberapa orang mengatakan bahwa
konsultan keperawatan memberikan masukan yang baik tentang masalah
pengobatan, dan memandang pasien sebagai manusia yang seutuhnya. Beberapa
diantaranya mengatakan lebih nyaman berbicara dengan konsultan keperawatan
tentang masalah lain yang berhubungan dengan Congestive Herat Failure. Mereka
mengatakan konsultan keperawatan juga sangat terbuka dalam berdiskusi walau
hal yang sensitif sekalipun, termasuk masalah seks, kondisi terminal ataupun
kematian pada pasien Congestive Heart Failure (healt talk online, 2012)

Berdasarkan studi lapangan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta,
diketahui bahwa belum terdapat adanya praktek konsultan keperawatan, yang
dirasakan sangat penting dan perlu dimunculkan keberadaannya dengan tujuan
mencapai kualitas hidup pasien congstive heart failure dengan sebaik-baiknya.
Fenomena tersebut mendorong mahasiswa residensi untuk melakukan ujicoba
praktik konsultan keperawatan di poliklinik pada pasien dengan congestive heart
failure di unit rawat jalan RSJPD Hrapan Kita Jakarta

3.6 Praktek Konsultan Keperawatan


3.6.1 Definisi Praktek Keperawatan Profesional
Praktek keperawatan profesional adalah tindakan mandiri perawat profesional
melalui kerjasama dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Perawat
professional pada pengertian diatas adalah Perawat Ahli Madya, Perawat Ahli,

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


83

Ners, Ners Spesialis dan Ners Konsultan yang pendidikan keperawatannya berasal
dari jenjang perguruan tinggi keperawatan. Praktek keperawatan sebagai tindakan
keperawatan profesioanal menggunakan teoritis yang mantap dan kokoh dari
berbagai ilmu dasar : biologi, fisika, biomedik, perilaku, sosial dan ilmu
keperawatan sebagai landasan melakukan pengkajian, diagnosa, menyusun
rencana perawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Malkemes (1983) mengatakan bahwa praktik keperawatan professional adalah
suatu proses ketika Ners terlibat dengan pasien dan melalui kegiatan ini masalah
kesehatan pasien diiidentifikasi dan diatasi.

3.6.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Praktek Keperawatan Profesional


Tujuan Praktik Keperawatan Professional
a. Membantu individu untuk mandiri
b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan
c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan
secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara
kesehatan
d. Membantu individu memperoleh derajat secara optimal

Ruang Lingkup Praktik Keperawatan Profesional


a. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan
kompleks.
b. Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasihat,
konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui
pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem
klien.
c. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan
lainnya.
d. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB,
imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/
resep.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


84

3.6.3 Karakteristik Praktek Keperawatan Profesional

Chaska, 1990 menyatakan bahwa karakteristik praktek keperawatan professional


adalah :

a. Otoritas (Autority). Memiliki kewenangan sesuai dengan kealian yang akan


mempengaruhi proses asuhan melalui peran professional.
b. Akuntabilitas (accountability). Bertanggung gugat terhadap apa yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hokum yang berlaku dan bertanggung
jawab kepada pasien, diri sendiri dan profesi serta mengambil keputusan
yang berhubungan dengan asuhan.
c. Pengambil keputusan yang mandiri (independent decision making)
Kegiatan praktek keperawatan professional sesuai dengan kewenangannya
dengan dilandasi oleh pengetahuan yang kokoh dan menggunakan
pendekatan yang ilmiah dalam membuat keputusan (judgments) pada tiap
tahap proses keperawatan dalam menyelesaikan masalah pasien.
d. Kolaborasi (collaboration) dapat bekerjasama baik lintas program maupun
lintas sektoral dengan mengadakan hubungan kerjasama dengan berbagai
disiplin dalam mengakses masalah pasien dan membatu pasien
menyelesaikan masalahnya.
e. Pembelaan/dukungan (advocacy) bertindak demi hak pasien untuk
mendapatkan asuhan keperawatn yang bermutu dengan mengadakan
intervensi untuk kepentingan atau demi pasien dalam mengatasi
masalahnya, serta berhadapan dengan pihak-pihak lain yang lebih luas
(system large).
f. Fasilitasi (Facilitation) mampu memberdayakan pasien dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan dengan memaksimalkan potensi dari
organisasi dan system pasien-keluarga (client-family system) dalam asuhan.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


85

3.6.4 Konsultan Keperawatan


3.6.4.1 Definisi
Konsultan keperawatan adalah individu yang bekerja sebagai pelaksana sekaligus
peneliti dalam bidangnya dan merupakan anggota dari penelitian kritis
masyarakat.

3.6.4.2 Peran konsultan keperawatan


Seorang konsultan keperawatan harus meneliti apa yang dirasakan penting dalam
praktik yang dilakukan olehnya sehari-hari, meliputi :
a. Menggunakan peraturan sebagai perawat konsultan dalam praktek sehari-hari,
terutama dalam area :
 Praktik keperawatan yang sudah berpengalaman
 Kepemimpinan yang profesional dan kemahiran dalam fungsi konsultasi
 Pendidikan, pelatihan dan pengembangan fungsi keperawatan
 Praktik dan pengembangan pelayanan, penelitian dan evaluasi secara
keseluruhan
b. Mengembangkan keefektifan keberadaan konsultan keperawatan
c. Mendemonstrasikan kefektifan adanya perawat konsultan
d. Mengembangkan proses motivasi yang diperlukan untuk membantu
pengembangan perawat yang lain secara personal maupun profesional
(Manley et al, 2012)

3.7 Penerapan Inovasi di Unit Rawat Jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta

Penerapan inovasi berdasarkan latar belakang dan fenomena yang ada akan
dilakukan di unit rawat jalan RSJPD. Adapun alasan penerapan inovasi ini dapat
dilakukan di RSJPD adalah :

3.7.1.1 Strength (Kekuatan)


RSJPD merupakan pusat rumah sakit rujukan jantung dan pembuluh darah pada
tingkat nasional dan mempunyai visi untuk menjadi rumah sakit rujukan jantung
se Asia Pasifik pada tahun 2015 serta menjadikan rumah sakit sebagai rumah sakit
pendidikan yang meliputi pendidikan berorientasi pada penelitian dan pelatihan-

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


86

pelatihan kardiovaskular, adanya komitmen bersama di pihak RSJPD untuk


meningkatkan mutu pelayanan berdasarkan standar mutu pelayanan yang
ditetapkan oleh Joint Comission International (JCI)

3.7.1.2 Weakness (Kelemahan)


Belum adanya ruangan khusus yang memfasilitasi untuk digunakan dalam
pelaksanaan program perawat konsultan klinik. Pasien dengan congestive heart
failure masih sangat berfokus pada pengobatan.

3.7.1.3 Threat (Ancaman)


Tidak ada hambatan untuk melakukan ujicoba inovasi ini baik secara organisasi ,
administrasi dan biaya. Kerjasama dengan pihak manajemen RSJPD Harapan Kita
Jakarta sangat dibutuhkan dalam penerapan ujicoba inovasi ini ke depannya.

3.8 Gambaran Pelaksanaan Inovasi


3.8.1 Waktu pelaksanaan dan sasaran kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan di Unit Rawat Jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta mulai
tanggal 05 Mei s.d tanggal 16 Mei 2014. Sasaran kegiatan adalah pasien dengan
diagnosa congestive heart failure yang sudah pernah di rawat.

3.8.2 Tahapan kegiatan


Tahapan kegiatan dimulai dengan pemaparan proposal kegiatan di bidang
keperawatan, sosialisasi kegiatan di oliklinik tentang kegiatan praktek konsultasi
perawat spesialis, persiapan ruangan praktek konsultasi perawata spesialis,
pelaksanaan kegiatan praktek konsultasi perawat spesialis, selanjutnya dilakukan
evaluasi. Outcome kegiatan inovasi adalah adanya kebutuhan pasien congestive
heart failure terhadap keberadaan perawat konsultan spesialis, sebagai sumber
yang dibutuhkan untuk bertanya tentang hal-hal yang berkaitan dengan perawatan
congestive heart failure baik yang bersifat umum maupun yang bersifat privacy.
Tahap kegiatan dapat diihat pada tabel di bawah ini :

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


87

Tabel 3.14
Rincian kegiatan penerapan praktek konsultan keperawatan, identifikasi masalah
dan rencana tindak lanjut pasien dengan gangguan kardiovaskuler di unit rawat
jalan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita

No Kegiatan Minggu ke
I II III IV
1. Pemaparan proposal kegiatan di Bidang
Keperawatan
2. Sosialisasi kegiatan di poliklinik tentang kegiatan
praktek konsultasi perawat spesialis
3. Persiapan ruangan praktek konsultasi perawat
spesialis
4. Pelaksanaan kegiatan praktek konsultasi perawat
spesialis
5. Evaluasi
6. Laporan hasil.

3.9 Kegiatan dan hasil


3.9.1 Pemaparan proposal kegiatan di bidang keperawatan
Kegiatan pemaparan proposal dilaksanakan pada tanggal 28 April 2014, terdiri
dari Komite Keperawatan, Bidang Keperawatan, Diklit, Kepala Instalasi Rawat
Inap dan Rawat Jalan. Ka. Unit ruangan dan mahasiswa Residensi FIK UI. Hasil
kegiatan ini adalah persetujuan pelaksanaan kegiatan inovasi praktek perawat
konsultan klinik yang telah dibuat oleh mahasiswa residensi.

3.9.2 Sosialisasi praktek perawat konsultan klinik di unit rawat jalan


Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada tanggal 01 Mei 2014 pada Kepala Instalasi
Unit Rawat Jalan, Kepala Ruangan, Leader dan perawat pelaksana. Hasil kegiatan
adalah kesepakatan ujicoba praktik perawat konsultan klinik di unit rawat jalan.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


88

3.9.3 Uji coba dan Evaluasi


Mahasiswa residensi melaksanakan ujicoba praktek perawat konsultan klinik yang
dilakukan oleh ners spesialis jantung (Sp.KV). hasil dari pelaksanaan uji coba
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.15
Karakteristik pasien
berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, jumlah rawatan dan umur
No Variable Jumlah %
1 Jenis kelamin
Laki-laki 11 61.1
Perempuan 7 38.9
2 Pendidikan
SD 2 11.1
SMP 5 27.8
SMA 9 50.0
PT 2 11.1
3 Jumlah rawatan
1x 1 5.6
2x 13 72.2
3x 4 22.2

4 Mean Median Min-max


Umur 53.72 47 22_69

Berdasarkan tabel diatas dapat diuraikan pasien dengan jenis kelamin terbanyak
adalah laki-laki 11 orang (61.1%) dan perempuan sebanyak 7 orang (38.9%).
Pasien dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA sebanyak 9 orang
(50%), SMP sebanyak 5 orang (27.8%), SD 2 orang (11.1%) dan PT sebanyak 2
orang (11.1%). Rata-rata umur pasien adalah 53.72 dengan umur minimal 22 dan
umur maksimal 69 tahun

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


89

Tabel 3.16
Rekapitulasi Respon pasien dalam kegiatan praktek klinik konsultan
keperawatan di Unit Rawat Jalan Bulan Mei 2014
(n = 18 pasien)
No Komponen Evaluasi Ya tidak
1 Apakah Bapak/Ibu menilai keberadaan 100%
praktek keperawatan ini penting untuk
membantu proses pemulihan kesehatan
Bapak/Ibu?
2 Apakah dengan adanya praktek perawat ini 100%
kebutuhan informasi kesehatan yang
diperlukan dapat terpenuhi sesuai keinginan
Bapak/Ibu?
3 Apakah informasi yang Bapak/Ibu terima 100%
selama diruang praktik perawat jelas dan
dapat dipahami dengan baik
4 Apakah dengan adanya praktik perawat ini, 100%
kebutuhan akan informasi kesehatan
Bapak/Ibu alami terpenuhi dengan baik sesuai
harapan?
5 Apakah praktik keperawatan ini diperlukan 100%
lebih banyak lagi di unit rawat jalan RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita?
6 Apakah Bapak/Ibu, pada kunjungan 100%
berikutnya akan kembali keruangan praktek
keperawatan?
7 Menurut Bapak/Ibu bentuk praktik 100%
keperawatan ini perlu diadakan disetiap unit
rawat jalan di rumah sakit?

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan respon yang positif dari keseluruhan


pasien (n = 18, 100%) yang terlibat dalam uji coba penerapan praktek klinik
konsultan keperawatan, dari hasil ini menggambarkan adanya kebutuhan akan
keberadaan praktek klinik konsultan keperawatan di unit rawat jalan RSJPD
Harapan Kita Jakarta.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


90

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


90

BAB IV

PEMBAHAHASAN

4.1 Pembahasan Kasus Individu Dengan Menerapkan Model The Care Cure
and Core Lydia Hall

Pada Bab ini akan dibahas kasus kelolaan dengan menggunakan model The Care
Cure and Core dari mulai informasi umum, pengkajian sampai dengan evaluasi
berdasarkan diagnosa keperawatan, yaitu :

4.1.1 Informasi umum pasien

Pasien kelolaan ini berusia 64 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh (Abdul Majid, 2007) bahwa usia dan jenis
kelamin merupakan faktor resiko yang tidak dapat dirubah. angka kematian pada
usia < 65 tahun diperkirakan sekitar 150.000 orang, dan pada usia 75 tahun
sebelum mencapai usia harapan hidup yaitu 77,9 tahun angka kematian sekitar
33% (American Heart Association, 2012).

Sama halnya dengan jenis kelamin, terdapat kurang lebih 206.000 kematian
dibawah usia 75 tahun, 19% pada laki-laki dan 17% pada perempuan (European
Cardiovascular Disease Statistics, 2012)

Faktor resiko pada pasien ini adalah hipertensi, dislipidemia dan eks smoker.
Berdasarkan laporan Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure kenaikan darah yang
berlangsung secara kronik dapat meningkatkan risiko kerusakan terhadap jantung
khususnya pada penyakit kardiovaskular (Aterosklerosis) serta kenaikan angka
mortalitas. Komplikasi hipertensi pada penyakit jantung koroner mencapai 47 %
pada populasi di seluruh dunia (Hadyanto, 2013)

Hipertensi adalah faktor resiko yang paling membahayakan, karena biasanya tidak
menimbulkan gejala hingga menjadi kronis. Peningkatan tekanan darah sistemik

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


91

meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikrl kiri, akibatnya


beban kerja jantung bertambah. Terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan
kekuatan kontraksi, akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan
curah jantung dengan hipertrofi sebagai kompensasi akhirnya terlampaui,
sehingga terjadi dilatasi dan payah jantung. Bila proses aterosklerosis berlanjut,
maka suplai oksigen miokardium berkurang (Muttaqin, 2009)

Dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko lainnya pada pasien ini,
berdasarkan data laboratorium (tgl 28/02/2014) HDL 31 mg/dl, LDL 146 mg/dl,
Trigliserida 186 mg/dl. LDL merupakan tipe kolesterol jahat dan HDL merupakan
tipe kolesterol baik karena memproteksi pembuluh darah. Peningkatan LDL
disertai dengan penurunan HDL akan meningkatkan terjadinya Miokard Infark.
Total kolesterol juga mempunyai peranan terhadap resiko Miokard Infark
(Ignatavicius & Workman, 2010)

Enos et al (2008) melaporkan adanya lesi lanjut di dalam arteri koronaria pada
tentara Amerika Serikat yang tewas ( rata-rata berusia 22 tahun) pada perang di
Korea. Kemudian studi The Pathological Determinants of Atherosclerosis in
Youth (PDAY) melaporkan penemuan hasil otopsi terhadap 2876 subjek berusia
15-34 tahun bahwa lesi intima arteri didapati pada semua aorta dan pada lebih
dari separuh arteri koronaria kanan pada usia sangat muda (15-19 tahun).
Peningkatan garis lemak (fatty streaks) pada arteri koronaria kana sebesar 10 %
pada kelompok usia 15-19 tahun dan persentase ini meningkat 30% pada
kelompok usia 30-34 tahun (Hadyanto, 2013).

Hiperkolesterolemia berkontribusi terhadap patogenesis aterosklerosis dan


berhubungan dengan penyakit jantung koroner dan penyakit vaskular
aterosklerotik. Dari semua faktor risiko PJK, kadar lipid paling poensial
menimbulkan aterosklerosis pada umumnya dan PJK pada khususnya. Dari semua
faktoe risiko. Studi klasik Ni-Hon San terhadap orang Jepang menunjukkan
tingkat hubungan kadar kolesterol dan kejadian PJK. Relatif rendah di Jepang,

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


92

tingkat kejadian sedang di Honolulu dan tinggi di San Fransisco (Hadyanto,


2013).

Tn. D juga sebelumnya adalah mempunyai kebiasaan merokok yang merupakan


faktor resiko dari penyakit yang di alamunya sekarang ini. Kebiasaan merokok
30% meningkatkan kejadian kematian pada penyakit jantung koroner. Merokok
dapat meningkatkan proses aterosklerosis walaupun mekanismenye masih lemah
untuk dipahami. Nicotine menginisiasi pengeluaran hormon katekolamin yang
menyebabkan terjadinya peningkatan frekuensi nadi dan vasokontriksi perifer.
Mekanisme ini meningkatkan tekanan darah, cardiac afterload, dan konsumsi
oksigen. Merokok juga menyebabkan terjadinya disfungsi endothelial dan
meningkatkan penipisan pada dinding pembuluh darah. Proses ini menimbulkan
peningkatan resiko formasi pembentukan bekuan darah dan sumbatan pembluh
darah jantung (Ignatavicius & Workman, 2010)

Pendidikan kesehatan sebaiknya diberikan pada Tn. D agar terus konsisten untuk
tidak merokok pada saat kondisinya membaik setelah dilakukan prosedur yang
sudah direncanakan, ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kekambuhan.
Orang yang telah berhasil menghentikan kebiasaan merokok dapat menurunkan
risiko enyakit jantung koroner sampai 50 % pada tahun pertama. Risiko akan terus
menurun selama orang tersebut tetap tidak merokok. Pajanan terhadap rokok
secara pasif sebaiknya dihindari karena dapat memperberat penyakit jantung
koroner yang sudah ada. Efek nikotin tidak kumulatif, mantan perokok aktif
mempunyai resiko yang lebih rendah daripada perokok pasif (Muttaqin, 2009)

4.2 Care

Pengkajian yang dilakukan pada Tn. D Selama di rawat di Cardio Vascular Care
(CVC) pasien dianjurkan untuk bedrest serta dibatasi aktivitasnya sesuai dengan
kondisi pompa jantungnya, hampir sebagian besar keperluan perawatan diri
dibantu oleh perawat, meliputi keperluan personal hygiene (mandi, sikat gigi,
memakai pakaian, menyisir rambut), kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK),
merubah posisi, dan lain-lain.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


93

4.2.1 Intoleransi aktivitas b.d adanya ketidakseimbangan oksigen yang


dipompakan dengan kebutuhan tubuh.

Intoleransi aktivitas yang terjadi pada Tn.D karena adanya ketidakseimbangan


antara oksigen yang dipompakan jantung dengan kebutuhan tubuh, sehingga
pasien harus meminimalisir kerja pompa jantung salah satunya dengan melakukan
bedrest, bedrest dilakukan untuk mengurangi beban kerja pompa jantung
sehingga kebutuhan oksigen tidak terlalu banyak, kemudian mengurangi
komplikasi penyebaran kematian pada otot-otot jantung (Ackley & Ladwig, 2011)

Melakukan observasi pada Tn. D jika tampak tanda-tanda yang menunjukkan


pada aktivitas yang tidak dapat ditoleransi sesuai dengan kondisinya. Aktivitas
yang berlebihan dan tidak sesuai dengan kemampuan pasien kemungkinan akan
menimbulkan terjadinya palpitasi, frekuensi nadi yang tidak teratur, adanya chest
pain atau dyspnea yang menjelaskan bahwa aktivitas pasien harus di minimalkan
sesuai dengan kondisinya ( Doengoes, 2010)

Tujuan dari diagnosa ini adalah activity tolerance dengan kriteria hasil pasien
dapat berpartisipasi dalam prosedur, secara verbal mengatakan dapat
meningkatkan aktivitas sesuai kondisi. Intervensi yang dilakukan adalah energy
management dengan melakukan implementasi anjurkan bedrest untuk mengurangi
kerja jantung, monitor tanda vital, catat respon kardiopulmonal. Evaluasi yang
didapat adalah aktivitas berangsur baik seiring dengan perbaikan kondisi penyakit
pasien.

4.2.2 Care Defisit perawatan diri : mandi, berpakaian, eliminasi b.d


kelemahan

Kebutuhan perawatan diri pada Tn. D harus terus dipenuhi, pada kondisi ini
hampir seluruh kebutuhan perawatan diri pasien dibantu oleh perawat. Pada saat
perawat membantu memenuhi kebutuhan pasien akan perawatan diri, perawat
harus melakukannya dengan komunikasi yang baik dan memperlakukan pasien
sebagai individu yang unik sehingga pasien merasa bahwa perawat melihat diri
pasien sebagai manusia seutuhnya (Ackley & Ladwig, 2010)

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


94

Kebutuhan perawatan diri meliputi ; personal hygiene, berpakaian, eliminasi


secara keseluruhan dibantu oleh perawat. Tujuan dan kriteria hasil yang dilakukan
adalah self care: activity daily living dengan intervensi selfcare assistance :
bathing, dressing, toileting. Implementasi yang dilakukan meliputi bantuan pada
pemenuhuhan kebutuhan perawatan diri pasien selama pasien tidak dapat
melakukannya. Evaluasi yang didapat pasien dapat melakukan perawatan diri
secara mandiri setelah alat invasife di lepaskan dan kondisi klien beraangsur
pulih. Pasien pindah ruang perawatan medikal.

4.3 Cure

4.3.1 Nyeri akut b.d iskemia miokard

Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awitan
gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui,
nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang
keduanya meningkatkan persepsi nyeri (Mac Lellan 2006)

Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan pada pengkajian yang dilakukan, pasien


masih merasakan nyeri dada yang hilang timbul setiap harinya, skala nyeri 5,
dalam hal ini perawat langsung melakukan kolaborasi dengan tim medis yang
menangani pasien. Hasil kolaborasi yaitu memberikan obat-obatan meliputi MO
(morphine) dan NTG (Nitrogliserine).

Morphin (MO) merupakan obat sejenis analgetik opioid yang biasa digunakan
pada saat onset akut karena mempunyai efek yang bermanfaat, meliputi efek
vasodilatasi perifer dan mengurangi kerja jantung serta memperlambat laju
katekolamin untuk vasokontriksi, MO juga sangat efektif untuk mengurangi nyeri
yang kuat. Nitrogliseri (NTG) diberikan pada pasien ini karena merupakan standar
perawatan dan pencegahan nyeri angina yang sudah digunakan kurang lebih
selama 100 tahun, efek vasodilator yang cepat kurang lebih 10 – 30 menit dapat
digunakan sebagai profilaksis untuk mencegah serangan angina (Doengoes,
2010).

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


95

Tim medis biasanya memberi resep morphin sulfate untuk menghilangkan rasa
nyeri bila nyeri tidak respon dengan pemberian nitroglycerin. Morphine dapat
menghilangkan nyeri miokard infark, menurunkan kebutuhan oksigen miokard,
merelakskan otot-otot jantung yang tegang, dan mengurangi sirkulasi
katekolamin. Dosis morphine biasanya diberikan 2-10 mg intra venous setiap 5-
15 menit sampai dosis maksimum atau samapai pasien mengatakan nyeri sudah
hilang atau terlihat gambaran keracunan morphine dari pasien meliputi depresi
pernapasan, hipotensi, bradikardia, dan muntah yang berlebihan (Ignatavicius &
Workman, 2010).

Pengobatan terhadap angina bertujuan untuk mengurangi nyeri akut, mencegah


serangan iskemik, memperbaiki kualitas hidup dengan meningkatkan toleransi
pasien terhadap olahraga dan mengurangi risiko infark miokard dengan
mengembalikan keseimbangan antara suplai oksigen ke miokard dengan
kebutuhan baik dengan cara meningkatkan suplai atau menurunkan kebutuhan
oksigen. Nyeri akut dapat dikurangi dengan pemberian golongan vasodilator,
calcium chanel blocker dan β blocker (Hadyanto, 2013).

Obat utama yang diandalkan untuk menangani angina adalah senyawa nitrat.
Nitrogliserin diberikan untuk menurunkan konsumsi oksigen jantung yang akan
menurunkan iskemia dan mengurangi nyeri angina. Nitrogliserin adalah bahan
vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik vena maupun arteri, sehingga
mempengaruhi sirkulasi perifer. Nitrat bekerja langsung pada otot polos pembuluh
darah, menyebabkan relaksasi dan dilatasi. Obat- obat ini menurunkan preload
jantung dan afterload, mengurangi kebutuhan oksigen miokardium. Dengan
terjadinya dilatasi vena, maka akan lebih sedikit darah yang kembali ke jantung,
dengan terjadinya dilatasi arteri, maka vasokontriksi dan tahanan juga akan
berkurang (Muttaqin, 2009)

Tn D mendapatkan terpai nitrat oral/SL : ISDN 3x10 mg dan NTG infusion 750 iu
mcg/ menit. Senyawa nitrat merupakan jenis vasodilator yang biasanya berespon
pada nyeri angina. Pasien biasanya akan mengatakan tingkat nyeri nyeri hilang
atau berkurang, pada saat nitrat SL diberikan 3 kali berturut turutdalam waktu

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


96

yang berdekatan dan tidak menimbulkan respon, diperkirakan pasien sudah


pernah mengalami mikard infark sebelumnya. Hal ini harus di informasikan pada
tim medis untuk program pengobatan selanjutnya. Manajemen nyeri selanjutnya
diberikan NTG infus yang dimulai dengan dosis rendah, kemudian monitor
tekanan darah dan tingkat nyeri setiap 3-5 menit sekali. Dosis NTG terus
dinaikkan sampai nyeri dada hilang, tekanan darah turun dngan drastis, atau dosis
maksimum sudah diberikan. Pada saat nyeri berkurang atau hilang dan kondisi
pasien stabil, tim medis dapat mengganti resep obat NTG dari infus ke oral atau
SL (Ignatavicius & Workman, 2010).

Calcium channel blocker seperti amlodipine juga diberikan untuk mengurangi


nyeri dada. Peningkatan kadar kalsium di sitoplasma menyebabkan kontraksi
jantung dan sel otot polos vaskular. Kerja calcium channel blocker pada akhirnya
kan merelaksasikan otot polos arterial sehingga mengurangi kebutuhan oksigen
pada miokard (Hadyanto, 2013).

Salah satu obat yang diberikan untuk mengurangi angina adalah sejenis β blocker,
Tn. D mendapatkan terapi Bisoprol 1x1,25 mg. β blocker sangat efektif dalam
mengurangi keparahan dan frekuensi serangan angina. Mekanisme kerja utama
adalah mengurangi denyut jantung selama melakukan aktivitas (efek kronotropik
negatif), mengurangi tekanan adarah arterial terutama sistolik, mengurangi
kontraktilitas jantung, dengan demikian β blocker mengurangi kebutuhan oksigen
di miokard dengan mengurangi respon jantung terhadap rangsangan takikardia
simpatis (Hadyanto, 2013).

Tambahan obat pada Tn. D adalah trizedon MR yang diberikan 2x35 mg setiap
harinya dan berupa obat anti iskemik. Trizedon MR berisi trimetazidine yang
merupakan obat anti iskemik pada sel-sel. Beraksi sebagai obat cytoprotective.
Obat ini bekerja untuk menginhibisi proses glikolisis an aerob dan metabolisme
asam lemak. Cara kerjanya membantu untuk mengembalikan keseimbangan enegi
pada sel. Menghambat proses asidosis dan menghilangkan terkumpulnya radikal

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


97

bebas pada sel. Semua prose ini membantu sel dalam mengembalikan ion normal
dan keseimbangan metabolik (Hadyanto, 2013).

Beberapa intervensi lain yang diberikan untuk nyeri dada adalah memberikan
terapi oksigen yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan oksigen yang berkurang
jaringan miokard. Banyaknya oksigen yang diberikan biasanya 2-4l/menit dengan
menggunakan nasal kanule yang biasa diturunkan perlahan-lahan sesuai dari
monitoring saturasi oksigen, tidak kurang dari 95%.apabila tekanan darah stabil,
maka berikan posisi yang nyaman untuk pasien. Posisi semi fowler lebih sering
dipilih pasien dan posisi ini dapat meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan
oksigenasi jaringan. Lingkungan yang tenang dan penjelasan prosedur juga dapat
mengurangi kecemasan dan membantu menghilangkan nyeri dada. Jika
diperlukan, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam pada pasien untuk meningkatkan
oksigenasi (Ignatavicius & Workman, 2010).

Pemantauan EKG serial 12 lead juga perlu dilakukan pada Tn. D untuk
mengetahui perubahan gambaran EKG sebelumnya, hasil EKG merupakan salah
satu pertimbangan untuk program pengobatan selanjutnya. Depresi segmen ST
atau adanya elevasi segmen ST dan inversi gelombang T perlu dimonitor secara
teratur. Hasil EKG menunjukkan adanya perubahan lokasi iskemik, dimana dapat
menghilang saat pasien bebas dari nyeri dada (Doengoes, 2010)

Tindakan early PCI (Percutaneous Intervention) juga dilakukan pada Tn. D untuk
mencegah meluasnya kerusakan pada otot-otot jantung. Tujuan tindakan ini
adalah mengurangi progresif plak, menstabilkan plak dengan mengurangi
inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel, dan akhirnya mencegah trombosis bila
terjadi disfungsi endotel ataupun pecahnya plak (Kabo, 2011)

Kriteria tujuan tindakan adalah pain control, pain level, tindakan keperawatan
berupa pain management, semua ini dibutuhkan untuk pasien sebagi individu
yang harus mengontrol rasa nyerinya dengan menggunakan tehnik-tehnik
relaksasi yang dapat mengurangi kerja jantung dan pernafasan (Ackley & Ladwig,
2011)

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


98

Evaluasi yang didapatkan dari Tn. D, setelah perawatan dan tindakan yang perlu
dilakukan, nyeri berangsur angsur berkurang sampai dengan tidak ada nyeri lagi,
pasien rencana pindah ruangan ke ruang perawatan medikal

4.3.2 Resiko penurunan curah jantung b.d preload dan afterload

Penurunan curah jantung adalah volume darah yang dipompakan oleh jantung
tidak adekuat setiap menitnya untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Ackley &
Ladwig, 2011). Curah jantung (CO/Cardiac Output) adalah merupakan hasil
perkalian denyut jantung (HR/Heart rate) dan volume sekuncup (SV/Stroke
Volume). (Hudak & Gallo, 2005)

Stroke volume adalah volume sekuncup jantung setiap satu kali jantung berdenyut
sedangkan heart rate adalah jumlah denyutan jantung dalam 1 menit. Preload,
afterload dan kontraktilitas jantung mempengaruhi SV, jika terjadi gangguan pada
salah satu faktor tersebut maka akan terjadi penurunan curah jantung. Preload
digambarkan dengan volume darah yang kembali ke atrium kanan sebagai
miokard komplain. Afterload digambarkan sebagai tekanan yang dihadapi oleh
ventrikel kiri untuk memompakan darah saat sistolik. Kontraktilitas jantung
digambarkan sebagai kekuatan jantung saat periode sistolik (Hudak & Gallo,
2005).

Kebutuhan untuk dibantu pada masalah penurunan curah jantung dapat


ditunjukkan dengan adanya perubahan frekuensi atau irama jantung, perubahan
preload, perubahan afterload, perubahan kontraktilitas jantung, peningkatan JVP
(Jugolaris Venous Pressure), penurunan fraksi ejeksi, penurunan stroke volume,
adanya orthopnoe, paroxysmal nocturnal dyspnoe, adanya S3 dan S4 ( NANDA,
2011)

Pada pasien Tn. D tindakan untuk mencegah penurunan curah jantung adalah
dengan pemasangan IABP (Intra Aorta Baloon Pump), IABP dapat meningkatkan
tekanan diastole, aliran darah koroner, cardiac output, cardiac index, fraksi
ejeksi,perfusi sitemik. Cara kerja IABP adalah meningkatkan tekanan dan aliran
darah selama proses inflate balon IABP, sehingga terjadi peningkatan aliran
sentral dan perifer selama fase diastolik. Selama diastole IABP mengembang

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


99

(inflate), tekanan augmentasi terjadi sebelum fase sistole, selama fase


isovolumetrik balon mengempis (deflate) dikarenakan peningkatan aliran darah
secara cepat sehingga terjadi penurunan afterload pada ventrikel kiri sehingga
terjadi peningkatan supali oksigen dan penurunan oksigen demand (INKAVIN,
2013).

Tujuan tindakan adalah cardiac pump effectiveness, dengan kriteria menunjukkan


tanda-tanda vital dalam batas normal, bebas dari efek samping penggunaan obat
dan pasien melaoprkan bila terdapat tanda-tanda penurunan cardiac output.
Tindakan keperawatan berupa cardiac care, dengan implementasinya
mempertahankan bedrest, memonitor tanda-tanda vital, melakukan auskultasi
bunyi paru dan bunyi jantung serta menganjurkan pasien untuk beristirahat
dengan adekuat.

Evaluasi yang didapatkan dari pasien, tanda-tanda vital dalam batas normal,
pasien kooperatif dan tidak terjadi penurunan curah jantung.

4.3.3 Resiko perdarahan b.d penggunaan obat pengencer darah, prosedur


invasif (PCI, IABP)

Tn.D mendapatkan terapi antiplatelet Aspilet 1x80 mg dan Plavix 1x75 mg.
Pemberian obat-obatan ini meningkatkan resiko terjadinya perdarahan. Aspilet
merupakan salah satu nama obat paten dari Aspirin. Aspirin termasuk dalam
kategori obat non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID). NSAID memiliki
efek anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik, serta dapat menghambat agregasi
trombosit. Aspirin dapat menimbulkan perdarahan terutama pada traktus gastro
intestinal dengan menghambat sintesis prostaglandin yang berfungsi
meningkatkan sekresi bikarbonat dan mukus. Subsatnsi ini melindungi mukosa
lambung dari efek asam lambung dan pepsin. Efek hiporotrombinemia dapat
terjadi pada pemberian aspirin dosis tinggi dan menimbulkan efek antikoagulan,
sehingga meningkatkan kemungkinan perdarahan (Hadyanto, 2013)

Plavix atau clopidogrel merupakan obat kelas dua yang dianjurkan bila pemberian
aspirin tidak berespon karena mempunyai kerja cepat dan aman untuk digunakan.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


100

Obat ini juga direkomendasikan pada pasien yang di rawat di rumah sakit sampai
pasien mendapatkan jadwal untuk dilakukannya CABG. Clopidogrel mempunyai
efek samping yang sama dengan aspirin, yaitu dapat memungkinkan terjadinya
perdarahan (Ignatavicius & Workman, 2010).

Tn. D juga mendapatkan terapi Heparin infusion 750 mcg/menit. Heparin


merupakan antikoagulan pilihan dan bekerja untuk menghambat pembekuan
darah. Heparin diperkenalkan pada tahun 1938, merupakan substansi alami yang
berasal dari hati yang berfungsi untuk menghambat terjadinya pembentukan
bekuan darah baru yang membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin
dapat diberikan sebagai bolus intra vena atau dalam cairan intra vena yang di
infuskan. Kerja Heparin memperpanjang masa pembekuan PTT (Partial
Tromboplatin Time)dan APTT ( Activated Partial Tromboplastine Time), selama
pemberian harus dilakukan pemantauan yang adekuat (Muttaqin, 2009)

Heparin dapat menurunkan nilai trombosit yang dapat menyebabkan


trombositopenia. Antikoagulan menghambat sintesi vitamin K pada hati, sehingga
mempengaruhi faktor-faktor pembekuan II,VII, IX dan X. Pemeriksaan
laboratorium dengan interval yang teratur harus dilakukan selama terapi obat
diberikan, karena akumulasi obat dapat menimbulkan terjadinya peradarahan
internal (Muttaqin, 2009).

Tindakan early PCI (Percutaneous Intervention) dan IABP (Intra Aorta Balloon
Pump) yang dilakukan pada Tn. D dapat menyebabkan terjadinya perdarahan,
perdarahan dapat terjadi karena adanya prosedur invasif yang sengaja dilakukan
untuk keperluan dan kebutuhan pengobatan pasien (Ackley & Ladwig, 2011)

Tujuan yang ditetapkan adalah blood loss severity, dengan kriteria tanda-tanda
vital dalam batas normal, bebas dari efek samping obat, menjelaskan tindakan jika
perdarahan terjadi, tidak tampak adanya tanda-tanda perdarahan. Intervensi yang
disusun adalah bleeding precaution dengan implementasi mengobservasi tanda-
tanda vital setiap 1 jam, mengobservasi irama jantung setaip 1 jam, memonitor
hasil lab PTT setaip hari, Memonitor adanya tanda-tanda perdarahan pada urine,

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


101

sputum, dan daerah penusukan dimana prosedur invasif dilakukan (Femoralis


kanan dan kiri). Hasil evaluasi perdarahan tidak terjadi pada Tn.D.

4.3.4 Resiko infeksi b.d prosedure invasife (IABP, PCI)

Prosedur invasif merupakan tempat masuknya kuman yang dapat menyebabkan


infeksi pada pasien, dan disebabkan oleh organisme patogen, infeksi yang terjadi
juga dapat disebakan oleh kurangnya pemantauan sekitar lingkungan sumber
infeksi itu didapat (Ackley & Ladwig, 2011)

Tujuan dan kriteria tindakan pada Tn. D adalah imune status denga intervensinya
infection protection dan infection control. Implementasi yang dilakukan adalah
mengobservasi daerah pemasangan alat invasif IABP dan daerah penusukan post
PCI, mengobservasi tanda- tanda vital dan mempertahankan tehnik aseptic dan
antiseptik setiap akan melakukan prosedure apapun pada pasien. Evaluasi yang di
dapat tidak terjadi infeksi pada Tn. D

4.4 Core

Pengakajian yang dilakukan pada Tn D menunjukkan pasien khawatir dengan


penyakit yang di deritanya karena nyeri yang dirasakan masih hilang timbul, lebih
banyak terdiam dan lebih sering mengatakan ingin istirahat saja. Keluarga
mengatakan pasien seseorang yang aktif di masyarakat, bergaul baik dengan
keluarga maupun masyarakat, tetapi sejak sakit pasien lebih banyak diam dan
sedikit temperamental.

4.4.1 Kecemasan b.d status kesehatan

Kecemasan berupa rasa ketidaknyamanan yang dapat mengakibatkan respon


autonomic dan merupakan respon individu pada sesuatu hal yang belum tentu
terjadi, misalnya perasaan antisipasi terhadap bahaya. Kecemasan juga merupakan
sinyal dari keraguan seseorang untuk mengambil keputusan perawatan atau
pengobatan dengan akibat yang harus ditanggung kemungkinan terjadinya
(Ackley & ladwig, 2011).

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


102

Tujuan dan kriteria hasil untuk Tn. D meliputi anxiety control dengan intervensi
anxiety reduction. Implementasi yang dilakukan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan,
memberikan dukungan pada pasien dengan melibatkan keluarga. Evaluasi yang
didapat pasien akhirnya mau melakukan semua perawatan dan pengobatan yang
dianjurkan, rencana pindah ke ruangan IW Medikal.

4.4.2 Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi

Kurang pengetahuan disebabkan kekurangan informasi yang di butuhkan atau


kurangnya pemahaman akan pengetahuan yang di informasikan (kognitif), pada
kondisi ini pasien akan memperlihatkan adanya keterbatasan kognitif, mis
interpretasi atas pengetahuan yang diberikan, kurangnya penjelasan secara detail
tentang kondisi atau masalah kesehatan yang dihadapi oleh pasien (Ackley &
Ladwig, 2011)

Tujuan dan kriteria hasil untuk Tn. D meliputi knowledge ; disease information,
medication, treatment procedure dengan intervensi teaching : disease process,
dengan salah satu implementasinya mengkaji pengetahuan pasien dan keluarga
tentang pentingnya penatalaksanaan pasien untuk mencegah kekambuhan.
Evaluasi yang didapatkan, Tn. D dan keluarga memahami apa yang dijelaskan
oleh perawat dan tim kesehatan yang lain.

4.5 Pembahasan 30 Kasus Resume Dengan Menerapkan Model Teori The


Care Cure And Core Lydia Hall
4.5.1 Sindrom Koroner Akut
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah terminologi yang digunakan pada keadaan
gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akit.
Berbeda dengan angina pectoris satbil, gangguan aliran darah ke miokard pada
SKA bukan disebabkan oleh penyempitan yang statis namun terutama akibat
pembentukan thrombus di dalam arteri koroner yang sifatnya dinamis. Sehingga
gejala yang timbul berupa nyeri dada tiba-tiba dengan intensitas nyeri yang
dinamis sesuai dengan derajat penyempitan yang dipengaruhi oleh komponen

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


103

vasospasme arteri koroner dan terutama oleh ukuran trombusnya. Trombus,


terbentuk karena adanya ruptur/erosi plak aterosklerotik. Trombus tersebut
bersifat dinamis, dengan episode pembentukan, pembesaran dan lisis terjadi
secara bersamaan namun tidak seimbang. Pada keadaan ini pembentukan
thrombus lebih dominan dari proses lisis, sehingga terjadi episode peningkatan
penyempitan atau bahkan oklusi arteri koroner dengan dampak iskemia hingga
infark jaringan miokard (Ignatavicius, Workman, 2010)

Sindrom koroner akut merupakan sebagian besar kasus yang dikelola residen
yaitu berjumlah 11 kasus, yang terdiri dari 2 STEMI, 1 di ruang Instalasi Gawat
darurat (IGD) dan 1 di Cardiovascular Care (CVC), NSTEMI berjumlah 5 kasus,
4 di CVC, 1 di IGD dan 4 kasus UAP keseluruhan di IGD.

Menurut American Heart Association pada tahun 2006 1,4 juta orang pulang dari
rumah sakit dengan diagnosa Sindrom Koroner Akut. Termasuk didalamnya
537,000 orang dengan Unstable Angina dan 810,000 dengan NSTEMI atau
STEMI (Overbaugh, 2009)

4.5.1.1 Care

Pengkajian yang dilakukan pada seluruh pasien didapatkan anjuran untuk bedrest
serta dibatasi aktivitasnya sesuai dengan kondisi pompa jantung pasien, hampir
sebagian besar keperluan perawatan diri dibantu oleh perawat, meliputi keperluan
personal hygiene (mandi, sikat gigi, memakai pakaian, menyisir rambut),
kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, dan lain-lain.

Intoleransi aktivitas yang terjadi pada pasien dikarenakan adanya


ketidakseimbangan antara oksigen yang dipompakan jantung dengan kebutuhan
tubuh, sehingga pasien harus meminimalisir kerja pompa jantung salah satunya
dengan melakukan bedrest, bedrest dilakukan untuk mengurangi beban kerja
pompa jantung sehingga kebutuhan oksigen tidak terlalu banyak, kemudian
mengurangi komplikasi penyebaran kematian pada otot-otot jantung (Ackley &
Ladwig, 2011)

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


104

Aktivitas yang berlebihan dan tidak sesuai dengan kemampuan pasien


kemungkinan akan menimbulkan terjadinya palpitasi, frekuensi nadi yang tidak
teratur, adanya chest pain atau dyspnea yang menjelaskan bahwa aktivitas pasien
harus di minimalkan sesuai dengan kondisinya ( Doengoes, Marylinn, 2010)

Tujuan dari diagnosa ini adalah activity tolerance dengan kriteria hasil pasien
dapat berpartisipasi dalam prosedur, secara verbal mengatakan dapat
meningkatkan aktivitas sesuai kondisi. Intervensi yang dilakukan adalah energy
management dengan melakukan implementasi anjurkan bedrest untuk mengurangi
kerja jantung, monitor tanda vital, catat respon kardiopulmonal. Evaluasi yang
didapat adalah aktivitas berangsur baik seiring dengan perbaikan kondisi penyakit
pasien.

Kebutuhan perawatan diri pada pasien harus terus dipenuhi, pada kondisi ini
hampir seluruh kebutuhan perawatan diri pasien dibantu oleh perawat. Pada saat
perawat membantu memenuhi kebutuhan pasien akan perawatan diri, perawat
harus melakukannya dengan komunikasi yang baik dan memperlakukan pasien
sebagai individu yang unik sehingga pasien merasa bahwa perawat melihat diri
pasien sebagai manusia seutuhnya (Ackley & Ladwig, 2010)

Kebutuhan perawatan diri meliputi ; personal hygiene, berpakaian, eliminasi


secara keseluruhan dibantu oleh perawat. Tujuan dan kriteria hasil yang dilakukan
adalah self care: activity daily living dengan intervensi selfcare assistance :
bathing, dressing, toileting. Implementasi yang dilakukan meliputi bantuan pada
pemenuhuhan kebutuhan perawatan diri pasien selama pasien tidak dapat
melakukannya. Evaluasi yang didapat pasien dapat melakukan perawatan diri
secara mandiri setelah alat invasife di lepaskan dan kondisi klien beraangsur
pulih. Pasien pindah ruang perawatan medikal.

4.5.1.2 Cure
Keseluruhan pasien mempunyai keluhan nyeri pada dada sebelah kiri, menjalar ke
daerah punggung, nyeri seperti ditusuk-tusuk atau tertimpa beban berat dengan
skala nyeri 5-9, ada sesak nafas, keluar keringat dingin. Mengatasi nyeri pada
pasien Sindrom Koroner Akut harus dilakukan dengan kolaboratif. Obat obatan

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


105

yang diberikan berupa ISDN (Nitrat), Aspilet (antiplatelet), Plavix (anti platelet),
Antikoagulan, dan Simvastatin (statin), Beta Blocker, Angiotensin Converting
Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor), diuretik, Calsium Channel Blocker, dan
inotropik. Pada pasien STEMI dengan serangan kurang dari 12 jam maka
manajemen pengobatan adalah menggunakan PPCI. Evaluasi pasien NSTEMI dan
STEMI yang stabil dapat dilakukan selama 4-5 hari sebagian besar pasien dapat
berespon dengan baik terhadap masalah keperawatan.

Obat utama yang diandalkan untuk menangani angina adalah senyawa nitrat.
Nitrogliserin diberikan untuk menurunkan konsumsi oksigen jantung yang akan
menurunkan iskemia dan mengurangi nyeri angina. Nitrogliserin adalah bahan
vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik vena maupun arteri, sehingga
mempengaruhi sirkulasi perifer. Nitrat bekerja langsung pada otot polos pembuluh
darah, menyebabkan relaksasi dan dilatasi. Obat- obat ini menurunkan preload
jantung dan afterload, mengurangi kebutuhan oksigen miokardium. Dengan
terjadinya dilatasi vena, maka akan lebih sedikit darah yang kembali ke jantung,
dengan terjadinya dilatasi arteri, maka vasokontriksi dan tahanan juga akan
berkurang (Muttaqin, 2009)

Aspilet merupakan salah satu nama obat paten dari Aspirin. Aspirin termasuk
dalam kategori obat non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID). NSAID
memiliki efek anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik, serta dapat menghambat
agregasi trombosit (Lim, Hadyanto, 2013)

Heparin merupakan antikoagulan pilihan dan bekerja untuk menghambat


pembekuan darah. Heparin diperkenalkan pada tahun 1938, merupakan substansi
alami yang berasal dari hati yang berfungsi untuk menghambat terjadinya
pembentukan bekuan darah baru yang membantu mempertahankan integritas
jantung. Heparin dapat diberikan sebagai bolus intra vena atau dalam cairan intra
vena yang di infuskan. Kerja Heparin memperpanjang masa pembekuan PTT
(Partial Tromboplatin Time)dan APTT ( Activated Partial Tromboplastine Time),
selama pemberian harus dilakukan pemantauan yang adekuat (Muttaqin, Arif,
2009)

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


106

Jenis statin yang diberikan pada pasien dengan kasus SKA adalah simvastatin,
terapi dengan ststin akan berpengaruh terhadap keseimbangan antara lipoprotein
aterogenik dengan anti aterogenik, mengembalikan transportasi kolesterol ke
dalam hati sehingga menimbulkan manfaat terhadap perubahan komposisi,
struktur dan stabilitas plak aterosklerotik. Cakupan kerja statin yang lebih luas
adalah pada pasien SKA, dengan kerja multipel yang dikenal sebagai efek
pleotropik, efek ini bersifat independent terhadap sifat menurunkan kadar lipid
dari statin (Hadyanto, 2013)

Hampir seluruh pasien mendapatkan obat bisoprolol dengan dosis yang berbeda-
beda. Bisoprolol adalah sejenis β blocker sangat efektif dalam mengurangi
keparahan dan frekuensi serangan angina. Mekanisme kerja utama adalah
mengurangi denyut jantung selama melakukan aktivitas (efek kronotropik
negatif), mengurangi tekanan adarah arterial terutama sistolik, mengurangi
kontraktilitas jantung, dengan demikian β blocker mengurangi kebutuhan oksigen
di miokard dengan mengurangi respon jantung terhadap rangsangan takikardia
simpatis (Hadyanto, 2013).

Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor) sejenis captopril juga


diberikan pada beberapa pasien SKA di atas. ACE inhibitor berperan penting pada
pasien hipertensi tanpa komplikasi, juga pada pasien yang telah mempunyai
penyakit kardiovaskular. Penelitian pertama menggunakan obat captopril pada
pasien untuk mencegah morbiditas dan mortalitas kardiovaskular adalah the
Captopril Prevention Project (CAAP). Dalam penelitian acak tersamar yang
merekrut pasien berusia 26-66 tahun, berjumlah 10.985 pasien selama 6,1 tahun di
Swedia dan Finlandia dengan tekanan darah diastolik ≥100mmHg,
membandingkan obat captopril dengan terpai konvenional diuretik dan
konvesional diuretik dan β blocker. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infark
miokard fatal, non fatal dan mortalitas kardiovaskular lebih rendah tapi tidak
signifikan dibandingkan terapi konvensional dengan efek samping relatif
(Hadyanto, 2013).

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


107

Calcium channel blocker seperti amlodipine juga diberikan untuk mengurangi


nyeri dada. Peningkatan kadar kalsium di sitoplasma menyebabkan kontraksi
jantung dan sel otot polos vaskular. Kerja calcium channel blocker pada akhirnya
kan merelaksasikan otot polos arterial sehingga mengurangi kebutuhan oksigen
pada miokard (Hadyanto, 2013)

Beberapa intervensi lain yang diberikan untuk nyeri dada adalah memberikan
terapi oksigen yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan oksigen yang berkurang
jaringan miokard. Banyaknya oksigen yang diberikan biasanya 2-4l/menit dengan
menggunakan nasal kanule yang biasa diturunkan perlahan-lahan sesuai dari
monitoring saturasi oksigen, tidak kurang dari 95%.apabila tekanan darah stabil,
maka berikan posisi yang nyaman untuk pasien. Posisi semi fowler lebih sering
dipilih pasien dan posisi ini dapat meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan
oksigenasi jaringan. Lingkungan yang tenang dan penjelasan prosedur juga dapat
mengurangi kecemasan dan membantu menghilangkan nyeri dada. Jika
diperlukan, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam pada pasien untuk meningkatkan
oksigenasi (Ignatavicius & Workman, 2010).

Pemantauan EKG serial 12 lead juga perlu dilakukan pada keseluruhan pasien
untuk mengetahui perubahan gambaran EKG sebelumnya, hasil EKG merupakan
salah satu pertimbangan untuk program pengobatan selanjutnya. Depresi segmen
ST atau adanya elevasi segmen ST dan inversi gelombang T perlu dimonitor
secara teratur. Hasil EKG menunjukkan adanya perubahan lokasi iskemik, dimana
dapat menghilang saat pasien bebas dari nyeri dada (Doengoes, Marylinn, 2010)

Tindakan PPCI dan early PCI (Percutaneous Intervention) juga dilakukan pada
beberapa kasus SKA untuk mencegah meluasnya kerusakan pada otot-otot
jantung. Tujuan tindakan ini adalah mengurangi progresif plak, menstabilkan plak
dengan mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel, dan akhirnya
mencegah trombosis bila terjadi disfungsi endotel ataupun pecahnya plak (Kabo,
2011)

Kriteria tujuan tindakan adalah pain control, pain level, tindakan keperawatan
berupa pain management, semua ini dibutuhkan untuk pasien sebagi individu

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


108

yang harus mengontrol rasa nyerinya dengan menggunakan tehnik-tehnik


relaksasi yang dapat mengurangi kerja jantung dan pernafasan (Ackley & Ladwig,
2011)

Kebutuhan untuk dibantu pada masalah penurunan curah jantung dapat


ditunjukkan dengan adanya perubahan frekuensi atau irama jantung, perubahan
preload, perubahan afterload, perubahan kontraktilitas jantung, peningkatan JVP
(Jugolaris Venous Pressure), penurunan fraksi ejeksi, penurunan stroke volume,
adanya orthopnoe, paroxysmal nocturnal dyspnoe, adanya S3 dan S4 ( NANDA,
2011)

Tujuan tindakan adalah cardiac pump effectiveness, dengan kriteria menunjukkan


tanda-tanda vital dalam batas normal, bebas dari efek samping penggunaan obat
dan pasien melaoprkan bila terdapat tanda-tanda penurunan cardiac output.
Tindakan keperawatan berupa cardiac care, dengan implementasinya
mempertahankan bedrest, memonitor tanda-tanda vital, melakukan auskultasi
bunyi paru dan bunyi jantung serta menganjurkan pasien untuk beristirahat
dengan adekuat. Evaluasi yang didapatkan dari pasien, tanda-tanda vital dalam
batas normal, pasien kooperatif dan tidak terjadi penurunan curah jantung.

4.5.1.3 Core
Sebagian besar pasien mengatakan tentang kecemasannya dan kurangnya
pengetahuan tentang prosedur yang akan dilakukan terhadap dirinya. Pada
dasarnya yang harus dilakukan adalah memberikan informasi, pendidikan tentang
penyakitnya dan penjelasan prosedur yang akan dilakukan, sehinnga pengetahuan
bertambah otomatis diharapkan kecemasan pasien berkurang.

Tujuan dan kriteria hasil untuk pasien meliputi anxiety control dengan intervensi
anxiety reduction. Implementasi yang dilakukan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan,
memberikan dukungan pada pasien dengan melibatkan keluarga. Evaluasi yang
didapat pasien akhirnya mau melakukan semua perawatan dan pengobatan yang
dianjurkan.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


109

Tujuan dan kriteria hasil untuk kurangnya pengetahuan meliputi knowledge ;


disease information, medication, treatment procedure dengan intervensi teaching
: disease process, dengan salah satu implementasinya mengkaji pengetahuan
pasien dan keluarga tentang pentingnya penatalaksanaan pasien untuk mencegah
kekambuhan. Evaluasi yang didapatkan, pasien dan keluarga memahami apa yang
dijelaskan oleh perawat dan tim kesehatan yang lain.

4.5.2 Bedah Jantung


Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu metode revaskularisasi yang
umum dilakukan pada pasien yang mengalami atherosklerosis dengan 3 atau lebih
penyumbatan pada arteri koroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left
Main Artery Coroner (Ignatavicius, Workman, 2010)

Residen mengelola 11 kasus bedah jantung , diantaranya 6 di Intensive


Cardiovascular Care Unit (ICVCU), 4 di IW Bedah dan 1 di OK. Mayoritas
pasien yang dikelola adalah post CABG dengan 3VD pada EF yang berbeda-beda
(9 orang), sedangkan 2 orang menjalani post operasi bedah katup jantung (post
MVR).

4.5.2.1 Care

Pengkajian yang dilakukan pada seluruh pasien didapatkan anjuran untuk bedrest
serta dibatasi aktivitasnya sesuai dengan kondisi pompa jantung pasien, hampir
sebagian besar keperluan perawatan diri dibantu oleh perawat, meliputi keperluan
personal hygiene (mandi, sikat gigi, memakai pakaian, menyisir rambut),
kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, dan lain-lain.

Kebutuhan perawatan diri meliputi ; personal hygiene, berpakaian, eliminasi


secara keseluruhan dibantu oleh perawat. Tujuan dan kriteria hasil yang dilakukan
adalah self care: activity daily living dengan intervensi selfcare assistance :
bathing, dressing, toileting. Implementasi yang dilakukan meliputi bantuan pada
pemenuhuhan kebutuhan perawatan diri pasien selama pasien tidak dapat
melakukannya. Evaluasi yang didapat pasien dapat melakukan perawatan diri
secara mandiri secara bertahap.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


110

4.5.2.2 Cure

Beradasarkan pengkajian yang dilakukan hampir semua pasien mengeluh nyeri


pada daerah post operasi, dan pada daerah pengambilan vena saphena di daerah
tungkai kaki. Terpasang drainage substernal dan perikardial, Arteri line, CVP line
Swanganz catheter, dll.

Management pengobatan yang diberikan pada semua pasien relatif sama


terkecuali ada kondisi-kondisi tertentu yang membutuhkan terapi pengobatan
yang lain. Program pengobatan yang biasa diberikan adalah antibiotik dan
analgetik.

Kriteria tujuan tindakan adalah pain control, pain level, tindakan keperawatan
berupa pain management, semua ini dibutuhkan untuk pasien sebagai individu
yang harus mengontrol rasa nyerinya dengan menggunakan tehnik-tehnik
relaksasi yang dapat mengurangi kerja jantung dan pernafasan (Ackley & Ladwig,
2011)

Evaluasi yang didapatkan pada pasien, setelah perawatan dan tindakan yang perlu
dilakukan, nyeri berangsur angsur berkurang sampai pasien rencana pindah
ruangan ke ruang perawatan bedah.

4.5.2.3 Core

Sebagian besar pasien mengatakan tentang kecemasannya dan kurangnya


pengetahuan tentang prosedur yang akan dilakukan terhadap dirinya. Pada
dasarnya yang harus dilakukan adalah memberikan informasi, pendidikan tentang
penyakitnya dan penjelasan prosedur yang akan dilakukan, sehingga pengetahuan
bertambah otomatis diharapkan kecemasan pasien berkurang.

Penelitian yang dilakukan oleh Hanvey et al, menunjukkan bahwa pada pasien
post operasi Coronary Artery Bypass Graft tingkat depresi dan kecemasan sangat
tinggi segera setelah operasi dan menurun setelah 4 minggu. Secara keseluruhan
depresi dan kecemasan terjadi minimal atau tidak sama sekali pada pasien post
CABG (Hanvey, 2009)

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


111

Hasil penelitian menunjukkan antara 30-40% pasien post CABG mempunyai


pengalaman depresi dan kecemasan yang signifikan, pengalaman ditimbulkan
karena ketakutan akan rasa sakit yang berlebihan dikarenakan kurangnya
informasi tentang mekanisme biologis yang terjadi pada pasien post CABG.
Mengatasi masalah ini diharapkan penjelasan yang baik tentang diagnosa dan
intervensi yang akan dilakukan tentang operasi CABG, sehingga dapat
mengurangi kecemasan pasien serta menurunkan kejadian angka kesakitan (Tully
& Baker, 2012)

Tujuan dan kriteria hasil untuk pasien meliputi anxiety control dengan intervensi
anxiety reduction. Implementasi yang dilakukan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan,
memberikan dukungan pada pasien dengan melibatkan keluarga. Evaluasi yang
didapat pasien akhirnya mau melakukan semua perawatan dan pengobatan yang
dianjurkan.

Tujuan dan kriteria hasil untuk kurangnya pengetahuan meliputi knowledge ;


disease information, medication, treatment procedure dengan intervensi teaching
: disease process, dengan salah satu implementasinya mengkaji pengetahuan
pasien dan keluarga tentang pentingnya penatalaksanaan pasien untuk mencegah
kekambuhan. Evaluasi yang didapatkan, pasien dan keluarga memahami apa yang
dijelaskan oleh perawat dan tim kesehatan yang lain.

4.5.3 Congestive Heart Failure (CHF)

Congestive Heart failure (CHF) merupakan suatu keadaaan dimana otot jantung
tidak mampu memompakan darah yang cukup keseluruh organ tubuh. CHF
memiliki kondisi gangguan fungsi dari ventrikel baik secara sistolik maupun
diastolik yang memiliki gejala gejala yang kronis (European Society Of
Cardiology, 2008). CHF merupakan suatu penyakit kronis dengan prognosis
penyakit dan kualitas hidup yang rendah serta membutuhkan biaya perawatan
yang tinggi (Ignatavicius, Workman, 2010)

Kini lebih dari 5,8 juta orang di Amerika Serikat menderita gagal jantung, dan
lebih dari 23 juta pasien gagal jantung di dunia dengan insiden mendekati 10 per

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


112

1000 populasi pada orang berusia > 65 tahun. Estimasi harapan hidup pada
diagnosis awal gagal jantung adalah 50% dan 10% selama 5 dan 10 tahun masing-
masing dengan disfungsi ventrikel kiri berhubungan dengan peningkatan resiko
kematian mendadak (Hadyanto, 2013)

Pasien kelolaan dengan CHF sebanyak 4 orang, dan keseluruhan di rawat di


Cardiovasculare Care (CVC).

4.5.3.1 Care

Pengkajian yang dilakukan pada seluruh pasien didapatkan anjuran untuk bedrest
serta dibatasi aktivitasnya sesuai dengan kondisi pompa jantung pasien, hampir
sebagian besar keperluan perawatan diri dibantu oleh perawat, meliputi keperluan
personal hygiene (mandi, sikat gigi, memakai pakaian, menyisir rambut),
kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, dan lain-lain.

Kebutuhan perawatan diri meliputi ; personal hygiene, berpakaian, eliminasi


secara keseluruhan dibantu oleh perawat. Tujuan dan kriteria hasil yang dilakukan
adalah self care: activity daily living dengan intervensi selfcare assistance :
bathing, dressing, toileting. Implementasi yang dilakukan meliputi bantuan pada
pemenuhuhan kebutuhan perawatan diri pasien selama pasien tidak dapat
melakukannya. Evaluasi yang didapat pasien dapat melakukan perawatan diri
secara mandiri secara bertahap.

4.5.3.2 Cure

Berdasarkan pengkajian hampir keseluruhan pasien mengeluh sesak nafas, DOE


(+), PND (+), OP (+), merasa cepat lelah, kadang disertai nyeri dada.
Menggunakan bantuan oksigenasi binasal, keringat dingin (+), Frekuensi nafas
meningkat, oedema tungkai (+), pucat, EF menurun.

Kolaborasi yang harus dilakukan adalah pemberian obat-obatan jenis digitalis,


pemberian obat-obatan disesuaikan dengan keluhan pasien dan berdasarkan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya. Masalah yang sering
muncul pada pasien ini adalah masalah penurunan curah jantung.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


113

Sebagian besar pasien mendapatkan obat Angiotensin Converting Enzym Inhibitor


(ACEI) jenis Captopril. ACE inhibitor digunakan untuk pengobatan gagal jantung
setelah diketahui bahwa sistem neurohormonal teraktivasi selama terjadi
kekurangan perfusi organ dan meningkatnya volume ventrikel. ACE inhibitor
bekerja mengurangi level angiotensin II di dalam darah dengan menghambat
konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Dengan demikian tahanan vaskuler
perifer menurun dan mencegah retensi garam yang dimediasi aldosteron dan
ekspansi volume darah. Tonus simpatis juga meningkat, sehingga kadar epinefrin
berkurang dan curah jantung bertambah (Hadyanto, 2013)

Angiotensin Resptor Blocker (ARB) juga diberikan pada sebagian pasien berupa
Valsartan. Obat ini mempunyai mempunyai efek menguntungkan yaitu
vasodialatasi, inhibisi pertumbuhan sel (Hadyanto, 2013)

Obat jenis Antagonis Receptor Adrenergic-β (β-blocker) jenis Bisoprolol juga


diberikan. Mekanisme kerja β-blocker pada gagal jantung kronik adalah melalui
efek memperlambat denyut jantung sehingga dapat memperbaiki aliran darah
koroner dan mengkonsumsi oksigen. Pada kondisi jantung normal, tidak terjadi
aktivasi adrenergik untuk menunjang fungsi ventrikel kiri. Tetapi pada gagal
jantung, aktivasi adrenergik meningkat (Hadyanto, 2013)

Antagonis Aldosteron yang diberikan pada pasien adalah jenis Spinorolactone.


Obat ini akan mengurangi rangsangan simpatis dan meningkatkatkan kadar
kalium plasma. Efek yang menguntungkan dari hambatan aldosteron menjadikan
antagonis aldosteron bermanfaat pada pasien gagal jantung (Hadyanto, 2013)

Tujuan tindakan adalah cardiac pump effectiveness, dengan kriteria menunjukkan


tanda-tanda vital dalam batas normal, bebas dari efek samping penggunaan obat
dan pasien melaoprkan bila terdapat tanda-tanda penurunan cardiac output.
Tindakan keperawatan berupa cardiac care, dengan implementasinya
mempertahankan bedrest, memonitor tanda-tanda vital, melakukan auskultasi
bunyi paru dan bunyi jantung serta menganjurkan pasien untuk beristirahat
dengan adekuat.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


114

Evaluasi yang didapatkan dari pasien, tanda-tanda vital dalam batas normal,
pasien kooperatif dan tidak terjadi penurunan curah jantung.

4.5.3.3 Core

Sebagian besar pasien mengatakan tentang kecemasannya dan kurangnya


pengetahuan tentang prosedur yang akan dilakukan terhadap dirinya.

Kecemasan umumnya terjadi pada pasien gagal jantung, prevalensi kecemasan


pada pasien gagal jantung ditemukan pada 14 studi penelitian. Prevalensi 14,8%
pada satu penelitian yang dilakukan di ruang rawat inap, dan 11%-54% pada tiga
belas penelitian yang dilakukan di ruang rawat jalan. Pasien gagal jantung
mengalami depresi atau kecemasan dikarenakan gejala-gejala gagal jantung
bertambah parah dan adanya perubahan kondisi dalam tubuh yang berhubungan
dengan gagal jantung (Chapa et al, 2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Van Der Wal et all ( 2006), menunjukkan
fenomena yang mengejutkan, kurangnya pengetahuan tentang pengobatan dan
manfaat follow up sangat tinggi pada populasi gagal jantung pasien usia lanjut.
Sedangkan pengetahuan tentang diet, restriksi cairan dan aktifitas sehari hari
ternilai rendah. Penelitian ini juga menemukan banyak keluhan pasien yang
mempunyai pengetahuan kurang tentang gagal jantung dan regimen gagal jantung
yang meliputi diet, pembatasan cairan, dan pemenuhan aktivitas sehari-hari.

Tujuan dan kriteria hasil untuk pasien meliputi anxiety control dengan intervensi
anxiety reduction. Implementasi yang dilakukan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan,
memberikan dukungan pada pasien dengan melibatkan keluarga. Evaluasi yang
didapat pasien akhirnya mau melakukan semua perawatan dan pengobatan yang
dianjurkan.

Tujuan dan kriteria hasil untuk kurangnya pengetahuan meliputi knowledge ;


disease information, medication, treatment procedure dengan intervensi teaching
: disease process, dengan salah satu implementasinya mengkaji pengetahuan

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


115

pasien dan keluarga tentang pentingnya penatalaksanaan pasien untuk mencegah


kekambuhan. Evaluasi yang didapatkan pasien dan keluarga memahami apa yang
dijelaskan oleh perawat dan tim kesehatan yang lain.

4.5.4 Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)


Acute Decompensated Heart failure adalah gagal jantung akut yang didefinisikan
sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau tanda tanda
akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload
dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung
sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik yang
telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Ignatavicius, Workman, 2010)

Pasien kelolaan dengan ADHF sebanyak 3 orang, dan keseluruhan di rawat di


Instalasi Gawat Darurat
4.5.4.1 Care

Pengkajian yang dilakukan pada seluruh pasien didapatkan anjuran untuk bedrest
serta dibatasi aktivitasnya sesuai dengan kondisi pompa jantung pasien, hampir
sebagian besar keperluan perawatan diri dibantu oleh perawat, meliputi keperluan
personal hygiene (mandi, sikat gigi, memakai pakaian, menyisir rambut),
kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, dan lain-lain.

Kebutuhan perawatan diri meliputi ; personal hygiene, berpakaian, eliminasi


secara keseluruhan dibantu oleh perawat. Tujuan dan kriteria hasil yang dilakukan
adalah self care: activity daily living dengan intervensi selfcare assistance :
bathing, dressing, toileting. Implementasi yang dilakukan meliputi bantuan pada
pemenuhuhan kebutuhan perawatan diri pasien selama pasien tidak dapat
melakukannya. Evaluasi yang didapat pasien dapat melakukan perawatan diri
secara bertahap.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


116

4.5.4.2 Cure

Berdasarkan pengkajian hampir keseluruhan pasien mengeluh sesak nafas, DOE


(+), PND (+), OP (+), merasa cepat lelah, kadang disertai nyeri dada.
Menggunakan bantuan oksigenasi binasal, keringat dingin (+), Frekuensi nafas
meningkat, oedema tungkai (+), puca, EF menurun.

Kolaborasi yang harus dilakukan adalah pemberian obat-obatan jenis digitalis,


pemberian obat-obatan disesuaikan dengan keluhan pasien dan berdasarkan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya. Masalah yang sering
muncul pada pasien ini adalah masalah penurunan curah jantung.

Sebagian besar pasien mendapatkan obat Angiotensin Converting Enzym Inhibitor


(ACEI) jenis Captopril. ACE inhibitor digunakan untuk pengobatan gagal jantung
setelah diketahui bahwa sistem neurohormonal teraktivasi selama terjadi
kekurangan perfusi organ dan meningkatnya volume ventrikel. ACE inhibitor
bekerja mengurangi level angiotensin II di dalam darah dengan menghambat
konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Dengan demikian tahanan vaskuler
perifer menurun dan mencegah retensi garam yang dimediasi aldosteron dan
ekspansi volume darah. Tonus simpatis juga meningkat, sehingga kadar epinefrin
berkurang dan curah jantung bertambah (Hadyanto, 2013)

Angiotensin Resptor Blocker (ARB) juga diberikan pada sebagian pasien berupa
Valsartan. Obat ini mempunyai mempunyai efek menguntungkan yaitu
vasodialatasi, inhibisi pertumbuhan sel (Hadyanto, 2013)

Obat jenis Antagonis Receptor Adrenergic-β (β-blocker) jenis Bisoprolol juga


diberikan. Mekanisme kerja β-blocker pada gagal jantung kronik adalah melalui
efek memperlambat denyut jantung sehingga dapat memperbaiki aliran darah
koroner dan mengkonsumsi oksigen. Pada kondisi jantung normal, tidak terjadi
aktivasi adrenergik untuk menunjang fungsi ventrikel kiri. Tetapi pada gagal
jantung, aktivasi adrenergik meningkat (Hadyanto, 2013)

Antagonis Aldosteron yang diberikan pada pasien adalah jenis Spinorolactone.


Obat ini akan mengurangi rangsangan simpatis dan meningkatkatkan kadar

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


117

kalium plasma. Efek yang menguntungkan dari hambatan aldosteron menjadikan


antagonis aldosteron bermanfaat pada pasien gagal jantung (Hadyanto, 2013)

Tujuan tindakan adalah cardiac pump effectiveness, dengan kriteria menunjukkan


tanda-tanda vital dalam batas normal, bebas dari efek samping penggunaan obat
dan pasien melaoprkan bila terdapat tanda-tanda penurunan cardiac output.
Tindakan keperawatan berupa cardiac care, dengan implementasinya
mempertahankan bedrest, memonitor tanda-tanda vital, melakukan auskultasi
bunyi paru dan bunyi jantung serta menganjurkan pasien untuk beristirahat
dengan adekuat.

Evaluasi yang didapatkan dari pasien, tanda-tanda vital dalam batas normal,
pasien kooperatif dan tidak terjadi penurunan curah jantung.

4.5.4.3 Core
Sebagian besar pasien mengatakan tentang kecemasannya dan kurangnya
pengetahuan tentang prosedur yang akan dilakukan terhadap dirinya.

Tujuan dan kriteria hasil untuk pasien meliputi anxiety control dengan intervensi
anxiety reduction. Implementasi yang dilakukan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan,
memberikan dukungan pada pasien dengan melibatkan keluarga. Evaluasi yang
didapat pasien akhirnya mau melakukan semua perawatan dan pengobatan yang
dianjurkan.

Tujuan dan kriteria hasil untuk kurangnya pengetahuan meliputi knowledge ;


disease information, medication, treatment procedure dengan intervensi teaching
: disease process, dengan salah satu implementasinya mengkaji pengetahuan
pasien dan keluarga tentang pentingnya penatalaksanaan pasien untuk mencegah
kekambuhan. Evaluasi yang didapatkan pasien dan keluarga memahami apa yang
dijelaskan oleh perawat dan tim kesehatan yang lain.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


118

4.5.5 Aritmia

Residen hanya mengelola satu pasien dengan aritmia dengan jenisnya Atrial
Fibrilasi Rapid Ventricular Respon (AFRVR) yang bertempat di ruang Instalasi
Gawat Darurat (IGD). Berdasarkan pengkajian didapatkan pasien mengeluh
berdebar debar, tidak nyaman di dada, sesak nafas, mual, DOE (+), OP (+), PND
(+) dan keringat dingin (+). Pasien mempunyai riwayat hipertensi, dislipidemia
dan perokok.

Masalah pada pasien dengan dengan AF adalah penurunan CO, intoleransi


aktifitas dan gangguan pertukaran gas. Masalah penutruna CO merupakan hal
utama yang terjadi pada pasien AF. Depolarisasi atrium pada AF berlangsung
sangat cepat dan impuls yang dihasilkan dapat memicu impuls yang dihasilkan
dapat memicu depolarisasi atrium hingga mencapai 350-600 kali/menit. Sebagian
besar akan dihambat di simpul Atrio Ventrikular Node (AVN). Respon ventrikel
bervariasi antara 100-180 kali per menit (rapid ventrikular respon). Pada frekuensi
eksitasi yang sangat cepat, mengakibatkan pengisisan ventrikel terganggu,
kontraksi atrium tidak adekuat sehingga pengisian ventrikel kanan tidak efektif,
sehingga mengakibatkan penurunan CO. Karena depolarisasi atrium yang sangat
kacau, maka pada EKG tidak akan menemukan gelombang P normal, gelombang
P terlihat kasar pada garis baseline yang disebut dengan gelombang fibrilasi
namun kadang hanya berupa garis lurus pada baseline, dengan interval R ke R
tidak beraturan (Ignatavicius, Workman, 2010)

4.5.5.1 Care
Pengkajian yang dilakukan pada seluruh pasien didapatkan anjuran untuk bedrest
serta dibatasi aktivitasnya sesuai dengan kondisi pompa jantung pasien, hampir
sebagian besar keperluan perawatan diri dibantu oleh perawat, meliputi keperluan
personal hygiene (mandi, sikat gigi, memakai pakaian, menyisir rambut),
kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, dan lain-lain.

Kebutuhan perawatan diri meliputi ; personal hygiene, berpakaian, eliminasi


secara keseluruhan dibantu oleh perawat. Tujuan dan kriteria hasil yang dilakukan
adalah self care: activity daily living dengan intervensi selfcare assistance :

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


119

bathing, dressing, toileting. Implementasi yang dilakukan meliputi bantuan pada


pemenuhuhan kebutuhan perawatan diri pasien selama pasien tidak dapat
melakukannya. Evaluasi yang didapat pasien dapat melakukan perawatan diri
secara bertahap

4.5.5.2 Cure
Tindakan medis yang dilakukan pada pasien ini ditujukan untuk menurunkan rate,
mencegah terjadinya emboli dan mengembalikan ke sinus ritme. Obat yang
digunakan adalah Calcium Channel Blocker, β adrenergic Blocker, Digoxin. Di
IGD apabila pasien AF baru akan akan diberi cordarone sebagai rythm control
dengan dosis awal bolus 150 mg/0,5 jam dilanjutkan maintenance 300 mg/5 jam
dan 540 mg/18 jam. Tetapi apabila AF lama amakan diberikan lanoxin sebagai
rate control karena kecil kemungkinan untuk kembali ke irama sinus. Pada Tn L
diberikan Lanoxin 0,5 mg dan frekuensi nadi menjadi normal kembali.

Kriteria hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan adalah : cardiac pump
effectiveness, activity tolerance, respiratory status, gas exchange. Intervensi
keperawatan yang dilakukan adalah : cardiac care, energy management,
respiratory monitoring. Menurut Lewis et al.,(2011) pasien AF 20% mengalami
stroke.

4.5.5.3 Core

Sebagian besar pasien mengatakan tentang kecemasannya dan kurangnya


pengetahuan tentang prosedur yang akan dilakukan terhadap dirinya.

Tujuan dan kriteria hasil untuk pasien meliputi anxiety control dengan intervensi
anxiety reduction. Implementasi yang dilakukan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan,
memberikan dukungan pada pasien dengan melibatkan keluarga. Evaluasi yang
didapat pasien akhirnya mau melakukan semua perawatan dan pengobatan yang
dianjurkan.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


120

Tujuan dan kriteria hasil untuk kurangnya pengetahuan meliputi knowledge ;


disease information, medication, treatment procedure dengan intervensi teaching
: disease process, dengan salah satu implementasinya mengkaji pengetahuan
pasien dan keluarga tentang pentingnya penatalaksanaan pasien untuk mencegah
kekambuhan. Evaluasi yang didapatkan pasien dan keluarga memahami apa yang
dijelaskan oleh perawat dan tim kesehatan yang lain.

Kriteria hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan adalah : cardiac pump
effectiveness, activity tolerance, respiratory status, gas exchange. Intervensi
keperawatan yang dilakukan adalah : cardiac care, energy management,
respiratory monitoring. Menurut Lewis et al.,(2011) pasien AF 20% mengalami
stroke.

Tindakan medis yang dilakukan pada pasien iniditujujkan untuk menurunkan rate,
mencegah terjadinya emboli dan mengembalikan ke sinus ritme. Obat yang
digunakan adalah Calcium Channel Blocker, β adrenergic Blocker, Digoxin. Di
IGD apabila pasien AF baru akan akan diberi cordarone sebagai rythm control
dengan dosis awal bolus 150 mg/0,5 jam dilanjutkan maintenance 300 mg/5 jam
dan 540 mg/18 jam. Tetapi apabila AF lama amakan diberikan lanoxin sebagai
rate control karena kecil kemungkinan untuk kembali ke irama sinus. Pada Tn L
diberikan Lanoxin 0,5 mg dan frekuensi nadi menjadi normal kembali.

4.6 Refleksi penerapan Model Lydia Hall pada Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan menggunakan teori
Lydia Hall bertujuan untuk mencari dan menemukan kebutuhan pasien yang tidak
terpenuhi untuk memberikan asuhan keperawatan secara komprehensip baik
kebutuhan bio, psiko, sosial, cultural maupun spiritual serta memandang pasien
sebagai manusia seutuhnya.

Kebutuhan yang tidak terpenuhi dapat dilihat dari hasil pengkajian perawat
terhadap pasien baik secara subjektif dan objektif, untuk mencapai asuhan
keperawatan yang sempurna perawat tidak dapat bekerja sendiri, dalam hal ini

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


121

perlu bekerjasama dengan sejawat lain yang mempunyai tujuan yang sama yaitu
mencapai derajat kesembuhan yang paripurna untuk pasien. Asuhan keperawatan
model Lydia Hall meliputi tahap proses keperawatan yang harus di lakukan untuk
melihat masalah keperawatan dan tindakan yang harus dilakukan sesuai masalah
serta melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan mandiri atau kolaborasi
yang sudah dilakukan. Tindakan keperawatan keperawatan yang dilakukan pada
pasien berdasarkan NIC yang mengacu pada tujuan yang tertuang pada NOC

Berdasarkan ulasan di atas, teori Lydia Hall cocok digunakan dalam pemberian
asuhan keperawatan di tatanan rawat inap khususnya di ruang rawat inap intensive
care seperti ICU, CVC,ICVCU dan dapat digunakan juga di ruang rawat jalan
dengan modifikasi karena teori Lydia Hall melibatkan semua unsur tim kesehatan
khususnya orang terdekat dengan pasien yaitu keluarga.

4.7 Pembahasan Evidence Base Nursing Practice (EBNP)


4.7.1 Data demografi responden
Responden yang berpartisipasi dalam penerapan foot refelexology ini sebagian
besar berjenis kelamin laki-laki baik dari kelompok intervensi (66,6%) maupun
dari kelompok kontrol (83,3%), dan keseluruhan merupakan pasien post CABG
dengan 3 VD

4.7.2 Pengaruh foot reflexology terhadap nyeri


Hasil pembuktian EBNP menunjukkan foot reflexology menunjukkan hasil yang
signifikan terhadap penurunan rasa nyeri pada pasien sternotomy post CABG .
Foot reflexology merupakan terpai yang sudah lama ada di Mesir sejak tahun
2330 SM dan dipopulerkan oleh Doktor William Hope Fitzgerald di Amerika
pada tahun 1917. Pada foot reflexology tekanan diberikan secara sistematis pada
zona atau titik yang spesifik di daerah kaki untuk merangsang bagian yang
berbeda pada tubuh, dengan tujuan mengembalikan fungsi normal organ tubuh
dan meningkatkan sirkulasinya. Foot Reflexology merupakan salah satu terapi
komplementer yang dapat memberikan kenyamanan dan mengurangi rasa nyeri
(Benjamin & Tappan, 2005)

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


122

EBNP foot reflexology belum pernah dilakukan di RSJPD Harapan Kita Jakarta
khususnya pada pasien sternotomy post CABG, tetapi sudah pernah dilakukan
oleh beberapa peneliti di luar negeri khususnya di negara Iran. Shermeh et all
dalam penelitiannya menyatakan bahwa foot reflexology sangat efektif untuk
menurunkan rasa nyeri pada pasien sternotomy post CABG, Studi quasi
experimental dengan metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan teknik
random. McGill Visual Scale (MVS) atau sama dengan Visual Analog Scale
(VAS) sebagai single pain scale, digunakan untuk mengukur nyeri. tekanan
darah, frekuensi nadi dan nafas diukur sebelum dan setelah tindakan. Setelah
diberikan terapi foot reflexology tingkatan nyeri menurun secara signifikan pada 3
grup (p<0.001). Independent T test memperlihatkan hasil penurunan yang
signifikan pada intensitas nyeri post CABG antara grup intervensi dengan grup
kontrol (p<0.001). Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa metode foot reflexology
sangat bermanfaat untuk mengurangi nyeri pada klien dengan sternotomy post
CABG.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Bagheri et all untuk mengetahui efek dari foot
reflexology dalam mengurangi nyeri dan keletihan pada klien post CABG. Hal
yang diukur adalah skala nyeri berdasarkan Visual Analogue Scale (VAS),
tekanan darah, frekuensi nadi. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan pada tingkat nyeri dan kelelahan setelah dilakukan intervensi pada
2 grup ( p = 0.0001). melihat pada penelitian ini, bahwa foot reflexology
merupakan intervensi yang bermanfaat untuk mengurangi nyeri dan kelelahan
pada klien post CABG.

Nyeri pada pasien post operasi perlu mendapatkan perhatian yang ekstra dari
perawat, karena nyeri dapat memberikan efek yang membahayakan bagi
pemulihan pasien post operasi. Efek nyeri dapat menyebabkan gangguan pada
sistem organ seperti gangguan pada sistem kardiovaskular, pulmonary, gastro
intestinal, endokrin dan imunologi. Gangguan tersebut dapat berupa
meningkatnya laju metabolisme dan curah jantung, kerusakan respon insulin,
peningkatan produksi kortisol, dan meningkatnya retensi cairan. Respon stress

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


123

dapat meningkatkan resiko pasien mengalami gangguan fisiologis, contohnya


terjadi miokard infark, infeksi pulmonar, tromboembolisme dan paralitik ileus
yang lama (Smeltzer & Bar, 2008)

Penanganan nyeri yang lambat juga akan mengakibatkan peningkatan syaraf


simpatis, sistem saraf otonom di rangsang dan melepaskan epinefrin yang
meningkatkan tekanan darah dan nadi sehingga dapat meningkatkan beban kerja
miokard dan pasokan oksigen ke jantung, sehingga akan meningkatkan Length of
Stay (LoS) serta angka mortalitas (Arbour & Gallinas, 2011)

4.7.3 Rekomendasi

Foot reflexology efektif secara signifikan dapat menurunkan tingkat rasa nyeri,
tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi pernapasan. Terapi komplementer ini
juga sangat mudah dan murah serta tidak menimbulkan efek samping bila
dilakukan.

Perawat di ruangan IW Bedah disarankan dapat melaksanakan terapi foot


reflexology pada pasien post operasi jantung, foot reflexology paling tidak
dilakukan satu hari 2 kali pada saat memandikan pasien di waktu pagi dan sore,
karena bila dilihat dari waktunya tidak bersamaan dengan pemberian obat
analgetik atau pada waktu efek obat analgetik sudah tidak ada lagi. Penerapan
EBNP ini diharapkan dapat dilanjutkan aplikasinya di ruangan, dan dapat
disosialisasikan ke ruangan lainnya seperti di ICU.

4.8 Pembahasan Inovasi

Dasar pemikiran pelaksanaan inovasi penerapan praktik konsultan keperawatan di


unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita oleh mahasiswa residensi adalah belum
adanya konsultan keperawatan di unit tersebut dimana keberadaaanyya sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan pada pasien dengan masalah
sistem kardiovaskular khususnya pasien dengan congestive heart failure.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


124

Penyakit gagal jantung lebih banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan dengan
perempuan (Woods, Froelicher, Motzer, 2000). Berdasarkan tabel distribusi
frekuensi jenis kelamin pada tabel 3.16 menunjukkan sebagian besar pasien
berjenis kelamin laki-laki (61,1%).Diperkirakan hampir lima persen dari pasien
yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal
jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 per 1000 penderita per tahun
(Maggioni, A, 2005).

Tabel 3.16 menunjukkan bahwa rata-rata umur pasien yang datang untuk
berkonsultasi di klinik konsultan keperawatan adalah 54 tahun, sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh studi Framingham yang menyatakan bahwa
kejadian gagal jantung terjadi pada usia ≥ 45 tahun. Dimana terjadi peningkatan
prevalensi gagal jantung, mulai usia 50- 59 tahun dan meningkat pada orang usia
60-69 tahun. Prevalensi gagal jantung meningkat insidennya secara progresif
dengan peningkatan usia (Mosterd, & Hoes, 2007)

Tabel 3.16 menunjukkan pasien yang berkonsultasi sudah mengalami rawat inap ≥
1 kali, sebagian besar sudah mengalami rawat inap ulang 2 kali sebanyak 13 orang
(72,2%) kemudian 3 kali rawat ulang sebanyak 4 orang (22,2%) dan 1 orang
hanya satu kali mengalami rawat inap (5,6%). Hasil penelitian Sekitar 50% pasien
dengan gagal jantung mengalami perawatan ulang dalam kurun waktu 6 bulan
setelah keluar dari rumah sakit. Beberapa dari mereka masuk perawatan kembali
karena pengobatan yang tidak tidak teratur, diet yang tidak baik. Keluhan masuk
dengan peningkatan tekanan darah, sesak nafas, gangguan cairan, dan kelelahan
( Moser & Riegel, 2003).

Gagal jantung dapat menyebabkan kualitas hidup seseorang menjadi sangat


menurun, kondisi ini berhubungan dengan beban yang dirasakan berupa
manifestasi klinik yang ditimbulkan berupa ; dipsnea, ortopnoe, batuk, edema
pulmonal, menurunnya saturasi oksigen, menurunnya urine output, sakit kepala,
edema ekstremitas, pembesaran hati, anoreksia dan kelemahan. Hal ini
menyebabkan tingginya mortalitas dan morbiditas serta seringnya klien gagal
jantung berulangkali keluar masuk rumah sakit untuk dirawat. Rata-rata sebanyak

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


125

44% klien gagal jantung kembali lagi ke rumah sakit dalam jangka waktu 6 bulan
(Angelidou, 2010)

Berdasarkan tabel 3.17 Hasil ujicoba pelaksaanaan praktik konsultan keperawatan


yang dilakukan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta menunjukkan
keseluruhan (100%) pasien congestive heart failure yang berkonsultasi
mempunyai respon positif terhadap praktik konsultan keperawatan yang
dilaksanakan. Mereka mengharapkan kegiatan praktik konsultan keperawatan
dilakukan secara berkesinambungan. Pasien menyatakan bahwa praktik konsultan
keperawatan yang dilakukan sangat membantu dan bermanfaat berkenaan dengan
informasi dan perawatan pasien di rumah

Kegiatan praktek konsultan keperawatan diruang rawat jalan merupakan


rangkaian kelanjutan dari asuhan keperawatan yang sudah diberikan saat pasien
dirawat inap. Keberhasilan perawatan pasien dalam mengatasi masalah kesehatan
tidak hanya saat pasien dalam masa perawatan rumah sakit, tapi juga sangat
dipengaruhi bagaimana pasien tersebut melakukan perawatan kesehatan selama di
rumah.

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktek


keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan
sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat
humanistik,dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi
masalah yang dihadapi klien (Potter & Perry, 2006).

Praktek keperawatan profesional adalah tindakan mandiri perawat profesional


melalui kerjasama dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Praktek
keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesioanal menggunakan teoritis
yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar dan ilmu keperawatan sebagai
landasan melakukan pengkajian, diagnosa, menyusun rencana perawatan untuk
menentukan tindakan selanjutnya. Malkemes (1983) mengatakan bahwa praktik

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


126

keperawatan professional adalah suatu proses ketika Ners terlibat dengan pasien
dan melalui kegiatan ini masalah kesehatan pasien diiidentifikasi dan diatasi.

Pasien masalah kardiovakuler yang berkunjung di rawat jalan memiliki kondisi


yang stabil kadang kurang stabil dan penyakit kronis yang membutuhkan
pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan pasien kardiovaskuler pada
kondisi akut dan kegawatan. Rentang waktu yang singkat dan tingkat keparahan
kondisi penyakit yang rendah pada saat kontrol perlu kelola dengan baik oleh
tenaga kesehatan agar pasien menerima informasi dan pendidikan yang baik
terkait dengan masalah yang sedang dialaminya. Untuk dapat terlaksananya
pengelolaan yang baik bagi pasien di rawat jalan dibutuhkan ketrampilan intensif
dalam pengkajian pasien tersebut bagi perawat yang bekerja di rawat jalan
(Josephon & Wingate, 2010 )

Praktek klinik konsultan keperawatan merupakan pelayanan keperawatan di unit


rawat jalan yang berfokus pada asuhan keperawatan profesional, tidak dapat
berdiri sendiri dan dituntut untuk bekerjasama dengan profesi lain yang tujuannya
adalah meningkatkan derajat kesehatan pada pasien masalah sistem
kardiovaskular khususnya pasien dengan gagal jantung kongestif, pelaksanaan
praktek konsultan keperawatan dapat berjalan dengan baik bila difasilitasi dengan
adanya penempatan ruangan khusus dan peralatan yang mendukung kegiatan
praktek konsultan keperawatan.

Berdasarkan hasil pelaksanaan praktik klinik konsultan keperawatan diharapkan


tim manajerial keperawatan dan rumah sakit dapat mengapresiasi harapan pasien
dengan masalah sisitem kardiovaskular khususnya pasien gagal jantung kongestif
untuk keberadaan praktik klinik konsultan keperawatan di unit rawat jalan RSJPD
Harapan Kita Jakarta. Kegiatan praktik klinik konsultan keperawatan sangat
membantu pasien dalam pengelolaan masalah kesehatan khususnya gagal jantung
kongestif meliputi penimbangan berat badan, perubahan gaya hidup, diet dan
latihan, program pengobatan, pengendalian stress dan emosi, fungsi seksual dan
kebutuhan spiritual.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


127

4.8.1 Rekomendasi
4.8.1.1 Perlu kebijakan dari pihak manajemen rumah sakit untuk pelaksanaan
praktik konsultan keperawatan di unit rawat jalan RSJPD Harapan kita
Jakarta.
4.8.1.2 Perlu supervisi yang berkesinambungan dan penetapan tenaga
keperawatan yang akan melakukan pelayanan praktik klinik konsultan
keperawatan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta
4.8.1.3 Perlu menetapkan kompetensi sebagai syarat layak atau tidaknya perawat
untuk melakukan praktik klinik konsultan keperawatan.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


128

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien gangguan sistem


kardiovaskular dengan menerapkan model Care, Cure and Core Lydia Hall
sangat efektif untuk dilakukan karena model ini melingkupi kebutuhan
manusia yang komprehensif dipandang dari manusia sebagai individu yang
unik. Peran perawat adalah untuk memberikan asuhan keperawatan
prioritas yang dibutuhkan oleh pasien dimana pasien tidak dapat
memenuhi kebutuhan dengan sendirinya. Model keperawatan Lydia Hall
sangat baik untuk diterapkan diruang rawat inap khususnya ruang rawat
inap intensive (ICU, CVC, ICVCU) pada model ini keterlibatan profesi
lain juga sangat terlihat, dan mempunyai satu tujuan yang sama yaitu
mempercepat penyembuhan pasien.

5.1.2 Penerapan EBNP tentang efektifitas foot reflexology terhadap penurunan


skala nyeri , tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi pernafasan sudah
dilaksanakan, dengan hasil yang menunjukkan bahwa foot reflexology
signifikan menurunkan nyeri pada pasien sternotomy post CABG

5.1.3 Peran perawat sebagai inovator dilaksanakan dengan melakukan ujicoba


praktik kninik konsultan keperawatan yang memang keberadaanya belum
ada di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta, keberadaan praktik
klinik konsultan keperawatan terbukti bermanfaat dan dibutuhkan untuk
pasien dengan masalah sistem kardiovaskular khususnya pada pasien
dengan gagal jantung kongestif, pendidikan yang diberikan dapat berupa
tentang penyakit, perawatan penyakit di rumah, diet, gaya hidup dan
latihan yang boleh dilakukan serta masalah yang sensitif sekalipun seperti
hubungan seksual.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


129

5.2 Saran

5.2.1 Bagi institusi pelayanan keperawatan

5.2.1.1 Model keperawatan Lydia Hall dapat menjadi salah satu acuan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada pasien terutama di ruang
perawatan rawat inap.

5.2.1.2 Studi hasil EBNP yang telah dilakukan oleh mahasiswa dapat diterapkan
untuk mengurangi rasa nyeri, mudah dan murah untuk dilakukan tanpa
adanya efek samping yang berarti untuk pasien.

5.2.1.3 Berharap bahwa penerapan praktik klinik konsultan keperawatan dapat


dilakukan secara berkesinambungan dan difasilitasi serta dapat
bekerjasama dengan profesi lain yang bertujuan sama yaitu
meningkatkan kulaitas hidup pasien dengan masalah sistem
kardiovaskular khususnya pasien gagal jantung kongestif

5.2.2 Bagi pendidikan dan keilmuan keperawatan

5.2.2.1 Konsep model keperawatan perlu dikembangkan dan diaplikasikan dalam


memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah sistem
yang lain, tidak terkecuali pada sistem kardiovaskular.

5.2.2.2 Terapi komplementer lain wajib untuk dikembangkan selain foot


reflexology dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pasien pada
terapi yang memiliki banyak efek samping dan membahayakan untuk
pasien.

5.2.2.3 Pelaksanaan praktik klinik konsultan keperawatan dapat dilaksanakan jika


perawat mempunyai kompetensi yang sesuai untuk melakukannya, baik
kompetensi komunikasi maupun pengalaman praktek dilapangan yang
memadai, oleh sebab itu perlu peningkatan dalam lingkup konsep teoritis
maupun praktik lapangan dan kelegalitasan seorang perawat untuk
melakukan praktik konsultan keperawatan

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


130

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


DAFTAR PUSTAKA

Ackley, BJ & Ladwig G.B (2011), Nursing diagnosis handbook. an evidence


based guide to planning care. Ninth edition. USA : Mosby Elsevier.

Arbour, C. & Gelinas, C. (2011). Setting goal for pain management when using a
behavioral scale: example with the Critical Care Pain Observation Tools.
Critical Care Nurse Journal. American Association of Critical Care Nurse,
Vol.31, No. 6.

American Heart Association (2013). ACC/AHA guidelines for the Management of


Patients with ST-Elevation Myocardial Infarction. Doi:
10.1161/01.CIR.0000134791.68010.FA

American Heart Association (2013). ACC/AHA guidelines for the Management of


Patients with Unstable Angina and Non Segment ST-Elevation Myocardial
Infarction. doi: 10.1161/01.CIR.102.10.1193

American Heart Association (2011). ACC/AHA guidelines for Coronary Artery


Bypass Graft Surgery : Executive summary : A report of the american
college of cardiology foundation/American heart association task force on
practice guidelines. Doi : 10.1161/CIR.0b013e31823b5fee

Aslan FE, Korkmaz FD, Karabacak U (2011). Pain in cardiac surgery and
nursing approach. Department of Nursing, Acibadem University, Faculty
of Health Sciences, Istambul, Turkey.

Black, J.M & Hawks. J.H. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical
Management for Positive outcomes. Eifht Edition. Volume 2. USA :
Saunders Elsevier

Benjamin, P.J, Tappan, F.M (2005). Foot Reflexology : healing massage


tehniques.Upper Saddle River, NJ. Prentice Hall.

Bagheri N, Zargar N, Khalilian A et all (2012). The effect of foot reflexology


massage on pain and fatigue of patients after coronary artery bypass graft.
Department of Medical Surgical Nursing, Faculty Of Nursing and
Midwifery, Mazandran University of Medical Sciences, Sari, Iran.

Chanif, Petpichetchian W, Chongchareon W (2013). The effect of foot massage on


acute post operative pain in Indonesian patients after abdominal surgery.
Faculty of Nursing, The Prince Songkla University, Thailand.

Chapa et al (2014). Pathophysiological relationship between heart failure and


depression and anxiety. American association of Critical Nurse doi :
http://dx.doi.org/10.4037/ccn2014938.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Dhiren G, Sanjay G (2004). Be your own doctor with foot reflexology. Navneet
Publication. India.

Doengoes, Marylinn (2010). Nursing care plans ; guidelines for individualizing


client care across the life span. Eight Edition. F.A Davis Company.

Guyton & Hall (2007). Buju Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Hanvey et al ( 2009) Depression and anxiety in the post operative coronary artery
bypass graft patients. Meridien health.

Hastono, Priyo S. (2007). Analisis data kesehatan. Fakultas Imu Kesehatan


Masyarakat Universitas Indonesia

Hudak, Gallo (2005). Critical Care Nursing : A Holistic Approach. 8th edition,
Lippincot William & Wilkins

Ignatavicius, Workman (2010). Medical Surgical Nursing : Critical Thinking for


Collaborative Care. 5th Edition. Volume 1. Elsevier Saunders. St Louis.
Missouri

Jones A, Shirley (2005). ECG Notes : Interpretation and Management Guide. F.A
Davis Company. Philadelphia

Kabo.P (2010), Bagaimana menggunakan obat-obatan kardiovaskular secara


rasional. Jakarta : Balai penerbit FKUI

Lim, Hadyanto (2013). Farmakologi kardiovaskuler : mekanisme dan aplikasi


klinis. Edisi 3. Sofmedia. Jakarta

Lee J, Han M, Chung Y et all (2011). Effect of foot reflexology on fatigue, sleep
and pain : A Systematic review and Meta-analysis. Department of Nursing,
Songwon University, Songha-dong, Nam-gu, Gwangju, Korea

Mac Lellan K (2006). Expanding nursing and health care practices. Management
of pain : A practical approach for health care professionals. Nelson
Thomes Ltd. Delta place Cheltenham. United Kingdom

Majid, Abdul (2008). Penyakit jantung koroner : patofisiologi, pencegahan dan


pengobatan terkini. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Manley K, Titchen A (2012). Becoming and being nurse consultant : toward


greater effectiveness through a programme of support. Royal College
Nursing. London

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Melynk MB, Overholt EF (2005). Evidence-Based Practice in nursing and
healthcare : A guide to best practice. Lippincot William & Wilkins

Overbough, Kristen J (2009). Acut Coronary Syndrome : Even Nurses Outside


They Should Recognize Its Sign and Symptoms.ajnonline.com. Vol. 109
No 5.

Parisis et al (2011). Intra Aortic Balloon Pump : Literature review of risk factors
related to complications of the Intra Aortic Balloon Pump. Journal of
cardiothoracic surgery.http://www.cardiosurgery.org/content/6/1/147

Parker, Marylin E (2005). Nursing theories and nursing practice. F.A Davis
Company. Philadelphia.

Perry, A.G & Potter, P.A (2006). Basic Nursing. (6rd Ed). St.Louis: Mosby
Elsevier.

Preema, Sachitha (2013). Effectiveness of foot reflexology on post operative


among post caesarean mothers in selected maternitiy hospital,mangalore.
Departmen of Obstetric and Gynaecological Nursing, Masood College of
Nursing, Mangalore. India.

Riset kesehatan dasar (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


kementrian Kesehatan RI 2013.

Shermeh, Bozourgzad, Ghafourian et all (2009). Effect of foot reflex massage on


sternotomy pain after coronary artery bypass graft surgery. Iranian journal
of critical care nursing, volume 2, Issue 2;51-54

Soetisna TW. (2013). Rumah Sakit Harapan Kita layani 3000 pasien/tahun.
Jakarta. Suara Pembaruan. www.suarapembaruan.com

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2008). Textbook of medical surgical nursing.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

Tomey, MA & Alligood L (2006), Nursing Theorist and Their Works : A


Revolution in Nursing Science. St Louis : CV. Mosby Company

Tully, Baker (2012). Depression, anxiety and cardiac morbidity outcomes after
coronary artery bypass surgery : a contemporary and practical review.
Journal of Geriatric cardiology. 9 : 197-208.

Van Der Wal et al ( 2006). Compliance in heart failure patients : The importance
of knowledge and beliefs. Departement of Cardiology University Medical
Center Groningen, University of Groningen, The Netherlands.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Lampiran 1 :

FORMAT PENGKAJIAN LYDIA HALL

DATA BIOGRAFI

No. Rekam Medis : Diagnosa Medis :


Tanggal masuk : Pengkajian tanggal :
Nama : Jenis Kelamin : Umur :
Agama : Status : Pendidikan :
Pekerjaan : Sumber informasi : Alamat :

GENERAL ASESSMENT

Keluhan Utama :
Riwayat penyakit sekarang :

Riwayat penyakit dahulu :

Alergi :
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik,... ... ...
Kesadaran :

CARE

Pengkajian :

Diagnosa keperawatan
1.

Tujuan :
Kriteria Hasil :
1.
2.
3.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Intervensi :
1.
2.
3.
4.

Implementasi :

1.

2.

3.

4.
Evaluasi :
S :

O :

A :

P :

CURE

Pengkajian :

Diagnosa keperawatan
1.

Tujuan :
Kriteria Hasil :
1.
2.
3.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Intervensi :
1.
2.
3.
4.

Implementasi :

1.

2.

3.

4.

Evaluasi :
S :

O :

A :

P :

CORE

Pengkajian :

Diagnosa keperawatan
1.

Tujuan :
Kriteria Hasil :
1.
2.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


3.

Intervensi :
1.
2.
3.
4.

Implementasi :

1.

2.

3.

4.

Evaluasi :
S :

O :

A :

P :

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Lampiran 2 :

BUKU PANDUAN

TERAPI KOMPLEMENTER FOOT REFLEXOLOGY

PADA KLIEN STERNOTOMY POST CABG

OLEH :
ERLIN IFADAH
1006833653

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALIS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
2014

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan
petunjuk-Nya sehingga proposal Evidence Base Nursing Practise (EBNP), ini
dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.

Proposal EBNP ini disusun sebagai salah satu tugas akhir semester pada
residensi III. Proposal EBNP ini mengangkat topik tentang penerapan terapi
komplementer Foot Reflexology untuk mengurangi nyeri pada klien dengan
Sternotomy Post Coronary Artery Bypass Graft (CABG) sebagai salah satu terapi
non farmakologis dan efektif serta simpel untuk dilakukan oleh perawat.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan proposal EBNP ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi isi maupun sistematika penulisan. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan penulisan laporan EBNP ini.
Terima kasih.

Jakarta, April 2014

Penulis

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


FOOT REFLEXOLOGY

Foot reflexology merupakan terapi yang sudah lama ada di Mesir sejak tahun
2330 SM dan dipopulerkan oleh Doktor William Hope Fitzgerald di Amerika
pada tahun 1917 (Kim, 1999). Dr. William Hope Fitzgerald memperkenalkan
beberapa bagian tubuh seperti telinga, hidung dan tenggorokan sebagai
perawatan titik pertama pada tahun 1900 di Amerika Selatan. Berhubungn
dengan ini, energi mengalir melalui garis lurus tubuh yang berawal di kaki
dan berakhir di daerah kepala. Tekanan pada titik reflex akan berefek pada
seluruh organ tubuh seperti kelenjar, tulang maupun otot.Terapi ini banyak
dilakukan karena bebas dari efek samping, mudah untuk dipelajari dan
dilakukan, dan hanya memerlukan pengetahuan yang tidak banyak mengenai
titik meridian menjadikan foot reflexology terkenal di masyarakat umum
(Yang, 2005)

Foot Reflexology adalah “terapi tekan” dan bermaksud memberikan tekanan


yang fokus pada titik-titik reflex yang berlokasi pada daerah kaki untuk
menyembuhkan, mencegah penyakit atau mengurangi rasa nyeri pada organ
tertentu. Foot Reflexology dilakukan berdasarkan premise bahwa zona-zona
syaraf atau titik-titik reflex dilakukan dari bagian paling bawah dari telapak
kaki sampai bagian atas kepala dan melewati semua organ vital yang ada
dalam tubuh, teori yang diyakini oleh beberapa ahli Foot Reflexology
mengemukakan bahwa ada saluran di dalam tubuh yang merupakan titik
kekuatan hidup atau kekuatan energi yang vital mengalir didalamnya yang
berawal dari kaki ke semua organ dalam tubuh.

GERAKAN
Dalam melakukan foot reflexology ada gerakan yang harus dilakukan, yaitu, :
1. Berikan lotion/cream massage pada daerah titik telapak kaki kiri yang
sudah ditentukan.
2. Lakukan masage lembut dan tekanan pada titik dibawah ibu jari kaki kiri
atau kanan pasien dengan 2 ibu jari tangan tanpa berhenti

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


3. Gerakan dilakukan sampai dengan 10 menit
4. Tekanan harus fokus pada titik yang sudah ditentukan.

EFEKTIFITAS FOOT REFLEXOLOGY TERHADAP NYERI


Foot Reflexology mempunyai standar yang berbeda dengan foot massage.
Pada foot reflexology tekanan diberikan secara sistematis pada zona atau titik
yang spesifik di daerah kaki untuk merangsang bagian yang berbeda pada
organ tubuh. Tujuan dari foot refelexology adalah untuk mengembalikan
fungsi normal organ tubuh dan meningkatkan sirkulasinya. Foot reflexology
merupakan salah satu terapi komplementer yang dapat memberikan
kenyamanan dan mengurangi rasa nyeri (Benjamin and Tappan FM, 2005)

Reflexology adalah terapi modalitas yang termasuk dalam Complementary


and Alternative Medicine (CAM). Konsep dasar dari foot reflexology adalah
untuk meningkatkan homeostatis. Foot reflexology meningkatkan sirkulasi
darah yang dapat mengurangi rasa nyeri, merelaxkan otot-otot sehingga
memberikan rasa nyaman (Krik,.RM and W.T Ribbans, 2004)

KONTRA INDIKASI FOOT REFLEXOLOGY


Klien dengan infeksi akut, suhu badan yang tinggi, atau penyakit yang
membutuhkan intervensi bedah dengan adanya inflamasi pada vena dan
sistem limpha atau penyakit psikis yang harus dirujuk pada tenaga medis
dalam bidangnya yang perlu mendapatkan persetujuan apakah foot
reflexology boleh atau tidak diperbolehkan untuk klien.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


LANGKAH-LANGKAH DALAM MELAKUKAN FOOT REFLEXOLOGY
1. Sebelum memulai tindakan
1) Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan diberikan serta tujuan dan
kegunaannya
2) Minta persetujuan pasien
3) Kaji data demografi pasien
4) Kaji dan catat tanda vital dan skala nyeri sebelum intervensi
2. Pelaksanaan
1) Perawat mencuci tangan
2) Atur posisi nyaman pasien yang memungkinkan untuk foot reflexology
3) Usapkan baby oil/vaselin atau yang sejenisnya pada area target foot
reflexology secukupnya
4) Lakukan masage lembut dan penekanan dengan menggunakan 2 ibu jari
pada titik telapak kaki kiri atau kanan yang sudah ditentukan selama 10
menit tanpa berhenti
5) Tindakan selesai, bereskan pasien
6) Perawat mencuci tangan
3. Setelah pelaksanaan
1) Jelaskan pada pasien bahwa tindakan selesai dilakukan
2) Kaji dan catat kembali tanda-tanda vital dan skala nyeri pasca intervensi
3) Prosedur selesai.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Lampiran 3 :

GAMBAR ZONA POINT AREA FOOT REFLEXOLOGY

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Lampiran 4 :

SURAT KESEDIAAN UNTUK DILAKUKAN TERAPI FOOT REFLEXOLOGY


BERBASIS BUKTI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama :

Alamat :

No Hp :

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa setelah mendapatkan penjelasan dan mengetahui


tujuan dan manfaat dari terapi “Foot Reflexology” menyatakan tidak keberatan untuk dilakukan
terapi tersebut. Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan tanpa
paksaan dari pihak manapun.

Jakarta, 2014

Pelaksana Yang membuat pernyataan

( ) ( )

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Lampiran 5 :

FORMAT PENGKAJIAN DAN PENILAIAN NYERI


Nomor responden : ...............
I. Data responden
a. Nama klien : ............................
b. Usia : .................. tahun
c. Pendidikan :...........................
d. Jenis kelamin : ...........................

II. Skala pengukuran nyeri VAS (Visual Analogue Scale) :

III. Penilaian
Aspek Jam Intervensi Hasil Hasil setelah
Sebelum intervensi
Intervensi
Tekanan
Darah
Nadi
Nafas
Nilai nyeri
(VAS)

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Lampiran 6 :

MANAJEMEN NYERI PADA STERNOTOMY POST


CABG DENGAN TERAPI FOOT REFLEXOLOGY

No. Dokumen No. Revisi Halaman: 2


Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita
Jl. S.Parman Kv.87 Slipi
Jakarta Barat

Ditetapkan
Direktur Utama,

SPO Tanggal terbit


dr. Hananto Andriantoro, SpJP(K),
FIHA
NIP. 195711041986101001
Memberikan tekanan pada titik tertentu berupa foot
Pengertian reflexology pada telapak kaki klien selama + 10 menit,
dilakukan 2 kali sehari (pagi,sore
Tujuan Untuk mengurangi nyeri
Alat dan bahan 1. Tensi meter
2. Jam tangan
3. Baby oil/vaseline atau yang sejenis
4. Format pengkajian dan penilaian nyeri
Kebijakan Foot reflexology adalah salah satu teknik manajemen nyeri
non-farmakologis dan non infasive
Prosedur 4. Sebelum memulai tindakan
5) Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan
diberikan serta tujuan dan kegunaannya
6) Minta persetujuan pasien
7) Kaji data demografi pasien
8) Kaji dan catat tanda vital (tekanan darah, frekuensi
nadi dan pernapasan) serta skala nyeri (1-10) sebelum

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


intervensi
5. Pelaksanaan
7) Perawat mencuci tangan
8) Atur posisi nyaman pasien yang memungkinkan untuk
foot reflexology
9) Usapkan baby oil/vaselin atau yang sejenisnya pada
area foot reflexology secukupnya
10) Lakukan masage lembut dan penekanan dengan
menggunakan 2 ibu jari pada titik telapak kaki kanan
yang sudah ditentukan selama 10 menit tanpa berhenti.
11) Tindakan selesai, bereskan pasien
12) Perawat mencuci tangan
6. Setelah pelaksanaan
4) Jelaskan pada pasien bahwa tindakan selesai
dilakukan
5) Kaji dan catat kembali tanda-tanda vital (tekanan
darah, frekuensi nadi dan pernapasan) serta skala
nyeri (1-10) paska intervensi
6) Prosedur selesai.
Unit Terkait Unit perawatan

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Lampiran 7 :
Resume Asuhan Keperawatan pada Kasus Sistem Kardiovaskular

Dengan Pendekatan Teori Lydia Hall

Tanggal No Gambaran Umum Kasus Pengkajian Intervensi Keperawatan dan Evaluasi


28/02/14 1 Nama Tn . D, 64 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 27 Maret 2014 Nyeri dada berulang 4 hari sebelum masuk 1. Pain level
Tanggal Pengkajian : 28 rumah sakit, dirasakan pada saat Pasien 2. Cardiac pump effectiveness
Maret 2014 Ruang : CVC istirahat, nyeri dirasakan di dada sebelah 3. Fluid balance
Diagnosa Medis : NSTEMI kiri seperti ditusuk-tusuk, menjalar ke leher 4. Activity tolerance
TIMI 4/7 Grace 61 Crusade dan punggung belakang, skala nyeri 9, 5. Self care
53 hilang dengan ISDN SL, dengan durasi 6. Skin integrity
kurang lebih 20 menit setelah itu nyeri 7. coping mechanism
masih hilang timbul dan memberat dengan 8. Knowledge : treatment procedure
aktivitas. BB 60 kg, TB 165 cm. Faktor
resiko : merokok, dislipidemia, hipertensi. Mandiri
1. Pain management
- Care 2. Cardiac care
Pasien bedrest di tempat tidur, sebagian 3. Fluid management
besar keperluan dan kebutuhan personal 4. Energy management
hygiene dibantu (makan, minum, merubah 5. Assistance self care
posisi, mandi, sikat gigi, BAK, BAB dll). 6. Skin care
7. Coping management
Masalah keperawatan : 8. Teaching : disease process
1. Intoleransi aktivitas
2. Self care defisit : bathing Kolaborasi
3. Self care defisit : toileting 1. Management Farmakologi
4. Resiko kerusakan integritas kulit - Kolaborasi dalam pemasangan
intravena dan Oksigen terapi
Pemberian obat-obatan :

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


- Cure - NTG 3x5 mg dan pre activity
Pasien masih merasakan nyeri dada yang - Aspilet 1x80 mg
hilang timbul setiap harinya, sesak (+), TD - Plavix 1x75 mg,
133/64 mmHg, HR 88x/m, RR 28x/m, - Allopurinol 1x300 mg
afebris. Mata : anemis (-), ikterik (-), leher : - ISDN 3x10 mg
JVP 5+2 cmH2O, Cor : BJ I BJ II, murmur - Aminefron 3x2 caps
(-), gallop (-), Pulmo : vesikuler, Ronchi -/-, - Trizedon MR 2x35 mg
wheezing -/-, oksigenasi nasal 5l/menit, - Diazepam 1x5 mg
abdomen : supel, lunak, BU (+), douwer - Asam folat 3x1
catheter (+) EKG dilakukan, interpretasi : - Amlodipine 1x1
SR, rate 70x/menit, gelombang P normal, - Bisoprolol 1x1,25mg
PR int 0,16, QRS duration 0,08, Q - MO k/p.
patologis III, AVF, ST elevasi III, AVF, ST
depresi I, AVL, VI-V6. Echo IVFD :
haemodinamik : EF 40%/TAPSE 1,8 - NTG 100 mcg/menit,
cm/MPAP 20 Mmhg, MAP 74/HR 77, - Heparin 750 iu/jam.
LVOT Ø 2,1 cm, LVOT VTI 17,6 cm, IVC
24/22, SV 61 ml, CO 4,7 L/menit, SVR Lain-lain
1004 dyne sec cm -5, kesan : status volume - Total cairan 2000cc/24 jam
cukup, SV dan CO cukup, SVR normal. - DJ II 2000 kcal/24 jam
Intake : 1520, output : 1450, BC : + 70 cc. - Target urine output 1cc/KgBB/jam
Hasil lab, hematologi : Hb : 9.5 g/dl, L :
8060/ul, Ht : 27%. Cardiac, CKMB : 16. 2. Intervensi invasif
Trop T : 1134. Elektrolit, Na : 142 - Pemasangan IABP
Mmol/L, K : 3.5 Mmol/L, Cal.Total : 2.42 - Early PCI
Mmol/L, Chlorida : 109 Mmol/L, Mg : 2.6
Mg/dl. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
Masalah keperawatan : 24 jam nyeri dada minimal, penurunan curah
1. Nyeri dada : akut jantung dan gangguan keseimbangan cairan
2. Resiko gangguan keseimbangan volume tidak terjadi, keperluan dibantu sesuai
cairan dengan kebutuhan dan mandiri bertahap,

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


3. Resiko penurunan cardiac output mekanisme koping dan pengetahuan
bertambah
- Core
Pasien khawatir dengan penyakit yang di
deritanya karena nyeri yang dirasakan
masih hilang timbul, klien lebih banyak
terdiam dan lebih sering mengatakan ingin
istirahat saja. Keluarga mengatakan pasien
seseorang yang aktif di masyarakat, bergaul
baik dengan keluarga maupun masyarakat,
tetapi sejak sakit pasien lebih bnyak diam
dan sedikit temperamental, pasien juga
menolak setiap akan dilakukan prosedur
yang akan dilakukan untuk kepentingan
pasien

Masalah keperawatan :
1. Kurang mekanisme pertahanan diri
2. Knowledge : treatment procedure
05/03/14 2 Nama Tn . A, 55 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 25 Februari Keluarga mengatakan pasien mengeluh 1. Ineffective airway
2014 sesak nafas 2 minggu sebelum masuk 2. Respiratory status : gas exchange,
Tanggal Pengkajian: 05 rumah sakit disertai demam dan batuk, ventilator
Maret 2014 . Ruang CVC demam hanya hilang sebentar jika minum 3. Cardiac pump effectiveness
Diagnosa Medis : Septic obat penurun panas sesudahnya demam 4. Activity tolerance
shock, CHF Fc II,III ec kembali muncul dan terus menerus 5. Self care
CAD dirasakan, keluar keringat dingin, berdebar- 6. Skin integrity
debar dan tidak ada nyeri dada, post CABG 7. Save environment, knowledge fall
juli 2012 dengan CAD 3VD. Faktor resiko : prevention
eks smoker, dislipidemia, hipertensi 8. coping mechanism
9. Knowledge : treatment procedure

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


- Care Mandiri
Pasien terbaring di tempat tidur, kesadaran 1. Airway management
compos mentis tetapi gelisah, kedua tangan 2. Acid base management
di berikan restrain karena seringkali ingin 3. Cardiac care
mencabut alat-alat invasive yang di pasang 4. Energy management
pada tubuhnya. Pasien memerlukan total 5. Assistance self care
care untuk memenuhi segala kebutuhan 6. Skin care
sehari-harinya, dari mulai kebutuhan nutrisi 7. Environmental management, fall
(makan via NGT), kebutuhan personal prevention
hygiene (mandi, kebersihan mata, 8. Coping management
kebersihan mulut dll), kebutuhan rasa 9. Teaching : disease process
nyaman (ganti pakaian, merubah posisi)
dan lainnya. Kolaborasi
1. Management Farmakologi
Masalah keperawatan : - Kolaborasi dalam pemasangan
1. Intoleransi aktivitas intravena dan Oksigen terapi
2. Self care defisit : bathing Theurapi yang diberikan :
3. Self care defisit : dressing - IVFD Triofusin 600/24 jam,
4. Self care defisit : toileting - RL/24 jam.
5. Self care defisit : eating Theurapi intra vena :
6. Resiko kerusakan integritas kulit - Amikasin 1x750 mg
7. Resiko jatuh - Prosogan 2x1 vial
- Vancomycin 2x1 gr.
- Cure - Alinamin F 2x1 amp.
Pasien terpasang ventilator dengan mode - Atorvastatin 1x20 mg.
(S)CMV dengan Volume tidal : 500 ml, - Paracetamol 3x1 tab.
PEEP : 5 cmH20, FiO2 30%, RR : 10x/m. - Farmadol k/p.
Mata : anemis (+), ikterik (-) Bunyi nafas - Haloperidol 1x4 mg.
ronchi basah +/+, bunyi jantung BJ I dan II.
TD : 78/44mmhg, HR : 103x/m, RR : 2. Intervensi invasif
14x/m, T : 380C. Terpasang NGT, CVP - ETT tube dengan ventilator
pada subklavia kiri (13), Arteri line pada - Pemasangan IABP

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


arteri radialis kiri, terpasang IABP di
femoralis kiri dengan trigger EKG Evaluasi
frekwensi 1:1 augmentasi maksimal, Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
pulsasi di poplitea dan dorsalis pedis +/+, 24 jam bersihan jalan nafas efektif,
terpasang douwer catheter, intake : 2028, penurunan curah jantung tidak terjadi,
output : 1400, BC : +628 , tidak ada edema keperluan dibantu sesuai dengan kebutuhan,
pada ekstremitas. Echo haemodinamik : EF mekanisme koping dan pengetahuan
50%/TAPSE 1,6 cm/MPAP320 Mmhg, keluarga bertambah
MAP 84/HR 106, LVOT Ø 2 cm, LVOT
VTI 15 cm, IVC 23/21, SV 47 ml, CO 4,9
L/menit, SVR 1126 dyne sec cm -5, kesan :
status volume cukup, SV dan CO cukup,
SVR normal Hasil Lab : Hb 14.5 mg/dl/Ht
33%/L : 10.080/GDS : 143 mg/dl/PH
7.47/pO2 112/pCO2 35/HCO3 27.7/BE
4.7/Saturasi 99%. Ro thorax : pneumonia.

Masalah keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukarang gas
3. Resiko penurunan curah jantung
4. Resiko gangguan pertukaran gas

- Core
Keluarga pasien terus menanyakan
kemajuan kondisi pasien kepada dokter dan
ners yang bertugas, istri berharap pasien
dapat kembali ke keluarga seperti semula,
dan dapat menunaikan ibadah umroh yang
sudah direncanakan.

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Masalah keperawatan :
1. Kurang pengetahuan : Manajemen
terapi
2. Koping keluarga inefektif
10/03/14 3 Nama Tn . MR, 39 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 09 Maret 2014 Nyeri dada sejak 16 jam sebelum masuk 1. Pain level
Tanggal Pengkajian : 10 rumah sakit, nyeri dirasakan saat istirahat 2. Cardiac pump effectiveness
Maret 2014 Ruang : CVC merambat ke lengan kiri dan bahu 3. Activity tolerance
Diagnosa Medis : NSTEMI belakang, durasi nyeri kurang lebih 30 4. Self care
3/7 Grace 75 Crusade 12 menit, berkurang dengan istirahat, dada 5. coping mechanism
terasa penuh saat nyeri timbul, tidak ada 6. Knowledge : treatment procedure
mual dan muntah, tidak ada sesak nafas.
Faktor resiko, eks smoker, dislipidemia. Mandiri
Tahun 2011 riwayat serangan jantung, 1. Pain management
dirawat di RS. Mitra Keluarga (suntik 2. Cardiac care
pengencer darah), dianjurkan kateterisasi 3. Energy management
pasien menolak. Dilakukan CT Scan 4. Assistance self care
jantung, hasil : penyempitan (+), selama ini 5. Coping management
tidak pernah minum obat selama 2 tahun 6. Teaching : disease process
terakhir.
Kolaborasi
- Care 1. Management Farmakologi
Pasien bedrest di tempat tidur, hampir Kolaborasi dalam pemasangan
sebagian besar keperluan sehari-hari intravena dan Oksigen terapi
dibantu meliputi keperluan personal Pemberian terapi dan obat-obatan
hygiene (mandi, sikat gigi, memakai - Klien mendapat obat-obatan : IV
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan line : NTG 5 mcg/menit, RL
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan emergency
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, Obat oral :
dan lain-lain. - Antasida 3xC1
- Aspilet 1x80mg,
- Plavix 1x75 mg,

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Masalah keperawatan : - Simvastatin 1x20 mg
1. Intoleransi aktivitas - ISDN 3x5 mg
2. Self care defisit : bathing - Diazepam 1x5 mg
3. Self care defisit : dressing - Laxadine 1xC1
4. Self care defisit : toileting - KSR 3x1 tab
- Lovenox 2x0,6 cc
- Cure - TC : 2000cc/24 jam
Klien masih merasakan nyeri dada - DJ II 2000 kcal/24 jam
walaupun sedang istirahat terlebih jika
melakukan aktivitas, hari ini nyeri dada 2. Intervensi invasif
timbul setelah klien melakukan personal - Pemasangan IABP
hygiene sore, skala nyeri 6, diberikan ISDN - Early CABG
5 mg SL dan nyeri berkurang, setelah
makan malam pada jam 18.30 klien Evaluasi
mengatakan nyeri dada muncul kembali, Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
ISDN 5 mg kembali diberikan SL, dan 24 jam nyeri dada minimal, keperluan
nyeri dada berkurang. EKG dilakukan, dibantu sesuai dengan kebutuhan sehingga
interpretasi : SR, rate 67x/menit, axis LAD, kebutuhan pasien terpenuhi, kecemasan
gelombang P normal, PR int 0,14, QRS berkurang, pengetahuan bertambah.
duration 0,06, Q patologis III, aVF, ST
elevasi di aVR Mata : anemis -/-, ikterik -/-,
pulmo : vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-,
Jantung : BJ I dan II normal, murmur (-),
gallop (-), Abdomen : supel, BU (+),
Ekstremitas : akral hangat, oedema -/-.
Hasil treadmill exercise test di RS Mitra
Keluarga (20/10/2011) : Positive ischemic
response. Hasil Echocardiography
(23/10/2014) : CAD dengan MR. EF 52%.
Hasil MSCT Scan (21/12/2011) : Moderate
calcium plaque burden dengan severe
stenosis di left main, LAD dan moderate

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


stenosis di RCA. Foto rontgen : normal,
Hasil lab : Hb 14.4/Ht 41/L 9990/CKMB
249/Trop T 940/BUN 8/Cr 0.95/GDS
121/Na 140/K 3.3

Masalah keperawatan :
1. Nyeri dada : akut
2. Resiko penurunan cardiac output

- Core
Klien mengatakan tidak ingin dilakukan
tindakan apapun karena yakin bahwa
penyakitnya bisa hilang dengan merubah
kebiasan hidup tidak sehat dengan
kebiasaan hidup sehat, klien juga
melakukan aerobic dalam 1 minggu 2 kali.
Klien menceritakan beberapa saudaranya
terkena serangan jantung dan banyak yang
tidak berhasil dengan dilakukannya
tindakan medis. Istri klien mengatakan
keluarga sudah membujuk klien untuk
menjalani segala tindakan yang dianjurkan
tetapi klien menolak, padahal beberapa
dokter sudah menjelaskan kondisi klien
jika tidak dilakukan tindakan.

Masalah keperawatan :
1. Kecemasan
2. Kurang pengetahuan manajemen
terapetik
11/03/14 4 Nama Ny. Z , 62 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 09 Maret 2014 Sesak nafas dirasakan makin lama makin 1. Cardiac pump effectiveness

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Tanggal Pengkajian : 11 memberat sejak 8 jam SMRS tidak hilang 2. Gas exchange
Maret 2014 .Ruang : CVC dengan istirahat, sesak bertambah jika 3. Fluid balance
Diagnosa Medis : NSTEMI pasien beraktivitas walaupun hanya 4. Activity tolerance
TIMI 3/7 Grace 294 berjalan. Klien berobat ke RS. Pelni 5. Self care
Crusade 70 diberikan obat lasix inj. 2 ampul tidak ada 6. Skin integrity
perbaikan. Klien meminta dirujuk ke 7. coping mechanism
RSJPNHK atas permintaan sendiri karena 8. Knowledge : treatment procedure
klien merupakan klien lama, hanya sudah
jarang kontrol kembali. Faktor resiko,
hipertensi, DM, dislipidemia. Mandiri
1. Cardiac care
- Care 2. Airway management
Pasien bedrest di tempat tidur, hampir 3. Fluid management
sebagian besar keperluan sehari-hari 4. Energy management
dibantu meliputi keperluan personal 5. Assistance self care
hygiene (mandi, sikat gigi, memakai 6. Skin care
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan 7. Coping management
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 8. Teaching : disease process
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi,
dan lain-lain. Kolaborasi
Masalah keperawatan : 1. Management Farmakologi
1. Intoleransi aktivitas - Kolaborasi dalam pemasangan
2. Self care defisit : bathing intravena dan Oksigen terapi
3. Self care defisit : dressing Pemberian obat-obatan :
4. Self care defisit : toileting - Valsartan 1x40 mg
5. Resiko gangguan integritas kulit - Spironolaktone 1x25 mg
- DZP 1x5 mg
- Cure - simvastatin 1x20 mg
Pasien mengatakan masih sering merasakan - Laxadine 1xCI
sesak nafas, penggunaan NRM 8l/m, kedua - Urixin 3x1 tab
mata tampak anemis, sklera tidak ikterik, - Cefriaxon 1x2 gr
JVP 5+2 cmH2O, suara nafas ronchi di - Ventolin nebu 3x1/hari

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


kedua lapang paru, akral hangat, tidak ada 2. Tindakan khusus
edema. TD : 197/74mmhg, HR : 105x/m, - Hemodialysis 2x/minggu
RR : 24x/m, afebris. Intake : 1384, output - R/ op AVR
2900, BC : - 1516. Echocardiography :
Efusi pleura bilateral. EKG : ST, QRS rate Evaluasi
110x/m, QRS dur 0.08, P wave mitral, PR Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
int 0,16, poor R di V1-V3, LVH dengan ST 24 jam, sesak nafas berkurang, keperluan
elevasi di V4-V5. Ro thorax : CTR sulit dibantu sesuai dengan kebutuhan sehingga
dinilai, Seg PO (N), pinggang jantung dan kebutuhan pasien terpenuhi dan kecemasan
apex sulit dinilai, perselubungan homogen berkurang
di kedua basal paru hingga ½ lapang paru.
Hasil lab (10/03/2014) : Hb 7.5/Ht 23/L
16.170/CKMB 50/Trop T 266/Ur 71/BUN
33/CCT 6.74/Mg 2.5/K 31/Na 146/Chlor
104/Ca 2.1

Masalah keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Resiko gangguan volume cairan
4. Resiko penurunan cardiac output

- Core
Pasien mengatakan sudah bosan minum
obat, dan sempat berobat ke alternatif
karena anjuran saudara-saudaranya dengan
meminum obat herbal, tapi tidak ada
perbaikan, klien merasakan penyakitnya
semakin parah.

Masalah keperawatan :
1. Kurang pengetahuan : manajemen terapi

10

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


2. Koping keluarga
11/03/14 5 Nama Tn. S , 62 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 08 Maret 2014 Pasien mengeluh nyeri ulu hati dan nyeri 1. Pain level
Tanggal Pengkajian : 11 dada bila beraktifitas ringan (mandi,jalan), 2. Cardiac pump effectiveness
Maret 2014 Ruang : CVC biasanya membaik dengan ISDN 5 mg SL. 3. Activity tolerance
Diagnosa Medis : NSTEMI Setiap harinya klien bisa sampai 6 kali 4. Self care
, TIMI 3/7, Grace 118, mengkonsumsi ISDN 5 mg SL, nyeri tidak 5. Anxiety
crusade 36 pada CAD 3VD menjalar, tidak ada mual dan muntah, DOE 6. Knowledge : treatment procedur
+ LM disease. (+), OP (+), PND (-), kaki bengkak (-),
klien sempat di rawat di RS. Telogoroyo Mandiri
Semarang. Dilakukan kateterisasi dan 1. Pain management
dikatakan harus operasi, karena masalah 2. Cardiac care
biaya klien baru datang ke PJNHK, 20 hari 3. Energy management
terakhir klien tidak minum obat karena 4. Assistance self care
berobat ke alternatif. Faktor resiko : 5. Anxiety management
dislipidemia, merokok, DM 6. Teaching : disease process
- Care
Pasien bedrest di tempat tidur, hampir Kolaborasi
sebagian besar keperluan sehari-hari 1. Management Farmakologi
dibantu meliputi keperluan personal - Kolaborasi dalam pemasangan
hygiene (mandi, sikat gigi, memakai intravena dan Oksigen terapi
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan Pemberian obat-obatan :
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan - Aspilet 1x80mg,
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, - Plavix 1x75 mg,
dan lain-lain. - Simvastatin 1x20 mg
- ISDN 3x5 mg
Masalah Keperawatan : - Diazepam 1x5 mg
1. Intoleransi aktivitas - Laxadine 1xC1
2. Self care defisit : bathing - KSR 3x1 tab
3. Self care defisit : dressing
4. Self care defisit : toileting 2. Tindakan khusus
- R/ CABG

11

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


- Cure Evaluasi
Pasien mengatakan nyeri terkadang masih Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
muncul, apalagi jika beraktivitas ataupun 24 jam nyeri dada minimal, keperluan
bergerak. Skala nyeri 5-6. BB : 68 kg, TB : 165 dibantu sesuai dengan kebutuhan sehingga
cm. Mata : anemis -/-, ikterik -/-, pulmo : kebutuhan pasien terpenuhi dan pengetahuan
vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-, JVP bertambah, kecemasan berkurang.
tidak meningkat, Jantung : BJ I dan II
normal, murmur (-), gallop (-), Abdomen :
supel, BU (+), Ekstremitas : akral hangat,
oedema -/-, EKG : SR, 100x/m,axis (N), gel
P (N), PR int 0.16”, QRS dur 0.08”, ST
depresi dan T inverted di II, III, aVF, ST
depresi di I, aVL, V3-V6, ST elevasi di
aVR, Q patologis di II,III. Hasil lab : Hb
13.9/Ht 40/L 8610/CKMB 17/Trop T 86/Ur
18/BUN 8/Cr 0.99/GDS 195/Mg 2.4/K
3.4/Na 140/ Cl 107/K 2.26. TD
121/63Mmhg, HR 62-65x/menit, RR 20x/m
afebris. Hasil cath (21/10/2013) di RS
Telogoroyo : LM : Stenosis 50% di mid –
distal, LAD : Stenosis 90% di mid dan
irregular di mid dan distal, LCx : Stenosis
70% di proximal dan dista, RCA : CTO di
mid dan multiple stenosis di mid-distal,
distal terisi dari bridging collateral.
Kesimpulan : CAD 3VD + LM disease.

Masalah keperawatan :
1. Nyeri dada : akut
2. Resiko penurunan cardiac output

12

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


- Core
Pasien mengatakan cemas akan
penyakitnya, berobat tidak teratur.

Masalah keperawatan :
1. Kecemasan
2. Kurang pengetahuan : manajemen
terapi
12/03/14 6 Nama Tn. Al , 55 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 12 Maret 2014 Sesak nafas tiba-tiba memberat saat antri di 1. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian : 12 poliklinik disertai keringat dingin 2. Gas exchange
Maret 2014 Ruang : CVC membasahi baju, dada terasa berat, tidak 3. Fluid balance
Diagnosa Medis : ALO pd ada nyeri dada, DOE (+), OP (+), PND (+). 4. Activity tolerance
CHF recent MI anterior EF Riwayat nyeri dada 10 hari yl disertai 5. Self care
20% keringat dingin dan sesak, dirawat selama 5 6. coping mechanism
hari karena serangan jantung, pulang rawat 7. Knowledge : treatment procedure
masih sesak dengan aktifitas ringan
Mandiri
- Care 1. Cardiac care
Pasien bedrest di tempat tidur, hampir 2. Airway management
sebagian besar keperluan sehari-hari 3. Fluid management
dibantu meliputi keperluan personal 4. Energy management
hygiene (mandi, sikat gigi, memakai 5. Assistance self care
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan 6. Coping management
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 7. Teaching : disease process
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi,
dan lain-lain. Kolaborasi
1. Management Farmakologi
Masalah keperawatan : - Kolaborasi dalam pemasangan
1. Intoleransi aktivitas intravena dan Oksigen terapi
2. Self care defisit : bathing Pemberian obat-obatan :
3. Self care defisit : dressing - Valsartan 1x40 mg

13

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


4. Self care defisit : toileting - Spironolaktone 1x25 mg
- DZP 1x5 mg
- Cure - Simvastatin 1x20 mg,
Conjungtiva anemis (-), ikterik (-), pupil - Laxadine 1xCI
+/+ diameter 2mm, terpasang NRM 10l/m, - Urixin 3x1 tab
JVP 5+2cmH2O. Pulmo : Ronchi basah - Cefriaxon 1x2 gr
halus di kedua lapang paru. Intake : 1160, - Ventolin nebu 3x1/hari
output : 2100, BC : -1060. Bunyi jantung
S1 S2 (n), EKG : ST, QRS frek 110x/m, p Evaluasi
wave (n), QRS 0.08, PR int 0.12, axis (n), Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
ST elevasi aVL, V2-V5, ST depresi I, II, 24 jam, sesak nafas berkurang, keperluan
aVF. Hasil lab (13/3/2014) : Hb 15.5/L dibantu sesuai dengan kebutuhan sehingga
17.380/Ht 56/ CKMB 24/Trop T 2135/Ur kebutuhan pasien terpenuhi dan kecemasan
38/Cr 1.56/ BUN 18/GDS :194/PH berkurang
7.33/pCO2 30/PO2 70/HCO3 16.01/BE -
7.9/Saturasi 93.6/ As laktat 4.1/Na 138/K
3.7/Cl 102.

Masalah keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Resiko penurunan cardiac output
4. Resiko gangguan keseimbangan cairan

- Core
Pasien mengatakan sudah lelah dengan
penyakit yang diderita, tetapi masih ingin
berkumpul dengan keluarga serta ingin
melihat cucu-cucunya tumbuh besar

Masalah keperawatan
1. Mekanisme koping inefektif

14

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


2. Kurang pengetahuan
19/03/14 7 Nama Tn . RW, 53 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 18 Maret 2014 Klien rujukan dari RS.Mediros dengan 1. Pain level
Tanggal Pengkajian : 19 keluhan nyeri dada khas infark 6 jam 2. Cardiac pump effectiveness
Maret 2014 Ruang : CVC SMRS, DOE (+), OP (-), PND(-), kaki 3. Activity tolerance
Diagnosa Medis : Angina bengkak (-), klien baru pertama kali 4. Self care
Pasca Infark (UAP) TIMI berobat ke RSJPNHK, 2 minggu SMRS 5. Anxiety
4/7 Grace 152, Crussade 54 klien di rawat di RS. Ananda dikatakan 6. Knowledge : treatment procedur
pada recent Anterior MCI serangan jantung, mendapat obat suntik di
dan Old Inferior MCI perut dan di rawat di ICU selama 7 hari. Mandiri
Faktor resiko Hipertensi dan DM 1. Pain management
- Care 2. Cardiac care
Pasien bedrest di tempat tidur, hampir 3. Energy management
sebagian besar keperluan sehari-hari 4. Assistance self care
dibantu meliputi keperluan personal 5. Anxiety management
hygiene (mandi, sikat gigi, memakai 6. Teaching : disease process
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan Kolaborasi
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, 1. Management Farmakologi
dan lain-lain. - Kolaborasi dalam pemasangan
intravena dan Oksigen terapi
Masalah keperawatan Pemberian obat-obatan :
1. Intoleransi aktivitas - IUFD Dobutamine 3 mcg/kg/menit
2. Self care defisit : bathing - Cardio Aspirin 1x100 mg
3. Self care defisit : dressing - DZP 1x5 mg
4. Self care defisit : toileting - Simvastatin 1x20 mg
- CPG 1x75 mg
- Cure - ISDN 3x 5 mg
Kesadaran CM, TD : 92/52, HR : - Lavenox 2x0,6 cc
55x/menit, RR : 16x/menit, afebris. Cor ; - Laxadine 1xCI
BJ I BJ II, murmur (-), gallop (-). Pulmo ; - ISDN 3x5 mg
bunyi nafas vesikuler, Ronchi +/+ basah - TC 1500 cc/24 jam

15

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


halus daerah basal, wheezing -/-. Abdomen - DJ II DM 1800 kcal /24 jam
: supel, Hepar dan lien tidak membesar, BU
(+), ekstremitas hangat, edema (-). EKG : 2. Tindakan khusus
SR, rate 47x/m, axis normal, P wave - R/Op CABG
normal, PR int 0.16”, QRS dur 0,08”, ST
elevasi V2-V4, T bifasik V2-V4, Q Evaluasi
patologis di II, III, aVF, V1-V6. Ro thorax : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
CTR 58%, Ao elongasi, Po normal, 24 jam nyeri dada minimal, keperluan
pinggang jantung (+), apex downward, dibantu sesuai dengan kebutuhan sehingga
infiltrat (-), kongesti (-). Echo kebutuhan pasien terpenuhi dan pengetahuan
haemodinamik : EF 41%/TAPSE 1,2 dan mekanisme koping bertambah
cm/MPAP 320 Mmhg, MAP 66/HR 52, Evaluasi
LVOT Ø 2 cm, LVOT VTI 13 cm, IVC Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
26/23, SV 41 ml, CO 2,3 L/menit, SVR 24 jam nyeri dada minimal, keperluan
1773 dyne sec cm -5, kesan : status volume dibantu sesuai dengan kebutuhan sehingga
cukup, SV cukup dan CO kurang, SVR kebutuhan pasien terpenuhi dan pengetahuan
normal Hasil lab : Hb 12/Ht 37/ L bertambah
6970/CKMB 16/Trop T 133/Ur 47/BUN
22/Cr 1.57/GDS 95/Mg 2.1/K 3.9/Na 136/
Cl 105. Nasal 3l/m. Intake : 1565, output :
1080, BC : +485 cc

Masalah keperawatan :
1. Nyeri dada
2. Resiko penurunan cardiac output

- Core
Pasien mengatakan ingin segera pulang ke
rumah, dan menanyakan kapan peralatan
yang dipasang pada tubuhnya dilepas serta
adakah kemungkinan bahwa penyakitnya
akan timbul kembali, pasien tidak ingin

16

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


tergantung dengan obat-obatan yang harus
setiap hari diminumnya, klien hanya
berharap bisa hidup lebih lama dan ingin
sekali melihat putrinya menikah.

Masalah keperawatan
1. Mekanisme koping inefektif
2. Kurang pengetahuan

19/03/14 8 Nama Tn. RS, 61 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan


Masuk RS : 18 Maret 2014 Pasien merasakan nyeri dada memberat 2 1. Pain level
Tanggal Pengkajian : 19 hari terakhir sebelum masuk rumah sakit 2. Cardiac pump effectiveness
Maret 2014 Ruang CVC disertai dengan keluarnya keringat dingin 3. Activity tolerance
Diagnosa Medis : Akut yang membasahi bajunya, nyeri muncul 4. Self care
STEMI posterior lateral pada saat klien melakukan aktifitas sedang 5. Coping mechanisme
seperti mandi atau bila klien emosi, 6. Knowledge : treatment procedur
keesokan harinya nyeri semakin memberat
dengan aktifitas ringan (makan, jalan Mandiri
sedikit). 1. Pain management
2. Cardiac care
- Care 3. Energy management
Pasien bedrest di tempat tidur, hampir 4. Assistance self care
sebagian besar keperluan sehari-hari 5. Coping management
dibantu meliputi keperluan personal 6. Teaching : disease process
hygiene (mandi, sikat gigi, memakai
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan Kolaborasi
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 1. Management Farmakologi
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, - Kolaborasi dalam pemasangan
dan lain-lain. intravena dan Oksigen terapi
Pemberian obat-obatan :
Masalah keperawatan : - Valsartan 1x40 mg
1. Intoleransi aktivitas - Valdimex 1x1

17

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


2. Self care defisit : bathing - Simvastatin 1x20 mg,
3. Self care defisit : dressing - CPG 1x75 mg,
4. Self care defisit : toileting - Aspilet 1x80 mg,
- Furosemid 1x1 tab,
- Cure - Spironolaktone 1x25 mg,
Mengeluh nyeri seperti ditusuk tusuk - Bisoprolol 1x2,5 mg
menjalar ke lengan kiri, leher dan - Captopril 3x 6,25 mg
punggung belakang disertai dengan sesak - Heparinisasi dengan UFH bolus
nafas, bila berbaring sesak semakin terasa, 4200ui
skala nyeri 7-8, dengan durasi 5-10 menit, Evaluasi
tidak berkurang dengan ISDN. Mata : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), 24 jam nyeri dada minimal, keperluan
Bentuk dada simetris, peregerakan dada dibantu sesuai dengan kebutuhan sehingga
simetris, retraksi dinding dada (-), batuk kebutuhan klien terpenuhi dan pengetahuan
(+), sputum (+), bunyi nafas vesikuler, bertambah
oksigenasi dengan nasal kanule 5l/menit,
saturasi O2 98%, BJ I BJ II, murmur (-),
gallop (-). TD : 162/79 mmHg, HR
75x/menit, RR 22x/menit, afebris. EKG :
sinus ryhtm, QRS rate 82x/menit, axis
normal, P wave normal, PR interval
0,16”,QRS 0,08”, ST elevasi III, AVF.
Pemeriksaan lab : CKMB 16/has Trop T
27/K 3,1/Ca total 2,52/Cl 107/Mg 2,3.

Masalah keperawatan :
1. Nyeri
2. Resiko penurun cardiac output

- Core
Pasien mengatakan cemas akan
penyakitnya, dan merasa bahwa ajalnya

18

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


sudah semakin dekat, pasien tidak ingin
tergantung berlebihan pada obat-obatan.

Masalah keperawatan :
1. Kurang pengetahuan : manajemen
terapi
2. Mekanisme koping
23/03/14 9 Nama Tn. P, Umur : 55 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Pasien mengeluh nyeri dada terasa berat 1. Pain level
Masuk RS : 07 Maret 2014 seperti tertimpa beban 20 hari yang lau 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 23 muncul tiba-tiba saat klien sedang bersih- 3. Blood loss severity
Maret 2014 bersih rumah, nyeri menjalar ke lengan kiri, 4. Activity tolerance
Ruang : ICU keringat dingin membasahi baju, durasi 5. Self care
Diagnosa Medis : Akut lebih dari 30 menit, tidak berkurang dengan 6. Skin integrity
anterior extensive STEMI istirahat, klien saat itu tidak dibawa 7. Infection management
post CABG 1 graft + IVS berobat, hanya minum sejenis jamu- 8. Coping mechanisme
rupture closure jamuan, nyeri berkurang tapi masih 9. Knowledge : treatment procedur
dirasakan, kurang lebih 1 minggu setelah
onset klien dibawa ke klinik dan dikatakan Mandiri
terkena serangan jantung, klien dibawa ke 1. Pain management
puskesmas lalu dirujuk ke RSUD tarakan. 2. Cardiac care
Di RSUD Tarakan klien dirawat selam 10 3. Blood loss precaution
hari di ICU, selama dirawat keluhan nyeri 4. Energy management
tidak ada tetapi sesak nafas semakin berat. 5. Assistance self care
Keluhan seperti ini baru pertama kali 6. Skin care
dirasakan klien. Klien menderita hipertensi 7. Infection control
dan DM, diketahui sejak 10 tahun yang 8. Coping management
lalu. Tidak pernah kontrol dan tidak ada 9. Teaching : disease process
obat yang rutin diminum
Kolaborasi
- Care 1. Management Farmakologi
Klien terbaring di tempat tidur dengan - Kolaborasi dalam pemasangan

19

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


posisi semi fowler, hampir sebagian besar intravena dan Oksigen terapi
keperluan sehari-hari dibantu meliputi - IV line : Dobutamin 5 mcg/menit,
kebutuhan perawatan diri (mandi, - Morphin 0,3cc/jam,
kebersihan mulut dan gigi, memakai - Heparin 400iu/jam,
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan - Aspilet 3x1mg
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan - Ranitidine 2x1 amp
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi - Lasix 3x1 amp K/P.
dan lain-lain Obat oral :
- Paracetamol 3x1gr
Masalah keperawatan : - Simvastatin 1x20 mg
1. Intoleransi aktivitas - Bisoprolol 1x2,5mg
2. Self care defisit : bathing - Captopril 3x6,25mg
3. Self care defisit : dressing
4. Self care defisit : toileting
5. Resiko kerusakan integritas kulit Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
- Cure 24 jam nyeri dada post CABG minimal,
Klien post op CABG hari V, klien keperluan dibantu sesuai dengan kebutuhan
mengeluh nyeri pada bagian daerah operasi sehingga kebutuhan klien terpenuhi dan
(mid sternum) nyeri bertambah jika klien pengetahuan bertambah
merubah posisi, skala nyeri 4, drain pada
sternal dan pleural sudah di aff, klien
menggunakan oksigenasi nasal 5l/menit,
saturasi 02 100%, terpasang Swanganz
catheter di jugolaris dextra dengan PA 16,
CVP di subklavia sinistra dengan nilai 11,
Arteri line di radialis sinistra, drain intra
pleura dan substernal (+), produksi
minimal, nilai TD 138/69mmhg, Nadi :
98x/m, RR : 21x/menit, afebris. Gambaran
EKG sinus rythe dengan VES, IABP trigger
EKG frekwensi 1: 2 di femoral sinistra, DC

20

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


(+), urine 30-50 cc/jam.

Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Resiko penurunan cardiac output
3. Resiko perdarahan
4. Resiko infeksi
- Core
Pasien kurang paham perawatan setelah
operasi CABG

Masalah keperawatan :
1. Kurang pengetahuan : manajemen
terapi
24/03/14 10 Nama Tn. ER, Umur : 55 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi 1. Pain level
Masuk RS : 23 Maret 2014 CABG tanggal 24 Maret 2014. Hasil 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 24 angiografi: LAD: 80% di proximal, 80% di 3. Blood loss severity
Maret 2014 proximal D1;LCX : 90-90% di proximal 4. Activity tolerance
Ruang : ICU setelah OMI; RCA : 80% di proximal, 90% 5. Self care
Diagnosa Medis : CAD di distal. 6. Infection management
3VD post op CABG 7. Skin integrity
- Care 8. Coping mechanisme
Klien terbaring di tempat tidur dengan
posisi semi fowler, hampir sebagian besar Mandiri
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 1. Pain management
kebutuhan perawatan diri (mandi, 2. Cardiac care
kebersihan mulut dan gigi, memakai 3. Blood loss precaution
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan 4. Energy management
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 5. Assistance self care
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi 6. Infection control
dan lain-lain 7. Skin care

21

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


8. Coping management
Masalah keperawatan :
1. Intoleransi aktivitas Kolaborasi
2. Self care defisit : bathing 1. Management Farmakologi
3. Self care defisit : dressing - Kolaborasi dalam pemasangan
4. Self care defisit : toileting intravena dan Oksigen terapi
5. Resiko kerusakan integritas kulit Pemberian obat-obatan :
- IV line : Cedocard 0,5
- Cure mcg/kgBB/menit
Pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi (-) di - Morphin 10 mcg/kgBB/menit
lobus kanan atas dan lobus kiri bawah, - Th/IV : Cefazol 3x1 gr
edema tungkai (-), oksigen 2 lpm dengan - Ranitidine 2x1 amp
nasal canul, RR 24X/menit, nafas dangkal - Obat oral : Aspilet 1x80 mg
dan dalam, tekanan darah 105/65 mmHg, - Simvastatin 1x20 mg
HR 95x/menit, suhu 36,5°C, auskultasi - Paracetamol 3x1gr
jantung S1S2 tunggal, abdomen supel, tidak - Bisoprolol 1x 1,25mg
ada perbesaran hepar dan lien reflek jugular - Captopril 3x6,25mg
(+). Hasil laboratorium Hb 9,5/Na 139/ K - Amlodipin 1x2,5 mg
3,76/ chlorida 92,5/ Cr 1,0/ ur 25. Pasien - Combivent inhalasi 3x1
tampak hanya miring kiri dan kanan, - Pulmicort 3x1
terpasang CV Line, drain substernal dan
intrapleura kiri, dan terpasang monitor, Evaluasi
kekuatan otot kiri dan kanan serta atas dan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
bawah normal. Terdapat luka operasi pada 24 jam nyeri luka operasi berkurang,
daerah sternum dengan ukuran 15 cm kebutuhan pasien dapat dipenuhi,
derajat II, pada daerah kaki kanan dengan kebutuhan perawatan diri dan aktivitas
ukuran 17 cm derajat II. Kondisi luka : terpenuhi, mekanisme koping efektif
kedua luka terdapat tidak ada perdarahan,
pus (-), ada granulasi, berwarna merah dan
ada nekrosis. Leukosit : 13740, GDS = 88
mg/dl. EKG (22 April 2014) : ST, QRS 104
x/menit, normo axis, P wave normal, PR int

22

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


0,118s, QRS dur 0.082s, ST elevasi di II,
III, AVF, V5-V6, LVH (+). Kesan Echo :
LVH, EDD : 46, ESD : 33, EF : 55%,
global normo, katup-katup baik.

Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Resiko penurunan cardiac output
3. Resiko perdarahan
4. Resiko infeksi

- Core
Pasien mengatakan lelah dan ingin segera
pulang, pasien ingin berkumpul dengan
keluarganya, mengatakan selama masuk
diruangan ini, belaiu belum juga bertemu
istrinya. Pasien juga takut melihat peralatan
yg ada dalam ruangan ICU.

Masalah keperawatan
1. Mekanisme koping inefektif
25/03/14 11 Nama Tn. A, Umur : 50 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Pasien merasakan nyeri dada pada saat 1. Pain level
Masuk RS : 24 Maret 2014 melakukan aktifitas sedang ( berlari) atau 2. Effectife airway
Tanggal Pengkajian: 25 ringan (berjalan sebentar atau naik satu 3. Cardiac pump effectiveness
Maret 2014 anak tangga) kurang lebih sejak 3 bulan 4. Blood loss severity
Ruang : ICU yang lalu, keluar keringat dingin, nyeri 5. Activity tolerance
Diagnosa Medis : CAD dirasakan seperti ditusuk tusuk menjalar ke 6. Self care
3VD post op CABG 3 graft lengan kiri, leher dan punggung belakang 7. Infection management
(LIMA-LAD, SVG-LCx, disertai dengan sesak nafas , skala nyeri 6- 8. Skin integrity
SVG-RCA distal) 8, dengan durasi kurang lebih 30 menit. 9. Coping mechanisme
Hasil angiografi : LM normal, LAD

23

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


stenosis panjang di proksimal 40-50%, LCx Mandiri Mandiri
oklusi 70%, RCA total oklusi di mid, 1. Pain management
kesimpulan CAD 3VD. 2. Airway management
3. Cardiac care
- Care 4. Blood loss precaution
Klien terbaring di tempat tidur dengan 5. Energy management
posisi semi fowler, hampir sebagian besar 6. Assistance self care
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 7. Infection control
kebutuhan perawatan diri (mandi, 8. Skin care
kebersihan mulut dan gigi, memakai 9. Coping management
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan Kolaborasi
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi 2. Management Farmakologi
dan lain-lain - Kolaborasi dalam pemasangan
intravena dan Oksigen terapi
Masalah keperawatan : Pemberian obat-obatan :
1. Intoleransi aktivitas IV line :
2. Self care defisit : bathing - Cedocard 0,5 mcg/kgBB/menit
3. Self care defisit : dressing - Morphin 5 mcg/kgBB/menit
4. Self care defisit : toileting - Th/IV : Cefazol 3x1 gr
5. Resiko kerusakan integritas kulit - Ranitidine 2x1 amp
Obat oral
- Cure - Aspilet 1x80 mg
Pasien post op CABG hari I, on ventilator - Simvastatin 1x20 mg
dengan T-Piece, persiapan untuk ekstubasi, - Paracetamol 3x1gr
klien mengeluh nyeri pada bagian daerah - Bisoprolol 1x 1,25mg
operasi (mid sternum), skala nyeri 5, klien - Captopril 3x6,25mg
merasakan tubuhnya linu-linu, drain pada - Combivent inhalasi 3x1
sternal dan pleural (+), produksi minimal, - Pulmicort 3x1
terpasang side port di jugolaris dextra, CVP
di subklavia sinistra dengan nilai 9, Arteri
line di radialis sinistra nilai 8, TD Evaluasi

24

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


142/73mmhg, N : 84x/m, RR : 18x/m Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
dengan binasal 5l/m, afebris, tampak kedua 24 jam nyeri luka operasi berkurang,
tungkai terbungkus verband elastis post kebutuhan pasien dapat dipenuhi, dengan
pengambilan vena. Luka sternotomy (+), nyeri dada tidak ada, kebutuhan aktivitas
drain intra pleuran dan substernal (+), terpenuhi.
produksi minimal, DC (+), urine 80-100
cc/jam.

Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Inefektif jalan nafas
3. Resiko penurunan cardiac output
4. Resiko peradarahan
5. Resiko infeksi

- Core
Segera setelah ekstubasi klien mengatakan
kapan bisa pindah ke ruangan biasa karena
klien ingin bertemu istri dan keluarganya
lebih lama, klien juga ingin segera pulang
untuk bertemu dengan anak-anaknya, klien
mengkhawatirkan istrinya akan jatuh sakit
jika menunggu klien terlalu lama, klien
mengatakan istrinya tidur di ruang tunggu
pasien selama klien sakit. Klien juga
menanyakan apakah dirinya harus terus
kontrol setelah operasi selesai dilakukan
dan terus menerus minum obat, klien ingin
bekerja lagi bila sudah pulang nanti.

Masalah keperawatan
1. Koping mekanisme

25

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


2. Koping keluarga efektif
25/03/14 12 Nama Tn. ES, Umur : 60 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi 1. Pain level
Masuk RS : 24 Maret 2014 CABG tanggal 25 Maret 2014. Hasil 2. Gas excahnge
Tanggal Pengkajian: 25 angiografi: LAD: 95% di proximal, 80% di 3. Cardiac pump effectiveness
Maret 2014 proximal D1; LCX : 90% di proximal 4. Blood loss severity
Ruang : ICU setelah OMI; RCA : 75% di proximal, 70- 5. Effective airway
Diagnosa Medis : CABG x4 99% di distal dengan kesimpulan CAD 6. Activity tolerance
on pump, LIMA-LAD, 3VD dengan total oklusi di RCA 7. Self care
SVG-OM, SVG-PDA,SVG- 8. Infection management
PLB - Care 9. Skin integrity
pasien terbaring di tempat tidur dengan 10. Knowledge : medication
posisi semi fowler, hampir sebagian besar
keperluan sehari-hari dibantu meliputi Mandiri
kebutuhan perawatan diri (mandi, 1. Pain management
kebersihan mulut dan gigi, memakai 2. Airway management
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan 3. Cardiac care
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 4. Airway management
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi 5. Blood loss precaution
dan lain-lain 6. Energy management
7. Assistance self care
Masalah Keperawatan 8. Infection control
1. Intoleransi aktivitas 9. Skin care
2. Self care defisit : bathing 10. Teaching : disease process
3. Self care defisit : dressing
4. Self care defisit : toileting Kolaborasi
5. Resiko kerusakan integritas kulit 1. Management Farmakologi
- Kolaborasi dalam pemasangan
- Cure intravena dan Oksigen terapi
Pasien post op CABG hari I, on ventilator Pemberian obat-obatan :
dengan setting support ventilator PS 6, fio2 IV line :
40%, RR 20 x/menit, saturasi O2 100%, - Cedocard 0,25 mcg/kgBB/menit

26

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


persiapan untuk ekstubasi, klien mengeluh - Morphin 10 mcg/kgBB/menit.
nyeri pada bagian daerah operasi (mid - Th/IV : Ranitidine 2x1 amp
sternum), skala nyeri 6, klien merasakan Obat oral :
pegal semua, drain pada substernal dan - Aspilet 1x80 mg
intra pleural (+), produksi minimal, - Simvastatin 1x20 mg
terpasang side port di jugolaris dextra, CVP - Paracetamol 3x1gr,
di subklavia sinistra dengan nilai 9, Arteri - Bisoprolol 1x 1,25mg
line di radialis sinistra nilai TD - Captopril 3x6,25mg
131/62mmhg, N : 85x/m, RR : 18x/m, - Combivent inhalasi 3x1
afebris, Irama EKG SR, tampak kedua - Pulmicort 3x1
tungkai terbungkus verband elastis post
pengambilan vena. DC (+), urine 70-80 Evaluasi
cc/jam. Hasil Lab : Hb 9,6/Ht 28/L 9810/ Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
Tromb 171,000/Ur 3,3/Cr 1,32/PH 7,42/ 24 jam nyeri luka operasi berkurang,
pCO2 29/pO2 214/HCO3 18,9/tCO2 kebutuhan pasien dapat dipenuhi, dengan
19,8/Actual BE -4,1/Standar BE - nyeri dada tidak ada, kebutuhan aktivitas
5,9/saturasi O2 99,9%/Ca ion 1,25/Mg ion terpenuhi., pengetahuan bertambah.
0,39/Asam laktat 2,2/GD 225/Na 138/K
3,9/Cl 110.

Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Gangguan pertukaran gas
3. Resiko penurunan cardiac output
4. Resiko perdarahan
5. Resiko infeks

- Core
Pasien bertanya berapa lama ia harus ada di
ruang ICU dan kapan dirinya bisa pulang
ke rumah

27

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Masalah keperawatan :
1. Kurang pengetahuan : manajemen
terapi
28/03/14 13 Nama Ny. N, Umur : 59 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Pasien mengeluh sesak nafas berat sejak 2 1. Pain level
Masuk RS : 27 Maret 2014 minggu SMRS, sesak nafas dirasakan saat 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 28 beraktifitas ringan seperti berjalan, kadang 3. Effective airway
Maret 2014 hilang dengan istirahat, kadang pada saat 4. Blood loss severity
Ruang : ICU istirahat pun pasien masih merasakan sesak 5. Activity tolerance
Diagnosa Medis : MR nafas, selama 2 minggu klien tidur dengan 6. Self care
Severe ec RHD post MVR menggunakan 3-4 bantal dikepala, DOE 7. Skin management
(+), OP (+), PND (+) pasien mengatakan 8. Anxiety
tidak nafsu makan, mual (+), muntah (-), 9. Knowledge : medication
keringat dingin (+), edema ekstremitas
(+/+). Jantung pasien dinyatakan Mandiri
membengkak dan bocor, dianjurkan untuk 1. Pain management
melakukan operasi jantung. 2. Cardiac care
3. Airway management
- Care 4. Blood loss precaution
Pasien terbaring di tempat tidur dengan 5. Energy management
posisi semi fowler, hampir sebagian besar 6. Assistance self care
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 7. Skin care
kebutuhan perawatan diri (mandi, 8. Anxiety management
kebersihan mulut dan gigi, memakai 9. Teaching : disease process
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan Kolaborasi
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi 1. Management Farmakologi
dan lain-lain - Kolaborasi dalam pemasangan
intravena dan Oksigen terapi
Masalah keperawatan : Pemberian obat :
1. Intoleransi aktivitas - Th/IV : Cefazol 3x1 gr,
2. Self care defisit : bathing - Ranitidine 2x1 amp.

28

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


3. Self care defisit : dressing - IV line Insulin : 250 ui/menit,
4. Self care defisit : toileting - Morphin 10 mcg/kgBB/menit
5. Resiko kerusakan integritas kulit - Obat oral : Paracetamol 3x1gr
- Simarc 2mg
- Cure - Captopril 3x6,25mg
Pasien post op MVR hari II, pasien - Ventolin inhalasi 3x1
mengeluh nyeri pada bagian daerah operasi
(mid sternum), skala nyeri 5, drainage (+), Evaluasi
produksi minimal, terpasang side port di Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
jugolaris dextra, CVP di subklavia sinistra 24 jam nyeri post op berkurang, kebutuhan
dengan nilai 7, Arteri line di radialis dextra yang perlu dibantu dapat dipenuhi,
nilai TD 138/68mmhg, N : 93x/m, RR : kecemasan berkurang karena pasien akan
21x/m dengan binasal 5l/m, afebris. Drain pindah ruang rawat, mekanisme koping dan
pada substernal dan intra pleural (+), pengetahuan bertambah
produksi minimal, DC (+), urine output 60-
80 cc/jam. Hasil echocardiography (18-02-
14) : MR severe ec RHD,TR moderate, PH
severe. Hasil lab (28-03-14) : Hb 12.9/L
16810/Ht 38/Tromb 143/PT 13.5/INR
1.00/APTT 29.5/Ur 34/BUN 16/Cr 1.14/pH
7.37/pCO2 35/pO2 179/HCO3 20.7/BE -
3.5/Saturasi 99.9%/Ca ion 1.03/Mg ion
0.42/Asam laktat 5.7/GD 154/Na 147/K
4.1/Chlor 106

Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Resiko gangguan pertukaran gas
3. Resiko gangguan kelebihan volume
cairan
4. Resiko penurunan cardiac output
5. Resiko infeksi

29

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


- Core
Pasien sering menanyakan nilai
haemodinamiknya (TD,RR,Nadi dll), dan
menanyakan apakah kondisinya baik-baik
saja, klien berharap bisa segera pindah ke
ruangan yang tidak bising karena merasa
ngeri melihat klien lain yang dipasang alat-
alat invasife

Masalah keperawatan :
1. Kecemasan
2. Kurang pengetahuan
3. Mekanisme koping inefektif
28/03/14 14 Nama Nn. N, Umur : 19 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Klien mengatakan sejak kecil sudah 1. Pain level
Masuk RS : 23 Maret 2014 mengalami sakit jantung, sering kecapean 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 28 dan cepat lelah, klien juga tidak dapat 3. Effective airway
Maret 2014 mengikuti pelajaran di sekolah, dan tidak 4. Blood loss severity
Ruang : ICU tamat SD, untuk mengatasi sesak klien 5. Activity tolerance
Diagnosa Medis : MS biasanya beristirahat. Klien mengatakan 6. Self care
Severe, AR Mild, TR sesak semakin hebat seiring dengan usianya 7. Skin integrity
Severe Post MVR, AVR, yang bertambah. DOE (+), OP (+), PND 8. Knowledge : medication
TVR (+). Dokter di rumah sakit daerahnya
berkata bahwa jantung klien bocor dan Mandiri Mandiri
menganjurkan orangtua membawa klien 1. Pain management
untuk di operasi di RSJPNHK 2. Cardiac care
3. Airway management
- Care 4. Blood loss precaution
Klien terbaring di tempat tidur dengan 5. Energy management
posisi fowler, hampir sebagian besar 6. Assistance self care
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 7. Skin care
kebutuhan perawatan diri (mandi, 8. Teaching : disease process

30

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


kebersihan mulut dan gigi, memakai
pakaian, menyisir rambut), klien Kolaborasi
mengatakan tidak nafsu makan, BB : 39 kg, 1. Management Farmakologi
TB : 152 cm, merubah posisi dan lain-lain - Kolaborasi dalam pemasangan
intravena dan Oksigen terapi
Masalah keperawatan : Pemberian obat :
1. Intoleransi aktivitas IV line :
2. Self care defisit : bathing - Morphin 10 mcg/kgBB/menit.
3. Self care defisit : dressing Th/IV :
4. Self care defisit : toileting - Cefazol 3x1 gr,
5. Self care defisit : eating - Ranitidine 2x1 amp.
6. Resiko kerusakan integritas kulit Obat oral :
- Paracetamol 3x1gr,
- Cure - Ventolin
Klien post op MVR, AVR, TVR hari IV, - Pulmicort inhalasi 3x1
klien mengeluh nyeri pada bagian daerah
operasi (mid sternum), skala nyeri 6, Evaluasi
terutama saat klien batuk, produksi sputum Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
(+), ronchi basah halus +/+, drainage (+), 24 jam nyeri post op berkurang, kebutuhan
produksi minimal, terpasang side port di yang perlu dibantu dapat dipenuhi,
jugolaris dextra, CVP di subklavia sinistra kecemasan berkurang karena pasien akan
dengan nilai 9, Arteri line di radialis pindah ruang rawat, mekanisme koping dan
sinistra nilai TD 138/68mmhg, N : 93x/m, pengetahuan bertambah
RR : 21x/m dengan binasal 5l/m, afebris.
DC (+), urine output 50-60 cc/jam. Hasil
echocardiography (11-01-2014) : MS
Severe, AR Mild, TR Severe . Hasil lab
(28-03-14) : Hb 12.6/L 13224/Ht 33/Tromb
176/PT 14.3/INR 0.90/APTT 26.3/Ur
38/BUN 13/Cr 0.62/pH 7.42/pCO2 41/pO2
251/HCO3 24.3/BE -2.3/Saturasi 98%

31

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
3. Resiko perdarahan
4. Resiko penuruna curah jantung
5. Resiko infeksi

- Core
Klien sering marah-marah dan mengatakan
sudah tidak betah di ruang ICU, klien
berteriak-teriak minta dipindahkan ke ruang
perawatan intermediate, bila ditanya klien
menjawab dengan ketus dan mengatakan
bahwa dirinya sudah lebih baik dan ingin
segera pulang.
Masalah keperawatan :
1. Kurang pengetahuan
2. Mekanisme koping inefektif
28/03/14 15 Nama Ny. ZE, Umur : 69 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Pasien mengatakan terkena serangan 1. Pain level
Masuk RS : 01 April 2014 jantung pada tahun 2013 dan biasa kontrol 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 02 ke Rumah Sakit Jakarta karena anaknya 3. Effective airway
April 2014 adalah seorang dokter spesialis disana, 4. Blood loss severity
Ruang : ICU pasien dianjurkan untuk operasi jantung 5. Activity tolerance
Diagnosa Medis : CAD karena hasil dari kateterisasi jantung adalah 6. Self care
3VD post CABG 3x on 3VD. 7. Skin integrity
pump (SVE-LAD, SVE- 8. Knowledge : medication
PDA,SVG intermediate) - Care
Pasien terbaring di tempat tidur dengan Mandiri Mandiri
posisi fowler, hampir sebagian besar 1. Pain management
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 2. Cardiac care
kebutuhan perawatan diri (mandi, 3. Airway management

32

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


kebersihan mulut dan gigi, memakai 4. Blood loss precaution
pakaian, menyisir rambut), klien 5. Energy management
mengatakan tidak nafsu makan, merubah 6. Assistance self care
posisi dan lain-lain 7. Skin care
8. Teaching : disease process
Masalah keperawatan :
1. Intoleransi aktivitas Kolaborasi
2. Self care defisit : bathing 1. Management Farmakologi
3. Self care defisit : dressing - Kolaborasi dalam pemasangan
4. Self care defisit : toileting intravena dan Oksigen terapi
5. Self care : eating - Th/IV : Cefazol 3x1 gr
6. Resiko kerusakan integritas kulit - Ranitidine 2x1 amp.
- Obat oral : Paracetamol 3x1gr,
- Cure - Simarc 2mg, Captopril 3x6,25mg
Klien post op CABG hari I, on ventilator - ventolin inhalasi 3x1
dengan T-Piece, persiapan untuk ekstubasi,
klien mengeluh nyeri pada bagian daerah Evaluasi
operasi (mid sternum), skala nyeri 5, klien Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
merasakan tubuhnya linu-linu, drain pada 24 jam nyeri post op berkurang, kebutuhan
sternal dan pleural (+), produksi minimal, yang perlu dibantu dapat dipenuhi,
terpasang side port di jugolaris dextra, CVP kecemasan berkurang karena pasien akan
di subklavia sinistra dengan nilai 9, Arteri pindah ruang rawat, mekanisme koping dan
line di radialis sinistra nilai TD pengetahuan bertambah
142/73mmhg, N : 84x/m, RR : 18x/m
dengan binasal 5l/m, afebris, tampak kedua
tungkai terbungkus verband elastis post
pengambilan vena. DC (+), urine 80-100
cc/jam.

Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas

33

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


3. Resiko perdarahan
4. Resiko penurunan curah jantung
5. Resiko infeksi

- Core
Klien mengatakan selalu berdiskusi apapun
dengan anaknya, klien banyak bertanya
tentang apa yang harus dilakukan setelah
klien sampai di rumah nanti.

Masalah keperawatan
1. Kurang pengetahuan
07/04/14 16 Nama Ny. H, Umur : 62 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Pasien mengatakan sering merasa lelah, 1. Cardiac pump effectiveness
Masuk RS : 06 April 2014 dan direncanakan untuk dilakukakn operasi 2. Blood loss severity
Tanggal Pengkajian: 07 katup pada tanggal 7 April 2014 3. Self care
April 2014 4. Skin integrity
Ruang : OK - Care 5. Anxiety level
Diagnosa Medis : CHF Fc Pasien mengeluh kedinginan di ruang OK,
III ec AS severe pre AVR perawat langsung memberikan warmer Mandiri
yang tersedia, membantu pasien berganti 1. Cardiac care
pakaian untuk keperluan operasi 2. Blood loss precaution
3. Assistance self care
Masalah keperawatan : 4. Skin care
1. Self care defisit : dressing 5. Anxiety reduction
2. Resiko kerusakan integritas kulit

- Cure Kolaborasi
Dilakukan operasi AVR melibatkan 1. Tindakan AVR
beberapa dokter dan penunjang lain.
Evaluasi
Masalah keperawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 30

34

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


1. Resiko penuruna curah jantung menit terhadap kebutuhan yang perawatan
2. Resiko peradarahan diri, kebutuhan berpakaian dapat dipenuhi,
3. Resiko infeksi kecemasan berkurang

- Core
Pasien mengatakan cemas dalam
menghadapi operasi ini.

Masalah keperawatan
1. Kecemasan
08/04/14 17 Nama Tn.IA, Umur : 60 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Sesak nafas berat saat turun dari pesawat 1. Cardiac pump effectiveness
Masuk RS : 07 April 2014 setibanya dibandara Soekarno Hatta, klien 2. Blood loss severity
Tanggal Pengkajian: 08 mengatakan kelelahan, nyeri dada (-), mual 3. Self care
April 2014 (-), muntah (-), klien riwayat sesak 4. Skin integrity
Ruang : OK berulang sejak 2 tahun sebelum masuk 5. Anxiety level
Diagnosa Medis : CHF ec rumah sakit. DOE (+), OP (+), PND (+),
MR severe, TR mild pre tidur dengan 2 bantal, riwayat kaki bengkak Mandiri
MVR dengan aktifitas berlebihan, dirumah klien 1. Cardiac care
hanya bisa berjalan disekitar rumah karena 2. Blood loss precaution
bila berjalan jauh sesak nafas akan muncul. 3. Assistance self care
Klien baru PJNHK 4. Skin care
5. Anxiety reduction
- Care
Di ruang pre op klien mengatakan Kolaborasi
kedinginan, memberikan warmer yang 1. Tindakan MVR
disediakan, membantu pasien berganti
pakaian untuk keperluan operasi Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 30
Masalah keperawatan : menit terhadap kebutuhan yang perawatan
1. Self care defisit : dressing diri, kebutuhan berpakaian dapat dipenuhi,
2. Resiko kerusakan integritas kulit kecemasan berkurang

35

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


- Cure
Hasil Echocardiography (21/01/2014) : MR
severe ec MVP, EF 66%, TR mild, PH
severe. Hasil kateterisasi (23/01/2014) :
Non significant stenosis. TD : 118/88
Mmhg. HR : 78x/m RR : 28x/m. Afebris.
JVP 5+2 cmH2O.bunyi jantung S1 S2,
bunyi nafas vesikuler, ronchi basah
minimal di kedua paru. EKG : SR, RAD,
PR int (N), LAE (+), QRS duration 0,09,
RVH. Hasil lab (07/04/2014) : Hb 13.1/L
7590/Ht 36/Tromb 252/Masa perdarahan
1.5/PT 13.3/INR 0.98/APTT 33.5/GD
142/Na 126/K 4.7/Ca 2.77/Chlo 95/Mg
2.0/PH 7.40/pCO2 29/pO2 94/HCO3
18.3/BE -2.5/Saturasi 98%
Dilakukan operasi MVR

- Core
Pasien mengatakan cemas untuk menjalani
operasi.

Masalah keperawatan
1. Kecemasan
10/04/14 18 Nama Tn.HS, Umur : 41 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Klien mengatakan sering merasakan nyeri 1. Cardiac pump effectiveness
Masuk RS : 09 April 2014 dada sejak awal tahun 2014 dan berobat ke 2. Blood loss severity
Tanggal Pengkajian: 10 RSUD Sibolga, atas saran RS disana klien 3. Self care
April 2014 dianjurkan untuk memeriksakan secara 4. Skin integrity
Ruang : OK keseluruhan kondisi jantungnya di 5. Anxiety level
Diagnosa Medis : CAD RSJPNHK karena peralatan disana kurang
2VD+LM pre CABG memadai, setelah dilakukan beberapa

36

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


pemeriksaan ternyata ada penyumbatan di Mandiri
jantung klien dan disarankan untuk CABG. 1. Cardiac care
2. Blood loss precaution
- Care 3. Assistance self care
Di ruang pre op klien mengatakan 4. Skin care
kedinginan, diberikan warmer yang sudah 5. Anxiety reduction
tersedia, membantu pasien berganti pakaian
untuk keperluan operasi Kolaborasi
1. Tindakan CABG
Masalah keperawatan :
1. Self care defisit : dressing Evaluasi
2. Resiko kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan 30
menit terhadap kebutuhan yang perawatan
- Cure diri, kebutuhan berpakaian dapat dipenuhi,
Hasil kateterisasi jantung (11/04/2014) : kecemasan berkurang
CAD 2VD+LM, Hasil
Echocardiography :
LA dilatasi EF 48%. Hasil lab : Hb 15/L
8860/Ht 42/Tromb 316/Masa perdarahan
2/PT 13.6/ INR 1.01/APTT 32.4/CK
59/CKMB 14/ chol total 198/HDL 29/LDL
119/Trigliserida 335/Ur 25/BUN 12/Cr
0.87/PH 7.40/pCO2 34/pO2 94/HCO3
21.3/BE – 2.1/Na 140/K 3.7/Chlor 104/Mg
0.43
Dilakukan intervensi CABG

Masalah keperawatan :
1. Self care defisit : dressing
2. Resiko kerusakan integritas kulit

37

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


- Core
Klien mengatakan dirinya masih sangat
muda untuk operasi jantung dan cemas
untuk menjalani operasi, klien mengatakan
takut mati di atas meja operasi

Masalah keperawatan
1. Kecemasan
28/04/14 19 Nama Tn SS Umur 58 - Riwayat Penyakit Tujuan :
tahun 2 hari sebelum masuk rumah sakit klien 1. Pompa jantung efektif
Masuk RS : 28 April 2014 mengeluh sesak nafas dan terus memberat, 2. Tidak terjadi gangguan pertukaran gas
Tanggal Pengkajian: 28 DOE (+), PND(+), Ortopnoe (+) 3. Inefektif regimen teraupetik
April 2014 4. Perawatan diri terpenuhi
Ruang : Gawat Darurat - Care
Diagnosa Medis : ADHF Pasien bedrest, semua kebutuhan perawatan Mandiri
W/W Old anterior MCI. diri di bantu (keperluan makan,minum, 1. Manajemen energy
BAK, BAB, berpakaian dll) 2. Manajemen airway
3. Pendidikan kesehatan
Masalah keperawatan 4. Peningkatan latihan
1. Intoleransi aktivitas 5. Pendidikan kesehatan
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
3. Defisit perawatan diri: toileting Kolaborasi
1. Management Farmakologi
- Cure - Kolaborasi dalam pemasangan
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi intravena dan Oksigen terapi
(+) di basal ½ lapangan paru, lobus kanan - Pemberian lasix extra 4 ampul,
atas dan lobus kiri bawah, edema tungkai - Lanoxin 0,5 mg IV
+/+, oksigen nasal kanul 5l/m , RR
28X/menit, nafas dangkal dan dalam, Evaluasi
tekanan darah 130/85 mmHg, HR Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
131x/menit, suhu 36,7°C, auskultasi jantung 12 jam terhadap kebutuhan yang perlu
S1-S2 gallop, abdomen supel, tidak ada dibantu, kebutuhan pasien dapat dipenuhi,

38

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


perbesaran hepar dan lien. Hasil dengansesak nafas tidak ada, sesak
laboratorium Hb 11,5 g/dl, HCT 32,2%, berkurang bila aktivitas .
elektrolit Na 136 mEq, K 4,26 mEq,
chlorida 92,5 mEq, hasil kreatinin darah 1,2
ureum 35

Masalah keperawatan
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan pertukaran gas

- Core
Pasien lama RSJPDHK tetapi kontrol
seperlunya dan minum obat tidak teratur

Masalah keperawatan
1. Kurang pengetahuan
28/04/14 20 Nama Ny. S umur 36 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 28 April 2014 Sesak nafas dirasakan memberat 4 hari 1. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 28 SMRS, mual (-), muntah(-) DOE (+), 2. Respiratory status : gas exchange
April 2014 PND(+), Ortopnoe (+), keringat dingin 3. Activity tolerance
Ruang : Gawat Darurat membasahi pakaian (-), perut begah (-), 4. Self care
Diagnosa Medis : ADHF kaki bengkak (-), nyeri dada(-), berdebar- 5. Infection management
pada PPCM debar (-), pasien merupakan pasien lama 6. Skin integrity
RSJPDHK , tidak pernah kontrol lagi, 7. Knowledge : medication
kehabisan obat sudah 1 minggu, obat yang
biasa dikonsumsi : lasix 1x40 mg, ramipril Mandiri
1x 2,5 mg, aspar K 3x1, antacid 2x C1, 1. Cardiac care
aldacton 1x25mg. 2. Airway management
3. Energy management
- Care 4. Assistance self care
Pasien bedrest, posisi semifowler, semua 5. Infection control
kebutuhan perawatan diri di bantu 6. Skin care

39

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


(keperluan makan,minum, BAK, BAB, 7. Teaching : disease process
berpakaian dll)
Kolaborasi
Masalah keperawatan 1. Management Farmakologi
1. Intoleransi aktivitas - Kolaborasi dalam pemasangan
2. Defisit perawatan diri : berpakaian intravena dan Oksigen terapi
3. Defisit perawatan diri: toileting Pemberian obat-obatan :

- Cure Evaluasi
Dari pemeriksaan fisik didapatkan : TD : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
163/125 mmhg, HR : 131x/m, RR 20x/m, 24 jam nyeri luka operasi berkurang,
conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), kebutuhan pasien dapat dipenuhi, dengan
JVP 5+2 CmH2O, Cor : S1 S2, murmur (-), nyeri dada tidak ada, sesak berkurang,
gallop (-), pulmo : vesikuler, ronchi +/+ kebutuhan aktivitas terpenuhi.
basah halus basal, abdomen : BU (+),
pembesaran hepar dan lien (-), edema
tungkai (-), terpasang O2 nasal kanul
3l/menit. Hasil laboratorium Hb 13,5 g/dl,
HCT 36,2%, elektrolit Na 136 mEq, K 4,06
mEq, chlorida 92,5 mEq, hasil kreatinin
darah 1,5 ureum 25

Masalah keperawatan
1. Resti Penurunan curah jantung
2. Gangguan pertukaran gas

- Core
Pasien lama RSJPDHK tetapi kontrol
seperlunya dan minum obat tidak teratur

Masalah keperawatan
1. Inefektif regimen teraupetik

40

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


07/05/14 21 Nama Tn N Umur 48 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 7 Mei 2014 Pasien mengeluh nyeri dada sejak jam 1 1. Pain level
Tanggal Pengkajian: 7 Mei pagi, skala 7, di dada sebelah kiri seperti 2. Cardiac pump effectiveness
2014 ditusuk tusuk menjalar kepunggung kiri, 3. Activity tolerance
Ruang Emergensi keringat dingin (+), durasi > 30 menit tidak 4. Self care
Diagnosa Medis : Akut berkurang dengan istirahat, (sesak+) di 5. Anxiety
STEMI Anterior IGD diberikan terapi ISDN dibawah lidah 6. Knowledge : treatment procedur
3x10 mg, nyeri dada hanya sedikit
berkurang. Mandiri
1. Pain management
- Care 2. Cardiac care
Pasien bedrest, posisi semifowler, semua 3. Energy management
kebutuhan perawatan diri di bantu 4. Assistance self care
(keperluan makan,minum, BAK, BAB, 5. Anxiety management
berpakaian dll) 6. Teaching : disease process

Masalah keperawatan Kolaborasi


1. Intoleransi aktivitas 1. Management Farmakologi
2. Defisit perawatan diri : berpakaian - Kolaborasi dalam pemasangan
3. Defisit perawatan diri: toileting intravena dan Oksigen terapi
Terapi obat :
- Cure - Aspilet 1x80 mg
Bentuk dada simetris, pergerakan dinding - Plavix 1x75 m,
dada simetris kanan kiri, sesak nafas(+), - ISDN 3x5 mg
retraksi dinding dada (-), batuk (-), sputum - Simvastatin 1x20 mg
(-), terpasang oksigen nasal kanul 3l/menit, - Laxadine 1x1 C1
saturasi oksigen 99%, bunyi nafas - Diazepam 1x5 mg
vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-, pasien - Captopril 3x6,25 mg
tampak lemah, irama jantung sinus ryhtme, - Concor 1x25mg
TD : 162/91 mmHg, N : 84x/m, - Rencana PPCI
conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
BJ I dan II, murmur (-), gallop (-)

41

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Gambaran EKG : Sinus rhytm, QRS Evaluasi
76x/m, axis LAD, P wave normal, PR Setelah dilakukan tindakan keperawatan
interval 0,16”, QRS 0,04”, ST Elevasi V1- selama 1 jam, nyeri berkurang dengan skala
V3, T inverted di V5-V6. 3, kebutuhan perawatan diri terpenuhi dan
cemas berkurang.
Masalah keperawatan
1. Nyeri akut
2. Resiko penurunan curah jantung

- Core
Klien sangat cemas dengan kondisi
penyakitnya, klien berkali kali mengatakan
anak saya masih ada yang sekolah 2 orang

Masalah keperawatan
1. Kecemasan
2. Mekanisme koping inefektif
07/05/14 22 Nama Ny T umur - Riwayat Penyakit Tujuan :
Masuk RS : 07 Mei 2014 Pasien datang dengan keluhan nyeri perut 1. Pain level
Tanggal Pengkajian 07 Mei sebelah kanan, nyeri dirasa sejak 4 hari 2. Cardiac pump effectiveness
2014 yang lalu, mual (-), muntah (-), penajalaran 3. Activity tolerance
Ruang : Emergensi (-), muncul saat istirahat, sesak (-), nyeri 4. Self care
Diagnosa Medis : NSTEMI dada (-), berdebar (-), nyeri perut dirasakan 5. Anxiety
TIMI 3/7 Grace 142 setelah 4 hari pasien meminum aspilet yang
Crusade 65 diberikan dokter di rumah sakit Sint Mandiri
Carolus, nyeri terus menerur, durasi >20 1. Pain management
menit. Sebelumnya pasien berobat rawat 2. Cardiac care
jalan di RS, Sint Carolus dikatakan 3. Energy management
penyempitan koroner, DM dan hipertensi. 4. Assistance self care
5. Anxiety management
- Care
Pasien bedrest, semua kebutuhan

42

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


perawatan diri di bantu (keperluan Kolaborasi :
makan,minum, BAK, BAB, berpakaian dll) - Bedrest
- O2 nasal 3l/menit
Masalah keperawatan 1. Manajemen farmakologi :
1. Intoleransi aktivitas - Lasix 2 amp
2. Defisit perawatan diri : berpakaian - Aspilet 1x80 mg
3. Defisit perawatan diri: toileting - Plavix 1x75 mg
- ISDN 3x5 mg
- Cure - Laxadine 1xC1
TD : 134/70 mmHg, HR : 106x/menit, RR : - Heparinisasi dengan UFH 3600 ui
22x/menit, afebris. Conjungtiva anemis (-), - Simvastatin 1x 20mg
sklera ikterik (-), BJ I dan II, murmur (-), - Diazepam 1x5mg
gallop (-), bunyi nafas vesikuler, ronchi - Omeprazole 1 amp
+/+, basal setengah lapang paru, nyeri - Ekstra lasix 2 ampul
tekan pada abdomen (+), nyeri epigastrium 2. Manajemen cairan
(+), extremitas akral hangat. Gambaran - TC 1500 cc/24 jam
EKG : SR, QRS rate 106x/menit, P wave 3. Manajemen diet
(n), PR interval 0,12”, QRS duration 0,08”, - DJ II DM 1800 kkal/24 jam
ST depresi II, III,Avf. Hasil lab
(07/04/2014) : Hb 8,8/L 13200/Ht Evaluasi
29/Tromb 302/Na 183/K 3,5/Ca 2.05/Chlo Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1
105/Mg 2.6/CKMB 32/Trop T 805/Ur jam nyeri berkurang, perawatan dan
8,4/Cr 3,93 kebutuhan diri terpenuhi, kecemasan
Masalah keperawatan berkurang dan pengetahuan bertambah
1. Nyeri
2. Resiko penurunan curah jantung

- Core
Klien cemas dengan penyakitnya dan ingin
segera pulang ke rumah.

43

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Masalah keperawatan
1. Kecemasan
08/05/14 23 Nama Tn. D umur 56 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan :
Masuk RS : 08 Mei 2014 Pasien datang dengan keluhan nyeri dada 1 1. Pain level
Tanggal Pengkajian 08 Mei hari yang lalu, dan dirasa paling berat 5 jam 2. Pump effectiveness
2014 SMRS, skala 6, sebelah kiri rasa seperti di 3. Tolerance activity
Ruang : Emergensi sayat-sayat, menjalar ke lengan kiri, 4. Self care
Diagnosa Medis : Akut keringat dingin (+) membasahi pakaian, 5. Anxiety
STEMI Posterior Lateral durasi > 30 menit, tidak berkurang dengan 6. Knowledge : medication
istirahat, di IGD pasien diberikan ISDN
sub lingual dan nyeri berkurang Mandiri
1. Pain management
- Care 2. Cardiac care
Pasien bedrest, semua kebutuhan perawatan 3. Management energy
diri di bantu (keperluan makan,minum, 4. Self care assistance
BAK, BAB, berpakaian dll) 5. Anxiety management
6. Teaching : disease process
Masalah keperawatan
1. Intoleransi aktivitas Kolaborasi
2. Defisit perawatan diri : berpakaian Management Farmakologi
3. Defisit perawatan diri: toileting - Kolaborasi dalam pemasangan
intravena dan Oksigen terapi
- Cure Pemberian obat :
Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, - Aspilet 1x80 mg
bentuk dada simetris, pergerakan dinding - Plavix 1x75 m,
dada simetris kanan kiri, sesak nafas(+), - ISDN 3x5 mg
retraksi dinding dada (-), batuk (-), sputum - Simvastatin 1x20 mg
(-), terpasang oksigen nasal kanul 3l/menit, - Laxadine 1x1 C1
saturasi oksigen 99%, bunyi nafas - Diazepam 1x5 mg
vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-, pasien - Captopril 3x6,25 mg
tampak lemah, irama jantung sinus ryhtme, - Concor 1x25mg
TD : 162/91 mmHg, N : 84x/m, BJ I dan II, - Rencana PPCI

44

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


murmur (-), gallop (-) Gambaran EKG : Evaluasi
Sinus rhytm, QRS 76x/m, axis LAD, P Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1
wave normal, PR interval 0,16”, QRS jam nyeri berkurang, perawatan dan
0,04”, ST Elevasi V1-V3, T inverted di V5- kebutuhan diri terpenuhi, kecemasan
V6. berkurang dan pengetahuan bertambah.

Masalah keperawatan
1. Nyeri
2. Resiko penurunan curah jantung

- Core
Pasien mengatakan cemas dan takut akan
prosedur yang akan dilakukan terhadap
dirinya

Masalah keperawatan
1. Kecemasan
2. Kurang pengetahuan
08/05/14 24 Nama Tn. AP 52 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan :
Masuk RS : 08 Mei 2014 Sesak nafas memberat semenjak 3 hari 1. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian 08 Mei SMRS, DOE (+), OP (+), PND (+), 2. Gas exchange
2014 ekstremitas bawah bengkak (+), demam (-), 3. Fluid balance
Ruang : Emergensi batuk (-). Pasien riwayat serangan jantung 4. Activity tolerance
Diagnosa Medis : ADHF tahun 2013 (september tahun lalu), pasien 5. Anxiety self control
W/W pada CHF tidak direvaskularisasi, pasien lama 6. Self care
anteroseptal MCI PJNHK, obat tidak rutin diminum. 7. Knowledge : medication
8. Family health status
- Care
Pasien bedrest, semua kebutuhan perawatan Mandiri
diri di bantu (keperluan makan,minum, 1. Cardiac care
BAK, BAB, berpakaian dll) 2. Airway management
3. Energy management

45

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Masalah keperawatan 4. Anxiety reduction
1. Intoleransi aktivitas 5. Fluid management
2. Defisit perawatan diri : berpakaian 6. Self care assistance
3. Defisit perawatan diri: toileting 7. Teaching : disease peocess
8. Family involvement promotion
- Cure
Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, Kolaborasi
bentuk dada simetris, pergerakan dinding Management Farmakologi
dada simetris kanan kiri, sesak nafas(+), - Lasix ekstra 2 ampul
retraksi dinding dada (-), batuk (-), sputum - Captopril 3x6,25 mg
(-), terpasang oksigen nasal kanul 3l/menit, - Simvastatin 1x 20 mg
saturasi oksigen 100%,JVP : 5+3 cm H2O, - Clopidogrel 1 x 75 mg
BJ I BJ II, murmur (-), gallop (-), bunyi - Simarc 1x1mg
nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-, - Digoxin 1x0,125 mg
pasien tampak lemah, irama jantung sinus - Aldactone 1x25 mg
ryhtme, abdomen : BU (+), Ekstermitas - Omeprazole 1x1 cap
bawah edema (+), TD : 116/72 mmHg, N : - Antasida 3x1
99x/m, RR : 28x/m, Gambaran EKG :
Sinus rhytm, QRS 99x/m, axis normal, P Evaluasi
wave normal, PR interval 0,20”, QRS Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1
duration 0,06”, VES (+). Foto thorax : jam , sesak nafas berkurang, kebutuhan
CTR 68%, seg Ao normal, Po menonjol, pasien dapat dipenuhi, mekanisme koping
pinggang jantung normal, apex lateral efektif
download, kongesti (-), infiltrat (-). Hasil
laboratorium : Hb 14.6/L 5783/Ht
36/Tromb 1231/pH 7.44/pCO2 26/pO2
157/HCO3 17.9/BE -3.5/Saturasi 99.9%/Ca
ion 1.06/Mg ion 0.37/Asam laktat 1.7/GD
119/Na 135/K 3.2/Chlor 100.

Masalah keperawatan
1. Penurunan curah jantung

46

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


2. Gangguan pertukaran gas
3. Gangguan keseimbangan cairan

- Core
Klien mengatakan sudah lelah menghadapi
penyakitnya, klien diantar tetangga pada
saat ke rumah sakit, anak klien bekerja
pada saat kejadian

Masalah keperawatan
1. Koping keluarga
2. Mekanisme koping inefektif
09/05/14 25 Nama : Tn. L, 57 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan :
Masuk RS : 09 Mei 2014 Riwayat operasi katup tahun 2009, pasien 4 1. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 09 Mei hari yang lalu berobat ke poliklinik sudah 2. Gas exchange
2014 rutin sejak tahun 2007. Pasien mengatakan 3. Fluid balance
Ruang : Emergenci sejak 4 hari yang lalu merasa jantungnya 4. Activity tolerance
Diagnosa Medis : AFRVR berdebar-debar, tidak nyaman dan nyeri di 5. Anxiety self control
post MVR dada sebelah kiri, menjalar ke lengan kiri, 6. Self care
nyeri seperti ditimpa beban yang berat, 7. Knowledge : medication
skala nyeri 6, menjalar ke punggung, 8. Family health status
lamanya kurang lebih 3 menit, tidak hilang
dengan obat dan istirahat. Mandiri
1. Cardiac care
- Care 2. Airway management
Pasien tidak diperbolehkan turun dari 3. Energy management
tempat tidur, semua keperluan dibantu 4. Anxiety reduction
seperti BAK, pemberian posisi semifowler, 5. Fluid management
mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam 6. Self care assistance
7. Teaching : disease peocess
Masalah keperawatan 8. Family involvement promotion
1. Intoleransi aktivitas

47

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


2. Defisit perawatan diri : berpakaian Kolaborasi
3. Defisit perawatan diri: toileting Management Farmakologi
- Lanoxin 0,5 mg
- Cure - ISDN 3x5 mg
Bentuk dada simetris, pergerakan dinding - Simarc 2 mg 2-3-2
dada kiri = kanan, sesak nafas (+), batuk - Concord 1,5 tab
(+), sputum (+) warna bening, RR - Ramipril 1x10 mg
25x/menit, terpasang oksigen dengan - Amlodipin 1x10 mg
binasal kanule 3l/m, saturasi O2 98%, fokal - Alprazolam 0,5 mg 1x1 tab
premitus kanan = kiri, perkusi = sonor, -
bunyi nafas vesikuler, ronchi-/-, wheezing-
/-, klien tampak cepat lelah, ictus cordis Evaluasi
tidak terlihat, ictus cordis teraba pada ICS Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1
ke-5, BJ I dan II, murmur (-), gallop (-), jam , sesak nafas berkurang, kebutuhan
tekanan darah 141/89 mmHg, EKG : pasien dapat dipenuhi, kecemasan
AVRVR, frekuensi jantung 156x/menit, berkurang.
axis RAD, Q di I, AVL, V2-V5, LBBB(+),
rontgen : cardiomegali, enzim jantung
(CKMB 56, Trop T 32).

Masalah keperawatan
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan pertukaran gas
3. Gangguan keseimbangan cairan

- Core
Klien cemas akan penyakitnya

Masalah keperawatan
1. kecemasan
09/05/14 26 Nama Tn J Umur, 52 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan :
Masuk RS : 09 Mei 2014 Sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh sering 1. Pain level

48

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Tanggal Pengkajian: 09 Mei merasakan nyeri dada yang hilang timbul. 2. Cardiac pump effectiveness
2014 Skala nyeri 7. Pasien sering terbangun dari 3. Activity tolerance
Ruang Emergensi tidur karena sesak nafas disertai keringat 4. Self care
Diagnosa Medis : UAP dd dingin yang membasahi tubuh, nyeri dada 5. Anxiety
NSTEMI (+) durasi >30 menit serasa diremas-remas 6. Knowledge : treatment procedure
menjalar ke tangan kiri, berkurang dengan
minum ISDN, DOE (+), OP (-), PND (-), Mandiri
berdebar-debar 1. Pain management
2. Cardiac care
- Care 3. Energy management
Pasien bedrest, posisi semifowler, semua 4. Assistance self care
kebutuhan perawatan diri di bantu 5. Anxiety management
(keperluan makan,minum, BAK, BAB, 6. Teaching : disease process
berpakaian dll)
Kolaborasi
Masalah keperawatan 1. Management Farmakologi
1. Intoleransi aktivitas - Kolaborasi dalam pemasangan
2. Defisit perawatan diri : berpakaian intravena dan Oksigen terapi
3. Defisit perawatan diri: toileting - Cedocard drip start 5 mcg/mnt,
- Loading aspilet 320 mg
- Cure - Loading plavix 600 mg
Bentuk dada simetris, pergerakan dinding - ISDN 3x5 mg
dada simetris kanan kiri, sesak nafas(+), - Simvastatin 1x20 mg
retraksi dinding dada (-), batuk (-), sputum - Captopril 3x6,25 mg
(-), terpasang oksigen nasal kanul 5l/menit, - Laxadin 1 C1
saturasi oksigen 96%, bunyi nafas - Diazepam 1x5 mg
vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-, pasien
tampak lemah, irama jantung sinus ryhtme, Evaluasi
TD : 162/91 mmHg, N : 84x/m, Setelah dilakukan tindakan keperawatan
conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), selama 1 jam, nyeri berkurang, kebutuhan
BJ I dan II, murmur (-), gallop (-) perawatan diri terpenuhi dan cemas
Gambaran EKG : Sinus rhytm, QRS berkurang.

49

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


101x/m, axis normal, P wave normal, PR
interval 0,16”, QRS 0,71”, ST Elevasi di
I,AVL,VI-V5, Q di I, AVL, V1-V5.

Masalah keperawatan
1. Nyeri
2. Resiko penurunan curah jantung

- Core
Klien cemas dengan penyakitnya dan takut
jika harus dilakukan prosedur yang
menyakitkan pasien

Masalah keperawatan
1. Kecemasan
2. Kurang pengetahuan
09/05/14 27 Nama Tn K Umur, 46 - Riwayat Penyakit Tujuan :
tahun Pasien mengeluh nyeri dada sejak 1 hari 1. Pain level
Masuk RS : 09 Mei 2014 SMRS, dirasakan seperti tertindih beban 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 09 Mei berat, semakin terasa saat beraktifitas, tidak 3. Activity tolerance
2014 hilang dengan istirahat, hilang dengan 4. Self care
Ruang Emergensi ISDN sub lingual, penjalaran (-), keringat 5. Anxiety
Diagnosa Medis : UAP dingin (-), mual (+), Sesak nafas (-), PND 6. Knowledge : medication
(+), OP (-), berdebar debar (-), cepat lelah.
Mandiri
- Care 1. Pain management
Pasien bedrest, posisi semifowler, semua 2. Cardiac care
kebutuhan perawatan diri di bantu 3. Energy management
(keperluan makan,minum, BAK, BAB, 4. Assistance self care
berpakaian dll) 5. Anxiety management
6. Teaching : disease process

50

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Masalah keperawatan Kolaborasi
1. Intoleransi aktivitas 1. Management Farmakologi
2. Defisit perawatan diri : berpakaian - Kolaborasi dalam pemasangan
3. Defisit perawatan diri: toileting intravena dan Oksigen terapi
- Cedocard drip start 5 mcg/mnt,
- Cure - Loading aspilet 320 mg
Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), - Loading plavix 600 mg
bentuk dada simetris, pergerakan dinding - ISDN 3x5 mg
dada simetris kanan kiri, BJ I dan II, - Simvastatin 1x20 mg
murmur (-), gallop (-) sesak nafas(+), - Captopril 3x6,25 mg
retraksi dinding dada (-), batuk (-), sputum - Laxadin 1 C1
(-), terpasang oksigen nasal kanul 5l/menit, - Diazepam 1x5 mg
saturasi oksigen 97%, JVP 5 -2 cmH2O,
bunyi nafas vesikuler, ronchi +/+ di 1/3 Evaluasi
lapang paru, wheezing -/-, batuk (-), Setelah dilakukan tindakan keperawatan
sputum (-), demam (-), CRT < 3”, edema selama 1 jam, nyeri berkurang, kebutuhan
tungkai (-)pasien tampak lemah, Rontgen : perawatan diri terpenuhi dan cemas
CTR 65%, segmen AO elongasi, kalsifikasi berkurang.
(-), infiltrate (-). TD : 99/76 mmHg, N :
82x/m, RR : 16x/menit, afebris. Gambaran
EKG : Irama passing rhytm, rate
81x/menit, EF 23%.

Masalah keperawatan
1. Nyeri
2. Resiko penurunan curah jantung
3. Resiko gangguan pertukaran gas

- Core
Pasien cemas dengan penyakitnya, masih
bnyak yang harus dikerjakan pasien untuk
keluarganya.

51

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


Masalah keperawatan
1. Kecemasan
2. Inefektif regimen teraupetik
13/05/14 28 Nama Tn S Umur, 64 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 09 Mei 2014 Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi 1. Pain level
Tanggal Pengkajian: 13 Mei CABG tanggal 09 Mei 2014. Hasil 2. Cardiac pump effectiveness
2014 angiografi: LM ; stenosis 60% di distal, 3. Blood loss severity
Ruang : IW Bedah LAD: stenosis 80% di osteal, diffuse 4. Effective airway
Diagnosa Medis : CAD stenosis 80-90% di proximal hingga distal, 5. Activity tolerance
3VD+LM EF 47% D1;LCX : 80% stenosis di osteal, RCA 6. Self care
:non signifikan stenosis. Dilakukan CABG 7. Infection management
4 x, LIMA-LAD, SVG-OMI, SVG-PDA 8. Skin integrity
dan PLB 9. Knowledge : medication

- Care Mandiri
Klien terbaring di tempat tidur dengan 1. Pain management
posisi semi fowler, hampir sebagian besar 2. Cardiac care
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 3. Airway management
kebutuhan perawatan diri (mandi, 4. Blood loss precaution
kebersihan mulut dan gigi, memakai 5. Energy management
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan 6. Assistance self care
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 7. Infection control
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi 8. Skin care
dan lain-lain 9. Teaching : disease process

Masalah keperawatan : Kolaborasi


1. Intoleransi aktivitas 1. Management Farmakologi
2. Self care defisit : bathing - Cefrazol 3x1 gr
3. Self care defisit : dressing - Ranitidine 2x1 amp
4. Self care defisit : toileting - Paracetamol 3x1 gr
5. Resiko kerusakan integritas kulit - Simvastatin 1x 20 mg
- Aptor 1x100mg

52

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


- Cure - Captopril 3x3,25mg
Keasadaran compos mentis, pasien - Lasix 2x1 tab
mengeluh nyeri pada daerah post operasi - TC 1800 cc/24 jam
(area media sternotomy) , skala nyeri 6,
nyeri bertambah bila pasien bergerak dan 2. Rehabilitasi
berkurang saat istirahat, conjungtiva - Dilakukan latihan bertahap pada
anemis (-), sklera ikterik (-), bentuk dada pasien (latihan batuk, latihan
simetris, pergerakan dinding dada kanan mobilisasi dini)
dan kiri simetris, retraksi dinding dada (-),
terpasang oksigen nasal kanule 3l/menit, 3. Manajemen diit :
bunyi nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing - DJ 1800 kkal
-/-, batuk (+), sputum (+) warna bening, -
terpasang drain dari intra pleura dan Evaluasi
substernal terhubung ke WSD, undulasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan
(+), produksi minimal terdapat insisi selama 1 jam, nyeri berkurang, kebutuhan
tempat pengambilan vena pada tungkai perawatan diri terpenuhi dan cemas
kanan dan kiri yang tertutup kassa, nyeri berkurang, pengetahuan bertambah.
skala 2, dower catheter (+), produksi (+)
60-80 cc/jam
Masalah keperawatan

Masalah keperawatan
1. Nyeri akut
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
3. Resiko perdarahan
4. Resiko penuruna curah jantung
5. Resiko infeksi

- Core
pasien mengatakan merasa tidak nyaman di
ruangan, pasien merasa kurang privacinya,
kurang paham rencana selanjutnya setelah

53

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


dilakukan operasi

Masalah keperawatan
1. Kurang pengetahuan : manajemen
terapi
2. Kecemasan
14/05/14 29 Nama Tn SS Umur, 66 Riwayat Penyakit Tujuan
tahun - Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi 1. Pain level
Masuk RS : 10 Mei 2014 CABG tanggal 10 Mei 2014. Hasil 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 14 Mei angiografi: LM ; stenosis 60% di distal, LAD: 3. Blood loss severity
2014 stenosis 80% di osteal, diffuse stenosis 80- 4. Activity tolerance
Ruang : IW Bedah 90% di proximal hingga distal, LCX : 80% 5. Self care
Diagnosa Medis : CAD stenosis di osteal, stenosis 80% sebelum 6. Infection management
2VD + LM disease post OM2, RCA :non signifikan stenosis. 7. Skin integrity
CABG 4x on pump Dilakukan CABG 4 x on pump, LIMA-LAD, 8. Knowledge : treatment procedure
LRA-LCX, SVG-PDA dan diagonal 9. Anxiety

- Care
Klien terbaring di tempat tidur dengan Mandiri
posisi semi fowler, hampir sebagian besar 1. Pain management
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 2. Cardiac care
kebutuhan perawatan diri (mandi, 3. Blood loss precaution
kebersihan mulut dan gigi, memakai 4. Energy management
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan 5. Assistance self care
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 6. Infection control
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi 7. Skin care
dan lain-lain 8. Teaching : disease process
9. Anxiety management
Masalah keperawatan :
1. Intoleransi aktivitas Kolaborasi
2. Self care defisit : bathing 1. Management Farmakologi
3. Self care defisit : dressing - Cefrazol 3x1 gr

54

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


4. Self care defisit : toileting - Ranitidine 2x1 amp
5. Resiko kerusakan integritas kulit - Paracetamol 3x1 gr
- Simvastatin 1x 20 mg
- Cure - Aptor 1x100mg
Keasadaran compos mentis, TD : 112/65 - Bisoprolol 1x1,25 mg
mmHg, Nadi : 76x/menit, RR : 18x/menit, - Captopril 3x6,25mg
afebris. Gambaran EKG SR. Pasien - Lasix 1x1 tab
mengeluh nyeri pada daerah post operasi - Amlodipin 1x2,5 mg
(area media sternotomy) , skala nyeri 6, - TC 1200 cc/24 jam
nyeri bertambah bila pasien bergerak dan
berkurang saat istirahat, conjungtiva 2. Rehabilitasi
anemis (-), sklera ikterik (-), bentuk dada - Dilakukan latihan bertahap pada
simetris, pergerakan dinding dada kanan pasien (latihan batuk, latihan
dan kiri simetris, retraksi dinding dada (-), mobilisasi dini)
terpasang oksigen nasal kanule 3l/menit,
bunyi nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing 3. Manajemen diit :
-/-, batuk (+), sputum (+) warna bening, - DJ 1500 kkal
terpasang drain dari intra pleura dan
substernal terhubung ke WSD, undulasi Evaluasi
(+), produksi minimal terdapat insisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan
tempat pengambilan vena pada tungkai selama 1 jam, nyeri berkurang, kebutuhan
kanan dan kiri yang tertutup kassa, nyeri perawatan diri terpenuhi dan cemas
skala 2, dower catheter (+), produksi (+) berkurang, pengetahuan bertambah.
60-80 cc/jam

Masalah keperawatan
1. Nyeri akut
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
3. Resiko perdarahan
4. Resiko penuruna curah jantung
5. Resiko infeksi

55

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


- Core
Klien cemas untuk menjalani pengobatan
selanjutnya

Masalah keperawatan
1. Kecemasan
2. Kurang pengetahuan
14/05/14 30 Nama Tn HS Umur, 55 Riwayat Penyakit Tujuan
tahun - Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi 1. Pain level
Masuk RS : 10 Mei 2014 CABG tanggal 10 Mei 2014. Hasil 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 14 Mei angiografi: LM ; stenosis 60% di distal, LAD: 3. Blood loss severity
2014 stenosis 80% di osteal, diffuse stenosis 80- 4. Activity tolerance
Ruang : IW Bedah 90% di proximal hingga distal, LCX : 80% 5. Self care
Diagnosa Medis : CAD stenosis di osteal, stenosis 80% sebelum 6. Infection management
3VD + LM EF 42 % Post OM2, RCA :non signifikan stenosis. 7. Skin integrity
CABG 3X Dilakukan CABG 3X, LIMA-LAD, SVG D1 8. Anxiety
dan OM
- Care Mandiri
Klien terbaring di tempat tidur dengan 1. Pain management
posisi semi fowler, hampir sebagian besar 2. Cardiac care
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 3. Blood loss precaution
kebutuhan perawatan diri (mandi, 4. Energy management
kebersihan mulut dan gigi, memakai 5. Assistance self care
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan 6. Infection control
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 7. Skin care
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi 8. Anxiety management
dan lain-lain
Kolaborasi
Masalah keperawatan : 1. Management Farmakologi
1. Intoleransi aktivitas - Sharox 3x1 gr
2. Self care defisit : bathing - Ranitidine 2x1 amp
3. Self care defisit : dressing - Paracetamol 3x1 gr

56

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


4. Self care defisit : toileting - Simvastatin 1x 20 mg
5. Resiko kerusakan integritas kulit - Aptor 1x100mg
- Concor 1x2,5
- Cure - Ambroxol 3x1 tab
Keasadaran compos mentis, TD : 112/65 - TC 2700 cc/24 jam
mmHg, Nadi : 76x/menit, RR : 18x/menit,
afebris. Gambaran EKG SR. Pasien 2. Rehabilitasi
mengeluh nyeri pada daerah post operasi - Dilakukan latihan bertahap pada
(area media sternotomy) , skala nyeri 6, pasien (latihan batuk, latihan
nyeri bertambah bila pasien bergerak dan mobilisasi dini)
berkurang saat istirahat, conjungtiva
anemis (-), sklera ikterik (-), bentuk dada 3. Manajemen diit :
simetris, pergerakan dinding dada kanan - DJ II 2700 kkal
dan kiri simetris, retraksi dinding dada (-),
terpasang oksigen nasal kanule 3l/menit, Evaluasi
bunyi nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing Setelah dilakukan tindakan keperawatan
-/-, batuk (+), sputum (+) warna bening, selama 1 jam, nyeri berkurang, kebutuhan
terpasang drain dari intra pleura dan perawatan diri terpenuhi dan cemas
substernal terhubung ke WSD, undulasi berkurang, pengetahuan bertambah.
(+), produksi minimal terdapat insisi
tempat pengambilan vena pada tungkai
kanan dan kiri yang tertutup kassa, nyeri
skala 2, dower catheter (+), produksi (+)
60-80 cc/jam

Masalah keperawatan
1. Nyeri akut
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
3. Resiko perdarahan
4. Resiko penuruna curah jantung
5. Resiko infeksi

57

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014


- Core
Pasien cemas akan penyakitnya
Masalah keperawatan
1. Kecemasan

58

Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai