OLEH
ERLIN IFADAH
1006833653
Karya ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang
dikutip maupun yang dirujuk telah saya lakukan dengan benar.
NPM : 1006833653
Tanda tangan,
iii
DEWAIY PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal :8Juli2014
Universitas lndonesia
NPM : 1006833653
Dibuat di : Depok
Yang menyatakan
Erlin Ifadah
vii
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Karya Ilmiah Akhir ini merupakan analisis dari seluruh kegiatan praktik residensi
Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah. Kegiatan tersebut meliputi
penerapan model The Care Cure and Core Lydia Hall dalam asuhan keperawatan
pasien gangguan sistem kardiovaskular, penerapan praktik keperawatan
berdasarkan pembuktian dan melakukan inovasi keperawatan.pengkajian pada
model The Care Cure and Core berfokus pada kebutuhan pasien berdasarkan 3
aspek berbentuk lingkaran yang saling menumpuk, dimana salah satu lingkaran
akan lebih besar dari yang lain pada saat aspek itu menjadi dominan pada pasien,
dan lingkaran akan menjadi sama besar pada saat masalah pada pasien di 3 aspek
tersebut berkurang atau teratasi. Praktik keperawatan berdasarkan pembuktian
yang dilakukan adalah foot reflexology yang digunakan untuk mengurangi nyeri
sternotomy pada pasien paska bedah jantung. Pelaksanaan inovasi keperawatan
berupa pelaksanaan konsultasi keperawatan yang dilakukan oleh konsultan
keperawatan jantung pada pasien gagal jantung di unit rawat jalan Rumah Sakit
Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.
Kata kunci : Gangguan sistem kardiovaskular, model The Care Cure and Core
Lydia Hall, foot reflexology, konsultan keperawatan
viii
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
ABSTRACT
ix
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, nikmat sehat, dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat meyelesaikan
Karya Ilmiah Akhir. Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai syarat untuk
menyelesaikan proses pendidikan Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah di
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Proses penyusunan Karya Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, motivasi
serta do’a dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Ibu Prof. Dra. Elly Nurrachmah, DNSc.,RN selaku supervisor utama yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan saran dalam menyelesaikan Karya
Ilmiah akhir ini.
2. Ibu Tuti Herawati, S.Kp., MN selaku Pembimbing II yang telah memberikan
masukan dan arahan selama penyusunan tesis ini.
3. Ibu Dr. Ns. Rita Sekarsari, S.Kp., SpKV., MHSM., selaku supervisor klinik
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan
saran selama praktek residensi di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
(RSJPD) Harapan Kita Jakarta.
4. Ibu Ns. Westri Ambarsih, S.Kep., SpKV, selaku pembimbing klinik di ruang
IW Bedah yang telah memberikan bimbingan dan dukungan selama
pelaksanaan proyek penerapan Evidence Based Nursing Practice (EBNP) di
ruang IW Bedah RSJPD Harapan Kita Jakarta.
5. Ibu Dra. Junaiti Sahar, SKp., M.APP.Sc., Ph.D., Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
6. Ibu Henny Permatasari, SKp., M.Kep.,Sp.Kep.Kom selaku Ketua Program
Studi Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
7. Direktur RSJPD Harapan Kita Jakarta yang telah memberikan ijin dan fasilitsa
dalam melaksanakan praktik residensi.
Semoga segala bantuan dan kebaikan serta dukungan yang telah diberikan kepada
peneliti mendapatkan ridho dan pahala dari Allah SWT, Amin.
Penulis
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
karya ilmiah akhir ini disusun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan yang
berlaku di Universitas Indonesia. Jika kemudian hari ternyata saya melakukan
tindakan plagiarisme, saya bertanggungjawab sepenuhnya dan bersedia menerima
sanksi yang diberikan oleh Universitas Indonesia kepada saya
Erlin Ifadah
ii
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME......................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................ v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................................ vii
ABSTRAK................................................................................................. viii
ABSTRACT............................................................................................... ix
DAFTAR ISI.............................................................................................. x
DAFTAR TABEL...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiv
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian..................................................................... 6
1.3 Manfaat Penelitian................................................................... 6
1.4 Sistematika Penulisan.............................................................. 7
x
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
2.8 Model Teori Lydia Hall.......................................................... 23
BAB IV : PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Kasus Kelolaan Individu................................ 90
4.5 Pembahasan Kasus Kelolaan Resume................................. 102
4.6 Refleksi Penerapan Model Lydia Hall................................ 120
4.7 Pembahasan EBNP.............................................................. 121
4.8 Pembahasan Inovasi............................................................ 123
x
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
Halaman
xii
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
Tabel 3.14 Tabel Rincian Kegiatan Inovasi 87
xii
Laporan Kegiatan..., Erlin Ifadah, FIK UI, 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit jantung dan pembuluh darah juga merupakan penyebab kematian utama
di UK (United Kingdom), terhitung hampir 180.000 kematian terjadi pada tahun
2010 dan penyebab utama dari penyakit jantungnya adalah penyakit jantung
koroner. Penyakit jantung koroner sendiri merupakan penyebab utama kematian
yang umum terjadi di UK. Tahun 2010 total terjadinya kematian sekitar 80.000
jiwa. Stroke menyebabkan hampir 50.000 kematian di UK dan 49.000 kematian
disebabkan masalah sirkulasi pembuluh darah. Acute Myocardial Infarction
(AMI) adalah penyebab kematian yang signifikan di UK, dengan mayoritas
kematian terjadi dibawah usi 85 tahun (British Heart Foundation, 2012).
disebabkan karena CAD, angka kematian sebanyak 405.309 orang pada tahun
2008 (American Heart Association, 2012).
Diperkirakan pada tahun 2030 orang yang meninggal akibat penyakit jantung
diperkirakan sekitar 23,6 juta orang. Kematian tersebut terutama diakibatkan oleh
penyakit jantung dan stroke akan tetap menjadi penyebab utama kematian. Angka
kematian karena penyakit jantung di negra yang berpendapatan rendah dan
menengah hampir sama pada pria dan wanita mencapai lebih dari 80% (WHO,
2011)
Penyakit jantung koroner merupakan salah satu jenis penyakit jantung yang
menjadi penyebab utama kematian tersebut (Lewis, Heitkemper, Bucher &
Camera, 2011). Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang menyebab
terganggunya sirkulasi darah tidak adekuat sehingga arteri yang mengalirkan
darah ke miokard mengakibatkan jantung tidak dapat memompa darah secara
adekuat ke organ vital dan jaringan tubuh lainnya, kurangnya suplai oksigen dapat
menyebabkan terjadinya kematian.
Pada kasus penyakit jantung koroner, ada 2 tindakan pilihan untuk revaskularisasi,
yaitu Percutaneous Coronary Intervention (PCI)/stents dan Coronary Artery
Bypass Grafting (CABG). Indikasi PCI diantaranya : Pada pasien dengan Severe
Vascular Disease (SVD) sebagai prosedur untuk mengurangi gejala-gejala
objektif yang mengarah pada severe ischemia dan pada pasien dengan angina
yang bukan termasuk pada golongan resiko tinggi. Sedangkan CABG di
indikasikan pada : LM (Left Main) disease, berkaitan dengan gejala-gejala
keparahan pada disfungsi LV (Left Ventricle), pasien dengan 3VD yang meliputi
lesi LAD proximal dan disfungsi LV, pasien dengan 2VD dengan lesi LAD
proximal dan disfungsi LV atau adanya resiko tinggi pada pemeriksaan non
invasive. Pada pasien diabetes dan jantung koroner advance, CABG merupakan
tindakan yang signifikan jika dibandingkan dengan PCI. Miokard Infark dan
Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu metode revaskularisasi yang
umum dilakukan pada klien yang mengalami atherosklerosis dengan 3 atau lebih
penyumbatan pada arteri koroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left
Main Artery Coroner (Chulay & Burns, 2006). Secara sederhana, CABG adalah
operasi pembedahan yang dilakukan dengan membuat pembuluh darah baru atau
bypass terhadap pembuluh darah yang tersumbat sehingga melancarkan kembali
aliran darah yang membawa oksigen untuk otot jantung yang diperdarahi
pembuluh tersebut.
Pasien yang akan menjalani post CABG memrlukan perawatan yang prima.
Dalam hal ini pasien perlu dirawat oleh perawat profesional. Perawat mempunyai
peranan yang besar dalam membantu memulihkan kondisi pasien dengan
memenuhi kebutuhan dasar pasien yang terganggu sebagai respon terhadap
operasi yang telah dilakukan. Perawatan pada pasien dengan gangguan
kardiovaskular dibutuhkan perawat yang mempunyai pengetahuan dan
keterampilan khusus di bidang kardiovaskular atau yang disebut dengan Clinical
Nurse Specialist (CNS) adalah perawat yang teregistrasi melalui studi pada
tingkat pascasarjana serta ahli baik secara pengetahuan amupun praktek di bidang
tertentu pada area klinis keperawatan yang dipilih (Society for Clinical Nurse
Specialist Education/SCNSE, 2013).
klien dengan gagal jantung sebagai tindak lanjut keperawatan di Unit Rawat Jalan
RSJPD Harapan Kita.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran secara umum tentang pelaksanaan penerapan
Model The Care Cure and Core Lydia Hall pada pasien gangguan sistem
kardiovaskular di RSJPD Harapan Kita Jakarta
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
1.3.1.1 Menambah pengetahuan perawat medikal bedah khususnya di RSJPD
Harapan Kita Jakarta dalam memberikan asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan dengan
menggunakan Model The Care Cure and Core Lydia E Hall.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Penyakit jantung koreoner adalah penyakit dimana substansi lunak yang dikenal
dengan plaque (plak) terbentuk didalam pembuluh arteri jantung. Pembuluh darah
arteri merupakan pembuluh darah yang mensuplai darah kaya akan oksigen ke
otot-otot jantung. Ketika plak terbentuk di dalam arteri maka kondisi ini disebut
dengan aterosklerosis. Pembentukan plak dapat terjadi selama beberapa tahun.
Dari waktu ke waktu plak akan mengeras atau akan robek. Plak yang menempel
pada pembuluh darah arteri akan menyebabkan rendahnya aliran darah yang kaya
oksigen menuju ke jantung. Jika plak robek maka bekuan darah akan menyebar ke
permukaan pembuluh darah. Luasnya bekuan darah akan memyebabkan
terhentinya aliran darah secara total di sepanjang pembuluh darah arteri jantung.
Aliran darah yang berhenti total akan menimbulkan nyeri dada yang
menyebabkan terjadinya serangan jantung (The National Herat, Lung and Blood
Institute/NHLBI, 2007).
2.1.2 Angina
Angina Pektoris Stabil (APS) merupakan sindrom klinik yang ditandai dengan
rasa tidak enak di dada, rahang, bahu, punggung ataupun lengan, yang biasanya
dicetuskan oleh kerja fisik atau stress emosional dan keluhan ini dapat berkurang
bila istirahat arteri oleh obat nitrogliserin.
Sindrom klinik yang mempunyai dasar patofisiologi yang sama yaitu adaya erosi ,
fisur, ataupun robeknya plak atheroma sehingga menyebabkan trombosis vaskular
yang menimbulkan ketidak seimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
Termasuk kategori SKA adalah : Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS, unstable
angina), ditandai dengan nyeri dada yang mendadak dan lebih berat, yang
serangannya lebih lama (lebih dari 20 menit) dan lebih sering. Angina yang baru
timbul (kurang dari satu bulan), angina yang timbul dalam satu bulan setelah
serangan infark juga digolongkan dalam angina tidak stabil, yang lain adalah
Infark Miokard Akut (IMA), merupakan nyeri angina pada infark jantung akut
umumnya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih). Walaupun demikian
infark jantung dapat terjadi tanpa nyeri dada (20-25%). IMA bisa non Q MI
(NSTEMI) dan gelombang Q MI (STEMI) (Abdul Majid, 2007)
2.2 Patofisiologi
Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami kerusakan
oleh adanya faktor resiko antara lain : faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-
zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, diet aterogenik,
peningkatan kadar gula darah, dan oxidasi dari LDL-C. Diantara faktor-faktor
resiko PJK, diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolesterolemia, obesitas, merokok,
dan kepribadian merupakan faktor-faktor yang harus diketahui.
Faktor resiko penyakit jantung koroner terdapat pada tabel di bawah ini :
2.4 Diagnosis
Tahapan evaluasi yang dilakukan pada pasien dengan nyeri angina dapa dilihat
pada tabel 2 dibawah ini :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Laboratorium
4. Foto dada
5. Pemeriksaan jantung non invasif
- Ekg istirahat
- Uji latihan jasmani (treadmill)
- Uji latihan jasmani kombinasi pencitraan
- Ekokardiografi istirahat
- Monitor EKG ambulator
- Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner
6. Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner :
- Arteriografi koroner
- Ultrasound intra vaskular
Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis yang teliti, penentuan
faktor resiko, pemeriksaan jasmani dan EKG. Pada pasien dengan gejala angina
pektoris ringan, cukup dilakukan pemeriksaan non-invasif. Bila pasien dengan
keluhan berat dan kemungkinan diperlukan tindakan revaskuarisasi, maka
tindakan angiografi sudah merupakan indikasi.
Pada keadaan yang meragukan dapat dilakukan treadmill test . Treadmill test
lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan EKG istirahat dan merupakan tes
pilihan untuk mendeteksi pasien dengan kemungkinan Agina Pektoris,
pemeriksaan ini tersedia sarananya dan biaya terjangkau. Bila pada treadmill sulit
untuk diinterpretasi maka alternatif lain yang dilakukan adalah ekokardiografi dan
teknik non-invasif penentuan kalsifikasi koroner dan anatomi koroner, Computed
Tomography, Magnetic Resonance Arteriography, dengan sensitifitas yang lebih
tinggi. Disamping itu tes ini juga cocok untuk pasien yang tidak dapat melakukan
exercise.
2.5 Penanganan
2.5.1 Reperfusi
1. Pemberian fibrinolitik
Fibrinolitik akan bermanfaat bila onset < 12 jam, optimal bila onset < 3 jam,
bila dikirim ke rumah sakit untuk Percutaneous Coronary Intervention
memerlukan waktu lebih dari 90 menit, fibrinolitik di mulai di kendaraan
(ambulance) menuju rumah sakit. Pada saat diberikan fibrinolitik harus
diperhatikan adanya lesi struktur vaskular cerebral, ada neoplasma maligna di
intrakranial, stroke iskemik pada 3 bulan terakhir, suspek diseksi aorta,
perdarahan akut. Komplikasi pemberian fibrinolitik adalah perdarahan,
stroke, syok. Harus diperhatikan tanda-tanda keberhasilan reperfusi yaitu
nyeri hilang, ST elevasi turun > 50% dan bila gagal segera dilakukan rescue
PCI
2. Tindakan PCI
Terdapat macam-macam jenis PCI yaitu primary PCI dimana pasien langsung
dilakukan tindakan reperfusi dengan membuka sumbatan di arteri koroner
tanpa dilakukan fibrinolitik terlebih dahulu, rescue PCI dilakukan setelah
gagal dengan terapi fibrinolitik, facilitated PCI dilakukan pada pasien yang
dilakukan fibrinolitik terlebih dahulu meskipun sudah ada rencana PCI,
urgent PCI yaitu PCI yang dilakukan secepatnya dimana ada indikasi
hemodinamik tidak stabil, aritmia maligna, angina (+) dengan terapi, EF <
40%, gagal jantung, riwayat PCI, CABG dalam 6 bulan terakhir, dan early
PCI dilakukan dalam waktu 24 jam pertama
2.5.2 Pembedahan
Pembuluh darah yang digunakan adalah vena dari tungkai bawah karena
ukurannya hampir sama dengan ukuran arteri koroner. Kemudian berkembang
menggunakan arteri misalnya arteri mammari interna atau arteri radialis yang
dilaporkan memiliki harapan hidup lebih baik bagi pasien. Harapan hidup sangat
tergantung dari tipe penyempitan, kondisi pasien sendiri, fasilitas kamar bedah
dan yang terakhir adalah pengalaman dokter bedah (Kabo, 2011)
2.6.1 Definisi
CABG adalah operasi denganmenyambungkan pembuluh darah yang baru untuk
transport darah antara aorta atau arteri besr lainnya dengan miokard bagian distal
yang arterinya menagalami sumbatan (Lewis et al, 2011). Tujuan operasi CABG
adalah untuk meningkatkan supali darah ke miokard sehingga dapat meredakan
keluhan nyeri dada, menurunkan kejadian serangan jantung dan memperpanjang
usia harapan hidup pasien (Kabo, 2011)
Pembuluh darah yang dipakai untuk bypass disebut graft, ujung yang satu
dihubungkan dengan Aorta Ascenden sedangkan ujung yang lain akan
disambungkan ke arteri koroner di bagian bawah dari yang mengalami
penyempitan. CABG membutuhkan waktu kurang lebih 4-6 jam. Pada tahun
1967, Favoloro pertama menggunakan vein graft
(Kabo, 2011)
2.6.2 Indikasi
yang fungsi jantung mulai menurun (EF ≤ 50%), pasien yang gagal dilakukan
PTCA, penyempitan 1 atau 2 pembuluh darah namun pernah mengalami henti
jantung dan anatomi pembuluh darahyang sesuai untuk operasi bypass
Pasien PJK yang tidak dianjurkan untuk operasi bypass adalah usia lanjut, tidak
ada gejala angina,, EF < 30%, struktur koroner tidak mungkin disambung (Kabo,
2011)
2.6.5 Komplikasi
2.7.1 Definisi
2.7.3.1 Resepsi
Semua kerusakan selular yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik,
kimiawi, atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan substansi yang
menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi, dan
zat-zat kimia menyebabkan pelepasan substansi, seperti histamin, bradikinin, dan
kalium yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang
berespons terhadap stimulus yang membahayakan) untuk memulai transmisi
neural, yang dikaitkan dengan nyeri (Potter & Perry, 2006).
Tidak semua jaringan terdiri dari reseptor yang mentransmisikan tanda nyeri.
Otak dan alveoli paru merupakan contoh jaringan yang tidak mentransmisikan
nyeri. Apabila kombinasi dengan respons nyeri mencapai ambang nyeri (tingkat
intensitas stimulus minimum yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls
saraf) terjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk dan
ukuran tubuh, maka distribusi reseptor nyeri di setiap bagian tubuh bervariasi. Hal
ini menjelaskan subjektivitas anatomis terhadap nyeri. Bagian tubuh tertentu pada
individu yang berbeda lebih atau kurang sensitif terhadap nyeri. Selain itu,
individu memiliki kapasitas produksi substansi penghasil nyeri yang berbeda-beda
yang dikendalikan oleh gen individu. Semakin banyak atau parah sel yang rusak,
maka semakin besar aktivasi neuron nyeri.
Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar di sepanjang serabut
saraf perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer mengonduksi stimulus nyeri:
serabut A-delta yang bermielinasi dengan cepat dan serabut C yang tidak
bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A-delta mengirim
sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan
mendeteksi intensitas nyeri. Serabut tersebut menghantarkan komponen suatu
cedera akut dengan segera (Potter & Perry, 2006).
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden
dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan
substansi P untuk mentransmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu,
terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang
melepaskan neurotransmitter penghambat. Apabila masukan yang dominan
berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini
mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok
punggung pasien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi
mekanoreseptor. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut A-delta dan
serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan
sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantar ke otak, terdapat pusat korteks
yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi persepsi nyeri. Alur saraf desenden
melepaskan opiate endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembuluh nyeri
alami yang berasal dari tubuh. Neuromodulator ini menutup mekanisme
pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. Teknik distraksi,
konseling, dan pemberian placebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin.
2.7.3.3 Persepsi
ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke talamus dan otak tengah. Dari talamus,
sensori dan korteks asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus frontalis, dan sistem
limbik Ada sel-sel di dalam sistem limbik yang diyakini mengontrol emosi,
khususnya untuk ansietas. Dengan demikian, sistem limbik berperan aktif dalam
memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi saraf berakhir di dalam
pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan mempersepsikan sensasi nyeri
2.7.3.4 Reaksi
Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku yang terjadi
Respon terhadap nyeri merupakan respon fisiologi dan perilaku yang terjadi
setelah mempersepsikan nyeri. Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis
menuju ke batang otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi
dengan orang lain dan merawat diri sendiri (Potter & Perry, 2006)
Terapi komplementer satu dan yang lain mempunyai perbedaan filosofi dan
praktik, tetapi sebagian besar mengarah pada kesehatan dan penyembuhan. Terapi
komplementer berkonsentrasi pada individe secara menyeluruh, melalui
pendekatan individual, seringkali menganjurkan untuk merubah gaya hidup atau
perilaku. Terapis komplementer meyakini bahwa menyembuhkan diri sendiri
merupakan dasar dari penyembuhan. Faktor –faktor ini meningkatkan popularitas
terapi komplementer pada manajemen nyeri.
tempat yang cedera (misalnya, anestesi topikal dalam bentuk semprot untuk
luka bakar akibat sinar matahari) atau cedera langsung ke serabut saraf
b. Opioid
terhadap analgesik, dan laporan pasien tentang nyeri (Mac Lellan, 2006)).
Lydia Hall lahir di kota New York pada tanggal 21 September 1906, ia bergabung
dalam keperawatan kesehatan komunitas dan mempeunyai pengetahuan
keperawatan psikiatrik dan mempunyai pengalaman di Loeb Center tempat
dimana dia memformulasikan teori keperawatannya. Selain seorang yang
mempunyai visi yang jelas dan berani mengambil resiko apapun demi
pengetahuan serta profesional dalam bidangnya. Lydia Hall juga seorang yang
menginspirasikan pengetahuannya dengan berkomitmen dan memberikan
dedikasi pada konsep kerangka kerja yang unik dalam praktek keperawatan
sebagai kunci untuk merawat dan merehabilitasi pasien (Parker, 2005).
Hall meninggal dunia pada tanggal 27 Februari tahun 1969 disebabkan penyakit
jantung di Queens Hospital New York. Pada tahun 1984, dia diperkenalkan
sebagai salah satu perawat yang patut di berikan penghargaan dan berdirilah satu
lembaga yang dinamakan American Nurse’s Association Hall. Seiring dengan
kematiannya, ilmu yang diberikan Hall masih tetap hidup di Loeb Center (Parker,
2005).
Terdapat tiga aspek yang dilihat oleh Hall dari seseorang sebagai pasien : the
person, the body and the disease. Aspek-aspek ini terkumpul menjadi satu
sebagai gambar lingkaran yang saling menumpuk dan saling mempengaruhi satu
dengan lainnya. Hall mengatakan “ Setiap orang yang bergerak pada bidang
kesehatan tidak boleh mengabaikan tiga aspek ini, jadikan ini sebagai profesi
yang sebenarnya, harus mempunyai area yang eksklusive tentang keterampilan
yang handal dalam mempraktikannya, membuat praktik-praktik baru, teori-teori
baru dan memperkenalkannya pada perawat baru tentang praktik yang dilakukan
(Parker, 2005).
Tanggung jawab medis menurut Hall berada pada lingkup patologi dan
pengobatan. Pada area person, menurut Hall sudah sangat menyedihkan karena
area ini cukup diabaikan, dan ini berhubungan dengan beberapa profesi yang ada,
diantaranya psikiatri, pekerja sosial, dan departemen satu dengan lainnya. Dia
melihat keperawatan melihat area tubuh hanya sekedar tubuh saja, padahal ini
sangan mempengaruhi dua area lainnya. Hall menjelaskan bahwa fokus
keperawatan adalah memelihara tubuh secara keseluruhan. Dia merefleksikan
pada publik bahwa area ini adalah milik keperawatan secara eksklusive. Menjadi
terampil untuk memberikan perawatan tubuh secara keseluruhan tidak semudah
yang dibayangkan. Untuk menjadi terampil, perawat harus tau cara memodifikasi
perawatan sesuai dengan kondisi patologi dan pengobatan pasien sebagai individu
yang mempunyai kepribadian yang unik (Parker, 2005).
2.8.1 Care
Hall menjelaskan bahwa bagian yang harus menjadi bahan perhatian adalah
dengan memperhatikan kebutuhan tubuh secara keseluruhan (memandikan,
memberi makan, membantu eliminasi, melakukan perubahan posisi, membantu
pergerakan, membantu berpakaian, membantu membuka pakaian dang
menyediakan lingkungan yang sehat) merupakan hal yang spesifik dalam
keperawatan. Keperawatan dibutuhkan ketika manusia tidak dapat lagi memenuhi
kebutuhan atau aktifitasnya sendiri. Aspek ini merupakan kesempatan untuk
melakukan pendekatan secara interpersonal pada pasien. Hall memberikan label
2.8.2 Cure
Aspek yang kedua dari proses keperawatan ini berbagi dengan pengobatan dan di
beri label “Cure”.selama aspek ini, proses pemberian asuhan harus dimodifikasi
supaya tidak overlapping dengan pengobatan. Hall mengatakan ada dua
komponen yang bisa dilakukan keperawatan pada aspek pengobatan. Mungkin
dapat dilihat perawat sebagai rekan dokter pada saat melakukan pemberian obat
pada pasien. Gambaran lainnya dari aspek ini saat perawat membantu pasien
dengan kondisi penyakitnya melalui tindakan pembedahan dan perawatan
rehabilitasi pada pemberian rasa nyaman dan asuhan keperawatannya. Hall merasa
bahwa profesi keperawatan banyak terlibat jauh pada aspek medis dan pada saat
yang sama kita harus memberikan asuhan keperawatan pada pasien sehingga
asuhan keperawatan yang akan diberikan kurang dipersiapkan dengan baik
(Alligood, 2006)
2.8.3 Core
Aspek ketiga yang mengharuskan keperawatan berbagi dengan profesi lain yang
berkaitan dengan aspek terapetik dan diberi label sebagai “Core”. Area ini
meliputi kebutuhan sosial, emosional, spiritual dan intelektual pasien yang
berhubungan dengan keluarga, institusi, masyarakat dan dunia. Pondasi
pengetahuan core berdasarkan ilmu-ilmu sosial dan penggunaan terapi pada diri
sendiri. Sama seperti pada saat perawat memberikan asuhan keperawatan pada
tubuh secara keseluruhan, pasien akan merasa nyaman untuk membicarakan
apapun dengan perawat tanpa memandang siapa dia, dimana, kemanan dia mau
tidak merasa ada penolakan untuk membantunya dan pasien akan merasa
termotivasi, dan ini sangat mempengaruhi masa penyembuhan dan sangat
membantu pada saat fase rehabilitasi. Hall meyakini bahwa proses ini akan
membuat pasien merasa dipandang sebagai seorang manusia yang seutuhnya dan
dimanusiakan. Pengetahuan dan keterampilan sangat diperlukan perawat untuk
dapat memberikan asuhan keperawatan yang terapetik termasuk mengetahui diri
sendiri dan mempelajari keterampilan interpersonal.tujuan dari proses
interpersonal adalah membantu pasien memahami diri mereka sendiri untuk
terlibat langsung dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Hall berdiskusi
tentang bagaimana pentingnya kerjasama perawat dengan pasien untuk mencapai
kesembuhan yang paripurna pada pasien (Alligood, 2006)
The Person
Theurapetic use of
self
“The Core”
The Disease
The Body Seeing The
Intimate Patient and
Bodily Care Family Through
“The Care” Medical Care
“The Core”
Nursing Theories and Nursing Practice (Marylin E, 2005), Nursing Theorist and
Their Works : A Revolution in Nursing Science (Alligood, 2006)
BAB III
Tn. D sudah menderita hipertensi sejak tahun 2002, kontrol teratur di RSUD
Pontianak, pada awal tahun 2012 pasien terkena serangan jantung yang pertama
kali, dirawat di RSUD Pontianak beberapa hari dan boleh pulang, pada akhir
tahun 2013 pasien kembali terkena serangan jantung dan dirawat di RSUD
pontianak, karena tidak ada perubahan klien meminta rujukan untuk datang ke
RSPJNHK, ada rencana untuk melakukan Coronary Angiography (CAG) tapi
hasil creatinin klien tinggi dan pasien juga menolak untuk dilakukan, akhirnya
pasien pulang ke pontianak, bulan februari (08-16 Februari 2014) pasien masuk
RSUD Pontianak dengan keluhan yang sama, dikatakan mengalami serangan
jantung, diberi suntikan di perut sebanyak 5 kali kemudian diizinkan pulang.
Pasien kembali masuk RSUD Pontianak setelah beberapa hari pulang ke rumah
(19-22 Februari 2014), selama 3 hari dirawat dan merasa tidak ada kemajuan,
pasien meminta pulang dan kembali berobat ke RSPJNHK. Obat-obatan yang
biasa diminum klien diantaranya : CPG 1x75 mg, Allopurinol 1x300 mg, ISDN
3x5 mg, Aminefron 2x35 mg, Prudaxa 2x10 mg, Livercare 3x1, Trizeden MR
2x35 mg, Asam folat 3x1, Amlodipine 1x5 mg. Faktor resiko : merokok,
dislipidemia, hipertensi.
Selama di rawat di Cardio Vascular Care (CVC) pasien dianjurkan untuk bedrest,
hampir sebagian besar keperluan perawatan diri dibantu oleh perawat, meliputi
keperluan personal hygiene (mandi, sikat gigi, memakai pakaian, menyisir
rambut), kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, dan lain-lain.
Tabel 3.2
Implementasi dan evaluasi keperawatan pada masalah keperawatan
intoleransi aktivitas dan defisit perawatan diri pada Tn.D
tanggal 28 Februari s.d tanggal 5 Maret 2014
di ruang CVC RSPJNHK Jakarta
No Tanggal, Implementasi Evaluasi
Dx Jam
1. 28/2/2014 Memonitor dan S : Belum bisa melakukan aktivitas
07.30- mendokumentasikan tanda- sendiri
14.30 tanda vital setiap jam (TD, O :
HR, RR, Suhu)) TD : range sistolik 110- 140
Memeriksa bunyi jantung mmHg, range diastolik 70- 100
dan bunyi nafas mmhg. Range HR : 60-110
Mengevaluasi peningkatan x/menit, range RR : 16-24
intoleran aktivitas x/menit, S : 36,20C
Membantu pasien merubah Bunyi nafas vesikuler, bunyi
posisi untuk makan snack jantung BJ I BJ II normal,
(semi fowler ke fowler) terpasang oksigen 5l/m, saturasi
Menanyakan pasien apakah oksigen 98-100%
selama merubah posisi ada A : Aktivitas sepenuhnya masih
keluhan sesak atau nyeri dada Dibantu, masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
keluhan sesak atau nyeri dada IABP di femoral kiri dan sheat
post PCI di femoral kanan
A : Makan, minum sendiri,
merubah posisi masih dibantu,
masalah sebagian teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3.2.3 Cure
Pasien masih merasakan nyeri dada yang hilang timbul setiap harinya, sesak (+),
TD 133/64 mmHg, HR 88x/m, RR 28x/m, afebris. Mata : anemis (-), ikterik (-),
leher : JVP 5+2 cmH2O, Cor : BJ I BJ II, murmur (-), gallop (-), Pulmo :
vesikuler, Ronchi -/-, wheezing -/-, abdomen : supel, lunak, BU (+). Hari ini
setelah makan snack pada jam 09.20 pasien mengatakan nyeri dada muncul,
kolaborasi NTG di naikkan 120 mcg/menit, EKG dilakukan, interpretasi : SR, rate
70x/menit, gelombang P normal, PR int 0,16, QRS duration 0,08, Q patologis III,
AVF, ST elevasi III, AVF, ST depresi I, AVL, VI-V6. Pasien masih merasakan
nyeri dada, NTG dinaikkan kembali 150 mcg/menit dengan TD 130/69 mmhg,
HR 82x/menit dan saturasi O2 100% dengan oksigenasi nasal kanule 3 l/menit,
nyeri dada tidak ada perubahan, dosis NTG kembali dinaikkan 200 mcg/menit,
belum juga ada perubahan, skala nyeri 6, dengan kolaborasi diberikan MO 2 mg
IV dan NTG dinaikkan menjadi 250 mcg/menit. Pemasangan douwer catheter
dilakukan, urine keluar berwarna kuning jernih sebanyak 600 ml, rencana
tindakan medis untuk pasien adalah pemasangan IABP, early PCI. Beberapa saat
pasien tertidur dan tiba-tiba terbangun mengeluh nyeri dada kembali muncul,
skala nyeri 5, kolaborasi diberikan extra MO 2,5 mg dan NTG dinaikkan 300
mcg/menit. Beberapa saat kemudian nyeri dada kembali muncul skala nyeri 4,
ISDN 5 mg SL diberikan. Pada jam 13.15 pasien dipasang IABP dengan setting
IABP on trigger EKG frekwensi 1:1, Observasi awal IABP, tekanan sistolik 121,
diastolik 69, tekanan rata-rata 102, augmentasi 105, RR 86, pulsasi ekstremitas
bawah : dorsalis pedis ka/ki +/+, poplitea ka/ki +/+. Femoralis ka/ki +/+,
kehangatan ekstremitas bawah : ekstremitas ka/ki H/H, Warna kulit ekstremitas
M/M.
Jenis Nilai
Pemeriksaan Normal Satuan 28/02/14 01/03/14 03/03/14 04/03/14
Hematologi
Ht 40-48 /ul 27 24 27 26
5000-
Leukosit Vol % 8090
10000
Lipid
Cholesterol total < 200 Mg/dl 148
Cardiac
CK U/l 62 70
Coagulation
Renal prostate
Ureum 17 - 56 Mg/dl 57 47 47 62
BUN 6 - 20 Mg/dl 27 22 22 29
Elektrolit
Diabetes
03/03/2014 280
b. EKG (28-02-2014)
SR, rate 70x/menit, gelombang P normal, PR int 0,16, QRS duration 0,08, Q
patologis III, AVF, ST elevasi III, AVF, ST depresi I, AVL, VI-V6
c. Coroangiografi :
LM : Normal
LAD : Total oklusi di mid D1, distal terisi dari RCA
LCx : Total oklusi di proksimal sebelum OM 1, distal terisi dari RCA
RCA : subtotal stenosis di mid sebelum RV branch, distal memberikan
kolateral ke LAD dan LCx
Kesimpulan :
CAD 3VD, dilakukan PCI dengan 1 BMS di RCA dan 1 BMS di LCx, hasil
baik
Saran : Graft di LAD
d. Echocardiografi
Disfungsi diastolic gangguan relaksasi
Fungsi sistolik baik
EF 47%
No Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b.d NOC : NIC :
iskemia Comfort level, pain control, pain Pain management
miokard level
Setelah diberikan tindakan Mandiri
keperawatan selama 1x24 jam nyeri
1. Monitor tanda-tanda
berkurang atau hilang dengan
vital setiap 5 menit
kriteria hasil :
sampai nyeri benar-benar
1. Secara verbal mengatakan nyeri
hilang
berkurang (skala 0-10)
2. Anjurkan klien untuk
2. Vital sign dalam batas normal
melapor jika nyeri dada
3. Postur tubuh, ekspresi wajah,
terjadi berulang
bahasa tubuh dan tingkat
3. Identifikasi pencetus
aktivitas menunjukkan
nyeri dada (frekuensi,
berkurangnya rasa nyeri
durasi, intensitas, dan
lokasi nyeri)
4. Evaluasi adanya nyeri
yang menjalar ke dagu,
leher, bahu, pergelangan
tangan khususnya di
bagian sebelah kiri
5. Observasi gejala yang
dapat menyertai nyeri
dada seperti sesak nafas,
No Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
mual, muntah, sakit
kepala dan adanya
palpitasi
6. Anjurkan klien untuk
istirahat setelah episode
serangan
7. Tinggikan kepala klien
jika ada sesak nafas
8. Berikan lingkungan yang
nyaman dan tenang serta
batasi kunjungan
Kolaboratif
1. Berikan oksigen sesuai
dengan kebutuhan
2. Berikan terapi sesuai
indikasi (NTG,beta
blocker,calcium channel
blocker,analgesic,morphi
ne sulfate)
3. Monitor perubahan EKG
No Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
2. Keluhan sesak berkurang atau dan bunyi jantung
tidak ada 4. Anjurkan untuk istirahat
3. Ekstremitas hangat yang adekuat. Berikan
4. Capillary refill 1-3” bantuan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari
jikan diperlukan
5. Anjurkan untuk tidak
melakukan manuver
valsava
6. Kenali dengan segera
jika ada keluhan nyeri
pada saat pemberian
obat dengan cepat
7. Observasi adanya tanda-
tanda gagal jantung
Kolaborasi
1. Berikan oksigen sesuai
dengan kebutuhan
2. Pastikan kepatenan iv
line
3. Review serial EKG
4. Monitor hasil lab
(cardiac enzym, AGDA,
dan elektrolit, PTT)
5. Berikan terapi sesuai
indikasi (beta blocker,
calcium channel blocker,
anti platelet, IV heparin,
anti emetic)
No Diagnosa
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
3. Resiko NOC NIC
perdarahan b.d Blood loss severity Bleeding precaution
prosedur invasif Setelah dilakukan tindakan 1. Cek tanda-tanda vital
(PCI,IABP), keperawatan selama 1x24 jam, setiap jam
penggunaan peradarahan tidak terjadi dengan 2. Cek irama jantung
obat pengencer kriteria hasil : 3. Monitor hasil lab ; Hb,
darah. 1. Tanda-tanda vital dalam batas Ht, INR, PT, APTT
normal (TD,HR,RR) 4. Monitor tanda bleeding
2. Menjelaskan tindakan jika pada urine, sputum,
peradarahan terjadi daerah penusukan
3. Tidak terdapat tanda-tanda IABP, daerah
perdarahan. penusukan PCI
NIC
4. Resiko infeksi NOC
Infection protection and
b.d prosedure Imune status
control
invasif Setelah dilakukan tindakan
(PCI,IABP) keperawatan selama 1x24 jam, 1. Observasi daerah
infeksi tidak terjadi dengan kriteria penusukan IABP dan
hasil : post PCI
1. Tanda-tanda vital dalam batas 2. Pertahankan teknik
normal perawatan luka secara
2. Tidak terdapat tanda-tanda steril
infeksi (bengkak, kemerahan, 3. Bila ada tanda-tanda
panas,nyeri,gagal infeksi, lakukan kultur
penyembuhan luka) luka
4. Motivasi pasien untuk
menghabiskan porsi
dietnya
5. Kolaborasi anti biotik
Tabel 3.5
Implementasi dan evaluasi keperawatan pada masalah keperawatan
nyeri, resiko penurunan curah jantung, resiko perdarahan dan resiko
infeksi pada Tn.D tanggal 28 Februari s.d tanggal 4 Maret 2014
di ruang CVC RSPJNHK Jakarta
No Tanggal, Implementasi Evaluasi
Dx Jam
1. 28/02/2014 Mengkaji rasa nyeri : Jam 10
07.30- Jam 09.20 S : nyeri dada masih terasa dan
14.30 Mengeluh chest pain dengan Berulang, skala nyeri 5
skala nyeri 7, lapor dr Joel : O:
Meningkatkan dosis NTG Pasien terlihat pucat, exspresi
120mcg/m. wajah kesakitan
Mengobservasi tanda-tanda Terpasang oksigenasi nasal
vital kanul 5l/m
Jam 09.25 Saturasi O2 100%
Pasien kembali mengeluh TD 130/69 mmHg, HR
chest pain dengan skala 6, 82x/m,RR 25x/m
lapor dr. Joel : NTG ditingkatkan 250 mcg/m
Meningkatkan dosis NTG A : Masalah belum teratasi
150 mcg/m dengan TD : P : Lanjutkan intervensi
136/74 mmHg, HR 80x/m,
saturasi 02 100%, belom Jam 11.00
lama pasien mengeluh chest S : Nyeri berkurang, skala 3
pain tidak berkurang, O :
kembali meningkatkan NTG Pasien terlihat pucat, exspresi
200mcg/m. wajah cukup tenang
Jam 09.30 Terpasang oksigenasi nasal
Melaporkan pada dr. Joel kanul 5l/m
bahwa pasien masih Saturasi O2 100%
merasakan nyeri dada dengan TD 128/71 mmHg, HR
skala nyeri 5 76x/m,RR 20x/m
03/03/2014
Monitor tanda-tanda vital dan S : -
14.00- O:
irama jantung
20.30
Melakukan Auskultasi bunyi Tampak tenang
nafas dan bunyi jantung TD : 105/64 mmHg N : 74
Menganjurkan untuk istirahat x/menit, RR : 23 x/menit, S :
yang adekuat. 36,40C
01/04/2014
Mengukur tanda-tanda vital S : -
07.30-
setiap jam O:
14.30
Memonitor irama jantung TD : 108/62 mmHg N : 68
Memonitor hasil lab ; Hb, x/menit, RR : 18 x/menit, S :
36,70C
03/03/2014
Mengobservasi daerah S : -
14.00- O : Tidak terdapat tanda-tanda
penusukan IABP
20.30 infeksi pada daerah
Mempertahankan teknik
penusukan IABP
perawatan luka secara steril
A : Infeksi tidak terjadi
infeksi PCI
3.2.5 Core
Pasien mengatakan khawatir dengan penyakit yang di deritanya karena nyeri yang
dirasakan masih hilang timbul, klien lebih banyak terdiam dan lebih sering
mengatakan ingin istirahat saja. Keluarga mengatakan klien seseorang yang aktif
di masyarakat, bergaul baik dengan keluarga maupun masyarakat, tetapi sejak
sakit pasien lebih banyak diam dan sedikit temperamental.
Tabel 3.6
Diagnosa dan intervensi keperawatan pada masalah keperawatan
kecemasan dan kurang pengetahuan pada Tn.D
tanggal 28 Februari s.d tanggal 4 Maret 2014
di ruang CVC RSPJNHK Jakarta
Tabel 3.7
Implementasi dan evaluasi keperawatan pada masalah keperawatan
kecemasan dan kurang pengetahuan
pada Tn.D tanggal 28 Februari s.d tanggal 4 Maret 2014
di ruang CVC RSPJNHK Jakarta
No Tanggal, Implementasi Evaluasi
Dx Jam
1. 28/02/2014 Membina hubungan saling S : -
07.30- percaya dengan pasien Allo anamnesa dengan keluarga,
1430 Menjelaskan setiap pasien menolak untuk dilakukan
prosedur yang akan prosedur yang sudah
dilakukan terhadap pasien direncanakan (IABP, early PCI)
Menjelaskan bahwa O :
prosedur yang dilakukan Klien lebih banyak diam
untuk kebaikan pasien Ekspresi wajah tegang
Menjelaskan pada pasien Mengatakan ingin tidur jika
bahwa reaksinya adalah di ajak bicara
reaksi yang normal dan A : Masalah belum teratasi
tidak hanya pasien yang P : lanjutkan intervensi
mengalaminya
Mendorong pasien untuk
bercerita tentang apa yang
dicemaskannya
Memberikan dukungan
positif pada pasien
Menganjurkan keluarga
menemani dan meberikan
dukungan pada pasien
Menganjurkan pasien untuk
menggunakan teknik
relaksasi bila kecemasan
datang
03/03/2014
Menjelaskan setiap S : Cemas berkurang
14.00-
prosedur yang akan O :
20.30
dilakukan terhadap pasien Tampak mendengarkan
(dr. Joel menjelaskan penjelasan dr. Joel dengan
tindakan early PCI yang antusias
akan dilakukan) Pasien tampak tenang
Memberikan dukungan O :
positif pada pasien Pasien tampak tenang
Terlihat percaya diri
A : masalah teratasi
P : Stop intervensi
2. 28/02/2014
Mengkaji pengetahuan S : Mengatakan ingin istirahat
07.30-
dasar pasien dan keluarga O :
1430
tentang penatalaksanaan Pasien tampak tidak
penyakit pasien untuk kooperatif
mencegah kekambuhan Menutup matanya dengan
Menjelaskan tentang cepat
pentingnya mengelola Ekspressi wajah tidak mood
Kegiatan residensi III dilaksanakan selama 4 bulan terhitung mulai dari tanggal 17
Februari 2014 s.d 20 Mei 2014. Kasus-kasus yang dikelola oleh residen adalah
kasus-kasus kasrdiovaskular di ruangan ; Instalasi Gawat Darurat (IGD),
Intermediate Ward (IW) Bedah, Intensive Cardiovaskular Care Unit (ICVCU),
Cardiovaskular Care (CVC), Kamar Operasi. Selama praktek residen mengelola
30 kasus dengan menggunakan model Lydia Hall yang meliputi kasus : Sindrom
Koroner Akut (SKA), Bedah jantung, Congestif Heart Failure CHF) dan Acute
Decompensated Heart Failure (ADHF). Perincian kasus yang dikelola residen
diliat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.8
Distribusi Kasus Kelolaan Praktek Residensi Berdasarkan Diagnosa Medik di
RSJPD Harapan Kita thaun 2014 (n=30 0rang)
No Kasus r %
1. SKA 11 36,6
2. Bedah Jantung 11 36,6
3. CHF 4 13,4
4. ADHF 3 10
5 Aritmia 1 3,33
Total 30 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kasus SKA dan bedah jantung
merupakan kasus yang dikelola paling banyak oleh residen masing-masing 11
kasus (36,6%) kemudian CHF 4 kasus (13,4%), ADHF 3 kasus (13,4%) dan
aritmia berjumlah 1 kasus (3,33%)
Tabel 3.9
Distribusi kasus kelolaan praktek residensi di RSJPD Harapan Kita Berdasarkan
umur dan jenis kelamin tahun 2014 (n=30 0rang)
Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa SKA dan bedah
jantung merupakan kasus yang paling banyak dikelola oleh residen dan
dominan terjadi SKA pada laki-laki lebih banyak (81,8%) dibandingkan
dengan perempuan (18,2%), lebih banyak terjadi pada usia > 50 tahun.
3.3.5 Aritmia
Residen hanya mengelola satu pasien dengan aritmia dengan jenisnya Atrial
Fibrilasi Rapid Ventricular Respon (AFRVR) yang bertempat di ruang Instalasi
Gawat Darurat
Rasa nyeri juga berefek pada peningkatan aktifitas klien dan meningkatkan
terjadinya komplikasi seperti immobilisasi, keterlambatan penyembuhan,
pneumonia, dan menambah biaya perawatan (Caudill, 2009). Foot Reflexlogy
merupakan salah satu terapi komplementer non farmakologi dan non invasive
yang dapat mengontrol atau mengurangi rasa nyeri klien dengan sternotomy post
CABG. Terapi komplementer ini belum pernah dilakukan pada pasien sternotomy
post CABG. Foot Reflexology sangat mudah dilakukan dan dapat diterapkan
untuk mengurangi nyeri pada pasien sternotomy post CABG
3.4.2.2 Bagheri N, Zargar N, Khalilian A et all (2012) judul “The effect of foot
reflexology massage on pain and fatigue of patients after coronary artery
bypass graft”
Bagheri et all mengadakan penelitian untuk mengetahui efek dari foot
reflexology untuk mengurangi nyeri dan keletihan pada klien post CABG. Hal
yang diukur adalah skala nyeri berdasarkan Visual Analogue Scale (VAS),
tekanan darah, frekuensi nadi.
3.4.2.3 Babajani S, Darzi Babatabar H, Ebadi A et all (2013), judul “ The effect of
foot reflexology massage on the level of pain during chest tube removal
after open heart surgery”
pasien yang tidak sadar, mempunyai gangguan mental, tampak perdarahan di area
kulit yang akan dilakukan foot reflexology, terlihat adanya infeksi pada area yang
akan dilakukan foot reflexology.
Jumlah subjek yang diambil dalam penerapan EBNP ini diambil berdasarkan
perhitungan The Number Needed to Treat (NNT), yang dipandang tepat dalam
menilai efek dari suatu intervensi (Gouskova, Kundu & Imrey, 2010). Diketahui
bahwa proporsi keberhasilan kelompok intervensi = 0,334 dan proporsi
keberhasilan kelompok kontrol = 0,5, sehingga jumlah subjek sebanyak 12 0rang.
Jumlah subjek dalam penerapan EBNP ini adalah minimal 12 orang.
dan tidak dilakukan apapun selama 10 menit. Setelah itu mengkaji skala nyeri
dengan VAS, mengukur tekanan darah, frekuensi nadi dan pernapasan.
Penerapan EBNP ini dilakukan pada 6 orang responden kelompok intervensi dan
6 orang kelompok kontrol. Responden adalah pasien sternotomy post CABG,
kelompok intervensi diberikan terapi foot reflexology selama 10 menit sedangkan
kelompok kontrol tidak dilakukan apapun. Semua responden mendapatkan terapi
paracetamol 3 x 1000 mg dengan cara pemberian oral. Adapun hasil dari EBNP
dapat dilihat pada paparan di bawah ini :
Tabel 3.10
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin Di
IW Bedah RSJPD Harapan Kita Bulan Mei 2014
Kelompok Kelompok
Intervensi Intervensi Jumlah
No Variabel (n=6) (n=6) (n=12)
f (x) % f (x) % f (x) %
1 Jenis kelamin
Perempuan 1 16.7 2 33.4 3 25
Laki-laki 5 83.3 4 66.6 9 75
(2) Pengaruh foot reflexology terhadap nyeri, tekanan darah, frekuensi nadi dan
pernapasan pada responden
Tabel 3.11
Analisis pengaruh foot reflexology terhadap sistolik, diastolik, frekuensi
nadi, frekuensi pernapasan, dan skala nyeri yang dilakukan pada waktu
siang dan sore selama 2 hari berturut-turut di R. IW Bedah RSJPD
Harapan Kita Bulan Mei 2014
Siang Sore
Kelompok Mean Mean P Mean Mean P
SD SD
(Pre) (Post) Value (Pre) (Post) Value
Kontrol
- Hari – 1
o Sistolik 120.67 120.50 3.656 0.915 121.50 119.50 2.000 0.058
o Diastolik 64.83 66.17 5.428 0.574 67.00 66.33 2.503 0.543
o HR 82.33 81.00 4.844 0.530 83.67 81.33 3.386 0.152
o RR 24.33 25.67 3.502 0.394 24.33 24.17 2.927 0.895
o Nyeri 4.83 4.67 0.408 0.363 4.83 4.67 0.753 0.611
- Hari - 2
o Sistolik 120.33 118.83 3.391 0.328 120.00 119.67 4.457 0.862
o Diastolik 67.33 67.00 3.983 0.846 66.83 66.67 3.371 0.908
o HR 82.83 83.17 3.724 0.835 82.50 81.67 3.545 0.590
o RR 23.50 24.33 2.401 0.434 22.00 22.83 2.229 0.402
4.17 3.83 0.516 0.175 4.00 3.83 0.408 0.363
Intervensi
- Hari – 1
o Sistolik 121.67 117.67 2.608 0.013 119.83 117.00 1.722 0.010
- Hari - 2
o Sistolik 118.83 116.17 1.211 0.003 119.50 116.67 1.169 0.002
o Diastolik 70.00 66.33 1.211 0.001 72.00 68.50 1.871 0.006
o HR 82.83 79.67 1.472 0.003 81.17 79.17 1.095 0.007
o RR 24.33 21.67 1.033 0.001 23.67 21.67 1.265 0.012
o Nyeri 4.33 3.50 0.753 0.42 3.83 3.17 0.516 0.025
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari pertama di waktu siang hari rata-rata sistolik
sebelumnya adalah sebesar 120.67 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata
sistolik sebesar 120.50 dengan SD = 3.656, setelah dilakukan pengujian dengan
menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan sistolik yang tidak signifikan
dengan nilai p = 0,915 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan sistolik
sebesar 0,17 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata sistolik sebelum
dilakukan foot reflexology sebesar 121,67 dan setelah dilakukan rata-rata sistolik
sebesar 117,67 dengan SD = 2,608, dan hasil pengujian dengan t-dependent
didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,013 (p value < α = 0,05)
dengan rata-rata penurunan sistolik 4 poin.
Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari pertama di waktu
sore hari rata-rata sistolik sebelumnya adalah sebesar 121.50 dan setelah sepuluh
menit didapatkan rata-rata sistolik sebesar 119.50 dengan SD = 2.000, setelah
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan
sistolik yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,058 (p value < α = 0,05) dengan
rata-rata penurunan sistolik sebesar 2 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan
rata-rata sistolik sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 119,83 dan setelah
dilakukan rata-rata sistolik sebesar 117,00 dengan SD = 1.722, dan hasil
Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari pertama di waktu siang hari rata-rata diastolik
sebelumnya adalah sebesar 64,83 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata
diastolik sebesar 66,17 dengan SD = 5.428, setelah dilakukan pengujian dengan
menggunakan uji t-dependent terdapat peningkatan diastolik dengan nilai p =
0,574 (p value < α = 0,05). Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata
diastolik sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 69,83 dan setelah dilakukan
rata-rata diastolik sebesar 65,50 dengan SD = 2,066, dan hasil pengujian dengan t-
dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,001 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan diastolik 4.33 poin.
Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari pertama di waktu
sore hari rata-rata diastolik sebelumnya adalah sebesar 67.00 dan setelah sepuluh
menit didapatkan rata-rata diastolik sebesar 66.33 dengan SD = 2.503, setelah
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan
diastolik yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,543 (p value < α = 0,05) dengan
rata-rata penurunan diastolik sebesar 0,67 poin. Pada kelompok intervensi
didapatkan rata-rata diastolik sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 67,50
dan setelah dilakukan rata-rata diastolik sebesar 63,83 dengan SD = 1.751, dan
hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai
p = 0,004 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan sistolik 3.67 poin.
Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari pertama di waktu siang hari rata-rata frekuensi heart
rate sebelumnya adalah sebesar 82,33 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-
rata frekuensi nadi sebesar 81,00 dengan SD = 4.844, setelah dilakukan pengujian
dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan frekuensi heart rate
yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,530 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata
penurunan frekuensi heart rate 1,33 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan
rata-rata frekuensi heart rate sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 83,67
dan setelah dilakukan rata-rata frekuensi heart rate sebesar 78,67 dengan SD =
4,195, dan hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan
dengan nilai p = 0,033 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi
heart rate sebesar 5 poin.
Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari pertama di waktu
sore hari rata-rata frekuensi heart rate sebelumnya adalah sebesar 83.67 dan
setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata frekuensi heart rate sebesar 81.33
dengan SD = 3,386, setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-
dependent terdapat penurunan frekuensi heart rate yang tidak signifikan dengan
nilai p = 0,152 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi heart
rate sebesar 2,34 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata frekuensi
heart rate sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 81,67 dan setelah dilakukan
rata-rata frekuensi heart rate sebesar 79,83 dengan SD = 0,983 dan hasil pengujian
dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,006 (p
value < α = 0,05) dengan rata-rata frekuensi heart rate 1.84 poin.
Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari pertama di waktu siang hari rata-rata frekuensi
pernapasan sebelumnya adalah sebesar 24,33 dan setelah sepuluh menit
didapatkan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 25,67 dengan SD = 3,502,
setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat
penigkatan frekuensi heart rate yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,394 (p
value < α = 0,05) dengan rata-rata peningkatan frekuensi pernafasan 1,34 poin.
Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata frekuensi pernapasan sebelum
dilakukan foot reflexology sebesar 26,00 dan setelah dilakukan rata-rata frekuensi
heart rate sebesar 23,33 dengan SD = 1,862, dan hasil pengujian dengan t-
dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,017 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi pernapasan sebesar 3,33 poin.
Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari pertama di waktu
sore hari rata-rata frekuensi pernapasan sebelumnya adalah sebesar 24.33 dan
setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 24.17
dengan SD = 2,927, setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-
dependent terdapat penurunan frekuensi pernapasan yang tidak signifikan dengan
Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari pertama di waktu siang hari rata-rata skala nyeri
sebelumnya adalah sebesar 4,83 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata
skala nyeri sebesar 4,67 dengan SD = 0,408, setelah dilakukan pengujian dengan
menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan skala nyeri yang tidak
signifikan dengan nilai p = 0,363 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan
skala nyeri 0,16 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata skala nyeri
sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 5,33 dan setelah dilakukan rata-rata
skala nyeri sebesar 4,33 dengan SD = 0,862, dan hasil pengujian dengan t-
dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,009 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan skala nyeri sebesar 1 poin.
Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari pertama di waktu
sore hari rata-rata skala nyeri sebelumnya adalah sebesar 4.83 dan setelah sepuluh
menit didapatkan rata-rata skala nyeri sebesar 4.67 dengan SD = 0,753, setelah
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan
frekuensi skala nyeri yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,611 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan skala nyeri sebesar 0.16 poin. Pada kelompok
intervensi didapatkan rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan foot reflexology
sebesar 4,50 dan setelah dilakukan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 3,50
dengan SD = 1,265 dan hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang
signifikan dengan nilai p = 0,012 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan
frekuensi pernapasan 1 poin.
Dari hasil analisis diatas disimpulkan bahwa pada kelompok kontrol tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara sistolik, diastolik, frekuensi heart rate dan
pernapasan serta skala nyeri sebelum dan sesudah waktu 10 menit terhadap
penurunan nyeri pada pasien sternotomy post CABG yang dilakukan pada hari
pertama di waktu siang dan sore, kemudian pada kelompok intervensi terdapat
perbedaan bermakna antara sistolik, diastolik, frekuensi heart rate dan pernapasan
serta skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan foot reflexology terhadap
penurunan nyeri pada pasien sternotomy post CABG yang dilakukan pada hari
pertama di waktu siang dan sore
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari kedua di waktu siang hari rata-rata sistolik
sebelumnya adalah sebesar 120.33 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata
sistolik sebesar 118.83 dengan SD = 3.391, setelah dilakukan pengujian dengan
menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan sistolik yang tidak signifikan
dengan nilai p = 0,328 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan sistolik
sebesar 1,5 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata sistolik sebelum
dilakukan foot reflexology sebesar 118,83 dan setelah dilakukan rata-rata sistolik
sebesar 116,67 dengan SD = 1,211, dan hasil pengujian dengan t-dependent
didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,003 (p value < α = 0,05)
dengan rata-rata penurunan sistolik 2,16 poin.
Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari kedua di waktu
sore hari rata-rata sistolik sebelumnya adalah sebesar 120.00 dan setelah sepuluh
menit didapatkan rata-rata sistolik sebesar 119.67 dengan SD = 2.457, setelah
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan
sistolik yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,862 (p value < α = 0,05) dengan
rata-rata penurunan sistolik sebesar 0,33 poin. Pada kelompok intervensi
didapatkan rata-rata sistolik sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 119,50
dan setelah dilakukan rata-rata sistolik sebesar 116,67 dengan SD = 1.169, dan
hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai
p = 0,002 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan sistolik 2,83 poin.
Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari kedua di waktu siang hari rata-rata diastolik
sebelumnya adalah sebesar 67,33 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata
Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari kedua di waktu
sore hari rata-rata diastolik sebelumnya adalah sebesar 66.83 dan setelah sepuluh
menit didapatkan rata-rata diastolik sebesar 66.67 dengan SD = 3.371, setelah
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan
diastolik yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,908 (p value < α = 0,05) dengan
rata-rata penurunan diastolik sebesar 0.16 poin. Pada kelompok intervensi
didapatkan rata-rata diastolik sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 72,00
dan setelah dilakukan rata-rata diastolik sebesar 68,50 dengan SD = 1.871, dan
hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai
p = 0,006 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan sistolik 3.5 poin.
Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari kedua di waktu siang hari rata-rata frekuensi heart
rate sebelumnya adalah sebesar 82,83 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-
rata frekuensi nadi sebesar 83,17 dengan SD = 3.724, setelah dilakukan pengujian
dengan menggunakan uji t-dependent terdapat peningkatan frekuensi heart rate
yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,835 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata
peningkatan frekuensi heart rate 0,34 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan
rata-rata frekuensi heart rate sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 82,83
dan setelah dilakukan rata-rata frekuensi heart rate sebesar 79,67 dengan SD =
1.472, dan hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan
dengan nilai p = 0,003 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi
heart rate sebesar 3,16 poin.
Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari kedua di waktu
sore hari rata-rata frekuensi heart rate sebelumnya adalah sebesar 82.50 dan
setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata frekuensi heart rate sebesar 81.67
dengan SD = 3,545, setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-
dependent terdapat penurunan frekuensi heart rate yang tidak signifikan dengan
nilai p = 0,590 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi heart
rate sebesar 0,83 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata frekuensi
heart rate sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 81,17 dan setelah dilakukan
rata-rata frekuensi heart rate sebesar 79,17 dengan SD = 1,095 dan hasil pengujian
dengan t-dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,007 (p
value < α = 0,05) dengan rata-rata frekuensi heart rate 2 poin.
Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari pertama di waktu siang hari rata-rata frekuensi
pernapasan sebelumnya adalah sebesar 23,50 dan setelah sepuluh menit
didapatkan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 24,33 dengan SD = 2,401,
setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat
peningkatan frekuensi pernapasan yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,434 (p
value < α = 0,05) dengan rata-rata peningkatan frekuensi pernafasan o,83 poin.
Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata frekuensi pernapasan sebelum
dilakukan foot reflexology sebesar 24,33 dan setelah dilakukan rata-rata frekuensi
heart rate sebesar 21,67 dengan SD = 1,033, dan hasil pengujian dengan t-
dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,001 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan frekuensi pernapasan sebesar 2,66 poin.
Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari kedua di waktu
sore hari rata-rata frekuensi pernapasan sebelumnya adalah sebesar 22.00 dan
setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 22.83
dengan SD = 2,229, setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-
dependent terdapat peningkatan frekuensi pernapasan yang tidak signifikan
dengan nilai p = 0,402 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata peningkatan frekuensi
pernapasan sebesar 0,83 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata
frekuensi pernapasan sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 23,67 dan
Dapat dilihat tabel di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
dilakukan apapun pada hari kedua di waktu siang hari rata-rata skala nyeri
sebelumnya adalah sebesar 4,83 dan setelah sepuluh menit didapatkan rata-rata
skala nyeri sebesar 4,17 dengan SD = 0,516, setelah dilakukan pengujian dengan
menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan skala nyeri yang tidak
signifikan dengan nilai p = 0,175 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan
skala nyeri 0,66 poin. Pada kelompok intervensi didapatkan rata-rata skala nyeri
sebelum dilakukan foot reflexology sebesar 4,33 dan setelah dilakukan rata-rata
skala nyeri sebesar 3,50 dengan SD = 0,753, dan hasil pengujian dengan t-
dependent didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,042 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan skala nyeri sebesar 0,83 poin.
Pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan apapun pada hari kedua di waktu
sore hari rata-rata skala nyeri sebelumnya adalah sebesar 4.00 dan setelah sepuluh
menit didapatkan rata-rata skala nyeri sebesar 3.83 dengan SD = 0,408, setelah
dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t-dependent terdapat penurunan
frekuensi skala nyeri yang tidak signifikan dengan nilai p = 0,363 (p value < α =
0,05) dengan rata-rata penurunan skala nyeri sebesar 0,17 poin. Pada kelompok
intervensi didapatkan rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan foot reflexology
sebesar 3,83 dan setelah dilakukan rata-rata frekuensi pernapasan sebesar 3,17
dengan SD = 0,516 dan hasil pengujian dengan t-dependent didapatkan hasil yang
signifikan dengan nilai p = 0,025 (p value < α = 0,05) dengan rata-rata penurunan
frekuensi pernapasan 0,66 poin.
Dari hasil analisis diatas disimpulkan bahwa pada kelompok kontrol tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara sistolik, diastolik, frekuensi heart rate dan
pernapasan serta skala nyeri sebelum dan sesudah waktu 10 menit terhadap
penurunan nyeri pada pasien sternotomy post CABG yang dilakukan pada hari
kedua di waktu siang dan sore, kemudian pada kelompok intervensi terdapat
perbedaan bermakna antara sistolik, diastolik, frekuensi heart rate dan pernapasan
serta skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan foot reflexology terhadap
penurunan nyeri pada pasien sternotomy post CABG yang dilakukan pada hari
kedua di waktu siang dan sore
Tabel 3.12
Analisis pengaruh foot reflexology terhadap sistolik, diastolik, frekuensi
nadi, frekuensi pernapasan, dan skala nyeri terhadap hari dilakukannya
prosedur (pertama,kedua) di R. IW Bedah
RSJPD Harapan Kita Bulan Mei 2014
Hari I Hari II
Mean Mean Mean Mean
Kelompok P P
(Post) (Post) SD (Post) (Post) SD
Value Value
Siang Sore Siang Sore
Intervensi
o Sistolik 117.67 117.00 6.861 0.821 116.17 116.67 4.135 0.779
o Diastolik 65.50 63.83 5.046 0.455 66.33 68.50 3.869 0.228
o Hr 78.67 79.83 5.672 0.636 79.67 79.17 3.082 0.707
o Rr 23.33 22.33 2.280 0.332 21.67 21.67 3.688 1.000
o Nyeri 4.33 3.50 0.983 0.093 3.50 3.17 0.516 0.175
Pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa foot reflexology tidak mempunyai
perbedaan yang bermakna terhadap hasil sistolik, diastolik, frekuensi heart rate
dan pernapasan serta skala nyeri yang dilakukan pada hari pertama dan kedua
(nilai p > 0,05), jadi foot reflexology dapat dilakukan baik pada hari pertama
maupun hari kedua.
Tabel 3.13
Analisis pengaruh foot reflexology terhadap sistolik, diastolik, frekuensi
nadi, frekuensi pernapasan, dan skala nyeri terhadap waktu dilakukan
prosedur (siang, sore) selama 2 hari berturut-turut
di R. IW Bedah RSJPD Harapan Kita Bulan Mei 2014
Siang Sore
Mean Mean Mean Mean
Kelompok P P
(Post) (Post) SD (Post) (Post) SD
Value Value
Hari I Hari II Hari I Hari II
Intervensi
o Sistolik 117.67 116.17 1.871 0.107 117.00 116.67 5.046 0.878
o Diastolik 65.50 66.33 6.616 0.770 63.83 68.50 7.118 0.169
o Hr 78.67 79.67 6.481 0.721 79.83 79.17 3.882 0.691
o Rr 23.33 21.67 2.422 0.153 22.33 21.67 4.502 0.732
o Nyeri 4.33 3.50 0.408 0.004 3.50 3.17 0.516 0.175
Pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa foot reflexology tidak mempunyai
perbedaan yang bermakna terhadap hasil sistolik, diastolik, frekuensi heart rate
dan pernapasan serta skala nyeri yang dilakukan pada waktu siang dan sore (nilai
p > 0,05), jadi foot reflexology dapat dilakukan baik pada siang hari maupun sore
hari.
Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) atau biasanya dikenal dengan gagal
jantung kongestif merupakan suatu keadaan patofisiologis dimana jantung gagal
mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan
pengisian cukup. Gagal jantung merupakan kondisi yang telah diketahui selama
berabad-abad namun penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya
definisi tunggal kondisi ini. Gagal jantung merupakan keadaan klinis dan bukan
suatu diagnosis. (Gray , Dawkins, Morgan & Simpson, 2005).
Sekitar 3-20 per 1000 penduduk mengalami gagal jantung dan prevalensinya
meningkat seiring bertambahnya usia ( 100 per 1000 orang ) pada usia diatas 65
tahun (Gray , Dawkins, Morgan & Simpson, 2005). Gagal jantung merupakan
penyakit kronis, saat ini penderita gagal jantung di Amerika 5.8 juta jiwa , dan
diperkirakan terdiagnosis setiap tahunnya sebanyak 670000 (Brinker, Mauren,
Garbez, Esquive, White, 2013). Di Inggris sekitar 100.000 pasien dirawat
dirumah sakit setiap tahunnya dengan penyakit CHF, ,mempresntasikan 5% dari
semua rawatan medis dan menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan
nasional (Gray , Dawkins, Morgan & Simpson, 2005).
Saat ini gagal jantung merupakan satu-satunya penyakit cardiovascular yang terus
meningkat insiden dan prevalensinya. Resiko kematian akibat gagal jantung
berkisar 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan dan akan meningkat 30-40%
pada gagal jantung berat. Gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering
memerlukan pengobatan ulang dirumah sakit meskipun pengobatan rawat jalan
telah diberikan secara optimal ( Suryadipraja, 2004). Dari hasil pencatatan dan
pelaporan rumah sakit Sitem Informasi Rumah Sakit (SIRS) menunjukkan adanya
case fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada gagal jantung yaitu sebesar 13.42%
(Riakesdas, 2007)
Berdasarkan studi lapangan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta,
diketahui bahwa belum terdapat adanya praktek konsultan keperawatan, yang
dirasakan sangat penting dan perlu dimunculkan keberadaannya dengan tujuan
mencapai kualitas hidup pasien congstive heart failure dengan sebaik-baiknya.
Fenomena tersebut mendorong mahasiswa residensi untuk melakukan ujicoba
praktik konsultan keperawatan di poliklinik pada pasien dengan congestive heart
failure di unit rawat jalan RSJPD Hrapan Kita Jakarta
Ners, Ners Spesialis dan Ners Konsultan yang pendidikan keperawatannya berasal
dari jenjang perguruan tinggi keperawatan. Praktek keperawatan sebagai tindakan
keperawatan profesioanal menggunakan teoritis yang mantap dan kokoh dari
berbagai ilmu dasar : biologi, fisika, biomedik, perilaku, sosial dan ilmu
keperawatan sebagai landasan melakukan pengkajian, diagnosa, menyusun
rencana perawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Malkemes (1983) mengatakan bahwa praktik keperawatan professional adalah
suatu proses ketika Ners terlibat dengan pasien dan melalui kegiatan ini masalah
kesehatan pasien diiidentifikasi dan diatasi.
3.7 Penerapan Inovasi di Unit Rawat Jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta
Penerapan inovasi berdasarkan latar belakang dan fenomena yang ada akan
dilakukan di unit rawat jalan RSJPD. Adapun alasan penerapan inovasi ini dapat
dilakukan di RSJPD adalah :
Tabel 3.14
Rincian kegiatan penerapan praktek konsultan keperawatan, identifikasi masalah
dan rencana tindak lanjut pasien dengan gangguan kardiovaskuler di unit rawat
jalan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
No Kegiatan Minggu ke
I II III IV
1. Pemaparan proposal kegiatan di Bidang
Keperawatan
2. Sosialisasi kegiatan di poliklinik tentang kegiatan
praktek konsultasi perawat spesialis
3. Persiapan ruangan praktek konsultasi perawat
spesialis
4. Pelaksanaan kegiatan praktek konsultasi perawat
spesialis
5. Evaluasi
6. Laporan hasil.
Tabel 3.15
Karakteristik pasien
berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, jumlah rawatan dan umur
No Variable Jumlah %
1 Jenis kelamin
Laki-laki 11 61.1
Perempuan 7 38.9
2 Pendidikan
SD 2 11.1
SMP 5 27.8
SMA 9 50.0
PT 2 11.1
3 Jumlah rawatan
1x 1 5.6
2x 13 72.2
3x 4 22.2
Berdasarkan tabel diatas dapat diuraikan pasien dengan jenis kelamin terbanyak
adalah laki-laki 11 orang (61.1%) dan perempuan sebanyak 7 orang (38.9%).
Pasien dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA sebanyak 9 orang
(50%), SMP sebanyak 5 orang (27.8%), SD 2 orang (11.1%) dan PT sebanyak 2
orang (11.1%). Rata-rata umur pasien adalah 53.72 dengan umur minimal 22 dan
umur maksimal 69 tahun
Tabel 3.16
Rekapitulasi Respon pasien dalam kegiatan praktek klinik konsultan
keperawatan di Unit Rawat Jalan Bulan Mei 2014
(n = 18 pasien)
No Komponen Evaluasi Ya tidak
1 Apakah Bapak/Ibu menilai keberadaan 100%
praktek keperawatan ini penting untuk
membantu proses pemulihan kesehatan
Bapak/Ibu?
2 Apakah dengan adanya praktek perawat ini 100%
kebutuhan informasi kesehatan yang
diperlukan dapat terpenuhi sesuai keinginan
Bapak/Ibu?
3 Apakah informasi yang Bapak/Ibu terima 100%
selama diruang praktik perawat jelas dan
dapat dipahami dengan baik
4 Apakah dengan adanya praktik perawat ini, 100%
kebutuhan akan informasi kesehatan
Bapak/Ibu alami terpenuhi dengan baik sesuai
harapan?
5 Apakah praktik keperawatan ini diperlukan 100%
lebih banyak lagi di unit rawat jalan RS
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita?
6 Apakah Bapak/Ibu, pada kunjungan 100%
berikutnya akan kembali keruangan praktek
keperawatan?
7 Menurut Bapak/Ibu bentuk praktik 100%
keperawatan ini perlu diadakan disetiap unit
rawat jalan di rumah sakit?
BAB IV
PEMBAHAHASAN
4.1 Pembahasan Kasus Individu Dengan Menerapkan Model The Care Cure
and Core Lydia Hall
Pada Bab ini akan dibahas kasus kelolaan dengan menggunakan model The Care
Cure and Core dari mulai informasi umum, pengkajian sampai dengan evaluasi
berdasarkan diagnosa keperawatan, yaitu :
Pasien kelolaan ini berusia 64 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh (Abdul Majid, 2007) bahwa usia dan jenis
kelamin merupakan faktor resiko yang tidak dapat dirubah. angka kematian pada
usia < 65 tahun diperkirakan sekitar 150.000 orang, dan pada usia 75 tahun
sebelum mencapai usia harapan hidup yaitu 77,9 tahun angka kematian sekitar
33% (American Heart Association, 2012).
Sama halnya dengan jenis kelamin, terdapat kurang lebih 206.000 kematian
dibawah usia 75 tahun, 19% pada laki-laki dan 17% pada perempuan (European
Cardiovascular Disease Statistics, 2012)
Faktor resiko pada pasien ini adalah hipertensi, dislipidemia dan eks smoker.
Berdasarkan laporan Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure kenaikan darah yang
berlangsung secara kronik dapat meningkatkan risiko kerusakan terhadap jantung
khususnya pada penyakit kardiovaskular (Aterosklerosis) serta kenaikan angka
mortalitas. Komplikasi hipertensi pada penyakit jantung koroner mencapai 47 %
pada populasi di seluruh dunia (Hadyanto, 2013)
Hipertensi adalah faktor resiko yang paling membahayakan, karena biasanya tidak
menimbulkan gejala hingga menjadi kronis. Peningkatan tekanan darah sistemik
Dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko lainnya pada pasien ini,
berdasarkan data laboratorium (tgl 28/02/2014) HDL 31 mg/dl, LDL 146 mg/dl,
Trigliserida 186 mg/dl. LDL merupakan tipe kolesterol jahat dan HDL merupakan
tipe kolesterol baik karena memproteksi pembuluh darah. Peningkatan LDL
disertai dengan penurunan HDL akan meningkatkan terjadinya Miokard Infark.
Total kolesterol juga mempunyai peranan terhadap resiko Miokard Infark
(Ignatavicius & Workman, 2010)
Enos et al (2008) melaporkan adanya lesi lanjut di dalam arteri koronaria pada
tentara Amerika Serikat yang tewas ( rata-rata berusia 22 tahun) pada perang di
Korea. Kemudian studi The Pathological Determinants of Atherosclerosis in
Youth (PDAY) melaporkan penemuan hasil otopsi terhadap 2876 subjek berusia
15-34 tahun bahwa lesi intima arteri didapati pada semua aorta dan pada lebih
dari separuh arteri koronaria kanan pada usia sangat muda (15-19 tahun).
Peningkatan garis lemak (fatty streaks) pada arteri koronaria kana sebesar 10 %
pada kelompok usia 15-19 tahun dan persentase ini meningkat 30% pada
kelompok usia 30-34 tahun (Hadyanto, 2013).
Pendidikan kesehatan sebaiknya diberikan pada Tn. D agar terus konsisten untuk
tidak merokok pada saat kondisinya membaik setelah dilakukan prosedur yang
sudah direncanakan, ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kekambuhan.
Orang yang telah berhasil menghentikan kebiasaan merokok dapat menurunkan
risiko enyakit jantung koroner sampai 50 % pada tahun pertama. Risiko akan terus
menurun selama orang tersebut tetap tidak merokok. Pajanan terhadap rokok
secara pasif sebaiknya dihindari karena dapat memperberat penyakit jantung
koroner yang sudah ada. Efek nikotin tidak kumulatif, mantan perokok aktif
mempunyai resiko yang lebih rendah daripada perokok pasif (Muttaqin, 2009)
4.2 Care
Pengkajian yang dilakukan pada Tn. D Selama di rawat di Cardio Vascular Care
(CVC) pasien dianjurkan untuk bedrest serta dibatasi aktivitasnya sesuai dengan
kondisi pompa jantungnya, hampir sebagian besar keperluan perawatan diri
dibantu oleh perawat, meliputi keperluan personal hygiene (mandi, sikat gigi,
memakai pakaian, menyisir rambut), kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK),
merubah posisi, dan lain-lain.
Tujuan dari diagnosa ini adalah activity tolerance dengan kriteria hasil pasien
dapat berpartisipasi dalam prosedur, secara verbal mengatakan dapat
meningkatkan aktivitas sesuai kondisi. Intervensi yang dilakukan adalah energy
management dengan melakukan implementasi anjurkan bedrest untuk mengurangi
kerja jantung, monitor tanda vital, catat respon kardiopulmonal. Evaluasi yang
didapat adalah aktivitas berangsur baik seiring dengan perbaikan kondisi penyakit
pasien.
Kebutuhan perawatan diri pada Tn. D harus terus dipenuhi, pada kondisi ini
hampir seluruh kebutuhan perawatan diri pasien dibantu oleh perawat. Pada saat
perawat membantu memenuhi kebutuhan pasien akan perawatan diri, perawat
harus melakukannya dengan komunikasi yang baik dan memperlakukan pasien
sebagai individu yang unik sehingga pasien merasa bahwa perawat melihat diri
pasien sebagai manusia seutuhnya (Ackley & Ladwig, 2010)
4.3 Cure
Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awitan
gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui,
nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang
keduanya meningkatkan persepsi nyeri (Mac Lellan 2006)
Morphin (MO) merupakan obat sejenis analgetik opioid yang biasa digunakan
pada saat onset akut karena mempunyai efek yang bermanfaat, meliputi efek
vasodilatasi perifer dan mengurangi kerja jantung serta memperlambat laju
katekolamin untuk vasokontriksi, MO juga sangat efektif untuk mengurangi nyeri
yang kuat. Nitrogliseri (NTG) diberikan pada pasien ini karena merupakan standar
perawatan dan pencegahan nyeri angina yang sudah digunakan kurang lebih
selama 100 tahun, efek vasodilator yang cepat kurang lebih 10 – 30 menit dapat
digunakan sebagai profilaksis untuk mencegah serangan angina (Doengoes,
2010).
Tim medis biasanya memberi resep morphin sulfate untuk menghilangkan rasa
nyeri bila nyeri tidak respon dengan pemberian nitroglycerin. Morphine dapat
menghilangkan nyeri miokard infark, menurunkan kebutuhan oksigen miokard,
merelakskan otot-otot jantung yang tegang, dan mengurangi sirkulasi
katekolamin. Dosis morphine biasanya diberikan 2-10 mg intra venous setiap 5-
15 menit sampai dosis maksimum atau samapai pasien mengatakan nyeri sudah
hilang atau terlihat gambaran keracunan morphine dari pasien meliputi depresi
pernapasan, hipotensi, bradikardia, dan muntah yang berlebihan (Ignatavicius &
Workman, 2010).
Obat utama yang diandalkan untuk menangani angina adalah senyawa nitrat.
Nitrogliserin diberikan untuk menurunkan konsumsi oksigen jantung yang akan
menurunkan iskemia dan mengurangi nyeri angina. Nitrogliserin adalah bahan
vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik vena maupun arteri, sehingga
mempengaruhi sirkulasi perifer. Nitrat bekerja langsung pada otot polos pembuluh
darah, menyebabkan relaksasi dan dilatasi. Obat- obat ini menurunkan preload
jantung dan afterload, mengurangi kebutuhan oksigen miokardium. Dengan
terjadinya dilatasi vena, maka akan lebih sedikit darah yang kembali ke jantung,
dengan terjadinya dilatasi arteri, maka vasokontriksi dan tahanan juga akan
berkurang (Muttaqin, 2009)
Tn D mendapatkan terpai nitrat oral/SL : ISDN 3x10 mg dan NTG infusion 750 iu
mcg/ menit. Senyawa nitrat merupakan jenis vasodilator yang biasanya berespon
pada nyeri angina. Pasien biasanya akan mengatakan tingkat nyeri nyeri hilang
atau berkurang, pada saat nitrat SL diberikan 3 kali berturut turutdalam waktu
Salah satu obat yang diberikan untuk mengurangi angina adalah sejenis β blocker,
Tn. D mendapatkan terapi Bisoprol 1x1,25 mg. β blocker sangat efektif dalam
mengurangi keparahan dan frekuensi serangan angina. Mekanisme kerja utama
adalah mengurangi denyut jantung selama melakukan aktivitas (efek kronotropik
negatif), mengurangi tekanan adarah arterial terutama sistolik, mengurangi
kontraktilitas jantung, dengan demikian β blocker mengurangi kebutuhan oksigen
di miokard dengan mengurangi respon jantung terhadap rangsangan takikardia
simpatis (Hadyanto, 2013).
Tambahan obat pada Tn. D adalah trizedon MR yang diberikan 2x35 mg setiap
harinya dan berupa obat anti iskemik. Trizedon MR berisi trimetazidine yang
merupakan obat anti iskemik pada sel-sel. Beraksi sebagai obat cytoprotective.
Obat ini bekerja untuk menginhibisi proses glikolisis an aerob dan metabolisme
asam lemak. Cara kerjanya membantu untuk mengembalikan keseimbangan enegi
pada sel. Menghambat proses asidosis dan menghilangkan terkumpulnya radikal
bebas pada sel. Semua prose ini membantu sel dalam mengembalikan ion normal
dan keseimbangan metabolik (Hadyanto, 2013).
Beberapa intervensi lain yang diberikan untuk nyeri dada adalah memberikan
terapi oksigen yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan oksigen yang berkurang
jaringan miokard. Banyaknya oksigen yang diberikan biasanya 2-4l/menit dengan
menggunakan nasal kanule yang biasa diturunkan perlahan-lahan sesuai dari
monitoring saturasi oksigen, tidak kurang dari 95%.apabila tekanan darah stabil,
maka berikan posisi yang nyaman untuk pasien. Posisi semi fowler lebih sering
dipilih pasien dan posisi ini dapat meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan
oksigenasi jaringan. Lingkungan yang tenang dan penjelasan prosedur juga dapat
mengurangi kecemasan dan membantu menghilangkan nyeri dada. Jika
diperlukan, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam pada pasien untuk meningkatkan
oksigenasi (Ignatavicius & Workman, 2010).
Pemantauan EKG serial 12 lead juga perlu dilakukan pada Tn. D untuk
mengetahui perubahan gambaran EKG sebelumnya, hasil EKG merupakan salah
satu pertimbangan untuk program pengobatan selanjutnya. Depresi segmen ST
atau adanya elevasi segmen ST dan inversi gelombang T perlu dimonitor secara
teratur. Hasil EKG menunjukkan adanya perubahan lokasi iskemik, dimana dapat
menghilang saat pasien bebas dari nyeri dada (Doengoes, 2010)
Tindakan early PCI (Percutaneous Intervention) juga dilakukan pada Tn. D untuk
mencegah meluasnya kerusakan pada otot-otot jantung. Tujuan tindakan ini
adalah mengurangi progresif plak, menstabilkan plak dengan mengurangi
inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel, dan akhirnya mencegah trombosis bila
terjadi disfungsi endotel ataupun pecahnya plak (Kabo, 2011)
Kriteria tujuan tindakan adalah pain control, pain level, tindakan keperawatan
berupa pain management, semua ini dibutuhkan untuk pasien sebagi individu
yang harus mengontrol rasa nyerinya dengan menggunakan tehnik-tehnik
relaksasi yang dapat mengurangi kerja jantung dan pernafasan (Ackley & Ladwig,
2011)
Evaluasi yang didapatkan dari Tn. D, setelah perawatan dan tindakan yang perlu
dilakukan, nyeri berangsur angsur berkurang sampai dengan tidak ada nyeri lagi,
pasien rencana pindah ruangan ke ruang perawatan medikal
Penurunan curah jantung adalah volume darah yang dipompakan oleh jantung
tidak adekuat setiap menitnya untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Ackley &
Ladwig, 2011). Curah jantung (CO/Cardiac Output) adalah merupakan hasil
perkalian denyut jantung (HR/Heart rate) dan volume sekuncup (SV/Stroke
Volume). (Hudak & Gallo, 2005)
Stroke volume adalah volume sekuncup jantung setiap satu kali jantung berdenyut
sedangkan heart rate adalah jumlah denyutan jantung dalam 1 menit. Preload,
afterload dan kontraktilitas jantung mempengaruhi SV, jika terjadi gangguan pada
salah satu faktor tersebut maka akan terjadi penurunan curah jantung. Preload
digambarkan dengan volume darah yang kembali ke atrium kanan sebagai
miokard komplain. Afterload digambarkan sebagai tekanan yang dihadapi oleh
ventrikel kiri untuk memompakan darah saat sistolik. Kontraktilitas jantung
digambarkan sebagai kekuatan jantung saat periode sistolik (Hudak & Gallo,
2005).
Pada pasien Tn. D tindakan untuk mencegah penurunan curah jantung adalah
dengan pemasangan IABP (Intra Aorta Baloon Pump), IABP dapat meningkatkan
tekanan diastole, aliran darah koroner, cardiac output, cardiac index, fraksi
ejeksi,perfusi sitemik. Cara kerja IABP adalah meningkatkan tekanan dan aliran
darah selama proses inflate balon IABP, sehingga terjadi peningkatan aliran
sentral dan perifer selama fase diastolik. Selama diastole IABP mengembang
Evaluasi yang didapatkan dari pasien, tanda-tanda vital dalam batas normal,
pasien kooperatif dan tidak terjadi penurunan curah jantung.
Tn.D mendapatkan terapi antiplatelet Aspilet 1x80 mg dan Plavix 1x75 mg.
Pemberian obat-obatan ini meningkatkan resiko terjadinya perdarahan. Aspilet
merupakan salah satu nama obat paten dari Aspirin. Aspirin termasuk dalam
kategori obat non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID). NSAID memiliki
efek anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik, serta dapat menghambat agregasi
trombosit. Aspirin dapat menimbulkan perdarahan terutama pada traktus gastro
intestinal dengan menghambat sintesis prostaglandin yang berfungsi
meningkatkan sekresi bikarbonat dan mukus. Subsatnsi ini melindungi mukosa
lambung dari efek asam lambung dan pepsin. Efek hiporotrombinemia dapat
terjadi pada pemberian aspirin dosis tinggi dan menimbulkan efek antikoagulan,
sehingga meningkatkan kemungkinan perdarahan (Hadyanto, 2013)
Plavix atau clopidogrel merupakan obat kelas dua yang dianjurkan bila pemberian
aspirin tidak berespon karena mempunyai kerja cepat dan aman untuk digunakan.
Obat ini juga direkomendasikan pada pasien yang di rawat di rumah sakit sampai
pasien mendapatkan jadwal untuk dilakukannya CABG. Clopidogrel mempunyai
efek samping yang sama dengan aspirin, yaitu dapat memungkinkan terjadinya
perdarahan (Ignatavicius & Workman, 2010).
Tindakan early PCI (Percutaneous Intervention) dan IABP (Intra Aorta Balloon
Pump) yang dilakukan pada Tn. D dapat menyebabkan terjadinya perdarahan,
perdarahan dapat terjadi karena adanya prosedur invasif yang sengaja dilakukan
untuk keperluan dan kebutuhan pengobatan pasien (Ackley & Ladwig, 2011)
Tujuan yang ditetapkan adalah blood loss severity, dengan kriteria tanda-tanda
vital dalam batas normal, bebas dari efek samping obat, menjelaskan tindakan jika
perdarahan terjadi, tidak tampak adanya tanda-tanda perdarahan. Intervensi yang
disusun adalah bleeding precaution dengan implementasi mengobservasi tanda-
tanda vital setiap 1 jam, mengobservasi irama jantung setaip 1 jam, memonitor
hasil lab PTT setaip hari, Memonitor adanya tanda-tanda perdarahan pada urine,
Tujuan dan kriteria tindakan pada Tn. D adalah imune status denga intervensinya
infection protection dan infection control. Implementasi yang dilakukan adalah
mengobservasi daerah pemasangan alat invasif IABP dan daerah penusukan post
PCI, mengobservasi tanda- tanda vital dan mempertahankan tehnik aseptic dan
antiseptik setiap akan melakukan prosedure apapun pada pasien. Evaluasi yang di
dapat tidak terjadi infeksi pada Tn. D
4.4 Core
Tujuan dan kriteria hasil untuk Tn. D meliputi anxiety control dengan intervensi
anxiety reduction. Implementasi yang dilakukan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan,
memberikan dukungan pada pasien dengan melibatkan keluarga. Evaluasi yang
didapat pasien akhirnya mau melakukan semua perawatan dan pengobatan yang
dianjurkan, rencana pindah ke ruangan IW Medikal.
Tujuan dan kriteria hasil untuk Tn. D meliputi knowledge ; disease information,
medication, treatment procedure dengan intervensi teaching : disease process,
dengan salah satu implementasinya mengkaji pengetahuan pasien dan keluarga
tentang pentingnya penatalaksanaan pasien untuk mencegah kekambuhan.
Evaluasi yang didapatkan, Tn. D dan keluarga memahami apa yang dijelaskan
oleh perawat dan tim kesehatan yang lain.
Sindrom koroner akut merupakan sebagian besar kasus yang dikelola residen
yaitu berjumlah 11 kasus, yang terdiri dari 2 STEMI, 1 di ruang Instalasi Gawat
darurat (IGD) dan 1 di Cardiovascular Care (CVC), NSTEMI berjumlah 5 kasus,
4 di CVC, 1 di IGD dan 4 kasus UAP keseluruhan di IGD.
Menurut American Heart Association pada tahun 2006 1,4 juta orang pulang dari
rumah sakit dengan diagnosa Sindrom Koroner Akut. Termasuk didalamnya
537,000 orang dengan Unstable Angina dan 810,000 dengan NSTEMI atau
STEMI (Overbaugh, 2009)
4.5.1.1 Care
Pengkajian yang dilakukan pada seluruh pasien didapatkan anjuran untuk bedrest
serta dibatasi aktivitasnya sesuai dengan kondisi pompa jantung pasien, hampir
sebagian besar keperluan perawatan diri dibantu oleh perawat, meliputi keperluan
personal hygiene (mandi, sikat gigi, memakai pakaian, menyisir rambut),
kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, dan lain-lain.
Tujuan dari diagnosa ini adalah activity tolerance dengan kriteria hasil pasien
dapat berpartisipasi dalam prosedur, secara verbal mengatakan dapat
meningkatkan aktivitas sesuai kondisi. Intervensi yang dilakukan adalah energy
management dengan melakukan implementasi anjurkan bedrest untuk mengurangi
kerja jantung, monitor tanda vital, catat respon kardiopulmonal. Evaluasi yang
didapat adalah aktivitas berangsur baik seiring dengan perbaikan kondisi penyakit
pasien.
Kebutuhan perawatan diri pada pasien harus terus dipenuhi, pada kondisi ini
hampir seluruh kebutuhan perawatan diri pasien dibantu oleh perawat. Pada saat
perawat membantu memenuhi kebutuhan pasien akan perawatan diri, perawat
harus melakukannya dengan komunikasi yang baik dan memperlakukan pasien
sebagai individu yang unik sehingga pasien merasa bahwa perawat melihat diri
pasien sebagai manusia seutuhnya (Ackley & Ladwig, 2010)
4.5.1.2 Cure
Keseluruhan pasien mempunyai keluhan nyeri pada dada sebelah kiri, menjalar ke
daerah punggung, nyeri seperti ditusuk-tusuk atau tertimpa beban berat dengan
skala nyeri 5-9, ada sesak nafas, keluar keringat dingin. Mengatasi nyeri pada
pasien Sindrom Koroner Akut harus dilakukan dengan kolaboratif. Obat obatan
yang diberikan berupa ISDN (Nitrat), Aspilet (antiplatelet), Plavix (anti platelet),
Antikoagulan, dan Simvastatin (statin), Beta Blocker, Angiotensin Converting
Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor), diuretik, Calsium Channel Blocker, dan
inotropik. Pada pasien STEMI dengan serangan kurang dari 12 jam maka
manajemen pengobatan adalah menggunakan PPCI. Evaluasi pasien NSTEMI dan
STEMI yang stabil dapat dilakukan selama 4-5 hari sebagian besar pasien dapat
berespon dengan baik terhadap masalah keperawatan.
Obat utama yang diandalkan untuk menangani angina adalah senyawa nitrat.
Nitrogliserin diberikan untuk menurunkan konsumsi oksigen jantung yang akan
menurunkan iskemia dan mengurangi nyeri angina. Nitrogliserin adalah bahan
vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik vena maupun arteri, sehingga
mempengaruhi sirkulasi perifer. Nitrat bekerja langsung pada otot polos pembuluh
darah, menyebabkan relaksasi dan dilatasi. Obat- obat ini menurunkan preload
jantung dan afterload, mengurangi kebutuhan oksigen miokardium. Dengan
terjadinya dilatasi vena, maka akan lebih sedikit darah yang kembali ke jantung,
dengan terjadinya dilatasi arteri, maka vasokontriksi dan tahanan juga akan
berkurang (Muttaqin, 2009)
Aspilet merupakan salah satu nama obat paten dari Aspirin. Aspirin termasuk
dalam kategori obat non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID). NSAID
memiliki efek anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik, serta dapat menghambat
agregasi trombosit (Lim, Hadyanto, 2013)
Jenis statin yang diberikan pada pasien dengan kasus SKA adalah simvastatin,
terapi dengan ststin akan berpengaruh terhadap keseimbangan antara lipoprotein
aterogenik dengan anti aterogenik, mengembalikan transportasi kolesterol ke
dalam hati sehingga menimbulkan manfaat terhadap perubahan komposisi,
struktur dan stabilitas plak aterosklerotik. Cakupan kerja statin yang lebih luas
adalah pada pasien SKA, dengan kerja multipel yang dikenal sebagai efek
pleotropik, efek ini bersifat independent terhadap sifat menurunkan kadar lipid
dari statin (Hadyanto, 2013)
Hampir seluruh pasien mendapatkan obat bisoprolol dengan dosis yang berbeda-
beda. Bisoprolol adalah sejenis β blocker sangat efektif dalam mengurangi
keparahan dan frekuensi serangan angina. Mekanisme kerja utama adalah
mengurangi denyut jantung selama melakukan aktivitas (efek kronotropik
negatif), mengurangi tekanan adarah arterial terutama sistolik, mengurangi
kontraktilitas jantung, dengan demikian β blocker mengurangi kebutuhan oksigen
di miokard dengan mengurangi respon jantung terhadap rangsangan takikardia
simpatis (Hadyanto, 2013).
Beberapa intervensi lain yang diberikan untuk nyeri dada adalah memberikan
terapi oksigen yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan oksigen yang berkurang
jaringan miokard. Banyaknya oksigen yang diberikan biasanya 2-4l/menit dengan
menggunakan nasal kanule yang biasa diturunkan perlahan-lahan sesuai dari
monitoring saturasi oksigen, tidak kurang dari 95%.apabila tekanan darah stabil,
maka berikan posisi yang nyaman untuk pasien. Posisi semi fowler lebih sering
dipilih pasien dan posisi ini dapat meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan
oksigenasi jaringan. Lingkungan yang tenang dan penjelasan prosedur juga dapat
mengurangi kecemasan dan membantu menghilangkan nyeri dada. Jika
diperlukan, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam pada pasien untuk meningkatkan
oksigenasi (Ignatavicius & Workman, 2010).
Pemantauan EKG serial 12 lead juga perlu dilakukan pada keseluruhan pasien
untuk mengetahui perubahan gambaran EKG sebelumnya, hasil EKG merupakan
salah satu pertimbangan untuk program pengobatan selanjutnya. Depresi segmen
ST atau adanya elevasi segmen ST dan inversi gelombang T perlu dimonitor
secara teratur. Hasil EKG menunjukkan adanya perubahan lokasi iskemik, dimana
dapat menghilang saat pasien bebas dari nyeri dada (Doengoes, Marylinn, 2010)
Tindakan PPCI dan early PCI (Percutaneous Intervention) juga dilakukan pada
beberapa kasus SKA untuk mencegah meluasnya kerusakan pada otot-otot
jantung. Tujuan tindakan ini adalah mengurangi progresif plak, menstabilkan plak
dengan mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel, dan akhirnya
mencegah trombosis bila terjadi disfungsi endotel ataupun pecahnya plak (Kabo,
2011)
Kriteria tujuan tindakan adalah pain control, pain level, tindakan keperawatan
berupa pain management, semua ini dibutuhkan untuk pasien sebagi individu
4.5.1.3 Core
Sebagian besar pasien mengatakan tentang kecemasannya dan kurangnya
pengetahuan tentang prosedur yang akan dilakukan terhadap dirinya. Pada
dasarnya yang harus dilakukan adalah memberikan informasi, pendidikan tentang
penyakitnya dan penjelasan prosedur yang akan dilakukan, sehinnga pengetahuan
bertambah otomatis diharapkan kecemasan pasien berkurang.
Tujuan dan kriteria hasil untuk pasien meliputi anxiety control dengan intervensi
anxiety reduction. Implementasi yang dilakukan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan,
memberikan dukungan pada pasien dengan melibatkan keluarga. Evaluasi yang
didapat pasien akhirnya mau melakukan semua perawatan dan pengobatan yang
dianjurkan.
4.5.2.1 Care
Pengkajian yang dilakukan pada seluruh pasien didapatkan anjuran untuk bedrest
serta dibatasi aktivitasnya sesuai dengan kondisi pompa jantung pasien, hampir
sebagian besar keperluan perawatan diri dibantu oleh perawat, meliputi keperluan
personal hygiene (mandi, sikat gigi, memakai pakaian, menyisir rambut),
kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, dan lain-lain.
4.5.2.2 Cure
Kriteria tujuan tindakan adalah pain control, pain level, tindakan keperawatan
berupa pain management, semua ini dibutuhkan untuk pasien sebagai individu
yang harus mengontrol rasa nyerinya dengan menggunakan tehnik-tehnik
relaksasi yang dapat mengurangi kerja jantung dan pernafasan (Ackley & Ladwig,
2011)
Evaluasi yang didapatkan pada pasien, setelah perawatan dan tindakan yang perlu
dilakukan, nyeri berangsur angsur berkurang sampai pasien rencana pindah
ruangan ke ruang perawatan bedah.
4.5.2.3 Core
Penelitian yang dilakukan oleh Hanvey et al, menunjukkan bahwa pada pasien
post operasi Coronary Artery Bypass Graft tingkat depresi dan kecemasan sangat
tinggi segera setelah operasi dan menurun setelah 4 minggu. Secara keseluruhan
depresi dan kecemasan terjadi minimal atau tidak sama sekali pada pasien post
CABG (Hanvey, 2009)
Tujuan dan kriteria hasil untuk pasien meliputi anxiety control dengan intervensi
anxiety reduction. Implementasi yang dilakukan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan,
memberikan dukungan pada pasien dengan melibatkan keluarga. Evaluasi yang
didapat pasien akhirnya mau melakukan semua perawatan dan pengobatan yang
dianjurkan.
Congestive Heart failure (CHF) merupakan suatu keadaaan dimana otot jantung
tidak mampu memompakan darah yang cukup keseluruh organ tubuh. CHF
memiliki kondisi gangguan fungsi dari ventrikel baik secara sistolik maupun
diastolik yang memiliki gejala gejala yang kronis (European Society Of
Cardiology, 2008). CHF merupakan suatu penyakit kronis dengan prognosis
penyakit dan kualitas hidup yang rendah serta membutuhkan biaya perawatan
yang tinggi (Ignatavicius, Workman, 2010)
Kini lebih dari 5,8 juta orang di Amerika Serikat menderita gagal jantung, dan
lebih dari 23 juta pasien gagal jantung di dunia dengan insiden mendekati 10 per
1000 populasi pada orang berusia > 65 tahun. Estimasi harapan hidup pada
diagnosis awal gagal jantung adalah 50% dan 10% selama 5 dan 10 tahun masing-
masing dengan disfungsi ventrikel kiri berhubungan dengan peningkatan resiko
kematian mendadak (Hadyanto, 2013)
4.5.3.1 Care
Pengkajian yang dilakukan pada seluruh pasien didapatkan anjuran untuk bedrest
serta dibatasi aktivitasnya sesuai dengan kondisi pompa jantung pasien, hampir
sebagian besar keperluan perawatan diri dibantu oleh perawat, meliputi keperluan
personal hygiene (mandi, sikat gigi, memakai pakaian, menyisir rambut),
kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, dan lain-lain.
4.5.3.2 Cure
Angiotensin Resptor Blocker (ARB) juga diberikan pada sebagian pasien berupa
Valsartan. Obat ini mempunyai mempunyai efek menguntungkan yaitu
vasodialatasi, inhibisi pertumbuhan sel (Hadyanto, 2013)
Evaluasi yang didapatkan dari pasien, tanda-tanda vital dalam batas normal,
pasien kooperatif dan tidak terjadi penurunan curah jantung.
4.5.3.3 Core
Penelitian yang dilakukan oleh Van Der Wal et all ( 2006), menunjukkan
fenomena yang mengejutkan, kurangnya pengetahuan tentang pengobatan dan
manfaat follow up sangat tinggi pada populasi gagal jantung pasien usia lanjut.
Sedangkan pengetahuan tentang diet, restriksi cairan dan aktifitas sehari hari
ternilai rendah. Penelitian ini juga menemukan banyak keluhan pasien yang
mempunyai pengetahuan kurang tentang gagal jantung dan regimen gagal jantung
yang meliputi diet, pembatasan cairan, dan pemenuhan aktivitas sehari-hari.
Tujuan dan kriteria hasil untuk pasien meliputi anxiety control dengan intervensi
anxiety reduction. Implementasi yang dilakukan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan,
memberikan dukungan pada pasien dengan melibatkan keluarga. Evaluasi yang
didapat pasien akhirnya mau melakukan semua perawatan dan pengobatan yang
dianjurkan.
Pengkajian yang dilakukan pada seluruh pasien didapatkan anjuran untuk bedrest
serta dibatasi aktivitasnya sesuai dengan kondisi pompa jantung pasien, hampir
sebagian besar keperluan perawatan diri dibantu oleh perawat, meliputi keperluan
personal hygiene (mandi, sikat gigi, memakai pakaian, menyisir rambut),
kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, dan lain-lain.
4.5.4.2 Cure
Angiotensin Resptor Blocker (ARB) juga diberikan pada sebagian pasien berupa
Valsartan. Obat ini mempunyai mempunyai efek menguntungkan yaitu
vasodialatasi, inhibisi pertumbuhan sel (Hadyanto, 2013)
Evaluasi yang didapatkan dari pasien, tanda-tanda vital dalam batas normal,
pasien kooperatif dan tidak terjadi penurunan curah jantung.
4.5.4.3 Core
Sebagian besar pasien mengatakan tentang kecemasannya dan kurangnya
pengetahuan tentang prosedur yang akan dilakukan terhadap dirinya.
Tujuan dan kriteria hasil untuk pasien meliputi anxiety control dengan intervensi
anxiety reduction. Implementasi yang dilakukan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan,
memberikan dukungan pada pasien dengan melibatkan keluarga. Evaluasi yang
didapat pasien akhirnya mau melakukan semua perawatan dan pengobatan yang
dianjurkan.
4.5.5 Aritmia
Residen hanya mengelola satu pasien dengan aritmia dengan jenisnya Atrial
Fibrilasi Rapid Ventricular Respon (AFRVR) yang bertempat di ruang Instalasi
Gawat Darurat (IGD). Berdasarkan pengkajian didapatkan pasien mengeluh
berdebar debar, tidak nyaman di dada, sesak nafas, mual, DOE (+), OP (+), PND
(+) dan keringat dingin (+). Pasien mempunyai riwayat hipertensi, dislipidemia
dan perokok.
4.5.5.1 Care
Pengkajian yang dilakukan pada seluruh pasien didapatkan anjuran untuk bedrest
serta dibatasi aktivitasnya sesuai dengan kondisi pompa jantung pasien, hampir
sebagian besar keperluan perawatan diri dibantu oleh perawat, meliputi keperluan
personal hygiene (mandi, sikat gigi, memakai pakaian, menyisir rambut),
kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi, dan lain-lain.
4.5.5.2 Cure
Tindakan medis yang dilakukan pada pasien ini ditujukan untuk menurunkan rate,
mencegah terjadinya emboli dan mengembalikan ke sinus ritme. Obat yang
digunakan adalah Calcium Channel Blocker, β adrenergic Blocker, Digoxin. Di
IGD apabila pasien AF baru akan akan diberi cordarone sebagai rythm control
dengan dosis awal bolus 150 mg/0,5 jam dilanjutkan maintenance 300 mg/5 jam
dan 540 mg/18 jam. Tetapi apabila AF lama amakan diberikan lanoxin sebagai
rate control karena kecil kemungkinan untuk kembali ke irama sinus. Pada Tn L
diberikan Lanoxin 0,5 mg dan frekuensi nadi menjadi normal kembali.
Kriteria hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan adalah : cardiac pump
effectiveness, activity tolerance, respiratory status, gas exchange. Intervensi
keperawatan yang dilakukan adalah : cardiac care, energy management,
respiratory monitoring. Menurut Lewis et al.,(2011) pasien AF 20% mengalami
stroke.
4.5.5.3 Core
Tujuan dan kriteria hasil untuk pasien meliputi anxiety control dengan intervensi
anxiety reduction. Implementasi yang dilakukan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, menjelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan,
memberikan dukungan pada pasien dengan melibatkan keluarga. Evaluasi yang
didapat pasien akhirnya mau melakukan semua perawatan dan pengobatan yang
dianjurkan.
Kriteria hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan adalah : cardiac pump
effectiveness, activity tolerance, respiratory status, gas exchange. Intervensi
keperawatan yang dilakukan adalah : cardiac care, energy management,
respiratory monitoring. Menurut Lewis et al.,(2011) pasien AF 20% mengalami
stroke.
Tindakan medis yang dilakukan pada pasien iniditujujkan untuk menurunkan rate,
mencegah terjadinya emboli dan mengembalikan ke sinus ritme. Obat yang
digunakan adalah Calcium Channel Blocker, β adrenergic Blocker, Digoxin. Di
IGD apabila pasien AF baru akan akan diberi cordarone sebagai rythm control
dengan dosis awal bolus 150 mg/0,5 jam dilanjutkan maintenance 300 mg/5 jam
dan 540 mg/18 jam. Tetapi apabila AF lama amakan diberikan lanoxin sebagai
rate control karena kecil kemungkinan untuk kembali ke irama sinus. Pada Tn L
diberikan Lanoxin 0,5 mg dan frekuensi nadi menjadi normal kembali.
Kebutuhan yang tidak terpenuhi dapat dilihat dari hasil pengkajian perawat
terhadap pasien baik secara subjektif dan objektif, untuk mencapai asuhan
keperawatan yang sempurna perawat tidak dapat bekerja sendiri, dalam hal ini
perlu bekerjasama dengan sejawat lain yang mempunyai tujuan yang sama yaitu
mencapai derajat kesembuhan yang paripurna untuk pasien. Asuhan keperawatan
model Lydia Hall meliputi tahap proses keperawatan yang harus di lakukan untuk
melihat masalah keperawatan dan tindakan yang harus dilakukan sesuai masalah
serta melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan mandiri atau kolaborasi
yang sudah dilakukan. Tindakan keperawatan keperawatan yang dilakukan pada
pasien berdasarkan NIC yang mengacu pada tujuan yang tertuang pada NOC
Berdasarkan ulasan di atas, teori Lydia Hall cocok digunakan dalam pemberian
asuhan keperawatan di tatanan rawat inap khususnya di ruang rawat inap intensive
care seperti ICU, CVC,ICVCU dan dapat digunakan juga di ruang rawat jalan
dengan modifikasi karena teori Lydia Hall melibatkan semua unsur tim kesehatan
khususnya orang terdekat dengan pasien yaitu keluarga.
EBNP foot reflexology belum pernah dilakukan di RSJPD Harapan Kita Jakarta
khususnya pada pasien sternotomy post CABG, tetapi sudah pernah dilakukan
oleh beberapa peneliti di luar negeri khususnya di negara Iran. Shermeh et all
dalam penelitiannya menyatakan bahwa foot reflexology sangat efektif untuk
menurunkan rasa nyeri pada pasien sternotomy post CABG, Studi quasi
experimental dengan metode pengambilan sampel yang dilakukan dengan teknik
random. McGill Visual Scale (MVS) atau sama dengan Visual Analog Scale
(VAS) sebagai single pain scale, digunakan untuk mengukur nyeri. tekanan
darah, frekuensi nadi dan nafas diukur sebelum dan setelah tindakan. Setelah
diberikan terapi foot reflexology tingkatan nyeri menurun secara signifikan pada 3
grup (p<0.001). Independent T test memperlihatkan hasil penurunan yang
signifikan pada intensitas nyeri post CABG antara grup intervensi dengan grup
kontrol (p<0.001). Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa metode foot reflexology
sangat bermanfaat untuk mengurangi nyeri pada klien dengan sternotomy post
CABG.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Bagheri et all untuk mengetahui efek dari foot
reflexology dalam mengurangi nyeri dan keletihan pada klien post CABG. Hal
yang diukur adalah skala nyeri berdasarkan Visual Analogue Scale (VAS),
tekanan darah, frekuensi nadi. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan pada tingkat nyeri dan kelelahan setelah dilakukan intervensi pada
2 grup ( p = 0.0001). melihat pada penelitian ini, bahwa foot reflexology
merupakan intervensi yang bermanfaat untuk mengurangi nyeri dan kelelahan
pada klien post CABG.
Nyeri pada pasien post operasi perlu mendapatkan perhatian yang ekstra dari
perawat, karena nyeri dapat memberikan efek yang membahayakan bagi
pemulihan pasien post operasi. Efek nyeri dapat menyebabkan gangguan pada
sistem organ seperti gangguan pada sistem kardiovaskular, pulmonary, gastro
intestinal, endokrin dan imunologi. Gangguan tersebut dapat berupa
meningkatnya laju metabolisme dan curah jantung, kerusakan respon insulin,
peningkatan produksi kortisol, dan meningkatnya retensi cairan. Respon stress
4.7.3 Rekomendasi
Foot reflexology efektif secara signifikan dapat menurunkan tingkat rasa nyeri,
tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi pernapasan. Terapi komplementer ini
juga sangat mudah dan murah serta tidak menimbulkan efek samping bila
dilakukan.
Penyakit gagal jantung lebih banyak diderita oleh laki-laki dibandingkan dengan
perempuan (Woods, Froelicher, Motzer, 2000). Berdasarkan tabel distribusi
frekuensi jenis kelamin pada tabel 3.16 menunjukkan sebagian besar pasien
berjenis kelamin laki-laki (61,1%).Diperkirakan hampir lima persen dari pasien
yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal
jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 per 1000 penderita per tahun
(Maggioni, A, 2005).
Tabel 3.16 menunjukkan bahwa rata-rata umur pasien yang datang untuk
berkonsultasi di klinik konsultan keperawatan adalah 54 tahun, sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh studi Framingham yang menyatakan bahwa
kejadian gagal jantung terjadi pada usia ≥ 45 tahun. Dimana terjadi peningkatan
prevalensi gagal jantung, mulai usia 50- 59 tahun dan meningkat pada orang usia
60-69 tahun. Prevalensi gagal jantung meningkat insidennya secara progresif
dengan peningkatan usia (Mosterd, & Hoes, 2007)
Tabel 3.16 menunjukkan pasien yang berkonsultasi sudah mengalami rawat inap ≥
1 kali, sebagian besar sudah mengalami rawat inap ulang 2 kali sebanyak 13 orang
(72,2%) kemudian 3 kali rawat ulang sebanyak 4 orang (22,2%) dan 1 orang
hanya satu kali mengalami rawat inap (5,6%). Hasil penelitian Sekitar 50% pasien
dengan gagal jantung mengalami perawatan ulang dalam kurun waktu 6 bulan
setelah keluar dari rumah sakit. Beberapa dari mereka masuk perawatan kembali
karena pengobatan yang tidak tidak teratur, diet yang tidak baik. Keluhan masuk
dengan peningkatan tekanan darah, sesak nafas, gangguan cairan, dan kelelahan
( Moser & Riegel, 2003).
44% klien gagal jantung kembali lagi ke rumah sakit dalam jangka waktu 6 bulan
(Angelidou, 2010)
keperawatan professional adalah suatu proses ketika Ners terlibat dengan pasien
dan melalui kegiatan ini masalah kesehatan pasien diiidentifikasi dan diatasi.
4.8.1 Rekomendasi
4.8.1.1 Perlu kebijakan dari pihak manajemen rumah sakit untuk pelaksanaan
praktik konsultan keperawatan di unit rawat jalan RSJPD Harapan kita
Jakarta.
4.8.1.2 Perlu supervisi yang berkesinambungan dan penetapan tenaga
keperawatan yang akan melakukan pelayanan praktik klinik konsultan
keperawatan di unit rawat jalan RSJPD Harapan Kita Jakarta
4.8.1.3 Perlu menetapkan kompetensi sebagai syarat layak atau tidaknya perawat
untuk melakukan praktik klinik konsultan keperawatan.
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
5.2.1.1 Model keperawatan Lydia Hall dapat menjadi salah satu acuan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada pasien terutama di ruang
perawatan rawat inap.
5.2.1.2 Studi hasil EBNP yang telah dilakukan oleh mahasiswa dapat diterapkan
untuk mengurangi rasa nyeri, mudah dan murah untuk dilakukan tanpa
adanya efek samping yang berarti untuk pasien.
Arbour, C. & Gelinas, C. (2011). Setting goal for pain management when using a
behavioral scale: example with the Critical Care Pain Observation Tools.
Critical Care Nurse Journal. American Association of Critical Care Nurse,
Vol.31, No. 6.
Aslan FE, Korkmaz FD, Karabacak U (2011). Pain in cardiac surgery and
nursing approach. Department of Nursing, Acibadem University, Faculty
of Health Sciences, Istambul, Turkey.
Black, J.M & Hawks. J.H. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical
Management for Positive outcomes. Eifht Edition. Volume 2. USA :
Saunders Elsevier
Guyton & Hall (2007). Buju Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Hanvey et al ( 2009) Depression and anxiety in the post operative coronary artery
bypass graft patients. Meridien health.
Hudak, Gallo (2005). Critical Care Nursing : A Holistic Approach. 8th edition,
Lippincot William & Wilkins
Jones A, Shirley (2005). ECG Notes : Interpretation and Management Guide. F.A
Davis Company. Philadelphia
Lee J, Han M, Chung Y et all (2011). Effect of foot reflexology on fatigue, sleep
and pain : A Systematic review and Meta-analysis. Department of Nursing,
Songwon University, Songha-dong, Nam-gu, Gwangju, Korea
Mac Lellan K (2006). Expanding nursing and health care practices. Management
of pain : A practical approach for health care professionals. Nelson
Thomes Ltd. Delta place Cheltenham. United Kingdom
Parisis et al (2011). Intra Aortic Balloon Pump : Literature review of risk factors
related to complications of the Intra Aortic Balloon Pump. Journal of
cardiothoracic surgery.http://www.cardiosurgery.org/content/6/1/147
Parker, Marylin E (2005). Nursing theories and nursing practice. F.A Davis
Company. Philadelphia.
Perry, A.G & Potter, P.A (2006). Basic Nursing. (6rd Ed). St.Louis: Mosby
Elsevier.
Soetisna TW. (2013). Rumah Sakit Harapan Kita layani 3000 pasien/tahun.
Jakarta. Suara Pembaruan. www.suarapembaruan.com
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2008). Textbook of medical surgical nursing.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
Tully, Baker (2012). Depression, anxiety and cardiac morbidity outcomes after
coronary artery bypass surgery : a contemporary and practical review.
Journal of Geriatric cardiology. 9 : 197-208.
Van Der Wal et al ( 2006). Compliance in heart failure patients : The importance
of knowledge and beliefs. Departement of Cardiology University Medical
Center Groningen, University of Groningen, The Netherlands.
DATA BIOGRAFI
GENERAL ASESSMENT
Keluhan Utama :
Riwayat penyakit sekarang :
Alergi :
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Baik Tidak Baik,... ... ...
Kesadaran :
CARE
Pengkajian :
Diagnosa keperawatan
1.
Tujuan :
Kriteria Hasil :
1.
2.
3.
Implementasi :
1.
2.
3.
4.
Evaluasi :
S :
O :
A :
P :
CURE
Pengkajian :
Diagnosa keperawatan
1.
Tujuan :
Kriteria Hasil :
1.
2.
3.
Implementasi :
1.
2.
3.
4.
Evaluasi :
S :
O :
A :
P :
CORE
Pengkajian :
Diagnosa keperawatan
1.
Tujuan :
Kriteria Hasil :
1.
2.
Intervensi :
1.
2.
3.
4.
Implementasi :
1.
2.
3.
4.
Evaluasi :
S :
O :
A :
P :
BUKU PANDUAN
OLEH :
ERLIN IFADAH
1006833653
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan
petunjuk-Nya sehingga proposal Evidence Base Nursing Practise (EBNP), ini
dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.
Proposal EBNP ini disusun sebagai salah satu tugas akhir semester pada
residensi III. Proposal EBNP ini mengangkat topik tentang penerapan terapi
komplementer Foot Reflexology untuk mengurangi nyeri pada klien dengan
Sternotomy Post Coronary Artery Bypass Graft (CABG) sebagai salah satu terapi
non farmakologis dan efektif serta simpel untuk dilakukan oleh perawat.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan proposal EBNP ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi isi maupun sistematika penulisan. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan penulisan laporan EBNP ini.
Terima kasih.
Penulis
Foot reflexology merupakan terapi yang sudah lama ada di Mesir sejak tahun
2330 SM dan dipopulerkan oleh Doktor William Hope Fitzgerald di Amerika
pada tahun 1917 (Kim, 1999). Dr. William Hope Fitzgerald memperkenalkan
beberapa bagian tubuh seperti telinga, hidung dan tenggorokan sebagai
perawatan titik pertama pada tahun 1900 di Amerika Selatan. Berhubungn
dengan ini, energi mengalir melalui garis lurus tubuh yang berawal di kaki
dan berakhir di daerah kepala. Tekanan pada titik reflex akan berefek pada
seluruh organ tubuh seperti kelenjar, tulang maupun otot.Terapi ini banyak
dilakukan karena bebas dari efek samping, mudah untuk dipelajari dan
dilakukan, dan hanya memerlukan pengetahuan yang tidak banyak mengenai
titik meridian menjadikan foot reflexology terkenal di masyarakat umum
(Yang, 2005)
GERAKAN
Dalam melakukan foot reflexology ada gerakan yang harus dilakukan, yaitu, :
1. Berikan lotion/cream massage pada daerah titik telapak kaki kiri yang
sudah ditentukan.
2. Lakukan masage lembut dan tekanan pada titik dibawah ibu jari kaki kiri
atau kanan pasien dengan 2 ibu jari tangan tanpa berhenti
Nama :
Alamat :
No Hp :
Jakarta, 2014
( ) ( )
III. Penilaian
Aspek Jam Intervensi Hasil Hasil setelah
Sebelum intervensi
Intervensi
Tekanan
Darah
Nadi
Nafas
Nilai nyeri
(VAS)
Ditetapkan
Direktur Utama,
Masalah keperawatan :
1. Kurang mekanisme pertahanan diri
2. Knowledge : treatment procedure
05/03/14 2 Nama Tn . A, 55 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 25 Februari Keluarga mengatakan pasien mengeluh 1. Ineffective airway
2014 sesak nafas 2 minggu sebelum masuk 2. Respiratory status : gas exchange,
Tanggal Pengkajian: 05 rumah sakit disertai demam dan batuk, ventilator
Maret 2014 . Ruang CVC demam hanya hilang sebentar jika minum 3. Cardiac pump effectiveness
Diagnosa Medis : Septic obat penurun panas sesudahnya demam 4. Activity tolerance
shock, CHF Fc II,III ec kembali muncul dan terus menerus 5. Self care
CAD dirasakan, keluar keringat dingin, berdebar- 6. Skin integrity
debar dan tidak ada nyeri dada, post CABG 7. Save environment, knowledge fall
juli 2012 dengan CAD 3VD. Faktor resiko : prevention
eks smoker, dislipidemia, hipertensi 8. coping mechanism
9. Knowledge : treatment procedure
Masalah keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukarang gas
3. Resiko penurunan curah jantung
4. Resiko gangguan pertukaran gas
- Core
Keluarga pasien terus menanyakan
kemajuan kondisi pasien kepada dokter dan
ners yang bertugas, istri berharap pasien
dapat kembali ke keluarga seperti semula,
dan dapat menunaikan ibadah umroh yang
sudah direncanakan.
Masalah keperawatan :
1. Nyeri dada : akut
2. Resiko penurunan cardiac output
- Core
Klien mengatakan tidak ingin dilakukan
tindakan apapun karena yakin bahwa
penyakitnya bisa hilang dengan merubah
kebiasan hidup tidak sehat dengan
kebiasaan hidup sehat, klien juga
melakukan aerobic dalam 1 minggu 2 kali.
Klien menceritakan beberapa saudaranya
terkena serangan jantung dan banyak yang
tidak berhasil dengan dilakukannya
tindakan medis. Istri klien mengatakan
keluarga sudah membujuk klien untuk
menjalani segala tindakan yang dianjurkan
tetapi klien menolak, padahal beberapa
dokter sudah menjelaskan kondisi klien
jika tidak dilakukan tindakan.
Masalah keperawatan :
1. Kecemasan
2. Kurang pengetahuan manajemen
terapetik
11/03/14 4 Nama Ny. Z , 62 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 09 Maret 2014 Sesak nafas dirasakan makin lama makin 1. Cardiac pump effectiveness
Masalah keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Resiko gangguan volume cairan
4. Resiko penurunan cardiac output
- Core
Pasien mengatakan sudah bosan minum
obat, dan sempat berobat ke alternatif
karena anjuran saudara-saudaranya dengan
meminum obat herbal, tapi tidak ada
perbaikan, klien merasakan penyakitnya
semakin parah.
Masalah keperawatan :
1. Kurang pengetahuan : manajemen terapi
10
11
Masalah keperawatan :
1. Nyeri dada : akut
2. Resiko penurunan cardiac output
12
Masalah keperawatan :
1. Kecemasan
2. Kurang pengetahuan : manajemen
terapi
12/03/14 6 Nama Tn. Al , 55 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 12 Maret 2014 Sesak nafas tiba-tiba memberat saat antri di 1. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian : 12 poliklinik disertai keringat dingin 2. Gas exchange
Maret 2014 Ruang : CVC membasahi baju, dada terasa berat, tidak 3. Fluid balance
Diagnosa Medis : ALO pd ada nyeri dada, DOE (+), OP (+), PND (+). 4. Activity tolerance
CHF recent MI anterior EF Riwayat nyeri dada 10 hari yl disertai 5. Self care
20% keringat dingin dan sesak, dirawat selama 5 6. coping mechanism
hari karena serangan jantung, pulang rawat 7. Knowledge : treatment procedure
masih sesak dengan aktifitas ringan
Mandiri
- Care 1. Cardiac care
Pasien bedrest di tempat tidur, hampir 2. Airway management
sebagian besar keperluan sehari-hari 3. Fluid management
dibantu meliputi keperluan personal 4. Energy management
hygiene (mandi, sikat gigi, memakai 5. Assistance self care
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan 6. Coping management
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 7. Teaching : disease process
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi,
dan lain-lain. Kolaborasi
1. Management Farmakologi
Masalah keperawatan : - Kolaborasi dalam pemasangan
1. Intoleransi aktivitas intravena dan Oksigen terapi
2. Self care defisit : bathing Pemberian obat-obatan :
3. Self care defisit : dressing - Valsartan 1x40 mg
13
Masalah keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Resiko penurunan cardiac output
4. Resiko gangguan keseimbangan cairan
- Core
Pasien mengatakan sudah lelah dengan
penyakit yang diderita, tetapi masih ingin
berkumpul dengan keluarga serta ingin
melihat cucu-cucunya tumbuh besar
Masalah keperawatan
1. Mekanisme koping inefektif
14
15
Masalah keperawatan :
1. Nyeri dada
2. Resiko penurunan cardiac output
- Core
Pasien mengatakan ingin segera pulang ke
rumah, dan menanyakan kapan peralatan
yang dipasang pada tubuhnya dilepas serta
adakah kemungkinan bahwa penyakitnya
akan timbul kembali, pasien tidak ingin
16
Masalah keperawatan
1. Mekanisme koping inefektif
2. Kurang pengetahuan
17
Masalah keperawatan :
1. Nyeri
2. Resiko penurun cardiac output
- Core
Pasien mengatakan cemas akan
penyakitnya, dan merasa bahwa ajalnya
18
Masalah keperawatan :
1. Kurang pengetahuan : manajemen
terapi
2. Mekanisme koping
23/03/14 9 Nama Tn. P, Umur : 55 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Pasien mengeluh nyeri dada terasa berat 1. Pain level
Masuk RS : 07 Maret 2014 seperti tertimpa beban 20 hari yang lau 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 23 muncul tiba-tiba saat klien sedang bersih- 3. Blood loss severity
Maret 2014 bersih rumah, nyeri menjalar ke lengan kiri, 4. Activity tolerance
Ruang : ICU keringat dingin membasahi baju, durasi 5. Self care
Diagnosa Medis : Akut lebih dari 30 menit, tidak berkurang dengan 6. Skin integrity
anterior extensive STEMI istirahat, klien saat itu tidak dibawa 7. Infection management
post CABG 1 graft + IVS berobat, hanya minum sejenis jamu- 8. Coping mechanisme
rupture closure jamuan, nyeri berkurang tapi masih 9. Knowledge : treatment procedur
dirasakan, kurang lebih 1 minggu setelah
onset klien dibawa ke klinik dan dikatakan Mandiri
terkena serangan jantung, klien dibawa ke 1. Pain management
puskesmas lalu dirujuk ke RSUD tarakan. 2. Cardiac care
Di RSUD Tarakan klien dirawat selam 10 3. Blood loss precaution
hari di ICU, selama dirawat keluhan nyeri 4. Energy management
tidak ada tetapi sesak nafas semakin berat. 5. Assistance self care
Keluhan seperti ini baru pertama kali 6. Skin care
dirasakan klien. Klien menderita hipertensi 7. Infection control
dan DM, diketahui sejak 10 tahun yang 8. Coping management
lalu. Tidak pernah kontrol dan tidak ada 9. Teaching : disease process
obat yang rutin diminum
Kolaborasi
- Care 1. Management Farmakologi
Klien terbaring di tempat tidur dengan - Kolaborasi dalam pemasangan
19
20
Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Resiko penurunan cardiac output
3. Resiko perdarahan
4. Resiko infeksi
- Core
Pasien kurang paham perawatan setelah
operasi CABG
Masalah keperawatan :
1. Kurang pengetahuan : manajemen
terapi
24/03/14 10 Nama Tn. ER, Umur : 55 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi 1. Pain level
Masuk RS : 23 Maret 2014 CABG tanggal 24 Maret 2014. Hasil 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 24 angiografi: LAD: 80% di proximal, 80% di 3. Blood loss severity
Maret 2014 proximal D1;LCX : 90-90% di proximal 4. Activity tolerance
Ruang : ICU setelah OMI; RCA : 80% di proximal, 90% 5. Self care
Diagnosa Medis : CAD di distal. 6. Infection management
3VD post op CABG 7. Skin integrity
- Care 8. Coping mechanisme
Klien terbaring di tempat tidur dengan
posisi semi fowler, hampir sebagian besar Mandiri
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 1. Pain management
kebutuhan perawatan diri (mandi, 2. Cardiac care
kebersihan mulut dan gigi, memakai 3. Blood loss precaution
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan 4. Energy management
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 5. Assistance self care
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi 6. Infection control
dan lain-lain 7. Skin care
21
22
Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Resiko penurunan cardiac output
3. Resiko perdarahan
4. Resiko infeksi
- Core
Pasien mengatakan lelah dan ingin segera
pulang, pasien ingin berkumpul dengan
keluarganya, mengatakan selama masuk
diruangan ini, belaiu belum juga bertemu
istrinya. Pasien juga takut melihat peralatan
yg ada dalam ruangan ICU.
Masalah keperawatan
1. Mekanisme koping inefektif
25/03/14 11 Nama Tn. A, Umur : 50 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Pasien merasakan nyeri dada pada saat 1. Pain level
Masuk RS : 24 Maret 2014 melakukan aktifitas sedang ( berlari) atau 2. Effectife airway
Tanggal Pengkajian: 25 ringan (berjalan sebentar atau naik satu 3. Cardiac pump effectiveness
Maret 2014 anak tangga) kurang lebih sejak 3 bulan 4. Blood loss severity
Ruang : ICU yang lalu, keluar keringat dingin, nyeri 5. Activity tolerance
Diagnosa Medis : CAD dirasakan seperti ditusuk tusuk menjalar ke 6. Self care
3VD post op CABG 3 graft lengan kiri, leher dan punggung belakang 7. Infection management
(LIMA-LAD, SVG-LCx, disertai dengan sesak nafas , skala nyeri 6- 8. Skin integrity
SVG-RCA distal) 8, dengan durasi kurang lebih 30 menit. 9. Coping mechanisme
Hasil angiografi : LM normal, LAD
23
24
Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Inefektif jalan nafas
3. Resiko penurunan cardiac output
4. Resiko peradarahan
5. Resiko infeksi
- Core
Segera setelah ekstubasi klien mengatakan
kapan bisa pindah ke ruangan biasa karena
klien ingin bertemu istri dan keluarganya
lebih lama, klien juga ingin segera pulang
untuk bertemu dengan anak-anaknya, klien
mengkhawatirkan istrinya akan jatuh sakit
jika menunggu klien terlalu lama, klien
mengatakan istrinya tidur di ruang tunggu
pasien selama klien sakit. Klien juga
menanyakan apakah dirinya harus terus
kontrol setelah operasi selesai dilakukan
dan terus menerus minum obat, klien ingin
bekerja lagi bila sudah pulang nanti.
Masalah keperawatan
1. Koping mekanisme
25
26
Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Gangguan pertukaran gas
3. Resiko penurunan cardiac output
4. Resiko perdarahan
5. Resiko infeks
- Core
Pasien bertanya berapa lama ia harus ada di
ruang ICU dan kapan dirinya bisa pulang
ke rumah
27
28
Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Resiko gangguan pertukaran gas
3. Resiko gangguan kelebihan volume
cairan
4. Resiko penurunan cardiac output
5. Resiko infeksi
29
Masalah keperawatan :
1. Kecemasan
2. Kurang pengetahuan
3. Mekanisme koping inefektif
28/03/14 14 Nama Nn. N, Umur : 19 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Klien mengatakan sejak kecil sudah 1. Pain level
Masuk RS : 23 Maret 2014 mengalami sakit jantung, sering kecapean 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 28 dan cepat lelah, klien juga tidak dapat 3. Effective airway
Maret 2014 mengikuti pelajaran di sekolah, dan tidak 4. Blood loss severity
Ruang : ICU tamat SD, untuk mengatasi sesak klien 5. Activity tolerance
Diagnosa Medis : MS biasanya beristirahat. Klien mengatakan 6. Self care
Severe, AR Mild, TR sesak semakin hebat seiring dengan usianya 7. Skin integrity
Severe Post MVR, AVR, yang bertambah. DOE (+), OP (+), PND 8. Knowledge : medication
TVR (+). Dokter di rumah sakit daerahnya
berkata bahwa jantung klien bocor dan Mandiri Mandiri
menganjurkan orangtua membawa klien 1. Pain management
untuk di operasi di RSJPNHK 2. Cardiac care
3. Airway management
- Care 4. Blood loss precaution
Klien terbaring di tempat tidur dengan 5. Energy management
posisi fowler, hampir sebagian besar 6. Assistance self care
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 7. Skin care
kebutuhan perawatan diri (mandi, 8. Teaching : disease process
30
31
- Core
Klien sering marah-marah dan mengatakan
sudah tidak betah di ruang ICU, klien
berteriak-teriak minta dipindahkan ke ruang
perawatan intermediate, bila ditanya klien
menjawab dengan ketus dan mengatakan
bahwa dirinya sudah lebih baik dan ingin
segera pulang.
Masalah keperawatan :
1. Kurang pengetahuan
2. Mekanisme koping inefektif
28/03/14 15 Nama Ny. ZE, Umur : 69 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Pasien mengatakan terkena serangan 1. Pain level
Masuk RS : 01 April 2014 jantung pada tahun 2013 dan biasa kontrol 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 02 ke Rumah Sakit Jakarta karena anaknya 3. Effective airway
April 2014 adalah seorang dokter spesialis disana, 4. Blood loss severity
Ruang : ICU pasien dianjurkan untuk operasi jantung 5. Activity tolerance
Diagnosa Medis : CAD karena hasil dari kateterisasi jantung adalah 6. Self care
3VD post CABG 3x on 3VD. 7. Skin integrity
pump (SVE-LAD, SVE- 8. Knowledge : medication
PDA,SVG intermediate) - Care
Pasien terbaring di tempat tidur dengan Mandiri Mandiri
posisi fowler, hampir sebagian besar 1. Pain management
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 2. Cardiac care
kebutuhan perawatan diri (mandi, 3. Airway management
32
Masalah keperawatan :
1. Nyeri akut
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
33
- Core
Klien mengatakan selalu berdiskusi apapun
dengan anaknya, klien banyak bertanya
tentang apa yang harus dilakukan setelah
klien sampai di rumah nanti.
Masalah keperawatan
1. Kurang pengetahuan
07/04/14 16 Nama Ny. H, Umur : 62 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Pasien mengatakan sering merasa lelah, 1. Cardiac pump effectiveness
Masuk RS : 06 April 2014 dan direncanakan untuk dilakukakn operasi 2. Blood loss severity
Tanggal Pengkajian: 07 katup pada tanggal 7 April 2014 3. Self care
April 2014 4. Skin integrity
Ruang : OK - Care 5. Anxiety level
Diagnosa Medis : CHF Fc Pasien mengeluh kedinginan di ruang OK,
III ec AS severe pre AVR perawat langsung memberikan warmer Mandiri
yang tersedia, membantu pasien berganti 1. Cardiac care
pakaian untuk keperluan operasi 2. Blood loss precaution
3. Assistance self care
Masalah keperawatan : 4. Skin care
1. Self care defisit : dressing 5. Anxiety reduction
2. Resiko kerusakan integritas kulit
- Cure Kolaborasi
Dilakukan operasi AVR melibatkan 1. Tindakan AVR
beberapa dokter dan penunjang lain.
Evaluasi
Masalah keperawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 30
34
- Core
Pasien mengatakan cemas dalam
menghadapi operasi ini.
Masalah keperawatan
1. Kecemasan
08/04/14 17 Nama Tn.IA, Umur : 60 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Sesak nafas berat saat turun dari pesawat 1. Cardiac pump effectiveness
Masuk RS : 07 April 2014 setibanya dibandara Soekarno Hatta, klien 2. Blood loss severity
Tanggal Pengkajian: 08 mengatakan kelelahan, nyeri dada (-), mual 3. Self care
April 2014 (-), muntah (-), klien riwayat sesak 4. Skin integrity
Ruang : OK berulang sejak 2 tahun sebelum masuk 5. Anxiety level
Diagnosa Medis : CHF ec rumah sakit. DOE (+), OP (+), PND (+),
MR severe, TR mild pre tidur dengan 2 bantal, riwayat kaki bengkak Mandiri
MVR dengan aktifitas berlebihan, dirumah klien 1. Cardiac care
hanya bisa berjalan disekitar rumah karena 2. Blood loss precaution
bila berjalan jauh sesak nafas akan muncul. 3. Assistance self care
Klien baru PJNHK 4. Skin care
5. Anxiety reduction
- Care
Di ruang pre op klien mengatakan Kolaborasi
kedinginan, memberikan warmer yang 1. Tindakan MVR
disediakan, membantu pasien berganti
pakaian untuk keperluan operasi Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 30
Masalah keperawatan : menit terhadap kebutuhan yang perawatan
1. Self care defisit : dressing diri, kebutuhan berpakaian dapat dipenuhi,
2. Resiko kerusakan integritas kulit kecemasan berkurang
35
- Core
Pasien mengatakan cemas untuk menjalani
operasi.
Masalah keperawatan
1. Kecemasan
10/04/14 18 Nama Tn.HS, Umur : 41 - Riwayat Penyakit Tujuan
tahun Klien mengatakan sering merasakan nyeri 1. Cardiac pump effectiveness
Masuk RS : 09 April 2014 dada sejak awal tahun 2014 dan berobat ke 2. Blood loss severity
Tanggal Pengkajian: 10 RSUD Sibolga, atas saran RS disana klien 3. Self care
April 2014 dianjurkan untuk memeriksakan secara 4. Skin integrity
Ruang : OK keseluruhan kondisi jantungnya di 5. Anxiety level
Diagnosa Medis : CAD RSJPNHK karena peralatan disana kurang
2VD+LM pre CABG memadai, setelah dilakukan beberapa
36
Masalah keperawatan :
1. Self care defisit : dressing
2. Resiko kerusakan integritas kulit
37
Masalah keperawatan
1. Kecemasan
28/04/14 19 Nama Tn SS Umur 58 - Riwayat Penyakit Tujuan :
tahun 2 hari sebelum masuk rumah sakit klien 1. Pompa jantung efektif
Masuk RS : 28 April 2014 mengeluh sesak nafas dan terus memberat, 2. Tidak terjadi gangguan pertukaran gas
Tanggal Pengkajian: 28 DOE (+), PND(+), Ortopnoe (+) 3. Inefektif regimen teraupetik
April 2014 4. Perawatan diri terpenuhi
Ruang : Gawat Darurat - Care
Diagnosa Medis : ADHF Pasien bedrest, semua kebutuhan perawatan Mandiri
W/W Old anterior MCI. diri di bantu (keperluan makan,minum, 1. Manajemen energy
BAK, BAB, berpakaian dll) 2. Manajemen airway
3. Pendidikan kesehatan
Masalah keperawatan 4. Peningkatan latihan
1. Intoleransi aktivitas 5. Pendidikan kesehatan
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
3. Defisit perawatan diri: toileting Kolaborasi
1. Management Farmakologi
- Cure - Kolaborasi dalam pemasangan
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi intravena dan Oksigen terapi
(+) di basal ½ lapangan paru, lobus kanan - Pemberian lasix extra 4 ampul,
atas dan lobus kiri bawah, edema tungkai - Lanoxin 0,5 mg IV
+/+, oksigen nasal kanul 5l/m , RR
28X/menit, nafas dangkal dan dalam, Evaluasi
tekanan darah 130/85 mmHg, HR Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
131x/menit, suhu 36,7°C, auskultasi jantung 12 jam terhadap kebutuhan yang perlu
S1-S2 gallop, abdomen supel, tidak ada dibantu, kebutuhan pasien dapat dipenuhi,
38
Masalah keperawatan
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan pertukaran gas
- Core
Pasien lama RSJPDHK tetapi kontrol
seperlunya dan minum obat tidak teratur
Masalah keperawatan
1. Kurang pengetahuan
28/04/14 20 Nama Ny. S umur 36 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan
Masuk RS : 28 April 2014 Sesak nafas dirasakan memberat 4 hari 1. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 28 SMRS, mual (-), muntah(-) DOE (+), 2. Respiratory status : gas exchange
April 2014 PND(+), Ortopnoe (+), keringat dingin 3. Activity tolerance
Ruang : Gawat Darurat membasahi pakaian (-), perut begah (-), 4. Self care
Diagnosa Medis : ADHF kaki bengkak (-), nyeri dada(-), berdebar- 5. Infection management
pada PPCM debar (-), pasien merupakan pasien lama 6. Skin integrity
RSJPDHK , tidak pernah kontrol lagi, 7. Knowledge : medication
kehabisan obat sudah 1 minggu, obat yang
biasa dikonsumsi : lasix 1x40 mg, ramipril Mandiri
1x 2,5 mg, aspar K 3x1, antacid 2x C1, 1. Cardiac care
aldacton 1x25mg. 2. Airway management
3. Energy management
- Care 4. Assistance self care
Pasien bedrest, posisi semifowler, semua 5. Infection control
kebutuhan perawatan diri di bantu 6. Skin care
39
- Cure Evaluasi
Dari pemeriksaan fisik didapatkan : TD : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x
163/125 mmhg, HR : 131x/m, RR 20x/m, 24 jam nyeri luka operasi berkurang,
conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), kebutuhan pasien dapat dipenuhi, dengan
JVP 5+2 CmH2O, Cor : S1 S2, murmur (-), nyeri dada tidak ada, sesak berkurang,
gallop (-), pulmo : vesikuler, ronchi +/+ kebutuhan aktivitas terpenuhi.
basah halus basal, abdomen : BU (+),
pembesaran hepar dan lien (-), edema
tungkai (-), terpasang O2 nasal kanul
3l/menit. Hasil laboratorium Hb 13,5 g/dl,
HCT 36,2%, elektrolit Na 136 mEq, K 4,06
mEq, chlorida 92,5 mEq, hasil kreatinin
darah 1,5 ureum 25
Masalah keperawatan
1. Resti Penurunan curah jantung
2. Gangguan pertukaran gas
- Core
Pasien lama RSJPDHK tetapi kontrol
seperlunya dan minum obat tidak teratur
Masalah keperawatan
1. Inefektif regimen teraupetik
40
41
- Core
Klien sangat cemas dengan kondisi
penyakitnya, klien berkali kali mengatakan
anak saya masih ada yang sekolah 2 orang
Masalah keperawatan
1. Kecemasan
2. Mekanisme koping inefektif
07/05/14 22 Nama Ny T umur - Riwayat Penyakit Tujuan :
Masuk RS : 07 Mei 2014 Pasien datang dengan keluhan nyeri perut 1. Pain level
Tanggal Pengkajian 07 Mei sebelah kanan, nyeri dirasa sejak 4 hari 2. Cardiac pump effectiveness
2014 yang lalu, mual (-), muntah (-), penajalaran 3. Activity tolerance
Ruang : Emergensi (-), muncul saat istirahat, sesak (-), nyeri 4. Self care
Diagnosa Medis : NSTEMI dada (-), berdebar (-), nyeri perut dirasakan 5. Anxiety
TIMI 3/7 Grace 142 setelah 4 hari pasien meminum aspilet yang
Crusade 65 diberikan dokter di rumah sakit Sint Mandiri
Carolus, nyeri terus menerur, durasi >20 1. Pain management
menit. Sebelumnya pasien berobat rawat 2. Cardiac care
jalan di RS, Sint Carolus dikatakan 3. Energy management
penyempitan koroner, DM dan hipertensi. 4. Assistance self care
5. Anxiety management
- Care
Pasien bedrest, semua kebutuhan
42
- Core
Klien cemas dengan penyakitnya dan ingin
segera pulang ke rumah.
43
44
Masalah keperawatan
1. Nyeri
2. Resiko penurunan curah jantung
- Core
Pasien mengatakan cemas dan takut akan
prosedur yang akan dilakukan terhadap
dirinya
Masalah keperawatan
1. Kecemasan
2. Kurang pengetahuan
08/05/14 24 Nama Tn. AP 52 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan :
Masuk RS : 08 Mei 2014 Sesak nafas memberat semenjak 3 hari 1. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian 08 Mei SMRS, DOE (+), OP (+), PND (+), 2. Gas exchange
2014 ekstremitas bawah bengkak (+), demam (-), 3. Fluid balance
Ruang : Emergensi batuk (-). Pasien riwayat serangan jantung 4. Activity tolerance
Diagnosa Medis : ADHF tahun 2013 (september tahun lalu), pasien 5. Anxiety self control
W/W pada CHF tidak direvaskularisasi, pasien lama 6. Self care
anteroseptal MCI PJNHK, obat tidak rutin diminum. 7. Knowledge : medication
8. Family health status
- Care
Pasien bedrest, semua kebutuhan perawatan Mandiri
diri di bantu (keperluan makan,minum, 1. Cardiac care
BAK, BAB, berpakaian dll) 2. Airway management
3. Energy management
45
Masalah keperawatan
1. Penurunan curah jantung
46
- Core
Klien mengatakan sudah lelah menghadapi
penyakitnya, klien diantar tetangga pada
saat ke rumah sakit, anak klien bekerja
pada saat kejadian
Masalah keperawatan
1. Koping keluarga
2. Mekanisme koping inefektif
09/05/14 25 Nama : Tn. L, 57 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan :
Masuk RS : 09 Mei 2014 Riwayat operasi katup tahun 2009, pasien 4 1. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 09 Mei hari yang lalu berobat ke poliklinik sudah 2. Gas exchange
2014 rutin sejak tahun 2007. Pasien mengatakan 3. Fluid balance
Ruang : Emergenci sejak 4 hari yang lalu merasa jantungnya 4. Activity tolerance
Diagnosa Medis : AFRVR berdebar-debar, tidak nyaman dan nyeri di 5. Anxiety self control
post MVR dada sebelah kiri, menjalar ke lengan kiri, 6. Self care
nyeri seperti ditimpa beban yang berat, 7. Knowledge : medication
skala nyeri 6, menjalar ke punggung, 8. Family health status
lamanya kurang lebih 3 menit, tidak hilang
dengan obat dan istirahat. Mandiri
1. Cardiac care
- Care 2. Airway management
Pasien tidak diperbolehkan turun dari 3. Energy management
tempat tidur, semua keperluan dibantu 4. Anxiety reduction
seperti BAK, pemberian posisi semifowler, 5. Fluid management
mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam 6. Self care assistance
7. Teaching : disease peocess
Masalah keperawatan 8. Family involvement promotion
1. Intoleransi aktivitas
47
Masalah keperawatan
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan pertukaran gas
3. Gangguan keseimbangan cairan
- Core
Klien cemas akan penyakitnya
Masalah keperawatan
1. kecemasan
09/05/14 26 Nama Tn J Umur, 52 tahun - Riwayat Penyakit Tujuan :
Masuk RS : 09 Mei 2014 Sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh sering 1. Pain level
48
49
Masalah keperawatan
1. Nyeri
2. Resiko penurunan curah jantung
- Core
Klien cemas dengan penyakitnya dan takut
jika harus dilakukan prosedur yang
menyakitkan pasien
Masalah keperawatan
1. Kecemasan
2. Kurang pengetahuan
09/05/14 27 Nama Tn K Umur, 46 - Riwayat Penyakit Tujuan :
tahun Pasien mengeluh nyeri dada sejak 1 hari 1. Pain level
Masuk RS : 09 Mei 2014 SMRS, dirasakan seperti tertindih beban 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 09 Mei berat, semakin terasa saat beraktifitas, tidak 3. Activity tolerance
2014 hilang dengan istirahat, hilang dengan 4. Self care
Ruang Emergensi ISDN sub lingual, penjalaran (-), keringat 5. Anxiety
Diagnosa Medis : UAP dingin (-), mual (+), Sesak nafas (-), PND 6. Knowledge : medication
(+), OP (-), berdebar debar (-), cepat lelah.
Mandiri
- Care 1. Pain management
Pasien bedrest, posisi semifowler, semua 2. Cardiac care
kebutuhan perawatan diri di bantu 3. Energy management
(keperluan makan,minum, BAK, BAB, 4. Assistance self care
berpakaian dll) 5. Anxiety management
6. Teaching : disease process
50
Masalah keperawatan
1. Nyeri
2. Resiko penurunan curah jantung
3. Resiko gangguan pertukaran gas
- Core
Pasien cemas dengan penyakitnya, masih
bnyak yang harus dikerjakan pasien untuk
keluarganya.
51
- Care Mandiri
Klien terbaring di tempat tidur dengan 1. Pain management
posisi semi fowler, hampir sebagian besar 2. Cardiac care
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 3. Airway management
kebutuhan perawatan diri (mandi, 4. Blood loss precaution
kebersihan mulut dan gigi, memakai 5. Energy management
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan 6. Assistance self care
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 7. Infection control
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi 8. Skin care
dan lain-lain 9. Teaching : disease process
52
Masalah keperawatan
1. Nyeri akut
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
3. Resiko perdarahan
4. Resiko penuruna curah jantung
5. Resiko infeksi
- Core
pasien mengatakan merasa tidak nyaman di
ruangan, pasien merasa kurang privacinya,
kurang paham rencana selanjutnya setelah
53
Masalah keperawatan
1. Kurang pengetahuan : manajemen
terapi
2. Kecemasan
14/05/14 29 Nama Tn SS Umur, 66 Riwayat Penyakit Tujuan
tahun - Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi 1. Pain level
Masuk RS : 10 Mei 2014 CABG tanggal 10 Mei 2014. Hasil 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 14 Mei angiografi: LM ; stenosis 60% di distal, LAD: 3. Blood loss severity
2014 stenosis 80% di osteal, diffuse stenosis 80- 4. Activity tolerance
Ruang : IW Bedah 90% di proximal hingga distal, LCX : 80% 5. Self care
Diagnosa Medis : CAD stenosis di osteal, stenosis 80% sebelum 6. Infection management
2VD + LM disease post OM2, RCA :non signifikan stenosis. 7. Skin integrity
CABG 4x on pump Dilakukan CABG 4 x on pump, LIMA-LAD, 8. Knowledge : treatment procedure
LRA-LCX, SVG-PDA dan diagonal 9. Anxiety
- Care
Klien terbaring di tempat tidur dengan Mandiri
posisi semi fowler, hampir sebagian besar 1. Pain management
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 2. Cardiac care
kebutuhan perawatan diri (mandi, 3. Blood loss precaution
kebersihan mulut dan gigi, memakai 4. Energy management
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan 5. Assistance self care
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 6. Infection control
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi 7. Skin care
dan lain-lain 8. Teaching : disease process
9. Anxiety management
Masalah keperawatan :
1. Intoleransi aktivitas Kolaborasi
2. Self care defisit : bathing 1. Management Farmakologi
3. Self care defisit : dressing - Cefrazol 3x1 gr
54
Masalah keperawatan
1. Nyeri akut
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
3. Resiko perdarahan
4. Resiko penuruna curah jantung
5. Resiko infeksi
55
Masalah keperawatan
1. Kecemasan
2. Kurang pengetahuan
14/05/14 30 Nama Tn HS Umur, 55 Riwayat Penyakit Tujuan
tahun - Pasien masuk RS untuk dilakukan operasi 1. Pain level
Masuk RS : 10 Mei 2014 CABG tanggal 10 Mei 2014. Hasil 2. Cardiac pump effectiveness
Tanggal Pengkajian: 14 Mei angiografi: LM ; stenosis 60% di distal, LAD: 3. Blood loss severity
2014 stenosis 80% di osteal, diffuse stenosis 80- 4. Activity tolerance
Ruang : IW Bedah 90% di proximal hingga distal, LCX : 80% 5. Self care
Diagnosa Medis : CAD stenosis di osteal, stenosis 80% sebelum 6. Infection management
3VD + LM EF 42 % Post OM2, RCA :non signifikan stenosis. 7. Skin integrity
CABG 3X Dilakukan CABG 3X, LIMA-LAD, SVG D1 8. Anxiety
dan OM
- Care Mandiri
Klien terbaring di tempat tidur dengan 1. Pain management
posisi semi fowler, hampir sebagian besar 2. Cardiac care
keperluan sehari-hari dibantu meliputi 3. Blood loss precaution
kebutuhan perawatan diri (mandi, 4. Energy management
kebersihan mulut dan gigi, memakai 5. Assistance self care
pakaian, menyisir rambut), kebutuhan 6. Infection control
nutrisi (makan dan minum), kebutuhan 7. Skin care
eliminasi (BAB dan BAK), merubah posisi 8. Anxiety management
dan lain-lain
Kolaborasi
Masalah keperawatan : 1. Management Farmakologi
1. Intoleransi aktivitas - Sharox 3x1 gr
2. Self care defisit : bathing - Ranitidine 2x1 amp
3. Self care defisit : dressing - Paracetamol 3x1 gr
56
Masalah keperawatan
1. Nyeri akut
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
3. Resiko perdarahan
4. Resiko penuruna curah jantung
5. Resiko infeksi
57
58